Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa oleh Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandem ...
Relevan terhadap
KPA Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), menyampaikan data Pemberitahuan Pabean yang diajukan oleh perusahaan Industri Sektor Tertentu yang telah diterbitkan SP2D dan disampaikan kepada Direktur Jenderal c.q. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang penerimaan dan perencanaan strategis.
Data Pemberitahuan Pabean yang diajukan oleh perusahaan Industri Sektor Tertentu dan telah diterbitkan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean, nomor dan tanggal SPM, nomor dan tanggal SP2D, nilai BM DTP, nama perusahaan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Jika terdapat importasi BM DTP yang belum masuk dalam penyampaian terakhir data Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPA pendapatan BM DTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) melakukan perhitungan bea masuk terutang perusahaan Industri Sektor Tertentu dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan.
Untuk dapat memperoleh BM DTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 7, perusahaan Industri Sektor Tertentu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
tidak pernah melakukan kesalahan dalam memberitahukan jumlah dan/atau jenis barang pada Pemberitahuan Pabean Impor dengan mendapatkan BM DTP yang menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk selama 1 (satu) tahun terakhir; dan/atau
tidak mempunyai utang bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang telah lewat jatuh tempo pembayaran.
Untuk mendapatkan persetujuan BM DTP, perusahaan Industri Sektor Tertentu mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat informasi paling sedikit mengenai:
identitas perusahaan;
daftar Barang dan Bahan yang dimintakan BM DTP;
invoice dan packing list yang merupakan __ dokumen pelengkap pabean yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean;
Pemberitahuan Pabean Impor:
BC 1.6 dan tabel berisi informasi jumlah, harga, dan nomor dokumen sumber BC 1.6 terkait atas Barang dan Bahan yang dimintakan BM DTP dalam hal pemohon adalah Pengusaha PLB atau PDPLB;
BC 2.3 dan tabel konversi atas Barang dan Bahan yang dimintakan BM DTP dalam hal pemohon adalah Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB; atau
BC 2.3 dalam hal pemohon adalah pengusaha Gudang Berikat atau PDGB; dan
surat rekomendasi dari pejabat minimal setingkat pimpinan tinggi pratama dari kementerian pembina sektor.
Dalam hal permohonan BM DTP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan atas Barang dan Bahan yang dikeluarkan dari Gudang Berikat atau Kawasan Berikat, perusahaan Industri Sektor Tertentu juga menyampaikan identitas Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, atau pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB, yang paling sedikit memuat data sebagai berikut:
nama perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
nomor Keputusan Menteri mengenai izin Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, atau Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB; dan
nama dan jabatan penanggung jawab.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta hasil pindaian dari dokumen asli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d diteruskan oleh SINSW ke Sistem Informasi Industri Nasional untuk mendapatkan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e.
Dalam hal surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sudah tersedia dalam Sistem Informasi Industri Nasional, surat rekomendasi tersebut dapat diunduh langsung dari SINSW. __ (8) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau SINSW belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis dan disertai dengan:
lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk salinan cetak; dan
hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk salinan digital.
Daftar Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
nama perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
alamat perusahaan;
Kantor Bea dan Cukai tempat pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1), atau Kantor Bea dan Cukai yang membawahi tempat pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 7;
uraian jenis dan spesifikasi teknis barang;
pos tarif ( HS code );
jumlah dan satuan barang;
harga impor;
perkiraan kurs nilai dasar perhitungan bea masuk;
negara asal;
nilai BM DTP; dan
nama dan jabatan penanggung jawab perusahaan Industri Sektor Tertentu.
Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
nama perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
alamat perusahaan;
Kantor Bea dan Cukai tempat pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1), atau Kantor Bea dan Cukai yang membawahi tempat pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 7.
uraian jenis, dan spesifikasi teknis barang;
pos tarif (HS code );
jumlah dan satuan barang;
harga impor;
perkiraan kurs nilai dasar perhitungan bea masuk;
negara asal;
total nilai BM DTP dengan dibulatkan ribuan penuh ke atas; dan
nama dan jabatan pejabat Pembina Sektor Industri yang menerbitkan rekomendasi.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut BM DTP adalah fasilitas bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan alokasi dana yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan.
Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang selanjutnya disebut Industri Sektor Tertentu adalah industri yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) yang layak untuk diberikan BM DTP sesuai dengan kebijakan Pembina Sektor Industri.
Pembina Sektor Industri adalah menteri/pimpinan lembaga yang membina Industri Sektor Tertentu.
Barang dan Bahan adalah barang jadi, barang setengah jadi, dan/atau bahan baku, termasuk suku cadang dan/atau komponen, yang diolah, dirakit, atau dipasang untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
Belanja Subsidi BM DTP adalah alokasi anggaran belanja subsidi BM DTP dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk memberikan dukungan kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kemampuan negara.
Bagian Anggaran Pengelolaan Belanja Subsidi (BA.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran 999.07 yang selanjutnya disingkat PPA BUN BA 999.07 adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara 999.07.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat Eselon 1 di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran Bendahara Umum Negara.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Kuasa Pengguna Anggaran Belanja Subsidi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut KPA BM DTP adalah pejabat pada kementerian negara/ lembaga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan anggaran belanja subsidi bea masuk ditanggung pemerintah.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA Bendahara Umum Negara.
Gudang Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan ( kitting ), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang- barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus Pengusaha Gudang Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat.
Pengusaha di Gudang Berikat merangkap Penyelenggara di Gudang Berikat yang selanjutnya disebut PDGB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat yang berada di dalam Gudang Berikat milik Penyelenggara Gudang Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat.
Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Penyelenggara PLB sekaligus Pengusaha PLB yang selanjutnya disebut Pengusaha PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB.
Pengusaha di PLB merangkap Penyelenggara di PLB yang selanjutnya disebut PDPLB adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB yang berada di dalam PLB milik Penyelenggara PLB yang statusnya sebagai badan usaha yang berbeda.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan/atau cukai.
Pengusaha Kawasan Bebas adalah pengusaha yang berkedudukan dan/atau mempunyai tempat kegiatan usaha di Kawasan Bebas dan telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Pelaku Usaha KEK adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha di KEK.
Pemberitahuan Pabean Impor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean impor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Aplikasi KEK adalah sistem elektronik yang terdiri dari Sistem Indonesia National Single Window , Sistem Komputer Pelayanan Bea dan Cukai, dan aplikasi lain yang mengotomasikan proses bisnis kegiatan pemasukan, perpindahan, dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh Kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh KPA Bendahara Umum Negara yang memuat jaminan atau pernyataan bahwa seluruh pengeluaran telah dihitung dengan benar.
Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, perubahan penggunaan Barang dan Bahan untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha, diekspor, atau penghapusan dari aset perusahaan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mempunyai tugas dan fungsi merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi di bidang fasilitas kepabeanan.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Pemberian Insentif Pajak terhadap Barang yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasil ...
Relevan terhadap
Insentif PPN diberikan kepada:
Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak;
Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat atas perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19; dan
Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 dari Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat sebagaimana dimaksud pada huruf b, yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19.
Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
Badan/Instansi Pemerintah;
Rumah Sakit; dan/atau
Pihak Lain.
Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
obat-obatan;
vaksin dan peralatan pendukung vaksinasi;
peralatan laboratorium;
peralatan pendeteksi;
peralatan pelindung diri; dan/atau
peralatan untuk perawatan pasien.
Peralatan pendukung vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri berupa face shield, hazmat, sarung tangan, dan masker bedah, cold chain, generator set, tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun, dan cruran antiseptik berbahan dasar alkohol.
PPN yang terutang atas:
impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah;
penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah; dan
penyerahan vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah.
Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, termasuk penyerahan berupa pemberian cuma-cuma.
Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b bagi Pihak Lain diberikan dengan ketentuan perolehan Barang Kena Pajak selanjutnya akan diserahkan kepada:
Badan/Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; dan/atau
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, yang digunakan untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19 tanpa mendapat imbalan atau kompensasi.
Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, diberikan setelah Industri Farmasi Produksi V aksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, yang paling sedikit memuat keterangan:
identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;
identitas Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan;
nama dan jumlah barang; dan
pemyataan bahwa perolehan bahan baku yang akan diperoleh merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19.
Untuk memperoleh surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (13):
Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6);
Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7); atau
Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) atau ayat (10), harus mengajukan permohonan surat keterangan bebas dengan mengisi formulir melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP menerbitkan:
surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22, apabila Pihak Tertentu yang melakukan impor dan/atau pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) atau Pihak Ketiga yang melakukan penjualan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan pembelian bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) atau melakukan penjualan vaksin dan/atau obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (10); atau
surat penolakan, apabila Pihak Tertentu tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) atau Pihak Ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) atau ayat (10).
Pihak Tertentu yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor sebagaimana dimaksud _t1; _ dalam Pasal 6 ayat (12) atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (13), harus menyampaikan:
laporan realisasi dari pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 impor; atau
laporan realisasi dari pembebasan pemungutan PPh Pasal 22.
Pihak Ketiga yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (13) harus menyampaikan laporan realisasi dari pembebasan pemungutan PPh Pasal 22.
Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (13), harus menyampaikan laporan realisasi dari pembebasan pemungutan PPh Pasal 22.
Laporan realisasi dari pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 impor atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.
Ketentuan mengenru pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peng1s1an laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, ayat (4), dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
PPh Pasal 22 impor dipungut oleh bank devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang.
PPh Pasal 22 dipungut oleh:
instansi pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
badan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; atau
badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. J ff (3) Besarnya tarif PPh Pasal 22 impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), meliputi:
obat-obatan;
vaksin dan peralatan pendukung vaksinasi;
peralatan laboratorium;
peralatan pendeteksi;
peralatan pelindung diri; dan/atau
peralatan untuk perawatan pasien.
Peralatan pendukung vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri berupa face shield, hazmat, sarung tangan, dan masker bedah, cold chain, generator set, tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun, dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol.
Pihak Tertentu yang melakukan impor dan/atau pembelian barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan:
pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau
pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Pihak Ketiga yang melakukan penjualan barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID- 19 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Pihak Tertentu diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19, diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (8), diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, yang paling sedikit memuat keterangan:
identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;
identitas penjual;
nama dan jumlah barang; dan
pernyataan bahwa perolehan bahan baku yang akan dibeli merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19.
Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan penjualan vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan/atau badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), meliputi:
Badan/Instansi Pemerintah;
Rumah Sakit; dan/atau
Pihak Lain.
Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a diberikan tanpa surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 impor.
Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, ayat (7), ayat (8), dan ayat (10) diberikan melalui surat keterangan be bas pemungutan PPh Pasal 22.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak ...
Relevan terhadap
bahwa untuk menjamin kepatuhan wajib pajak kriteria tertentu dan membantu likuiditas wajib pajak kriteria tertentu, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.03/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak belum dapat menampung kebutuhan penyesuaian tata cara pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) dan Pasal 17D ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan ketentuan Pasal 16G huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;
Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap 5 lainnya
Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e meliputi:
barang modal, termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan dan mesin serta suku cadangnya, untuk Pembangunan/konstruksi yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha serta Pembangunan/Pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya;
bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan; dan/atau
barang yang diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik.
Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d diberikan pada masa Pembangunan/ Pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya berupa:
jasa maklon;
jasa perbaikan dan perawatan;
jasa pengurusan transportasi ( freight forwarding ) terkait barang untuk tujuan ekspor;
jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan, dan pengawasan pembangunan di KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;
jasa teknologi dan informasi;
jasa penelitian dan pengembangan ( research and development );
jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran ( engineering services ), jasa konsultansi pemasaran ( marketing services ), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;
jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data; dan
jasa lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau keseluruhan wilayah Kawasan Bebas, berlaku ketentuan sebagai berikut:
penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke Kawasan Bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai; dan
dikecualikan dari pengaturan sebagaimana dimaksud pada huruf a, atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri dan jasa telekomunikasi selain yang menggunakan jaringan tetap ( fixed line ) dari dan ke Kawasan Bebas dipungut PPN. Paragraf 2 Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha
Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Badan Usaha harus memenuhi kriteria:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
memiliki Penanaman Modal yang belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus; atau
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu; dan
memiliki komitmen untuk merealisasikan penanaman modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);
berstatus sebagai badan hukum Indonesia; dan
memiliki Penanaman Modal yang belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan industri di kawasan industri dan perusahaan kawasan industri; dan
pemberitahuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan untuk penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.
Dalam hal Pelaku Usaha melakukan Penanaman Modal pada KEK yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha juga harus memenuhi komitmen untuk merealisasikan rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Untuk dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha pada:
Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) dan memilih untuk diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b;
Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah); atau 3. Kegiatan Lainnya di KEK;
berstatus sebagai badan hukum Indonesia; dan
Penanaman Modal yang diajukan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan industri di kawasan industri dan perusahaan kawasan industri; dan
pemberitahuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan untuk penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.
Dalam hal Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (4), Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir.
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 5 Prosedur Pengajuan Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan
Pelaku Usaha Pusat Logistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b merupakan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan menimbun barang logistik asal luar Daerah Pabean dan/atau dari TLDDP dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali, dan dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana.
Kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dapat berupa:
pengemasan atau pengemasan kembali;
penyortiran;
standardisasi ( quality control );
penggabungan ( kitting );
pengepakan;
penyetelan;
konsolidasi barang tujuan ekspor;
penyediaan barang tujuan ekspor;
pemasangan kembali dan/atau perbaikan;
maintenance pada industri yang bersifat strategis, termasuk pengecatan;
pembauran ( blending );
pemberian label berbahasa Indonesia;
pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya atas Barang Kena Cukai;
lelang barang modal;
pameran barang;
pemeriksaan dari lembaga atau instansi teknis terkait dalam rangka pemenuhan ketentuan pembatasan impor dan/atau ekspor;
pemeriksaan untuk penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) oleh instansi teknis terkait dalam rangka impor dan/atau ekspor; dan/atau
kegiatan sederhana lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pelaku Usaha Pusat Logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kegiatan penimbunan barang sesuai dengan jenis kegiatan usahanya.
Barang asal luar Daerah Pabean yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik ditujukan untuk:
mendukung kegiatan industri di KEK, TPB, dan/atau Kawasan Bebas;
mendukung kegiatan industri di TLDDP;
diekspor;
mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, keringanan bea masuk, dan/atau pengembalian bea masuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan barang-barang di dalam negeri untuk program pemerintah; dan/atau
mendukung kegiatan Industri Kecil Menengah (IKM) di KEK dan TLDDP.
Barang untuk mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan barang-barang tertentu di dalam negeri untuk program pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, yaitu:
barang keperluan industri yang tidak bisa diimpor langsung oleh perusahaan industri karena adanya ketentuan pembatasan impor, seperti bahan peledak untuk industri pertambangan;
barang yang secara nyata mempengaruhi biaya produksi bagi industri di dalam negeri, meskipun peredaran barang tersebut tidak semata-mata untuk perusahaan industri, yaitu:
bahan bakar minyak, listrik, atau gas;
barang untuk keperluan proyek pembangunan infrastruktur; dan
barang untuk keperluan industri pertambangan minyak dan gas;
barang yang importasinya mempengaruhi kegiatan ekonomi digital; dan/atau
barang yang importasinya dapat mempengaruhi kelangsungan industri dalam negeri, mempengaruhi hajat hidup orang banyak, berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional, dan/atau mempengaruhi stabilitas ekonomi dan keamanan nasional.
Barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik diberikan waktu untuk ditimbun paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pemasukan ke Pelaku Usaha Pusat Logistik.
Jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diperpanjang dalam hal barang yang ditimbun di Pelaku Usaha Pusat Logistik merupakan barang untuk keperluan:
operasional minyak dan/atau gas bumi;
pertambangan;
industri tertentu; atau
industri Iainnya dengan izin Kepala Kantor Pabean.
Dalam hal barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik melewati jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), barang tersebut harus:
diekspor kembali dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ekspor;
dikeluarkan ke Pelaku Usaha Pengolahan di KEK, TPB, dan/atau Kawasan Bebas; atau
dikeluarkan ke TLDDP dengan dilunasi bea masuk, cukai, dan/atau PDRI serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP.
Dalam hal Pelaku Usaha Pusat Logistik tidak melakukan penyelesaian barang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu 3 (tiga) tahun dan/atau jangka waktu perpanjangan terlewati, izin Pelaku Usaha Pusat Logistik dibekukan sampai dengan dilakukan penyelesaian atas barang dimaksud.
Barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dimiliki oleh:
Badan Usaha KEK atau Pelaku Usaha di KEK;
pemasok di luar Daerah Pabean; atau
importir atau eksportir di dalam Daerah Pabean.
Pelaku Usaha Logistik wajib melakukan penyimpanan dan penatausahaan barang secara tertib, yang dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta posisisnya apabila dilakukan pencacahan ( stock opname ).
Dalam hal Pelaku Usaha Pusat Logistik menimbun barang yang dimiliki oleh pemasok di luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b, penentuan status Pelaku Usaha sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) mengikuti ketentuan sesuai dengan:
persetujuan penghindaran pajak berganda, dalam hal negara/yurisdiksi pemasok ( supplier ) memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, dalam hal negara/yurisdiksi pemasok tidak memilki persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia. __
Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan dari Penghapusan secara Mutlak Piutang Negara Nonpokok yang Diterima Perusahaan Daerah Air Mi ...
Relevan terhadap
Menteri Keuangan sebagai Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara menetapkan Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, Direktorat Jenderal Pajak selaku Kuasa Pengguna Anggaran untuk melaksanakan pembayaran belanja subsidi Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, Direktorat Jenderal Pajak selaku Kuasa Pengguna Anggaran berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), memerintahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sesuai tugasnya masing-masing untuk:
membuat Surat Permintaan Pembayaran atas realisasi belanja subsidi Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah;
membuat Surat Perintah Membayar; dan
menyampaikan Surat Perintah Membayar kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, untuk mendapatkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai pelaksanaan pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk belanja subsidi Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah.
Untuk mendapatkan Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah, Perusahaan Daerah Air Minum Tertentu menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat pada tanggal 15 November tahun pajak berikutnya setelah diterima atau diperolehnya penghasilan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Perusahaan Daerah Air Minum Tertentu terdaftar dengan menggunakan Surat Permohonan sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan dan/atau pembetulannya;
laporan keuangan tahun diterima atau diperolehnya penghasilan;
lembar penghitungan besaran Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah; dan
fotokopi rekening koran Wajib Pajak yang menunjukkan informasi berupa nama Wajib Pajak, nomor rekening, nama bank, dan kantor cabang bank.
Lembar penghitungan besaran Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah dimaksud pada ayat (3) huruf c sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal permohonan disampaikan melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Daerah Air Minum Tertentu tidak dapat diberikan perlakuan Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Dalam hal permohonan disetujui dan Surat Perintah Pencairan Dana telah diterbitkan, Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Perusahaan Daerah Air Minum Tertentu terdaftar, menyampaikan Surat Setoran Pajak kepada Perusahaan Daerah Air Minum Tertentu.
Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang d ...
Relevan terhadap
Untuk dapat ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
memiliki jenis usaha industri manufaktur dan memiliki kegiatan pengolahan, perakitan, atau pemasangan;
memiliki bukti kepemilikan atau bukti penguasaan yang berlaku untuk waktu paling singkat 3 (tiga) tahun atas lokasi yang akan digunakan untuk kegiatan produksi dan penyimpanan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi sejak permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan diajukan;
memiliki sistem pengendalian internal yang memadai;
memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory ) untuk pengelolaan barang dengan ketentuan sebagai berikut:
memiliki keterkaitan dengan dokumen kepabeanan;
dapat diakses secara langsung dan daring ( online ) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
mampu mencatat pemasukan, pengeluaran, persediaan barang dalam proses, dan saldo barang, secara berkelanjutan, langsung, dan segera;
memiliki sistem pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sistem informasi persediaan berbasis komputer pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas pembebasan;
menggunakan kodifikasi dalam pencatatan barangnya; dan
menggunakan master data yang sama dengan sistem pencatatan perusahaan; dan
memiliki closed circuit television (CCTV) yang dapat diakses secara langsung dan daring ( online ) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk pengawasan pemasukan, penyimpanan, dan pengeluaran Barang dan Bahan serta Hasil Produksi.
Badan usaha yang akan ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memiliki perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan/atau komersial sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan berusaha berbasis risiko; dan
merupakan pengusaha kena pajak.
Untuk mendapatkan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, badan usaha harus mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dengan menggunakan contoh format permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diisi secara lengkap dan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
isian daftar Barang dan Bahan paling sedikit memuat deskripsi 8 (delapan) digit Harmonized System Code (kode HS); dan
isian daftar Hasil Produksi paling sedikit memuat deskripsi 8 (delapan) digit Harmonized System Code (kode HS).
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam kerangka online single submission .
Dalam hal terdapat gangguan operasional pada sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Menteri melalui:
Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau
Kepala KPU, yang mengawasi lokasi pabrik dan/atau lokasi kegiatan usaha perusahaan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk serta PPN atau PPN dan PPnBM terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor . 5. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk, serta PPN atau PPN dan PPnBM terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan produksi IKM.
Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan.
Perusahaan KITE IKM adalah badan usaha yang memenuhi kriteria industri kecil atau industri menengah dan telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE IKM.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
diimpor;
dimasukkan dari tempat penimbunan berikat, kawasan bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean; atau
dimasukkan dari perusahaan KITE Pembebasan lainnya atau perusahaan KITE IKM, dengan menggunakan fasilitas KITE Pembebasan, untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan.
Barang dan Bahan Rusak adalah Barang dan Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas dan/atau standar mutu.
Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas dan/atau standar mutu.
Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan ( kitting ), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang- barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 26. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang- Undang Cukai.
Kantor Wilayah adalah kantor wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Untuk menguji kepatuhan Perusahaan KITE Pembebasan atas ketentuan penggunaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan audit kepabeanan.
Pelaksanaan kegiatan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi penelusuran Barang dan Bahan ke perusahaan penerima subkontrak.
Dalam hal berdasarkan hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan Barang dan Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan wajib melunasi:
Bea Masuk serta PPN atau PPN dan PPnBM;
Bea Masuk Tambahan dalam hal Barang dan Bahan yang diimpor atau dimasukkan dikenakan Bea Masuk Tambahan;
sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
sanksi administrasi atas PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, tidak dapat dikreditkan.
Hasil audit kepabeanan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.
Hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit harus memuat rincian mengenai:
Barang dan Bahan yang telah dilakukan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 atau penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
saldo Barang dan Bahan yang belum dilakukan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 atau penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
Barang dan Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, yang menunjuk pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean untuk pemasukan.
Hasil audit kepabeanan dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan Bahan.
Pelaksanaan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai audit kepabeanan.
Pelaksanaan audit dalam periode tertentu tidak menghilangkan kewajiban perusahaan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pada periode audit dimaksud.
Dalam hal berdasarkan penetapan kembali melalui penelitian ulang atau audit ditemukan adanya ketidaksesuaian nilai pabean yang menyebabkan terjadinya kekurangan pembayaran terhadap Barang dan Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dilakukan penyesuaian jaminan dan dikenakan denda sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan.
Dalam hal berdasarkan penetapan kembali melalui penelitian ulang atau audit ditemukan kekurangan pembayaran karena pembebanan tarif terhadap Barang dan Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dilakukan penyesuaian jaminan dan melakukan pembayaran kekurangan pungutan pajak.
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang ...
Relevan terhadap 8 lainnya
Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan untuk menguJ1 kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dengan membuat laporan kemajuan Pemeriksaan apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup ditindaklanjuti dengan penyidikan.
Penangguhan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan:
penyidikan dihentikan sesuai dengan Pasal 44A atau Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan apabila:
penyidikan dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau tersangka meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
penyidikan dilanjutkan dengan penuntutan dan Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan apabila:
penyidikan dihentikan karena Pasal 44B Undang- Undang KUP;
penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
penyidikan dilanjutkan dengan penuntutan dan Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dilanjutkan dalam hal masih terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan hasil penyidikan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 67 diubah, sehingga Pasal 67 berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan dalam rangka menguJ1 kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka; atau
dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup yang ditindaklanjuti dengan Penyidikan, Pemeriksaan ditangguhkan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 30 diubah, sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut:
Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil Pemeriksaan.
SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimile.
Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP.
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menenma SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Dalam hal Pemeriksaan atas data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), penyampaian SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penyampa1an undangan tertulis untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Ketentuan ayat (5) Pasal 42 diubah, sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut:
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Pengadilan Pajak
Relevan terhadap
Pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi kepatuhan internal pada Sekretariat Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kepatuhan internal dimaksud secara fungsional bertanggung jawab kepada Biro Umum, dan secara administratif bertanggung jawab kepada Sekretaris Pengadilan Pajak.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Bagian Administrasi Putusan, Persidangan, dan Kepatuhan Internal menyelenggarakan fungsi:
pelaksanaan tata usaha Putusan Pengadilan Pajak;
pelaksanaan monitoring penanganan/penyelesaian banding dan/atau gugatan serta administrasi peninjauan kembali;
pelaksanaan pelayanan keperluan persidangan;
pelaksanaan koordinasi terkait pengelolaan risiko organisasi;
pelaksanaan koordinasi terkait pengelolaan kinerja; dan
pelaksanaan fungsi terkait kepatuhan internal, pencegahan dan pengendalian gratifikasi di lingkungan Sekretariat Pengadilan Pajak.
Pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi kepatuhan internal pada Sekretariat Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berhak meminta dan memperoleh data dan informasi dari unit organisasi/pejabat terkait di lingkungan kantor /wilayah kerja yang bersangkutan.
Unit organisasi/pejabat yang terkait harus memberikan data dan informasi yang diminta oleh pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi kepatuhan internal .