Pengujian UU Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
“Setiap jenis kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dikenakan biaya penggantian pembuatan kartu dana/sertifikat sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah).” __ 9. Bahwa, besaran santunan kecelakaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16 Tahun 2017 adalah;
Korban Kecelakaan alat Angkutan lalu lintas jalan atau ahli warisnya berhak atas Santunan.
Besar Santunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tentukan se bagai berikut:
Ahli waris dari Korban yang meninggal dunia berhak atas Santunan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh ju ta rupiah).
Korban yang mengalami cacat tetap berhak atas Santunan yang besarnya dihitung berdasarkan angka persentase sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Namar 18 Tahun 1965 dari besar Santunan meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Korban yang memerlukan perawatan dan pengabatan berhak atas Santunan berupa:
penggantian biaya perawatan dan pengabatan dokter paling banyak Rp20. 000.000,00 (dua puluh juta rupiah);
biaya ambulans atau kendaraan yang membawa Korban ke fasilitas kesehatan paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan/atau 3. biaya pertalangan pertama pada Kecelakaan paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Bahwa, PEMOHON sangat dirugikan dengan berlakunya Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 sepanjang kalimat Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-Undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 12 kecelakaan. Pihak Jasa Raharja memahami makna Penjelasan Pasal a quo yang dijamin mendapatkan santunan kecelakaan lalu lintas adalah kecelakaan akibat adanya tabrakan kendaraan bermotor lebih dari satu kendaraan sebagaimana ditegaskan dalam kalimat Yang mendapatkan jaminan berdasarkan undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Bahwa, kecelakaan satu kendaraan atau biasa disebut dengan kecelakaan tunggal tidak termasuk yang dijamin oleh UU a quo .
Bahwa, pemahaman Jasa Raharja tentang frasa a quo dipertegas dengan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang ketentuan-ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-lintas Jalan yang menyatakan; Setiap orang yang berada di luar alat angkutan lalu-lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu-lintas jalan tersebut sebagai demikian, diberi hak atas suatu pembayaran dari Dana Kecelakaan Lalu-lintas Jalan, kecuali dalam hal-hal yang tercantum dalam Pasal 13. juga dipertegas dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16 Tahun 2017 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang menyatakan; Korban adalah setiap orang yang berada di luar alat Angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan Kecelakaan, yang menjadi korban akibat Kecelakaan dari penggunaan alat Angkutan lalu lintas jalan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang KetentuanKetentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang ketentuan- ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16 Tahun 2017 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang menjadikan penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 sebagai rujukan tentu tidak dapat dibenarkan, hal ini tidak sesuai dengan mekanisme pembuatan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam lampiran angka 177 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 13 menyatakan; Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.
Bahwa, Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 juncto PP Nomor 18 Tahun 1965 juncto Permenkeu Nomor 16 Tahun 2017 semuanya menjelaskan jika yang dimaksud korban kecelakaan yang berhak mendapat santunan asuransi Jasa Raharja adalah mereka yang beradia di luar alat angkutan lalu lintas jalan.
Bahwa, pemahaman makna kecelakaan yang dijamin oleh Jasa Raharja adalah kecelakaan di luar luar angkutan tidak hanya dialamai oleh suami PEMOHON (Jasa Raharja cabang Surabaya) tapi juga Jasa Raharja di kota-kota lain sebagaima berita-berita internet di bawah ini.
Jasa Raharja Sukamara RICKY S. GINTING yang menyatakan jika kecelakaan tunggal tidak mendapatkan santunan Jasa Raharja (Borneonews 17 April 2017), juga HASJUDIN kepala cabang Jasa Raharja Kalimantan Barat (equator.co.id 30 Desember 2016), Kepala PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Sulawesi Tengah, Suratno menegaskan khusus korban kecelakaan lalu lintas (lakalantas) tunggal sesuai dengan UU Nomor 33/34 Tahun 1964 tidak berhak mendapatkan santunan. Kepala PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Sulawesi Tengah, Suratno menegaskan khusus korban kecelakaan lalu lintas (lakalantas) tunggal sesuai dengan UU Nomor 33/34 Tahun 1964 tidak berhak mendapatkan santunan. (antarasulteng.com 14 Mei 2016). Hal ini juga dikatakan oleh kepala kantor Jasa Raharja tingkat I wilayah Wangon DEN RAMADHAN F. yang mengatakan jika kecelakaan tungal tidak mendapatkan santunan dari Jasa Raharja (Cilacapmedia.com 10 November 2015), Dari empat ruang lingkup jaminan asuransi Jasa Raharja, kecelakaan tunggal tidak berhak mengklaim. Itu disampaikan Kepala Cabang Jasa Raharja Lampung TRIYUGARA (saibumi.com 17 Pebruari 2015), sementara itu pihak kepolisian pemahamannya juga sama, hal ini dikatakan oleh AKBP Adewira Negara Siregar menuturkan, kelalain pengendara dapat melanggar Pasal 106 ayat (1) juncto 283 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mengenai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 14 santunan Jasa Raharja dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 tentang Jasa Raharja dan PP Nomor 17 Tahun 1965, bahwa kecelakaan tunggal tidak terjamin dalam santunan Jasa Raharja. Tetapi penyidik memberikan penjelasan apabila tidak terjamin Jasa Raharja maka Dwi dapat menggunakan BPJS Kesehatan sebagai gantinya (apakabar.co.id 8 Agustus 2017).
Bahwa, setelah membaca berita-berita di atas dari berbagai sumber media yang ada, bisa jadi setelah berlakukanya UU a quo sudah ratusan bahkan mungkin ribuan korban kecelakaan tunggal dari Sabang sampai Merauke tidak mendapatkan santuan asuransi Jasa Raharja.
Bahwa, norma Penjelasan Pasal 4 UU Nomor 34 Tahun 1964 khususnya kalimat Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang- Undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan menjadikan makna sempit yang diartikan oleh pihak Jasa Raharja, bahwa kecelakaan yang dijamin mendapat santunanan kecelakaan adalah kecelakaan yang melibatkan 2 kendaraan, bukan satu kendaraan. Sebab jika kecelakaan satu kendaraan korbannya ada di dalam alat angkutan itu sendiri bukan di luar alat angkutan.
Bahwa, seharusnya kecelakaan apapun korbannya dijamin oleh asuransi Jasa Raharja, sebab Jasa Raharja adalah asuransi bersifat sosial. Artinya asuransi yang tidak mengejar keuntungan semata, Jasa Raharja harusnya menjadi pelindung bagi masyarakat yang menjadi korban kecelakaan baik yang menabrak, ditabrak, maupun kecelakaan tunggal.
Bahwa, argumentasi yang mengatakan jika kecelakaan tunggal tidak mendapatkan santunan asuransi JASA RAHARJA sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) sepanjang frasa luar UU Nomor 34 Tahun 1964 adalah tidak berdasar. Pertanyaannya jika memang suami PEMOHON tidak mendapatkan santunan asuransi, buat apa suami PEMOHON membayar Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan setiap tahunnya saat mebayar pajak STNK sepeda motor Mio J tahun 2012 dengan nomor polisi L 6202 QJ. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 15 20. Bahwa, makna dari SWDKLLJ, meskipun namanya sumbangan, tapi ingat sumbangan ini bersifat wajib, seperti layaknya suami PEMOHON membayar pajak STNK. Digunakan atau tidak kendaraan suami PEMOHON, tetap setiap tahunnya suami PEMOHON harus membayar pajak STNK. Begitupun dengan SWDKLLJ, setiap tahunnya PENGGUGAT wajib membayar SWDKLLJ meskipun suami PEMOHON tidak mengalami kecelakaan. Tapi anehnya ketika suami PEMOHON kecelakaan justru asuransi Jasa Raharja tidak mau memberikan santunan yang menjadi hak suami PEMOHON dengan alasan kecelakaan tunggal tidak mendapat santunan.
Bahwa, argumentasi kecelakaan tunggal tidak mendapat santunan patut dipertanyakan. Yang namanya kecelakaan adalah sebuah kejadian yang tidak disengaja oleh pengendara baik pengendara motor maupun mobil, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.” 22. Bahwa, makna di dalam Pasal 1 angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2009 sudah sangat jelas, kecelakaan adalah persitiwa di jalan dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain. Maknanya adalah bahwa kecelakaan tunggal juga dimaknai sebuah kecelakaan. Karena kecelakaan tunggal juga dimaknai sebuah kecelakaan, korbannya harus mendapatkan santunan. Dan menjadi sebuah keanehan jika Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 tidak memberikan santunan kepada korban kecelakaan tunggal.
Bahwa kalimat yang dijamin asuransinya mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan bertentangan hak konstitusional suami PEMOHON sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Bahwa, suami PEMOHON sebagai warga negara yang membayar Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (sepeda motor), setiap tahunnya dibayar oleh suami PEMOHON. Seharusnya dijamin dan mendapat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 16 perlindungan asuransi saat terjadi kecelakaan. Apakah kecelakaan a quo tunggal maupun tabrakan lebih dari satu kendaraan.
Bahwa, makna jaminan perlindungan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah sebuah jaminan yang melekat warga negara oleh negara terhadap mereka yang mengendarai atau menumpang sebuah kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut maupun pesawat terbang.
Bahwa, setiap warga negara mempunyai hak konstitusional yang dijamin oleh UUD. Karena suami PEMOHON adalah pemilik kendaraan bermotor dan membayar SWDKLLJ setiap tahunnya, maka tidak boleh ada frasa UU yang menghalangi atau merugikan hak suami PEMOHON untuk mendapat perlindungan asuransi Jasa Raharja milik dari pemerintah.
Bahwa, dengan berlakunya kalimat Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-Undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan dari penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 hak konstitusional suami PEMOHON menjadi hilang. Bukankah ini merugikan hak suami PEMOHON dengan berlakunya ketentuan a quo karena hak asuransinya tidak dijamin.
Bahwa, Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 tidak singkron dengan kalimat Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1963 dimana dalam Pasal 4 tidak ada frasa luar. Justru kalimat di dalam Pasal 4 ayat (1) maknanya jelas dan mudah dipahami “(1) Setiap orang yang menjadi korban mati atau cacad tetap akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu-lintas jalan tersebut dalam pasal 1, dana akan memberi kerugian kepadanya atau kepada ahli warisnya sebesar jumlah yang ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah.” 28. Bahwa, makna Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 sangat mudah dipahami, siapapun yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas baik mati maupun cacat tetap dijamin mendapatkan satunan asuransi Jasa Raharja. Tidak ada kalimat Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-Undang ini ialah mereka yang berada di jalan di Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 17 luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan, yang akhirnya menyebabkan pemaknaan berbeda, seakan-akan kecelakaan yang ada didalam alat angkutan tidak dijamin asuransinya oleh Jasa Raharja.
Bahwa, dalam lampiran angka 1 angka 176 UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakaan: Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-Undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, kalimat, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.
Bahwa, Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 jelas membuat norma baru, bahkan bisa disebut sebagai norma terselubung yang maknanya sudah berbeda dengan Pasal 4 ayat (1). Sebab di dalam Pasal 4 ayat (1) memberikan pengertian siapapun yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas akan mendapatkan santunan kecelakaan. Sementara di dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) menjadi dipersempit yang mendapatkan santunan kecelakaan lalu lintas mereka yang berada di luar alat angkutan. Hal ini tentu tidak sesuai dengan mekanisme teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud di dalam lampiran angka 178 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan: Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan.
Bahwa Pemohon menganggap mendapatkan perlakuan yang diskriminatif dengan berlakunya Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 sepanjang kalimat Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-Undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Bahwa, suami Pemohon setiap tahunnya membayar Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) tetapi saat mengalami kecelakaan tunggal diperlakukan tidak sama oleh UU a quo . Padahal ketentuan pembayaran SWDKLLJ tidak membeda-bedakan bentuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 18 kecelakaan yang mendapat santunan. Artinya semua kecelakaan akan mendapatkan santunan, tapi oleh Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 hak Pemohon dihalangi. Hal ini tentu ketentuan a quo bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan: Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) sepanjang kalimat Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-Undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Undang- Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 138) bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dinyatakan inkonstitusional. PETITUM Berdasarkan segala yang diuraikan di atas, PEMOHON memohon agar Mahkamah Konstitusi memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
Mengabulkan permohonan PEMOHON seluruhnya.
Menyatakan: Penjelasan Pasal 4 ayat (1) sepanjang kalimat Yang mendapatkan jaminan berdasarkan undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 138) bertentangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Oleh karena itu harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil- adilnya ( ex aequo et bono ). Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 19 [2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-18 sebagai berikut:
Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan;
Bukti P-3 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan;
Bukti P-4 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuagan Nomor 16 Tahun 2017 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan;
Bukti P-5 : Fotokopi KTP atas nama Rokhim, kelahiran Bangkalan 24 November 1968 NIK 3578052411680004 beralamat di Kedondong Pasar Kecil 1/79 Surabaya;
Bukti P-6 : Fotokopi Kartu Keluarga Nomor 3578050201081022 yang dikeluarkan dinas kependudukan dan catatan sipil kota Surabaya KK dari Rokhim dan Maria Theresia Asteriasanti;
Bukti P-7 : Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor 236/08/XI/92 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kamal Bangkalan Madura.
Bukti P-8 : Fotokopi Keterangan Ahli Waris yang dikeluarkan oleh Jasa Raharja tertanggal 31 Juli 2017.
Bukti P-9 : Fotokopi Laporan Polisi 15.19/758/VII/2017/LL. Yang dikeluarkan oleh Kepolisian Resort kota besar Surabaya tertanggal 24 Juli 2017.
Bukti P-10 : Fotokopi Surat Keterangan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Nomor SKET/758.a/VII/2017 yang dikeluarkan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya tertanggal 31 Juli 2017.
Bukti P-11 : Printout dari situs antarasulteng.com tertanggal 14 Mei Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 20 2017;
Bukti P-12 : Printout dari situs borneonews.com tertanggal 12 Oktober 2017; __ 13. Bukti P-13 : Printout dari situs serambimaluku.com; __ 14. Bukti P-14 : Fotokopi Surat Keterangan Pemeriksaan Kematian tertanggal 24 Juli 2017 dari rumah sakit Bhayangkara Polda Jatim;
Bukti P-15 : Printout Berita Online dari Website cilacapmedia.com dengan judul “Korban Kecelakaan Tunggal tak dapat Santunan” tertanggal 10 November 2015;
Bukti P-16 : Printout Berita Online dari Website equator.co.id dengan judul “Kecelakaan Tunggal tidak Dapat Santunan” tertanggal 30 Desember 2016; __ 17. Bukti P-17 : Printout Berita Online dari Website saibumi.com dengan judul “Kecelakaan Tunggal tidak Berhak Klaim Asuransi Jasa Raharja”, tertanggal 17 Februari 2015; __ 18. Bukti P-18 : Printout Berita Online dari Website apakabar.co.id dengan judul “Laka Tunggal Tak Bisa Dapat Santunan Jasa Raharja”, tertanggal 8 Agustus 2017; __ [2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Presiden menyampaikan keterangan lisan di depan persidangan pada tanggal 5 Desember 2017 dan keterangan tertulis yang diterima Kepaniteraan pada tanggal 18 Desember 2017, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: I. POKOK PERMOHONAN PEMOHON 1. Bahwa Pemohon adalah warga negara Indonesia, istri dari almarhum Rokhim seorang penyiar radio yang meninggal karena kecelakaan tunggal saat mengendarai sepeda motor di Jalan A. Yani Surabaya. Setelah jenazah dimakamkan, dengan membawa dokumen surat kecelakaan dari kepolisian dan rumah sakit Pemohon mendatangi kantor Jasa Raharja cabang Surabaya untuk mengajukan klaim santunan asuransi atas meninggalnya suami Pemohon. Tetapi oleh Jasa Raharja dijawab tidak Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 21 ada klaim asuransi untuk kecelakaan tunggal, karena selama ini tidak diberikan santunan terhadap kecelakaan tunggal disebabkan aturan Undang-Undangnya memang seperti itu, yaitu didasarkan pada ketentuan a quo .
Bahwa setiap pemilik kendaraan bermotor wajib membayar Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang disingkat SWDKLLJ. Bahwa pembayaran SWDKLLJ dibayar oleh suami Pemohon pada saat perpanjangan STNK adalah Rp. 35.000,- 3. Bahwa Pemohon merasa dirugikan dengan kalimat a quo dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964, menurut Jasa Raharja makna Penjelasan pasal a quo yang dijamin mendapatkan santunan kecelakaan lalu lintas adalah kecelakaan akibat adanya tabrakan kendaraan bermotor lebih dari satu kendaraan. Pemahaman ini dipertegas lagi dengan Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan Pelaksana Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dan juga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16 Tahun 2017 Pasal 1 angka 6. Yang kesemuanya menjelaskan jika yang dimaksud korban kecelakaan yang berhak mendapatkan santunan asuransi Jasa Raharja adalah mereka yang berada di luar angkutan lalu lintas jalan .
Bahwa penjelasan pasal a quo, khususnya kalimat a quo menjadikan makna yang sempit yang diartikan Jasa Raharja. Menurut Pemohon seharusnya kecelakaan apapun korbannya dijamin oleh Asuransi Jasa Raharja. Bahwa makna SWDKLLJ meskipun sumbangan tapi sumbangan ini bersifat wajib seperti layaknya yang dibayarkan suami Pemohon membayar pajak STNK yaitu dibayar setiap tahunnya.
Bahwa kalimat a quo Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 telah membuat norma baru bahkan norma terselubung yang maknanya sudah berbeda dengan Pasal 4 ayat (1) sebab siapapun yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas akan mendapatkan santunan kecelakaan.
Sehingga kalimat a quo Penjelasan Pasal 4 ayat (1) bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 22 II. KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) PEMOHON Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, menyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu :
perorangan warga negara Indonesia;
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
badan hukum publik atau privat; atau
lembaga negara. Ketentuan di atas dipertegas dalam penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan:
Kualifikasinya dalam permohonan a quo sebagaimana disebut dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
Hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dalam kualifikasi dimaksud yang dianggap telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang diuji;
Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon sebagai akibat berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi telah memberikan pengertian dan batasan kumulatif tentang kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (vide Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan putusan-putusan berikutnya), harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu:
adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 23 b. bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji;
bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Sehubungan dengan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
Bahwa Pemohon yang mendalilkan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 adalah tidak berdasar, karena menurut Pemerintah, pokok permasalahan yang diajukan untuk diuji dalam permohonan constitutional review ini adalah merupakan keberatan Pemohon karena tidak mendapatkan santunan kecelakaan dari Jasa Raharja atas meninggalnya suami Pemohon, Pemerintah berpendapat permasalahan Pemohon tersebut lebih merupakan constitutional complaint daripada constitutional review dan bukan merupakan isu konstitusionalitas dari keberlakukan norma.
Sehingga tidak ada hubungan sebab akibat/kausalitas ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji karena ketentuan UU yang diuji oleh Pemohon memang tidak untuk mengatur mengenai kecelakaan tunggal. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah berpendapat Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum ( legal standing ). Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua/Mejelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard ). Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 24 Namun demikian, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) atau tidak, sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu (vide Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 011/PUU-V/2007). III. KETERANGAN PEMERINTAH ATAS MATERI PERMOHONAN YANG DIMOHONKAN UNTUK DIUJI Bahwa Pemohon dalam permohonannya menyatakan ketentuan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 yang menyatakan: “Yang mendapatkan jaminan berdasarkan undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Namun demikian, bila si korban ini telah dapat jaminan berdasarkan undang-undang tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Nomor 33 Tahun 1964, maka jaminan hanya diberikan satu kali, yaitu oleh dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang yang dimaksud dalam undang-undang tersebut.” sepanjang kalimat “Yang mendapatkan jaminan berdasarkan undang- undang ini ialah mereka yang berada di jalan luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan” tersebut oleh Pemohon dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945. Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait norma materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa dalam rangka sebagai langkah menuju suatu sistem jaminan sosial ( sosial security ) diadakanlah dana kecelakaan lalu lintas jalan berdasarkan UU 34/1964. Kemudian dalam pengelolaan dana kecelakaan lalu lintas jalan tersebut dilakukan oleh PT. Jasa Raharja (Persero). Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 25 b. Bahwa PT Jasa Raharja (Persero) memberikan perlindungan dasar kepada masyarakat melalui 2 (dua) program asuransi sosial, yaitu Asuransi Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Umum yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang serta Asuransi Tanggung Jawab Menurut Hukum Terhadap Pihak Ketiga, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Sehubungan dengan dalil Pemohon dalam permohonannya yang mendalilkan bahwa Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena Pemohon tidak mendapatkan asuransi kecelakaaan atas meninggalnya suami Pemohon dari Jasa Raharja karena alasan didasarkan pada ketentuan a quo, sehingga menurut Pemohon ketentuan a quo telah mempersempit makna dan juga memberikan norma baru serta diskriminatif, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945. Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
Bahwa Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 yang menyatakan bahwa “ Setiap orang yang menjadi korban mati atau cacad tetap akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu lintas jalan tersebut dalam Pasal 1, dana akan memberi kerugian kepadanya atau kepada ahli warisnya sebesar jumlah yang ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah”. Ketentuan ini mengatur bahwa dana/jaminan kecelakaan yang diberikan kepada korban/ahli waris baik mati ataupun cacat adalah terhadap korban yang kecelakaannya disebabkan oleh angkutan lalu lintas jalan. Sehingga berdasarkan ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa kecelakaan yang dimaksud dalam UU 34/1964 ini adalah kecelakaan yang disebabkan alat angkutan lalu lintas jalan dan bukan terhadap kecelakaan tunggal . __ 2. Kemudian dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 adalah untuk menjelaskan dan menegaskan bahwa yang mendapatkan dana kecelakaan lalu lintas jalan dalam UU 34/1964 adalah mereka/korban yang berada di luar alat angkut lalu lintas jalan yang menyebabkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 26 kecelakaan, namun terhadap korban yang telah mendapatkan jaminan berdasarkan UU 33/1964, maka dana hanya diberikan sekali. Penjelasan ini juga dimaksudkan adalah penegasan agar tidak terjadi double pemberian jaminan kecelakaan yang dijamin UU 34/1964 dengan jaminan kecelakaan berdasarkan UU 33/1964.
Bahwa latar belakang dibentuknya peraturan UU 34/1964 adalah guna melindungi pihak ketiga akibat pengemudi kendaraan bermotor yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga tersebut. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum angka 1 UU 34/1964 yang menyatakan: “ setara dengan teknik modern, dalam penghidupan manusia bermasyarakat terkandung bahaya yang kian meningkatkan disebabkan kecelakaan-kecelakaan di luar kesalahannya..... Kita lebih melihat kepada rakyat banyak yang mungkin menjadi korban risiko-risiko teknik modern, dari pada kepada para pemilik/pengusaha alat-alat modern, yang bersangkutan. Dan jika jaminan itu dirasakan oleh rakyat, maka akan timbullah pula kegairahan social kontrol”. 4. Bahwa Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 memiliki pengertian bahwa dana yang diberikan adalah terhadap kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu lintas jalan, atau dengan kata lain alat angkutan lalu lintas jalan sebagai faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Bahwa suatu norma yang telah ditetapkan terkadang diperlukan penjelasan lebih lanjut agar pembentuk undang-undang dapat menyampaikan apa yang dimaksud dari norma tersebut sebagai keterangan resmi dari norma yang ditetapkan tersebut. Sebagaimana yang ditentukan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, diatur bahwa Penjelasan adalah tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 27 untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.( vide angka 176 Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011). Dengan demikian, Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 masih sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Bahwa sebagai peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 34/1964 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana kecelakaan Lalu-Lintas Jalan (selanjutnya disebut PP 18/1965), dimana dalam Pasal 10 PP 18/1965 mengatur mengenai pemberian hak atas suatu pembayaran dari kecelakaan lalu lintas jalan adalah bagi setiap orang yang berada di luar alat angkut lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan tersebut.
Adapun pembayaran dana jaminan yang dimaksudkan berupa pembayaran ganti kerugian pertangungan dalam hal-hal sebagai berikut:
dalam hal korban meninggal dunia karena akibat langsung dari kecelakaan dalam waktu 365 hari setelah terjadinya kecelakaan yang bersangkutan.
dalam hal korban mendapat cacad tetap karena akibat langsung dari kecelakaan yang demikian itu dalam waktu 365 hari setelah terjadinya kecelakaan yang bersangkutan. Yang diartikan dengan cacad tetap adalah bila sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat dipergunakan sama sekali dan tidak dapat sembuh/pulih untuk selama-lamanya.
dalam hal ada biaya-biaya perawatan dan pengobatan dokter yang diperlukan untuk korban karena akibat langsung dari kecelakaan yang demikian itu yang dikeluarkan dari hari pertama setelah terjadinya kecelakaan, selama waktu paling lama 365 hari.
biaya-biaya perawatan dan pengobatan dokter, meliputi semua biaya- biaya: pertolongan pertama pada kecelakaan, honorarium dokter, alat-alat pembalut dan obat atas resep dokter perawatan dalam rumah sakit, photo Rontgen, pembedahan dan lain-lain yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 28 diperlukan menurut pendapat dokter untuk penyembuhan korban, kecuali jumlah pembayaran untuk membeli anggota-anggota badan buatan, seperti kaki/tangan buatan, gigi/mata palsu, dan lain-lain sebagainya.
dalam hal korban mati tidak mempunyai ahli-waris, kepada yang menyelenggarakan penguburannya diberikan penggantian biaya- biaya penguburan.
Bahwa berdasarkan Pasal 13 PP 18/1965 hak atas pembayaran Dana dan Pertangungan, dinyatakan tidak ada serta tidak dijamin dalam hal-hal sebagai berikut:
jika korban/ahli-warisnya telah mendapat jaminan berdasarkan Undang-Undang Nomor 33/1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang;
bunuh diri, percobaan bunuh diri atau sesuatu kesengajaan lain pada pihak korban atau ahli-warisnya;
kecelakaan-kecelakaan yang terjadi pada waktu korban sedang:
dalam keadaan mabok atau tak sadar;
melakukan perbuatan kejahatan;
ataupun diakibatkan oleh atau terjadi karena korban mempunyai cacad badan atau keadaan badaniah/rokhaniah luar biasa lain;
kecelakaan yang terjadi tidak langsung disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor atau kereta api yang bersangkutan dalam fungsinya sebagai alat angkutan lalu lintas jalan, yaitu misalnya dalam hal-hal sebagai berikut:
alat angkutan lalu lintas jalan yang bersangkutan sedang dipergunakan untuk turut serta dalam sesuatu perlombaan kecakapan atau kecepatan;
kecelakaan terjadi pada waktu di dekat alat angkutan lalulintas jalan yang bersangkutan ternyata ada akibat-akibat gempa bumi atau letusan gunung berapi, angin puyuh atau sesuatu gejala geologi atau meteorologi lain;
kecelakaan, akibat dari sebab yang langsung atau tidak langsung mempunyai hubungan dengan perang, bencana perang atau Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 29 sesuatu keadaan perang lainnya, penyerbuan musuh - sekalipun Indonesia tidak termasuk dalam negara-negara yang turut berperang - pendudukan, perang saudara, pemberontakan, huru- hara, pemogokan dan penolakan kaum buruh (uitsluiting van werklieden) , perbuatan sabot, perbuatan terror, kerusuhan atau kekacauan yang bersifat politik atau bersifat lain;
kecelakaan, akibat dari senjata-senjata perang;
kecelakaan, akibat dari sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan sesuatu perintah, tindakan atau peraturan dari pihak Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau asing yang diambil berhubung dengan sesuatu keadaan tersebut di atas; kecelakaan akibat dari melalaikan sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan tersebut;
kecelakaan yang diakibatkan oleh alat angkutan lalu-lintas jalan yang dipakai, atau di-konfiskasi, atau direkwisisi, atau disita untuk tujuan-tujuan tindakan Angkatan Bersenjata seperti tersebut di atas;
kecelakaan yang terjadi sebagai akibat reaksi inti atom.
Bahwa berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa pembentuk undang- undang telah menetapkan bahwa kecelakaan tunggal tidak termasuk dalam resiko kecelakaan sebagaimana ditanggung oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Bahwa hal tersebut didasarkan pada pertimbangan logis bahwa kecelakaan tunggal pada prinsipnya kecelakaan yang tidak dipengaruhi oleh faktor ekternal, namun lebih dikarenakan karena faktor internal korban kecelakaan itu sendiri, antara lain yaitu: mengantuk, mabuk, kelalaian pengendara kendaraan dan lain sebagainya. 10. Bahwa ketentuan a quo tidak diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) karena UU a quo memang tidak diperuntukan untuk mengatur kecelakaan tunggal . Hal ini merupakan kebijakan dari pembentuk UU ( open legal policy ) dan merupakan suatu syarat dan kondisi yang dilindungi dalam suatu asuransi bahwa ada keadaan yang ditanggung dan keadaan apa yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 30 tidak ditanggung.
Bahwa pada dasarnya ketentuan a quo memberikan perlindungan bagi masyarakat luas dan diharapkan dapat memberikan kesadaran (awareness) bagi pengendara kendaraan bermotor lebih tinggi terhadap faktor-faktor internal yang sebenarnya dapat diantisipasi dan dapat dihindari oleh pengendara pada kecelakaan tunggal tersebut.
Bahwa sebagaimana diketahui bahwa negara juga telah menjamin perlindungan bagi warga negaranya berkaitan dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan diluar UU 34/1964, antara lain sebagaimana diatur dalam UU 33/1965 yang memberikan dana pertangungan wajib kecelakaan penumpang.
Bahwa pada dasarnya negara telah memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap kecelakaan lalu lintas jalan. Jaminan dan perlindungan tersebut diwujudkan dengan penetapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (untuk selanjutnya disebut sebagai UU 22/2009). Dalam Pasal 24 (1) UU 22/2009 terhadap kecelakaan yang diakibatnya oleh faktor eksternal di luar pengendara, yaitu kondisi jalan, maka Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas. Lebih lanjut dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud di atas mengakibatkan luka berat, pelaku dalam hal ini Penyelenggara Jalan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah), dan dalam mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah), sebagaimana ketentuan Pasal 273 UU 22/2009.
Bahwa selain ketentuan yang diatur dalam UU 22/2009, jaminan dan perlindungan terhadap kecelakaan tunggal (dalam hal ini sebagaimana yang dialami oleh suami Pemohon), telah diatur pula dalam Undang- Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 31 Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan sosial Nasional, sebagai berikut: Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004: “(1) Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia . (2) Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan ”. Adapun yang dimaksud dengan Kecelakaan Kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yaitu: “Kecelakaan kerja adalah kecelakaaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.” Berdasarkan uraian di atas, menurut Pemerintah Pemohon telah keliru dalam mengajukan uji materi ketentuan dalam penjelasan ini karena UU a quo adalah untuk mengatur jaminan kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu lintas jalan dan bukan terhadap kecelakaan tunggal sehingga ketentuan a quo tidak diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945. IV. PETITUM Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan pengujian ( constitusional review ) ketentuan a quo Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ); Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 32 2) Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak- tidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard );
Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan;
Menyatakan ketentuan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, tidak bertentangan dengan terhadap ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945. Jawaban Pemerintah Atas Pertanyaan Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Persidangan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Menindaklanjuti persidangan di Mahkamah Konstitusi atas permohonan pengujian (constitutional review) ketentuan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU 34/1964) sepanjang kalimat “Yang mendapatkan jaminan berdasarkan undang- undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan” pada tanggal 5 Desember 2017, berikut Pemerintah sampaikan jawaban secara tertulis atas pertanyaan yang diajukan oleh Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi sebagai berikut: Bahwa sebelum Pemerintah menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan Majelis Hakim pada sidang pembacaan Keterangan Presiden tanggal 5 Desember 2017, perkenankanlah Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan filosofi dan latar belakang pembentukan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU 34/1964) sebagai berikut:
Bahwa adanya keinginan untuk memiliki perangkat hukum nasional yang dapat memberikan jaminan sosial (social security) bagi rakyat Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1964 dengan diundangkan UU Nomor 33/1964 tentang Dana Kecelakaan Penumpang dan UU Nomor 34/1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Sebagai langkah awal menuju kesatuan sistem jaminan sosial ( social security ) tersebut, Pemerintah mewajibkan asuransi kepada pengusaha atau pemilik kendaraan yang dapat membahayakan pihak lain, guna kemanfaatan para korban. Adapun jenis-jenis asuransi transportasi, sebagaimana tertuang dalam Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 33 riwayat pembentukan Undang-Undang Nomor 33 dan 34 Tahun 1964 antara lain:
asuransi tanggung jawab menurut hukum terhadap pihak ketiga bagi para pengusaha/pemilik kendaraan bermotor (UU No. 34/1964);
asuransi kecelakaan penumpang kereta api, kapal terbang, kapal, kendaraan bermotor umum (UU No. 33/1964). Bahwa dalam konsideran Menimbang dan Penjelasan Umum dari kedua Undang-undang tersebut menegaskan bahwa kedua dana pertangungan wajib tersebut merupakan langkah awal menuju terbentuknya suatu sistem jaminan sosial yang menyeluruh bagi rakyat Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Umum UU 34/1964 dijelaskan bahwa sejalan dengan kemajuan teknik modern dimana semakin banyak alat angkutan lalu lintas jalan, maka dalam kehidupan bermasyarakat terkandung bahaya yang kian meningkat disebabkan oleh kecelakaan-kecelakaan di luar kesalahannya. Kemudian setiap warga negara haruslah mendapat perlindungan oleh Negara terhadap kerugian yang diderita karena risiko-risiko kecelakaan tersebut. Bahwa karena akibat mengadakan jaminan sosial tersebut ditanggung oleh Pemerintah, maka perlu dilakukan suatu usaha secara gotong royong. Manifestasi kegotong-royongan ini dilakukan melalui suatu pembentukan iuran wajib, dalam UU a quo yaitu Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), sehingga pembentukan Dana ini melalui usaha kegotong- royongan merupakan langkah pertama menuju sistem jaminan sosial.
Bahwa Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan berdasarkan UU 34/1964 sebagai sistem jaminan nasional merupakan suatu upaya rintisan Pemerintah dalam memberikan perlidungan kepada masyarakat luas yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan di luar kesalahannya akibat penggunaan kendaraan bermotor, dimana Dana dikumpulkan dari Sumbangan Wajib dari para Pemilik atau Pengusaha alat angkutan lalu lintas jalan.
Bahwa sesuai dengan Risalah Rapat DPR-GR Komisi F (Keuangan) pada tanggal 21 November 1964 mengenai pembentukan UU Nomor 34 Tahun 1964 menjelaskan bahwa: “ RUU Wajib Asuransi yang diajukan oleh Pemerintah itu memuat dua materi, _yaitu: _ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 34 1. Asuransi tanggung jawab menurut hukum terhadap pihak ketiga bagi pengusaha atau pemilik kendaraan bermotor. 2. Asuransi kecelakaan penumpang kereta api, kapal terbang, kendaraan bermotor umum ”. Dasar dari RUU itu ialah pemikiran untuk memberikan asuransi atau social security terhadap rakyat yang menggunakan jalan-jalan umum, kendaraan-kendaraan bermotor untuk umum. Maksudnya adalah supaya pemakai atau pengguna-pengguna di jalan umum dijamin kebutuhan- kebutuhannya, bila terjadi sesuatu kecelakaan yang diakibatkan karena meningkatnya teknik modern yang dipergunakan oleh negara yaitu adanya kendaraan-kendaraan bermotor, sehingga apabila ada seseorang yang menjadi korban kecelakaan, tidak ditinggalkan begitu saja. Seperti yang kita ketahui bersama, justru rakyat yang tidak mampu lah yang sering menjadi korban kecelakaan-kecelakaan lalu lintas jalan. Untuk itu, maka RUU ini diberikan suatu jaminan asuransi bukan hanya korban-korban dari kecelakaan itu akan mendapat perhatian dari Pemerintah, tetapi atas biaya dari pada pemilik kendaraan tersebut. Dengan demikian akan timbul sosial kontrol bagi pengemudi mobil yang sering membahayakan lalu lintas jalan umum dan akan menimbulkan tanggung jawab kepada pemilik kendaraan tersebut.
Bahwa berdasarkan data statistik dari Direktorat Lalu Lintas dari Departemen Angkatan Kepolisian pada waktu itu menunjukkan bahwa dalam tahun 1955 sampai dengan 1963 di Indonesia telah terjadi 136.490 kecelakaan lalu lintas, yang memakan korban 13.135 orang mati, 87. 675 orang menderita luka-luka dan ratusan juta rupiah kerugian materiil serta kecelakaan lainnya seperti kecelakaan kapal api Trowek (1961 dan 1963), membuat pemerintah menganggap perlu untuk membentuk dana-dana yang akan menampung akibat keuangan disebabkan kecelakaan dijalan.
Bahwa Dana Pertangungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan berdasarkan UU 34/1964 merupakan pengejawantahan dari tanggung jawab negara berdasarkan UUD 1945 khususnya Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat, Pasal 28H ayat (3), Pasal 33 dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 35 Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa filosofi pembentukan UU 34/1964 adalah sebagai berikut:
memberikan perlindungan dasar kepada pihak ketiga, bukan kepada pemilik kendaraan.
memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya pemilik kendaraan agar lebih berhati-hati dalam berkendara (mitigasi moral hazard ). Setelah Pemerintah menguraikan latar belakang terbentuknya UU Nomor 34/1964, kini saatnya Pemerintah memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan Majelis Hakim sebagai berikut: I. Pertanyaan Yang Mulia Dr. Suhartoyo, S.H., M.H. A. Ada sesuatu yang tidak berkorelasi antara ketika seseorang membayar Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), namun dirinya sendiri tidak terlindungi ketika terjadi kecelakaan itu. Kenapa pihak yang justru membayar SWDKLLJ tidak terlindungi, melainkan hanya pihak eksternal saja yang diberi perlindungan? Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
Bahwa UU 34/1964 merupakan langkah pertama menuju suatu sistem jaminan sosial (social security) yang memberikan jaminan perlindungan kepada korban kecelakaan lalu lintas jalan. Kelahiran UU ini didasarkan pada tingginya jumlah kecelakaan lalu lintas yang terjadi dalam tahun 1955 s.d 1963. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum UU Nomor 34 Tahun 1964 bahwa jumlah korban kecelakaan lalu lintas jalan dalam periode tersebut sebanyak 13.135 orang meninggal dunia, 87.675 orang menderita luka-luka dan ratusan juta rupiah kerugian materil.
Bahwa UU 34/1964 pada hakekatnya memberikan jaminan perlindungan kepada pihak ketiga dengan dasar sebagai berikut :
Bahwa filososi pembentukan UU 34/1964 sesuai dengan Risalah Rapat DPR-GR Komisi F (Keuangan) tanggal 21 November 1964 mengenai pembentukan UU 34/1964 menjelaskan bahwa: “ RUU Wajib Asuransi yang diajukan oleh Pemerintah itu memuat dua _materi, yaitu antara lain: _ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 36 (a) Asuransi tanggung jawab menurut hukum terhadap pihak ketiga bagi pengusaha/pemilik kendaraan bermotor. (b) Asuransi kecelakaan penumpang kereta api, kapal terbang, kendaraan bermotor umum ”.
Bahwa dasar dari pembentukan RUU tersebut adalah adanya pemikiran untuk memberikan asuransi atau social security terhadap rakyat yang menggunakan jalan-jalan umum, kendaraan-kendaraan bermotor untuk umum. Maksudnya adalah supaya pemakai atau pengguna-pengguna di jalan umum dijamin kebutuhan-kebutuhannya, apabila terjadi sesuatu kecelakaan yang diakibatkan karena meningkatnya teknik modern yang dipergunakan oleh negara yaitu adanya kendaraan - kendaraan bermotor. Sehingga apabila ada seseorang yang menjadi korban kecelakaan, tidak ditinggalkan begitu saja, karena seperti diketahui bersama bahwa rakyat yang tidak mampulah yang sering menjadi korban kecelakaan-kecelakaan jalan. Berdasarkan hal tersebut, maka RUU ini memberikan suatu jaminan asuransi, bukan hanya korban-korban dari kecelakaan itu akan mendapat perhatian dari Pemerintah, tetapi atas biaya dari pada pemilik kendaraan tersebut. Dengan demikian akan timbul sosial kontrol bagi pengemudi mobil yang sering membahayakan lalu lintas jalan umum dan akan menimbulkan tanggung jawab kepada pemilik kendaraan itu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, sehingga filosofi pembentukan UU 34/1964 adalah sebagai berikut:
memberikan perlindungan dasar kepada pihak ketiga, bukan kepada pemilik kendaraan;
memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya pemilik kendaraan agar lebih berhati-hati dalam berkendara (mitigasi moral hazard ).
Bahwa selain hal tersebut di atas pembentukan RUU tersebut merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut: Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan- perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 37 “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Menurut Munir Fuady , dalam bukunya “ Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer ” menjelaskan bahwa “ Perbuatan Melawan hukum adalah suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum yang mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bisa juga merupakan suatu kecelakaan ”. Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro memberikan pandangan mengenai defenisi perbuatan melawan hukum yang telah mendapat kekuatan hukum yang tetap dalam Putusan MA Nomor .222 K/Sip/1958 tertanggal 21 November 1958 yaitu, “ Bagi orang Indonesia asli tetap berlaku hukum adat yang juga mengenal hak hukum, seperti tertulis pada pasal 1365 KUHPerdata, yaitu secara bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan dengan itu merugikan orang lain, adalah wajib memberi ganti rugi” . Berdasarkan defenisi perbuatan melawan hukum di atas, dapat disimpulkan Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum adalah sebagai berikut:
Adanya suatu perbuatan;
Perbuatan tersebut melawan hukum;
Adanya kesalahan dari pihak pelaku;
Adanya kerugian bagi korban; dan
Adanya hubungan kausal antara perbuatan-perbuatan dengan kerugian.
Sehingga apabila dikaitkan dengan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, UU 34/1964 telah mengakomodir prinsip perlindungan yaitu memberikan ganti kerugian kepada pihak ketiga yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas dimana kerugian tersebut disebabkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor. Oleh karena adanya perbuatan pengendara kendaraan bermotor yang termasuk unsur-unsur perbuatan melawan hukum, maka pengendara Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 38 kendaraan tersebut diwajibkan memberikan ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Dalam hal ini pemerintah memberikan perlindungan berupa Dana Santunan kepada pihak ketiga yang dirugikan tersebut yang berasal dari dana-dana yang dikumpulkan dari pemilik atau pengusaha kendaraan bermotor tersebut.
Bahwa lebihlanjut dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 dijelaskan bahwa: “ Yang mendapatkan jaminan berdasarkan undang-undang ini ialah mereka yang berada dijalan diluar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Namun demikian, bila si korban ini telah dapat jaminan berdasarkan Undang-Undang tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Nomor 33 Tahun 1964, maka jaminan hanya diberikan satu kali, yaitu oleh Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut ”. 9. Sejalan dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1) tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 yang merupakan peraturan pelaksana dari UU Nomor 34 Tahun 1964 melalui Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 1965, berbunyi sebagai berikut: “ Setiap orang yang berada diluar alat angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan tersebut sebagai demikian diberi hak atas suatu pembayaraan dari Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, kecuali hal-hal yang tercantum dalam Pasal 13 .” 10. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Pemerintah telah memberikan perlindungan dasar kepada masyarakat yang menjadi korban diluar kendaraan yang menjadi penyebab timbulnya kecelakaan. Dengan demikian, setiap orang yang menjadi korban kecelakaan tersebut merupakan pihak ketiga yang mendapat jaminan sesuai UU Nomor 34 Tahun 1964. Berdasarkan penafsiran secara “ argumentum a contrario” , bagi mereka yang berada di dalam kendaraan yang menjadi penyebab timbulnya kecelakaan tidak mendapat jaminan.
Berkaitan dengan konsep dasar sumbangan Wajib dalam UU Nomor 34 Tahun 1964 dapat dijelaskan bahwa Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 39 Lalu Lintas Jalan atau disingkat dengan “SWDKLLJ” menurut Pasal 1 huruf d UU 34 Tahun 1964, merupakan “ sumbangan tahunan yang wajib dibayar menurut/berdasarkan Undang-Undang ini dan/atau peraturan-peraturan pelaksanaannya ”. Sumbangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berasal dari kata menyumbang, yaitu “memberikan sesuatu kepada orang yang sedang ........ dan sebagainya sebagai sokongan”, Turut membantu (menyokong) dengan tenaga, pikiran, dan sebagainya”. Merujuk pada pengertian dalam KBBI tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Sumbangan adalah suatu bentuk pemberian baik itu berupa uang, tenaga, pikiran dan sebagainya yang ditujukan kepada pihak lain .
Sejalan dengan makna sumbangan tersebut di atas, SWDKLLJ yang dihimpun atau dikumpulkan dari pemilik atau pengusaha kendaraan bermotor dimanfaatkan untuk memberikan perlindungan dasar kepada masyarakat yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas dengan konsep third party liability (TPL) atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga. Sesuai dengan Risalah Rapat DPR-GR Komisi F (Kompartimen Keuangan) tanggal 10 Desember 1964 mengenai pembentukan UU nomor 34 Tahun 1964 menjelaskan bahwa:
Anggota Wasis berpendapat sebagai berikut: “RUU yang diajukan dengan nama Asuransi Wajib ini apakah nanti namanya akan diganti dengan Sumbangan Wajib ataukah Pungutan. Soal itu tidak principal, tetapi yang principal ialah apakah tujuan yang dihendaki Pemerintah itu bias tercapai dengan adanya dana-dana tadi ”.
Anggota Munir Abisudjak berpendapat sebagai berikut: “ Sesungguhnya pemerintah menginginkan sumbangan daripada kecelakaan-kecelakaan yang terjadi. Tetapi karena untuk memberikan Social Security Pemerintah tidak mempunyai persediaan uang, maka diminta sumbangan secara gotong royong ”. Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sumbangan wajib yang ditetapkan Pemerintah melaui UU 34/1964 merupakan suatu instrumen untuk memberikan social security kepada Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 40 masyarakat, dimana setiap korban kecelakaan lalu lintas jalan yang mengalami kerugian akan mendapat perlindungan dari Pemerintah melalui dana berupa sumbangan-sumbangan yang dikumpulkan secara gotong royong.
Bahwa berdasarkan best practice third party liability (TPL) dibeberapa negara dapat dijelaskan sebagai berikut: Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas (SWDKLLJ) merupakan asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga. Dalam ilmu asuransi, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga (TJH Pihak III) adalah pertanggungan yang diberikan kepada orang yang berada diluar objek pertanggungan dalam hubungan hukum antara penanggung dan tertanggung. Sejarah asuransi kendaraan bermotor dimulai dari hadirnya kendaraan bermotor di London, Inggris. Perkembangan kendaraan bermotor yang makin massive berdampak pada meningkatnya angka kecelakaan yang melibatkan pengguna kendaraan bermotor dengan anggota masyarakat yang menjadi korban dan kerap tidak mendapatkan santunan dari pemilik kendaraan bermotor. Untuk memberikan rasa aman dan keadilan kepada masyarakat, dibentuklah Road Traffic Act pada tahun 1930, yang kemudian disempurnakan pada tahun 1974. Konsep asuransi wajib kendaraan bermotor dan perlindungan asuransi terhadap pihak ketiga diadopsi oleh negara-negara lainnya di dunia termasuk Amerika, tentunya dengan keberagaman masing-masing, baik dari aspek hukum maupun sosial. Bahwa dengan meningkatnya kesadaran berasuransi, masyarakat menyadari besarnya risiko yang dihadapi para pemilik dan pengendara kendaraan, sehingga setiap pemilik kendaraan bermotor wajib menutup pertanggungan kendaraan bermotornya.
Berdasarkan uraian di atas, Asuransi Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga tersebut adalah konsep asuransi yang berlaku secara universal di dunia dan menjadi bagian dari compulsory motor insurance di berbagai negara sebagai contoh: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 41 a. Civil law countries (Vietnam) Tujuan dan Filosofi dari penerapan Asuransi Wajib pada Kendaraan Bermotor (compulsory motor vehicle insurance) di Vietnam memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu untuk memberikan bantuan kemanusiaan (humanitarian assistance). Sama halnya dengan asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga pada UU 34/1964, Vietnam memberlakukan konsep third party liability secara mandatory dalam asuransi wajib dengan perluasan berupa property damage (secara terbatas). Jenis cidera atau kerugian yang dijamin yaitu :
kematian ( death ) 2) cidera badan ( bodily injuries ); dan
kerusakan atau kerugian properti secara terbatas ( property damage ). Terlepas dari tujuannya untuk memberikan bantuan kemanusiaan ( humanitarian assistance ) kepada korban kecelakaan di wilayah Vietnam, dalam penerapannya ada beberapa peristiwa yang dikecualikan sehingga tidak diberikan perlindungan, hal ini sebagai bentuk pembelajaran sosial kepada masyarakat untuk lebih mengutamakan keselamatan dalam berkendara, berikut peristiwa yang dikecualikan, yaitu:
kerusakan dan kerugian yang disengaja yang disebabkan oleh pemilik, pengemudi atau pihak yang dirugikan;
pengemudi sengaja melepaskan diri dari pemenuhan tanggung jawab perdata pemilik kendaraan bermotor dan/atau pengemudi yang menyebabkan kecelakaan tersebut;
pengemudi tidak memiliki SIM yang berlaku atau SIM tidak sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dibutuhkan, jika terbukti maka selain tidak diberikan pertanggungan akan turut dilakukan pencabutan izin mengemudi, baik untuk sementara atau selamanya.
kasus perang, terorisme, gempa bumi. Kerusakan pada properti khusus yang terdiri dari emas, perak, batu mulia, uang, kertas berharga seperti uang, barang antik, lukisan berharga dan langka, mayat manusia dan jenazah. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 42 b. Common Law Countries (Malaysia dan Singapore) Sama halnya dengan negara-negara lainnya, Asuransi Wajib pada Kendaraan Bermotor juga berlaku di Malaysia, seperti negara commonwealth lainnya, penerapannya bersifat free choice atau ada beberapa perusahaan asuransi umum yang saling berkompetisi untuk mengelola dan menjalankan produk asuransi wajib tersebut, dengan kata lain tidak ada penunjukkan secara khusus kepada instansi tertentu layaknya PT. Jasa Raharja (Persero) di Indonesia. Oleh karena besifat free choice atau kompetitif, maka nilai besaran premi dan manfaat yang diperoleh tergantung kesepakatan antara penanggung dan tertanggung. Skema Asuransi Wajib mencakup proteksi third party liability dan public passenger liability Insurance yang diatur dalam Road Transport Act 1987, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan yang jumlahnya terus meningkat tiap tahunnya. Seluruh kendaraan pribadi maupun komersial yang digunakan untuk berkendara di jalan raya harus memiliki sekurang- kurangnya polis asuransi compulsory third party liability motor insurance yang dibayarkan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan. Kewajiban pembayaran premi atau mengasuransikan kendaraan bermotor dibebankan kepada Pemilik kendaraan bermotor sebagai proteksi seandainya terjadi kecelakaan yang menyebabkan kematian atau cidera terhadap pihak ketiga. Sebagai negara commonwealth , Compulsory Motor Vehilce Insurance di Singapore juga berlaku secara free choice dan open market , sehingga pelaku usaha bebas menentukan premi dan besaran manfaat yang diperoleh tertanggung. Proteksi yang bersifat mandatory adalah third party liability dengan manffat berupa:
Kematian ( death ); dan
Cidera badan ( bodily injuries ), yang dapat diperluas covernya. Untuk pengajuan klaim dapat melalui perusahaan asuransi atau melalui Special Risk Pool (SRP), sebuah pool yang khusus untuk penyelesaian klaim ( claim settlement ) asuransi wajib. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 43 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suatu negara yang menganut sistem hukum baik Civil Law maupun Common Law dalam hal social control terhadap warga negaranya juga diwajibkan untuk turut serta memberikan bantuan kemanusiaan terhadap pihak ketiga yang bukan merupakan penyebab, yaitu berupa asuransi wajib dengan konsep third party liability . Dengan kata lain, proteksi third party liability pada UU 34/1964 telah sejalan dengan best practice dan kaedah umum yang berlaku di dunia perasuransian. Konsep ini juga berlaku di Indonesia, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 huruf a UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, bahwa asuransi tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga merupakan salah satu dasar bagi penerimaan premi pada perusahaan asuransi. Asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga merupakan konsep asuransi mengalihkan risiko yang timbul karena adanya kerugian yang diderita oleh pihak ketiga sehubungan dengan aktivitas personal tertanggung. SWDKLLJ dimanfaatkan untuk memberikan perlindungan dasar kepada masyarakat yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas dengan konsep third party liability . Pemikiran awal dari pembentukan perlindungan dasar yang diatur dalam UU 34/1964 dan peraturan pelaksanaannya sebagaimana tertuang dalam Memory van Toelechting (MvT) dan naskah akademik perumusan UU 34/1964 adalah untuk kepentingan umum dan setaraf dengan kemajuan teknik modern, dalam kehidupan manusia bermasyarakat terkandung bahaya yang kian meningkat disebabkan kecelakaan-kecelakaan diluar kesalahannya. Pada dasarnya, setiap warga negara harus mendapat perlindungan terhadap kerugian yang diderita karena risiko-risiko demikian. Oleh karena itu, segala akibat untuk memberikan jaminan sosial diberikan oleh pemerintah dan dilakukan secara gotong royong, dimana dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat akan diberikan dan disalurkan kembali kepada Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 44 masyarakat dalam bentuk dana santunan bagi mereka yang mengalami risiko kecelakaan. Keadaan ekonomi dan keuangan yang menjadi pemicu adanya sistem jaminan sosial, dimana sistem jaminan sosial dilakukan secara gotong royong. Manifestasi dari gotong royong ini diimplementasikan dengan adanya dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat dimana pada prinsipnya dana-dana yang dikumpulkan tersebut dikenakan kepada masyarakat/pengusaha yang mempunyai kendaraan bermotor atau golongan yang mampu. Apabila terjadi risiko kecelakaan, dana yang diperoleh dari masyakarat yang mempunyai kendaraan bermotor tersebut akan digunakan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang mengalami kecelakaan dalam bentuk dana santunan. Prinsip gotong royong sebagaimana dimaksud dalam penjelasan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kirang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat, peserta yang berisiko rendah membantu peserta yang berisiko tinggi dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotongroyongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan soasial bagi seluruh masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut di atas, pemerintah dalam memberikan perlindungan dasar kepada masyarakat telah mencerminkan suatu jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil kepada masyarakat sebagaimana tertuang dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. B. Apakah SWDKLLJ ini termasuk asuransi atau bukan, jika masuk ke dalam asurasi membayar premi mengapa ketika dia sendiri mengalami kecelakaan justru tidak tercover meskipun itu tunggal? 1. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa SWDKLLJ merupakan dana yang dibayarkan Wajib Pajak yang memiliki fungsi sebagai dana untuk Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ini yang diwajibkan oleh undang-undang bukan berdasarkan perjanjian sehingga hak dan kewajiban masing-masing pihak telah ditentukan dalam undang-undang. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 45 Dalam hal ini kewajiban pembayaran SWDKLLJ merupakan asuransi tanggung gugat pihak ketiga dimana Jasa Raharja hanya membayarkan santunan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan kepada setiap pihak ketiga yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan diluar kendaraan penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, SWDKLLJ yang dihimpun atau dikumpulkan dari masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor dan kemudian dimanfaatkan untuk memberikan perlindungan dasar kepada masyarakat yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas dengan konsep third party liability (TPL) atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga. Jika dikaji dalam prinsip asuransi, SWDKLLJ pada prinsipnya merupakan pembayaran premi dalam bentuk sumbangan wajib sebagai bentuk pengalihan risiko dari Pemilik kendaraan kepada Pemerintah sebagai penanggung dalam hal ini adalah PT. Jasa Raharja (Persero). SWDKLLJ memilki pengertian yang berbeda jika dibandingkan dengan premi yang dikutip pada asuransi umum, hal ini didasarkan pada :
SWDKLLJ merupakan jenis asuransi wajib dan hanya diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara sesuai ketentuan UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Sifat yang paling menonjol dari asuransi wajib adalah kepesertaannya yang bersifat wajib bagi mereka yang memenuhi syarat sebagai peserta berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana dalam UU 34/1964, pembayaran SWDKLLJ bersifat wajib dan dikenakan sanksi bagi mereka yang tidak/telat membayarnya. SWDKLLJ ini menimbulkan hak atas manfaat jika risiko-risiko yang ditanggung terjadi. Sifat ini menjadikan asuransi wajib sebagai program publik yaitu program yang memberikan hak dan kewajiban secara pasti berdasarkan undang-undang.
Dana yang dibayarkan Pemilik Kendaraan yang memiliki fungsi sebagai dana untuk Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ini yang wajibkan oleh undang-undang bukan berdasarkan perjanjian (asuransi konvensional), sehingga hak dan kewajiban masing-masing Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 46 pihak telah ditentukan dalam undang-undang. Dalam hal ini kewajiban pembayaran SWDKLLJ merupakan asuransi tanggung gugat pihak ketiga dimana Jasa Raharja hanya membayarkan santunan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan kepada setiap pihak ketiga yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan di luar kendaraan penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, SWDKLLJ merupakan premi yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui UU.34/1964 dan berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat pengguna kendaraan bermotor. Adapun manfaat berupa dana santunan yang merupakan wujud dari sumbangan wajib diberikan kepada pihak ketiga yang berada diluar kendaraan bermotor penyebab timbulnya kecelakaan. Pertanggungan yang diberikan kepada pihak ketiga yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas didasarkan atas premi dalam bentuk sumbangan wajib yang dikumpulkan dari masyarakat pengguna kendaraan bermotor berdasarkan asas gotong royong. II. Pertanyaan Yang Mulia Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA A. Dalam Keterangan Presiden ada argumen dasar yang digunakan oleh Pemerintah bahwa Undang-undang a quo memberikan perlindungan kepada masyarakat luas, namun mengapa perlindungan tersebut tidak diberikan kepada korban yang mengalami kecelakaan tunggal? Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
Sumbangan yang dibayar oleh Pemilik kendaraan bermotor merupakan kewajiban yang diatur oleh UU 34/1964 untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat luas sebagai pihak ketiga yang menjadi korban akibat penggunaan kendaraan bermotor.
Manfaat yang diperoleh Pemilik Kendaraan bermotor dengan membayar sumbangan wajib, maka Pemilik Kendaraan bermotor akan terlindungi dari tuntutan sebagian tanggung jawabnya dari Pihak Ketiga sebagai korban.
Dalam hal Pemilik kendaraan mengalami kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor lain maka Pemilik kendaraan bermotor akan berada pada posisi pihak ketiga dan berhak mendapatkan santunan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 47 Dengan demikian perlindungan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor UU 34/1964 adalah perlindungan bagi anggota masyarakat lain yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan yang bukan karena kesalahannya menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Adapun yang dijamin oleh Pemerintah hanyalah terbatas pada kerugian-kerugian yang bersifat badaniah atau bodily injured baik menyangkut luka-luka/perawatan, cacat tetap, meninggal dunia maupun penggatian biaya penguburan. Dengan kata lain UU 34/1964 disebut sebagai Third Party Liability Insurance atau Asuransi Tanggung Gugat terhadap Pihak Ketiga. B. Pemerintah menjelaskan sebenarnya ada jaminan bagi korban kecelakaan tunggal manakala kecelakaan terjadi dalam hubungan kerja berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004, bagaimana jika kecelakaan tidak terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas atau bekerja? Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
Bahwa UU 34/1964 berbeda dengan UU 40/2004, dimana UU Nomor 34 Tahun 1964 memberikan perlindungan dasar kepada masyarakat yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Dalam UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengatur mengenai 5 (lima) program jaminan sosial: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKm), jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.
Dalam hal seorang pekerja mengalami kecelakaan tunggal dan tidak terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas atau bekerja, dalam SJSN, pekerja tersebut mendapatkan perlindungan melalui program Jaminan Kesehatan dan/atau Jaminan Kematian (selama pekerja tersebut merupakan peserta program Jaminan Kesehatan dan/atau Jaminan Kematian).
Untuk kasus ini karena yang bersangkutan statusnya sebagai pekerja maka yang bersangkutan berhak mendapatkan manfaat dari program jaminan kecelakaan kerja atau jaminan kematian sesuai dengan ketentuan yang berlaku. C. Apakah ada data berapa banyak jumlah kecelakaan tunggal yang terjadi selama ini? Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 48 Berikut disampaikan bahwa data kecelakaan tunggal dalam rentang waktu 2015 sampai dengan bulan November 2017 di Indonesia sebagai berikut: Tahun Korban Kecelakaan Korban Kecelakaan Tunggal Persentase 2015 144.186 9.777 6,7% 2016 161.183 12.333 7,6% 2017 143.065 12.208 8,5% III. Pertanyaan Yang Mulia Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. Bahwa mengenai Alat Lalu Lintas Angkutan Jalan dalam Pasal 4 UU a quo merujuk kepada Pasal 1 UU a quo . Pasal 1 UU a quo menyatakan ’’alat angkutan lalu lintas jalan yalah kendaraan bermotor seperti dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Lalu Lintas dan Kereta Api ”. Saat ini sudah ada UU Lalu Lintas Jalan yang baru, apakah “Alat angkut lalu lintas jalan” dalam UU 34/1964 juga bisa merujuk pada UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang baru ini? Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 huruf c, UU 34/1964 menyatakan bahwa alat angkutan lalu lintas jalan adalah kendaraan bermotor seperti dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Lalu Lintas dan Kereta Api. Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya;
UU Nomor 7 Tahun 1951 tentang Perubahan dan Tambahan Undang- Undang Lalu Lintas Jalan (wegverkeersordonnantie, Staatsblad 1933 No. 86) ;
Staatsblad 1933 No. 86. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 49 f. Staatsblad 1940 No.72 2. Dikarenakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mencabut undang-undang Lalu Lintas terdahulu, maka definisi alat angkutan lalu lintas jalan sebagaimana ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Lalu Lintas dan Kereta Api dinyatakan tidak berlaku. Definisi yang dikenal dalam UU 22/2009 adalah definisi Kendaraan bermotor sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 8 yang mendefinisikan kendaraan bermotor adalah Setiap kendaraan yang digerakan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Selain itu, Presiden menghadirkan dua orang ahli yang didengar keterangannya di depan persidangan Mahkamah pada tanggal 8 Januari 2018 yang juga menyampaikan keterangan tertulisnya, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Prof. Hikmahanto Juwana, S.H. LL.M, Ph.D Maksud dibentuknya sebuah peraturan perundang-undangan atau populer disebut sebagai politik hukum dapat dilihat dari konsiderans menimbang, penjelasan umum, naskah akademik dan memorie van toelichting . Dalam konteks Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU 34/1964) yang tersedia adalah konsiderans menimbang, penjelasan umum dan dokumen dengan judul Riwayat Pembentukan Undang-Undang Nomor 33 dan 34 Tahun 1964 sebagai dokumen memorie van toelichting (selanjutnya disingkat “Riwayat Pembentukan UU”). Berdasarkan tiga hal tersebut, dapat diketahui tujuan dari pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (UU 33/1964) dan UU 34/1964 adalah dalam rangka keberpihakan negara terhadap korban kecelakaan. Dalam UU 33/1964 yang dimaksud korban kecelakaan adalah penumpang dari kendaraan bermotor umum.Sementara yang dimaksud korban kecelakaan dalam UU 34/1964 adalah publik bukan penumpang . Di dalam konsiderans Menimbang dari UU 34/1964 huruf (a) disebutkan bahwa, “berhubung dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, sebagai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 50 langkah pertama menuju ke suatu jaminan sosial ( social security ) sebagaima ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor II/MPRS/1960, beserta lampiran-lampirannya, dianggap perlu untuk mengadakan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.” Selanjutnya dalam Penjelasan Umum dari UU 34/1964 Romawi I angka 1 disebutkan bahwa, “Setara dengan kemajuan teknik modern, dalam penghidupan manusia bermasyarakat terkandung bahaya yang kian meningkat disebabkan kecelakaan-kecelakaan di luar kesalahannya .” Kata-kata “kecelakaan-kecelakaan di luar kesalahannya” jelas merujuk pada siapapun masyarakat yang sedang berada di jalan raya yang tidak mempunyai kendali terhadap alat angkutan.Sama sekali bukan pada pemilik atau pengusaha dari alat angkutan. Lebih lanjut diungkapkan pada kalimat berikut bahwa “Pada dasarnya,setiap warga negara harus mendapat perlindungan terhadap kerugian yang diderita karena risiko-risiko demikian.” Mengapa demikian? Ini mendapat penjelasan lebih lanjut dengan dikatakan, “Ini merupakan suatu pemikiran sosial.Oleh karena keadaan ekonomi dan keuangan dewasa ini belum mengizinkan, bahwa segala akibat mengadakan jaminan sosial tersebut ditampung oleh Pemerintah, maka perlu usaha ini dilakukan secara gotong-royong.” Lalu bagaimana wujud dari kegotong-royongan ini? Ini dibahas dalam penjelasan berikut yang mengatakan, “Manifestasi dari kegotong-royongan ini adalah dengan pembentukan dana-dana yang cara pemupukannya dilakukan dengan mengadakan iuran-iuran wajib, di sana akan dianut principe bahwa yang dikenakan iuran wajib tersebut adalah hanya golongan atau mereka yang berada atau mampu saja, sedang hasil pemupukannya akan dilimpahkan juga kepada perlindungan jaminan rakyat banyak, yaitu para korban kecelakaan lalu lintas jalan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor dan kereta api. Oleh karena itu jaminan sosial rakyatnya yang dalam pada itu menjalani pokok tujuan.” Jadi disini berbeda dengan prinsip asuransi dimana Tertanggung harus membayar premi kepada Penanggung.Dalam Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan jelas korban kecelakaan lalu lintas jalan tidak membayar apapun premi.Pihak yang membayar hanyalah golongan atau mereka yang berada atau mampu saja. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 51 Lebih lanjut dijelaskan “Kita lebih melihat kepada rakyat banyak yang mungkin menjadi korban risiko-risiko teknik modern, dari pada kepada para pemilik/pengusaha alat-alat modern, yang bersangkutan .Dan jika jaminan itu dirasakan oleh rakyat, maka akan timbullah pula kegairahan social kontrol.” Selanjutnya dalam Penjelasan Umum dari UU 34/1964 Romawi I angka 2 disebutkan bahwa, “Sebagai langkah pertama menuju ke suatu sistim jaminan sosial ( social security ) yang mengandung perlindungan yang dimaksud dapatlah diadakan iuran-iuran wajib bagi para pemilik/pengusaha kendaraan bermotor dengan menganut principe tersebut di dalam ad 1 di atas.” Selanjutnya dalam Penjelasan Umum dari UU 34/1964 Romawi I angka 3 disebutkan bahwa, “Pembentukan dana-dana tersebut akan dipakai guna perlindungan publik bukan penumpang terhadap kecelakaan yang terjadi dengan alat-alat angkutan termaksud di atas. Bagi penumpang, perlindungan demikian ditampung oleh dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964.” Bila mempelajari secara cermat Riwayat Pembentukan UU maka awal dari pembentukan UU 33/1964 dan UU 34/1964 diawali dari inisiatif pemerintah untuk mengajukan RUU tentang Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor dan Kecelakaan Penumpang. Dalam perdebatannya di DPR-GR, pemerintah menyamapaikan bahwa, “dasar dari pada RUU itu ialah pemikiran untuk memberikan Social Security terhadap rakyat yang menggunakan jalan-jalan umum oleh kendaraan-kendaraan bermotor untuk umum.” Oleh karena hal tersebut istilah judul dari RUU ini dianggap tidak tepat bila yang hendak dilindungi adalah rakyat kebanyakan yang menjadi penumpang dari alat angkutan dan publik yang bukan penumpang.Ini disampaikan oleh anggota Dewan bernama A. Baraba. Baraba menyampaikan, “setelah mendengar jawaban Pemerintah menyimpulkan bahwa rupanya penggunaan kata “asuransi” untuk rancangan undang-undang ini tidak begitu tepat. Karena maksud sesungguhnya rancangan undang-undang ini yang akan menolong korban-korban kecelakaan yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 52 Dari situ kemudian Dewan meminta agar pemerintah meninjau ulang judul dari RUU tersebut mengingat ini tidak terkait dengan usaha asuransi. Pada akhirnya pemerintah mengusulkan dua RUU sebagai pengganti dari RUU Asuransi Wajib Tanggung Jawab Kendaraan Bermotor dan Kecelakaan Penumpang yaitu RUU tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan RUU tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Pihak ketiga korban kecelakaan saat mereka di jalan-jalan umum perlu dilindungi karena mereka bisa menjadi korban tanpa keinginan mereka.Mereka tidak boleh ditelantarkan.Kebanyakan dari mereka yang berada di jalan tidak mempunyai asuransi jiwa atau kesehatan.Padahal mereka mungkin menjadi tulang punggung keluarga.Oleh karenanya Negara harus hadir bagi mereka yang menjadi korban, saat mereka menjadi korban yang mengakibatkan hilangnya nyawa maupun cidera. Kewajiban negara ini sejak tahun 1964 hingga sekarang masih belum di mungkinkan untuk diemban oleh negara.Untuk menutupi kelemahan ini maka Negara mewajibkan pemilik atau pengusaha kendaraan dikenakan iuran. Disinilah letak gotong royong yang dimaksud dalam UU 34/1964. Dana yang berasal dari iuran tersebut kemudian dikelola layaknya yang dikenal dalam mekanisme asuransi sehingga dana semakin berkembang. Bila terjadi risiko kecelakaan terhadap pihak ketiga yang bukan penumpang maka dana tersebut dapat segera dicairkan. Dalam konteks seperti ini tidak ada diskriminasi yang dilakukan oleh Negara terhadap korban kecelakaan jika yang dimaksud dengan korban kecelakaan adalah penumpang dari alat angkutan atau publik yang bukan penumpang. Justru Negara membuat kebijakan yang afirmatif terhadap korban kecelakaan yang merupakan publik bukan penumpang . Negara tidak membeda- bedakan latar belakang dari publik bukan penumpang yang menjadi korban, apakah dari golongan kaya atau miskin, apakah memiliki asuransi atas jiwanya ataupun tidak. Tidak heran bila Dana yang dikelola disebut sebagai asuransi sosial. Asuransi sosial tentu tidak sama dengan asuransi wajib. Asuransi sosial lebih menekankan pada aspek gotong royong. Mereka yang tidak membayar premi tetap mendapat perlindungan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 53 Sementara asuransi wajib masuk dalam asuransi komersial.Perlu dipahami dalam asuransi komersial pihak yang memiliki risiko (Tertanggung) berkeinginan untuk mengalihkan risiko tersebut ke perusahaan asuransi (Penanggung). Sebagai kompensasi perusahaan asuransiakan mendapatkan uang premi. Besarnya premi akan bergantung pada berbagai faktor. Bila premi tidak dibayar maka tidak ada perlindungan terhadap risiko.Ini jelas tidak dianut dalam Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan sebagaimana dimaksud dalam UU 34/1964. Untuk dipahami asuransi komersial tertentu menjadi wajib ketika Negara mewajibkan pihak yang memiliki risiko untuk menutup asuransi.Semisal saat mobil berada di jalan di sejumlah negara maka mobil tersebut harus ada asuransinya.Bila tidak maka mobil tersebut dilarang untuk berada di jalan.Di Indonesia untuk mobil yang berada di jalan hingga saat ini tidak diwajibkan oleh Negara untuk memiliki asuransi.Sehingga tidak ada asuransi wajib bagi kendaraan di jalan. Mengingat secara jelas bahwa yang hendak ditanggung dari Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan adalah korban yang merupakan publik yang bukan penumpang maka kata “diluar” sebagaimana terdapat dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 wajib ada dan tidak mungkin dibatalkan/dihapuskan. Bila kata “diluar” dibatalkan/dihapuskan maka ruh dalam UU 34/1964 sebagaimana yang termaktub dalam konsiderans menimbang, Penjelasan Umum dan memorie van toelichting akan tidak sesuai. Terlebih lagi Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 jelas menyebut, “Setiap orang yang menjadi korban... akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu lintas jalan ,...” Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Alat angkutan lalu lintas jalan” ialah “kendaraan bermotor seperti dimaksud dalam pasal 1 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dan Kereta Api.” 2. Dr. H. Firdaus Djaelani, MA. UU Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu lintas jalan, pada dasarnya merupakan UU yang mewajibkan setiap pemilik/ pengusaha kendaraan bermotor di Indonesia untuk memiliki asuransi tanggung jawab hukum terhadap kecelakaan diri pihak ketiga. Hal ini tercermin dari riwayat pembentukan UU Nomor 34 Tahun 1964 ketika diajukan oleh Pemerintah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 54 dan dibahas secara intensif oleh DPR Gotong Royong pada bulan Desember 1964. Ketika masih dalam bentuk RUU, nama RUU tersebut adalah RUU mengenai Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor untuk Tanggung Jawab Menurut Hukum Terhadap Pihak Ketiga. Di pasar asuransi kendaraan bermotor, asuransi TJH ini biasa juga disebut asuransi tanggung gugat. Kenapa demikian, karena korban kecelakaan lalu lintas dapat saja menuntut/ menggugat secara perdata atas kerugian yang dialaminya kepada pihak yang menyebabkan kecelakan. Dalam Pasal 1365 KUH Perdata diatur bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dalam perjalanan pembahasannya dan ketika diundangkan menjadi UU Nomor 34 Tahun 1964 pada tanggal 31 Desember 1964, nama RUU tersebut berubah menjadi UU tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Namun demikian secara substansi antara RUU dan UU tidak berubah yakni mewajibkan setiap pengusaha atau pemilik kendaraan bermotor di Indonesia untuk memiliki asuransi tanggung jawab hukum terhadap kecelakaan diri pihak ketiga. Mekanisme yang digunakan yakni mewajibkan setiap pemilik/ pengusaha kendaraan bermotor setiap tahunnya membayar sejumlah uang tertentu (SWDKLLJ), kemudian Dana yang terhimpun dari sumbangan wajib tersebut dikelola dan dipergunakan untuk membayar korban kecelakaan lalu lintas jalan. Pihak Ketiga yang dimaksud adalah pihak diluar Pihak Pertama (Penanggung atau Perusahaan Asuransi) dan Pihak Kedua (Tertanggung). Dalam UU Nomor 34 Tahun 1964 berikut peraturan pelaksanaannya, yang dimaksud pihak pertama tentunya perusahaan/badan usaha milik negara yang menghimpun dan mengelola dana yang berasal dari sumbangan wajib yang dipungut dari pemilik/pengusaha alat angkutan lalu lintas jalan (dalam hal ini PT Persero Asuransi Kerugian Jasa Raharja), sedangkan pihak kedua adalah pemiliki/ pengusaha kendaraan bermotor di Indonesia. Lantas siapa pihak ketiga, pihak ketiga adalah mereka yang menjadi korban Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 55 kecelakaan lalu lintas yang berada diluar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Korban sebagaimana didifinisikan dalam PMK Nomor 16 Tahun 2017 adalah setiap orang yang berada di luar alat angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan. Dengan demikian maka mereka yang memperoleh kecelakaan tapi bukan sebagai korban tidak berhak memperoleh santunan dari Dana Kecelakaan Lalu lintas Jalan. Seperti misalnya pengemudi dan penumpang kendaraan yang menyebabkan kecelakaan dan kecelakaan tunggal, meskipun dalam pelaksanaannya Direksi pengelola dana dapat saja memberi sejumlah dana empati ( ex gratia ) yang jumlahnya tidak sebesar santunan korban. Konsep Asuransi TJH kepada pihak ketiga sebagaimana dianut dalam UU Nomor 34 Tahun 1964 adalah konsep asuransi yang berlaku secara universal di belahan dunia lainnya dalam bentuk asuransi wajib kendaraan bermotor dengan variasi yang bermacam macam. Ada negara yang mewajibkan asuransi TJH kepada pihak ketiga bukan hanya untuk kecelakaan diri saja tapi juga terhadap kerusakan kendaraan dan property lainnya. Dinegara negara Asean konsepnya mirip dengan UU 34/1964 yakni hanya TJH kecelakaan diri, namun Malaysia dgn santunan unlimited biaya rumah sakitnya. Di negara negara bagian Australia santunan juga diberikan kepada pengemudi kendaraan bukan korban tapi dengan jumlah yang terbatas. Di negara negara maju lainnya seperti Amerika dan Eropah umumnya asuransi TJH mengcover kecelakaan diri dan kerusakaan kendaraan/ properti korban. Pengemudi atau penumpang bukan angkutan umum dapat melindungi dirinya atau keluarganya dari kerugian keuangan akibat kecelakaan bukan korban atau kecelakaan tunggal, dengan membeli asuransi komersial seperti asuransi jiwa, asuransi kecelakaan diri, asuransi kendaraan bermotor semua risiko ( all risk ). Kesimpulan kami bahwa UU Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, adalah UU yang memang dibuat untuk mewajibkan setiap pemilik kendaraan/pengusaha kendaraan bermotor di Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 56 Indonesia utk memiliki asuransi tanggung hukum terhadap kecelakaan diri pihak ketiga yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas, dengan membayar sumbangan wajib setiap tahunnya. Mereka yang mengalami kecelakaan bukan korban dan kecelakaan tunggal tidak berhak memperoleh santunan dari dana kecelakaan lalu lintas jalan. [2.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Pihak Terkait yaitu PT Jasa Raharja menyampaikan keterangan tertulis bertanggal 15 Januari 2018, yang juga disampaikan secara lisan dalam sidang hari Senin, 15 Januari 2018, pada pokoknya sebagai berikut: I. UMUM A. Dasar Penugasan Jasa Raharja 1. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1965 tentang Penunjukan Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja, PT Jasa Raharja (Persero) yang selanjutnya disebut “Jasa Raharja” ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program perlindungan dasar kepada masyarakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan beserta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Bahwa penunjukan pengelolaan kedua undang-undang tersebut ditegaskan lagi melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 337/KMK.011/1981 tanggal 2 Juni 1981 tentang Penunjukan Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja Untuk Menyelenggarakan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 1964 dan UU Nomor 34 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya.
Bahwa ketentuan mengenai besaran santunan dan besaran Iuran wajib dan Sumbangan wajib diatur pertama kali dalam Keputusan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan Nomor B.A.P.N 1-3-39 tanggal 26 April 1965 tentang Hal-Hal Mengenai Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 57 Penumpang dan Keputusan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan Nomor B.A.P.N 1-3-40 tanggal 26 April 1965 tentang Hal-Hal Mengenai Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.010/2017 tentang Besar santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/ Danau, Feri/Penyebrangan, Laut dan Udara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.010/2017 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. B. Penghimpunan dan Pengelolaan Dana UU Nomor 33 dan 34 Tahun 1964 1. Dana yang dikelola Jasa Raharja dihimpun dari:
Iuran Wajib Iuran Wajib merupakan iuran yang wajib dibayarkan oleh setiap penumpang alat angkutan umum baik di darat, laut maupun udara kepada Jasa Raharja yang merupakan bagian dari komponen ongkos angkut dan dibayarkan melalui pengusaha/pemilik alat angkutan penumpang umum yang bersangkutan. Khusus penumpang kereta api untuk jarak kurang dari 50 km dan penumpang angkutan dalam kota dibebaskan dari pembayaran Iuran Wajib namun tetap berhak mendapatkan santunan yang sama jika mengalami kecelakaan.
Sumbangan Wajib Sumbangan Wajib merupakan sumbangan yang wajib dibayarkan oleh pemilik atau pengusaha alat angkutan lalu lintas jalan setiap tahunnya kepada Jasa Raharja melalui mekanisme Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) yang merupakan serangkaian kegiatan dengan Registrasi dan Identifikasi kendaraan bermotor, pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor. Khusus pengusaha/pemilik sepeda motor dengan 50cc atau kurang, kendaraan ambulance, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan jenazah dan kereta api dibebaskan dari pembayaran Sumbangan Wajib namun setiap korban yang ditimbulkannya tetap berhak mendapatkan santunan yang sama. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 58 2. Pengelolaan Dana a. Iuran Wajib dan Sumbangan Wajib yang telah dihimpun oleh Jasa Raharja menjadi dana pertanggungan yang dikelola secara prudent dan digunakan untuk pembayaran ganti kerugian pertangggungan wajib kecelakaan penumpang dan kecelakaan lalu lintas jalan.
Dengan pengelolaan yang prudent tersebut, Jasa Raharja dapat memperoleh Laba dan sebagian dari Laba tersebut disetorkan kepada Negara dalam bentuk Deviden ke dalam APBN yang selanjutnya digunakan untuk pembiayaan pembangunan nasional.
Sebagian laba yang diperoleh Jasa Raharja juga dialokasikan untuk membiayai kegiatan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. C. Prosedur Pelayanan Santunan 1. Korban yang berhak mendapatkan santunan adalah:
Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 1964 Setiap penumpang alat angkutan penumpang umum baik di darat, laut maupun udara yang mengalami kecelakaan saat naik hingga tiba di tempat tujuan dengan menggunakan alat angkutan yang bersangkutan.
Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 1964 Setiap korban yang berada diluar alat angkutan lalu lintas jalan yang menjadi penyebab kecelakaan.
Mekanisme Pembayaran Santunan a. Bukti dasar pengajuan santunan adalah laporan polisi atau laporan dari instansi berwenang lainnya tentang kecelakaan yang telah terjadi.
Korban kecelakaan yang termasuk dalam ruang lingkup jaminan UU Nomor 33 dan 34 Tahun 1964 tersebut dapat mengajukan santunan ke Jasa Raharja paling lambat 6 (enam) bulan setelah terjadinya kecelakaan.
Jangka waktu pertanggungan terhadap korban kecelakaan adalah 365 hari sejak terjadinya kecelakaan.
Dalam hal korban mengalami luka-luka dan terjamin sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Jasa Raharja menerbitkan Surat Jaminan kepada pihak rumah sakit yang merawat korban termasuk biaya P3K dan ambulan.
Bagi korban yang mengalami cacat tetap diberikan santunan berdasarkan surat keterangan dokter tentang jenis cacat tetap yang diderita korban. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 59 f. Khusus korban yang meninggal dunia, santunan dibayarkan kepada ahli waris yang sah.
Sedangkan bagi korban yang tidak memiliki ahli waris, maka kepada pihak yang menyelenggarakan penguburan diberikan penggantian biaya penguburan.
Besaran Santunan Besaran nilai santunan berdasarkan kedua Peraturan Menteri Keuangan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Santunan Meninggal Dunia sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Santunan Cacat Tetap sesuai dengan persentase cacat tetap yang dialami korban maksimum Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Penggantian Biaya Perawatan dan Pengobatan Untuk korban kecelakaan di darat dan di laut diberikan maksimum Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan maksimum Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) untuk korban kecelakaan di udara.
Penggantian Biaya Penguburan Dalam hal korban yang tidak memiliki ahli waris, maka kepada pihak yang menyelenggarakan penguburan korban diberikan penggantian biaya penguburan sebesar Rp. 4.000.000,- (empat juta rupiah).
Manfaat Tambahan Manfaat Tambahan yang diberikan kepada korban kecelakaan adalah sebagai berikut:
Biaya ambulans dan kendaraan yang membawa penumpang ke fasilitas kesehatan maksimum Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah); dan/atau
Biaya Pertolongan pertama pada kecelakaan maksimum Rp.
000.000,- (satu juta rupiah). Dasar pemikiran manfaat tambahan tersebut adalah dengan mempertimbangkan fakta dari hasil penelitian bahwa lebih dari 50% kematian akibat kecelakaan terjadi pada menit-menit pertama korban berada di TKP dan lebih dari 20% kematian terjadi saat perjalanan korban ke Rumah Sakit atau pada hari terjadinya kecelakaan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 60 D. Peningkatan Pelayanan dan Inovasi Sebagai BUMN yang berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik, Jasa Raharja senantiasa melakukan inovasi dan sinergi dengan mitra kerja terkait antara lain:
Mengembangkan komitmen pelayanan dengan akronim PRIME yaitu Proaktif, Ramah, Ikhlas, Mudah dan Empati. Tujuannya adalah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat khususnya korban kecelakaan.
Bekerjasama secara online dengan pihak Kepolisian untuk memperoleh Laporan Polisi yang berbasis program IRSMS ( Integrated Road Safety Management System ) yang terintegrasi dengan sistem Jasa Raharja sehingga setiap data kecelakaan yang teregister di kepolisian dengan mudah diakses untuk segera ditindaklanjuti dengan pelayanan.
Bekerjasama dengan 1.068 rumah sakit di seluruh Indonesia untuk memudahkan pembayaran santunan kepada pihak rumah sakit melalui mekanisme overbooking sehingga pihak korban tidak perlu mengeluarkan uang pribadi untuk membiayai pengobatannya.
Bekerjasama secara online dengan Ditjen Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri untuk mengetahui data maupun identitas korban kecelakaan termasuk ahli waris korban.
Bekerjasama dengan pihak perbankan untuk pembukaan dan pembayaran santunan dengan mekanisme Cash Management System (CMS).
Menyediakan aplikasi santunan online yang dapat diakses oleh masyarakat dengan menggunakan gadget .
Untuk meningkatkan kompetensi pegawai khususnya di bidang pelayanan, setiap pegawai Jasa Raharja yang bertugas di bidang pelayanan harus memiliki Sertifikasi Pelayanan yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Pelayanan (LSP) Jasa Raharja. Lembaga Sertifikasi ini merupakan satu- satunya lembaga yang dibentuk dan dimiliki oleh perusahaan asuransi yang ada di Indonesia dengan mengembangkan skema pelayanan. Inovasi dan komitmen tersebut, berdampak pada capaian kinerja unggul dalam penyelesaian santunan korban meninggal dunia yang ditargetkan selama 6 hari sejak kejadian kecelakaan, dapat direalisasikan rata-rata selama 1 hari 21 jam pada tahun 2017. Sedangkan penyelesaian pengajuan santunan sejak berkas Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 61 lengkap yang ditargetkan selama 1 jam 30 menit, dapat direalisasikan rata-rata 32 menit pada tahun 2017. E. Layanan Daerah Pelosok dan di Lintas Batas 1. Pelayanan yang diberikan Jasa Raharja terbentang dari Sabang sampai ke Merauke hingga menjangkau daerah-daerah pelosok dengan standar pelayanan yang sama.
Jasa Raharja memastikan pelayanan santunan dilakukan sampai ke daerah lintas batas negara seperti di daerah perbatasan Kalimantan Barat (Entikong, Aruk, Nanga Badau) dan Perbatasan NTT (Motain Belu, Motamasin Malaka, Wini, Oepoli) serta di daerah perbatasan Papua (Skouw dan Waris). F. Kepatuhan 1. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) a. Pelayanan yang diberikan Jasa Raharja kepada masyarakat yang menjadi korban kecelakaan senantiasa berpedoman kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) sebagaimana telah digariskan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
Konsistensi penerapan GCG dibuktikan dengan skor yang mencapai 95,28. Skor yang terbilang tinggi di diantara BUMN-BUMN lain.
Pengawasan a. Kegiatan operasional Jasa Raharja baik sistem maupun prosedur pada awalnya diawasi oleh Departemen Keuangan dalam hal ini Bapepam-LK yang kemudian dilanjutkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Jasa Raharja secara periodik diaudit oleh Satuan Pengawasan Intern dan oleh lembaga eksternal seperti Kantor Akuntan Publik (KAP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). G. Kegiatan Peningkatan Keselamatan Berlalu Lintas Untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas dan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, Jasa Raharja turut berpatisipasi antara lain:
Mudik Gratis bersama BUMN setiap tahunnya.
Program Safety Riding dan Jasa Raharja Goes To Campus bekerjasama dengan mitra terkait. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 62 3. Memberikan bantuan sarana dan prasarana untuk pendukung operasional di jalan raya berupa Traffic Cone , Barikade, Rambu-Rambu Lalu Lintas dan sarana lainnya.
Pendidikan dan pelatihan bagi pengemudi angkutan umum yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya.
Sosialisasi kepada masyarakat umum melalui media cetak, elektronik, media sosial dan interaksi langsung dengan masyarakat. Serta upaya-upaya lainnya dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan wujud partisipasi Jasa Raharja dalam upaya keselamatan berlalu lintas. II. KETERANGAN ATAS PASAL YANG DIMOHONKAN UNTUK DIUJI Berdasarkan uraian di atas dan keterangan Pemerintah serta keterangan ahli yang telah disampaikan dalam persidangan sebelumnya, izinkanlah kami menyampaikan penjelasan sebagai berikut:
Kami sependapat dengan keterangan Pemerintah dan Keterangan Ahli bahwa UU Nomor 34 Tahun 1964 tetap relevan dalam memberikan jaminan dan dibutuhkan oleh masyarakat yang mengalami kecelakaan lalu lintas jalan yang disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor dan tetap sejalan dengan UUD 1945.
Kasus Kecelakaan yang terjadi di Jawa Timur Terkait dengan kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Jawa Timur, perkenankan kami atas nama Jasa Raharja menyampaikan duka yang mendalam atas meninggalnya almarhum Rokhim (suami dari Ibu Maria Theresia Asterianti), semoga almarhum dimuliakan disisi Allah SWT. Amin. Adapun kronologis kasus kecelakaan yang dialami almarhum dan dijadikan dasar oleh pemohon untuk mengajukan permohonan uji materi penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 34 Tahun 1964 terhadap UUD 1945 dapat kami jelaskan sebagai berikut :
Kecelakaan yang menimpa korban a.n. Rokhim terjadi pada tanggal 24 Juli 2017 di Jl. A. Yani Surabaya merupakan kecelakaan tunggal.
Jasa Raharja Perwakilan Surabaya telah melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang berlaku yaitu melakukan Penolakan terhadap pengajuan santunan kecelakaan tunggal tersebut kepada ahli waris korban. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 63 c. Penolakan yang dilakukan oleh Jasa Raharja sebelumnya telah didahului dengan penjelasan bahwa kasus kecelakaan tersebut diluar jaminan UU Nomor 34 Tahun 1964. Ahli waris menyatakan bisa menerima dan memahami hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam surat permohonan yang bersangkutan yang ditujukan kepada Jasa Raharja Cabang Jawa Timur. Permohonan tersebut dikabulkan dan dibayarkan santunan secara ex-gratia pada tanggal 25 September 2017.
Ex-Gratia menurut Black Law Dictionary berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris disebut “ by favor ” atau “bantuan”. Ex gratia payment adalah “ A payment not legally required ” especially an insurance payment not required to be made under an insurance policy ” (Pembayaran yang tidak diwajibkan secara hukum khususnya dalam pembayaran ganti rugi yang tidak harus dilakukan berdasarkan perjanjian pertanggungan). Dengan dasar pemahaman tersebut, pembayaran secara ex-gratia merupakan bantuan yang diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan khusus untuk menyelesaikan kasus-kasus pertanggungan. III. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan argumentasi yang telah kami sampaikan di atas, kami memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Jasa Raharja selaku yang diberi amanah oleh pemerintah untuk melayani masyarakat korban kecelakaan lalu lintas dan korban kecelakaan angkutan umum telah bekerja sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Kami sependapat dengan keterangan pemerintah dan keterangan ahli pada persidangan sebelumnya bahwa UU Nomor 34 Tahun 1964 tetap relevan dengan keadaan saat ini dan UU a quo memang diperuntukkan untuk memberikan jaminan kepada Pihak ketiga atau korban yang berada di luar alat angkutan lalu lintas jalan yang menyebabkan kecelakaan dan bukan untuk korban kecelakaan tunggal.
Penyelesaian kasus kecelakaan tunggal yang diajukan oleh Sdri. Maria Theresia sebagaimana yang telah diuraikan tersebut di atas telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 64 [2.5] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini.
PERTIMBANGAN HUKUM Kewenangan Mahkamah [3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076, selanjutnya disebut UU 48/2009), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945; [3.2] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas norma Undang-Undang, in casu Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2721, selanjutnya disebut UU34/1964) terhadap UUD 1945, maka Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 65 Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Pemohon [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
badan hukum publik atau privat; atau
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf a. [3.4] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005, tanggal 31 Mei 2005, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, tanggal 20 September 2007, serta putusan-putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang diberikan olehUUD 1945;
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh para Pemohon dianggapdirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 66 c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab-akibat ( causal verband ) antara kerugian dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan uraian ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syarat-syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum ( legal standing) Pemohon sesuai dengan uraian Pemohon dalam permohonanannya beserta bukti-bukti yang relevan; [3.6] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan sebagai perseorangan warga negara Indonesia dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK): 3578055309700002, sebagaimana terdapat dalam Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon. Pemohon mendalilkan telah mengalami kerugian konstitusional dengan adanya ketentuan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964, dengan alasan sebagai berikut: [3.6.1] Bahwa Pemohon merupakan istri dari Rokhim, warga negara Indonesia dengan NIK 3578052411680004. Suami Pemohon tersebut mengalami kecelakaan tunggal dan meninggal dunia pada tanggal 24 Juli 2017 saat mengendarai sepeda motor. Bahwa kemudian Pemohon mengajukan klaim santunan asuransi atas meninggalnya suami Pemohon tersebut kepada PT. Jasa Raharja, namun demikian klaim tersebut tidak dipenuhi oleh PT. Jasa Raharja dengan alasan selama ini PT. Jasa Raharja tidak memberikan santunan terhadap korban kecelakaan tunggal. PT. Jasa raharja menyatakan bahwa dasar hukum terhadap hal tersebut diatur dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 yang menyatakan: “ (1) Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Namun demikian, bila si korban ini telah dapat jaminan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 67 berdasarkan Undang-Undang tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang No. 33 tahun 1964, maka jaminan hanya diberikan satu kali, yaitu oleh dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut. ” [3.6.2] Bahwa berlakunya ketentuan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 sepanjang kalimat “ Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan”. sangat merugikan hak konstitusional Pemohon, sebab dengan berlakunya ketentuan a quo , hak Pemohon mendapatkan santunan kecelakaan akan terhalangi. [3.6.3] Bahwa, Pasal 4 UU 34/1964 menyatakan, “dana akan memberi kerugian kepadanya atau kepada ahli warisnya.” Bahwa, karena suami korban yang mengalami kecelakaan meninggal dunia maka otomatis santunan diberikan kepada Pemohon sebagai ahli waris dari suami. Sehingga Pemohon mempunyai legal standing di dalam pengajuan Permohonan a quo . [3.7] Menimbang bahwa setelah memeriksa dengan saksama uraian permohonan dan dalil-dalil yang dikemukakan Pemohon, bukti-bukti yang diajukan berkait dengan kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon, menurut Mahkamah Pemohon telah membuktikan sebagai warga negara Indonesia yang merupakan ahli waris dari seorang warga negara yang telah meninggal dunia dikarenakan mengalami kecelakaan lalu lintas, dan bahwa Pemohon telah mengajukan klaim asuransi kepada PT. Jasa Raharja yang kemudian tidak dapat dipenuhi. Bahwa norma Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 yang menjadi objek pengujian a quo dijadikan dasar bagi PT. Jasa Raharja untuk menolak klaim asuransi yang diajukan oleh Pemohon. Dengan demikian, menurut Mahkamah, terlepas dari konstitusionalitas norma a quo yang harus dibuktikan terlebih dahulu pada pokok perkara, terdapat hubungan sebab akibat antara kerugian atau potensi kerugian yang dialami Pemohon dengan norma yang diajukan untuk diuji dan Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 68 Bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah berpendapat Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ) selaku Pemohon dalam permohonan pengujian Undang-Undang a quo ; [3.8] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo , dan Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo , maka Mahkamah selanjutnya akan mempertimbangkan pokok permohonan; POKOK PERMOHONAN [3.9] Menimbang bahwa Pemohon pada pokoknya mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964, yang menyatakan: “ (1) Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Namun demikian, bila si korban ini telah dapat jaminan berdasarkan Undang-undang tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang No. 33 tahun 1964, maka jaminan hanya diberikan satu kali, yaitu oleh dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut. ” sepanjang frasa, “ Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan ” Menurut Pemohon, norma a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 dengan alasan yang pada pokoknya sebagai berikut.
Frasa dimaksud dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 tersebut telah dimaknai secara sempit di mana kecelakaan yang dijamin mendapat santunan kecelakaan hanya yang melibatkan dua kendaraan, bukan satu kendaraan atau kecelakaan tunggal. Sebab, kecelakaan satu kendaraan korbannya ada di dalam alat angkutan itu sendiri, bukan di luar alat angkutan. Sementara, korban kecelakaan tunggal meski tetap membayar Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 69 Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), dalam hal ini suami Pemohon sebagai korban kecelakaan tunggal membayar SWDKLLJ setiap tahunnya, tetapi dinyatakan tidak berhak menerima dana santunan kecelakaan lalu lintas oleh PT. Jasa Raharja.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 telah membuat norma baru, bahkan menjadi norma terselubung. Sebab, Pasal 4 ayat (1) Undang- Undang a quo mengatur bahwa siapapun yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas baik mati maupun cacat tetap dijamin mendapatkan santunan asuransi Jasa Raharja. Sementara dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) menjadi dipersempit bahwa yang mendapatkan santunan kecelakaan lalu lintas adalah mereka yang berada di luar alat angkutan. Dengan demikian, menurut Pemohon, penjelasan norma pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 juga telah menyebabkan Pemohon mendapatkan perlakuan diskriminatif. Sebab, seorang warga negara pembayar SWDKLLJ yang merupakan sumbangan yang tidak dibedakan/dikecualikan untuk kecelakaan tunggal, seharusnya diperlakukan sama dengan semua warga negara yang mengalami kecelakaan lalu lintas tidak tunggal. Dengan demikian, didalilkan Pemohon norma a quo bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945. [3.10] Menimbang bahwa setelah memeriksa secara saksama permohonan Pemohon, bukti-bukti Pemohon, keterangan Presiden, keterangan ahli Presiden, serta keterangan Pihak Terkait PT. Jasa Raharja Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut. [3.11] Menimbang bahwa masalah konstitusionalitas yang dipersoalkan adalah Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 yaitu sepanjang frasa “ Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan” . Penjelasan dimaksud dianggap telah menyebabkan terjadinya ketidak-pastian hukum terhadap Pemohon untuk mendapatkan dana santunan kecelakaan tunggal suaminya. Pada saat yang sama, menurut Pemohon, keberadaan frasa di dalam penjelasan itu pun telah menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap warga negara. Dengan alasan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 70 itu, Pemohon menilai bahwa hak konstitusionalnya sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 terlanggar dan/atau potensial terlanggar. Karena itu, untuk mengakhiri atau menghindari kerugian konstitusional atau potensi kerugian yang dialaminya, Pemohon meminta agar frasa “ Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. [3.12] Menimbang bahwa sehubungan dengan permohonan a quo , terdapat dua persoalan konstitusional yang harus dijawab lebih jauh, yaitu:
Apakah penjelasan norma di dalam pasal a quo sepanjang frasa “ Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan” telah menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum, terutama karena Pemohon selalu membayar SWDKLLJ dan karena terjadinya penyempitan norma Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 telah merugikan hak konstitusional Pemohon sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945? 2. Apakah penjelasan norma di dalam pasal a quo sepanjang frasa “ Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan” telah menyebabkan terjadinya perlakuan diskriminatif terhadap warga negara yang mengalami kecelakaan lalu lintas, sehingga melanggar hak konstitusional Pemohon sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945? Terhadap masalah konstitusional penjelasan norma pasal a quo sebagaimana termanifestasi dalam kedua pertanyaan di atas, Mahkamah berpendapat sebagai berikut: [3.12.1] Bahwa mengenai kepastian hukum penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 sebagaimana didalilkan oleh Pemohon, persoalan hukum yang dikemukakan Pemohon sesungguhnya bukan hanya sekadar apakah norma tersebut mencakup korban kecelakaan tunggal atau tidak, melainkan berhubungan dengan paradigma pertanggungjawaban wajib kecelakaan lalu lintas jalan. Paradigma sistem jaminan sosial terkait pertanggungjawaban wajib kecelakaan lalu lintas jalan yang didesain dalam UU 34/1964 adalah perlindungan publik Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 71 bukan penumpang terhadap kecelakaan yang terjadi dengan alat-alat angkutan dimaksud. Dalam sistem tersebut para pemilik/pengusaha kendaraan bermotor dibebani kewajiban berupa iuran wajib yang ditujukan untuk melindungi rakyat banyak yang menjadi korban kecelakaan lalu-lintas jalan yang disebabkan oleh kendaraaan bermotor atau kereta api. Dalam pengertian demikian, dana pertanggungan diberikan sebagai akibat kecelakaan yang terjadi karena faktor eksternal. [3.12.2] Bahwa paradigma tersebut dapat dipahami berdasar penjelasan umum UU 34/1964, di mana di dalamnya diterangkan bahwa subjek yang menjadi perhatian ketika Undang-Undang a quo dibentuk adalah rakyat banyak yang menjadi korban risiko-risiko teknik modern dibanding para pemilik atau pengusaha alat-alat modern yang bersangkutan. Lebih jauh, apabila dilacak Memory van Toelichting (MvT) Undang-Undang a quo, perlindungan dasar yang diatur di dalamnya adalah dimaksud untuk kepentingan umum dan setaraf dengan kemajuan teknik modern. Di mana, dalam kehidupan manusia bermasyarakat terkandung bahaya yang semakin meningkat disebabkan kecelakaan di luar kesalahannya (faktor eksternal). Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa tujuan diatur dan dipungutnya dana kecelakaan lalu-lintas adalah untuk melindungi korban kecelakaan yang bukan penumpang atau mereka yang berada di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan itu. Paradigma yang demikian diatur secara konsisten dalam Undang-Undang a quo , khususnya dalam hal kewajiban pembayaran iuran atau sumbangan kecelakaan lalu-lintas (SWDKLLJ) yang difungsikan sebagai dana untuk asuransi sosial kecelakaan lalu lintas jalan. Dalam hal ini, SWDKLLJ merupakan pembayaran premi berupa sumbangan wajib sebagai bentuk pengalihan resiko dari pemilik kendaraan kepada Pemerintah yang dalam hal ini penanggung jawabnya adalah PT. Jasa Raharja. Dalam hal ini, SWDKLLJ dimaksud memiliki pengertian berbeda jikalau dibandingkan dengan premi yang dikutip pada asuransi umum karena itu dana tersebut disebut sebagai iuran wajib dan bukan disebut sebagai asuransi. Oleh karena berbeda, maka iuran wajib berupa SWDKLLJ tidak dapat disamakan dengan premi dalam konteks asuransi umum di mana setiap orang yang membayar premi berhak atas klaim asurasi yang diperjanjikan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 72 [3.12.3] Bahwa konsistensi paradigma UU 34/1964 juga diturunkan lebih jauh terhadap pengaturan yang terkait dengan pihak yang berhak menerima pembayaran ganti rugi. Pihak yang berhak menerima atau korban adalah setiap orang yang menjadi korban mati atau cacat permanen akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan lalu-lintas jalan [Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964]. Kemudian, dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang a quo ditegaskan bahwa setiap orang tersebut adalah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Dengan kata lain, Undang-Undang a quo memang didesain untuk memberikan santunan kepada mereka yang menjadi korban kecelakaan yang bukan penumpang, maupun pengendara kendaraan atau alat angkutan. [3.12.4] Bahwa yang dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 terkait dengan pihak yang berhak menerima pembayaran dana dan pertanggungan merupakan turunan dari paradigma pertanggungjawaban wajib kecelakaan lalu- lintas jalan yang dibangun dalam UU 34/1964. Dengan demikian, tidak terdapat penyempitan makna dari apa yang dikehendaki oleh norma yang termaktub di dalam batang tubuh Undang-Undang dimaksud, dalam hal ini pengaturan dalam Pasal 4 UU 34/1964. Dikarenakan maksud tersebut, pembatasan yang terkait subjek penerima pembayaran dana dan pertanggungan sebagaimana termaktub di dalam penjelasan norma tersebut telah sesuai dan sebangun dengan semangat pembentuk atau paradigma jaminan sosial kecelakaan lalu-lintas dalam Undang- Undang a quo . Lebih jauh, paradigma dimaksud linear dengan dikecualikannya kecelakaan tunggal dari jenis kecelakaan yang tidak dijamin oleh UU 34/1964. Kecelakaan tunggal diposisikan sebagai kecelakaan yang tidak dipengaruhi faktor eksternal. Selain itu, kecelakaan tunggal disebabkan karena faktor internal korban kecelakaan itu sendiri, seperti mengantuk, mabuk, dan kelalaian saat mengendara kendaraaan. Apabila kecelakaan tunggal dimasukkan dalam pertanggungan kecelakaan sebagaimana diatur dalam UU 34/1964, justru hal tersebut akan menyebabkan paradigma jaminan sosial dalam Undang-Undang a quo bergeser ke sesuatu yang tidak dikehendaki saat pembentukannya. Jaminan sosial tidak lagi dimaksud bagi korban kecelakaan yang berada di luar alat angkutan, melainkan bagi setiap korban kecelakaan. Padahal, Undang-Undang a quo tidak dimaksud untuk itu. Lagi pula, sebagaimana disitir sebelumnya konsep pertanggungan dalam Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 73 UU 34/1964 berbeda dengan konsep asuransi kecelakaan pada umumnya. Selain itu, dengan membayar iuran wajib SWDKLLJ, Pemohon mendalilkan bahwa suaminya berhak untuk memperoleh pembayaran dana kecelakaan. Hanya saja, karena tidak dibayarkan oleh Jasa Raharja, maka hal demikian menurut Pemohon telah menyebabkan hak Pemohon untuk memperoleh kepastian hukum telah dilanggar. Menurut Mahkamah, sebagaimana telah dijelaskan di atas, paradigma jaminan sosial yang diatur dalam UU 34/1964 sejak awal memang hanya dimaksudkan dan dibatasi untuk kecelakaan terhadap mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan dan tidak tercakup kecelakaan tunggal. Oleh karena pembatasan yang dikemukakan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 linear dengan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang a quo , maka tidak terdapat ketidakpastian hukum terkait keberadaan Penjelasan norma Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 sehingga tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menyatakan keberlakuannya telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. [3.13] Menimbang bahwa terkait dengan dalil Pemohon ihwal penjelasan Pasal 4 ayat (1) telah mempersempit maksud Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 dimaksud, padahal dengan merujuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bagian penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma, Mahkamah berpendapat sebagai berikut: [3.13.1] Bahwa menurut Mahkamah, Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang- Undang a quo hanya menjelaskan tentang siapa yang dimaksud dengan frasa “setiap orang” dan menjelaskan frasa “disebabkan oleh alat angkutan” dalam Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964, bukan menambah norma baru. Sebab memang seperti itulah maksud dibuatnya Undang-Undang a quo . Dalam hal ini, frasa “setiap orang” dimaksudkan sebagai bukan tiap-tiap orang, melainkan hanya mereka yang berada di jalan. Frasa “oleh alat angkutan” dijelaskan dengan frasa “di luar alat angkutan”, yang berarti sebagai faktor eksternal yang menyebabkan seseorang mati atau cacat tetap. Artinya hanya orang yang mengalami kecelakaan di jalan yang disebabkan oleh alat angkutan sebagai faktor eksternal saja yang diatur Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 74 sebagai subjek yang akan menerima dana kerugian akibat kecelakaan. Dengan demikian, Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 sama sekali tidak mempersempit norma Pasal 4 ayat (1) melainkan hanya memperjelas atau membuat terang saja, yang justru menjamin bahwa Undang-Undang a quo sejalan dengan maksud pembentukannya. [3.13.2] Bahwa kesan penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang a quo mempersempit norma Pasal 4 ayat (1) sebagaimana didalilkan Pemohon timbul jika tidak memperhatikan hubungan sistematis semua norma Undang-Undang a quo , mulai dari konsideran, batang tubuh dan penjelasannya. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) hanya sekadar memperjelas maksud yang dikehendaki Pasal 4 ayat (1), sehingga ia tidak dapat dianggap atau dinilai telah membuat peraturan lebih lanjut atau mencantumkan rumusan yang berisi norma baru. Demikian pula apabila dihubungkan dengan paradigma jaminan sosial dalam UU 34/1964, dalil bahwa penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang a quo telah mempersempit maksud norma Pasal 4 ayat (1) juga tidak beralasan. Sebab, penjelasan Pasal 4 ayat (1) justru bertujuan untuk mempertegas konsistensi Pasal 4 ayat (1) dengan filosofi atau paradigma dan tujuan dibentuknya UU 34/1964. Dengan penjelasan itu, makin terang bahwa pertanggungan yang diatur dalam UU 34/1964 adalah untuk orang yang menjadi korban kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan dan orang itu berada di luar alat angkutan dimaksud. Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, dalil Pemohon yang menyatakan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tidak beralasan menurut hukum. [3.14] Menimbang bahwa terhadap dalil Pemohon yang menganggap bahwa Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 bersifat diskriminatif dengan alasan bahwa pembayaran SWDKLLJ tidak membeda-bedakan bentuk kecelakaan untuk mendapat santunan, sementara menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 korban kecelakaan tunggal tidak mendapatkan pertanggungan, sehingga bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945, Mahkamah berpendapat sebagai berikut: [3.14.1] Bahwa sebelum lebih jauh memberikan pendapat terkait dalil a quo , perlu dipertegas, dalam sejumlah putusan terdahulu Mahkamah telah memberikan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 75 pembatasan terhadap apa yang dimaksud dengan diskriminasi. Misalnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-17/PUU-V/2007, bertanggal 11 Desember 2007, yang menyatakan bahwa diskriminasi sebagai sesuatu yang dilarang dalam rangka perlindungan hak asasi manusia adalah “ setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya ”. [vide Pasal 1 angka 3 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Article 2 Paragraph (1) International Covenant on Civil and Political Rights]. Berdasarkan pengaturan tersebut, diskriminasi adalah berbeda dan harus dibedakan dengan tindakan atau kebijakan pembatasan hak asasi manusia yang diatur dengan undang-undang di mana pembatasan hak asasi dapat dibenarkan sesuai ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, yaitu pembatasan terhadap hak dan kebebasan yang diatur dengan undang-undang dapat dibenarkan sepanjang untuk maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis. [3.14.2] Bahwa dalil Pemohon, yaituihwal siapa subjek yang dapat menerima dana pertanggungan dari sistem pertanggungjawaban wajib kecelakaan lalu-lintas jalan dalam Undang-Undang a quo telah menyebabkan terjadinya diskriminasi, menurut Mahkamah tidaklah tepat. Sebab, pertama , sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) dan Penjelasannya, UU 34/1964 memang membatasi hak sejumlah orang untuk dapat menjadi subjek penerima pembayaran dana pertanggunggan kecelakaan. Di mana, hanya orang atau mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan saja yang berhak mendapatkan jaminan. Hanya saja, pembatasan dimaksud sama sekali bukan pembatasan untuk tujuan memberikan perlakuan berbeda terhadap warga negara atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Pembatasan hanya dilakukan atas dasar jenis korban kecelakaan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 76 Pembatasan yang demikian sama sekali tidak dapat dianggap sebagai kebijakan yang diskriminatif. Lebih-lebih, kebijakan atau aturan tersebut berlaku secara umum bagi semua warga negara yang mengalami kecelakaan lalu-lintas. Kedua, bahwa sesuai dengan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 sebagaimana disinggung sebelumnya, pembatasan terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan dengan undang-undang sepanjang sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis. Dalam hubungannya dengan pokok permohonan a quo , paradigma pembentukan UU 34/1964 adalah berangkat dari paradigma perlindungan bagi masyarakat lain yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas, di mana kecelakaan terjadi bukan karena kesalahannya, tidak bertentangan dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan juga ketertiban umum. Masyarakat yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas memang selayaknya mendapatkan jaminan dari negara dan dibayarkan dari iuran wajib yang dibebankan kepada setiap pemilik atau pengusaha angkutan umum. Oleh karena itu, penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 sama sekali tidak dapat dinilai telah mengandung diskriminasi sehingga bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 sebagaimana didalilkan Pemohon. [3.14.3] Bahwa lebih jauh, sehubungan dengan kasus konkret yang dialami oleh Pemohon, di mana suami Pemohon yang mengalami kecelakaan tunggal akibat mengantuk sehingga motor yang dikendarainya menabrak pembatas jalan sehingga jatuh dan berujung dengan meninggal dunia, termasuk jenis kecelakaan tunggal yang memang tidak dapat ditanggung sesuai dengan UU 34/1964. Meski demikian, sebagaimana diterangkan Pihak Terkait, kepada keluarga yang bersangkutan telah diberikan santunan secara ex-gratia sebagai kebijakan perusahaan sesuai dengan Keputusan Direksi Nomor KEP/205.2/2013, tanggal 31 Oktober 2013. Secara sepintas, kebijakan tersebut terkesan telah bertentangan dengan pembatasan subjek yang berhak menerima jaminan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964, namun kebijakan tersebut masih dalam kerangka perlindungan terhadap masyarakat dalam kecelakaan lalu-lintas. Lebih jauh, sepanjang santunan secara ex-gratia tidak diposisikan dan tidak dimaksudkan sebagai bagian dari jaminan kecelakaan sesuai Undang-Undang a quo , maka diskresi itu sama sekali tidak keluar dari apa yang diatur Undang-Undang dimaksud. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 77 [3.14.4] Bahwa, sebaliknya, pemberian santunan secara ex-gratia justru semakin mempertegas bahwa regulasi terkait jaminan sosial kecelakaan yang diatur dalam UU 34/1964 sama sekali tidak mengandung diskriminasi. Santunan ex-gratia merupakan wujud kepedulian negara terhadap korban kecelakaan tunggal yang memenuhi syarat-syarat tertentu, salah satunya korban merupakan kepala keluarga. Dalam hal ini, negara tidak serta-merta diam saja dalam kasus kecelakaan tunggal, melainkan telah mengambil bagian melalui jalur yang bukan merupakan bagian dari jaminan sosial yang diatur UU 34/1964. Perihal belum adanya pengaturan dalam bentuk undang-undang ( rechtsvacuum ) tentang santunan bagi mereka yang mengalami kecelakaan tunggal, hal itu tidaklah berarti Undang-Undang a quo tidak konstitusional, sebab memang bukan demikian maksud dibentuknya undang-undang ini. Dengan kata lain, perlunya ada pengaturan perihal pemberian santunan bagi mereka yang mengalami kecelakaan tunggal harus dipertimbangkan sebagai bagian dari ius constituendum untuk masa yang akan datang karena adanya tuntutan kebutuhan untuk itu, bukan dengan “menyalahkan” undang-undang a quo. [3.14.5] Bahwa terkait asuransi yang dapat diterima suami Pemohon sebagai korban kecelakaan tunggal, sebagaimana diterangkan Pemerintah, hal itu dapat ia peroleh dari asuransi kecelakaan kerja sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam konteks ini, kesempatan pemohon untuk memperoleh asuransi terkait kecelakaan yang dialami sama sekali tidak tertutup, melainkan terdapat sarana lain yang lebih sesuai. Sehubungan dengan itu, dalil Pemohon berkenaan dengan keberadaan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum. [3.15] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan di atas, menurut Mahkamah permohonan Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU 34/1964 sepanjang frasa “ Yang mendapatkan jaminan berdasarkan Undang-undang ini ialah mereka yang berada di jalan di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan” tidak beralasan menurut hukum. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 78 4. KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan _a quo; _ [4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukumuntuk mengajukan permohonan a quo ; [4.3] Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
AMAR PUTUSAN Mengadili, Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Saldi Isra, Aswanto, I Dewa Gede Palguna, Wahiduddin Adams, Maria Farida Indrati, dan Manahan M.P Sitompul, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Rabu, tanggal empat belas, bulan Maret, tahun dua ribu delapan belas, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal dua puluh enam, bulan April, tahun dua ribu delapan belas, selesai diucapkan pukul 15.50 WIB , oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Aswanto, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 79 dan Manahan M.P Sitompul, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Ery Satria Pamungkas sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon atau yang mewakili, Presiden atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, dan Pihak Terkait atau yang mewakili. KETUA, ttd. Anwar Usman ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Aswanto ttd. I Dewa Gede Palguna ttd. Saldi Isra ttd. Arief Hidayat ttd. Wahiduddin Adams ttd. Suhartoyo ttd. Manahan MP Sitompul PANITERA PENGGANTI, ttd. Ery Satria Pamungkas Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Uji materiil terhadap PP 33 tahun 2014 ttg jenis dan tarif atas PNBP yg berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehut ...
Relevan terhadap
Ayat 1 : Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
keadilan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 134 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 135 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Penjelasan Pasal 6 Huruf g : Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-Undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 maka pada pokoknya dijelaskan bahwa dalam melakukan penyelenggaraan rehabilitasi hutan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif. Berpedoman pada ketentuan aquo maka penyelenggaraan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH oleh Termohon I dan Termohon II melalui perumusan dan pembuatan kebijakan dan regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – sepatutnya dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif dan juga harus mematuhi norma dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 Huruf c dan Huruf d dan Pasal 6 Ayat (1) Huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pembentukan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 22 huruf d, huruf q angka 4 dan angka 7 serta huruf r angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan juga diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat 2, ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 tidak melalui pendekatan partisipatif dan juga bertentangan dengan asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan, asas dapat dilaksanakan, asas keadilan dan asas kejelasan rumusan. Hal ini didasarkan pada argumentasi-argumentasi sebagai berikut:
. Dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 hanya mengatur dan mencantumkan secara tegas mengenai rehabilitasi hutan didalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan) dan sebaliknya tidak pernah mengatur secara tegas mengenai adanya norma Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 135 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 136 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 kewajiban penanaman pohon dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH ( Vide Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3). Oleh karena itu, maka materi dalam Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – sebagai norma pelaksana dari Undang-Undang tidak boleh menyimpang dan bertentangan dengan Undang-Undang ( in casu UU Nomor 41 Tahun 1999 sebagai UU Sektoral yang mengatur secara khusus atau lex specialis tentang Kehutanan) sebagai norma yang lebih tinggi hierarkinya;
. Berdasarkan batasan wilayah maka kegiatan rehabilitasi sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tersebut sepatutnya direlasikan dan dipahami dengan ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 sehingga rehabilitasi yang dilakukan oleh pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH hanya untuk penggunaan kawasan hutan yang menimbulkan kerusakan hutan secara limitatif, yaitu terbatas hanya untuk kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung (dalam area IPPKH) yang timbul kerusakan sebagai akibat dari digunakan untuk kepentingan pertambangan. Sebaliknya dalam Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 –menciptakan rumusan norma baru – berupa dimasukkannya norma kewajiban rehabilitasi DAS diluar area IPPKH – yang tidak pernah diatur dan bertentangan serta berbeda dengan esensi dan intepretasi sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 ( Vide ketentuan Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3 juncto Pasal 38 ayat 1 dan ayat 3);
. Perumusan dan pemberlakuan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH secara sosiologis, tidak mencerminkan dan juga bertentangan dengan asas dapat dilaksanakan dan asas keadilan sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 5 Huruf c dan Huruf d serta Ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf g UU Nomor 12 Tahun 2011. Hal ini dapat dilihat dari adanya reaksi dan tanggapan secara sosiologis dari beberapa pelaku usaha bidang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 136 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 137 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 pertambangan melalui Pemohon I dan Pemohon II yang sungguh sangat berkeberatan dengan dikenakannya kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH. konsekuensi dari adanya pengenaan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH tersebut – yang secara hierarki tidak pernah diatur dan tidak pernah direkognisi serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 – telah menimbulkan tambahan beban finansial ekonomis yang sangat luar biasa yang harus ditanggung oleh para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH. Adanya tambahan beban tersebut – berupa kewajiban penanaman dalam rangka rehabiltasi DAS dan adanya multi pungutan yang salah satunya bersifat imajiner dan liar yang bernama PNBP – tentunya menimbulkan biaya operasional tambahan bagi pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH yang berakibat menimbulkan kerugian yang sangat signifikan sehingga berpotensi dapat mengganggu keberlanjutan/kelanjutan kegiatan usaha bagi pelaku usaha pemegang IPPKH. Hal ini sebagaimana pernah dikemukakan oleh Para Pemohon melalui korespondensi tertulis yang ditujukan kepada Para Termohon dalam rangka Pembentukan Dan Penyusunan Peraturan Pemerintah Tentang Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi DAS (vide Bukti P-10G, Bukti P-10H, Bukti P-10I, Bukti P-10J, Bukti P-10K, Bukti P-10L dan Bukti P-10M).
. Dimunculkannya rumusan norma baru tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH dalam bentuk Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – merupakan rumusan yang tidak jelas karena secara hierarki dan jenis serta materi muatan, rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH tidak pernah diatur dan juga tidak pernah dicantumkan secara tegas (eksplisit) dalam rumusan norma dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 ( Vide Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3,) sehingga menimbulkan intepretasi yang berbeda dan bertentang dengan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 137 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 138 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 esensi dan intepretasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ketentuan Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3 juncto Pasal 38 ayat 1 dan ayat 3 uu Nomor 41 Tahun 1999; Berdasarkan argumentasi-argumentasi tersebut diatas maka pencantuman dan pemberlakuan norma kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH dalam bentuk Peraturan Pemerintah merupakan bentuk penyelundupan norma yang mengingkari dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3), ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 dan ketentuan Pasal 5 huruf c,huruf d dan huruf f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011; Oleh karena itu, ketentuan Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 22 huruf d, huruf q angka 4 dan angka 7 serta huruf r angka 5 dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan juga diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat 2, ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 Dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 sangat beralasan secara hukum untuk dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum; V. PETITUM PERMOHONAN. Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana yang dikemukakan di atas oleh Para Pemohon, maka Para Pemohon memohon kepada Yang Terhormat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia casu quo Yang Terhormat Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memeriksa dan mengadili permohonan hak uji materiil ( judicial review ) aquo , agar berkenan kiranya untuk memberikan putusan sebagai berikut:
Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon I dan Pemohon II (Para Pemohon) untuk seluruhnya;
Menyatakan ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 138 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 139 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang- Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 6 Ayat (2) Huruf b dan Ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Huruf b dan Huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan Bertentangan Dengan Peraturan Perundang- Undangan Yang Lebih Tinggi Yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 5 Ayat (2) Huruf b Angka 1, Pasal 19 Ayat (1) Huruf c dan Huruf d, Pasal 22 Huruf d, Huruf e, Huruf q Angka 4 dan Angka 7, Huruf r Angka 4 dan Angka 5, dan Pasal 47 Ayat (1) Huruf a dan Ayat (2) Huruf b dan Huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan bertentangan dengan Peraturan Perundang- Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 139 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 140 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 1 ayat 2, ayat 3 dan ayat 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Menyatakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Huruf a dan Huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Menyatakan ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf b dan Ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Menyatakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 140 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 141 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 huruf a dan ayat (2) huruf b dann huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Memerintahkan kepada Termohon I ( in casu Presiden Republik Indonesia) mencabut Ketentuan Pasal 1 ayat 2, ayat 3 dan ayat 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3; Dan Ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan Termasuk Ketentuan Pasal 6 Ayat (2) Huruf b dan Ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
Memerintahkan kepada Termohon II ( in casu Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republk Indonesia) mencabut Ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5 dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b dan huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 dan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 141 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 142 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/ Kum.1/11/2016;
Memerintahkan Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia mencantumkan petikan putusan ini dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya negara;
Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk membayar biaya perkara. ATAU, Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memeriksa dan mengadili permohonan hak uji materiil ( judicial review ) aquo berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya ( Ex Aequo Et Bono ). Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti, yaitu sebagai berikut: No. Kode KETERANGAN 1. P-1A Akta Pernyataan Keputusan Rapat Musyawarah Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (Indonesian Coal Mining Association) Nomor 7 tertanggal 6 Mei 2015; P-1B Kartu Tanda Penduduk Nomor 3171061705790002 atas nama Pandu Patria Sjahrir P-1C Akta Pernyatan Keputusan Rapat Badan Pengurus Perkumpulan Asosiasi Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining Association) Nomor 39 tertanggal 22 Desember 2016 P-1D Kartu Tanda Penduduk Nomor 3276020109650010 atas nama Maringan M.I.H. Hutabarat.
P-2A Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Pener i maan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Angka 1 , Angka 2, Angka 3 yang ditetapkan di Jakarta pada tangga l 16 Me i 2014 - vide Ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) termasuk Lampiran Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 Peraturan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 142 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 143 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 20 1 4 P-2B Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 201 0 tentang Penggunaan Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 2010 - vide Ketentuan Pasal 21 Ayat (1) Huruf a dan Huruf b P-2C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomo r 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2015 - vide Ketentuan Pasal 6 ayat 2 huruf b, Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c 3. P-3A Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan berikut lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P . 50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Te n tan g Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2016 - vide Ketentuan Pasal 5 ayat (2) huru f b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b dan huruf c P-3B Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Beriku t Lampiran Angka Romawi I Sampai Dengan Lampiran Angka Romawi VIII yang ditetapkan di Jakarta pada tangga l 22 November 2016 vide Ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) , Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) , Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) 4. P-4A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 - vide Pasal 23A P-4B Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung - vide Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) P-4C Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman - vide Pasal 20 Ayat (2) Huruf b dan ketentuan Pasa i 20 Ayat (3) P-4D Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung - vide Pasal 31A Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) P-4E Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil - vide Pasal 1 ayat (1) 5. P-5A Akta Anggaran Dasar APBI-ICMA Asosiasi Pertambanga n Batubara Indonesia (Indonesian Coal Mining Association ) N omor 01 tanggal 22 Maret 2007 yang dibuat oleh dan dihadapan Notar i s Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 143 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 144 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Ratih Gondo Kusumo, S.H. P-5B Akta Pernyataan Keputusan Musyawarah Anggota A sos i as i Pertambangan Batubara Indonesia ( APBI-ICMA) I ndonesian C oa l Mining Association Nomor 20 tanggal 22 Juni 2009 6. P-6A Akta Perubahan Akta Pendir i an Perkumpu l an A sosia si Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining A ssoc i ation ) N o m o r 1 7 t anggal 17 Juni 2011 yang dibuat o l eh dan dihadapa n Nota ri s Ratih Gondokusumo Siswono, S . H. P-6B Akta Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Pertambangan In do n esia ( Indonesian Mining Association) Nomor 1 8 tangga l 1 7 Juni 2011 yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Ratih Gondokusumo Siswono, S.H .;
P-7 Undang-Undang Nomor 1 2 T ahun 20 11 t en t ang Pemben t uka n Peratu r an Perundang - undangan - vide Pasa l 3 , Pasa l 5 H u ruf c da n Huruf d , dan Penje l asan Pasal 5 Hur u f c da n Huruf d, Ketentua n Pasa l 6 Aya t (1) Hur u f g dan Penjelasan P asa l 6 A y a t (1) H uruf g , d a n P asa l 1 2.
P-8 Peraturan Menteri L i ngkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia P.27/Menlhk/Setjen/Keu-1/2/2016 Tahun 2016 tentang Pedoman Tata Cara Pengurusan Piutang Negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ("PERMEN LHK RI Nomor P.27/Menlhk/Setjen/Keu- 1/212016 "). 9. P-9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 88/PMK . 06/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 128/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 163/PMK . 06/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 128/PMK.06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK . 06/2016 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1 28/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara.
P-10A P-10B P-10C Surat Nomor 187/APBI-ICMA/V/2007, tertanggal 23 Mei 2007 perihal PNBP Kehutanan Surat Nomor 549/APBI-ICMA/XII/2012, tertanggal 18 Desember 2012, perihal RPP Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Penggunaan Kawasan Hutan; Surat Nomor 040/API/IMA/IV/2014 dan Nomor 138/APBI- I CMA/IV/2014, tertanggal 22 April 2014, perihal Tanggapan API-IMA dan APBI-ICMA Terhadap Rencana Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 144 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 145 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 P-10D P-10E P-10F P-10G P-10H P-10I P-10J P-10K P-10L Surat Nomor 330/APBI-ICMA/VIII/2014 tertanggal 26 Agustus 2014, Perihal Implikasi Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Diluar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan; Surat Nomor 331/APBI-ICMA/VIII/2014, tertanggal 27 Agustus 2014, Perihal Implikasi Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan; Surat Nomor 019/APBI-ICMA/III/2015 dan Nomor 056/API- IMA/III/2015 tertanggal 31 Maret 2015 Tentang Permohonan Peninjauan Kembali PP Nomor 24 Tahun 2010 dan PP Nomor 33 Tahun 2014; Surat Nomor 349/APBI-ICMA/VIII/2014 tertanggal 28 Agustus 2014 Perihal Permohonan Pembatalan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Jenis Tarif dan Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Sektor Kehutanan; Surat Nomor 030/APBI-ICMA/V/2015, tertanggal 25 Mei 2015 , Perihal Permohonan Peninjauan Kembali Peraturan Menteri Kehutanan No.P.16/Menhut-II tanggal 20 Maret 2014 dan No.P.87/Menhut- II/2014 tanggal 29 September 2014; Surat Nomor 035/APBI-ICMA/VI/2015, tertanggal 26 Juni 2015 , Perihal Masukan Terhadap Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan hutan; Surat Nomor 001/APBI-ICMA/I/2016, tertanggal 11 J anuar i 2016, Perihal Permohonan Pembahasan Kembali Revisi Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan; Surat Nomor 030/APBI-ICMA/IX/2016, tertanggal 7 September 2016 , Perihal Tanggapan Terhadap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. No.P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang 'I Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan ("Permenlhk P.50/2016”) Surat Nomor 146/API/IMA/XII/2016, Nomor 037/APBI-ICMA/XII/2014 , Tertanggal 19 Desember 2016, Perihal Permohonan Dukungan Penye!esaian Hambatan Dalam Pelaksanaan Kewajiban Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 145 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 146 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 P-10M Surat Nomor 006/API-IMA/II/2017 dan Nomor 017/APBI- ICMA/II/2017, tertanggal 27 Februari 2017, Perihal Permohonan Dukungan Penyelesaian Hambatan Dalam Pelaksanaan Kewajiban Rehabilitasi DAS Bagi Pemegang IPPKH .
P-11A P-11B P-11C P-11D Artikel Online - Royalti Naik, Perusahaan Batu Bara Terancam Bangkrut Dipublikasikan tanggal 1 Juli 2015 Sumber : https: //ekbis.sindonews.com/read/1019004/34/royalti-naik- perusahaan-batu-bara-terancam-bangkrut- 1435744806 Artikel Online - Terdampak Krisis Global, Perusahaan Tambang Tutup Dipublikasikan tanggal11 Febuari 2016 Sumber : http: //www.borneonews.co.id/berita/28470-terdampak- krisis- global-perusahaan-tambang-tutup Artikel Online - Batubara Terjun Royalti Turun Dipublikasi tanggal 09 Agustus 2015 Sumber : http: //www.gresnews.com/berita/ekonomi/9098-batubara- terjun-royalti-turun/3/ Artikel Online - Tambang Batu Bara, Awal Kloter Gulung Tikar Dipublikasikan tanggal 29 Febuar i 2016 Sumber : http: //majalahpeluang.com/tambangbatu-bara-awal- Kloter-gulung-tikar/ 12. P-12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak - vide Pasal 2 Ayat (2) dan Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) , Pasal 3 Ayat (1) dan Ayat (2) serta Penjelasan Pasal 3 Aya t (1) dan Aya t (2). 13 P-13 Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan - vide Pasal 38 Ayat (1) dan Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) dan Ayat (3), Pasal 42 Ayat (2) dan Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (1) dan Ayat (2). Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil tersebut telah disampaikan kepada Termohon pada tanggal 25 April 2017 berdasarkan Surat Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 31/PER- PSG/IV/31 P/HUM/2017 , Tanggal 25 April 2017 _; _ Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Para Termohon telah mengajukan jawaban tanggal 21 Juni 2017, yang pada pokoknya sebagai berikut; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 146 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 147 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 I. POKOK-POKOK PERMOHONAN PEMOHON A. UJI MATERIIL TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH Bahwa pada intinya Para Pemohon mengajukan uji materi terkait ketentuan dalam PP a quo yang menyangkut:
Ketentuan yang berkaitan dengan Pembayaran PNBP dalam PP a quo (PP 33/2014, PP 24/2010, dan PP 105/2015):
Bahwa pengenaan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjampakaikan dan seluruh area perjanjian pinjam pakai kawasan hutan khususnya dalam rangka kegiatan pertambangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan (5) dan Lampiran PP 33/2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b PP 105/2015, merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang pengaturannya harus diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan PP, sehingga bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011.
Pasal a quo juga bertentangan dengan UU 41/1999 yang merupakan lex spesialis tentang kehutanan tersebut tidak pernah diatur dan disebutkan secara jelas dan tegas mengenai adanya PNBP atas penggunaan pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan (kegiatan non-kehutanan). Menurut Para Pemohon, UU 41/1999 tidak pernah mengatur pengenaan PNBP kepada pelaku usaha di bidang pertambangan selaku pemegang IPPKH (Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) atas timbulnya kerusakan terhadap seluruh kawasan hutan yang dipinjampakaikan, namun hanya mengatur mengenai rekognisi adanya kewajiban yang terbatas pada kawasan yang nyata telah timbul kerusakan ( limitatif ) berupa melakukan reklamasi dan rehabilitasi serta membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha dengan adanya tambahan beban ekonomi terhadap adanya pungutan PNBP yang imajiner, liar, serta multi pungutan. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 147 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 148 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 2. Ketentuan yang berkaitan dengan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Pasal 21 ayat (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, bertentangan dengan bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) jo. Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Kehutanan dan Pasal 5 huruf c, d, f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011, karena rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar area IPPKH tidak diatur dan dicantumkan secara tegas dalam UU Kehutanan sehingga pemberlakuan norma kewajiban tersebut dalam bentuk PP merupakan bentuk penyelundupan norma. Dalam UU Kehutanan hanya mengatur mengenai rehabilitasi hutan di dalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan). B. UJI MATERIIL TERHADAP PERATURAN MENTERI Bahwa Para Pemohon mengajukan uji materi terkait ketentuan dalam Permen a quo yaitu sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf d, Pasal 22 huruf e dan r angka 4, Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf c Permen LHK 50/2016 yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, UU PNBP, UU Kehutanan, dan UU 12/2011;
Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permenlhk 89/2016yang dianggap bertentangan dengan UU Kehutanan dan UU 12/2011. Menurut Para Pemohon pada intinya menganggap kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)di luar areal IPPKH bagi pemegang IPPKH dalam ketentuan Permen a quo harus berpedoman pada UU Kehutanan, sehingga ketentuan a quo bertentangan dengan UU Kehutanan dan juga UU 12/2011. Sehingga Para Pemohon mohon agar PP a quo dan Permen a quo dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku untuk umum. II. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING) PARA PEMOHON Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 148 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 149 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Berkenaan dengan legal standing ( persona standi in judicio ) dan kepentingan hukum Para Pemohon dalam perkara aquo , Termohon menyampaikan penjelasan sebagai berikut: PARA PEMOHON TIDAK MEMPUNYAI KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) UNTUK MENGUJI KETENTUAN PASAL 1 AYAT (2), AYAT (3) DAN (5) DAN LAMPIRAN PP 33 TAHUN 2014, PASAL 21 AYAT (1) HURUF aPP 24TAHUN 2010, PASAL 6 AYAT (2) HURUF b ANGKA 1 DAN PASAL 15 AYAT (1) HURUF B PP 105/2015 DAN PASAL 5 AYAT (2) HURUF b ANGKA 1, PASAL 19 AYAT (1) HURUF d, PASAL 22 HURUF e DAN r ANGKA 4, PASAL 47 AYAT (1) HURUF a DAN AYAT (2) HURUF c PERMEN LHK 50/2016; PASAL 15 AYAT (1), AYAT (2), DAN AYAT (3), PASAL 28 AYAT (1), AYAT (2), DAN AYAT (3), DAN AYAT (4), PASAL 30 AYAT (1) DAN AYAT (2), PASAL 38, PASAL 39 AYAT (1) DAN AYAT (2) PERMENLHK 89/2016 Bahwa ketentuan Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang berbunyi: “Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang...” Bahwa ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, berbunyi: “Pemohon keberatan adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari undang-undang”. Ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa permohonan keberatan uji materiil hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak yang tepat dan adanya kerugian langsung yang diderita oleh pihak-pihak tersebut,dan benar- benar diakibatkan karena berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan uji materi tersebut. Menurut Termohon, Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum didasarkan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 149 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 150 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 1. Bahwa dalam permohonannya Para Pemohon tidak menguraikan secara spesifik/jelas kedudukan hukumnya apakah sebagai “kelompok masyarakat atau perorangan” sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011.
Apabila menyimak pernyataan Para Pemohon ( vide halaman 1 Permohonan Para Pemohon), yang menyatakan bahwa Para Pemohon adalah Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia- Indonesian Coal Mining Association (APBI-ICMA) dan Asosiasi Pertambangan Indonesia- Indonesian Mining Association (API-IMA) yang didirikan berdasarkan akta notaris dan dalam Permohonan ini diwakili oleh Ketuanya, maka menurut Termohon, pernyataan tersebut tidak memberikan kejelasan mengenai status kedudukan hukum Para Pemohon, apakah kedudukan Para Pemohon sebagai sebuah asosiasi atau organisasi, apakah asosiasi atau organisasi tesebut telah terdaftar sebagai suatu badan hukum atau tidak, apakah badan hukum tersebut berbentuk perkumpulan atau berbentuk yayasan, dan apakah badan hukum tersebut telah disahkan menurut hukum oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM RI. Hal-hal tersebutlah yang tidak terurai/dijelaskan oleh Para Pemohon dalam permohonannya, sehingga menimbulkan ketidakjelasan permohonan.
Menurut Termohon, terkait dengan adanya kerugian langsung yang diderita oleh Para Pemohon yang diakibatkan karena berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan uji materi tersebut, Termohon sama sekali tidak melihat adanya kerugian tersebut. Hal ini didasarkan pada pernyataan Para Pemohon dalam permohonannya ( vide angka 10 halaman 7 permohonan Para Pemohon), yang menyatakan “berlakunya ketentuan - ketentuan a quo dan Permen a quo telah merugikan hak anggota-anggota Para Pemohon khususnya terkait dengan beban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan kewajiban penanaman dalam rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)”. Menurut Termohon kerugian yang dialami tersebut bukan merupakan kerugian yang diderita Para Pemohon melainkan anggapan kerugian dari anggota-anggota Para Pemohon. Mekanisme yang dimiliki oleh Para Pemohon untuk menyelesaikan suatu persoalan/permasalahan-permasalahan, termasuk masalah Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 150 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 151 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 PNBP dan kewajiban penanaman dalam rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)yang dihadapi anggota-anggota Para Pemohon, adalah dengan cara “memberikan kepada pemerintah saran-saran yang penting mengenai masalah-masalah industri pertambangan serta komunikasi dan konsultasi dengan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah industri pertambangan batubara ” bukan dengan cara mengajukan judicial review. Hal ini merujuk pada pernyataan Para Pemohon mengenai maksud dan tujuan didirikannya Asosiasi Pertambangan Indonesia- Indonesia Mining Association yang dibentuk tanggal 26 Januari 1988 ( vide angka 9 halaman 7 permohonan Para Pemohon) dan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia- Indonesian Coal Mining Association yang dibentuk tanggal 22 Maret 2007 ( vide angka 8 halaman 6 permohonan Para Pemohon) yaitu: membantu Pemerintah di dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menggalakkan perkembangan industri pertambangan dan untuk memanfaatkan keterangan-keterangan yang tidak bersifat rahasia dan tidak merupakan hak milik guna memajukan eksplorasi penambangan, pemurnian hasil-hasil tambang serta aspek-aspek yang bertalian dengan metalurgi di Indonesia, memberikan saran-saran untuk industri pertambangan di Indonesia dan meningkatkan kesadaran dan pengertian atas masalah-masalah penting (kritis) yang menyangkut industri pertambangan seutuhnya, memberikan kepada pemerintah saran-saran yang penting mengenai masalah-masalah industri pertambangan, menyebarkan secara luas keterangan mengenai kebijakan dan peraturan-peraturan pemerintah kepada-anggota dan menyebar-luaskan citra positif mengenai usaha pertambangan kepada khalayak umum. Didalam anggaran dasar Para Pemohon tidak tercantum pasal yang menyatakan bahwa Para Pemohon mewakili kepentingan anggotanya didalam maupun diluar pengadilan, sehingga jika terdapat kerugian oleh para anggota Pemohon terkait berlakunya suatu ketentuan maka yang seharusnya mengajukan gugatan hukum/permohonan uji materi ke pengadilan adalah anggota-anggota Para Pemohon yang kepentingannya dirugikan, mengingat tidak semua perusahaan pertambangan menjadi anggota Para Pemohon. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 151 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 152 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Bahwa Para Pemohon pernah mengajukan uji materi terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3) huruf a dan Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014, dan telah diputus oleh Mahkamah Agung dengan putusan No. 16P/HUM/2015 pada tanggal 8 Desember 2015 dengan amar putusan permohonan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (NO)( vide Bukti T-1). Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung tersebut, maka Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam pengajuan permohonan HUM atas perkara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut di atas, adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Agung menyatakan Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dan karenanya permohonan Para Pemohon wajib dinyatakan tidak dapat diterima ( NIET ONVANKELIJK VERKLAARD) . III. LATAR BELAKANG TERBITNYA PERATURAN PEMERINTAH A QUO DAN PERATURAN MENTERI A QUO Sebelum Termohon memberikan tanggapan atas permohonan Para Pemohon, Termohon akan menyampaikan landasan filosofi sebagai berikut:
Latar Belakang Terbitnya Norma Kewajiban Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan Sebagaimana Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010, Pasal 6 Ayat (2) Huruf b Angka 1 dan Pasal 15 Ayat (1) Huruf B, Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015 sertaPasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf d, Pasal 22 huruf e dan r angka 4, Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf c Peraturan Menteri LHK Nomor 50/2016; Bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya wajib disyukuri. Karunia yang diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 152 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 153 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Maha Esa. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat. Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, keberadaannya harus dipertahankan secara optimal dengan luasan yang cukup dan dijaga agar daya dukungnya tetap lestari. Pembangunan kehutanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak terpisahkan sehingga harus selaras dengan dinamika pembangunan nasional. Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Penggunaan kawasan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 153 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 154 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 hutan tersebut dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Salah satu kegiatan penggunaan kawasan hutan diluar kegiatan kehutanan adalah kegiatan pertambangan melalui pinjam pakai kawasan hutan. Pada prinsipnya bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945). Bahwa para pelaku usaha telah diberikan kesempatan untuk mengambil keuntungan atas sumber daya alam (hutan) yang seharusnya menjadi kekuasaan dari negara untuk mewujudkan kemakmuran rakyat,sehingga negara harus memperoleh kompensasi atas hilangnya sumber daya alam tersebut untuk dikembalikan kepada masyarakat. Salah satu bentuk kompensasi tersebut adalah membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak kepada Negara. Untuk mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna menunjang pembangunan nasional, Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan sebagai salah satu sumber penerimaan Negara, perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kementerian Kehutanan telah memiliki tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan. Namun untuk pengendalian penggunaan kawasan hutan guna menunjang pembangunan di luar kegiatan kehutanan serta untuk melakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 154 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 155 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, perlu mengenakan tarif terhadap seluruh area penggunaan kawasan hutan dan mengatur kembali jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Pemerintah perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. Keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 menjadi penting ( conditio sine qua non ) karena dikeluarkan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Latar Belakang Terbitnya Kewajiban Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagaimana diatur dalam Permen LHK 89/2016 a. Hutan adalah kekayaan negara yang rentan (daya dukung dan daya tampung terbatas), yang dapat dimanfaatkan tidak melebihi kemampuannya, sehingga harus dikembalikan kondisinya pada kondisi semula. Aktivitas penambangan mengeksploitasi secara besar sumber daya hutan yang ada, sehingga mustahil untuk mengembalikan sumber daya hutan sama persis seperti kondisi semula. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 155 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 156 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 b. Jika sumber daya hutan yang telah dieksploitasi tidak dapat dikembalikan seperti kondisi semula, maka Pemerintah wajib mengatur lebih lanjut secara optimal untuk mengurangi dampak- dampak yang ditimbulkannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mewajibkan pemegang IPPKH untuk melaksanakan Reklamasi dan/atau Rehabilitasi DAS.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (yang selanjutnya disingkat RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan.
Dalam ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, Pasal 21 ayat (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, Pasal 5 ayat 2 huruf b angka 1 PermenLHK No. 50/2015,disebutkan bahwa setiap penggunaan kawasan hutan/pemegang IPPKH wajib melaksanakan Reklamasi dan/atau Rehabilitasi. Reklamasi dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi areal yang dilakukan eksploitasi agar pulih kembali (tidak mungkin pulih kembali seperti kondisi semula). Mengingat kegiatan reklamasi oleh pemegang IPPKH tidak dapat memulihkan kembali hutan pada kondisi semula, untuk itu Pemerintah mewajibkan juga Rehabilitasi DAS di luar lokasi. Selain itu rehabilitasi DAS diluar areal izin dimaksudkan untuk mengganti kerusakan lingkungan yang bersifat permanen dan tidak dapat dipulihkan kembali pada areal izin serta untuk mengganti kerusakan lingkungan pada area sekitar lokasi yang terkena dampak akibat kegiatan IPPKH tersebut. Sebagai Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 156 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 157 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 contoh pada area IPPKH tambang emas limbah pengolahannya akan mencemari tidak hanya pada lokasi izin akan tetapi sampai di luar areal izinnya. Akibat penambangan terhadap hutan telah menimbulkan dampak sebagai berikut:
Kerusakan struktur hutan yang menyebabkan hilangnya kemampuan hutan untuk mempertahankan fungsi dan stabilitas hutan.
Hilangnya keanekaragaman flora dan fauna, karena terjadi peluang kepunahan beberapa jenis terutama jenis yang langka.
Kerusakan bentang lahan dan rusaknya fungsi hidroorologis akibat banyaknya lubang-lubang galian bekas tambang yang ditinggalkan menjadi kolam-kolam.
Hilangnya top soil yang menyebabkan hilangnya kesuburan tanah bahkan sampai kebatuan induk. Pengembalian kesuburan tanah diperlukan puluhan bahkan tahunan.
Meningkatnya suhu udara disekitar-sekitar.
Terjadinya pencemaran air.
Terjadinya kerusakan ekosistem. Sebagaimana pendapat ahli Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono, Pakar Bidang Ekologi Sumberdaya Hutan UGM ( vide bukti T-3) Penanaman rehabilitasi DAS merupakan salah satu kewajiban pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) baik pemegang IPPKH tambang maupun non tambang. IPPKH untuk kegiatan pertambangan mengubah bentang alam, mengubah hutan alam menjadi hutan tanaman sehingga mengakibatkan keanekaragaman hayati di Indonesia berkurang, sedangkan IPPKH untuk kegiatan non pertambangan tidak mengubah bentang alam. Kegiatan yang ditimbulkan oleh IPPKH untuk pertambangan pada umumnya menimbulkan kerusakan kawasan hutan lebih besar dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan oleh IPPKH untuk non pertambangan. Berdasarkan data bulan Mei tahun 2017 di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat 717 IPPKH yang berkewajiban melakukan penanaman rehabilitasi DAS terdiri atas 573 IPPKH Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 157 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 158 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 untuk kegiatan pertambangan dan 144 IPPKH untuk kegiatan non pertambangan. Dari 573 IPPKH untuk kegiatan pertambangan, 52 IPPKH telah melakukan penanaman dan dari 144 IPPKH untuk kegiatan non pertambangan, 10 IPPKH telah melakukan penanaman.Alangkah tidak adilnya jika pemegang IPPPKH untuk pertambangan yang telah melakukan kerusakan lebih besar justru tidak mau melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS ( vide bukti T-.2). Bahwa penerbitan ketentuan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS sebagaimana diatur dalam objek permohonan HUM a quo sudah memperhatikan aspek sosiologis dan yuridis sebagaimana dimaksud UU No. 12/2011, yaitu:
Aspek Sosiologis Bahwa penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS merupakan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sebagai upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung perlindungan sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (vide penjelasan umum PP Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan). Dalam konteks pengelolaan DAS, apabila terjadi kerusakan pada suatu tempat akan berpengaruh pada tempat yang lain dalam suatu daerah aliran sungai. Dengan demikian, kegiatan IPPKH pertambangan dalam satu DAS pada suatu tempat akan berpengaruh di tempat yang lain. Apabila terjadi kerusakan di areal pertambangan, areal di luar areal pertambangan juga akan ikut rusak, sehingga perlu dilakukan reklamasi dan/atau rehabilitasi.
Aspek Yuridis Bahwa kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS sebagaimana diatur dalam objek permohonan HUM a quo merupakan pelaksanaan atas peraturan diatasnya yaitu UU No. 41/1999 yaitu: Pasal 45 Ayat (1), (2), dan (4): Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 158 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 159 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 (1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.
Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian ketentuan dalam objek permohonan a quo yang mewajibkan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS bagi Pemegang IPPKH yang dilakukan diluar areal IPPKH secara hukum tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IV. JAWABAN TERMOHON TERHADAP POKOK PERMOHONAN PARA PEMOHON 1. Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Bahwa pengenaan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakaikan dan seluruh area perjanjian pinjam pakai kawasan hutan khususnya dalam rangka kegiatan pertambangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan (5) dan Lampiran PP 33/2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b PP 105/2015, merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang pengaturannya harus diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan PP, sehingga bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 (halaman 16). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 159 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 160 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 a. Bahwa UU PNBP sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, telah mengatur Penerimaan Negara Bukan Pajak ke dalam beberapa kelompok jenis PNBP sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UU PNBP. Untuk mengantisipasi adanya potensi dari Penerimaan Negara yang bisa menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak, maka selain jenis kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU PNBP, juga diatur mengenai jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ( vide Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UU PNBP).
Bahwa UU PNBP dibentuk pada tahun 1997, sedangkan potensi jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum dapat teridentifikasi sangatlah banyak, dan mengingat penetapan tarif perlu mengikuti perubahan ekonomi yang sangat dinamis, sehingga perlu penyesuaian dan tidak mungkin semua diatur dalam Undang-Undang, oleh karena itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah ( vide Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UU PNBP).
Bahwa adapun jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah juga harus dikemukakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk dibahas dan disusun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( vide Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PNBP).
Dalam Hukum Tata Negara, dikenal adanya teori “ Delegatie van Recht Geven” yaitu delegasi yang diberikan oleh perundang- undangan. Bahwa delegasi tersebut dimungkinkan dalam Undang-Undang disebabkan undang-undang tidak mungkin mengatur segala hal secara terperinci termasuk jenis dan tarif penerimaan bukan pajak. Dengan demikian, diperlukan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan yang masih Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 160 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 161 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 bersifat umum dalam Undang-Undang ke dalam peraturan lain yang bersifat turunannya.
Selanjutnya Pemerintah memiliki tugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, sedangkan undang-undang tidak mungkin mengatur secara terperinci hal tersebut, sehingga Pemerintah diberikan kebebasan bertindak ( freies ermessen ), dengan ketentuan kebebasan bertindak tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan AUPB. Oleh karena itu undang-undang memberikan delegasi kepada pemerintah, untuk membentuk peraturan pelaksananya.
Berkaitan dengan Diskresi secara umum juga bisa dilakukan tidak hanya karena diskresi semata-mata tetapi diberi dasar oleh undang-undang ( delagatie van recht geven ). Artinya undang- undang sendiri yang memberikan pendelegasian tersebut, dalam hal ini UU PNBP telah memberikan pendelegasian untuk menetapkan jenis dan tarif PNBP melalui peraturan pemerintah, yakni melalui PP 33/2014.
Bahwa mencermati ketentuan sebagaimana disebutkan diatas, PNBP sebagaimana dimaksud dalam PP 33/2014 merupakan jenis PNBP dari pemanfaatan sumber daya alam ( vide Pasal 2 ayat (1) huruf b). Bahwa Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (2) UU PNBP telah mengatur pendelegasian secara tegas, bahwa jenis dan tarif atas jenis PNBP dalam kelompok penerimaan negara bukan pajak atas pemanfaatan sumber daya alam ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian PP 33/2014 tidak melanggar hierarki peraturan perundang- undangan.
Bahwa kewenangan untuk menetapkan tarif dalam bentuk Peraturan Pemerintah telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UU PNBP. Sebagaimana diketahui bahwa “materi muatan Peraturan Pemerintah adalah untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya” yang artinya bahwa Peraturan Pemerintah adalah melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 161 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 162 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Undang-Undang yang bersangkutan ( vide Pasal 12 UU 12/2011).
Bahwa hal tersebut sebagaimana dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menyatakan: “Bahwa pendelegasian wewenang Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya adalah suatu kebijakan pembentuk Undang-Undang yakni DPR dengan persetujuan Pemerintah ( legal policy ), sehingga dari sisi kewenangan kedua lembaga itu tidak ada ketentuan UUD 1945 yang dilanggar, artinya produk hukumnya dianggap sah. Pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, di samping untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan segerasupaya ada landasan hukum yang lebih rinci dan operasional, sekaligus juga merupakan diskresi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Pemerintah yang dibenarkan oleh hukum administrasi.” j. Bahwa pengaturan jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan pengaturan yang bersifat teknis sebagai pelaksanaan UU PNBP yang materi muatannya bersifat umum, dan hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 huruf c UU 12/2011 yang mengatur asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan. Sehingga apabila pengaturan jenis dan tarif PNBPdiatur dalam Undang-Undang maka menjadi tidak sesuai dengan materi muatan Undang-Undang yang bersifat umum.
Bahwa sesuai dengan konsideran menimbang huruf b PP No. 33 Tahun 2014 menyatakan bahwa “ ... untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (2) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak....”. Berdasarkan hal tersebut jenis dan tarif Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 162 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 163 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 PNBP sebagaimana diatur dalam PP No.33 Tahun 2014 adalah untuk melaksanakan pengaturan yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU PNBP. Sebagai pengaturan lebih lanjut dari apa yang didelegasikan UU, pengaturan jenis dan tarif PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dalam PP a quo telah sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa pengaturan jenis dan tarif PNBP berupa penggunaan kawasan hutan berdasarkan Peraturan Pemerintah a quo , telah sejalan dengan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung RI No. 62 P/HUM/2013 (halaman 56 alinea terakhir s/d halaman 59), yang pada intinya menyatakan pada prinsipnya setiap pungutan yang bersifat memaksa oleh negara termasuk PNBP ditetapkan dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah vide Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2) UU PNBP. Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, terhadap dalil Para Pemohon yang menganggap pengaturan jenis dan tarif PNBP yang merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang seharusnya diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan Peraturan Pemerintah dianggap bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 adalah tidak benar dan tidak beralasan.
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Bahwa Pasal a quo juga bertentangan dengan UU Kehutanan yang merupakan lex spesialis tentang kehutanan tersebut tidak pernah diatur dan disebutkan secara jelas dan tegas mengenai adanya PNBP atas penggunaan pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan (kegiatan non-kehutanan). Menurut Para Pemohon, UU Kehutanan tidak pernah mengatur pengenaan PNBP oleh pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH (Ijin Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 163 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 164 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Pinjam Pakai Kawasan Hutan) atas timbulnya kerusakan terhadap seluruh kawasan hutan yang dipinjam pakaikan, namun hanya mengatur mengenai rekognisi adanya kewajiban yang terbatas pada kawasan yang nyata telah timbul kerusakan ( limitatif ) berupa melakukan reklamasi dan rehabilitasi serta membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha dengan adanya tambahan beban ekonomis terhadap adanya pungutan PNBP yang imajiner, liar, serta multi pungutan (halaman 28). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah undang-undang yang mencakup pengaturan yang luas tentang hutan dan teknis kehutanan, serta memberikan landasan hukum yang lebih kokoh dan lengkap bagi pembangunan kehutanan saat ini dan masa yang akan datang. Sedangkan UU yang mengatur khusus mengenai penentuan jenis dan tarif PNBP ( lex spesialis ) adalah UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sehingga untuk pengaturan jenis dan tarif PNBP dibidang kehutanan tunduk pada UU No. 20/1997. Dengan demikian, UU 41/1999 bukanlah ketentuan mengatur mengenai PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan seperti yang di dalilkan Para Pemohon.
Bahwa kelompok PNBP yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan/dalam ketentuan PP 33/2014 a quo, termasuk dalam kelompok sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PNBP yaitu kelompok penerimaan negara bukan pajak meliputi penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU PNBP diatur bahwa Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 164 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 165 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 d. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP diatur bahwa Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yangmenetapkan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penerbitan PP No. 33 Tahun 2014, PP Nomor 24 Tahun 2010, dan PP Nomor 105 Tahun 2015 serta PermenLHK No. 50/2016 khususnya yang mengatur mengenai kewajiban pembayaran PNBP kepada Negara adalah sudah tepat dan benar.
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Perumusan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakai kawasan hutan telah memberikan beban ekonomis yang sangat luar biasa oleh para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH berupa munculnya multi pungutan dan perlakuan diskriminatifdari adanya pengenaan PNBP tersebut . Adanya beban multi pungutan dan perlakuan diskriminatif tersebut memberikan dampak kerugian yang sangat signifikan bagi para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH (halaman 31). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:
Berdasarkan konsultasi publik dan pembahasan yang dilakukan beberapa kali dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian KOMINFO, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Asosiasi Pertambangan Indonesia-Indonesia Mining Association (IMA), Asosiasi Perminyakan Indonesia, Asosiasi Industri Penunjang Migas, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Asosiasi Kontraktor Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 165 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 166 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI), Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Asosiasi Pengelolaan Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pengendali Pencemaran Lingkungan Indonesia (APPLI), dan Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia (IPLHI) sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 membuktikan bahwa Pemohon turut terlibat atau ikut serta dalam pembahasan penyempurnaan PP No. 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan dan menyepakati kenaikan tarif PNBP sebesar 30% untuk seluruh kategori L1, L2, dan L3. Berdasarkan hal tersebut diatas, justru menunjukkan bahwa Para Pemohon tidak konsisten dalam menanggapi permasalahan yang ada sehingga dengan demikian tidak terdapat kerugian konstitusional dari Para Pemohon.
Bahwa filosofi Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan adalah pengganti lahan kompensasi . Lahan kompensasi untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) komersil pada wilayah yang mempunyai hutan < 30% adalah ratio 1 : 2 berdasarkan luas total area IPPKH sehingga Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dikenakan terhadap seluruh areal IPPKH.
Negara telah memberikan hak kepada pemegang IPPKH terhadap seluruh area Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan-nya, sehingga negara harus mendapat kompensasi atas “ opportunity lose ” seluruh area IPPKH yang diberikan tersebut.
Apabila area pengembangan/area penyangga tidak digunakan maka keuntungan yang diperoleh adalah tidak diperlukan reklamasi dan hanya dikenakan 1 x tarif (biaya lebih rendah daripada 4 x tarif), sedang jika area tersebut digunakan, maka Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 166 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 167 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 wajib direklamasi dan juga dikenakan tarif PNBP 4 x tarif (biaya tinggi).
Pada kenyataan banyak pelaku usaha tidak mengusahakan atau mengerjakan seluruh areal yang diberikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), sebagai contoh berdasarkan data yang ada pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat beberapa perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal yaitu:
PT. Indexim Coalindo Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK. 837/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 dengan luas areal kerja 5.732,72 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini belum terdapat kegiatan (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2016) ( vide bukti T- 4a).
PT. Batubara Duaribu Abadi Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK.681/Menhut-II/2009 tanggal 16 Oktober 2009 dengan luas areal kerja 1.4832,98 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini seluas 224,40 Ha (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2013) ( vide bukti T- 4b).
PT. Karimun Granite Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK. 172/Menhut-II/2013 tanggal 21 Maret 2013 dengan luas areal kerja 1.834,47 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini seluas 157,40 Ha (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2015) ( vide bukti T- 4c.).
Apabila yang dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan hanya area terganggu saja, maka Negara mengalami kerugian antara lain :
Negara tidak mendapatkan kompensasi atas area pengembangan/area penyangga; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 167 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 168 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 2) Negara tidak dapat memberikan area pengembangan/area penyangga kepada pihak lain yang ingin menggunakan area tersebut.
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Perumusan dan pemberlakuan norma tentang PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakai tidak mencerminkan dan bertentangan dengan asas dapat dilaksanakan dan asas keadilan (halaman 43). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:
Berdasarkan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan RI pada kriteria L3 seharusnya mempunyai faktor pengali tertinggi dalam rumus Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan, karena L3 mempunyai dampak kerusakan lingkungan terparah dari semua kriteria area penggunaan kawasan hutan.
Menurut Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan) PP No. 2 Tahun 2008 sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini akibat adanya peningkatan nilai-nilai yang terkandung dalam kawasan hutan, adanya nilai inflasi dan kenaikan dampak kerusakan lingkungan, nilai intrinsik sumber daya hutan yang hilang akibat dari penggunaan kawasan hutan sebesar ± Rp. 85 Juta/Ha/Tahun.
Berdasarkan konsultasi publik yang diselenggarakan pada tanggal 2 Oktober 2012 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian KOMINFO, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Asosiasi Pertambangan Indonesia-Indonesia Mining Association (IMA), Asosiasi Perminyakan Indonesia, Asosiasi Industri Penunjang Migas, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI), Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 168 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 169 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Asosiasi Pengelolaan Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pengendali Pencemaran Lingkungan Indonesia (APPLI), dan Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia (IPLHI). Adapun hasil konsultasi publik tersebut salah satunya adalah pada prinsipnya seluruh peserta rapatsepakat untuk menaikkan tarif PNBP sebesar 30% untuk seluruh kategori L1, L2, dan L3.
Pembahasan tanggal Pada tanggal 30 Oktober 2012 yang dipimpin oleh Sekretaris Menko Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Kerja Regulasi KP3EI menghasilkan kesimpulan antara lain seluruh peserta rapat sependapat dengan rencana kenaikan tarif 30% karena tarif PNBP yang berlaku saat ini masih tergolong rendah sehingga sudah saatnya perlu disesuaikan dengan nilai inflasi yang ada.
Selain itu penyesuaian terhadap rumus pengali PNBP PKH yang semula kriteria L3 hanya dikenakan 2 kali tarif berubah menjadi 7 kali tarifdilakukan juga karena mempertimbangkan bahwa kriteria L3 merupakan area yang terkena dampak paling parah dan secara teknis tidak dapat direklamasi bahkan bisa dikatakan merupakan wilayah lost land. f. Perubahan formula tersebut juga telah memperhatikan 3 aspek yaitu:
Aspek kepastian Pengusaha : ketentuan kenaikan tarif yang jelas memberi kepastian para pengusaha untuk memperhitungkan kelayakan usahanya. Dengan pembayaran PNBP tersebut, pengusaha dapat secara pasti menjalankan usahanya. Pemerintah : ketentuan kenaikan tarif dengan kriteria yang jelas memberi kepastian penghitungan rencana dan target PNBP Masyarakat : kenaikan tarif ini memberi kepastian pada masyarakat bahwa setiap penggunaan kawasan hutan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 169 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 170 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 disertai dengan kompensasi PNBP dengan nilai yang layak akan digunakan untuk program pembangunan sumber daya hutan yang berkelanjutan melalui mekanisme APBN.
Aspek keadilan Pengusaha : aspek keadilan dapat dilihat dari kenaikan tarif yang berbeda-beda sesuai dengan kelompok pengusahaan dan kriteria penggunaan kawasan hutan. Ketentuan besaran tarif berdasarkan pendekatan Cost Plus yaitu pengusaha membayar lebih besar karena manfaat ekonomi yang diperoleh pengusaha juga lebih besar atau dalam rangka pengendalian penggunaan kawasan hutan untuk melindungi kelestarian lingkungan/alam/sumber daya hutan. Pemerintah : kenaikan tarif dan perluasan objek PNBP adalah sebagai ganti kompensasi dari oppurtuni lost yang telah diberikan kepada pengusaha. Kenaikan hanya ± 30% dan kenaikan koofisien L3 menjadi 7x karena adanya punishment terhadap dampak kerusakan parah yang ditimbulkan dan negara harus mendapat kompensasi untuk itu untuk memperbaiki dan memelihara L3. Masyarakat : kenaikan tarif dan kenaikan koofisien memberikan rasa keadilan kepada masyarakat karena masyarakat mendapat kompensasi atas program pembangunan sumber daya hutan yang berkelanjutan melalui pemanfaatan PNBP.
Aspek manfaat Kenaikan tarif ini bermanfaat untuk kepastian berusaha, keadilan bagi Pemerintah dan masyarakat.
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan : Ketentuan yang berkaitan dengan Kewajiban Penanaman dalam Rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Pasal 21 ayat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 170 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 171 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, Permen LHK 50/2016 dan Permenlhk 89/2016bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) jo. Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU 41/1999 dan Pasal 5 huruf c, d, f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 karena rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar area IPPKH tidak diatur dan dicantumkan secara tegas dalam UU Kehutanan sehingga pemberlakuan norma kewajiban tersebut dalam bentuk PP merupakan bentuk penyelundupan norma. Dalam UU Kehutanan hanya mengatur mengenai rehabilitasi hutan di dalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa ketentuan Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” Penjelasan: Yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan b. Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya yang berjudul Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya hal. 131 berpendapat bahwa materi muatan PP adalah keseluruhan materi muatan Undang-undang yang dilimpahkan kepadanya, atau dengan perkataan lain materi muatan PP adalah sama dengan materi muatan Undang-undang sebatas pada yang dilimpahkan kepadanya.
Ketentuan Pasal 45 UU No. 41 Tahun 1999 mengatur:
Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 171 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 172 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.
Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.
Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah . Bahwa jika dilihat dari materi muatan dalam ketentuan Pasal 21 PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015 dimaksud, ketentuan-ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 jo. Pasal 38 UU 41/1999. Suatu Undang-Undang memuat peraturan yang bersifat umum, abstrak dan tidak mengatur semua hal secara terperinci. Oleh karena PP sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 38 UU 41/1999 menjabarkan ketentuan lebih lanjut mengenai pola reklamasi dan atau rehabilitasi yang ditetapkan pemerintah. Dengan demikian apabila ditinjau dari hierarki perundang- undangan, maka dikeluarkan PP 24/2010 jo. PP 105/2015 tidak bertentangan dengan asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan.
Bahwa selanjutnya PP juga tidak dapat mengatur semua hal terutama peristiwa konkret yang terjadi sehingga PP juga memberikan wewenang kepada organ pemerintah untuk menyelesaikan peristiwa konkret tersebut serta untuk memenuhi kepentingan atau untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum.
Berdasarkan Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur:
Uji materiil terhadap Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan ...
Relevan terhadap
ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) , ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 ; untuk dicabut dari Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia berpendapat lain, mohon kiranya agar diberikan putusan seadil-adilnya ( ex aequo et boro ). Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 59 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti berupa:
Fotokopi Susunan dan Komposisi Personalia Pengurus Harian pada Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia masa bakti 2010-2015 (Bukti P-1); __ 2. Fotokopi keputusan Presiden RI No 17 Tahun 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri (Bukti P-2); __ 3. Fotokopi UU No. 1 Tahun 1987 tentang KADIN (Bukti P-3); __ 4. Fotokopi Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Bukti P-4); __ 5. Fotokopi Undang-Undang Dasar 1945 (Bukti P-5); __ 6. Fotokopi UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang- Undang No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Bukti P-6); __ 7. Fotokopi Perma No. 7 tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil (Bukti P-7); __ 8. Fotokopi Surat KADIN kepada Direktorat Jenderal Pajak No. 1440/DP/VII/ 2012 (Bukti P-8); __ 9. Fotokopi UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peratura Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) (Bukti P-9); __ 10. Fotokopi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Bukti P-10); __ 11. Fotokopi UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Bukti P-11); __ 12. Fotokopi UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Bukti P- 12); __ 13. Fotokopi UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Bukti P-13); __ Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil tersebut telah disampaikan kepada Termohon pada Tanggal 26 November 2013 berdasarkan Surat Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 73/PER-PSG/XI/73 P/HUM/TH.2013 , Tanggal 26 November 2013 _; _ Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah mengajukan jawaban namun tenggang pengajuan jawaban telah terlewati, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; __ Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 60 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas; Menimbang, bahwa yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji materiil Pemohon adalah Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat (4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 , vide bukti nomor P-4 _; _ Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang substansi permohonan yang diajukan Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal, yaitu apakah Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil, sehingga pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) dalam permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; Menimbang, bahwa objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 merupakan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk mengujinya; Menimbang, bahwa Pemohon adalah Suryo B. Sulisto dan Hariyadi Sukamdani, dalam kapasitas jabatan berturut-turut selaku Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN INDONESIA) dan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijaksanaan Moneter, Fiskal dan Publik KADIN INDONESIA, sesuai Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 61 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 dengan Keputusan Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia Nomor: SKEP/001/DP/I/2013 tentang penyempurnaan Susunan dan Komposisi Personalia Pengurus Harian pada Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia masa bakti 2010—2015 jo keputusan Presiden RI No 17 Tahun 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri, jo Undang-Undang No 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama organisasi _; _ Menimbang, bahwa dalam permohonannya, Pemohon telah mendalilkan bahwa Pemohon mempunyai kepentingan dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa Keberadaan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) diatur dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3346) jo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tanggal 23 Agustus 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri.
Bahwa Kamar Dagang dan Industri adalah satu wadah bagi pengusaha Indonesia dan merupakan Induk Organisasi dari Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha yang berperan aktif sebagai mitra Pemerintah dalam bidang perekonomian.
Bahwa Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri menetapkan bahwa seluruh pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta secara bersama-sama membentuk organisasi Kamar Dagang dan Industri sebagai wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia, dalam rangka mewujudkan dunia usaha Indonesia yang kuat dan berdaya saing tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber daya nasional, yang memadukan secara seimbang keterkaitan antar potensi ekonomi nasional, yakni antar sektor, antar usaha dan antar daerah, dalam dimensi tertib hukum, etika bisnis, kemanusiaan, dan kelestarian lingkungan dalam suatu tatanan ekonomi pasar dalam percaturan perekonomian global dengan berbasis pada kekuatan daerah, sektor usaha dan hubungan luar negeri.
Bahwa fungsi terpenting dari pajak adalah fungsi budgetair yaitu mengumpulkan penerimaan negara. Bahwa penerimaan negara dari sektor Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 62 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 pajak memberikan kontribusi yang sangat significant baik dalam APBN maupun APBD.
Bahwa KADIN dan dunia usaha telah dan akan selalu mendukung dan berkontribusi dalam pengamanan penerimaan negara melalui pembayaran pajak yang dikenakan pada para pengusaha yang bernaung dalam wadah KADIN. Bahwa namun demikian KADIN juga mempunyai kepentingan untuk mengadvokasi para pengusaha agar Pemerintah benar-benar meningkatkan pelayanan, meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dunia usaha sehingga pengenaan pajak tidak mendistorsi dan mengganggu iklim usaha maupun daya saing dunia usaha. __ sehingga Pemohon mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung agar Peraturan Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 yang menjadi obyek permohonan a quo dinyatakan bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang–Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang–Undang No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak; Menimbang, bahwa obyek permohonan a quo merupakan Peraturan Pemerintah yang memuat norma-norma yang bersifat mengatur (regulasi), sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk melakukan pengujian atas obyek permohonan a quo sesuai pasal 31 A ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, bahwa Pemohon mempunyai Legal Standing untuk mengajukan permohonan Hak Uji Materiil a quo karena Pemohon adalah Ketua dan wakil ketua KADIN yang berdasarka Kepres No 17 Th 2010 para Pemohon dapat melakukan Advokasi sehubungan terbentuknya KADIN, bahwa para Pemohon berkepentingan terhadap berlakunya pbjek permohonan Hak Uji Materiil dimaksud berkaitan berlakunya PP No 74 Th 2011 yang menurut Para Pemohon merugikan kepentingan KADIN/ Pengusaha ( WP ) karena diberikan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 63 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 kewenangan baru kepada DIRJEN Pajak untuk melakukan Verifikasi kepada WP yang menimbulkan ketidak pastian hukum ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas terbukti Pemohon mempunyai kepentingan dan oleh karenanya memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan a quo karena haknya dirugikan atas berlakunya Peraturan Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji materiil, oleh karena itu secara yuridis Pemohon mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil atas Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 , sehingga memenuhi syarat formal yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 dan __ Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009; Menimbang, bahwa karena permohonan terhadap obyek hak uji materiil diajukan oleh Pemohon yang mempunyai legal standing maka permohonan a quo secara formal dapat diterima; Menimbang, bahwa selanjutnya Mahkamah Agung mempertimbangkan substansi obyek permohonan keberatan hak uji materiil apakah peraturan Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu:
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ...
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 642I LAMPIRAN PERATURAN PEMEzuNTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2OI9 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL l- DIREKTORAT JENDERAL MIT{YAK DAN GAS BUMI I Jasa Informasi Potensi Lelang Wilayah Kerja Migas per dokumen lelang USD 5,000.00 II, DIREKTORAT JENDERAL BATUBARA MINERAL DAN A. PENERIMAAN DARI JASA PEI{YEDIAAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Jasa Pelayanan Pencadangan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) I Pencadangan WIUP Mineral Bukan Logam a.
Luas Wilayah < 10 ha per WIUP Rp 2.500.000,00 per WIUP Rp 5.000.000,00 2) Luas Wilayah > 10 - 100 ha 3) Luas Wilayah ^> 100 - 500 ha per WIUP Rp 7.500.000,00 4l Luas Wilayah ^> 500 - 5.000 ha per WIUP Rp 15.000.000,00 5) Luas Wilayah ^> 5.000 - 10.000 ha per WIUP Rp 25.000.000,00 6) Luas { t .'r : I ^- k; ,'r ffift{$}i 6) Luas Wilayah > 10.000 25.000 ha per WIUP Rp 60.000.000,00 b. Pencadangan WIUP Batuan 1) Luas Wilayah < 10 ha per WIUP Rp 2.500.000,00 2l Luas Wilayah ^>10 - 100 ha per WIUP Rp 5.000.000,00 3) Luas Wilayah ^> 100 - 500 ha per WIUP Rp 7.500.000,00 4) Luas Wilayah ^> 500 - 1.000 ha per WIUP Rp 15.000.000,00 5) Luas Wilayah > 1.000 - 5.000 ha per WIUP Rp 35.000.000,00 c Pencadangan WIUP Bukan Logam Jenis Tertentu 1) Luas Wilayah < 25l: a per WIUP Rp 10.000.000,00 2l Luas Wilayah ^> 25 - 100 ha per WIUP Rp 20.000.000,00 3) Luas Wilayah > 100 - 500 ha per WIUP Rp 40.000.000,00 4l Luas Wilayah > 500 - 5.000 ha per WIUP Rp 50.000.000,00 5) Luas Wilayah > 5.000 - 10.000 ha per WIUP Rp 60.000.000,00 6) Luas Wilayah > l0.O0O 25.000 ha per WIUP Rp 70.000.000,00 d. Pencetakan Peta WIUP yang kewenangan pusat Pencadangan merupakan per lembar Rp 2.000.000,00 2 Jasa Pelayanan Pencetakan Informasi Wilayah Pertamban gan Peta a. Peta Informasi Ukuran AO per lembar Rp 3.000.000,00 b. Peta Informasi Ukuran A1 per lembar Rp 2.500.ooo,oo c. Peta Informasi Ukuran A3 per lembar Rp 2.000.000,00 d. Peta Informasi Ukuran F4 untuk Dokumen Perizinan per 3 lembar Rp 3.000.000,00 e. Peta ffiffir: jF"'r -r .:
,'-i1 figry[ ,j : .i '. : ,'l-,"ra '1- k ,:
qaryAN{ e Peta Digital Wilayah Pertambangan (Format Raster) per keping cakram digital Rp 5.000.000,00 3 Jasa Pelayanan Pengunduhan Peta Informasi Wilayah Pertambangan per indeks Rp 5.000.000,00 B. PENEzuMAAN DARI IURAN TETAP UNTUK USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA 1 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Eksplorasi Mineral Logam dan Batubara per ha per tahun Rp 30.000,00 2 IUP dan IUPK Operasi Produksi Mineral logam dan Batubara per ha per tahun Rp 60.000,00 3 IUP Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan per ha per tahun Rp 20.000,00 4 IUP Operasi Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan per ha per tahun Rp 40.000,00 5. Izin Pertambangan Ralqyat (IPR) a. Mineral Bukan Logam dan Batuan per ha per tahun Rp 10.000,00 b. Mineral Logam dan Batubara per ha per tahun Rp 20.000,00 C. PENERIMAAN PRODUKSI / ROYALTI DARI IURAN 1. Batubara (Open Pit) a. Tingkat Kalori < 4.700 l<kallKg (Gross Air Receiued) per ton 3,OO% dari Harga Jual b. Tingkat Kalori > 4.7OO 5.700 Kkal/Kg /Gross Air Receiued) per ton 5,00% dari Harga JuaI c. Tingkat Ka-lori > 5.700 Kkal/Kg /Gross ^Air Receiued) per ton 7,OOo/o dari Harga Jual 'i ; ,'',.ffiUh)$; i 2. Batubara (Underground) a. Tingkat Kalori < 4.7OO Kkal/Kg /Gross ^Air ^Receiued) per ton 2,OOo/o dari Harga Jual b. Tingkat Kalori > 4.7OO 5.700 Kkal/Kg /Gross Air Receiued) per ton 4,OOo/o darl Harga Jual c. Tingkat Kalori > 5.700 KkaI/Kg lGross ^Air ^Receiued) per ton 6,00% dari Harga Jual 3. Gambut per ton 3,00% dari Harga Jual 4. Aspal per ton 4,OOo/o dari Harga Jual 5. Mineral Logam a. Besi 1) Bijih Besi per ton 10,00% dari Harga Jual 2) Produk Pengolahan a) Konsentrat Besi per ton 5,00% dari Harga Jual b) Pelet (Pelletize) per ton 5,00% dari Harga Jual 3) Produk Pemurnian a) Besi Spon (Sponge lron) per ton 3,00% dari Harga JuaI b) Besi Wantah (Pig Ironl per ton 2,OOo/o darr Harga Jual c) Iron Nugget per ton 2,OOo/o dari Harga Jual d) Logam Paduan Besi (Alloy) per ton 2,OOoh dali Harga Jual b. Pasir PRE5 IDEN REPUBLIK INDONESIA -5- 1* b. Pasir besi per ton 10,00% dari Harga Jual 1) Pasir Besi 2) Produk Pengolahan 5,00% dari Harga Jual a) Konsentrat Pasir Besi per ton b) Pellet (Pelletize) per ton 5,00% dari Harga Jual 3) Produk Pemurnian per ton 3,OO% dari Harga Jual a) Besi Wantah (Ptg lron) per ton 2,OOo/o dari Harga Jual b) Terak Titania (Titania Slag) per ton 2,OOo/o dari Harga Jual Terak Vanadium (Vanodium Slag) c) c. Nikel 1) Bijih Nikel per ton 1O,0oo/o dari Harga Jual 2) Produk Pemurnian per ton 5,00% dari Harga Jual a) Nickel Prg /ron (NPI) b) Nickel Matte per ton 2,OOo/o dayl Harga Jual c) Ferro Nickel (FeNi) per ton 2,OOo/o dari Harga Jual per ton 2,OOo/o dari Harga Jual d) Nickel Oksida e) Nickel Hidroksida per ton 2,OOo/o dari Harga Jual 0 Nickel MHP per ton 2,OO%o dari Harga Jual gl Ntckel ?ir##rffiffit -r') r.. 'a g) Nickel HNC per ton 2,OOo/o dali Harga Jual h) Nickel Sulfida per ton 2,OOoh dari Harga Jual i) Logam Nickel per ton 1,50%o dari Harga Jual j) Kobalt Oksida per ton 2,OOo/o dari Harga Jual k) Kobalt Hidroksida per ton 2,OOo/o dari Harga Jual l) Kobalt Sulfida per ton 2,OO%o darr Harga Jual m) Krom Oksida per ton 2,OOo/o dari Harga Jual n) Logam Krom per ton 2,OOo/o dari Harga Jual o) Mangan Oksida per ton 2,OOoh dari Harga Jual p) Magnesium Oksida per ton 2,OOo/o dart Harga Jual q) Magnesium Sulfat per ton 2,OOoh dari Harga Jual 3) Windfall Profit untuk Harga Nickel Matte ^> USD 21,000/ton per ton 1,OO7o dari Harga Jual d. Mangan 1) Bijih Mangan per ton 10,00o/o dari Harga Jual 2) Produk Pengolahan Konsentrat Mangan per ton 5,00% dari Harga Jual ', ^r,,.'.',-r "ir'r, "r,' a IJ"SATUA]N!'.i" ri; J I tl ,t 3) Produk Pemurnian 3,00% dari Harga Jual a) Ferro Mangan per ton per ton 3,00% dari Harga Jual b) Mangan Silika 2,OOoh dari Harga Jual c) Mangan Monoksida per ton 2,OOo/o dari Harga Jual d) Mangan Spon per ton 2,OOo/o dari Harga Jual e) Logam Mangan per ton 2,OOo/o dari Harga Jual 0 Mangan Dioksida per ton g) Mangan Klorida per ton 2,OOo/o darr Harga Jual 2,OOoh dari Harga Jual h) Mangan Tetroksida per ton i) Mangan Sulfat per ton 2,OOo/o dari Harga Jual j) Mangan Karbonat per ton 2,OOoh dari Harga JuaI k) Kalium Permanganat per ton 2,OOo/o dari Harga Jual Tembaga e 1) Bijih Tembaga a) Tembaga per ton 5,OO% dari Harga JuaI b) Emas (Sebagai Ikutan) ) ^Harga Jual USD 1,300/ ounces I s ( pet ounces 3,75o/o dan Harga Jual (2) USD1,3Oo ti,SfiFi^t\f+ "' ?i, (2) USD1,3OO/ ounces Harga Jual USDI ,4OO f ounces pef ounces 4,OOo/o dari Harga Jual (3) USD 1 ,4OO I ounces Harga Jual USDl ,5OOf ounces per ounces 4,25o/o dari Harga Jual (4) USD 1 ,5OO f ounces< Harga Jual USD1 ,600f ounces per ounces 4,5Oo/o dari Harga Jual (5) USD1 ,6OOf ounces Harga Jual USDl,TOOfounces per ounces 4,75o/o dari Harga Jual (6) Harga Jual USD1,7OOl Ounces pet ounces 5,00% dari Harga Jual c) Perak (Sebagai Ikutan) per ounces 5,00% dari Harga Jual d) Telluride (Sebagai Ikutan) per ton 5,00% dari Harga Jual e) Selenium (Sebagai Ikutan) per ton 5,00% dari Harga Jual 2) Konsentrat Tembaga a) Tembaga per ton 4,OOo/o dalt Harga Jual b) Emas (Sebagai Ikutan) (1) Harga Jual USD1,3OO/ ounces pet ounces 3,75%o dari Harga Jual (2) USD 1 ,3OO f ounces Harga Jual USD1,4O0 f ounces pet ounces 4,OOo/o dali Harga Jual (3) USD1,40O f ounces Harga Jual USDl,SOOfounces pet ounces 4,25o/o dari Harga Jual (4) USD1,500 (4) USD1 ,5OO f ounces Harga Jual USDl,600loltnces pet ounces 4,SOoh dari Harga Jual (5) USDl ,600 f ounces Harga Jual USDl ,7OO f ounces per ounces 4,75o/o dari Harga Jual (6) Harga Jual USDl,7OOl ounces per ounces 5,00% dari Harga Jual c) Perak (Sebagai Ikutan) pet ounces 4,OO%o dari Harga JuaI d) Telluride (Sebagai Ikutan) per ton 4,OOoh dari Harga Jual e) Selenium (Sebagai Ikutan) per ton 4,OOo/o dari Harga Jual 0 Platina (Sebagai lkutan) per ton 3,25%o darr Harga Jual g) Paladium (Sebagai Ikutan) per ton 3,00% dari Harga Jual h) Ruthenium Ikutan) (Sebagai per ton 3,00% dari Harga Jual i) Iridium (Sebagai Ikutan) per ton 3,00% dari Harga Jual j) Rhodium (Sebagai Ikutan) per ton 3,OO%o dari Harga Jual 3) Katoda Tembaga per ton 2,OOo/o dari Harga Jual 4) Lumpur Anoda a) Emas (1) Harga Jual USD1,300/ ounces per ounces 3,75Yo dari Harga Jual USD1,4O0 f ounces per ounces 4,OOo/o darr Harga JuaI (3) USD1,400 . 1I per ounces 4,25o/o dari Harga Jual (3) USD1 ,4OOf ounces Harga Jual USD1,5O0/ ounces (4) USD 1 ,5OO f ounces Harga JuaI USD1,600lounces per ounces 4,sOYo dari Harga Jual per ounces 4,75oh dari Harga Jual (5) USDI ,6OOf ounces Harga Jual USDl,TOOfounces pet ounces 5,00% dari Harga Jual (6) Harga Jual USDI ,7OO f ounces per ounces 3,25o/o dari Harga Jual b) Perak per ton 2,OOo/o dari Harga Jual c) Platina per ton 2,OOo/o dari Harga Jual d) Paladium 2,OOo/o dari Harga Jual e) Telluide per ton 2,OOo/o dari Harga Jual 0 ^Selenium per ton g) Ruthenium per ton 2,OOo/o dai Harga Jual per ton 2,OOo/o darr Harga Jual h) Iridium i) Rhodium per ton 2,OOo/o dari Harga Jual 5) Tembaga Telluride per ton 2,OOVo dari Harga Jual Emas Primer (Emas Sebagai Logam utama) f.
Harga Jual < USD 1 ,3OO f ounces pet ounces 3,75%o dari Harga Jual .\i I per ounces 4,OOo/o dari Harga Jual 2) USDL,3OOIounces < Harga Jual < USDL,4OOf ounces per ounces 4,25o/o dari Harga JuaI 3) USDI,4OO|ounces ^< Harga Jual < USDI,SOOf ounces per ounces 4,5Oo/o dari Harga Jual 4) USDI,SOOIounces ^< Harga Jual < USDL,6OOf ounces per ounces 4,75o/o dari Harga Jual 5) USDL,6OO|ounces ^< Harga Jual < USD l,7OO f ounces per ounces 5,OO7o dari Harga Jual 6) Harga Jual> USDl ,TOOlounces g. Perak Primer per ounces 3,25o/o dari Harga Jual h. Timah 1) Logam Timah per ton 3,00% dari Harga Jual 2) Terak Timah a) Wolfram per ton 1,00%o dari Harga Jual b) Tantalum per ton 1,00% dari Harga Jual c) Neobium per ton 1,00% dari Harga Jual d) Stibium per ton 1,007o dari Harga Jual 3) Monasit - Xenotim a) Scandium Oksida (C\ per ton 1,00% dari Harga Jual b) Yttrium Oksida (Cl per ton 1,00% dari Harga Jual c) Lanthanum Oksida(C) per ton 1,007o dari Harga Jual d) Cerium d) Cerium Oksida (Cl per ton 1,00% dari Harga Jual e) Praseodimium Oksida (C) per ton 1,00% dari Harga Jual 0 ^Neodimium ^Olcsida ^(C) per ton 1,00% dari Harga Jual g) Promothium Oksida (C) per ton 1,OO7o dari Harga Jual h) Samarium Oksida (C) per ton 1,00% dari Harga Jual 0 ^Europium ^Oksida ^(C) per ton 1,00% dari Harga Jual j) Gandolinium Oksida (C) per ton 1,00% dari Harga Jual k) Terbium Oksida (C) per ton 1,00% dari Harga Jual l) Disprosium Oksida (C) per ton 1,00% dari Harga JuaI m) Holmiun Oksida (C) per ton' 1,00% dari Harga Jual n) Erbium Oksida (C) per ton 1,00% dari Harga Jual o) Thulium Olcsida (C) per ton 1,00% dari Harga Jual p) Yitterbium Olcsida (Cl per ton 1,007o dari Harga Jual q) Lutetium Oksida (C) per ton 1,007o dari Harga Jual 4) Zirkon per ton 4,OOoh dari Harga JuaI 5) Iliminit per ton 4,OOo/o dari Harga Jual 1.'; ", Y -l I ; ll$ 6) Rutil per ton 4,OOo/o dari Harga JuaI 7) Spodomene per ton 3,00% dari Harga Jual 8) REO (>99o/o) (P) per ton 1,OO% dari Harga Jual 9l Scandium Oksida (Pl per ton 1,00%o dari Harga Jual lOl Yttrium Olcsida (P) per ton 1,00% dari Harga Jual lI) Lanthanum Oksida (Pl per ton 1,00% dari Harga Jual 12) Cerium Oksida per ton 1,00% dari Harga JuaI L3) Praseodimium Oksida (Pl per ton 1,00% dari Harga Jual l4l Neodimium Oksida (P) per ton 1,007o dari Harga Jual 15) Promothium Oksida (P) per ton 1,OO% dari Harga Jual 16l Samarium Olcsida (P) per ton 1,00%o dari Harga Jual 17) Europium Oksida (P) per ton 1,00% dari Harga Jual l8l Gandolinium Oksida (P) per ton 1,0O%o dari Harga Jual L9) Terbium Oksida (P) per ton 1,OO7o dari Harga Jual 2Ol Disprosium Oksida (P) per ton 1,00% dari Harga Jual 2l) Holmium Oksida (P) per ton 1,00% dari Harga Jual 22) Erbium Oksida (P) per ton 1,00% dari Harga Jual 23) Thulium Oksida (P) per ton 1,00% dari Harga Jual 24) Yitterbium Oksida (Pl per ton 1,OO7o dari Harga Jual 25) Lutetium Olcsida (P) per ton 1,OO7o dari Harga Jual i. Bauksit 1) Bauksit per ton 7,OOoh dari Harga Jual 2) Produk Pemurnian a) Chemical Grade Alumina per ton 3,OO% dari Harga Jual b) Smelter Grade Alumina per ton 3,007o dari Harga Jual c) Logam Aluminium per ton 2,OOo/o dari Harga Jual d) Besi Oksida (Hematit) per ton 2,OOo/o darr Harga Jual e) Magnesium Oksida per ton 2,OOoh dari Harga Jual 0 ^Galium ^Oksida per ton 1,00%o dari Harga Jual j. Timbal dan Seng 1) Konsentrat Seng per ton 4,OOo/o dari Harga Jual 2) Konsentrat Timbal per ton 4,OOo/o dari Harga Jual 3) Produk Pemurnian a) Bullion Timbal (1) Timbal .
Timbal iT.sfffi per ton i{'*-*5i I '.: i--l ,' 3,00% dari Harga JuaI (2) Emas (a) Harga Jual USD1,3O0/ ounces per ounces 3,75o/o dari Harga JuaI USDl ,4OOlounces per ounces 4,OOoh dari Harga Jual USD1,5OOfounces per ounces 4,25o/o dari Harga Jual USD1 ,600lounces per ounces 4,5Oo/o dai Harga Jual USDl,TOOfounces per ounces 4,75o/o dari Harga Jual (0 Harga Jual USD1,7O0 f ounces per ounces 5,00% dari Harga Jual (3) Perak pet ounces 3,25%o dari Harga Jual b) Timbal Monoksida per ton 2,OOo/o dari Harga Jual c) Timbal Hidroksida per ton 2,OOo/o dari Harga Jual d) Timbal Dioksida per ton 2,OOo/o dari Harga Jual e) Bullion Seng per ton 2,OOo/o dari Harga Jual 0 ^Seng ^Monoksida per ton 2,OOo/o dali Harga Jual g) Seng Dioksida per ton 2,OOoh dari Harga Jua-l t d k. Kromium 1) Bijih Krom a) Kromium per ton 5,00% dari Harga Jual b) Platinum (Sebagai Ikutan) per ton 1,00% dari Harga Jual c) Paladium (Sebagai Ikutan) per ton 1,00% dari Harga Jual d) Rhodium (Sebagai Ikutan) per ton l,OO% dari Harga Jual e) Ruthenium (Sebagai Ikutan) per ton 1,00% dari Harga Jual 2) Konsentrat Kromtum a) Kromium per ton 4,OOo/o dari Harga Jual b) Platinum per ton 1,00% dari Harga Jual c) Paladium per ton 1,00% dari Harga Jual d) Rhodium per ton 1,00% dari Harga Jual e) Ruthenium per ton 1,00%o dari Harga Jual 3) Logam Kromium per ton 2,OOo/o dari Harga JuaI l. Litium per ton 3,00% dari Harga Jual m. Berilium per ton 2,OOoh dari Harga Jual n. Kalium per ton 3,00% dari Harga Jual o. Kalsium ,!'..'-,,-1 lr', -' : ':
.i: 1' i-SATUA}Ihl' . .i: , ti r\ I a{t\ .- ' j'.(|lr! o. Kalsium per ton 3,00% dari Harga Jual p. Bbmuth per ton 4,SOoh dari Harga Jual q. Molgbdenum per ton 4,5Oo/o dari Harga Jual r. Air Raksa per ton 3,75o/o dari Harga Jual s. Titanium per ton 3,50% dari Harga Jual t. Cadmium per ton 3,007o dari Harga Jual u. Indium per ton 3,00% dari Harga Jual v. Dgsprosium per ton 1,50% dari Harga Jual w. Torium per ton 1,50% dari Harga Jual x. Scandium per ton 1,50% dari Harga Jual y. Strontium per ton 2,OOo/o dari Harga Jual z. Germanium per ton 1,50% dari Harga Jual aa. Zenotin per ton 4,OOo/o dari Harga Jual bb. Osmium per ton 2,OOoh dari Harga Jual cc. Antimong per ton 4,50%o dari Harga Jual dd. Magnetit per ton 3,00% dari Harga Jual ee. Galena ee. Galena iti ,.{ ^.lir. iai Jt.1{0ts }|,'SIATIJAI{#.; ''- ^': ^' ^': '; ^r'1'1 ^'Y: ''' per ton 4,OOo/o dari Harga JuaI ff. Niobium per ton 1,50%o dari Harga Jual gg. Cesium per ton 1,50% dari Harga Jual hh. Hafnium per ton 2,5Oo/o dali Harga Jual 6 Pasir Laut untuk Wilayah Laut di atas 12 mil atau Berbatasan Langsung dengan Negara Lain per ton 7,5Oo/o dari Harga Jual III. DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI A. PENERIMAAN IURAN TETAP PANAS BUMI 1 Iuran Tetap Eksplorasi dan Eksploitasi sebelum Commercial Operation Date (coD) per ha per tahun USD 2.OO 2. Iuran Tetap Eksploitasi Setelah COD per ha per tahun USD 4.00 B. PENERIMAAN IURAN PRODUKSI PANAS BUMI 1. Uap per kwh 5,00% dari Harga Jual 2. Listrik per kwh 2,5Oo/o dari Harga Jual C.JASA PELAYANAN PENCETAKAN INFORMASI WILAYAH PANAS BUMI PETA 1. Peta Informasi a. Ukuran AO per lembar Rp o , oo b. Ukuran A1 per lembar Rp 0,00 c. Ukuran A4 per lembar Rp 0 oo 2. Peta E Rp 0,00 2. Peta Informasi Ukuran A4 Untuk Dokumen Perizinan per 3 lembar 3. Peta Digital Wilayah Panas Bumi per peta Rp 0,00 IV. BADAN GEOLOGI A. SEKRETAzuAT BADAN GEOLOGI Jasa Pelayanan Museum Geologi 1. Pelajar/Mahasiswa per orang Rp 2.000,00 per orang Rp 3.OOO,OO 2. Masyarakat Umum 3. Wisatawan Asing per orang Rp 10.000,00 B.PUSAT SUMBER DAYA BATUBARA, DAN PANAS BUMI MINERAL, 1. Jasa Teknologi/Konsultasi Eksplorasi Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Eksplorasi Mineral Bukan Logam a. 1) Survei Tinjau Skala 1:
O00 sampai dengan 1:
000, Luas Minimal 5.000 Ha per tematik laporan Rp 250.000,00 2) Penyelidikan Umum, Skala 1:
000 sampai dengan 1:
000, Luas Minimal 2.500 Ha per tematik laporan Rp 400.000,00 3) Eksplorasi Umum Skala 1:
000 sampai dengan 1:
000, Luas Minimal 1.000 Ha per tematik laporan Rp 600.000,00 Rp 1.000.000,00 4l Eksplorasi Rinci sampai dengan Minimal 500 Ha Skala 1:
000 1:
OOO, Luas per tematik laporan b. Eksplorasi Mineral Logam 1) Survei Tinjau Skala l:
000 sampai dengan 1:
000, Luas Minimal 5.000 Ha per tematik laporan Rp 250.000,00 2) Penyelidikan I FRES ^I DEN REPUELIK INDONESIA -20- l-++.: : 4\ y.4. 'i"saiFdAN,.r; lr-"J ^.l, ^hrl' J"i". ) i ^}r- 2l Penyelidikan Umum, Skala 1:
000 sampai dengan 1:
000, Luas Minimal 2.500 Ha per tematik laporan Rp 450.000,00 3) Eksplorasi Umum Skala 1:
000 sampai dengan 1:
000, Luas Minimal 1.000 Ha per tematik laporan Rp 750.000,00 4l Eksplorasi Rinci sampai dengan Minimal 1.000 Ha Skala 1:
000 1: 500, Luas per tematik laporan Rp 1.500.000,00 c Eksplorasi Batubara 1) Surwei Tinjau, Skala 1:
000, Luas Minimal 5.000 Ha per tematik laporan Rp 350.000,00 2) Penyelidikan Umum, Skala 1:
000, Luas Minimal 5.000 Ha per tematik laporan Rp 500.000,00 3) Eksplorasi Umum, Skala 1:
OOO - ^1:
000, ^Luas ^Minimal ^2.500 ^Ha per tematik laporan Rp 1.000.000,00 4) Eksplorasi Rinci, Skala 1:
000 - 1:
000, Luas Minimal 1.000 Ha per tematik laporan Rp 2.000.000,00 d. Eksplorasi Panas Bumi 1) Penyelidikan Pendahuluan, Skala Minimal 1:
000, Luas Minimal 25.000 Ha (Penyelidikan Geologi dan Geokimia) per tematik laporan Rp 1.500.000,00 2l Penyelidikan Rinci, Skala 1:
000 sampai dengan 1:
000, Luas Minimal 15.000 Ha (Penyelidikan Geologi dan Geokimia) per tematik laporan Rp 2.500.000,00 e Pemboran (Biaya Pengintian) 1) Mineral Bukan Logam a) Kedalaman (0,00-1OO M) Drill Hpe per meter per NQ Rp 30.000,00 b) Tambahan . I. rixxN+.sffi+i; 'ii tFS,{ Iit; b) Tambahan Kedalaman di atas 1OO M Dill Pipe per meter per NQ Rp 50.000,00 2l Mineral Logam ai Kedalaman (0,00 -100 M) Drill Pipe per meter per NQ Rp 60.000,00 b) Tambahan Kedalaman dari 100 M sampai dengan 200 M Dill Pipe per meter per NQ Rp 100.000,00 c) Tambahan Kedalaman dari 200 M sampai dengan 300 M DriU Hpe per meter per NQ Rp 200.000,00 3) Batubara a) Kedalaman (O,OO -100 M) Drill Hpe per meter per NQ Rp 50.000,00 b) Tambahan Kedalaman dari 100 M sampai dengan 200 M Dill Hpe per meter per NQ Rp 75.000,00 c) Tambahan Kedalaman dari 200 M sampai dengan 300 M Drill Hpe per meter per NQ Rp 100.000,00 4l Panas Bumi (Landaian Suhu) a) Kedalaman (0,00 -200 M) DiU Pipe per meter per NQ Rp 80.000,00 b) Tambahan Kedalaman (> 2OO - 4OO M) Dill Pipe per meter per NQ Rp 200.000,00 c) Kedalaman (, +OO M) Drill Pipe per meter per NQ Rp 400.000,00 2. Jasa Pembantuan Tenaga Ahli a Fungsional Utama per orang per hari Rp 1.000.000,00 b. Fungsional Madya f; fiffffi per orang per hari Rp 900.000,00 c. Fungsional Muda per orarlg per hari Rp 750.000,00 d. Fungsional Pertama per orang per hari Rp 550.000,00 e Asisten/Teknisi/ Su rueA or per orang per hari Rp 400.000,00 3. Jasa Penyelidikan Geofisika Mineral, Batubara, dan Panas Bumi a. GeolistrikMultichannel 1) Penyelidikan menggunakan Multichannel Mineral Geoli.strik per tematik laporan Rp 1.000.000,00 2) Penyelidikan Panas Bumi a) Mapping 250 M, 500 M, 800 M, 1.000 M per tematik laporan Rp 5.250.000,00 b) Sounding 1,6 - 2.000 M per tematik laporan Rp 5.700.000,00 b. Induced Polarisasi (IP) Jarak Antar Titik Ukur 25 Meter per tematik laporan Rp 5.000.000,00 c Geomagnetik l) Interval 25-50 Meter Sepanjang Lintasan maupun Random per tematik laporan Rp 500.000,00 2) Interval Sepanjang Random 100-200 Lintasan Meter maupun per tematik laporan Rp 600.000,00 3) Interval FRES IDEN REPUELIK ^INDONESIA -23- l";
' 3) Interval 25O 1.000 Meter Sepanjang Lintasan maupun Random f,bAifi.Hfifi: per tematik laporan ,n I" Rp 800.000,00 d. Gaya Berat 1) Interval 25 - 50 Meter Sepanjang Lintasan maupun Random per tematik laporan Rp 500.000,00 2) Interval lOO - 2OO Meter Sepanjang Lintasan maupun Random per tematik laporan Rp 600.000,00 3) Interval 25O - 1.000 Meter Sepanjang Lintasan maupun Random per tematik laporan Rp 800.000,00 e Magnetotellurtc dengan Remote Reference (Minimal 1O Titik) per tematik laporan Rp 1.000.000,00 f. Logging 1) Mineral dan Batubara, Parameter Self Potential (SP), Resistiuitg, Gamma-Rag, Densitg per tematik laporan Rp 700.000,00 2) Panas Bumi Parameter Tekanan dan Temperatur (P-T) Minimal 500 Meter per tematik laporan Rp 800.000,00 4, Jasa Analisis Laboratorium Kimia dan Fisika untuk Mineral, Batubara, dan Panas Bumi a Laboratorium Kimia Mineral, Batubara dan Panas Bumi 1) Analisis Mineral Logam a) Preparasi Contoh Batuan/ Tanah/Pasir (Maksimal 1 Kg) SNI L3-3496-t994 per sampel Rp 40.000,00 b) Metode Analisis Atomic Absorption Sp e ctrophoto metry (AAS ) L { r per unsur Rp 50.000,00 (1) Cu per unsur Rp 50.000,00 (2) Pb per unsur Rp 50.000,00 (3) Zn per unsur Rp 50.000,00 (41 Ag (s) Mn per unsur Rp 50.000,00 per unsur Rp 50.000,00 (6) Co Rp 50.000,00 (71 Ni per unsur per unsur Rp 50.000,00 (8) Fe per unsur Rp 50.000,00 (e) Li per unsur Rp 50.000,00 (10) K per unsur Rp 85.000,00 Cr (1 1) (r2l cd per unsur Rp 60.000,00 Rp 60.000,00 (13) Bi per unsur (14) Ca per unsur Rp 60.000,00 per unsur Rp 60.000,00 (1s) Na (16) Rb per unsur Rp 60.oo0,oo (r7) Sr per unsur Rp 60.000,00 (18) Mg per unsur Rp 60.oo0,oo (1e) Ba per unsur Rp 60.000,00 c) Kolorimetri (1) Sn per unsur Rp 70.000,00 (2) Mo per unsur Rp 80.000,00 (3) v per unsur Rp 60.000,00 d) Au (HCL - HNOs - MIBK ErtractionlAAS-GF) per unsur Rp 100.000,00 e) Au ,.' '' . 't '.-'l + !'.4.i ', ^SA'TtlAItluti '.-).r' r.,, i.',-- lil'f i : i; {6flJi{N: 'j, .' '"' r: l ,, ., .I e) Au (Fire Asscry/AAS) per unsur Rp 225.000,00 0 ^Inductiuelg Plasma(ICP) Coupled (1) Ce per unsur Rp 150.000,00 (2) La per unsur Rp 150.000,00 (3) Sm per unsur Rp 150.000,00 (4) Gd per unsur Rp 150.000,00 (s) Ho per unsur Rp 150.000,00 (6) Tm per unsur Rp 150.000,00 (7) rb per unsur Rp 150.000,00 (8) Yd per unsur Rp 150.000,00 (e) Eu per unsur Rp 150.000,00 (10)Nd per unsur Rp 150.000,00 (ItlLu per unsur Rp 150.000,00 (12)Pr per unsur Rp 150.000,00 (13)rb per unsur Rp 150.000,00 (ra\Er per unsur Rp 150.000,00 (Is)v per unsur Rp 150.000,00 (t6)Ta per unsur Rp 150.000,00 (t7lNb per unsur Rp 150.000,00 (r8lZr per unsur Rp 150.000,00 2) Analisis Mineral Bukan Logam dan Analisis Panas Bumi a) Preparasi Contoh Batuan/ Tanah/Pasir (Maksimal 1 Kg) SNI 13-3496-1994 per sampel Rp 40.000,00 b) Gas i - ...i l^ {t !f f" I Irt'imtrv'; -i b) Gas ChromatographglGC (untuk Analisa Hz, Oz ^+ Ar, CO, Nz, CH+, COz) per sampel Rp 700.000,00 c) X-Rag Fluorescence (XRF) (1) Major Element 8 unsur per sampel Rp 400.000,00 (2) Major Element 13 unsur per sampel Rp 600.000,00 d) Mera"try Analgzer per unsur Rp 75.000,00 3) AAS/Konvensional a) SiOz per unsur Rp 60.000,00 b) SiOzReaktif per unsur Rp 80.000,00 c) AlzOs per unsur Rp 60.000,00 d) Fe Total per unsur Rp 60.000,00 e) FezOs per unsur Rp 60.000,00 0 ^FeO per unsur Rp 60.000,00 g) FesOq per unsur Rp 60.000,00 h) MnTotal per unsur Rp 60.000,00 i) Drilling Mud Test (Chemical and Phg sical) per sampel Rp 100.000,00 j) Bleaching (Spectrophtometry), Expention (Blast, Cntcible and Penttl Test) per sampel Rp 75.000,00 k) Cation Exchange Capacitg (CEC)/Titrimetry per sampel Rp 75.000,00 1) Expention (Bast, Crucible and Pentil Test) per sampel Rp 75.000,00 m) Monmorillonite (Methglene Blue Test) per sampel Rp 70.oo0,oo {tr, ',1, + ^t J n) MnO per unsur Rp 60.000,00 o) MnOz per unsur Rp 60.000,00 p) CaO per unsur Rp 60.000,00 q) Mgo per unsur Rp 60.000,00 r) NazO per unsur Rp 60.000,00 s) KzO per unsur Rp 60.000,00 t) TiOz per unsur Rp 60.000,00 u) PTotal per unsur Rp 60.000,00 v) PzOs per unsur Rp 60.000,00 w) PzOs Cas per unsur Rp 60.000,00 x) SOs per unsur Rp 60.000,00 y) Ctz per unsur Rp 60.000,00 z) S Total per unsur Rp 60.000,00 aa) HzO per unsur Rp 20.000,00 bb) HzO. per unsur Rp 25.000,00 cc) Hilang Dlbakar/ HD/ LOI per unsur Rp 25.000,00 dd) Ph per unsur Rp 15.000,00 eel BI per unsur Rp 30.000,00 f0 BV per unsur Rp 30.000,00 gg) COz per unsur Rp 70.000,00 hh) CaCOs per unsur Rp 85.000,00 ii) CaSO< per unsur Rp 70.000,00 ij) ^CaCLz per unsur Rp 70.000,00 Wl Ca(oH)z per unsur Rp 70.ooo,oo ll) MgCOs. : !!, , rrr- ,,l: &at.ir :
SAT,U. AI{b: ; ll) MgCOs per unsur Rp 85.000,00 mm) MgSO< per unsur Rp 70.000,00 nnl CaO Bebas per unsur Rp 85.000,00 4) Analisis Air Panas bumi a) pH per sampel Rp 15.000,00 b) Daya Hantar Listrik/DHL/EC per sampel Rp 15.000,00 c) AAS/Spectropho-tometer (1) SiOz per unsur Rp 45.000,00 (21 At per unsur Rp 40.000,00 (3) Fe per unsur Rp 30.000,00 (4) Co per unsur Rp 30.000,00 (s) Ms per unsur Rp 30.000,00 (6) K per unsur Rp 30.000,00 (7) Na per unsur Rp 30.000,00 (8) Li per unsur Rp 30.000,00 d) Volumeti (l) NHq per unsur Rp 40.000,00 (21 B per unsur Rp 40.000,00 (3) ct per unsur Rp 40.000,00 (4) SOs per unsur Rp 40.000,00 (5) HCos per unsur Rp 30.000,00 (6) Cos per unsur Rp 30.000,00 (7) Coz per unsur Rp 45.000,00 e) Koloimetri.
ti, e) Kolorimetri (1) As per unsur Rp 45.O00,00 (21 F per unsur Rp 25.000,00 0 ^Meranry ^Analyzer per unsur Rp 60.000,00 per unsur Rp 400.000,00 g) Isotop Air/ Duetreum (H) dan O18 5) Analisis Batubara per sampel Rp 45.000,00 a) Preparasi Contoh b) Analisis Proksimat per sampel Rp 100.000,00 c) Analisis Utimat Karbon TotalD3178/ #1016 Part677 (1) per unsur Rp I00.000,00 Hidrogen Tota-lD3178/ #1016 Part6'77 (21 per unsur Rp 100.000,00 Nitrogen *D3l79l#lOL6 Part 6',77 (3) per unsur Rp 100.000,00 (41 Oksigen per unsur Rp 100.000,00 Belerang Total ISO 351-1996 (s) per unsur Rp 100.000,00 Rp 125.000,00 Nilai D5865-04 Kalori/ASTM d) per sampel e) Bentuk Belerang per sampel Rp 280.000,00 0 ^Khlor/ ^D2361 I ^#1016 ^Part 8',77 per unsur Rp 125.000,00 g) Sifat Ketergerusan (Hardgroue Grindabilitg Index/HGI/ ASTM D4O9 per sampel Rp 100.000,00 h) Nilai nI'dffi,ffi$t .! $t$rqta t h) Nilai Muai Bebas (Free Suelling Index/ FSI ) ^D7 ^20 per sampel Rp 30.000,00 i) Berat Jenis Sesungguhnya (True Specific Grauitg/TSG) per sampel Rp 30.000,00 j) Relatiue Densitg/AS 1038.2 r.t.t-2002 per sampel Rp 30.000,00 k) Bulk Densitg per sampel Rp 30.000,00 1) Porositas (Porositg) per sampel Rp 100.000,00 m) Titik Leleh Abu (Ash Fu s ib ilitg T e mp e r atu r e\ per sampel Rp 200.000,00 n) Tipe Kokas (Grag King Coke TApe) per sampel Rp 150.000,00 o) Kualitas Gas Batubara (NQ) 50 cm per sampel Rp 1.500.000,00 b Laboratorium Fisika Mineral dan Batubara 1) Preparasi Contoh a) Sayatan Sectionl Tipis (Thin per sampel Rp 100.000,00 100.000,00 b) Sayatan Poles (Polished Section) per sampel Rp c) Sayatan Poles Ganda (Double Polbhed Sectio n) per sampel Rp 300.000,00 d) Pemolesan Batuan (Rock Polishing) per cm2 Rp 100.000,00 e) Preparasi Mineral Butir (Heaug Mineral Separation with Hand Magnet) per sampel Rp 50.000,00 0 ^Preparasi Butir/Ayak Separation) Mineral (Seiuing per sampel Rp 75.000,00 g) Preparasi XRD/ Gerus (XRD Preparationl Poudefl : : ibtf+4ry; i per sampel ,l 'r\ Rp 50.000,00 h) Preparasi Retort (Retort Preparationl per sampel Rp 75.000,00 i) Preparasi Kuat Tekan (Compression Strength Preparation) per sampel Rp 150.000,00 j) Preparasi Batubara Isotherml Daya Serap (Absorption per sampel Rp 100.000,00 k) Preparasi Source Rock Analgsis per sampel Rp 100.000,00 1) Preparasi Analisis IRMS per sampel Rp 100.000,00 m) Preparasi Electron (SEM) Scanning per sampel Rp 100.000,00 2l Petrografi Batuan (Rock Petrographg) Deskripsi Petrografi dilengkapi dengan Interpretasi Mineral Ubahan (Petrographg Description by Interpretation of Altered Minerat) per sampel Rp 650.000,00 3) Petrografi Batubara (Coal Petrographg) Analisis Petrographg I Maseral Reflektan (Petrographg Analy sb / Maceral Reflectance) per sampel Rp 750.000,00 4l Mineragrafi (Mineragraphg) Deskripsi Petrographg Mineral Bijih dengan Interpretasi Mineralisasi (Ore Petrographg Description with Mineralization Interpretation) per sampel Rp 550.000,00 Inklusi Inclusionl Fluida (Fluid s) a) Temperahre Homogeni.sasi (TH) per sampel Rp 750.000,00 bl Temperature . ,oi,tsfrffhii'ij t ?{.F r-.': -' ^.'.,i.c!.sr b) Temperafiire Melting (TM) per sampel Rp 750.000,00 6) Mineral Mineralogg) Butir (Grain a) Pemeriksaan Konsentrat Dulang (Panned Concentrate Testl per sampel Rp 350.000,00 b) Analisa Ayak, 6 Fraksi dan Identifikasi Mineral (SeiuingAnalgsisl6 Fraction and Mineral Identification) per sampel Rp 600.000,00 7) Uji Fisik Batuan . (Rock Phgsical Test) per sampel Rp 400.000,00 8) Mineralogi (Mineralogg) a) Scanning Electron Microscope (SEM) per foto Rp 150.000,00 b) Retort per sampel Rp 500.000,00 9) X-Rag Difraction (XRD) Bulk per sampel Rp 400.000,00 10) Analisis Daya Serap Batubara (Absorption Isotherm) per sampel Rp 15.000.000,00 11) Derajat Kemagnetxt (Magnetic Degree) per sampel Rp 75.000,00 12) Organic Analgsis Analgsis) Material Pyrolgsis (Source Rock per sampel Rp 1.000.000,00 13) Isotop Ratio Mass Spectrometry Analgsis (IRMS Analgsis) per sampel Rp 2.000.0o0,oo 5. Jasa Pelayanan Produk Survei Bidang Geologi a. Peta Hardprint (1) Peta ' ,? ^,-^- di#tr 1) Peta Potensi Sumber Daya Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batubara, Gambut, Bitumen Padat, Coal Bed Methane (CBM) dan Panas Bumi Ukuran A3 (Ptain) Kabupaten a) Mineral Logam serta Formasi Pembawa Logam per lembar Rp 150.000,00 b) Mineral Bukan Logam per lembar Rp 150.000,00 c) Batubara serta Formasi Pembawa Batubara per lembar Rp 150.000,00 d) Potensi CBM per lembar Rp 150.000,00 e) Gambut serta Formasi Pembawa Gambut per lembar Rp 150.000,00 0 ^Bitumen Padat ^serta Formasi Pembawa Bitumen Padat per lembar Rp 150.000,00 g) Panas Bumi per lembar Rp 150.000,00 2l Peta Potensi Sumber Daya Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batubara, Gambut, Bitumen Padat, CBM dan Panas Bumi Ukuran A3 (G/ossy) Kabupaten a) Mineral Logam serta Formasi Pembawa Logam per lembar Rp 200.000,00 b) Mineral Bukan Logam per lembar Rp 200.000,0o c) Batubara serta Formasi Pembawa Batubara per lembar Rp 200.000,00 d) Potensi CBM per lembar Rp 250.000,00 Gambut serta Formasi Pembawa Gambut e) per lembar Rp 200.000,00 f) Bitumen eryiH ,1" -) , t i- 0 ^Bitumen Padat ^serta Formasi Pembawa Bitumen Padat per lembar 200.ooo,oo Rp 200.000,00 g) Panas Bumi per lembar 3) Peta Potensi Sumber Daya Mineral [,ogam, Mineral Bukan Logam, Batubara, Gambut, Bitumen Padat, CBM dan Panas Bumi, Ukuran A1/A0 (Plain) Provinsi Rp 500.000,00 a) Mineral Logam serta Formasi Pembawa Logam per lembar b) Mineral Bukan Logam per lembar Rp 500.ooo,oo c) Batubara serta Formasi Pembawa Batubara per lembar Rp 500.000,00 d) Potensi CBM per lembar Rp 500.000,00 e) Gambut serta Formasi Pembawa Gambut per lembar Rp 500.ooo,oo 0 ^Bitumen Padat ^serta Formasi Pembawa Bitumen Padat per lembar Rp 500.000,00 g) Panas Bumi per lembar Rp 500.000,00 4l Peta Potensi Sumber Daya Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batubara, Gambut, Bitumen Padat, CBM dan Panas Bumi Ukuran A1lAO (Glossy) Provinsi a) Mineral Logam serta Formasi Pembawa Logam per lembar Rp 600.000,00 b) Mineral Bukan Logam per lembar Rp 600.000,00 c) Batubara serta Formasi Pembawa Batubara per lembar Rp 600.000,00 !',.?i; {r 1,i lnfi -l t d) Potensi CBM per lembar Rp 600.000,00 e) Gambut serta Formasi Pembawa Gambut per lembar Rp 600.000,00 0 ^Bitumen Padat ^serta Formasi Pembawa Bitumen Padat per lembar Rp 600.000,00 g) Panas Bumi per lembar Rp 600.000,00 5) Peta Potensi Sumber Daya Mineral [.ogam, Mineral Bukan [,ogam, Batubara, Gambut, Bitumen Padat, CBM dan Panas Bumi Ukuran AO (Plainl Pulau- Pulau di Indonesia a) Mineral l,ogam serta Formasi Pembawa Logam per lembar Rp 1.500.000,00 b) Mineral Bukan Logam per lembar Rp 1.500.000,00 Batubara serta Formasi Pembawa Batubara c) per lembar Rp 1.500.000,00 d) Potensi CBM per lembar Rp 1.500.000,00 e) Gambut serta Formasi Pembawa Gambut per lembar Rp 1.500.000,00 0 ^Bitumen Padat ^serta Formasi Pembawa Bitumen Padat per lembar Rp 1.500.000,00 h) Panas Bumi per lembar Rp 1.500.000,00 i#,-fffiNii 6) Peta Potensi Sumber Daya Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batubara, Gambut, Bitumen Padat, CBM dan Panas Bumi Ukuran AO (Glossy), Pulau-Pulau di Indonesia #Sfiftdffi}': X#tf ^.itirlrli: Yq a) Mineral Logam serta Formasi Pembawa Logam per lembar Rp 1.600.000,00 b) Mineral Bukan Logam per lembar Rp 1.600.000,00 c) Batubara serta Formasi Pembawa Batubara per lembar Rp 1.600.000,00 d) Potensi CBM per lembar Rp 1.700.000,00 e) Gambut serta Formasi Pembawa Gambut per lembar Rp 1.600.000,00 0 ^Bitumen Padat ^serta Formasi Pembawa Bitumen Padat per lembar Rp 1.600.000,00 g) Panas Bumi per lembar Rp 1.600.000,00 7) Peta Potensi Sumber Daya Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batubara, Gambut, Bitumen Padat, CBM dan Panas Bumi Ukuran AO (Plainl Indonesia a) Mineral logam serta Formasi Pembawa Logam per lembar Rp 2.500.000,00 b) Mineral Bukan logam per lembar Rp 2.500.000,00 c) Batubara serta Formasi Pembawa Batubara per lembar Rp 2.500.000,00 d) Potensi CBM per lembar Rp 2.500.000,00 e) Gambut tSSi#{f,*31iI e) Gambut serta Formasi Pembawa Gambut per lembar Rp 2.500.000,00 0 ^Bitumen Padat ^serta Formasi Pembawa Bitumen Padat per lembar Rp 2.500.000,00 per lembar Rp 2.500.000,00 g) Panas Bumi 8) Peta Potensi Sumber Daya Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batubara, Gambut, Bitumen Padat, CBM, dan Panas Bumi Ukuran AO (Glossy), Indonesia a) Mineral Logam serta Formasi Pembawa Logam per lembar Rp 2.600.000,00 per lembar Rp 2.600.000,00 b) Mineral Bukan Logam per lembar Rp 2.600.000,00 Batubara serta Formasi Pembawa Batubara c) d) Potensi CBM per lembar Rp 2.600.000,00 e) Gambut serta Formasi Pembawa Gambut per lembar Rp 2.600.000,00 Rp 2.600.000,00 0 ^Bitumen Padat ^serta Formasi Pembawa Bitumen Padat per lembar g) Panas Bumi per lembar Rp 2.600.000,00 Rp 2.600.000,00 9) Peta Sebaran Batubara, serta Informasi Khusus Ukuran A0 (Plain) Indonesia per lembar 10) Peta Sebaran Batubara, serta Informasi Khusus Ukuran A0 (Glossy) Indonesia per lembar Rp 2.700.000,00 (1 1) Peta . ffi.ffiki 11) Peta Geokimia Stream Sediment Ukuran AO (Plainl Provinsi per lembar Rp 1.600.000,00 L2l Jasa Pengeplotan Koordinat pada Formasi Pembawa Batubara Ukuran A4, ^. 10 Titik per lembar Rp 200.000,00 13) Jasa Pengeplotan Koordinat pada Formasi Pembawa Batubara Ukuran A4, II - 25 Titik per lembar Rp 260.000,00 I4l Jasa Pengeplotan Koordinat pada Formasi Pembawa Batubara Ukuran A4,26 - 50 titik per lembar Rp 320.000,00 1s) Jasa PrinterlPlotter (Plainl Pemakaian Ukuran A3 per lembar Rp 50.000,00 16) Jasa PrinlerlPlotter (Glossy) Pemakaian Ukuran A3 per lembar Rp 75.000,00 L7) Jasa Pnnter / Plotter (Platnl Pemakaian Ukuran A0 per lembar Rp 100.000,00 18) Jasa Printer / Plotter (Glossy) Pemakaian Ukuran A0 per lembar Rp 125.000,00 19) Jasa Penggunaan Scanner, Ukuran A4 per lembar Rp 10.000,00 20) Jasa Penggunaan Scanner, Ukuran A0 per lembar Rp 20.000,00 2ll Jasa Penggambaran Peta Topografi Skala 1 :
000, Ukuran A2 per lembar Rp 500.000,00 b. Layanan -; f : , - , 'l"t :
i lri r{ b. Layanan Digitasi ,; i; ,ir5_a*f,, lI It, ir'f-+ry.4lHi 1) Digitaf Peta Line dan Poligon Setiap Lager per cm2 Rp 300,00 2) Digital Peta Point Setiap Layer per titik Rp 100,00 3) Pengisian Database (Item Record) per record Rp 2.000,00 4) Digitalisasi Laporan Hasil Survei Dalam Bentuk Digital (Rastef per cakram Rp 100.000,00 5) Pengolahan dan Pemodelan Batubara di Bawah Permukaan Tanah Minimal 5 Titik, 1O Sampel per ha Rp 4.600.000,00 6. Jasa Peralatan Teknik a. Alat Berat 1) Mesin Bor dengan Kapasitas Pengeboran NQ sampai dengan 30 M per hari Rp 200.000,00 2l Mesin Bor dengan Kapasitas Pengeboran NQ sampai dengan 70 M per hari Rp 300.o00,o0 3) Mesin Bor dengan Kapasitas Pengeboran NQ sampai dengan 120 M per hari Rp 800.000,00 4l Mesin Bor dengan Kapasitas Pengeboran NQ sampai dengan 300 M per hari Rp 1.000.000,00 5) Mesin Bor dengan Kapasitas Pengeboran NQ sampai dengan 500 M per hari Rp 2.000.000,00 6) Mesin Bor dengan Kapasitas Pengeboran NQ sampai dengan 700 M per hari Rp 4.000.000,00 7) Mesin ,} Rp 6.000.000,00 7) Mesin Bor dengan Kapasitas Pengeboran NQ sampai dengan 900 M per hari Rp 250.000,00 8) Pompa Pembilas Kapasitas Maksimum L4O Liter lMenit per hari per hari Rp 500.000,00 9) Pompa Pembilas Kapasitas Maksimum 600 Liter/Menit 10) Generator 60 kVA per hari Rp 300.000,00 11) Generator 120 kVA per hari Rp 600.000,00 l2l Buldozer per hari Rp 2.500.000,00 13) Crane Kapasitas 25 Ton per hari Rp 3.500.000,00 14) Blow out Preuenter (BOP) per hari Rp 1.250.000,00 15) Mesin Pompa Koken MG-50 per hari Rp 180.000,00 b. Alat Ukur 1) Total Station per hari Rp 170,000,00 2l Electronic Measurement (EDM) Distance per hari Rp 76,000,00 20,000,00 3) Theodolit per hari Rp 4) Water Pass/Palu per hari Rp lo,ooo,oo s) GPS per hari Rp 3O,O0o,O0 6) PrMA per hari Rp 250,000,00 c. Alat Geofrsika CSAMT Receiuer Transmitter 1) dan per hari Rp 3.OOO,O00,O0 2) Peralatan Survei Mineral (Alat IP) per hari Rp 1.200,000,00 3) Resistiuity Meter+ IP per hari Rp 1.500.000,00 4l Grauitg Meter Analog per hari Rp 500.000,00 5) Grauitg ftSxsiihlfrY ' -: , + | .'.,:
'rd 'f.T_+!f. 5) Grauity Meter Digital per hari Rp 1.500.000,00 6) Proton Magnetometer per hari Rp 400.000,00 7) Logging Batubara per hari Rp 700.000,00 8) Seismic Geometric Strata View per hari Rp 1.000.000,00 9) Georadar GPR SIR Sgstem per hari Rp 1.500.000,00 10) Magnetoteluric (MT) per hari Rp 3.000.000,00 11) Mobile Lab per hari Rp 3.500.000,00 12) Portable GC per hari Rp 1.500.000,00 d. AIat Perbengkelan 1) Mesin Bubut Besar Daya 20 kw per jam Rp 36.500,00 2l Mesin Bubut Menengah Daya 5,5 kW perjam Rp 25.000,00 3) Mesin Bubut Menengah Daya 5kw perJam Rp 22.OOO.,OO 4l Mesin Bubut Kecil Daya 0,75 kw per jam Rp 15.000,00 5) Mesin Mailing Daya 7,5 kW per Jam Rp 20.000,00 6) Mesin Skrap Daya 3 kW perJam Rp 16.000,00 7) Mesin Las TIG 180 Daya 3 kW perJam Rp 15.000,00 8) Mesin Mig Daya 10 kW perJam Rp 17.500,00 9) Mesin Las Miller Daya 14 kW per Jam Rp 22.OOO,OO C. PUSAT VULKANOLOGI BENCANA GEOLOGI DAN MITIGASI 1 Jasa Teknologi Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi a. Jasa Teknologi Kegunungapian 1) Penyelidikan 1) Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Gunung Api, Skala 1:
000 (Minimal 750 km2) per kmz Rp 1.000.000,00 2) Penyelidikan dan Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Gunung Api, Skala 1:
OOO (Minimal 750 km2) per kmz Rp 1.OOO.000,OO 3) Penyelidikan Potensi Wisata Gunung Api, Skala 1 :
000 (Minimal 5OO km2) per kmz Rp 900.000,00 4) Penyelidikan Deformasi Metode Leuelling (Minimal 12 Titik) per titik Rp 8.OO0.OO0,OO 5) Penyelidikan Deformasi Metode Electronic Distance Measurements (EDIUI) (Minimal 6 Garis) per garls Rp 4.OOO.O00.OO Penyelidikan Metode Global System (GPS (Minimat 12 Titik) Deformasi Positioning Geodetik) 6) per titik Rp 3.500.000,00 7) Penyelidikan Deformasi Metode Citra Satelit (Minimal 2.800 Km2) per kmz Rp 600.000,00 8) Penyelidikan Geolistrik 2 Dimensi (Minimal 2 Km Lintasan) per km lintasan Rp 20.000.000,00 9) Penyelidikan Mikro Sefsmik (Minimal 4 Titik) per titik Rp 4.000.000,00 Jasa Teknologi Gerakan Tanah, Gempa Bumi dan Tsunami b Penyelidikan dan Zona Kerentanan Tanah 1) Pemetaan Gerakan Skala 1 : 500 km2) 50.000 (Minimal a) per km2 Rp 1.000.000,00 #"3,,IiH-r.-ffi l.lgFi ilYslr ffiffiffi.ry*ry d'.iltdt Fiffi b) Skala 1 :
000 (Minimal 2S0 km2) per kmz Rp 1.700.000,00 2) Penyelidikan dan Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi dan Tsunami a) Penyelidikan Sesar Aktif Skala 1 :
OOO (Minimal 100 km2) per km2 Rp 2.500.000,00 b) Penyelidikan Mikrozonasi Gempa Bumi Skala I :
000 (Minimal l0O km2) per kmz Rp 1.500.000,00 c) Penyelidikan Mikrogravity Skala 1 :
000 (Minimal 100 km2) per km2 Rp 1.500.000,00 d) PenyelidikanGeomagnetik (Minimal 1OO km2) per kmz Rp 1.500.000,00 e) Penyelidikan Geolistrik 2 Dimensi (Minimal 1 km) per km Rp 20.000.000,00 0 ^Penyelidikan Menggunakan Peralatan Ground Penetration Radar (GPR) (Minimal 1 km) per km Rp 15.000.000,00 g) Penyelidikan Sesar Aktif Skala 1 :
000 (Minimal 100 km2) per kmz Rp 1.500.000,00 h) Penyelidikan Karakteristik Pantai Rawan Tsunami skala 1 :
000 (Minimal 100 km2) per kmz Rp 1.500.oo0,o0 il ^Pemetaan Batimetri Pantai Rawan Tsunami (Minimal 2 km2) per kmz Rp 53.000.000,00 j) Penyelidikan . - tr"r '*+; t +- $ ;
1 i,; is'flT.Y'$.NH ffiffi j) Penyelidikan Detail Risiko Tsunami Wilayah Perkotaan dan Kawasan Wisata Pantai (Minimal 100 km2) per km2 Rp 600.000,00 2. Jasa Perbantuan Tenaga Ahli a. Fungsional Utama per orang per hari Rp 2.480.000,00 b. Fungsional Madya per orang per hari Rp 2.325.000,00 c Fungsional Muda per orang per hari Rp 1.937.500,00 d. Fungsional Pertama per orarlg per hari Rp 1.317.500,00 e Asisten /Teknisi / Surveyor per orang per hari Rp 542.500,00 3. Jasa Laboratorium a. Analisis Gas, Paket Terdiri dari Ar, Oz, Nz, CO, CHq, HzS, SOz, COz, HCl, dan HF per paket Rp 1.200.000,00 b. Analisis Kimia Air Gunung Api 1) Derajat Keasaman (pH) per uJl Rp 25.000,00 2) Daya Hantar Listrik (DHL) per uji Rp 25.000,00 3) Natrium (Na) per uJl Rp 50.000,00 4l Kalium (K) per uji Rp 50.000,00 5) Lithium (Li) per uji Rp 50.000,00 6) Kalsium (Ca) per uJl Rp 50.000,00 7) Magnesium (Mg) per uji Rp 50.000,00 8) Bikarbonat (HCOs) per uJl Rp 30.000,00 9) Klorida (CI) per uji Rp 50.000,00 10) Sulfat (SOn) per uji Rp 50.000,00 11) Fluoida (F) per uJl Rp 50.000,00 12) Boron (B) per uji Rp 50.000,00 13) Sitika (Sebagai Sioz) per uJl Rp 50.000,00 l4l Ammonia" (Sebagai NHs) per uJl Rp 50.000,00 4. Jasa Pelayanan Produk Survei Bidang Geologi a. Jasa Pengolahan 1) Jasa Pengolahan Data untuk Bencana Gerakan Tanah dan Analisis Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah skalal:
000dan1:
OOO (Minimal 300 km2) per km2 Rp 140.000,00 2) Jasa Pengolahan Data Untuk Bencana Gempa Bumi dan Tsunami a) Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi Skala 1 : 5O.O0O (Minimal 3OO km2) per kmz Rp 140.000,00 b) Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami Skala 1 :
000 (Minimal 300 km2) per kmz Rp 140.000,00 3) Jasa Pengolahan Data untuk Bencana Letusan Gunung Api a) Pengolahan Data Dengan Metoda Seismik (Minimal 3 Titik) per titik Rp 2.000.000,00 b) Pengolahan Data Dengan Metoda Deformasi (1) Metode Leueling (Minimal 12 Titik) per titik Rp 1.300.000,00 (2) Metode . mffiffiilfi& rr,l, I3_1J.t,.'l-1lF '- -: ^4ff., ^! i; '; ^t,lf; : ,' ^j1{, li &.W.Wffit (21 Metode Deformasi Metode Electronik Distance (Minimal 10 Titik) r: ?.; ,'$'E-- 1./--'j ^; -: ,- l+SATUAN,."lX . .1 ^I : jtti,r- i' !.,i"!'; 1, per titik Rp 1.750.000,00 (3) Metode Globat Positioning System (cPS) Geodetik (Minimal 12 Titik) per titik Rp 2.100.000,00 (4) Metode Citra Satelit (Minimal 2.800 km2) per km2 Rp 30.000,00 4l Jasa Pengolahan Data untuk Rencana Umum Tata Ruang Wilayah a) Peta Kemiringan Lereng Skala 1 :
000 per kmz Rp 60.000,00 b) Peta Kawasan Bencana Skala 1 Rawan 25.000 per kmz Rp 60.000,00 c) Peta Potensi Gerakan TanahSkalal:
000 per km2 Rp 60.000,00 b. Jasa Cetak Peta 1) Peta Geologi Skala Ukuran AO Gunung Api 1 :
000 per lembar Rp 1.500.000,00 2) Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Skala 1 : 5O.OOO Ukuran A0 per lembar Rp 1.500.000,00 3) Peta Kerentanan Tanah Skala 1 Ukuran A0 Gerakan 50.000 per lembar Rp 1.500.000,00 5. Jasa Peralatan Teknik a. Grauimeter per hari Rp 500.000,00 b. Geolbtrik Multi Channel per hari Rp 4.000.000,00 c. Ground Penetrqtion Ra"dar (GPR) per hari Rp 4.000.000,00 d. Alat Ukur ildX+riam--: t U' *' t'.4: ''-',';
\q.t, ^ti, ,.; i"{ r l ^ra ; r',1 d. Alat Ukur Total Station per hari Rp 200.000,00 e. Alat Ukur EDM per hari Rp 150.000,00 f. Alat Ukur Theodolit per hari Rp 75.000,00 g. GPS Navigasi per hari Rp 30.000,00 h. GPS Geodetic per hari Rp 500.000,00 D.PUSAT AIR TANAH DAN GEOLOGI TATA LINGKUNGAN 1. Jasa Penyelidikan dan Pemetaan a. Penyelidikan dan Hidrogeologi Skala (Minimal 400 km2) Pemetaan 1: 1O0.OOO per km2 Rp 500.000,00 b Penyelidikan dan Hidrogeologi Skala (Minimal 400 km2) Pemetaan l:
000 Per ^km2 Rp 750.000,o0 c Penyelidikan dan Hidrogeologi Skala (Minimal 200 km2) Pemetaan 1:
000 per kmz Rp 1.500.000,00 d Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Teknik Skala 1:
000 (Minimal 400 km2) meliputi Uji Sondir, Contoh Tanah Terganggu/Tidak Terganggu, Pembuatan Paritan Uji Kedalaman 1 m per kmz Rp 500.000,00 e Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Teknik Skala 1:
000 (Minimal 400 km2) meliputi Uji Sondir, Bor Tangan, Contoh Tanah Terganggu/Tidak Terganggu, Paritan Uji Kedalaman 1 m per kmz Rp 750.000,00 f Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Teknik Skala 1:
000 (Minimal 200 km2) meliputi Uji Sondir, Bor Tangan, Contoh Tanah Terganggu/Tidak Terganggu, Paritan Uji Kedalaman I m per kmz Rp 1.500.000,00 g. Penyelidikan Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Teknik Skala 1 :
000 (Minimal 50 km2) meliputi Pemboran Teknik, Uji Sondir, Contoh Tanah Terganggu/Tidak Terganggu, Pembuatan Paritan Uji Kedalaman Maksimum 3 m o b B.SAT,I-IAI{,+ il,, "'{i: lttlf iuf!.(f per km2 Rp 3.500.000,00 Penyelidikan dan Pemetaan Geologi LingkunganSkala I :
000 (Minimal 400 km2) h. per kmz Rp 500.000,00 Penyelidikan dan Pemetaan Geologi LingkunganSkalal:
000 (Minimal 400 km2) 1. per kmz Rp 750.000,00 Penyelidikan dan Pemetaan Geologi LingkunganSkalal:
000 (Minimal 200 km2) j per km2 Rp 1.500.000,00 Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Kawasan Pertambangan Skala I : IOO.OOO (Minimal 4OO km2) k. per kmz Rp 500.000,00 Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Kawasan Pertambangan Skala 1 :
000 (Minimal 400 km2) I per km2 Rp 750.000,00 Penyelidikan dan Pemetaan Geologi Kawasan Pertambangan Skala 1 :
000 (Minimal 1OO km2) m per kmz Rp 1.500.000,00 2. JasaTeknologi/Konsultasi Jasa Kajian dan Pembuatan Peta Potensi Air Tanah Skala 1 :
000 a. per kmz Rp 750.000,00 Jasa Kajian .dan Pembuatan Peta Konservasi Air Tanah Skala 1 : 10O.OOO (Minimal 400 km2) b. per kmz Rp 750.000,00 Jasa Kajian dan Pembuatan Peta Kualitas Air Tanah Skala 1:
000 (Minimat 400 km2) c. per kmz Rp 500.000,00 d. Jasa t d Jasa Pemboran Air Tanah (Minimal 150 m) f,5xiti{ftir ,", f. i-: t, '...i rlr. per m 2.000.000,00 e Jasa Uji Pemompaan per sumur Rp 10.000.000,00 f. Jasa Pemodelan Air Tanah Pada Cekungan Air Tanah (CAT) per kmz Rp 500.000,00 o b' Jasa Pengujian Sondir Kapasitas 2,5 ton per titik Rp 720.000,00 h. Jasa Pengujian Sondir Kapasitas 5,0 ton per titik Rp 1.500.000,00 I Jasa Pengujian Sondir Kapasitas 10,0 ton per titik Rp 2.500.000,00 j Jasa Pengujian SPT Pengambilan Sampel Tanah dan per uJr Rp 150.000,00 k. Jasa Pemboran Teknik untuk Batuan Lunak per m Rp 350.000,00 I Jasa Pemboran Teknik untuk Batuan Keras per m Rp 400.000,00 m. Jasa Penyelidikan Geoteknik Tapak TPA Industri (Minimal 25 ha) per ha Rp 10.500.000,00 n. Jasa Penyelidikan Geoteknik Tapak TPA Perkotaan (Minimal 40 ha) per ha Rp 10.500.000,00 o Jasa Penyelidikan Geoteknik Tapak Perumahan, Kawasan Industri dan PerkantoranSkalal:
000 (Minimal 40 ha) per ha Rp 10.500.000,00 p Jasa Kajian Lingkungan Tapak Limbah Perkotaan (Minimal 900 km2) per kmz Rp 400.000,00 q Jasa Kajian Lingkungan Tapak Limbah Industri (Minimal 900 km2) per kmz Rp 400.000,00 r Jasa Kajian Lingkungan Pertambangan dan Sumber Daya Alam (Minimal 1O ha) per ha Rp 22.500.000,00 s. Jasa '$-q,ffi -l '1{" { ^- ^6Lil .,? J-rfr,ijf'i ',sl: ryryi s Jasa Kajian Pengembangan Ruang) Skala 1 900 km2) Lingkungan Wilayah (Tata 5O.OO0 (Minimal per km2 Rp 400.000,00 t. Jasa Kajian Lingkungan Tapak Limbah Pertambangan (Tailing) (Minimal 10 ha) per ha Rp 22.500.000,00 u Jasa Kajian Lingkungan Pertambangan (Penimbun Tanah Penutup) (Minimal 10 ha) per ha Rp 22.500.000,00 v Jasa Kajian Lingkungan Tapak Pasca Tambang (Minimal 10 ha) per ha Rp 17.500.000,00 w Jasa Kajian Rehabilitasi/ Reklamasi Tapak Pasca Tambang (Minimal 10 ha) per ha Rp 22.500.000,00 3. Jasa Perbantuan Tenaga Ahli a. Fungsional Utama per orang per hari Rp 2.480.000,00 b. Fungsional Madya per orang per hari Rp 2.325.000,00 c Fungsional Muda per orang per hari Rp 1.937.500,00 d. Fungsional Pertama per orang per hari Rp 1.317.500,00 e Asisten / Teknisi/ Suryeyor per orang per hari Rp 542.500,00 f. Pengemudi Truck Mounted per orang per hari Rp 400.000,00 4. Jasa Penyelidikan Geofisika a. Pendugaan Ahtifer dengan Menggunakan Geolistrik 2 Dimensi (Kedalaman Maksimum 200 m) per km lintasan Rp 20.o00.000,00 b. Pendugaan T: -.!it: r: 6dtudr.tiir ; '_ : i, i'.-,/ -i,"1 ){. J, b Pendugaan Kedalaman Akuifer dengan Menggunakan Geolistrik Sounding (Minimum 20 Titik) per titik Rp 1.500.000,00 c Pengujian Logging (Kapasitas Alat untuk Kedalaman Maksimum 150 m) per sumur Rp 10.000.000,00 d. Pengujian Logging (Kapasitas Alat untuk Kedalaman 150-300 m) Parameter Lengkap (Spontaneous Potential, Tahanan Jenis, Gamarag, Kerapatan) per sumur Rp 22.000.000,00 e Pengujian Borehole Camera per sumur Rp 12.500.000,00 f. Pengujian Seismic (Sumber Palu) Refraksi per km Iintasan Rp 20.000.000,00 o b' Pengujian Radar Ground Penetrating per km Rp l5.ooo.000,oo 5. Jasa Laboratorium a. Air Minum/Air Bersih/Badan Air Fisika - Kimia 1) Kekeruhan per uJl Rp 9.000,00 2) Warna per uji Rp 9.000,00 3) Bau per uJr Rp 3.000,00 4l Rasa per uJl Rp 3.000,00 5) Daya Hantar Listrik per uji Rp 12.500,00 6) pH per uJl Rp 15.000,00 7l Kesadahan per uJl Rp 22.OOO,OO 8) Kalsium (Ca+21 per uji Rp 22.OOO,OO 9) Magnesium (Mg+2) per uJl Rp 20.000,00 10) Logam Fe (AAS) per uji Rp 52.000,00 11) Logam Mn (AAS) per uJl Rp 52.000,00 12) Kalium 12) Katium (K+) "+ ^rr'$; ^I ^lr.'t{.iil," ''-iS.eEUAN,ii: per uJl I Rp 32.000,00 13) Natrium (Na+) per uJl Rp 32.000,00 14) Litium (Li+) per uJl Rp 32.000,00 15) Karbonat (Cq-2) per uJr Rp 25.000,00 16) Bikarbonat (HCOs-) per uJr Rp 17.000,00 L7) Karbon Diolcsida (COz) per uji Rp 25.OO0,OO 18) Kloida (Ct) per uJl Rp 30.000,00 19) Sutfat (SOq-2) per uJ1 Rp 22.OOO,OO 2Ol Nitrogen-Nitrit (N-NOz) per uJr Rp 20.000,00 2l) Nitrogen-Nitrat(N-NOs) per uji Rp 30.000,00 221 Silika (Sioz) per uJl Rp 25.000,00 23) Zat Organic per uJl Rp 20.000,00 241 ZatPadat Terlarut (TDS) per uJl Rp 20.000,00 b. Bakteri Coli (Esch.ericia Coh) per uji Rp 100.000,00 c. Plankton per uJl Rp 34.000,00 d. Logam Berat Dalam Air/Lumpur 1) Tembaga (Cu) per uJ1 Rp 63.000,00 2l Timbat (Pb) per uji Rp 63.000,00 3) Seng (Znl per uJl Rp 63.000,O0 4) lkom (Cr) per uJr Rp 63.000,00 5) Kobalt (Col per uJl Rp 63.000,00 6) Nikel (Nfl per uJl Rp 63.000,00 7) Alumunium (A4 per uJl Rp 63.000,00 8) Selenium (Se) per uJr Rp 70.000,00 9) Raksa 9) Raksa (Hg) 1T$ffifffifiq . .^,. ..r.,t ..,,f,[t;
,- per uji b$i# ,!t- ii4 I Rpl 240.000,00 10) Arsen (As) per uJl Rp 190.000,00 1l) Iodine (/) per uJl Rp 30.000,00 L2l Sianida (C$ per uJl Rp 40.000,00 13) Fluorida (F) per uJr Rp 80.000,00 14) Sulfida per uJl Rp 30.000,00 15) Phospat (PO+) per uJr Rp 63.000,00 16) Kadmium (Cd) per uji Rp 63.000,00 e Analisis Unsur Lainnya 1) Salinitas per uJl Rp 25.000,00 2) Sedimen Layang (SS) per uJr Rp 25.000,00 3) Total Suspensi Solid (TSS) per uJl Rp 25.000,00 4) BedLoad per uji Rp 25.000,00 f. Mekanika Tanah 1) Kadar Air (Water Contentl per uJ1 Rp 22.500,00 2l Berat Jenis (Spesific Grauitg) per uJl Rp 22.500,OO 3) Berat Isi Asli (Unit Wetghtl per uji Rp 22.500,00 4l Atterberg Limits per uJl Rp 75.000,00 5) Shrinkage Limit per uji Rp 75.000,00 6) Analisa Besar Butir Saringan/ Hidrometer per uJr Rp 75.000,00 7) Permeabilttg per uji Rp 110.O00,00 Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressiue Strength) 8) per uJl Rp 110.000,00 9) Direct. e) Direct Sear Test Uncons olidote d U ndraine d x'Jq,','{*'".1'r i.r' * i r *SA?lfiq{il:
llt{' #7.h'ffil per uJ1 Rp 225.000,00 10) Direct Sear Test Consolidated Undrained per uJl Rp 450.000,00 11) Triaxial Test Unconsolidated Undrained per uJl Rp 225.000,00 r2) Triaxial Test Consolidated Undrained per uji Rp 400.000,00 13) Triaxial Test Consolidated Drained per uji Rp 540.000,00 14) Konsolidasi per uJl Rp 300.ooo,oo 15) Kompaksi Standard per uJr Rp 225.000,00 16) Kompaksi Modified per uJr Rp 300.000,00 17) Metode Califurnia Beartng Ratio Design (Tidak Direndam) per uJl Rp 300.000,00 18) Metode Califurnia Bearing Ratio De sign (Direndam) per uji Rp 375.000,00 19) Swelling Test per uJl Rp 300.000,00 2Ol Cgclick Triaxtal Test per uJl Rp 750.000,00 g. Mekanika Batuan 1) Schmidt Hammer Hardnest Test per uji Rp 75.000,00 2) Point Load Test per uJl Rp 150.000,00 3) Basic Phgsical Properties per uJl Rp 150.OOO,OO 4l Utrasonic Velocitg Test per uJr Rp 150.000,00 s) Rock Triaxial Compressiue Test per uJl Rp 525.000,00 6) Slake Durabilitg Test per uJ1 Rp 225.000,00 7) Los Angeles Abrassion Test per uji Rp 300.000,00 l tffiffiffi.*r 8) Soundness Test per uji Rp 225.000,00 9) Permeabilitg Test per uJ1 Rp 150.000,00 10) Direct Shear Test (Bedding Plane) per uJl Rp 450.000,00 11) Brazilian Strength Test/Tensile per uJl Rp 225.000,00 12) Rock/ Concrete Compression Test per uJl Rp 300.000,00 6. Pelayanan Produk Survei Bidang Geologi a. Peta Digitasi 1) Peta Hidrogeologi Kabupaten) (per per lembar Rp 750.000,00 2) Peta Geologi Teknik (per Kabupaten) per lembar Rp 750.000,00 3) Peta Geologi Lingkungan per lembar Rp 750.000,00 4l Peta Pertambangan Lingkungan per lembar Rp 750.000,00 b. Layanan Digitasi 1) Digitasi Peta Line Dan Poligon per cm2 per layer Rp 500,00 2) Digitasi Peta Point per titik per layer Rp 150,00 3) Pengisian Data Base ltem Record per record Rp 2.500,00 c Peta Cetak (Hard Copa) 1) Peta Geologi Teknik Skala 1 : IOO.OOO per lembar Rp 100.000,00 Peta Geologi Teknik Skala 1 25.000 2l per lembar Rp 75.000,00 3) Peta 3) Peta Geologi Tata Lingkungan Skala I : 1O0.0OO its[iU[it1]l .tiz,: rf,itt- lt nr ,: 'j i per lembar I Rp 100.000,00 4) Peta Kerentanan Gerakan TanahSkalal:
000 per lembar Rp 100.000,00 s) Peta Hidrogeologi Skala 1 100.000 per lembar Rp 125.000,00 6) Peta Skala Geologi Hidrogeologi 1 :
000 per lembar Rp 100.000,00 d. Publikasi Lain l) Publikasi Tematik per buku Rp 100.000,00 2l Buletin Geologi Lingkungan (GTL) Tata per buku Rp 50.000,00 7. Jasa Peralatan Teknik a. Alat Berat 1) Mesin Bor Teknik Kapasitas ^< 60 m Kecil per bulan Rp 3.500.000,00 2) Mesin Bor Teknik Besar Kapasitas ^> 60 m per bulan Rp 4.500.000,00 3) Mesin Bor Air Skidmounted Kedalaman sampai dengan 150 m per bulan Rp 15.000.000,00 4l Mesin Bor Air Tntckmounted Kapasitas > 150 m per bulan Rp 75.000.000,00 5) Crane Tntck per bulan Rp 50.000.000,o0 6) Forktifi per bulan Rp 10.o00.000,00 7) Sondir Kapasitas 2,5 ton per hari Rp 750.000,00 8) Sondir Kapasitas 5,0 ton per hari Rp 1.O00.000,00 9) Sondir Kapasitas 10 ton per hari Rp 1.500.000,00 10) Compresor Kecil per hari Rp 650.000,00 ll\ Compresor ,tl'-iittbl$ : tl ^1 ?ll rs#: ?"H-illifil 1 1) Compresor Besar per hari Rp 1.000.000,00 b. Alat Survei 1) Alat Ukur Total Station per hari Rp 200.000,00 2l AIat Ukur EDM per hari Rp 150.000,00 3) Alat Ukur Theodolite (To) per hari Rp 75.000,00 4) GPS (Hand Hetdl per hari Rp 30.000,00 c. Alat Geofisika 1) Bore Hole Camera per hari Rp 10.000.000,00 2) Well Logging per hari Rp 1.650.000,00 3) Geoseismik per hari Rp 4.500.000,00 4l Geolistrik per hari Rp 220.000,00 E. PUSAT SURVEI GEOLOGI 1. Jasa Laboratorium a. Geokronologi (Geochronology) 1) Pentarikhan Metoda Kaltum- Argon (K-Ar Datingl atau Argon-Argon (Ar-Ar) per sampel Rp 4.400.000,00 2l Pentarikhan Metoda Jejak Belah (Fission Track Dating) a) Umur Mutlak per sampel Rp 3.250.000,00 b) Pentarikhan Metoda Jejak Belah dengan Paleothermal (Fissron Track Dating with Paleothermal) per sampel Rp 4.250.000,00 3) Pentarikhan Metoda Radiokarbon (C- 14 Dating) per sampel Rp 3.900.000,00 i- .1}tll'rlI* 'trx",i'I'\l ^?t{s Petrologi dan Mineralogi (Petrologg and Mineralogg) b 1) Petrografi dan Mineragrafi (Petrographg and Mineragraphg) per sampel Rp 650.000,00 a) Petrografi Batuan Umum (General Rock Petrography) b) Petrografi (Detailed Batuan Rinci Rock Petrographg) per sampel Rp 815.000,00 Rp 775.000,00 c) Petrografi Organik (Organic Petrographg) per sampel per sampel Rp 650.000,00 d) Petrografi Bijih Petrographg) (Ore e) Petrografi Butiran (Grain Petrographg) per sampel Rp 650.000,00 0 ^Kilau Katode (C atho dolumtne s - ce nce ) per sampel Rp 670.000,00 g) Pengujian Inklusi Fluida (Fluid Inclusio n Analg sis ) per sampel Rp 775.000,00 h) Preparasi Sayatan Tipis Petrografi (Petrographg Thin Se ction Prep aration) per sampel Rp 150.000,00 i) Preparasi Poles Mineragra{i (Polishing Pr ep ar atio n Mine rag rap hg) per sampel Rp 120.000,00 j) Preparasi Inklusi Fluida (Fluid Inclusion Preparationl per sampel Rp 225.000,00 2) Mineralogi (Mineralogg) a) Scanning Microscope (SEM) Electron (1) SEM-Pholo per photo Rp 180.000,00 (2) SEM-EnergA 't"' f.fiffiffi.ffiq{ (2) SEM-Energg Dispersiue Spectro- meter (SEM-EDS/ per sampel Rp 950.000,00 b) XRD serbuk (Powder X- Rag Diffraction) per sampel Rp 475.000,00 c) Analgtical Spectra Deuices (ASD) per sampel Rp 375.000,00 3) Sedimentolo$ (Sedimentology) a) Mineral Berat (Heaug Mineral) per sampel Rp 850.000,00 b) Pengujian Besar Butir (Grain Size Analgsis) per sampel Rp 325.000,00 c) Keporian dengan Merkuri (Meratry Porosity) per sampel Rp 550.000,00 d) Pengujian Partikel Halus (Particle Analysis) per sampel Rp 325.000,00 c Paleontolo $ (Paleontology ) 1) Makropaleontologi (Macropaleontologgl a) Moluska (Mollusca) per sampel Rp 700.000,00 b) Brachiopoda (Brachiopods) per sampel Rp 700.000,00 2) Mikropaleontologi (Micropaleontologg) a) Foranrinefera (Foraminifera) (1) Foraminifera Kecil (Small Foraminifera) per sampel Rp 750.000,00 Foraminifera Kecil dengan SEM (With Scanning Electron Microscope) (2) per sampel Rp 1.200.000,00 (3) Foraminifera Besar (Large Foraminifera) per sampel Rp 775.000,00 (4) Preparasi Sayatan Foraminifera Besar (Preparation Incision Large Foraminifera) per sampel Rp 150.000,00 (s) Preparasi Pencucian Foraminifera (Preparation Washing Foraminifera) Kecil of Small per sampel Rp 75.000,00 b) Nanoplangton (Nanoplankton) (1) Nanoplangton tanpa Scanning Electron Microscope (sEM) per sampel Rp 700.000,00 (2) Nanoplang-ton dengan SEM per sampel Rp 1.000.000,00 c) Palinologi(Palgnology) (1) Palinologi Kuantitatif (Quantitatiue Palgnologg) per sampel Rp 1.350.000,00 (2) Palinologi Kualitatif (Qualitatiue Palgnologg) per sampel Rp 950.000,00 (3) Preparasi Palinologi (Palgnologg Preparationl per sampel Rp 250.000,00 d. Kimia (Chemistry) Kimia Metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS/ Konvensional 1) a) Unsur Utama Dlements) (Major I .rr,-l r., - a I..; i ^-.-,, per sampel ^ffi Rp 650.000,00 b) AnalisisAu dan unsur ikutan (Cu, Pb, Zn, Hg, Agl per sampel Rp 325.000,00 c) Fire Assay Au, Pt, Pd per sampel Rp 625.000,00 2) Kimia Metode Fluorescence (XRF) X-Ray a) Unsur Utama Elements) (Major per sampel Rp 500.000,00 b) Unsur Elements) ^Jejak (Trace per sampel Rp 425.000,00 c) Unsur Utama dan Jejak (Major and Trace Elements) per sampel Rp 925.000,00 3) Kimia Metode Inductiuely Coupled Plasma Mass Spectromefay [CP-MS) a) Larutan (Acid Dissolution Utra Pure) per sampel Rp 1.900.000,00 b) Laser Ablasi Ablation) (Laser per sampel Rp 2.650.000,00 e Geofisika (Geophgsics) 1) Fisika Batuan (Rock Phgsics) a) Kecepatan Gelombang (Seismic Waue Velocitg ) per sampel Rp 375.000,00 b) Kerentanan Magnet (M ag netic Su s c e ptib ilitg ) per sampel Rp 200.000,00 c) Kuat Tekan (Compression Strength) per sampel Rp 325.000,00 d) Ketahanan Abrassionl Aus (LA per sampel Rp 200.000,00 e) Organik e) Organik (Organic Impurities/ Soundnes) ; : ,ruffitrffi# t'r1: r'r'r#f; },, ^l,,itmi, per sampel f,,-f? .t&lffirii r,la.,i'ii: l Rp 200.000,00 0 ^Berat ^Jenis Grauitg) (Specific per sampel Rp 110.000,00 g) Keporian (Porositg) Batuan per sampel Rp 170.000,00 2l Paleomagnet(Paleomagnetic) per sampel Rp 675.000,00 2. Jasa Pelayanan Produk Survei Bidang Geologi dan Geofrsika a. Penginderaan Sensing)Citra Jauh (Remote 1) Pengolahan Citra per lembar Rp 1.500.000,00 2l Pencetakan Foto A0 dan A1 per lembar Rp 300.000,00 3) Interpretasi Geologi a) Skalal:
000 per lembar Rp 15.000.000,00 b) Skalal:
000 per lembar Rp 10.000.000,00 c) Skalal:
000 per lembar Rp 7.500.000,00 4) Pembuatan Digital Eleuation Modet (DEM a) Skalal:
000 per lembar Rp 5.000.000,00 b) Skalal:
000 per lembar Rp 6.000.000,00 c) Skalal: 5O.O0O per lembar Rp 7.500.ooo,oo 5) Foto Udara a) Pembuatan Mosaik Foto AO per lembar Rp 15.000.000,00 b) Pembuatan Peta menggunakan Foto Udara (1) Peta Dasar (Pola Aliran, Sungai, Jalan dan Pemukiman) per lembar foto Rp 250.000,00 (2) Peta Geomorfologi per lembar foto Rp 250.000,00 (3) Peta Geologi per lembar foto Rp 350.000,00 Pembuatan Peta menggunakan Foto Udara c) (1) Skalal:
000 per lembar foto Rp 12.000.000,00 (2) Skala 1 :
000 per lembar foto Rp 7.000.000,00 Rp 5.000.000,00 (3) Skalal:
000 per lembar foto Rp 4.000.000,00 (4) Skalal:
000 per lembar foto 3. Jasa Peralatan Teknik Grauitgmeter (La Coste Romberg Model G) a. per hari Rp 500.000,00 Grauitgmeter (La Coste Romberg Model EG dan Jenis Alat yang Sama) b per hari Rp 1.500.000,00 c. Magnetometer, c Magnetometer Geometrics (Model G- 8s6) ffi"&Wffi per hari ^tffi -rl 400.000,00 d. Magnetometer GEM Sys (Model GSM- 19TW) per hari Rp 500.000,00 e Cesium Magnetometer Gradiometer (Model G-858) per hari Rp 750.000,00 f. Very Low Frequencg (VLF Scintrex) per hari Rp 300.000,00 g. Geolistrik Multi Channel per hari Rp 2.000.000,00 h. Geolistrik Abem SAS 10OO per hari Rp 600.000,00 1. Magnetotelurik (MT) per hari Rp 3.000.000,00 j. Ground Penetrating Radar (GPR) per hari Rp 2.000.000,00 k. Induced Polarization (IP) (Scintrex) per hari Rp 2.500.000,00 1. Seismik Refraksi (OYO) per hari Rp 1.700.000,00 4. Jasa Perbantuan Tenaga Ahli a Fungsional Utama per orang per hari Rp 2.480.0O0,00 b. Fungsional Madya per orang per hari Rp 2.325.000,00 c. Fungsional Muda per orang per hari Rp 1.937.500,00 d. Fungsional Pertama per orang per hari Rp 1.317.500,00 e Asisten / Teknisi / Surveyor per orang per hari Rp 542.500,0O 5. Jasa Penyelidikan, Penelitian, dan Pemetaan a. Pemetaan Geologi (Peta Dasar/Topografi Disediakan Oleh Pelanggan, Non- Laboratorium) 1) Skala 1) Skala 1 km2) 10.000 (Minimal 20 ffiffi,wffi per kmz +1,ldd ffi Rp 3.500.000,00 2l Skala 1 :
OOO (Minimal 4O km2) per kmz Rp 2.500.000,00 3) Skala 1 :
000 (Minimal 100 km2) per kmz Rp 1.500.000,00 b Penelitian Geologi (Non Pemboran, Non- Laboratorium) per km2 lintasan Rp 12.500.000,00 c Penyelidikan Geofisika dan Penelitian 1) Grauitg a) Regional Minimal >1 30 Titik km , per titik Rp 1.500.000,00 b) Detil < 100 m, Minimal 100 Titik per titik Rp 250.000,00 2l Magnetik a) Regional Minimal >1 50 Titik km , per titik Rp 1.000.000,00 b) Detil < 100 m, Minimal 100 Titik per titik Rp 100.000,00 3) Seismik Refraksi (Sumber Daya Palu) per km lintasan Rp 20.000.000,00 4) Magnetotelurik (Mt) (Minimal 10 Titik) per titik Rp 25.000.000,00 s) Geolistrik (Minimal Multi Channel 2 Lintasan) per km lintasan Rp 20.000.000,00 6) Induced Polarization (IP) per km lintasan Rp 25.000.000,00 Survei (vLF) titik Very Low Frequency <100 m, Minimal 100 7) per titik Rp 150.000,00 8) Survei Survei Ground Radar (GPR) 8) Penetrating per km Iintasan Rp 10.000.000,00 d. Analisa Inti Bor per meter Rp 500.000,00 V. BADAN PENGEMBANGAN MANUSIA ENERGI DAN MINERAL SUMBER SUMBER DAYA DAYA A. PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA, MIT{YAK, DAN GAS BUMI Jasa Pendidikan dan Pelatihan Sektor Migas Hulu, Hilir, dan Penunjang 1 Jasa Pelatihan untuk Peserta Dalam Negeri a.
Jangka Waktu Pelatihan 2 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 2.300.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orarlg Rp 2.400.000,00 c) Pengawas Superuisofl (Tingkat per orang Rp 2.500.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managef per orang Rp 2.650.000,00 2) Jangka Waktu Pelatihan 3 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 2.950.000,00 Rp 3.100.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang c) Pengawas Superuisor) (Tingkat per orang Rp 3.200.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managef per orang Rp 3.450.000,00 3) Jangka Waktu Pelatihan 4 Hari a) Tingkat Operator per orarlg Rp 3.600.000,00 I,RES IDEN REPUBLIK INDONESIA -67 - per orang Rp 3.800.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 3.950.000,00 c) Pengawas Superuisor) (Tingkat d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Manager) per orang Rp 4.250.000,00 4) Jangka Waktu Pelatihan 5 Hari a) Tingkat Operator per orarrg Rp 3.900.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 4.200.000,00 c) Pengawas Superuisor) (Tingkat per orang Rp 4.300.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managel per orang Rp 4.600.000,00 Jangka Waktu Pelatihan 10 Hari s) a) Tingkat Operator per orang Rp 7.200.000,00 per orang Rp 7.550.000,00 b) Mandor (Tingkat Foremanl c) Pengawas Superuisor) (Tingkat per orang Rp 7.900.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managefl per orang Rp 8.500.000,00 6) Jangka Waktu Pelatihan 20 Hari per orang Rp 13.700.000,00 a) Tingkat Operator b) Mandor (Tingkat Foremanl per orang Rp 14.450.OOO,00 c) Pengawas Superuisor) (Tingkat per orang Rp 15.200.000,00 7) Jangka Waktu Pelatihan 60 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 40.000.000,00 b) Mandor !) ^#"'rbii:
iili'g,rllt '..SATUAN?I.] : J ^i,: r,: iilil itrktC' b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 42.000.000,00 c) Pengawas Superubor) (Tingkat per orang Rp 44.300.000,00 8) Jangka Waktu Pelatihan l2O Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 79.000.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman\ per orang Rp 83.500.000,00 c) Pengawas Superuisol (Tingkat per orang Rp 87.900.000,00 b Jasa Pelatihan untuk Peserta Luar Negeri 1) Jangka Waktu Pelatihan 2 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 3.050.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 3.100.000,00 c) Pengawas Superuisor) (Tingkat per orang Rp 3.150.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managef per orang Rp 3.250.000,00 2l Jangka Waktu Pelatihan 3 Hari per orang a) Tingkat Operator per orang Rp 3.600.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 3.650.000,00 c) Pengawas Superuisor) (Tingkat per orang Rp 3.700.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managefi per orarlg Rp 3.850.000,00 3) Jangka Waktu Pelatihan 4 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 4.300.000,00 b) Mandor b) Mandor (Tingkat Foreman) 5cfitrildffi ": /; "r'tft'-<..YIUJHF per orarlg {s4"q f#,# Rpl 4.400.000,00 c) Pengawas Superuisor) (Tingkat per orang Rp 4.500.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managefi per orang Rp 4.650.000,00 4) Jangka Waktu Pelatihan 5 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 5.100.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 5.200.000,00 c) Pengawas Superuisor) (Tingkat per orang Rp 5.300.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managefi per orang Rp 5.500.000,00 5) Jangka Waktu Pelatihan 10 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 9.300.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 9.500.000,00 c) Pengawas Superuisof (Tingkat per orang Rp 9.700.000,00 d) Pemimpin Lapangan (Tingkat Managefl per orang Rp 10.100.000,00 6) Jangka Waktu Pelatihan 20 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 17.700.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 18.250.000,00 c) Pengawas (Tingkat Superuisor) per orang Rp 18.600.000,00 7) Jangka Waktu Pelatihan 60 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 51.500.000,00 b) Mandor b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 52.800.000,00 c) Pengawas (Tingkat Superuisor) per orang Rp 54.150.000,00 8) Jangka Waktu Pelatihan 120 Ha-ri a) Tingkat Operator per orang Rp to2.200.oo0,oo b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 104.800.000,00 c) Pengawas (Tingkat Superuisor) per orang Rp 107.400.000,00 c Jasa Pelatihan untuk Pelajar/Mahasiswa Pemda/ 1) Jangka Waktu Pelatihan 2 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 1.150.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 1.200.000,00 2l Jangka Waktu Pelatihan 3 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 1.350.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 1.400.000,00 3) Jangka Waktu Pelatihan 4 Hari a) Tingkat Operator per oremg Rp 1.500.000,00 b) Mandor (Tingkat Foremanl per orarrg Rp 1.550.000,00 4l Jangka Waktu Pelatihan 5 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 1.600.000,00 b) Mandor (Tingkat Foremanl per orang Rp I.650.O00,00 5) Jangka Waktu Pelatihan 10 Hari a) Tingkat ?.bitrihNf,4 ' , r.-,,, Rr!.1",r.&l ,i; ri+ '#r$.h-ffiffi a) Tingkat Operator per orang Rp 2.500.000,00 b) Mandor (Tingkat Foremanl per orang Rp 2.650.000,00 6) Jangka Waktu Pelatihan 20 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 4.400.000,00 b) Mandor (Tingkat Foremanl per orang Rp 4.700.000,00 7) Jangka Waktu Pelatihan 60 Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 12.000.000,00 b) Mandor (Tingkat Foreman) per orang Rp 12.900.000,00 8) Jangka Waktu Pelatihan I2O Hari a) Tingkat Operator per orang Rp 23.250.O00,00 b) Mandor (Tingkat Foremanl per orang Rp 25.000.000,00 d. Ujian Sertifikasi 1) Pengeboran a) Operator Lantai Bor (OLB) per orang Rp 900.000,00 b) Operator Menara Bor (oMB) per orang Rp 900.000,00 c) Juru Bor (JBlDrillefl per orang Rp 1.500.000,00 d) Ahli Pengendali Bor (AP) per orang Rp 1.900.000,00 2) Operator Pesawat Angkat (oPA) a) Kran Mobil per orang Rp 900.000,00 b) Kran Putar Tetap per orang Rp 900.000,00 c) Kran Jembatan per orang Rp 900.000,00 d) Forklifi per orang Rp 900.000,00 e) Juru per orang 900.000,00 e) Juru Ikat Beban (Riggei 3) Perawatan Sumur (PES) 900.000,00 a) Operator Lantai Perawatan Sumur (OLP) per orang Rp per orang Rp 900.000,00 b) Operator Menara Perawatan Sumur (OMP) per orang Rp 900.000,00 c) Operator Unit Perawatan Sumur (OUP) per orang Rp 1.250.000,00 d) Ahli Pengendali Perawatan Sumur (APP) 4l Penyelidikan Seismik 900.000,00 Juru Tembak Ser.smik (Jrs) a) per orang Rp b) Juru Bor Seismrk (JBS) per orang Rp 900.000,00 c) Juru Ukur Seismik (JUS) per orang Rp 900.000,00 per orang Rp 900.000,00 Juru Rekam Seismik (JRS) d) e) Ahli Topografi Seismik per orang Rp 1.250.000,00 0 ^Ahli ^Rekam Seismik per orang Rp 1.250.000,00 g) Ahli Instrumen Seismik per orang Rp 1.250.000,00 5) Penanganan dan Pengawasan Mutu Bahan Bakar dan Pelumas Penerbangan (Auiation) a) Juru/Kelas A per orang Rp 900.000,00 b) Pemuka/Kelas B per orang Rp 1.250.000,00 Operasi Produksi Pantai dan Darat 6) Lepas a) Operator Muda per orang Rp 900.000,00 b) Operator h{i; {f {: {#f *l Lt ^$s ffiT b) Operator Madya per orarlg Rp 900.000,00 c) Operator per orang Rp 900.000,00 d) Operator Kepala per orang Rp 1.250.000,00 e) Pengawas per orang Rp 1.250.000,00 0 ^Pengawas ^Utama per orang Rp 1.500.000,00 7) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) a) Petugas Pemadam per orErng Rp 900.000,00 b) Koordinator Pemadam per orang Rp 1.250.000,00 c) Ahli Pemadam per orang Rp 1.500.000,00 d) Petugas K3 per orang Rp 900.000,00 e) Koordinator K3 per orang Rp 1.250.000,00 0 ^Ahli ^K3 per orang Rp 1.500.000,00 8) Operator Ketel Uap (Boiler) a) Kelas 2 per orang Rp 900.000,00 b) Kelas 1 per orang Rp 1.250.000,00 e) Laboratorium Migas (LPM) Pengujian a) Operator/Teknisi Uji Air per orang Rp 900.000,00 b) Operator/Teknisi Crude Oil uji per orang Rp 900.000,00 c) Operator/Teknisi Uji Bahan Bakar Minyak (BBM) Penerbangan per orang Rp 900.000,00 d) Operator/Teknisi Uji Bahan Bakar Minyak (BBM) Non-Penerbangan dan BBM Khusus per orang Rp 900.000,00 i. .t per orang Rp 900.000,00 e) Operertor/Teknisi Pelumas uji per orang Rp 900.000,00 0 ^Operator/Teknisi Produk Petrokimia uji g) Operator/Teknisi Uji Gas Bumi per orang Rp 900.000,00 per orang Rp 1.250.000,00 h) Penyelia/Pengawas 1.500.000,00 i) Manajer Teknik/Pengawas Utama/Kepala Laboratorium Pengujian Migas per orang Rp Sistem Lingkungan (SML) 10) Manajemen per orang Rp 900.000,00 a) Petugas Pengendali Dokumen SML Rp 900.000,00 b) Petugas Pengendali Emisi Gas dan Kebisingan Industri Migas per orang c) Petugas Pengendali Limbah Padat Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (83) Industri Migas per orang Rp 900.000,00 d) Petugas Pengendali Limbah Padat dan Limbah Cair Industri Migas per orang Rp 900.000,00 e) Auditor Internal SML per orang Rp 1.000.000,00 0 ^Koordinator SML Perencana per orang Rp 1.250.000,00 g) Koordinator Pengendali dan Penerapan SML per orang Rp 1.250.000,00 1.500.000,00 h) Manajer Representatif Bidang SML per orang Rp 11) Pengelola : '"" 11) Pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) .ttal.Y,,t'4& ^I ; 1+.{ ^: 1 : i,SATUANIi ' , : x'd 4'! -!, ^" ,..1 i',r.f irl l; i/ ','r- ^)1. , a) Pramuniaga SPBU per orang Rp 900.000,00 b) Operator SPBU per orang Rp 900.000,00 c) Teknisi SPBU per orang Rp 900.000,00 d) PekerjaAdministrasi SPBU per orang Rp 900.000,00 e) Teknisi Seruice Station per orErng Rp 900.000,00 0 ^Pengawas SPBU per orarlg Rp 1.250.000,00 g) Pengelola SPBU per orang Rp 1.500.000,00 12) Petugas Bahaya HzS Penanggulangan per orang Rp 900.000,00 13) Scaffolding a) Operator per orang Rp 900.000,00 b) Pengawas (Intermediate) per orang Rp 1.250.000,00 c) Inspector per orang Rp 1.500.000,00 14) Petugas Pengambil Contoh (PPC) a) Pramuniaga PPC per orang Rp 900,000,00 b) Petugas Contoh Minyak Pelumas Pengambil Bahan Bakar (BBM) dan per orang Rp 900,000,00 c) Petugas Pengambil Contoh Limbah per orang Rp 900.000,00 d) Petugas Pengambil Contoh Gas Bumi per orang Rp 900.000,00 e) Petugas Contoh Udara Pengambil per orang Rp 900.000,00 f) Petugas gs.firffi$ ffi 0 ^Petugas Contoh Air Pengambil per orang 900.000,00 15) Kalibrasi dan Instrumentasi a) Teknisilnstrumentasi per orang Rp 900.000,00 b) Teknisi Kalibrasi per orang Rp 900.000,00 16) Juru Las (Weldefl per orang Rp 2.500.000,00 17) Petugas (Operator) per orang Rp 900.000,00 18) Flutda Pemboran, Komplesi dan Kerja Ulang Sumur a) Juru Aduk (Mud Bogl per orang Rp 900.000,00 b) Ahli Fluida (Mud Engineefl per orang Rp 1.500.000,00 19) Inspektur per orang Rp 1.500.000,00 20) Wellsite Geologg a) Petugas per orang Rp 900.000,00 b) Pengawas per orang Rp 1.500.000,00 2ll Master Loading a) Petugas per orang Rp 900.000,00 b) Pengawas per orang Rp 1.500.000,00 221 Suruailen Kompetensi Tempat Uji per paket Rp 2.500.000,00 2. Jasa Pelayanan Keahlian a. Jasa Perbantuan Ahli/Teknisif Suruegor Tenaga 1) Fungsional Utama per orang per hari Rp 2.480.000,00 2) Fungsional Madya per orang per hari Rp 2.325.000,00 $ffi -rl ttiffi ffiJffiH.ffi,r 3) Fungsional Muda per orang per hari Rp 1.937.500,00 4) Fungsional Pertama per orang per hari Rp 1.317.500,00 5) Asisten/Teknisi/ Surueyor per orang per hari Rp 542.500,00 b. Tenaga Penunjang 1) Office Manager per orang per hari Rp 640.000,00 2) Administrasi per orErng per hari Rp 480.000,00 3) Operator Computer per orang per hari Rp 480.000,00 4) Petugas Pengambil Contoh per orang per titik Rp 70.000,00 c. Tenaga Radiografi 1) Ahli Radiografi per orang per hari Rp 480.000,00 2l Operator Radiografr per orang per hari Rp 480.000,00 3. Jasa Pelayanan Pendidikan dan Pelatihan Laboratorium a. Jasa Pengujian Laboratorium 1) Laboratorium Kimia a) Preparasi Contoh (1) Air per contoh Rp 110.000,00 (2) Minyak per contoh Rp 200.000,00 (3) Padatan t aSqtg'w (3) Padatan per contoh 250.000,00 b) Fisika Air (1) Bau per contoh Rp 40.000,00 (2) Rasa per contoh Rp 40.000,00 (3) Kekeruhan per contoh Rp 60.000,00 (4) Warna per contoh Rp 100.000,00 c) Kimia Anorganik Air (1) Meta.l Content (AAS FlamelAcethglene ^+ Udara) per logam per contoh Rp 80.000,00 (2) Metal Content (AAS FlamelAcethglene ^+ Nitrous Oxide) per logam per contoh Rp 85.000,00 (3) Metal (AAS/ Tube) Content Graphite per logam per contoh Rp 145.000,00 (4) Metal (AAS/ Generation Atomizefi Content Vapor per logam per contoh Rp 145.000,00 (s) Kesadahan (CaCo3) per contoh Rp 60.000,00 (6) Alkalinitg per contoh Rp 60.000,00 (7) Fluorida (F) per contoh Rp 60.oo0,00 (8) Sianida (CN) per contoh Rp 60.000,00 (9) Nitrat (NOo-N) per contoh Rp 65.000,00 (10) Nitit (NO2-N) per contoh Rp 65.000,00 (11) Sulfat (SO42) per contoh Rp 65.000,00 (l2l Phospat (PO+) per contoh Rp 65.000,00 Y#if,t : *l!'it} l per contoh Rp 65.000,00 (13) Klorida (Clzl (14) 5 Elements by ICPS per contoh Rp 800.000,00 (15) Tambahan Unsur by ICPS per contoh Rp 75.000,00 (16) Analisis Kation bg IC Anion per unsur per contoh Rp 70.000,00 d) Kimia Organik Air Zat Organik (Permanganate Numberertractionl per contoh Rp 70.000,00 e) Kimia Anorganik Minyak Element bg ICPS per contoh Rp 800.000,00 0 ^Tambahan ^Unsur ^by ^ICPS per unsur per contoh Rp 75.000,00 g) Analisis Parafin Nafialene ^+ Aromat by IR + per contoh Rp 550.000,00 h) Analisis Volatile Organic Compound (VOC) by IR per contoh Rp 450.000,00 i) Analisis Komposisi PONA bg GC per contoh Rp 850.000,00 j) Analisis Komposisi Gas Bumi dan LPG bg GC per contoh Rp 800.000,00 k) Analisis by X-Rag per unsur per contoh Rp 100.000,00 2l Laboratorium Minyak Bumi a) Kadar Timbal, ASTM D3341 per contoh Rp 350.000,00 b) Distilasi, ASTM D86 per contoh Rp 150.000,00 c) Tekanan Uap Reid pada 37,80" C, ASTM D323 per contoh Rp 150.000,00 Kadar Getah ASTM D381 Purwa, d) per contoh Rp 240.000,00 e) Kadar e) Kadar D1266 Belerang, ASTM per contoh : f {..JFi ,l i: ': 1,{ 'l; tn'^.a u,r : i-Yi Rp 415.000,00 0 ^Kadar ^Belerang, ^ASTM D4294 per contoh Rp 480.000,00 g) Kadar Belerang, ASTM D2622 per contoh Rp 525.000,00 h) Korosi Bilah Tembaga, ASTM D13O per contoh Rp 130.000,00 i) Uji Doctor,IP 30 per contoh Rp 90.000,00 j) Berat Jenis pada 1soc, ASTM DI298 per contoh Rp 60.000,00 k) Berat Jenis pada 15'C, ASTM D4O52 per contoh Rp 80.000,00 l) Angka Oktana ASTM D2699 Riset, per contoh Rp 1.500.000,00 m) Kenampakan (Appearance), Vbual per contoh Rp 50.000,00 n) Indeks Angka Cetana Terhitung, ASTM D4737 per contoh Rp 210.000,00 o) Viskosztas Kinematik pada 40'C/50'C/ 100'C, ASTM D445 per contoh Rp 250.000,00 p) Titik Nyala PMcc, ASTM D93 per contoh Rp 360.000,00 q) Kadar Air, ASTM D95 per contoh Rp 210.000,00 r) Kadar Sedimen, ASTM D473 per contoh Rp 260.000,00 s) Bilangan Asam Kuat, ASTM D974 per contoh Rp 275.000,00 t) Bilangan Asam Total, ASTM D974 per contoh Rp 290.000,00 u) Kadar ffi-#ffi"-"ffit, u) Kadar Abu Tersulfatkan, ASTM D874 per contoh Rp 350.000,00 Residu Karbon Mikro, ASTM D4530 v) per contoh Rp 600.000,00 w) Nilai Jelaga Kerosin, IP 1O per contoh Rp 130.000,00 x) Kadar Aromat, D1319 ASTM per contoh Rp 300.000,00 y) Titik Beku Avtur/Avgas (Freezing Point), ASTM D2386 per contoh Rp 750.000,00 z) Daktilitas Aspal, ASTM D113 per contoh Rp 155.000,00 aa) Microseparometer, ASTM D3948 per contoh Rp 2.250.000,00 bbl Tlrcrmal Stabilitg Jet Fuel Th.ermal Oxidation Tester (JFTOT), ASTM D3241 per contoh Rp 3.OOO.OO0,O0 cc) Sifat Pelumasan Avtur (Lubricitgl, ASTM D500 1 per contoh Rp 1.500.000,00 dd) Kadar Minyak Dalam Wax, ASTM D72l per contoh Rp 600.000,00 ee) Tiskosifas Kinematik pada -2OOC, ASTM D445 per contoh Rp 250.000,00 per contoh Rp 90.000,00 f0 Titik Asap, ASTM DI322 gg) Kadar Naftalena, ASTM D1840 per contoh Rp 280.000,00 hh) Karbon Residu Conradson, ASTM D189 per contoh Rp 100.000,00 Titik Leleh Wax, ASTM D87 ii) per contoh Rp 85.000,00 jj) Nilai Kalor Gross-Metode Bomb, ASTM D24O per contoh Rp 355.OOO,OO kk) Belerang. #$.ti ,'t: : l{fr ffiffi",-.-rui kk) Belerang ASTM D3227 Merkaptan, per contoh Rp 400.000,00 ll) Angka Basa Total, ASTM D974 per contoh Rp 300.000,00 mm) Kadar Garam, D3230 ASTM per contoh Rp 170.000,00 nn) Kadar Air dan Endapan (Water and Sediment laboratory Prosedure), ASTM D4OO7 per contoh Rp 170.000,00 oo) Tendensi Pembusaan Pelumas, ASTM D892 per contoh Rp 275.000,00 pp) Kelarutan Bitumen Dalam CCI4, ASTM D4 per contoh Rp 275.000,00 qq) Titik Penggumpalan Wax, ASTM D938 per contoh Rp 75.000,00 rr) Penetrasi Wax Dengan Jarum, ASTM D1321 per contoh Rp 125.000,00 ss) Penetrasi Aspal dengan Jarum, ASTM D5 per contoh Rp 125.000,00 tt) Titik Lembek Aspal Metode Cincin dan Bola, ASTM D36 per contoh Rp 125.000,00 uu) Kehilangan Berat setelah Pemanasan untuk Aspal, ASTM D6 per contoh Rp 125.000,00 w) Densitas Aspal pada 25"C, ASTM D7O per contoh Rp 120.000,00 ww) Penetrasi Aspal dengan Jarum Setelah Pemanasan, ASTM D5 per contoh Rp 155.000,00 xx) Penetrasi Grease dengan Cone Setelah Kerja, ASTM D2t7 per contoh Rp 175.000,00 TI+FEF$$$ l.il#ffu-,Sj ^iHffi$ ,tri'i,i,iFr ffi,,ffiffiffiffi yV) Dropping Point of Grease, ASTM D566 per contoh Rp 125.000,00 zzl High Freqtencg Reciprocating Rig (HFRR), ASTM D6O79 per contoh Rp 675.000,00 aaa) Noack Euaporation Loss of Lubricating Oil, ASTM D5800 per contoh Rp 400.000,00 bbbl High Temperahtre High Shear (HTHS) of Lubricating Oil, ASTM D4683 per contoh Rp 700.000,00 ccc) Water Reaction, ASTM D1096 per contoh Rp 65.000,00 ddd) Electrical Conductiuitg, ASTM D2624 per contoh Rp 150.000,00 eee) Warna Louibond,IP 17 per contoh Rp 50.000,00 ff! Cloud Point, ASTM D2500 per contoh Rp 120.000,00 ggg) Indeks Viskositas, ASTM D2270 per contoh Rp 500.000,00 hhh) Titik Nyala COC, ASTM D92 per contoh Rp 370.000,00 iii) Warna Sagbolt, ASTM D156 per contoh Rp 70.000,00 jj) Titik Nyala Abel,IP 170 per contoh Rp 370.000,00 kkk) Titik T\rang, ASTM D97 per contoh Rp 120.000,00 111) Kadar Abu, ASTM D482 per contoh Rp 150.000,00 mmm)Warna ASTM, ASTM D1500 per contoh Rp 70.000,00 nnn) Total Actdity, ASTM D3242 per contoh Rp 320.000,00 3) Laboratorium ..rTl{-r{; ; ll9,-+i' i,'SATUAN! ^'' 3) Laboratorium Eksplorasi dan Geologi a) Jenis Bahan Beku, Sedimen Metamorf , Batuan dan (1) Preparasi Petrografi (a) Sayatan Batuan Section) Tipis (Thin per contoh Rp 55.000,00 (b) Pengisian Pori Batuan Dengan Warna Biru (Blue Dge Impregna-tionl per contoh Rp 60.000,00 (c) Pemolesan Batuan per cm2 Rp 1.250,00 (d) Nano Plankton Analisis Petrografi per contoh Rp 40.000,00 (e) Nano Plankton per contoh Rp 40.000,00 (2) Analisis Petrografi (a) Deskripsi Petrografi per contoh Rp 165.000,00 (b) Identifikasi Mineral per contoh Rp 145.000,00 (c) Deskripsi Petrografi Dileng- kapi Interetasi Proses Diagenesa per contoh Rp 350.000,00 (d) Foto Petrografi Dilengkapi Interetasi Proses Diagene-sa per contoh Rp 35.000,00 (3) Preparasi Mikropaleontologi (a) Pencucian Batuan per contoh Rp 35.000,00 b. n Rp 45.000,00 (b) Pengelompokkan Fosil (Picking) Mikropaleontologi per contoh Rp 300.000,00 (c) Determinasi Mikropaleontologi per contoh Jenis Bahan Air Bawah Tanah, Cadangan Tambang Bawah Tanah b) (1) Geofisika /Geolistrik/ (a) Pemetaan (Mappingl Pengamatan (dengan Pembentangan ABl2 = 25 m, 50 m, 100 m) per titik Rp 280.000,00 (b) Vertical Electrical Sounding (VES) (ABl2 = 25O m) Minimal 3 Titik per titik Rp 560.000,00 per titik Rp 690.000,00 (c) Profilling (Minimal 3 Titik) (d) Suruei Geomag- netik per titik Rp 225.000,00 (2) Topografi (a) Pemetaan Topografi Skala l:
5OOl 1:
000/ 1: 1O.O0O per ha Rp 530.000,00 (b) Penampang Topograft per km Rp 800.000,00 4) Laboratorium Eksploitasi dan Produksi a) Densitas, Mud Balance per contoh Rp 40.000,00 b) uji '-t b) Uji Air Tapisan, Atmospheric Filtration ?est, API/ Fluid Loss per contoh 100.000,00 c) Uji Air Tapisan pada Tekanan dan Temperatur Tinggi (High Pressure High Temperafitre (HPHT)) per contoh Rp 150.000,00 d) Uji Reologi (Rheological Test at Room Te mp erature / Rhe olo g g) per contoh Rp 135.000,00 e) Properties, Uji Baite, Sepiolite, Attapulgite dan CMC (1) Berat Jenis (Specific Grauitg) per contoh Rp 115.000,00 (2) Analisis Saringan Basah (Wet Screen Analysi.s) per contoh Rp 115.000,00 (3) Uji Saringan 2OO Mesh atau Uji Saringan 325 Mesh per contoh Rp 100.000,00 (4) Kadar (Alkaline atau Bentonite/ Saringan Kalsium Earth-Ca), Endapan Analisis per contoh Rp 78.000,00 (5) Kemampuan Lumpur Bor Lumas per contoh Rp 365.000,00 (6) Alkalinitas Bor Lumpur per contoh Rp 470.000,00 (7) Kadar HzS Lumpur Bor per contoh Rp 570.000,00 (8) Kadar Kalsium Karbonat/ Uji Kesadahan Total/Uji Kalsium Sulfat per contoh Rp 52.000,00 (9) Kadar k.loh+d ',-'b -.: : r f,,.-?i,'-S' Rpl I (9) Kadar Klorida per contoh Rp 105.000,00 (10) Kadar Formaldehtda per contoh Rp 78.000,O0 (11)Kadar Pasir pada Lumpur Bor per contoh Rp 52.000,00 (12)Kadar Minyak dan Padatan Lumpur Bor Air, pada per contoh Rp 245.000,00 (l3)Kadar Shalc (Methglene Blue Test of Mud) per contoh Rp 130.000,00 (14)Jenis Bahan Semen Pemboran A, B, C, D, E,F,G,H,J (a)Kadar Air Bebas pada Semen Pemboran (Free Water Content of Cement Slurry) per contoh Rp 98.000,00 (b)Uji Kekuatan Semen Pemboran (Compres-siue Strength Test, 8 hours Cured at Atmosphere) per contoh Rp 195.000,00 (c)Uji Reologi Lumpur Semen, Atmos-ferik (Rheologg Test on Cement Slurry at Atmospheric Pressure, Room Temperature) per contoh Rp 105.000,00 (d)Uji Pengerasan Semen Pemboran (Initial and Final Setting Time Testl per contoh Rp 145.000,00 +i: 'F$ljiildd$rh ,5.SATUAN.}, . .t.".; ; ; ., 1l.lv, : ,t:
I11: { /ir,: 1?+\ : N;
|, ffi*B+itBxi.$ t$#rp (e)Uji Air Tapisan Semen Pemboran (API Fluid Loss Test) per contoh Rp 82.000,00 (f) Densitas Bubuk Semen/Kadar Uap Air Semen Pemboran per contoh Rp 115.000,00 (gl Permeabilitg Test, 24 hours Cured at Atmospheric Conditions per contoh Rp 310.000,00 (hlAdditional Curing Time ^qt Atmosphere perDag per contoh Rp 26.000,00 (i) Chemtcal Analgsis of Cement at Atmosphere per Dag per contoh Rp 365.000,00 0) ^RLrcologg ^Test ^on Cement Slurry at Atmosphere Pressure up to 200"F per contoh Rp 210.000,00 (k)Slurry Densitg per contoh Rp 52.000,00 (l5)Jenis Bahan Air Formasi, Minyak Mentah dan Gas (a)Analisis Air Formasi Lengkap (Complete Chemical of Water Fonnation) per contoh Rp 365.000,00 (b)Uji Kadar Minyak per contoh Rp 105.000,00 (c)Ketahanan Listrik pada Temperatur Kamar (Resistiuitg at Room Temperafire) per contoh Rp 52.000,00 5) Laboratorium FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -89- s) Laboratorium Lingkungan Lindungan : 1i$A: ftAtji; i: a) Jenis Bahan Udara Ambient/Udara Emisi (1) Sutfur Dioksida (SOz) per contoh Rp 130.000,00 (2) Karbon (co) Monolcsida per contoh Rp 130.000,00 (3) Nitrogen (NOz) Dioksida per contoh Rp 130.000,00 (4) Ozone (Oz) per contoh Rp 130.000,00 (5) Debu (Dust) per contoh Rp 255.000,00 (6) Kebisingan (I[oise) per contoh Rp 75.000,00 (7) Kondisi Fisik (Temperatur, Kelembaban, Arah Angin, Kecepatan Angin dan Tekanan) per titik Rp 150.000,00 (8) Amonia (NHs) per contoh Rp 75.000,00 (9) Kadar Hidrogen Sulfida (HzS) per contoh Rp 75.000,00 (10)Opasitas per contoh Rp 220.OOO,OO ( 1 1 ) Partikulat (Partiailatel per contoh Rp 220.000,00 b) Jenis Bahan Air Limbah/Air Permukaan/Air Sungai (1) Ekstraksi Toicitg Characteristic Leaching Procedure (rcLP) per contoh Rp 800.000,00 (2) Kadar Minyak dan Dkstraksi Sludge per contoh Rp 1.100.000,00 (3) Minyak (3) Minyak dan Lemak (Oil and Fat\ per-contoh Rp 220.000,00 (41 Suhu per-contoh Rp 50.000,00 (5) Total Dissolued Solid (rDS) per contoh Rp 60.000,00 (6) Total Suspended Solid (rss) per contoh Rp 60.000,00 (7) pH per contoh Rp 50.000,00 (8) Daya Hantar Listrik per contoh Rp 50.000,00 (9) Suhu per contoh Rp 50.000,00 (lOlBiochemical Oxggen Demand (BOD) per contoh Rp 75.000,00 (IllChemical Oxggen Demand (COD) per contoh Rp 75.000,00 ( 1 2) Dissolued Oxggen (DO) per contoh Rp 60.000,00 (13)Amonia (NHs-N) per contoh Rp 100.000,00 (L4)Krom (VI) (Cr 6+) per contoh Rp 75.000,00 (15) Sulfda (HzS) per contoh Rp 75.000,00 (16)Total Kolifurm per contoh Rp 125.000,00 (77)Fenol per contoh Rp 150.000,00 (L8)Total Organic Carbon (roc) per contoh Rp 250.000,00 (19) Plankton-Benthos 6) Laboratorium Teknik Sipil per contoh Rp 350.000,00 Jenis Bahan Beton dan Tanah a) (1) Beton >/aI v/al{ ^,i-.' ,' ^.t."r'1 ra...1.'),f ^I [6.i[' fu$#,q4-tuil ffi ii (a) Kuat Tekan Beton, Kubus, Silinder, Pauing per contoh Rp 12.000,00 (b) Modulus Elastisitas, Kuat Tarik, Lentur, Kuat Tarik Belah per contoh Rp 17.000,00 (c) Palu Beton (Hammer Test) per 20 titik Rp 100.000,00 (d) Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) Lengkap per mutu Rp 280.000,00 (2) Tanah (a) Sondir, Maksimal 12m per titik Rp 270.000,00 (b) Bor Tangan (Hand Boring), Maksimal 4m per meter Rp 100.000,00 (c) Kepadatan dengan Konus Pasir (Sand Cone) per titik Rp 60.000,00 (d) Kepadatan Ringan (Standard Proctor) per contoh Rp 115.000,00 (e) Kepadatan Berat (Modifred Proctor) per contoh Rp 150.000,00 (0 Batas Cair, Batas Plastis (Atterberg Limit) Geser Langsung (Direct Shear) per contoh Rp 50.000,00 (g) Sifat Fisik, Kuat Tekan Bebas (Uncon-ftned, DCP per 10 titik) per contoh Rp 50.oo0,oo i t-; 1 *,Fffi,ffiw S; 1'; : $ 'i.lr: -f'I (h) Califurnia Bearing Ratio (CBR) Lapangan per contoh Rp 75.000,00 (i) CBR Perencanaan per contoh Rp 225.000,00 b) Jenis Bahan Aspal, Agregat, Semen Portland (1) Aspal (a) Ekstraksi per contoh Rp 50.000,00 (b) Pengeboran Core (Core Drill) per 10 titik Rp 150.000,00 (c) Perencanaan Campuran (Mix Design) per contoh Rp 565.000,00 (d) Pengujian Campuran Aspal dengan Marshall per contoh Rp 50.000,00 (2) Agregat (a) Kadar Air (Resapan) Berat Jenis, Kadar Organik, atau Kadar Lumpur, atau Bobot Volume per contoh Rp 25.000,00 (b) Analisis Saring per contoh Rp 50.0o0,00 (c) Keausan Angeles Los per contoh Rp 50.000,00 (3) Semen Portland (a) Konsistensi Normal, Pengikatan Awal Semen per contoh Rp 25.000,00 (b) Test Fisik Semen per contoh Rp 50.000,00 7) Laboratorium \ :
32 mA-320mA -f=50H2-IkHz : O.32A- 104 per contoh Rp 337.500,00 (6) Alat Ukur Tahanan (Resistancel 4 A 400 Mo per contoh Rp 337.500,00 4. Jasa Pemakaian Sarana Pendidikan dan Pelatihan a. Klinik Pratama 1) Pelayanan Kamar termasuk Konsumsi) (tidak a) Kelas I per or€rng per hari Rp 150.OOO,OO b) Kelas II per orang per hari Rp 100.000,00 c) Kelas III per orang per hari Rp 70.000,00 2l Konsultasi Dokter Umum per orang Rp 20.000,00 3) Konsultasi Dokter Spesialis per orang Rp 50.000,00 4) Surat Keterangan Dokter per orang Rp 15.000,00 5) Biaya Administrasi a) Pendaftaran . r:
4 ^r T ^q",{ a) Pendaftaran Pasien Rawat Jalan per orang Rp 5.000,00 b) Pendaftaran/Rekam Medik Pasien Rawat Inap per orang Rp 15.000,00 6) Pelayanan KIA dan Persalinan a) Konsultasi/Pemeriksaan Kehamilan/Imunisasi Bidan per orang Rp 15.000,00 b) Pelayanan KB (1) Suntik KB per orang Rp 20.oo0,oo per orang Rp 300.000,00 (2) KB Implan c) Insersi IUD/Spiral per orang Rp 100.000,00 d) Pengambilan Preparat Pap Smear per orarlg Rp 15.OO0,OO e) Tindik per orang Rp 25.000,00 0 ^Persalinan ^oleh ^Bidan per orang Rp 200.000,00 g) Episiotomi per orang Rp 75.000,00 h) Heating per Simpul per orang Rp 10.000,00 i) Perawatan Bayi per orang Rp 50.000,00 7l Jasa Tindakan lPelayanart IGD dan P3K a) Jasa Pengambilan Benda Asing pada Mata dan THT per orang Rp 15.000,O0 b) Bedah Kecil (< 2 Simpul Jahitan) per orang Rp 30.000,00 c) Bedah Kecil (> 2 Simpul Jahitan) per orarlg Rp 60.000,00 d) Cross Incici/ Incici Abses per orang Rp 30.000,00 e) Sedot t: +(j,"nn'iif j IsAhtreni '.?. r r.'i,.{,1 1: "; 'l', : '.t: : t'.}'. ili'tliJ ,ffis,ffmffimi e) Sedot Lendir (1) Elektrik per orang Rp 30.oo0,oo (2) Manual per orang Rp 20.000,00 0 ^EKG ^Otomatis per orang Rp 45.000,00 g) Eksterpasi per orang Rp 30.000,00 h) Elcstraksi/Cabut Kuku per orang Rp 20.000,00 i) Ganti Balut per orang Rp 5.000,00 j) Inframerah, Irigasi Mata, Kumbah Lambung, Pasang SpalklBidai, Pasang Temponade, Perawatan Luka < 5OVo, Pertolongan Epitaksis/ Mimisan, atau Pemakaian Ruang Observasi per 10 menit Rp 10.000,00 k) Injeksi, Pasang Pasang Oksigen, Ransel Veband Infus, Pasang per orerng Rp 5.000,00 1) Irigasi Telinga per orang Rp 20.000,00 m) Nebulizer per orang Rp 40.000,00 n) Jahitan Luka (1) Jahitan per simpul Rp 5.000,00 (21 Hecting Aff per simpul Rp 3.000,00 o) Perawatan Luka ^> 5Oo per orang Rp 20.000,00 p) Resusifasz/RJP/CPR per orang Rp 50.000,00 q) Sewa Tabung Oz (1) Besar per 8 jam Rp 75.000,00 (21 Kecil per 8 jam Rp 40.oo0,oo r) Jasa ISF#iry'.$ 1 r) Jasa Pemakaian 02 dan Manometer per Jarn Rp 30.000,00 8) Jasa Pemeriksaan Radiologi a) Photo Rontgen (1) Thorak Besar per orang Rp 70.000,00 (2) Thorak Kecil per orang Rp 60.000,00 (3) Cranium per orang Rp 120.000,00 (4) Ekstremitas Atas per orang Rp 70.000,00 (5) Elsstremitas Bawah per orang Rp 70.000,00 b) BNO/rvP (1) BNo per orang Rp 70.000,00 (2) BNO-rvP per orang Rp 650.000,00 c) USG (1) Abdomen per orang Rp 150.000,00 (2) Kandungan per orang Rp 90.000,00 (3) Prostat per orang Rp 90.000,00 e) Jasa Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan a) Hematologi (1) Hemoglobin, Leukosit, Erytrosit, Trombosit, LED, Difficai, Bleeding Time, atau Cloting Time per pemeriksa an Rp 5.000,00 (2) HCr per pemeriksa an Rp 8.000,00 (3) Golongan f; : $.b i}{il i?qi ; : ; ; .; JiE (3) Golongan Darah per pemeriksa an Rp 10.000,00 (41 Darah Rutin per pemeriksa an Rp 20.000,00 b) Urinalisa (1) Uine Lengkap per pemeriksa an Rp 20.000,00 (21 Tes Kehamilan per pemeriksa an Rp 15.000,00 (3) Tes Narkoba per pemeriksa an Rp 160.000,00 c) Imunologi (1) Widat per pemeriksa an Rp 20.000,00 (2) HBsAg per pemeriksa an Rp 55.000,00 (3) Anti HBs per an Rp 60.000,00 (4) Anti DHF lgG/IgM per pemeriksa an Rp 120.000,00 CRP atau Reumatoid Faktor (s) per pemeriksa an Rp 50.000,00 li d) Kimia Darah Gula Puasa, 2 Jam PP, Gula Sewaktu (1) Gula atau per pemeriksa an Rp 10.000,00 (2) Gula Hb Alc per pemeriksa an Rp 150.000,00 18.000,00 (3) Ctalesterol Total per pemeriksa an Rp (4) Triglgcerid per pemeriksa an Rp 23.000,00 HDL-Cholesterol Direk (s) per pemeriksa an Rp 40.000,00 Rp 70.000,00 LDL-Cholesterol Direk (6) per pemeriksa an (7) SGOT atau SGPT per pemeriksa an Rp 10.ooo,o0 per pemeriksa an Rp 25.000,00 (8) BitirubinT /D (9) Ureum per pemeriksa an Rp 23.000,00 (1O) Creatinin per pemeriksa an Rp 18.000,00 (11) Uric Acid per pemeriksa an Rp 20.000,00 10) Jasa IsffirqffiffiHq .t: : lO) Jasa Pelayanan Poli Gigi a) Konsultasi Dokter Gigi per orang Rp 20.000,00 b) Konservasi per perawatan Rp 25.000,00 Tumpatan Sementara (1) Tumpatan Permanent (2) (a)Glass lonomer per perawatan Rp 50.000,00 (blComposit I Bidang per perawatan Rp 75.000,00 (cl Composit2 Bidang per perawatan Rp 100.000,00 Fisszre Sealant/Gi$ (3) per perawatan Rp 50.000,00 per perawatan Rp 75.000,00 (4) Mumifikasi c) ErtraksilOperasi Scalling Rp 30.000,00 Ertra.ksi Sulung Injeksi (1) Gigr tanpa per perawatan Ertraksi Sulung Injeksi (2) cigl dengan per perawatan Rp 50.ooo,oo Ertraksi Dewasa (3) Gigr per perawatan Rp 60.000,00 Drtraksi Gigi Dewasa dengan Tindakan Sulit, Alueolectomy 1 Region, atau Operculectomg (4) perawatan per Rp 100.000,00 (5) Incici. -!,+'; ] ,; ^!a; ,: : t{li rlq+rgfN,t 1 (s) Incicil EksisiAbces Intra. Oral per perawatan Rp 25.000,00 (6) Pengelolaan Socket Dry per perawatan Rp 50.000,00 d) Peiodontia (1) Scalling per grgl Rp 10.000,00 (2) Curretage per perawatan Rp 25.O00,00 (3) Splinting, Wire Ligature 1 Region per perawatan Rp 150.000,0o 11) Jasa Pelayanan Fisioterapi a) Tindakan Ringan per perawatan Rp 30.000,00 b) Tindakan Sedang per perawatan Rp 40.000,00 c) Tindakan Berat per perawatan Rp 50.000,00 12) Pelayanan IGD a) Ringan per perawatan Rp 75.000,00 b) Sedang per perawatan Rp 125.000,00 c) Berat per perawatan Rp 200.000,00 b Penggunaan Ruang Kelas Kapasitas sampai dengan 40 (Empat Puluh) Orang per 12jam Rp 300.000,00 c. Penggunaan Kapasitas lebih Puluh) Orang Ruang dari 40 Kelas (Empat per l2jam Rp 500.000,00 d. Penggunaan Gedung Pertemuan Soos Atas per l2jam Rp 1.500.000,00 e. Penggunaarl i.fsAfflrlli[i+, : F " ^jt ,.; lf" lj*,ifl": r: ffiSffi.tTuHtI' e Penggunaan Gedung Pertemuan Soos Bawah per l2jam Rp 5.000.000,00 f. Pemakaian Gedung Olah Raga per Jam per bulan Rp Rp 50.000,00 300.000,00 g. Pemakaian Alat Berat 1) Wales per Jam Rp 150.000,00 2l Crane perJam Rp 750.000,00 3) Kent Word atau Hgster perJam Rp 400.000,00 4) Forklifi, per Jam Rp 300.000,00 h. Tamu Mess/Wisma 1) Wisma Nglajo II, III, dan IV per hari per kamar Rp 150.000,00 2) Wisma Nglajo I (Biasa) per hari per kamar Rp 200.000,00 3) Wisma Nglajo I (Utama) per hari per kamar Rp 300.000,00 4) Wisma Sarangan per hari per kamar Rp 150.000,00 5) Widya Patra I dan II per hari per kamar Rp 150.000,00 6) Widya Patra III Ngareng per hari per kamar Rp 200.000,00 7l Sanggar Tari dan Ruang Kaca per hari Rp 500.000,00 1 Pelayanan Air Minum Dengan Menggunakan Instalasi Pengolahan Air Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Minyak, dan Gas Bumi Hgtrffiffi ,Elr_.- rti d+.t ^{tt 1 r# ^j 1) Pemakaian O - 1O m3 a) Masyarakat Umum per m" Rp 3.500,00 b) Usaha Kecil Menengah per m3 Rp 7.500,00 2) Pemakaian 11 - 20 m" a) Masyarakat Umum per m" Rp 4.000,00 b) Usaha Kecil Menengah per m" Rp 9.500,00 3) Pemakaian 21 - 30 m" a) Masyarakat Umum per m3 Rp 5.500,00 b) Usaha Kecil Menengah per m3 Rp 11.500,00 4) Pemakaian Lebih Dari 30 m3 a) Masyarakat Umum per m3 Rp 6.500,00 b) Usaha Kecil Menengah per m" Rp 13.500,00 B. PERGURUAN TINGGI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL YANG MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN VOKASI BIDANG ENERGI DAN MINERAL 1. Jasa Pendidikan a. Mahasiswa Yang Berasal Dari Industri 1) Seleksi Mahasiswa per pendaftar Rp 500.000,00 2) Orientasi Program Studi dan Pengenalan Kampus per mahasiswa Rp 700.000,00 3) Biaya Pendidikan (Termasuk Penunjang) per mahasiswa per semester Rp 30.500.000,00 per mahasiswa Rp 700.000,00 4l Wisuda r#Yl lJ 3 -#ti, rfiY; ,t ^Y- 'S$nftHS! rrl$l 6r.f iqil f'Clrl*1 ffiffiffitrffi 5) Penginapan Asrama per mahasiswa per semester Rp 15.200.000,00 6) Biaya Penginapan Bagr Mahasiswa Yang Mengulang per mahasiswa per bulan Rp 2.500.000,00 b Mahasiswa Yang Berasal Dari Masyarakat Umum 1) Seleksi Mahasiswa per pendaftar Rp 200.000,00 2l Orientasi Program Studi dan Pengenalan Kampus per mahasiswa Rp 700.000,00 3) Biaya Pendidikan (termasuk Penunjang) per mahasiswa per semester Rp 12.300.000,00 4) Wisuda per mahasiswa Rp 700.000,00 5) Penginapan Asrama per mahasiswa per semester Rp 15.200.000,00 6) Biaya Penginapan bagr Mahasiswa yang Mengulang per mahasiswa per bulan Rp 2.500.000,00 2. Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.
Jasa Pembantuan Tenaga Ahli 1) Asisten Ahli per orang perjam Rp 150.000,00 2l Lektor per orang per jam Rp 200.000,00 3) Lektor FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -109- ffi.-hr}ffi 3) Lektor Kepala per orang perjam Rp 250.000,00 4) Guru Besar per orang perjam Rp 300.000,00 b. Pelayanan Tempat Uji Kompetensi per orang per paket Rp 500.000,00 C.PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER MANUSIA GEOLOGI, MINERAL, BATUBARA DAYA DAN ]. Jasa Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara a. DiklatTeknis/Manajerial l) 3 hari per oremg Rp 4.100.000,00 2) 4 hari per orang Rp 4.800.000,00 3) 5 hari per orang Rp 5.500.000,00 41 6 hari per orang Rp 6.200.000,00 5) 10 hari per orang Rp 8.700.000,00 6) 12 }rari per orErng Rp 10.000.000,00 7) 13 hari per orang Rp 10.700.000,00 8) 19 hari per orang Rp 14.600.000,00 9) 20 hari per orang Rp 15.300.000,00 10) 40 hari per orang Rp 40.700.000,00 b Diklat Pemenuhan Uji Kompetensi Pengawas Pertambangan 1) Diklat Pemenuhan Uji Kompetensi Pengawas Pertambangan Pertama per orang Rp 7.200.000,00 2) Diklat : { "F 2) Diklat Pemenuhan Uji Kompetensi Pengawas Pertambangan Madya per orang Rp 8.100.000,00 per or€rng Rp 13.500.000,00 3) Diklat Pemenuhan Uji Kompetensi Pengawas Pertambangan Utama 4l Diklat Juru Ledak pada Kegiatan Penambangan Bahan Galian (Juru Ledak Kelas II ) per orang Rp 8.900.000,00 5) Diklat Sertifikasi Juru Ukur Tambang per orang Rp 1 1.000.000,00 Diklat Teknis/Manajerial yang Diselenggarakan In House Training c.
3 hari per orang per paket Rp 3.OOO.O00,O0 21 4 h.arl per orang per paket Rp 3.500.000,00 3) 5 hari per orang per paket Rp 4.OOO.000,OO 4) 6 hari per orang per paket Rp 4.500.000,00 5) 10 hari per orang per paket Rp 6.000.000,00 6) 12 trarl per orang per paket Rp 7.000.000,00 71 13 hari per orang per paket Rp 7.500.000,00 8) 19 hari per orang per paket Rp 10.100.000,00 9) 20 hari ; r$+"fm$$ ?i.* j,.t, ^-r.+ 1i,o Y*: irr: ii ; I; : SATUAII;
t:
..)$, 'i i ili L.'li fr 9) 20 hari per orarlg per paket Rp 10.600.000,00 10) 40 hari per orang per paket Rp 28.200.000,00 d. Diklat Dengan Uji Kompetensi yang Diselenggarakan In House Training 1) Diklat Pemenuhan Uji Kompetensi Pengawas Operasional Pertama per orang per paket Rp 5.200.000,00 2) Diklat Pemenuhan Uji Kompetensi Pengawas Operasional Madya per orarlg per paket Rp 6.100.000,00 3) Diklat Pemenuhan Uji Kompetensi Pengawas Operasional Utama per orang per paket Rp 6.100.000,00 4l Diklat Juru Ledak pada kegiatan penambangan bahan Galian (Juru Ledak Kelas II) per orang per paket Rp 6.000.000,00 s) Diklat Sertifikasi Juru Ukur Tambang per orang per paket Rp 8.900.000,00 2. Jasa Penggunaan Sarana Pendidikan dan Pelatihan a. Pelayanan Kamar 1) Kamar Batubara per orang per hari Rp 100.000,00 2) Kamar Mineral per orang per hari Rp 200.000,00 b. Pelayanan Ruang Kelas 1) Ruang Kelas Kapasitas 40 Orang per hari Rp 500.000,00 2l Ruang Kelas Kapasitas 20 Orang per hari Rp 300.000,00 i$$,ffiffi 3. Jasa Pendidikan dan Pelatihan Geologi a. Jasa Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Bidang Geologi 1) Diklat Manqjerial a) 4 Hari per orarlg per paket R p 4.400.000,00 b) 6 Hari per orang per paket Rp 6.600.000,00 c) 10 Hari per orang per paket Rp 11.000.000,00 d) 14 Hari per orang per paket Rp 15.400.000,00 2) Diklat Teknis a) 4 Hari per orang per paket Rp 4.000.000,00 b) 6 Hari per orang per paket Rp 6.000.000,00 c) 10 Hari per orang per paket Rp 10.000.000,00 d) 14 Hari per orarlg per paket Rp 14.OOO.OOO,OO b. Jasa Pelayanan Bidang Pendidikan dan Pelatihan per orang per jam Rp 150.000,00 c. Jasa Perbantuan Tenaga Ahli 1) Widyaiswaraf Tenaga Ahli Pertama per orang per jam Rp 300.000,00 2l WidyaiswarafTenaga Ahli Muda per orang per jam Rp 500.000,00 -str ffifi_ffiffits Ji_f dr}..tl['i: {cr: -:
}: , 3) WidyaiswarafTenagaAhli Madya per orang per jam Rp 600.000,00 4) Widyaiswaraf Tenaga Ahli Utama per orang perjam Rp 700.000,00 D. PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KETENAGALISTRIKAN, ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI Jasa Pendidikan dan Pelatihan 1. Jasa Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Bidang Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi a Diklat Kompetensi Bidang Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi 1) Jangka Waktu 3 Hari a) Tingkat Dasar per orang Rp 3.600.000,00 b) Tingkat Menengah per orarlg Rp 4.000.000,00 c) Tingkat Tinggi per orang Rp 4.200.000,00 2) Jangka Waktu 4 Hari a) Tingkat Dasar per orang Rp 4.200.000,00 b) Tingkat Menengah per orang Rp 4.600.000,00 c) Tingkat Tinggi per orang Rp 4.800.000,00 3) Jangka Waktu 5 Hari a) Tingkat Dasar per orang Rp 5.000.000,00 b) Tingkat Menengah per orarlg Rp 5.500.000,00 c) Tingkat Tinggr per orang Rp 6.000.000,00 "Latt* ',/f- i: ; 4) Jangka Waktu 6 Hari Diklat Kompetensi Dasar per orang Rp 6.000.000,00 5) Jangka Waktu 9 Hari a) Diklat Pengangkatan Inspektur Ketenagalistrikan (KTL) Pertama (9 Hari) per orang Rp 7.200.000,00 b) Diklat Inspektur Muda (9 Hari) KTL Rp 9.000.000,00 per orang c) Diklat Inspektur Madya (9 Hari) KTL per orang Rp 10.000.000,00 Diklat Teknis/Manqjerial yang Diselenggarakan In House Training b 1) 3 Hari per orang per paket Rp 3.400.000,00 21 4 Hari per orarlg per paket Rp 3.700.000,00 3) 5 Hari per or€rng per paket Rp 4.200.000,00 4) 6 Hari per orang per paket Rp 4.700.000,00 5) 1O Hari per orang per paket Rp 7.200.000,00 6) 15 Hari per orang per paket Rp 9.800.000,00 71 20 Hari per or€rng per paket Rp 12.500.000,00 2. Jasa Pelayanan Sertifrkasi Keterampilan Tenaga Teknik Bidang Ketenagalistrikan per orang Rp 750.000,00 isliduAlffi 3. Jasa Pelayanan Ketenagalistrikan Terbarukan Konsultasi Bidang dan Energi Baru, per program Rp 2.500.000,00 a. Pen5rusunan Program Penunjang b. Penunjang Program Diklat per progr€rm Rp 5.000.000,00 4. Jasa Perbantuan Tenaga Pengajar Bidang Ketenagalistrikan dan Energi Baru, Terbarukan per orang per Jasa perbantuan Rp 200.000,00 5. Jasa Publikasi Bidang Ketenagalistrikan dan Energi Baru, Terbarukan per orang per hari Rp 1.300.000,00 Penyelenggaraan Seminar/ Workshopl Kolokium a.
Penjualan Modul Diklat per modul Rp 50.000,00 E. BALAI PENDIDIKAN DAN TAMBANG BAWAH TANAH PELATIHAN 1. Jasa Pendidikan dan Pelatihan Jasa Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Bidang Tambang Bawah Tanah a.
Pendidikan dan Pelatihan Bidang Tambang Bawah Tanah (5 Hari) per orang Rp 5.500.000,00 Pendidikan dan Pelatihan Bidang Tambang Bawah Tanah (6 Hari) 2) per orang Rp 5.650.000,00 3) Pendidikan dan Pelatihan Bidang Tambang Bawah Tanah (10 Hari) per orang Rp 6.000.000,00 Pendidikan dan Pelatihan Bidang Tambang Bawah Tanah (15 Hari) 4) per orang Rp 7.400.o00,00 b. Jasa FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA - 116 - a2 b. Jasa Pelatihan Mahasiswa (3 Hari) irsxtttrffiH -i ; : ; " F-." : to*:
rr; ; per orang sHtt! ; id-: Si *l- 1.650.000 2 Jasa Penggunaan Peralatan Pendidikan dan Pelatihan a. Kompas Geologi per unit per hari Rp 40.000,00 b. Palu Geologi per unit per hari Rp 25.000,00 c Global Positioning Sgstem (GPS) per unit per hari Rp 75.000,00 d. Total Station per unit per hari Rp 150.000,00 e. TLrcodolite per unit per hari Rp 50.000,00 f. Alat Bor Jenis Hand Drill per unit per hari Rp 150.000,00 g. Portable Gas Detector per unit per hari Rp 25.000,00 3. Jasa Penggunaan Sarana Pendidikan dan Pelatihan a. Jasa Penggunaan Wisma Kamar Utama per kamar per hari Rp 150.000,00 b Gedung Pertemuan Auditorium (Kapasitas 5OO Orang) per L2 jalrrr Rp 1.250.000,00 c Ruangan Kelas per hari Rp 400.000,00 d. Jasa Penggunaan Kendaraan Bus per 12jam Rp 1.200.000,00 VI. BADAN riqruryir VI. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL A. PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KETENAGALISTRIKAN, ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI 1 Sertifikasi Produk Ketenagalistrikan sesuai Standar Nasional Indonesia a. Dalam Negeri 1) Permohonan per permohonan Rp 500.000,00 2) Jasa Auditor untuk Audit Stage I per permohonan Rp 1.000.000,00 3) Jasa Auditor untuk Audit Stage II a) Jasa Auditor/ Tenaga Ahli/ Petugas Pengambil Contoh (PPC) (1) Auditor Kepala per orang per hari Rp 2.000.000,00 (2) Auditor per orang per hari Rp 1.500.000,00 (3) Tenaga ahli per orang per hari Rp 1.500.000,00 (4) Petugas Pengambil Contoh (PPC) per orang per hari Rp 1.000.000,00 4\ Jasa Proses Sertifikasi a) Panitia Teknis per permohonan Rp 300.000,00 b) Panitia Penilaian per permohonan Rp 1.000.000,00 c. Proses . i,% I c) Proses Sertifikasi ri ,,effi per SNI 2.000.000,00 5) Jasa Penggandaan Informasi Standarisasi per lembar Rp 500,00 b. Luar Negeri 1) Permohonan per permohonan Rp 1.350.000,00 2) Jasa Auditor untuk Audit Stage I per permohonan Rp 3.600.000,00 3) Jasa Auditor untuk Audit Stage II a) Jasa Auditor/Tenaga Ahli/ Petugas Pengambil Contoh (1) Auditor Kepala per orang per hari Rp 5.400.000,00 (21 Auditor per orang per hari Rp 4.050.000,00 (3) Tenaga ahli per orang per hari Rp 3.600.000,00 (4) Petugas Pengambil Contoh per orang per hari Rp 2.700.000,00 4l Jasa Proses Sertifikasi a) Panitia Teknis per permohonan Rp 1.125.000,00 b) Panitia Penilaian per permohonan Rp 1.575.000,00 c) Proses Sertifikasi per SNI Rp 1.800.000,00 2. Jasa Kalibrasi a. Meter Arus 1) Ampere . \ i,'1x2 . Y: rr; 'ti " ^d; ,iF,i'lid Rpl ,i, i'.+.l,,i'h,l "4-+ i,; , ': j'.rsAiruAx\J.rs r,r.-.it1 \ l,' ^,--: Sj, ^t l) Ampere Meter (AC) a) Kelas ^> O.2 per unit Rp 360.000,00 b) Multi Range per unit Rp 650.000,00 2l Ampere Meter (DC) a) Sampai dengan kelas 0,2 per unit Rp 375.000,00 b) Kelas , O,2 per unit Rp 350.000,00 c) Multi Range per unit Rp 630.000,00 b. Meter Tegangan 1) Meter Tegangan AC (O sampai dengan 1.000 V) a) Sampai dengan kelas 0,2 per unit Rp 410.000,00 b) Kelas , O,2 per unit Rp 360.000,00 c) Multi Range per unit Rp 650.000,00 2l Meter Tegangan DC (O sampai dengan 1.000 V) a) Sampai dengan kelas 0,2 per unit Rp 375.000,00 b) Kelas , O,2 per unit Rp 350.000,00 c) Multi Range per unit Rp 630.000,00 c Meter Daya/Energi 1) Meter Daya Satu Phasa (Anafog) a) Sampai dengan kelas 0,2 per unit Rp 460.000,00 b) Kelas ^> O,2 per unit Rp 385.000,00 Meter (AnaIog) ^Daya Tiga ^Phasa 2) a) Sampai dengan kelas 0,2 per unit Rp 485.000,00 b) Kelas , O,2 per unit Rp 385.000,00 3) WattlVar Hour Meter Fasa Tunggal a) Sampai dengan kelas 0,2 per unit Rp 750.000,00 b) Kelas ^> O,2 per unit Rp 595.000,00 c) Kelas 2,0 (DoubleRegister) per unit Rp 695.000,00 4l Meter Faktor Daya a) Jenis Portable per unit Rp 460.000,00 b) Jenis Panel per unit Rp 395.000,00 d. Meter Tahanan 1) Precision Double Bridge per unit Rp 1.135.000,00 2) Portable Double Bridge per unit Rp 1.135.000,00 3) Wheatstone Bridge per unit Rp 815.000,00 4l Uji Pentanahan per unit Rp 640.000,00 5) Micro Ohm Meter per unit Rp 770.000,00 6) InsulationTester a) Sampai dengan 1.000 Volt per unit Rp 690.000,00 b) 1.000 Volt sampai dengan 5.000 Volt per unit Rp 875.000,00 e. Multi Function Meter 1) Multimeter (AVO Meter) a) Jenis Presisi (Kelas 0,2) per unit Rp 955.000,00 b) Jenis Hand Held per unit Rp 705.000,00 2) AC Power AnalgserlPower Meter a) Jenis ; "SAT\J i\TfI /'+i i, t{,q}'.1a1$r. a) Jenis Fasa Tfrnggal ffi'sl'iffi(hi; ; .,,tr ^j ^.'. ^.rll' ^i. ^r'.{ r.: ^.r per unit Rp 1.330.000,00 b) Jenis Fasa Tiga per unit Rp 1.850.000,00 3) Meja Tera KWH Meter atau Energi Meter a) Jenis Fasa Tunggal Analog per unit Rp 1.585.000,00 b) Jenis Fasa Tiga Analog per unit Rp 2.520.000,00 4l Clamp On Multi Meter per unit Rp 630.000,00 5) Tegangan (DC Standard) DC/Standar Arus Voltage/ Current per unit Rp 630.000,00 6) Sumber Tegangan dan Arus AC (Fasa Tunggal) per unit Rp 630.000,00 7) Tegangan Arus AC per unit Rp 1.080.000,00 f Frequencg Meter Jenis Portable sampai dengan 100 Hz per unit Rp 410.000,00 g. Meter Suhu Digital Detector) Thermometer (Tanpa per unit Rp 400.000,00 3. Jasa Pengujian a. Pengujian Peralatan Listrik Non- Kabel 1) Lampu Jalan a) Daya s 2OO Watt per unit Rp 470.000,00 b) Daya ^> 2OO Watt sampai dengan 400 Watt per unit Rp 740.000,00 c) Daya > 400 Watt sampai dengan 600 Watt per unit Rp 1.010.000,00 per unit Rp 1.280.000,00 d) Daya ^> 600 Watt sampai dengan. 800 Watt per unit Rp 1.550.000,00 e) Daya ^> 800 Watt sampai dengan 1O0O Watt 0 Daya > lO0O Watt per unit Rp 2.500.000,00 2l Amperemeter AC/Voltmeter Analog per 5 buah Rp 10.890.000,00 3) Ballast TL (Konvensional) per 3 buah Rp 3.320.000,00 4) Ballast Elektronik per buah Rp 8.845.000,00 5) Digital Voltmeter AC per 5 buah Rp 9.360.000,00 6) Lampu Pijar Uji Performance per 20 buah Rp 1.750.000,00 7l Lampu T\rbe Lamp (TL) Rp per 20 buah 5.565.000,00 8) Lampu Hemat Energi (Lampu Swaballast dan Lampu LED) a) Uji Keselamatan Lampu Swaballast per tipe Rp 2.600.000,00 b) Uji Keselamatan Lampu LED per tipe Rp 3.500.000,00 c) Uji Performance (1) Uji Performance 100 Jam (a) Daya 3 sampai dengan 10 Watt per 20 buah Rp 1.300.o00,o0 (b) Daya 11 sampai dengan 20 Watt per 20 buah Rp 1.350.000,00 (c) Daya 2l sampai dengan 30 Watt per 20 buah Rp 1.400.000,00 (d) Daya 31 sampai dengan 40 Watt per 20 buah Rp 1.450.000,00 (e) Daya riffiSrf; ffi,# -,Y ^..t"1 ^a?',.rf,.tdj 'l ftsffiffirffi 'ri.l, ',li,/ !1iffiffi? iffi_ffiffiffi (e) Daya 4l sampai dengan 50 Watt per 20 buah Rp 1.500.000,00 (0 Daya 51 sampai dengan 60 Watt per 20 buah Rp 1.550.000,00 (2) Uji Performance 2OOO Jam (a) Daya 3 sampai dengan 10 Watt per 20 buah Rp 2.000.000,00 (b) Daya 11 sampai dengan 20 Watt per 20 buah Rp 2.800.000,00 (c) Daya 2l sampai dengan 30 Watt per 20 buah Rp 3.500.000,00 (d) Daya 31 sampai dengan 40 Watt per 20 buah Rp 4.300.000,00 (e) Daya 4l sampai dengan 5O Watt per 20 buah Rp 5.O00.000,00 (0 Daya 51 sampai dengan 6O Watt per 20 buah Rp 5.800.000,00 (3) Uji Performance 4000 Jam (a) Daya 3 sampai dengan 1O Watt per 20 buah Rp 2.600.000,00 (b) Daya 11 sampai dengan 20 Watt per 20 buah Rp 5.000.000,00 (c) Daya 2l sampai dengan 30 Watt per 20 buah Rp 8.500.oo0,oo (d) Daya 31 sampai dengan 40 Watt per 20 buah Rp 10.700.000,00 (e) Daya 4L sampai dengan 50 Watt per 20 buah Rp 11.900.000,00 (0 Daya 51 sampai dengan 60 Watt per 20 buah Rp 13.200.000,00 (4) uji ilIlttqltr'ffiSfi"l 1 .: 'iG ^'.", !: Flri 'fl i" SATUAN: : ; i'..i r; 'i: -.i "-. (4) Uji Performance 6000 Jam (a) Daya 3 sampai dengan 10 Watt per 20 buah Rp 3.300.000,00 (b) Daya 11 sampai dengan 20 Watt per 20 buah Rp 7.200.000,00 (c) Daya 2l sampai dengan 30 Watt per 20 buah Rp 13.000.000,00 (d) Daya 31 sampai dengan 40 Watt per 20 buah Rp 15.720.000,00 (e) Daya 4L sampai dengan 5O Watt per 20 buah Rp 17.500.000,00 (0 Daya 51 sampai dengan 60 Watt per 20 buah Rp 19.300.000,00 (5) Uji Performance SOOO Jam (a) Daya 3 s.d. 10 Watt per 20 buah Rp 3.900.000,00 (b) Daya 11 s.d. 20 Watt per 20 buah Rp 9.300.000,00 (c) Daya 2l s.d. 30 Watt per 20 buah Rp 17.500.000,00 (d) Daya 31 s.d. 40 Watt per 20 buah Rp 20.780.000,00 (e) Daya 41 s.d. 50 Watt per 20 buah Rp 23.100.000,oo (0 Daya 51 s.d. 60 Watt per 20 buah Rp 25.520.000,00 9) RCCB s.d. 6 A per tipe Rp 14.000.000,00 10) RCCB>6A per tipe Rp 15.000.000,00 11) MCB s.d. 6 A per tipe Rp 15.000.000,00 ,-5+sgffi ,ffiffitffi t2) MCB>6A per tipe Rp 17.000.000,00 13) Uji Keselamatan Sakelar per tipe Rp 4.500.000,00 14) Uji Keselamatan Kontak Kotak Kontak T\rsuk per tipe Rp 4.500.000,00 15) Uji Luminer per tipe Rp 5.500.000,00 16) Uji Home Appliances a) Uji Safetg (1) Kulkas (Refigerator) per tipe Rp 5.280.000,00 (2) Televisi per tipe Rp 5.550.000,O0 (3) Pendingin Ruangan (Air Conditioner) per tipe Rp 7.000.000,00 (4) Setrika per tipe Rp 4.500.000,00 (5) Pompa Air per tipe Rp 5.100.000,00 (6) Kipas Angrn per tipe Rp 5.100.000,00 (71 Dispenser per tipe Rp 3.900.000,00 (8) Penanak Nasi (Rice Cooker) per tipe Rp 3.900.000,00 b) Uji Performance (1) Kulkas (Refrigerator) per tipe Rp 5.280.000,00 (21 Televisi per tipe Rp 5.550.000,00 (3) Pendingin Ruangan (Air Conditioner) per tipe Rp 7.000.000,00 (4) Setrika per tipe Rp 4.500.000,00 (5) Pompa Air per tipe Rp 5.100.000,00 (6) Kipas Angrn per tipe Rp 5.100.000,00 (7) Dispenser per trpe Rp 3.900.000,00 (8) Penanak J.
Penanak Nasi (Rice Cooker) ; ?rtAiffiifr# rii-, if,,+ i] firl'Fl rll per tipe Rp 3.900.000,00 b. Pengujian Lain-Lain 1) Gas Biomassa a) Gas Composition (HC dan COz) per sampel Rp 880.000,00 b) Impurities (Cold Vapour- AAS) (1) Mercury Content (ASTM D238s) per sampel Rp 605.000,00 (2) Hgdrogen Sulfide ( ASTM D2385) per sampel Rp 605.000,00 (3) Mercaptan (UOP 212) per sampel Rp 605.000,00 (41 Carbongl per sampel Rp 660.000,00 c) Water ContentlDew Point (ASTM Dtt42l Gravimetri) per sampel Rp 275.000,00 2) Geothermal Gas (Fumarol) a) SOz per sampel Rp 605.000,00 b) H2s (APr -4s) per sampel Rp 605.000,00 c) COz (Titrimetri) per sampel Rp 605.000,00 d) Ct2 (API'4s) per sampel Rp 605.000,00 e) Composition Chromatographg per sampel Rp 1.980.000,00 3) Waste Water a) pH @lektrometri) per sampel Rp 90,000,00 b) Temperafitre per sampel Rp 90.000,00 c) Oil Content and Grease (Concaue U 72) per sampel Rp 835.000,00 d) Phenol FRES IDEN REFUELIK INDONESIA -t27- d) Phenol per sampel Rp 330.000,00 e) Biological Oxggen Demand (BoD) per sampel Rp 495.000,00 per sampel Rp 275.000,00 0 ^Chemical ^Oxggen Demand (COD), Qitimetri) g) Dissolued Oxggen (DO) per sampel Rp 220.000,00 h) Total Dissolued (Grauimetri) Solid per sampel Rp 385.000,00 per sampel Rp 330.000,00 i) Total Suspended Solid (Grauimetri) j) NO2-N (fitimetri) per sampel Rp 165.000,00 k) Nos (ASTM D.s867) per sampel Rp 165.000,00 per sampel Rp 220.000,00 l) Hs (cv AAS) m) Pb (AAS) per sampel Rp 165.000,00 n) Zn (AAS) per sampel Rp 165.000,00 o) Ni (AAS) per sampel Rp 165.000,00 p) Cu (AAS) per sampel Rp 165.000,00 q) cd (AAS) per sampel Rp 165.000,00 r) Co (AAS) per sampel Rp 165.000,00 s) Mn (AAS) per sampel Rp 165.000,00 t) Cr (AAS) per sampel Rp 165.O00,00 u) As (AAS) per sampel Rp 165.000,00 v) SiOz(Spektrofotometri) 165.000,00 per sampel Rp w) HzS(Spektrofotometri) per sampel Rp 165.000,00 x) CN'( (Spektrofotometri) per sampel Rp 165.000,00 y) POqs (ASTMD.SI5) per sampel Rp 330.000,00 ,flSFq61,'q; t-'isi .1,1'.,,,'# iffi,g_ffi.S-$.Ff' z) NHs (Spektrofotometri) per sampel Rp 165.000,00 aal Ba (AAS) per sampel Rp 165.000,00 bb) Se (AAS) per sampel Rp 165.000,00 cc) Sn (AAS) per sampel Rp 165.000,00 dd) Fe (AAS) per sampel Rp 165.000,00 eel Methgl Blue (Spektrofotometri) Actiue per sampel Rp 330.000,00 f0 Free Chlorine (Spektrofotometri) per sampel Rp 165.000,00 4l Gas Chromatographg a) Routine Gas Analusis (Cr to Cz + HzS + Nz, CO, Nz, Oz, Hr) Gas Chromatographg (1) Grauimetry per sampel Rp 1.980.000,00 (2) Gas se/c) ^Grauitg ^(IP- per sampel Rp 990.000,00 (3) Heating Value per sampel Rp 300.500,00 (41 Moisture/ Deu Point per sampel Rp 275.000,00 (5) Mercaptane Sulphur (ASTM D2s8s) per sampel Rp 605.000,00 (6) Hgdrogen Sulfide (ASTM D238s) per sampel Rp 605.000,00 (71 Carbongl Sulfide per sampel Rp 660.000,00 b) Impuities of Gas (Ar, 02) per sampel Rp 1. 100.000,00 c) CCl4 per sampel Rp 550.000,00 Penggunaan Laboratorium Mekanik Peralatan Energi dan s) a) GPS 'l !r. a) GPS : t$ per hari per unit Rp i 330.000,00 b) Digital Micro Ohm meter per hari per unit Rp 550.000,00 c) Primary Current Injection Tester per hari per unit Rp 770.000,00 d) Laboratory Supptg DC Power per hari per unit Rp 550.000,00 e) Pouter Qualitg Analgzer per hari per unit Rp 990.000,00 0 ^Multimeter per hari per unit Rp 440.000,00 g) Megger per hari per unit Rp 440.000,00 h) AC Power Source per hari per unit Rp 770.000,00 i) Osciloscope per hari per unit Rp 1.100.000,00 j) Water Current Meter per hari per unit Rp 770.000,00 k) Standing Anemometer per hari per unit Rp 770.000,00 U ^Drilling ^Machine perjam per unit Rp 55.000,00 m) Lathe Machine per Jarn per unit Rp 75.000,00 n) Torcmate per Jam per unit Rp 110.000,00 o) Automatic $.tiit t; i: '! ^: ffiffiffii,ii, o) Automatic Cutting Machine perJam per unit Rp 110.000,00 p) Welding Ware per Jam per unit Rp 55.000,00 q) Welding Electrode per Jam per unit Rp 45.000,00 r) Plate Bending Machine per Jam per unit Rp 55.000,00 s) Surface Grinder Machine per jam per unit Rp 55.000,O0 t) Sawing Machine per Jam per unit Rp 55.000,00 u) Hpe Bending Machine per Jam per unit Rp 45.000,00 v) Engine Crane perJam per unit Rp 55.000,00 w) Workshop Press Machine per J€rm per unit Rp 55.000,00 B. PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA 1. Jasa Analisis, Jasa Analisis dan Pengujian Laboratorium a- Jasa Analisis Kimia 1) Batu Gamping, Kalsit, Dolomit, Kapur Tohor, Marmer, Gipsum a) CaO Totat (ASTM C 25-99) per sampel Rp 100.000,00 b) CaO Bebas (ASTM C 25-99) per sampel Rp 100.000,00 c) MgO (ASTM C 1301-95, Reau 2001) per sampel Rp 90.000,00 ffi': {#ffi rit$ per sampel Rp 50.000,00 d) Lor (ASTM C 2s-ee) e) Bagian Tidak Larut Dalam Asam/ HCI (ASTM C 25-99) per sampel Rp 50.000,00 0 ^sioz ^(ASTM ^c ^2s-99) per sampel Rp 100.000,00 Rp 95.000,00 g) FezOs (ASTM C 1301-95, Reau 2001) per sampel h) ALzOs (ASTM C 1301-95, Reau 2001) per sampel Rp 100.000,00 i) KzO (ASTM C 1301-95, Reau 2OO1) per sampel Rp 90.000,00 j) Nazo (ASTM C 1301-95, Reau 2OO1) per sampel Rp 90.000,00 k) PzOs (Spektrofotometri) per sampel Rp 100.000,00 l) SOs (ASTM C 2s-99) per sampel Rp 100.000,00 m) Cl- (Volumetri) per sampel Rp 90.ooo,oo n) HzO- (ASTM C 25-99) per sampel Rp 50.000,00 o) TiOz (Spektrofotometri) per sampel Rp 100.000,00 p) Preparasi Contoh (SNI 13- 3496-t994) per sampel Rp 40.000,00 2l Mineral Lempung (Lempung, Kaolin, Bentonit, Zeolit, Ball Clay, Feldspar, T\rfa, Trass, Perlit, Mika, Diatome, Pumice, Batu Apung dan Tanah, Abu Batubara) a) SiO2 /SNI 13-3608-1994) per sampel Rp 100.000,00 b) AlzOs (SNI 13-3608-1994) per sampel Rp 100.000,00 c) FezOs (SNI 13-3608-1994) per sampel Rp 90.ooo,oo d) Tioz (sNr 13-s608-1994) per sampel Rp 100.ooo,oo e) CaO (SNI 13-3608-1994) per sampel Rp 100.000,00 f) Mgo l: ti if ! rrtrj,."'.# Otg.AIVr+ .T1?i,: r 1"r] #'ru, f.Ir 1.$ 0 ^Mso ^(SNI ^1s-s608-19e4) per sampel Rp 90.000,00 s) ^Kzo ^(SNI ^1s-s608-1994) per sampel Rp 90.000,00 h) NazO (SNI 13-3608-1994) per sampel Rp 90.000,00 i) Mno (SNI 1s-s608-1994) per sampel Rp 90.000,00 j) H2O- (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 k) HzO+ (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 l) Lor (sNr 1s-s608-1994) per sampel Rp 50.000,00 m) PzOs (Spektrofotometri) per sampel Rp 100.000,00 n) Preparasi Contoh (SNI 13- 3496-1994) per sampel Rp 40.000,00 3) Galena, Pirit, Kalkopirit, Spalerit, Antimon, Emas, Perak a) Au dan 19e4) Ag (SNI 13-3610- per sampel Rp 300.000,00 b) Pb (sNr 1s-6974-2003) per sampel Rp 80.000,00 c) Cu (SNI 13-6974-2003) per sampel Rp 90.000,00 d) Zn (SNI 1s-6974-2003) per sampel Rp 90.000,00 e) Fe /SN/ 13-6974-2003) per sampel Rp 90.000,00 0 ^Mn ^(SNI ^1s-6974-200s) per sampel Rp 90.000,00 s) ^Cd ^(SNI ^1s-6974-2oos) per sampel Rp 90.000,00 h) S total (Grauimetri) per sampel Rp 100.000,00 i) S total (Infrared) per sampel Rp 150.000,00 j) As (AAS-GTA) per sampel Rp 120.000,00 k) sb (AAS-GTA) per sampel Rp 120.000,00 l) Bi (AAS) per sampel Rp 100.000,00 m) Pt (Fire ^qssaA + AAS) per sampel Rp 225.000,00 nl Pd ttHf{ffir.w,r n) Pd (Fire assaA ^+ AAS/ per sampel 225.000,00 o) Fe (Volumeti) per sampel Rp 100.000,00 p) Mo (AAS) per sampel Rp 100.000,00 q) Co (AAS) per sampel Rp 90.000,00 r) Preparasi Contoh fSN/ 13- 3496-1994) per sampel Rp 40.000,00 4) Pasir Kuarsa, Batu Kuarsa, Pasir Zircon a) SiOz /S/VI 1s-6668-2002) per sampel Rp 100.000,00 b) AlzOs (SNI 13-6668-2002) per sampel Rp 100.000,00 c) FezOs (SNI 13-6668-2002) per sampel Rp 90.000,00 d) Crzos (AAS) per sampel Rp 100.000,00 e) ZrOz (Grauimetri) per sampel Rp 225.000,00 0 ^Tio2 (SNI ^1s-6668-2002) per sampel Rp 100.000,00 s) ^CaO (SNI ^13-3608-1994) per sampel Rp 100.000,00 h) Mgo (SNI 13-s608-1994) per sampel Rp 90.000,00 i) Kzo (sNr 1s-s608-1994) per sampel Rp 90.000,00 j) NazO (SNI 13-s608-1994) per sampel Rp 90.000,00 k) PzOs (Spektrofotometri) per sampel Rp 100.000,00 1) LOr (SNr 1s-s608-1994) per sampel Rp 50.000,00 m) Sn (AAS) per sampel Rp 100.oo0,00 n) Preparasi Contoh fSNf 13- 3496-1994) per sampel Rp 40.000,00 5) Bijih Besi, Pasir Besi, Batuan Nikel a) Fe Total (PU 3OO3 KM) per sampel Rp 110.000,00 b) FeO nd?rt ry,\i{ffi ; ; l b) Feo (PU sOos KM) per sampel Rp 110.000,00 c) FezOs (PU 3003 KM) per sampel Rp 25.000,00 d) TiOz (PU 3003 KM) per sampel Rp 100.000,00 e) PzOs (PU 3003 KM) per sampel Rp 100.000,00 Rp 100.000,00 0 ^Sos ^(PU ^sOos KM) per sampel g) S Total (PU 3OO3 KM) (1) Grauimeti per sampel Rp 100.000,00 (2) Infrared per sampel Rp 150.000,00 h) v (AAS) per sampel Rp 105.000,00 185.000,00 i) crzos (PU 3oo3 KM) per sampel Rp j) Ni (AAS) per sampel Rp 105.000,00 k) Co (AAS) per sampel Rp 105.000,00 l) sioz (PU 30os KM) per sampel Rp 115.000,00 m) AlzOs (PU 3003 KM) per sampel Rp 105.000,00 n) CaO (PU 3003 KM) per sampel Rp 105.000,00 o) MsO (PU soos KM) per sampel Rp 100.000,00 p) H2O- (Grauimeti) per sampel Rp 50.000,00 q) Fe Metal- (Volumetri) per sampel Rp 110.000,00 r) Preparasi Contoh fSlV/ 13- s496-1994) per sampel Rp 40.000,00 6) Logam a) Fe Total (PU 3OO3 KM) per sampel Rp 110.000,00 b) FeO (Volumeti) per sampel Rp 110.000,00 c) FezOs (Volumetrt) per sampel Rp 25.000,00 d) Ti(Spektrofotometi) per sampel Rp 100.000,00 e) P I6i-glffi iiil'lf; YsF?F: ,'ir: : lY'?i',ir: EY; ; H.",Y4BlYr,.itl.!'"i1 ! t* per sampel Rp 100.000,00 e) P(Spektrofotometri) 0 S Total per sampel Rp 100.000,00 (1) Grauimeti (21 Infrared per sampel Rp 150.000,00 s) ^v ^(AAS) per sampel Rp 100.000,00 per sampel Rp 90.000,00 h) Cr (AAS) i) Ni (AAS) per sampel Rp 90.000,00 per sampel Rp 90.000,00 j) Co (AAS) k) s, /,4AS/ per sampel Rp 100.000,00 l) Al (Volumetri) per sampel Rp 100.000,00 m) Ca (AAS) per sampel Rp 100.000,00 Rp 90.000,00 n) Mg (AAS) per sampel o) Fe metal- (Volumetri) per sampel Rp 100.000,00 p) Cu (Volumetri) per sampel Rp 100.000,00 q) Sn (AAS/ per sampel Rp 100.000,00 r) Pt (AAS) per sampel Rp 120.000,00 s) Zn (AAS) per sampel Rp 90.000,00 t) Pb (AAS) per sampel Rp 90.000,00 u) Preparasi Contoh 6SfM) per sampel Rp 40.000,00 7) Batuan Fosfat a) PzOs (SNI 13-3496-1994) per sampel Rp 100.000,00 b) PzOs CAS /Spektrofotometri) per sampel Rp c) CaO (SNI 13-4176-1996) per sampel Rp 100.000,00 100.000,00 d) Mgo (AAS) per sampel Rp 90.000,00 t t*:
-{,ti.i l.ii'Iiq'; ,: ^SATUgN),; e) FezOs (SNI 13-4172-1996) per sampel Rp 90.000,00 0 ^ALzOs ^(SNI ^13-4171-1996) per sampel Rp 100.000,00 g) LOI (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 h) SiOz (Grauimetri) per sampel Rp 100.000,00 i) F (Spektrofotometri) per sampel Rp 100.o00,00 j) H2O- (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 k) Mno (AAS) per sampel Rp 90.000,00 l) Bagian Tidak Larut dalam Asam/ HCI (ASTM C 25-99) per sampel Rp 50.000,00 m) Kzo (AAS) per sampel Rp 90.000,00 n) NazO (AAS) per sampel Rp 90.000,00 o) Preparasi Contoh ^(SNI 13- 3496-1994) per sampel Rp 40.000,00 8) Bijih Mangan a) MnTotaJ (SNI 13-4699-1998) per sampel Rp 105.000,00 b) MnOz (SNI 13-1698-1998) per sampel Rp 105.000,00 c) FezOs (AAS) per sampel Rp 90.000,00 d) PzOs (Spektrofotometri) per sampel Rp 100.000,00 e) Cu (AAS) pdr sampel Rp 90.000,00 0 ^Cao ^(AAS) per sampel Rp 100.000,00 s) ^Mso ^(AAS) per sampel Rp 90.000,00 h) HzO- (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 i) Bao (AAS) per sampel Rp 100.000,00 j) SOs (Grauimetri) per sampel Rp 100.000,00 k) Alzos (AAS) per sampel Rp 100.000,00 1) SiO. f4: t : euKA,N'Pii.railii; ^j ': 't,l -l'' .'..l ,r SATUAN . ,;
1.',',-',' -l -i: J" j' : '.; : ii,"faru[-ti: ; -',._.-' ..1.;
. l.: "..,.. 1) SiO (ASTM E 247-1996) per sampel Rp 100.000,00 m) MnO per sampel Rp 25.000,00 n) Preparast Contoh fSIff 13- 3496-1994) per sampel Rp 40.oo0,oo 9) Bijih Bauksit a) SiOz Total (PU-3012-KM) per sampel Rp 100.000,00 b) SiOz Reaktif (PU-3012-KM) per sampel Rp 25.000,00 c) SiOz Bebas d) ALzOs (PU-3012-KM) per sampel Rp 100.000,00 per sampel per sampel Rp 100.000,00 e) FezOs (PU-3012-KM) Rp 90.000,00 0 ^Tio2 (PU-3012-KM) per sampel Rp 100.000,00 g) PzOs (PU-3C12-KM) per sampel Rp 100.000,00 h) CaO (PU-3012-KNI) per sampel Rp 100.000,00 i) Mso (PU-3012-KM) j) Kzo (PU-3012-KM) per sampel Rp 90.000,00 per sampel Rp 90.000,00 k) NazO (PU-3012-KM) per sampel Rp 90.000,00 1) H2O+ (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 m) H2O- (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 n) LOI (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 o) Preparasi Contoh fSNf 13- 3496-1994) per sampel Rp 40.000,00 10) Barit a) BaO (Gravimetri) per sampel Rp 170.000,00 b) Bao (AAS) per sampel Rp 150.000,00 c) SOs (Grauimetri) per sampel Rp 170.000,00 d) Cao (AAS) per sampel Rp 150.000,00 e) Mso (AAS) per sampel Rp 145.000,00 0 Sro (AAS) per sampel Rp 145.000,00 g) StOz (Grauimetri) per sampel Rp 160.000,00 h) Fezos (AAS) per sampel Rp 145.000,00 i) AlzOs (AAS) per sampel Rp 150.000,00 j) LOI (Graiim€tri) per sampel Rp 50.000,00 k) H2O- (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 I) Preparasi Contoh fSN/ 13- s496-1994) per sampel Rp 40.000,00 11) Barium Karbonat a) BaO (AAS) per sampel Rp 100.000,00 b) SOs (Grauimetri) per sampel Rp 100.000,00 c) Cao (AAS) per sampel Rp 100.o00,00 d) Mso (AAS) per sampel Rp 90.000,00 e) Sfl (AAS) per sampel Rp 100.000,00 0 SiOz (Grauimetrt) per sampel Rp 100.000,00 g) FezOs (AAS) per sampel Rp 100.000,00 h) ALzOs (AAS) Rp 100.000,00 i) LOI (Grauimetri) per sampel per sampel Rp 50.000,00 j) H2O- (Grauimeti) per sampel Rp 50.000,00 k) Preparasi Contoh fS/V/ 13- 3496-1994) per sampel Rp 40.000,00 12) Brjih Timah a) Sn (AAS) per sampel Rp 115.000,00 b) sb -i{! ' ^r !?., ^e)-D1j#. ^ra'sF: ,fdPrl9 ^} \ ; l I ^-. ^ ii't per sampel Rp 120.000,00 b) sb (AAS) c) As (AAS-VGA/ GTA) per sampel Rp 120.000,00 per sampel Rp 100.000,00 d) Bi (AAS) 105.000,00 e) FezOs (AAS) Rp 0 SiOz (Grauimeti) per sampel per sampel Rp 200.000,00 per sampel Rp 105.000,00 s) ^Cu ^(AAS) h) Pb (AAS) per sampel Rp 105.000,00 i) S total (Grauimetri) per sampel Rp 100.000,00 j) S total (Infrared) per sampel Rp 150.000,00 k) PzOs (Spektrofotometri) per sampel Rp 100.000,00 1) Cao (AAS) per sampel Rp 115.000,00 m) Preparasi Contoh fSIf 13- 3496-1994) per sampel Rp 40.000,00 n) AlzOs (AAS) per sampel Rp 115.000,00 225.000,00 o) ZrOz (Grauimetri) per sampel Rp p) TiOz (Spektrofotometri) per sampel Rp 100.000,00 q) LOI (Grauimetri) per sampel Rp 50.000,00 r) Cd (AAS) per sampel Rp 90.000,00 s) Zn (AAS) per sampel Rp 90.000,00 Antimon Bismut (Mineral Stibnite), 13) per sampel 100.000,00 a) Sn (AAS) b) sb (AAS) per sampel Rp Rp 120.000,00 c) As (AAS-VGA/ GrA) per sampel Rp 120.000,00 d) Bi (AAS) per sampel Rp 100.000,00 e)Fe. ('...-.,,,- ,,,'-'' ; 'SATUAN'.1' i fa,eLl5eNir,tH5 ,,' SefUAN,l: , rr; , 1. e) Fe (AAS) per sampel Rp 90.000,00 0 SiOz (Grauimetri) per sampel Rp 100.000,00 s) ^Cu ^(AAS) per sampel Rp 90.000,00 h) Pb (AAS) per sampel Rp 80.000,00 i) S total (1) Grauimetri per sampel Rp 100.000,00 (21 Infrared per sampel Rp 150.000,00 j) PzOs (Spektrofotctmetri) k) Cao (AAS) 1) Preparasi Contoh fSNf 13- 3496-1994) m) Au dan Ag (PU-3O 10KM, per sampel Rp 100.000,00 per sampel Rp 100.000,00 per sampel Rp 40.000,00 per sampel Rp 300.000,00 n) Mo (AAS) per sampel Rp 100.000,00 o) Co (AAS) per sampel Rp 90.000,00 p) Pt (Ftre Assag + AAS) per sampel Rp 225.000,00 q) Pd (Fire Assay + AAS/ per sampel Rp 225.000,00 L4) Larutan Proses a) ^'Si, Al, Ca, Sn, Bi, Mo (AAS) per unsur per sampel Rp 100.000,00 b) ?i(Spektrofotometri) per unsur per sampel Rp 100.000,00 c) Pb, Cu, Zn, Fe. Mn, Ni, Co, Cd,Cr, K,Na, Mg (AAS) per unsur per sampel Rp 80.000,00 d) Au, Ag (AAS/ AAS GTA) per unsur per sampel Rp 125.000,00 e) As - .it,.ll, SATUAI{: T . ^; '' ^: : ; i: ritnrl'ti: ,1lllij e) As, Se. Sb (AAS-GTA/ VGA) per unsur per sampel Rp 125.000,00 0 ^Cl-(Argentometri/Volumetri) per sampel Rp 90.oo0,oo g) SO4 (Spektrofotometri / Gravimetr i) per sampel Rp 90.000,00 15) Air Sumur, Air Tanah, Air Sungai, Air Limbah, Air Laut a) pH (SNI 06-6989.11-2004) b) Temperatur (SN/ 06-6989.23- 2OOs) per sampel Rp 50.000,00 per sampel Rp 25.000,00 c) DHL (SNI 06-6989.1-2004) per sampel Rp 50.000,00 d) ?DS rSN/ 06-6989.27-200s) per sampel Rp 60.000,00 e) TsS /SNr 06-6989.3-2004) per sampel Rp 75.000,00 0 ^Salinitas ^(SNI 06-2413-1991, Alat) per sampel Rp 50.000.00 g) Salinitcts (SN/ l99l,Volumetri) 06-2413- per sampel Rp 75.000.00 h1 Kekeruhan 6989.25.2005) ^/sNI 06- per sampel Rp 50.000.00 i) Warna fSI[/ 6989.24.2005) 06- per sampel Rp 75.000.00 j) Asiditas (Volumetri) per sampel Rp 50.000.00 k) Alkalinitas(Volumetri) per sampel Rp s0.000.00 1) Kesadahan 6989.12-2004) /sNI 06- per sampel per sampel Rp 60.000.00 m) CI /sNr 6989.19-2009) Rp 75.000.00 n) SO+/SNI6989.20-2009) per sampel Rp 75.000.00 o) N-NOz (SNI 06-6989.9-2004) per sampel Rp 75.000.00 p) N-No '' i.1ffi,ffig{s,Pvg,(,re.,+,1 ^i+: ^/", -: SAruAII, t * p) /V-NO (fr.andar Method for APHA 4500-NO3.E) per sampel Rp 100.000.00 q) P /SNr 06-6989.s1-200s) per sampel Rp 75.000.00 r) DO, Dissolued Oxygen/Oksigen Terlantt (Standar Method for APHA 4s00.o.2012) per sampel Rp 50.000.00 s) BOD(SNI06-6989.72-2009) per sampel Rp 50.000.00 t) coD /sNr 06-6989.1s-2004 dan Standar Method fo, APHA 5224.8-2012) per sampel Rp 140.000.00 u) Residu total (SNI 06-6989.26- 2O0s) per sampel Rp 60.000.00 v) Hg (mercury analgzer) per sampel Rp 100.000.00 w) As /SNI 06-6989.54-2005) per sampel Rp 120.000.00 x) Pb (SNI 6989.8.20o9); Cu 1SiV/ ^6989.6-2009); ^Zn /slvr 6989.7.2009); Fe 1/SNr 6989.a-2009); Mn /SNI 6989.5-2009); Nr (SNI 6989.18- 2009); Cd fSN/ 6989.16-2009); Cct /SN/ 6989.68-2009); Cr fSiV/ 6989.17-2009) per unsur per sampel Rp 80.o00.00 y) Mg, K, Na, Ca, Al (AAS) per unsur per sampel Rp 80.000.00 z) H,S fSN/ 6989.75-2009) per sampel Rp 50.000.00 aa) CN Bebas fS/Vr 13-6613- 2OO1) per sampel Rp 80.000.00 bb) CN Totat (SNI 6989.77-2011) per sampel Rp 100.000.00 ccl Selenium (AA: S-GTA/ VGA) per sampel Rp 120.000.00 dd) Boron (AAS-GTA/ VGA) per sampel Rp 120.000.00 ee) SiOz (Spektrofotometri/ AAS) per sarnpel Rp 80.o00.00 f0 r'. jfufi S 'pffi #diiifi fi Ni N ff oiirit " BU KAN pAJAr< : '' 1. ; 'J/: 1,i...{1.1".1L.-,{iti--; !, f i'; ; i'.,s. ...i.r; _"r,,: ,. ,'' r- .' . :
; : ; ,,i, ,'t , t' ' I ': "sAruaN .' ,Itanlr'; 'r.* :
',.' . .' ,' : ,:
, ,, ',i' ^!u.I: $l ^, . ',i f0 F (Spektrofotometri) per sampel Rp 80.000.00 ggl TiO2 (Spektrofotometrt) per sampel Rp 80.000.00 hh) As (AAS) per sampel Rp 80.000.00 ii) I[ - NHq rsrff 06-6989.30- 20os) per sampel Rp 60.000.00 ij) ^sn ^(AAS) per sampel Rp 80.000.00 kk) Hg (AAS-VGA) per sampel Rp 100.000.00 ll) Ba (SNI 06-6989.s9-200s) per sampel Rp 80.000.00 mm) Destruksi Logam (Air Permukaan/ Air Limbah/ per sampel Rp 40.000.00 nn) Sb (AAS) per sampel Rp 120.000.00 o0) Destruksi Air Laut per sampel Rp 50.000.00 16) Batuan Pembentuk Air Asam Tambang a) pH Batuan AAT HzO l: 2 (Elektrometri) per sampel Rp 50.000.00 b) ANC per sampel Rp 185.000.00 c) NAG per sampel Rp 345.000.00 d) S-Total (1) Gravimetri (2) Infrared per sampel Rp 100.000,00 per sampel Rp 150.000.00 e) NAPP (Perhitungan) per sampel Rp 25.000.00 0 ^MPA (Perhitungan) per sarnpel Rp 25.000.00 g) Preparasi 6597: 2OIll Contoh (SNI per sampel Rp 40.000.00 17) Kesuburan Tanah/Pupuk a) pH.HzO (pH-meter) per sampel Rp 50.000.00 b) pH.KCl . PAJAK -,i per sampel Rp 50.o00.00 b) pH.KCl (pH-meter) c) HzO (Gravimetri) per sampel Rp 50.000.00 d) HzO (Karl Fischer) per sampel Rp 80.oo0.oo e) C-Organik/Bahan Organik (Volumetri/ Gravimetri) per sampel Rp 80.000.00 per sampel Rp 80.000.00 0 ^P-HCI(Spektrofotometri) per sampel Rp 90.000.00 N-total Spektrofotometri) h) P-total(Spektrofotometri) s) (Kjedahl- per sampel Rp 90.000.00 i) K-dalarn HCL (AAS) per sampel Rp 90.000.00 Rp 90.000.o0 j) Kdalam Sitrat (AAS) per sampel k) KTI( (Volumetri) per sampel Rp 90.000.00 50.000.00 l) Kebutuhan Basa (Volumetri) per sampel Rp m) ?iOz (Spek[rofotometri) per sampel Rp 80.000.00 n) Fe, Cu, Pb, Zn, Mn, Cr, K, Na, Ca, Mg (AAS) per unsur per sampel Rp 90.000.00 o) K-Dapat (AAS) Dipertukarkan per sampel Rp 75.000.00 p) Na-Dapat (AAS) Dipertukarkan per sampel Rp 7s.000.00 q) Mg-Dapat (AAS) Dipertukarkan per sampel Rp 75.000.00 r) Ca-Dapat (AAS) Dipertukarkan per sampel Rp 75.000.00 s) Al, Ca (AAS) per ulrsur per sampel Rp 100.000.00 t) P- sitrat per sampel Rp 80.000.00 1f '.r_- SATUAN u) Khlorida (Argentrometri / Volumetri) per sampel Rp 90.000.00 per sampel Rp 50.000.00 v) LoI (ASTM) w) SOa(Spektrofotometri) per sampel Rp 90.000.00 x) Preparasi Contoh (PU-3001- KT) per sampel Rp 40.000.00 18) Limbah Padatl Sludge a) Pb, Cu, Zn, Fe, Mn, Ni, Cd, Mg, K, Na, Cr, Co (AAS) per unsur per sampel Rp 90.000.00 per unsur per sampel Rp 100.000.00 b) Ca, Al (AAS) c) Hg (Mercary Analgser) per sampel Rp 100.000.00 d) As, Se, B (AAS-GTA/ VGA) per unsur per sampel Rp 125.000.00 e) Cl'(Argentometri) per sampel Rp 90.000.00 0 ^Lor ^(ASTM) per sampel Rp 50.000.00 g) SOe (Spektrofotometri) per sampel Rp 90.000.00 h) civ /Spektrofotometeri/ volumetri) bebas per sampel Rp 70.000.00 i) CN total (Spektrofotometeri/ uolumetri) per sampel Rp 80.000.00 j) Hs (AAS-VGA) per sampel Rp 100.000.00 k) Preparasi Contoh per sampel Rp 40.000.00 19) Toicitg Characteristic Leaching Procedure (TCLP) a) Proses Leaching per sampel Rp 170.000.00 b) Ag (AAS Flame/ GTA) per sampel Rp 170.000.00 c) Zn. ,it:
lt: c) Zn (AAS Flame/ GTA) : !4fqffi per sampel Rp 150.000.00 d) Cu (AAS Flame/ GTA) per sampel Rp 150.000.00 e) Cd (AAS Ftame/ GTA) per sampel Rp 150.000.00 0 ^Cr ^(,4A5 ^Flame/ ^GTA) per sampel Rp 150.000.00 s) ^Pb ^(AAS ^Flame/ ^GTA) per sampel Rp 150.000.00 h) Ba (AAS Flame/ GTA) per sampel Rp 150.000.00 i) Se /AAS-GTA/ VGA) per sampel Rp 180.000.00 j) As (AA,9GTA/VGA) per sampel Rp 180.000.00 k) Hs (AAS-GTA/ VGA) per sampel Rp 180.000.00 1) B (AAS-GTA/ vGA) per sampel Rp 180.000.00 20) Pengukuran Logam/Bukan Alat MP Unsur Logam dengan a) Sampai dengan 10 Unsur b) Tambahan Per Unsr,rr per paket per sampel Rp 1.250.000.00 per sampel Rp 125.000.00 2l) Pengukuran Logam/Bukan Alat ICP OES Unsur Logam dengan per paket per sampel a) Sampai dengan 10 Unsur Rp 2.OO0.OO0.O0 b) Tambahan Per Unsur per sampel Rp 200.000.00 b. Jasa Analisis Fisika Mineral 1) Preparasi per sampel Rp 35.000.00 2) Berat Jenis (Piknometer) per sampel Rp 60.000.00 3) Bulk Densitg per sampel Rp 60.000.00 4) Kapasitas (Volumetri) T.rkar Kation per sampel Rp 130.000.00 5) pH , -t ! 1 $dfU.AN* 5) pH 10% Padatan (pH meter) per sampel Rp 50.000.00 6) Sifat Putrh/Whiteness (Spektrofotometri) per sampel Rp s0.000.00 7) Distribusi Ukuran Partikel (< 250 Mikron) per sampel Rp 250.000.00 8) Derajat Kecerahan, Brightness per sampel Rp 35.O00.00 9) Analisis ayak per sampel Rp 50.000.00 10) Uji Material Berpori a) Luas Permukaan Spesifrk per sampel Rp 400.000.00 b) Diameter Pori per sampel Rp 400.000.00 c) Volume Pori per sampel Rp 400.000.00 c. Jasa Analisis Mineralogi 1) Preparasi Mikroskop Optik per sampel Rp 100.000.00 2) Petrografi per sampel Rp 500.000.00 3) Mineragrafi per sampel Rp 550.000.o0 4) Preparasi Scanning Microscope (SEM) Electron per sampel Rp 100.000.00 5) Fotomikrograf SEM per sampel Rp 500.000.00 6) Spot Analysis Energg Dispersiue Spectrometry per sampel Rp 700.000.00 7) Line Analgsis Energg Dispersiue Spectrometry per sampel Rp 750.000.00 8) X-Rag Mapping Dis p ersiu e Spectrometry Energy per sampel Rp 750.000.00 9) XRD per sampel Rp 350.000.00 a) Kualitatif per sampel Rp 350.000.00 b) Kuantitatif Rp 550.000.00 per sampel 10) xRF i r!i ":
,'.i BUI(AN Pernr' 10)XRF per sampel Rp 600.000.00 11)Distribusi Ukuran per sampel Rp 300.000.00 d. Jasa Analisis Batubara dan Pengujian per sampel Rp 75.000.00 1) Preparasi Contoh (lSO 13909 ASTM D.2013) 2l Proksimat/Proximate a)' Air Lerrrbab / Atr Died Moisturre (ISO 331 ASTM D.3173) per sampel Rp 75.000.00 b) Abu/Ash (ISO 1171 ASTM D.3t74) per sampel Rp 75.000.00 per sampel Rp 75.000.00 c) Zat Terbang/Volatile Matter (ISO 562 ASTM D.317s) Konversi Basis Proksimat (AR, DB, DAF) d) per sampel Rp 30.000.00 3) Ultimat/Ultimate a) Keu'bon Total/Total Qarbon ^(ISO ^29541 ^ASTM D.s373) per sampel Rp 200.000.00 b) Hidrogen Total/TotaJ Hydrogen (ISO 29541 ASTM D.5373) per sampel Rp 200.000.00 c) Nitrogen/Nitrogen (ISO 29541 ASTM D.5373) per sampel Rp 200.000.00 d) Belerarrg Total/Total Sulphur (ISO 19579 ASTM D.42s9l per sampel Rp 150.000.00 Konversi Basis Ultimat (AR, DB, DAF) e) per sampel Rp 75.000.00 4) Karbon Dioksida/Carbon Dioksida (ASTM D.1756) per sampel Rp 200.000.00 5y Khlor ,..i. SATUAN. I c 5) Khlor/Chlorine (ISO 587) per sampel Rp 200.000.00 6) Konversi Basis Khlor (AR, DB, DAF) per sampel Rp 20.000.00 Rp 200.000.00 7) Nilai Kalor/Calorific Value (ISO 1928 ASTM D.s865) per sampel Rp 125.000.00 Konversi Basis Nilai Kalor Gross Net (ASTM D.5865) 8) per sampel 9) Bentuk Sulphur D.'24921 Belerang/Form of (rso t57 ASTM per sampel Rp 200.000.00 a) Belerang Sulfat/Sulfate Sulphur (ISO 157 ASTM D.2492]| 200.000.00 b) Belerang Pirit/Pyrite Sulphur (ISO 157 ASTM D.2492], per sampel Rp 10) Titik Leleh Abu/Ash Fusibility Temperatures (Oxidising/Reducing) (ISO 540 ASTM D.1857) a) Oxidising (ISO 540 ASTM D.1857) per sampel Rp 250.000.00 b) Reducing (lSO 540 ASTM D.1857) per sampel Rp 250.000.00 per sampel Rp 250.000.00 11) Sifat Ketergerusan (HGI)/Hardgrove Grindability Index (ISO 5074 ASTM D.409) 12) Tipe Kokas (Gray King Coke ffie) per sampel Rp 175.000.00 13) Nilai Muai Bebas (FSI)/Free Swelling Index (ISO 501 ASTM D.72O) per sampel Rp 75.000.00 14) Berat Jenis Sesungguhnya (TSG)/True Spesifrc Gravity (rso 1014 ASTM D.t67l per sampel Rp 75.000.00 15) Porositas .
Porositas/Porosity (ISO 1014 ASTM D,167) per sampel Rp 125.000.00 16) Bulk Density (ISO 567) per sampel Rp 100.000.00 17) Drop Shatter Test (lSO 616 ASTM D.44Ol 18) Analisa Ayak/Size Analysis (rso 19s3 ASTM D. 410) per sampel Rp 500.000.00 per fraksi Rp 100.000.00 19) Petrografr/Petrography (Vitrine, Inertinite, Exinite) a) Preparasi Khusus Untuk Petrografi Batubara per sampel Rp 125.000.00 b) Petrografi Batubara per sampel Rp 500.000.00 20) Total Moisture (ISO 589, ASTM D.3OO2) per sampel Rp 25.000.00 e. Jasa Analisis Mekanika Batuan ^dan ^Pengujian 1) Jasa Preparasi per sampel Rp 175.000.00 2l Jasa Analisis Sifat Fisik a) Kadar Air, Berat Isi, Berat Jenis, Daya Serap Air, Porositas, Kadar Air Asli, Penyerapan, Derajat Kejenuhan, Angka Pori, Berat Jenis Semu, dan Berat Jenis sesungguhnya. per sampel Rp 100.o00.00 b) Kekerasan per sampel Rp 315.000.00 c) Slake Durabilitg per sampel Rp 175.000.00 3) Jasa Analisis Sifat Mekanik a) KuatTekan per sampel Rp 155.000.00 b) Kuat Tarik per sampel Rp 140.000.00 cl Triaxial per sampel Rp 225.000.00 d) Kuat. -l ^r.1 t,,' ,al ItHi'..'t',,,'ff ^. ^i: ^i Jllt r I itti rvnorzut$u,,"511'rig4g,1r; ', ^. sAftrRN,,l ' . 'r, t ,l tl ,rli; d) Kuat Geser Residu per sampel Rp 310.000.00 e) Titik Load per sampel Rp 110.000.00 0 ^Utrasonic/ ^Dynamic ^Poissons Ratio per sampel Rp 215.000.00 4) Jasa Analisis Agregat a) Daya Aus Gesek Dengan Bejana Los Angeles per sampel Rp 175.000,00 b) Daya Aus Tekan Dengan Bejana Rudeloff per sampel Rp 175.000,00 c) Soundness Dengan Larutan Natrium Sulfat (Na2SOa) per sampel Rp 650.000,00 f. Jasa Analisis dan Mekanika Tanah Pengujian 1) Jasa Preparasr Pembagiarr, Pencetakan) (Pencampurarr, Penggerusan, Per sampel Rp 65.000,00 2) Jasa Analisis Sifat Fisik a) Kadar Air per sampel Rp 40,000,00 b) Berat Isi per sampel Rp 40,000,00 c) Berat Jenis per sampel Rp 4O,OO0,O0 d) Analisa Ayak per sampel Rp 50.000,00 e) Hydrdmeter per sampel Rp 50.000,00 0 Atterberg per sampel Rp 75.000,00 g) Batas Susut per sampel Rp 50.000,00 3) Jasa Analisis Sifat Mekanik a) KuatTekan per sampel Rp 60.000,00 b) Kuat Geser per sampel Rp 110.000,00 per sarrrpel Rp 250.000,00 c) Konsolidasi d) Permeabilitas BUKAN PA.JAK. ^; d) Permeabilitas : dAtuar.l I /.ti.,, '. ]t TAftIT per sampel Rp 100.000,00 e) Triaxial UU per sampel Rp 175.000,00 0 Triaxial CU per sampel Rp 300.o00,00 4l Jasa Analisis Agregat a) Compact Sandar per sampel Rp 175.000,00 b) Compact Modified per sampel Rp 245.000,00 c) CBR Langsung per sampel Rp 200.000,00 d) CBR Direndarri per sampel Rp 300.000,00 e) Soundir per trtik Rp 475.000,00 2. Jasa Penelitian a- Jasa Preparasi untuk Penelitian Mineral 1.150.000,00 1) Jasa Penelitian Pengeringan Contoh Bongkahan Skala Pilot per ton Rp 2l Jasa Penelitian Crushing Contoh (Mineral Non .,A,brasiue) Skala Pilot per ton Rp 2.750.000,00 3) Jasa Penelitian Blending Contoh Skala Pilot per ton Rp 700.000,00 4) Jasa Penelitian Samplingl Splitteing Skala Pilot per ton Rp 750.000,00 5) Jasa Penelitian Giliing Kering (-65 Mesh) Skala Pilot per ton Rp 7.500.000,00 6) Jasa Penelitian Gilling Kering, Sedang (-100 Mesh) Skala Pilot per ton Rp 7.500.oo0,o0 7) Jasa Penettia: 'r Gilling Kering Halus . (-325 Mesh) Skala Pilot per ton Rp 8) Jasa Penelitian Gilling Kering Sangat Halus (-4O0 Mesh) Skala. Pilot per ton Rp 7.500.000,00 7.500.000,00 9) Jasa i,l trRESTDEN REPUBLIK TNDONESIA -153- I , '' 1\ P$J4K 'BUKAN per ton Rp 9) Jasa Penelitian Gilling Basah Sedang (-65 Mesh) Skala Pilot 1O) Jasa Penelitian Gilling Basah Halus (-325 Mesh) Skala Pilot per ton Rp 7.500.000,00 7.500.000,00 b. Jasa Uji Pengolahan Mineral Skala Lab per sampel Rp 2.000.000,00 1) Uji Flotasi Skala. Lab 2) Uji Peletasi pqr sampel Rp 1.000.000.00 per sampel Rp 2 5O0.oop,OO 3) UjiPemanggang/Oksidasi per sampel Rp 400.000,00 4) Uji Aktivasi Zeolit 5) Uji Aktivasi Bentonit per sampel Rp 500.000,00 per kg Rp 6.250,00 6) PengeringanUdara/Oven 7l Crushing per kg I 6.250,00 Rp 8) Blending per kg' Rp 6.250,00 Rp 6.250,00 9) Sampling/Splittering Per kg Rp Fer kg Per sampel -r 10) 11) Geni.s (10 mesh-3S mesh) Uji giling a) -50 mesh +2OO mesh Rp 10.oo0,bo 125.000,00 Rp 1.000.000,00 b) -200 mesh ^*125 mesh Per s'ampel 12) Uji Ketergilingan/Bon Index per sampel Rp 2.750.000,O0 13) Uji Tabling per sampel Rp 750.000,00 L4) Uji Jiggmg per sampel Rp 750.Q00,0Q 15) Uji Humprey Spiral per sampel Rp 750 000,00 16) Uji Pencucian Per kg Rp 50.000,00 per sampel Rp 6.000.000,00 17) Uji Peleburan Ferous 18) Uji Peleburan Non-Ferous per sampel Rp 6.000.000,00 1e) uji Bp_XA\ 19) Uji pelarutan emas a) dengan asarn per sampel Rp 1.500.000.00 b) dengan sianida c) Carbon In Pulp/Carbon in leachl Carbon in Column per sampel Rp 2.500.000.00 per sampel Rp 1.500.000,00 20) Uji Larutan Electrowinning per sampel Rp 2.500.000,00 2l) Uji magrretic per sanrpel Rp 550.000,00 22) Uji High Tension Separator per sampel Rp 550.000,00 23) Uji tumbler per sampel Rp 5q0.000,00 24) Uji desintegrasi reduksi per sampel Rp 6.000.000,00 25) Uji reduksi per sampel Rp 15.000.000,00 26) Ltji su'elEng reduksi c. Desain Pengolahan dan Pemurnian Mineral per sampel Rp 6.000.000,00 1) Bijih Emas Aluvial per paket Rp 300.000.000,00 2) Bijih Emas Oksida per paket Rp 300.000.000,00 3) Bijih Emas Sulfida-Refractory per paket Rp 400.000.000,00 4l Ferronickel per paket Rp 450.000.000,00 5) Pig Iron per paket Rp 600.000.000,00 6) Ferro'Mangan (Fe-Mn) per paket Rp 350.000.000,00 7) Ferro Silikon (Fe-Si) per paket Rp 350.000.000,00 8) ^' Ferro Crom (Fe-Cr) per paket Rp 350.OOO.9OO,0O 9) Ferro Titanium (Fe-Ti) per paket Rp 350.000.000,00 10) Pengolahan Logam Dasar (Base Metal) per paket Rp 300.c00.000,00 1 1) Luppen i,: SATU"TN ^i: " per paket Rp 550.000.000,00 per paket Rp 425.000.000,00 1) Evaluasi Kualitas Limbah Cair Air ,lan a) Pala-rneter Fisika dan Kimia Umum per paket Rp 4.500.000,00 b) Parameter Fisika dan Kimia Khusus per paket Rp 5.250.000,00 c) Plankton, Benthos per paket Rp 4.O00.000,00 2) Evaluasi Kualitas Tanah per paket Rp 4.750.000,00 3) Eva-luasi Kualitas ^Udara ^Ambien a) s 9 Parameter per paket Rp 6.000.000,00 b) ^> 9 Parameter 4) Evaluasi Kualitas Udara Emisi a) s 6 Pararneter per paket Rp 6.250.000,00 per paket Rp 6.500.000,00 b) ^> 6 Parameter per paket Rp 7.250"000,00 5) Evaluasi Kebisingan a) Kebisingan Lingkungan Metode L(A) Eq 24 Jarr b) Kontur Kebisingan c) Kriterizi Kebisingan dalam Ruanga-n (Noice Criteria Indoofi per paket Rp 4.000.000,00 per paket Rp 5.750.000,00 per paket Rp 4.000.000,00 6) EValrrasi Getaran I I 11) Pemetaan Sosial / Ekonr: mi ^1 Budaya Lingkungan Tanrbang 14) Pengolahan Dath Amdal Sosial/ Ekonomi/Eudaya ; ' -urs.+F4.euxeiv ^ra.rnr ^I SATUAN . 'r i.,'TARIF:
: ,. : ,':
": a) Vibrasi Lingkungan Untuk Kenyamanan dan Keselratan per paket Rp 4.250.000,00 b) Pemetaan (Mapping) Getalan per paket Rp 5.OOO.OO0,00 7) Evaluasr Swabakar Batubara per paket I np 4.000.000,00 8) Evaluasi Limbah pada Bahan Beracun deur Berbahaya 83 Lethal Concention ^(LCSO) . per paket Rp 7.500.000,00 9) Pengu.kuran Luasan Dampak Sosiai/ Ekonomi/Budaya Skala I : iO0.0O0 s.d 1 :
0O0. per ha per peta per peta Rp 600.000,00 10) Tracking Pemetaan Sosial/Ekonomi/ Budaya Skala 1: I0O.0OOs.d1:
000 Rp 600.000,00 R.p 700.000,00 12) Sistem Info.-masi Geografi Sosial/ Ekonomi/Budaya per paket Rp 5.000.000,00 I 3) Amdal Sosial/ Ekonomi/Budaya a) Sampling < 300 Orang yang Diwawancarai per Kawasa.rr per paket Rp 1.750.000.00 b) Sampling > 300 Orang Yang Diwaw'ancarai per Kawasan per paket Rp 2.250.C00,00 per dokumen Rp I 10.000.000,00 15) Penyusunan UKL dan UPL (Belum Termasuk Biaya !(onsultasi ^dan ^Present-asi ^.. ^di Daerah) per paket Rp 75.000.000,00 e. Evaluasi Geologi dan Potensi Sumber Daya Mineral dan Batubara berupa Evaluasi Potensi Sumber Daya Mineral.dan Batubara Semi Detil per kabupaten I ^kota Rp 95.000.000,00 f. ^jasa I I ,,rSATtlAIt," 'i -\ ',.' ,",: - :
.. ^tt- " r- r-. *t-:
t+Rff'"l"1 ^.i'if,*:
f. Jasa Konsultasi 1) Pen5rusunan Wilayah Pertambangan dan Zonasi Kawasan Pertambangan per paket Rp 100.000.000,00 2) Penyusunan Pra Studi Kelayakan 3) Penyusurnan Scudi Kelayakan 2. Jasa Pemboran Inti/Geoteknik/ Coring per paket Rp 100.000.000,00 per paket Rp 294.OOO.O00,00 a Mirreral Bukan Logam 1) O-10Om per meter Rp 700.000,00 2) Tambahan Kedalaman > lOO m per meter Rp 850.000,00 b. Mineral Logam 1) Kedalaman 0 -.I00 m per meter Rp 900.000,00 2) Tambahan Kedalaman > 100 - 200 m' per meter Rp 1.100.000,00 3) ^'Tambahan Kedalaman ^> 2OO ^- 300 m per meter Rp 1.200.000,00 c. Batubara 1) Kedalaman 0 - 100 m per meter Rp 750.000,00 2) Tambahan Keda-laman > 100 - 200 m per rnet-er Rp 875.000,00 3) Tambahan Kedalaman > 2OO - 300 m per meter I Rp 100.000,00 3. Jasa Pemboran Non-Coring per meter Rp 500.000,o0 4. .Iasa Pemboran Air Tanah per meter Rp 2.000.000,00 5. Jasa Pemboran Hidrologi L Diameter 4 Inci per meter Rp 3.OO0.OO0,O0 b. Diameter .,, -1..,.-. '^: t,1. PAJAK,: 'f ,<' b. Diameter 6 Inci per meter Rp 3.500.000,00 6. Pengambilan Contoh Hasil Pemboran a Sampel Geoteknik per tabung Rp 140.000,00 b. Sampel Petrografi per lithotogi Rp 140.000,00 c. Sampel Kualitas Batubara per se€un Rp 140.000,00 7. Jasa Wellsite Geologist per hari Rp 900.o00,00 8. Jasa Konsultasi a Analisa Kestabilan Lereng Open Ht (Slice Pertama) per paket Rp 250.000.000,00 b. Untuk Slice Kedua dan Selanjutnya per slice Rp 50.000.000,00 9. Pemetaan a- Pernetaan Topografi 1) Skala : 1 ' 2000, Minimal 100 Ha per hektar Rp 3.500.000,00 2) Skala 1 : 2O0O sampai dengan 1 : 5000, Minimal 500 Ha per hektar Rp 1.500.000,00 3) Skala > 1 : 5000, Minimal 1O0O Ha per hektar Rp 1.000.000,00 b. Pemetaan Geologi I) Skala < 1' : 2000, Minimal 100 Ha per hektar Rp 2.500 000,00 2) Skala 1 : 2O0O sampai dengan 1 :
Minimal 500 Ha per hektar Rp 1.750.000,o0 3) Skala > 1 : 5000, Minimal 1OO0 Ha per hektar Rp 550.000,00 c. Pengukuran (Stakeout) Batas Wilayah per titik Rp 3.500.000,00 10. Evaluasi ''; '; ; ffihffip, lgqieuxet-vp.iidc ^i ^' '',, ^.; ' , ^,',,: *+ .. SATUANIT;
" ^-. ^'.Y s- ^: i: ^; ': : ^il1'{HSL $#.i$ 10. Evaluasi Pengukuran Air Permukaan a Pengukuran Debit Air Sungai (Floumetel per titik pengukura n Rp 750.000,00 b. Survei dan Karakteristik Sungai (Debit, Arah Aliran, Temperatur, Profil Sungai) per titik pengukura n Rp 2.500.000,00 C. Analisa Karakteristik Sungai 1 l. Evaluasi Pengukuran Air Tanah per titik pengukura n Rp 1.500.000,00 a- Pumping Test Composit per sumur Rp 50.ooo.oo0,o0 b. htmping Test Akuifer per sumur Rp 75.000.000,00 c. Pengujian Alatifer Selanjutnya di Sumur yang Sama per alatifer Rp 25.000.000,00 12. Pengujian Geofisika Mineral dtrn Batubara a- Geolistrik (Multi Channel Jarak Antar Elektroda 5 - 25 m) b. Induced Polarization, Jarak Antar Titik Ukur 25 rn per km Rp 20.000.000,00 per km Rp 19.300.000,00 c. Geomagnet 1) Interval 25 - 50 m per titik pengukuran Rp 450.000,00 2) Interval 1OO - 200 m per titik pengukuran Rp 900.000,00 3) Interval 250 - 1OOO m per titik pengukuran Rp 1.800.000,00 4) Surver Geomagnet per titik pengukuran Rp 200.000,00 d. Logging per sumur Rp 5.000.000,00 2l Pengujian Logging (Kapasitas Alat Untuk Kedalaman 150-300 m) Parameter Lengkap (Spontaneous Fotential, T ahanan Jenis, Gamma-Rag, Ker apatan) per sumur Rp 22.000.000,00 13. Uji emisi a- Biaya sampling b. Biaya analisis per paket Rp 5.000.000,00 1) Total Partikel Debu per sampel Rp 350.000,00 2l Gas SOx per sampel Rp 210.000,00 3) Gas NOx per sampel Rp 210.000,00 4l CO, COz dan Oz (NDIR, gas analgzer) per sampel Rp 280.000,00 5) Kadar Air per sampel Rp 250.000,00 6) Laju alir gas per sampel Rp 105.000,00 7) Opasitas per sampel Rp 230.000,00 8) Biaya Dekstruksi logam per sampel Rp 150.000,00 9) Logam-logam a) Co per sampel Rp 100.000,00 b) cd per sampel Rp 100.000,o0 c) Cu per sampel Rp 100.000,00 d) Cr per sampel Rp 100.000.00 e) Ni per sampel Rp 63.000,00 f) Zn FRESTDEN REPUBLIK INDONESIA -161 - 0 Zn Rp 100.000,00 g) Sn per sampel Rp 100.000,00 h) Se per sarrrpel Rp 100.000,00 i) Pb per sampel Rp 100.000,00 i) As per sampel Rp 100.000,00 k) NHs per sampei Rp 225.000,00 1) Clz dan CLOz m) Clz per sampel Rp 112.000,00 per sampel Rp 205.000,00 n) HF per sampel Rp 205.000,00 o) HCI per sampel Rp 240.000,00 p) HzS per sampel Rp 195.000,00 14. Uii Udara Ambien a Biaya sampling b. Biaya analisis per paket Rp 1.750.000,00 1) SOz per sampel per sarnpel Rp 200.000,00 2l NOz Rp 230.000,00 3) Particulate ^< 10 pm (PM 10) per sampel Rp 210.000,00 230.000,00 4) Particulate ^<2.5 pm (PM 2.5) per sampel Rp s) rsP per sampel Rp 230.000,00 I 5. Pengukuran Kebisingan Lingkungan Metode L (A) eq 24 ^jarrt a- Biaya Sampling b. Kontur Kebisingan per paket Rp 1.950.000,00 1) Tenaga kerja per titik Rp 150.000,00 2) Mapping Level Bising per 100 mz Rp 150.000,00 l per sampel ... i SATU.AN 3) Mapping Level Bising untuk tiap Frekuensi t per 100 m2 Rp 500.000,00 16. Jasa Perbantuan Tenaga Ahli /Teknisi / Surveyor -a" Fungsional Utama per orang per hari Rp 2.500.000,00 b. Fungsional Madya per orang per hari Rp 2.350.000,00 c. Fungsional Muda per orang per hari Rp 1.950.000,00 d. Fungsional Pertama per orang per hari Rp 1.350.000,00 i. Asisten/Teknisi/Surveyor per orang per hari Rp 550.000,00 f. Manager Mutu per orang per hari Rp 1.950.000,00 g. Manager Teknis per orang per hari Rp 1.350.000,00 h. Penyelia per orang per hari Rp 1.000.000,00 i Analis per orang per hari Rp 550.000,00 17. Jasa Penggunaan Peralatan Teknik a- Parameter Kualitas Air l) Conductiuitg Meter/TDS per hari Rp 15.000,00 2l Water Qualitg termasuk Data Sensor Monitoring Logger dan per hari Rp 250.000,00 3l Turbidimeter per hari Rp 15.000,00 r; A,a,rir<eu.F*.rix'*,,,, ; snf11xnli I i 4\ Multicalorimeter per hari Rp 25.000,00 5) Composite Water Sampler per hari Rp 75.000,00 6) Flowmeter per hari Rp 100.000,00 b. Parameter Kualitas Udara ll Heatstress Monitor per hari Rp 120.000,00 120.000,00 2) Pretest Surueg Kit per hari Rp 3) Portable Manual Stack Sampling per hari Rp 350.000,00 4) Mini Vaanum Pump per hari Rp 50.000,00 5l Real Time Vibration Analgzer per hari Rp 250.000,00 6) Sound Leuel Meter per hari Rp 250.000,00 7l Portable Dust Analgzer per hari Rp 250.000,00 8l Indoor Air Qualitg, Include Sensor' Oz, CO, SOz, NO, NOz per hari Rp 250.000,00 9) Manual Meranry Sampler per hari Rp 350.000,00 lO) Multigas Monitor Include SO2, NO, NOz, HzS Sensors per hari Rp 200.000,00 ll) Weather Station per hari Rp 50.000,00 121 Isokinetic Stack Sampler per hari Rp 900.000,00 13) Gas Sampler per hari Rp 150.000,00 14) Hi Volume Sampler per hari Rp 300.000,00 15) GPS Geodetic Topcon per hari Rp 700.000,00 16) Portable Spectrora"diometer per hari Rp 900.000,00 17) Flue Gas Analgzer per hari Rp 500.000,00 l8l Portable Gas Detector Rp 1.000.000,00 per hari ..1: -, ,ia -'1"- i: lSATUI\I{: *' ,.'i . -_,' - ,r, -. , ,.a, t, -, i'' c. Jasa Penggunaan Alat Ukur ll Total Station per bulan Rp 6.000.000,00 2) EDM per bulan Rp 4.000.000,00 3) Theodolite (To) per bulan Rp 600.000,00 4) Water Pass per bulan Rp 600.000,00 5) GPS (HandHeld), Minimal 7 Hari per hari Rp 50.000,00 d. Jasa Penggunaan Alat Goefisika Ll Bore Hole Camera per hari Rp 15.000.000,00 2) Well Logging per hari Rp 1.500.000,00 3l Geoseismik per hari Rp 12.000.000,00 4l Geolistik per hari Rp 600.000,00 5) Peralatan Survei Mineral (Alat IP Lengkap) per hari Rp 3.600.000,00 6) Grauitg/Gaya Berat Gravimeter Lengkap) (Atat per hari Rp 1.500.000,00 7) Proton Magnetometer (Lengkap) per hari Rp 1.200.000,00 e. Jasa Penggunaan Perbengkelan Alat 1) Mesin'Bubut Daya 4 KW per Jam Rp 15.000,00 2) Mesin Bubut Daya 5,5 KW per jam Rp 15.000,00 3) Mesin Milling Daya 7,5 KW perJam Rp 20.000,00 4) Mesin Skrap D.rya 1,5 KW per Jam Rp 7.500,00 5) Mesin Potong Plat per jam Rp 15.000,00 6) Mesin Bor Duduk Daya 1,7 KW perJam Rp 7.500,00 7) Mesin Roll Plat Daya 4 KW perJam Rp 15.000,00 8) Mesin EDM/Joemars Daya 3 HP per Jam Rp 25.OO0,OO f. Jasa , ^a'l Brrd$r f. Jasa Penggunaan AIat Berat l-r ', ' * ,r , sAft/lNi;
Sondir Kapasitas 2,5 Ton per hari Rp 90.000,00 2) Sondir Kapasitas 5,0 Ton per hari Rp 450.000,00 3) Sondir Kapasitas 10 Ton per hari Rp 600.000,00 4) Kompresor Atlas Copco ST 95 Dd 7 Bar per bulan Rp 9.000.000,00 5) Kompresor AIRMAN PDR 25O 7 Bar per bulan Rp 9.000.000,00 6) Kompresor AIRMAN PDS 175 7 Bar per bulan Rp 1 l.000.ooo,oo 7) Kompresor AIRMAN PDS 125 per bulan Rp 9.0O0.000.00 8) Kompresor AIRMAN PDS 750 DCR per bulan Rp 20.000.000.00 9) CRD FURUKAWA PCR 200 per bulan Rp 26.000.000,00 lO) BuldozerHITACHI DX 175 per bulan Rp 28.000.000,00 ll) Buldozer KOMATSU D 53 A per bulan Rp 24.000.000,00 12) Track Loader/Atachment KOMATSU D75S5. per bulan Rp 22.000.000,00 l3l Whell LoaderlAtachment KOMATSU W 602. per bulan Rp 21.000.000,00 A) Forktifi KOMATSU FD - 30 per hari Rp 600.000,o0 rS) Forklifi KOMATSU FD - 50 per hari Rp 750.000,00 16) Mesin Eor EP 1W6 MG3O Kapasitas 600 M + Pompa per bulan Rp 42.O00.000,00 17) Mesin Bor CR 2C + Pompa MG25 Kapasitas 600 M per bulan Rp 40.000.000,00 18) Mesin Bor EP lW + Pompa MG25 Kapasitas 40O M per bulan Rp 17.000.000,00 19) Mesin , ',1; ,i {" ^-t 7 Rp 16.000.000,00 19) Mesin Bor LY44 ^+ Pompa FMC, Kapasitas 400 M per bulan Rp 13.000.000,00 20) Mesin Bor RK3 ^+ Pompa MG15, Kapasitas 200 M per bulan Rp 14.000.000,00 21) Mesin Bor YHR3 ^+ Pompa SP10, Kapasitas 200 M per bulan Rp 12.000.000,00 22) Mesin Bor YBM6 ^+ Pompa GD, Kapasitas 200 M per bulan 23) FSD Truck Monted per bulan Rp 15.000.000,00 10.000.000,00 24) Mesin Bor LY34 ^+ Pompa MG10, Kapasitas 150 M per bulan Rp per bulan Rp 11.000.000,00 25) Mesin Bor LY38 ^+ Pompa SP15O, Kapasitas 150 M per bulan Rp 20.000.000,00 26) Mesin Bor YBM 3JS + Pompa SP10, Kapasitas 100 M per bulan Rp 10.000.000,00 27) Mesin Bor YBM3EH, Pompd SP150. Kapasitas 100 M per bulan Rp 3.500.000,00 28) Mesin Bor OP 1 ^+ Pompa MG SA, Kapasitas < 100 M 29) Mesin Sander SDA + Pompa MGlO per bulan Rp 5.000.000,00 3Ol Bore Hole Dig. Log., (Minimal 7 Hari) Auslog per hari Rp 1.200.000,00 3I) Bore Hole Dig.Iog., RG (Minimal 7 Hari) per hari Rp 1.700.000,00 32) TO Wtld Nr. 2937 (Minimal 7 Hari) per hari Rp 25.000,00 331 Nikkon Theodilite (Minimal 7 Haril NT 4D per hari Rp 25.000,00 3a) TLrcodolite Sokkia SET 3C II (Minimal 7 Haril per hari Rp 23.000,00 35) Ttrcodolite c ^t,: ) ,"'c 351 Theodolite Sokkia TM6 (l{inimal 7 Hari) per hari Rp 25.000,00 36) Prisma Sokkia APS 34 (Minimal 7 Harll per hari Rp 23.000,00 37) Resistiuitg Meter Model NRD 22S NANIURA (Minimal 7 Harll per hari Rp 25.000,00 per hari Rp 25.000,00 38) TO Wild F. Nr 266926 (Minimal 7 Hari) C. PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 1. Jasa Teknologi Surwei a Penentuan Posisi per hari Rp 1.000.000,00 b. Pengukuran Kedalaman Laut per hari Rp 1. 150.000,00 Pengukuran Kedalaman dengan Koreksi Gelombang Laut c. per hari Rp 1.400.000,00 d. Survei Multibeam per hari Rp 8.250.000,00 e. Survei Seismik Multi Channel per hari Rp 69.750,000,00 f. Survei Sub Bottom Proliler (SBP) per hari Rp 5.550.000,00 g. Survei Strata Box per hari Rp 1.800.000,00 h. Survei Side Scan Sonar (SSS) per hari Rp 4.6C0.000,00 Survei Marine Magnetometer 1. per hari Rp 2.650.000,00 j. Pengukuran Arus per hari Rp 450.000,00 k Pengukuran Arus Seabed Mounted per hari Rp 1. 100.000,00 Pengukuran Arus Acustic Doppler Current Propiler (ADCP) 1. per hari Rp 1.450.000,00 Pengukuran Gelombang m. per hari Rp 750.000,00 Pengamatan Pasang Surut n. per hari Rp 250.000,00 o. Pengukuran FRESTDEN REPUBLIK INDONESI.A - 168- , ^i,,iE- rylsttHfi,ryf+A,,.1.rubann ^auxnrt 3n; dr-: ' '. sAiuaN: ; f ' l l.
Pengukuran Parameter Oseanografi (pH, Salinitas/Konduktifitas, Temperatur) per hari Rp 80.000,00 p. Pengamatan Remotely Operator Vehicle (ROV) per hari Rp 1 1. 100.000,00 q. Survei Ground Penetrating Radar (GPR) per hari Rp 1.800.000,00 r Pengambilan Vibrocore Contoh dengan per hari Rp 750.000,00 S. Pengambilan Gravity Core Contoh dengan per hari Rp 150.000,00 L Pengambilan Contoh dengan Grab Sampler per hari Rp 75.000,00 u. Pengambi.lan Contoh dengan Piston Corer per hari Rp 150.000,00 v. Pengambilan Contoh dengan Bor Tangan per hari Rp 75.000,00 w. Pemboran Inti Sedimen' per hari Rp 400.000,00 2. Jasa Pengolahan dan Laboratcrium a- Jasa Pengolahan Data 1) Pengolahan Data Navigasi per km data Rp 21.000,00 2l Pengotahan Echosounder Data per km data Rp 25.500,00 3) Pengolahan Data Multibeam Dengan Neptune per km data Rp 65.500,00 4) Pengolahan Data Seismic Multi Channel per km data Rp 580.500,00 s) Pengalahan Data Bottom Profiler (SBP) Sub per km Rp data 50.500,00 6) Pengolahan Data Strata Box per km daLa Rp 465.000,00 7) Pengolahan ,: ts&t,er,f,, r,t.,"t,,._. ., ,; ,,1 4C, 7l Pengolahan Data Side Scan Sonar (SSS) per km data Rp 50.500,00 8) Pengolahan Magnetometer Data per km data Rp 21.500,00 e) Pengolahan Data ADCP Ship Mounted 10) Pengolahan Data Pasang Surut per km data Rp 55.500,00 per titik Rp 5.700.000,00 11) Pengolahan Data Arus per titik Rp 6.800.000,00 12) Pengolahan Data Seabed Mounted ADCP per titik Rp 6.800.000,00 13) Pengolahan Data Gelombang 14) Pengolahan Data Oseanografi Dengan Delft3D per titik Rp 6.700.000,00 per model Rp 5.725.000,00 15) Pengolahan Data Oseanografr Dengan SMS per model Rp 4.825.000,00 16) Pengolahan Data Ground Penetrating Radar (GPR) per meter Rp 170.000,00 L7) Pengolahan Data Meteorologi per tahun data Rp 2.350.000,00 18) Convert Imej Remotely Operator Vehicle (ROV) per hari 'data Rp 4.550.000,00 1e) Pengolahan Data Sedimen Dasar Laut per titik Rp 50.000,00 2Ol Pengolahan Temperatur Conductivity Data PH, dan per titik Rp 500.000,00 b. Jasa Analisis Sedimen Dasar Laut 1) Pengujian Besar Butir (Sieuing Analgsesl per sampel Rp 250.000,00 2) Pengujian Besar Butir per fraksi Rp 50.000,00 3) Kandungan .fl ) 3) Kandungan Lempung (Analisis Pipetl per sampel Rp 60.000,00 4) Analisis Besar Butir Fraksi Halus (4 - 8 Phi) Sedimen Dasar Laut, menggunakan Micromeritics Sedigraph III 5120 per sampel Rp 300.000,00 5) Analisis (Bromoform) ^IVlineral ^Berat per sampel Rp 650.000,00 6) Smear Slide Analgses per sampel Rp 50.000,00 7l Mikropaleontologi Mikroskopis) (Identifikasi per sampel Rp 150.000,00 8) Cold Storage per sel per bulan Rp 400.000,00 Rp 1.800.000,00 Jasa Analisis Gas Chromatomgraphy (GC) Routine Gas Analysis CI-CT + H2S + N2, co,o2, H2) Multi-Sensor C<,re Logger (MSCL-S) Geotek, Meliputi Scanning: Line- Scan Imaging, P-Wave, Magnetic Susceptibiiity, Color Spectrophotgmeter, XRF, Resistivity dan Natural Gamma per sampel c.
Analisis dan Linescanlmaging, Termasuk Dukungan Teknis dan Pengawasan per hari 8.000.000,o0 Rp 2) 3 Jenis Sensor Analisis per 100 CM Rp 550.000,00 3l Line-scan Imaging per 100 cm Rp 550.000,00 4) 3 Jenis Sensor Analisis dan Line- Scan Imaging per 100 cm Rp 1.100.000,00 3. Jasa Pencetakan Ukuran AO per lembar Rp 150.000,00 4. Jasa Peralatan Teknik i--i i,' i J. t i; GPS dan Kompas a- 1) DGPS C dan C Techs C-Nav per hari Rp 500.000,00 DGPS Mobile and Rover Trimble DSM 212 Hl 132 2) per hari Rp 950.000,00 3) GPS per hari Rp 75.000,00 4) Radio Link PacificCrest ^- per hari Rp 100.000,00 5) Fluxgate Compass Azimuth LOOO KHV per hari Rp 50.000,00 6) Gyro Compass Simrad GC8O per hari Rp 1.OOO.OOO,00 DGPS Trimble Heading 7) SPS 467 per hari Rp 1.000.000,00 8) DGPS Trimble SPS 585 RTK per hari Rp 500.000,00 9) GPS Handheld Timble Juno per hari Rp 100.000,00 b. Optik 1) EDM Sokkisha RED 2L per hari Rp 100.000,00 2) Sokkisha Prisma 3 per hali Rp 50.000,00 3) Sokkisha ^'Prisma 7 per hari Rp 50.000,00 4) EDMTopcon per hari Rp 100 000,00 5) Theodolite Wild T3 per hari Rp 10'J.OO0,O0 6) Tellurometer Wild T2O per hari Rp 100.000,00 7) Theodolite Sokkisha TS20A per hari Rp 100.000,00 8) Theodolite Carl Zeis 01OA per hari Rp 100.000,90 9) Theodolite Sokkisha TM- lOE per hari Rp 100.o00,00 10) Theodolite Nikon NT-2D per hari Rp 100.000,00 11) Leveling Instrument Wild NA2 per hari Rp 000 ,00 75 12) Plane Table Tamura BB- 113 per hari Rp 75.000,00 13) Theodolite *; : . )) 13) Theodolite Sokkisha TM 01A per hari Rp 100.000,00 c. Echosounder 1) Echosounder Reson Sound 210 (200 KHz) Naui per hari Rp 450.000,00 2l Echosounder Reson Naui Sound 420 DS (200/ 15 KHz) per hari Rp 750.000,00 3) Echosounder Odom Hgdrotroc (200 KHz) per hari Rp 450.000,00 4) Echosounder Brutour Ceestar Paperless Digital (200 KHz) per hari Rp 150.000,00 d. Depth Compensator Heaue Compersator and Digitizer Interface TSS 320 per hari Rp 250.000,00 e. Diuer Locator Diuer Opn Locator and Direct. Hgdrophone Datasonic DPL- 275 per hari Rp 250.000,00 f. Multibeqm 1) SLtallow Water Multi Beam Simra"d EM 3OO0 per hari Rp 5.250.000,00 2) Motion Sensor Seatex, MRU-S, Roll, Pitch, Yaw, Heaue per hari Rp 1.600.000,00 3) GPS Compass Seapath 20 per hari Rp 450.000,00 4l Sound Velocitg ProfiIer Smart Sensor SV and P Sgstem per hari Rp 400.000,00 5) Greg Scale Recorder EPC, High Speed Thennal Plotter 37 Pin per hari Rp 550.000,00 g. Tide and Waue Gauge 1) Tide Gauge-A.OTT/ 20.250 Mekanis Mingguan per hari Rp 150.000,00 per hari Rp 250.000,00 2) Tide Gauge FSI Model MTID- WBP ; .--.,.ffi rs.- fr'riffiifi arv. -...,,,1r':
_.:
1'.".,, .r_,r ,;
'-y-..i. ^llbaAne ^surN'Fe.lAr 3) Tide Gauge Digital Valeport Model T4O l'; SATUAI.i,- per hari Rp 150.000,00 4) Tide Gauge and Waue Recorder Valeport Model 730D per hari Rp 650.O00,00 h. Current Meter 1) Uniuersal A.OTT/ C31 ^Current ^Meter per hari Rp 100.000,00 2l Flo.utMeter Valeport BFM per hari Rp 100.000,00 3) Current Meter Valeporl Tipe 106 per hari Rp 350.000,00 950.000,00 4) ADCP (Seabed Mounted) N ortek Mo del Continental per hari Rp s) ADCP (Ship Mounted) RD Instr. Workhorse Mariner per hari Rp 850.000,00 1. Weather Station Weather Station Dauis Monitor j. pH, Temperatur, dan Conductiuitg per hari Rp 50.000,00 1) YSI Model63 per hari Rp 80.000,00 2i CTD Seabird Shallow Marine (Pembacaan Menerus) per hari Rp 400.000,00 3) CTD Seabird Deep (Pembacaan Menerus) Sea per hari Rp 500.000,00 k Remotelg Operator Vehicle (ROV) 1) Sea Ege Falcon per hari Rp 8.000.000,00 2.1 Porlabte SSBI Sgstem C/W Mini Transducer Simrad HPR41O per hari Rp 1.500.000,00 l. Magnetometer per hari Rp 1.300.000,00 1) Marine Magnetometer Sea Spy 2l Maine FRESTDEN REPUBLIK TNDONESIA -t74- iq FUf+rtii.rri*: -_n-,: rr-, ,+r,r'l '...SATLJ.4,N'. j ,. ; ' ,-& 2l Marine Geometric G-886 Magnetometer per hari Rp 1.250.000,00 3) Marine Proton Magnetometer Geometric G-877 per hari Rp 1.250.000,00 4) Marine Magnetometer C/W Soltec Rec and PSU Geometric G-811 per hari Rp 1.000.000,00 5) MagnetometerWinch Necton EH-l0 Sistem per hari 6) Base Station Magnetometer Geometic G-866 per hari Rp 250.000,00 Rp 250.000,00 7) Land Magnetometer Geometric G-856AX per hari Rp 250.000,00 m. Grauity Meter 1) Land Grauitgmeter La Coste and Romberg G-862 per hari Rp 250.000,00 2) Altimeter Model MDMS per hari Rp 50.000,00 n. Acoustic Source 1) Uniboom EG and G 230 I per hari Rp 250.000,00 2) Boomer Plate Geo Acoustic 58r38 per hari Rp 250.000,00 3) Squid Sparker Aplied Acoustic 500 J per hari Rp 150.000,00 4l Three Electrodes Spark Arrag EG and G 267-A per hari Rp 250.000,00 s) 100-2OOO J Multi Dlectrodes Sparker per hari Rp 250.000,00 6) Airgun 15 Cu In Bolt Par per hari Rp 950.000,00 7) Airgun 40 Cu In Bolt Par per hari Rp 950.000,00 8) Airgun 4O Cu In Seamap Bolt tgpe 2800 LLX per hari Rp 750.000,00 9) Airgun t 10) Airgun 150 Cu In Sercel G.- GUN II 9) Airgun 60 Cu In Seamap Bolt tgpe 2800 LLX per hari Rp 750.000,00 per hari Rp 1.500.000,00 11) Firing Controller Bolt Par FC- 400 per hari Rp 350.000,00 12) Manifuld 4 Cabang per hari Rp 250.000,00 13) HP Air Hose 5O Meter l4l Airgun 250 Cu-In Sercel G-Gun il 15) Airgun 380 Cu-In Sercel G-Gun il per hari Rp 50.000,00 per hari Rp 1.500.000,00 per hari Rp 1.500.000,00 16) Umbilicql SEAMAP Dudukan 8 Gun per hari Rp 2.500.000,00 2.500.000,00 I7j Winch Airgun SEAMAP per hari Rp o. Energg Source 1) Htgh Pressure Compressor (90 CFM) LMF per hari Rp 5.500.000,00 2) High Pressure Compressor (190 CFM) LMF per hari Rp 6.500.000,00 3) Bottle Storagerack LMF per hari Rp 2.000.000,00 4) Seismic Energg Source Aplied . Acoustic per hari Rp 1.050.000,00 5) Energg Source EG and G 234 per hari Rp 1.050.000,o0 6) Tigger Capacitor Bank EG and G 231 per hari Rp 800.o00,00 7) Power Supplg EG and G 232 per hari Rp 600.000,00 8l Capacitor n\uusrt ^puert, : ^, .SATUA}.I"- .,1 \r- lt 8) Capacitor Bank EG and G 233 per hari Rp 600.000,00 9) Energg Source EGandG 234 per hari Rp 1.050.000,00 p. Hgdrophone 1) Hgdrophone Array EG and G 262J per hari Rp 350.000,00 2l MESH-Arrag, Benthos 10 Element per hari Rp 350.000,00 3) MESH-Arrag, Benthos 24 Element per hari Rp 350.000,00 4l MESH-Arraa, 2 2s 25 Blement Benthos per hari Rp 350.000,00 5) MESh-Arrag, Spares Benthos per hari Rp 350.000,00 6) MDSH-Arrag, Benthos 24 Element per hari Rp 350.000,00 7) Mesh-ArraA AH 150/8 Applied Acoustic per hari Rp 350.000,00 8) 24 Channels Streamer C/W Winch Ser.smic per hari Rp 12.500.000,00 9) 48 Chonnel Seismic Streamer C/ W Wnch Seamap per hari Rp 12.500.000,00 10) 120 Channel Seismic Streamer Sercel per hari Rp 20.000.000,00 1l) Single Channel Steomer, 8 Dlements SIG SPS-2 per hari Rp 350.000,00 12) Depth Controller Digicourse per hari Rp 400.000,00 13) Digibird 5O1O Per tJnit per hari Rp 400.000,00 14) 60 Channels Seismic Liquid Streamer Sercel per hari Rp 10.000.000,00 15) 60 Channeb '':
'r..fiN$i lEtlAHArBUImry ^pAJAK'."i ^ .,: SAruru,.l , r,''l': iiu 5l{itl : ; : i' i', 15) 60 Channels Seismic Solid Strearner Sercel C/W Winch SEAMAP per hari Rp 15.000.000,00 q. On Board Processors 1) Audio Filter Khron Hite 3700 per hari Rp 150.000,00 2) TVG Amplifier TSS 307 per hari Rp 150.000,00 3) Swell Filter TSS 305 per hari Rp 150.000,00 4) Stacking Unit TSS 303 per hari Rp 150.000,00 5) Digital Delag Generator BNC/ 7010-BCP per hari Rp 150.000,00 6) TVG Amplifier PA-207 per hari Rp 150.000,00 r. Recording Sysfems 1) Single Channel Seismic Acquisition Sgstem Triton Elics Delph Seismic 2l Recording Sgstem Digital TTS +2 per hari Rp 1.500.000,00 per hari Rp 6.000.000,00 3) Sercel'CMXL Recording Sgstem per hari Rp 5.000.000,00 4) eSQC-Pro QC Seismic Data ' Sgstem per hari Rp 5.000.o00,00 5) TSS Gun Controller per hari Rp 500.000,00 6) Gun Controller SEAMAP per hari Rp 1.000.000,00 7) Cartridge M2488 Driues Fujitsu per hari Rp 500.000,00 8) NAS ort. HD 10 TB per hari Rp 500.000,00 9) Trigger Bc,x SEAMAP per hari 1.000,000,00 Rp lOl Graphic trRESTDEN REPUBLIK INDONESIA -L78- ':
," 10) Graphic Recorder EPC Model 1086 per hari Rp 500.000,00 per hari Rp 500.000,00 1l) Graphic Recorder EPC Model 1086-2 Seri 740 l2l Graphic Recorder EPC Model 1086NT per hari Rp 500.000,00 13) Graphic Recorder Ocean Data TDU-1200 per hari Rp 650.000,00 14) Plotter OYO per hari Rp 500.000,00 15) V12 Isgs Thermal Plotter per hari Rp 500.000,00 Sub Bottom Profilers S. 1) Strata Box, Eqtipment Ocean Data per hari Rp 450.000,00 2) Bathg 2010, 12 Transducer 3.5 KHz per hari Rp 1.500.000,00 3) Bathg 2010, 4 Transducer 3,5 kHz per hari Rp 500.000,00 1) Side Scan Sonar C/WTPU and Sonaro Klein 3OOO L Side Scan Sonars per hari Rp 2.500.000,00 21 500 KHz. SSS Tou.r Fi.sh Klein per hari Rp 750.000,00 3) 1OO KHz SS-S To,ul Fish Klein per hari Rp 750.000,00 4l Electicuinch and 2000 SSS Klein per hari Rp 350.000,00 5) SSS Acguisition Sgstem Geo Acousrics Geopro LC per hari Rp 400.000,00 6) Real Time Mosaics Side Scan Sonar, Geo Acoustics Geopro2 per hari Rp 750.000,00 $,-!wffi 7l Side Scan Sonar Transceiuer Artec per hari 250.000,00 8) Side Scan Sonar Transceiuer Sea MapSonar Link SL3 per hari Rp 250.000,00 9) Tou-t Fish Depressor Klein per hari Rp 150.000,00 u. Ground Penetrating Radar (GPR) GSSI SIR 4OOO per hari Rp 1.800.000,00 v, Pengambil Sample (Samplefl 1) Grab Sampler Kecil Lokal per hari Rp 50.000,00 2) Grab Sampler Besar Lokal per hari Rp 75.000,00 3) Grauitg Corer Lokal per hari Rp 150.000,00 4) Grauitg Corer Benthos/ 2171 per hari Rp 150.000,00 5) Piston Corer Benthos/2175 per hari Rp 150.000,00 6) Vibro Corer Geomerk/ P-l per hari Rp 750.000,00 7l Boomerang Benthos/ 1890 Corer per hari Rp 350.000,00 8) Phleger Corer Lokal per hari Rp 150.000,00 9) Box Corer Kecil Lokal per hari Rp 150.000,00 10) Water Sampler Lokal per hari Rp 25.OO0,OO 11) Bor Tangan Eijkelkamp per hari Rp 75.000,00 l2l BorTanganLokal per hari Rp 75.000,00 13) Bor Tangan Doormes per hari Rp 75.000,00 14) Hand Winch Kondo lron per hari Rp 50.000,00 15) Electric Winch 300 M Lokal per hari Rp 50.o00,00 ffiffi ".,; 4: qF.1 Rpl I : ,"*4p-Strifl{# ^deCArte,Bpglu-,e,+*iK. . satuRll, 16) Mesin Bor Inti RK 210 S/USA per hari Rp 350.000,00 17) Mesin Bor Inti Koken SC-3D per hari Rp 350.000,00 18) Sondir 2,5 Ton Lokal per hari Rp 350.000,00 19) Mesin Bor Inti Cobra 248/ per hari Rp 350.000,00 20) Drilling Water Sanchin/ SC-45 Pump 2'1f Mesin Bor Inti YBM-3JR per hari per hari Rp Rp 50.000,00 400.000,00 22) Standard Penetnilion FP") Test per uJr Rp 75.000,00 23) Wire Rope Slink 5A0O Meter C/ W Winch SEAMAP per hari Rp 750.000,00 24) Wire Rope Nilon 5000 Meter Ci W Winch SEAMAP per hari Rp 1.000.000,00 25) Dredge Sampler per titik Rp 500.00o,00 26) It[ulticorer Octopus per titik Rp 800.000,00 271 Rosette Water Sarnpler SBE per titik Rp 800.000,00 w. Software 1) Hgpack Nauigatioh Sgstem Hgpack per hari Rp 400.000,00 2l Geonau EZ Nau per hari Rp 400.000,00 3) Hgdro Pro Nau Trimble per hari Rp 400.000,00 4) Winprofile per hari Rp 200.000,00 5) Promax 2D per hari Rp 1.500.000,00 6) Detfi 3D Delfi Hgdrqulix per hari Rp 500.000,00 Rp 550.000,00 7) /S/S Sonar per hari 8) SonarWiz ",, 8) SonarWiz per hari Rp 300.000,00 9) SonarWeb per hari Rp 300.000,00 10) Neptune per hari Rp 550.000,00 11) C-Floor per hari Rp 550.000,00 t2) sMs per hari Rp 300.000,00 13) ER Mapper per hari Rp 300.000,00 14) Surfer per hari Rp 150.000,00 per hari Rp 300.000,00 16) Map Info 15) Terra Model per hari Rp 150.000,00 per hari Rp 300.000,00 171 Auto Cad 18) Mike2l per hari Rp 550.000,00 19) Plaxis per hari Rp 550.000,00 2Ol Aqua Sea per hari Rp 400.000,00 per hari Rp 400.000,00 22) Chempoint and Chemstat Water Mod.elling 2L) Surface System per hari Rp 23) Aqua Chem per hari Rp 24) Spatial Ground Database Manegement Water pei'hari Rp 400.000,00 400.000,00 t 400.000,00 25) Tralaine Version 5 per hari Rp 400.000,00 26) ENA Multichannel Nauigation System per hari Rp 500.o00,00 5. Jasa Wahana Survei per hari Rp 17.500.000,00 a Kapal ^(ieomarin I b. Kapal I I b. Kapal Geomarin II 1, 6 .- d, l.' per hari Rp 5.000.000,00 Kapal Geomarin III c. per hari Rp 55.000.000,00 6. Jasa Perbantuan Tenaga Ahli/ Teknisi/ Surveyor Fungsional Utama 'd- b. Fungsional Madya per orang per hari per orang per hari Rp Rp 2.480.000,00 2.325.000,00 c. Fungsional Muda per orang per hari Rp 1.937.500,00 per orang per hari Rp 1.317.500,00 per or€rng per hari Rp 542.500,00 Asisten /Teknisi/ Surveyor e.
Fungsic,nal Pertama f. Nakhoda per orang per hari Rp 2.000.000,00 g. Mualim [, II, clan III Rp 750.000,00 per orang per hari per orang per hari Rp 1.000.000,00 h. Kepala I(apal Mesin i. Masinis I, II, dan III Rp per orang per hari 750.000,00 Rp 600.000,o0 j Bosun/Serang k Juru Mudi I, II, III, dan IV per orang per hari per orang per hari Rp 500.000,00 L Mandor : : : ,Smffilft8.+F L Mandor Mesin Iiqryj{ld: per orang per hari ffi *l 750.000,00 rL Electrical/ Processing per orang per hari Rp 750.000,00 n. Juru Minyak I dan II per or€rng per hari Rp 500.000,00 o. Kepala Juru Masak per orang per hari Rp 600.000,00 p. Juru Masak I dan II/Pelayan per orang per hari Rp 500.000,0o PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO ttd
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negar ...
Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Transfer Ke Daerah yang Penggunaannya Sudah Ditentukan.
Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Pengujian UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap UUD Negara RI 1945 ...
Relevan terhadap
Ayat (1) : Untuk memperoleh penetapan sebagai Kawasan Pabean, Pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara atau Tempat Lain mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 21 G. Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai kepada Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai (KWBC) Kalimantan Bagian Barat tembusan Direktur Teknis Kepabeanan, Direktur Penindakan dan Penyidikan, Direktur Perencanaan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai (PPKC), dan Kepala Pusat Kepatuhan Internal (PUSKI) Nomor S-70/BC/2014 tanggal 30 Januari 2014 hal Keberadaan Kawasan Pabean Terkait Pemenuhan Kewajiban Pabean menyatakan:
“Berdasarkan ketentuan tersebut di atas disimpulkan bahwa: pemenuhan kewajiban pabean dianggap sah apabila:
dilakukan di kantor pabean;
ii. kantor pabean tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan iii. penerimaan atas pungutan negara disetorkan ke kas negara b. keberadaan Kawasan Pabean dimaksudkan untuk memudahkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam melakukan pelayanan dan pengawasan kepabeanan, sehingga sahnya pemenuhan kewajiban pabean tidak tergantung adanya kawasan pabean”. H. Angka 2, angka 5, dan angka 6 Surat Plh. Direktur PPKC kepada Kakanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat tembusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor S-441/BC.8/2015 tanggal 21 Mei 2015 hal Penegasan Kewajiban Pabean di Perbatasan Darat Kalimantan Bagian Barat menyatakan: Angka 2 : Kawasan perbatasan darat antar negara yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi merupakan simpul utama transportasi/perdagangan wilayah (domestik) dan internasional, termasuk kegiatan perdagangan impor dan ekspor yang di dalamnya terdapat kewajiban pabean Angka 5 : Kewajiban pabean sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam UU Kepabeanan, termasuk di antaranya pengajuan pemberitahuan pabean, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik barang, pembongkaran, penimbunan, dan pemungutan fiskal Angka 6 : Sesuai dengan Pasal 5 UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 22 Perubahan Atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Kantor Pabean merupakan tempat pemenuhan kewajiban pabean atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean baik melalui pelabuhan laut, Bandar udara termasuk pos lintas batas Negara;
Bahwa pada sekira bulan Agustus 2014 Pemohon dikejutkan dengan dikenakannya Perkara Tindak Pidana Korupsi terhadap dirinya, yang selanjutnya diketahui bahwa dasar persangkaan Tindak Pidana Korupsi a quo adalah adanya kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong dengan menggunakan dokumen PIB, yang menurut penafsiran aparat Penegak Hukum (POLRI dhi. Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Kejaksaan dhi. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat) bahwa Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang berada dibawah Wilayah Pengawasan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong tidak berhak melakukan kegiatan ekspor-impor, dikarenakan para aparat penegak hukum memahami Penjelasan Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan hanya sebatas pada “ Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai”, dengan mengesampingkan frasa “ dan menetapkan kantor pabean” .
Bahwa Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat adalah Kantor yang berada dibawah Direktorat Jenderal dan Bea Cukai yang bertugas untuk terpenuhinya dan/atau dilaksanakannya semua kegiatan dibidang kepabeanan dan dikenal dengan sebutan “Kantor Pabean” sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bahwa wilayah kerja “Kantor Pabean” Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat meliputi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong yang sejak tahun Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 23 1995 sudah melakukan kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB.
Bahwa ketika para aparat Penegak Hukum tidak hati-hati dalam melakukan penafsiran atas penjelasan dalam pasal suatu Undang-undang, dikarenakan Penjelasan pasal suatu Undang-Undang memang tidak begitu detil, yang berakibat terampasnya kemerdekaan seseorang, maka hal demikian ini merugikan hak konstitusional Pemohon serta mengakibatkan terlanggarnya Asas Kepastian Hukum.
Bahwa berdasar pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, Asas-asas umum penyelenggaraan Negara meliputi: (vide bukti tambahan P-21) 1. Asas Kepastian Hukum;
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
Asas Kepentingan Umum;
Asas Keterbukaan;
Asas Proporsionalitas;
Asas Profesionalitas; dan
Asas Akuntabilitas Bahwa berdasar Penjelasan Pasal 3 Angka 1 tentang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, yang dimaksud dengan "Asas Kepastian Hukum" adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. Bahwa dengan ini Pemohon merasa dirugikan ketika dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak mengatur secara tegas terkait kawasan pabean dan kantor pabean sehingga menimbulkan pemaknaan dan atau penafsiran, khususnya oleh para aparat penegak hukum dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang dialami oleh Pemohon.
Bahwa dalam perkara tindak pidana korupsi Nomor 02/Pid.Sus/TP.Korupsi/ 2015/Pn.Ptk para aparat penegak hukum mengadili Pemohon telah melakukan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 24 perbuatan tindak pidana korupsi berdasar pada Penafsiran Subjektif atas suatu penjelasan pasal dalam undang-undang, tanpa mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan yang ada maka Asas Kepastian Hukum pun seakan telah MATI.
Bahwa aparat penegak hukum seakan-akan mengabaikan fakta bahwa PPLB Entikong adalah masuk dalam wilayah kerja KPPBC Entikong, dimana KPPBC Entikong adalah Kantor Pabean yang sejak lahirnya Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah melakukan kegiatan Importasi dengan menggunakan dokumen PIB.
Bahwa sebagaimana bunyi Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, “ Untuk Pelaksanaan dan Pengawasan pemenuhan kewajiban pabean, ditetapkan kawasan pabean, Kantor Pabean, dan pos pengawas pabean ”. Penjelasan: Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean. Penunjukan pos pengawasan pabean dimaksudkan untuk tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean. 22. Bahwa Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terkait Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean, tidak secara tegas menjelaskan tugas dan fungsi kantor pabean, sehingga mengakibatkan akan banyaknya pemaknaan dan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 25 atau penafsiran terkait kawasan pabean atau kantor pabean yang berhak untuk kemudian melakukan kegiatan ekspor impor. __ 23. Bahwa ketika tidak ada batasan dan atau pengertian yang tegas kawasan pabean atau kantor pabean yang berhak melakukan kegiatan ekspor impor sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, hal ini kemudian sangat merugikan hak konstitusional Pemohon yang bertugas selaku Kepala Sie kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong yang meliputi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong.
Bahwa pada faktanya KKPBC Entikong (kantor pabean) meliputi PPLB entikong sudah sejak tahun 1995 sejak Undang-Undang Nomor 10 tentang Kepabeanan lahir sudah melaksanakan kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB, dalam artian sebenarnya Kantor Pabean juga sah untuk melakukan kegiatan impor dengan menggunakan PIB.
Bahwa kemudian pada faktanya juga aparat penegak hukum berpendapat yang berhak melakukan kegiatan ekspor impor hanyalah kawasan pabean dengan dasar pengertian “ Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai” 26. Bahwa kerugian Konsitusional pemohon jelas muncul ketika dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ” Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean”, tidak dimaknai sebagai satu kesatuan klausa, dimana yang berhak melakukan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang serta pengamanan keuangan Negara hanyalah kawasan pabean, dimana ada frasa kantor pabean dalam kalimat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 26 terakhir yang seharusnya dimaknai juga Kantor Pabean juga mempunyai tugas dan fungsi untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan Negara.
Bahwa Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini dirasakan kurang detil dan menimbulkan multitafsir sehingga kemudian menjadikannya bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari Pengelolaan Keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang- undang”, karena sangat merugikan Pemohon, dimana Pemohon sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya selaku Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong periode September 2008 sampai Maret 2011 memiliki kewajiban melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong untuk dapat dilakukannya pemungutan Bea Masuk (BM), PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) dari kegiatan ekspor-impor yang terjadi di PPLB Entikong guna memenuhi APBN untuk membiayai belanja pegawai dan belanja pembangunan di seluruh Indonesia, namun dikarenakan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tidak secara detil menegaskan terkait dimanakah sah nya untuk melakukan kegiatan ekpor impor tersebut, sehingga tugas dan fungsi Pemohon di kantor pabean dalam melakukan kegiatan ekpor impor juga dianggap tidak sah dan atau melanggar hukum.
Bahwa selanjutnya Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini kemudian bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” , hal ini dapat dilihat ketika Bahwa Pemohon selaku Kepala Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 27 Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong periode September 2008 sampai Maret 2011 yang telah bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya untuk melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong guna dilakukannya pemungutan BM, PNBP, dan PDRI untuk memenuhi APBN, seyogianya mendapatkan perlakuan yang adil dan layak, namun hal ini kemudian menjadi bertolak belakang dimana yang didapat pemohon adalah penghukuman terhadap dirinya, dikarenakan tugas dan fungsi yang telah dilakukan Pemohon sebagai kepala sie kepabeanan dan cukai di KPPC Entikong meliputi PPLB Entikong dianggap melanggar hukum, dikarenakan tidak ada penegasan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bahwa ketika Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak dimaknai dengan sempurna, maka mengakibatkan ketika menerapkan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan “ Penetapan kawasan pabean, Kantor Pabean, dan pos pengawasan pabean dilakukan oleh Menteri” juga menjadi tidak lengkap.
Bahwa hal perkara tindak pidana korupsi yang dikenakan pada Pemohon berdasar pada Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dimana aparat penegak hukum mendasarkan bahwa PPLB entikong di bawah KPPBC Entikong adalah kawasa pabean, namun dikarenakan belum ada penetapan dari menteri keuangan, maka segala kegiatan ekpor impor yang dilakukan oleh PPLB Entikong dibawah KPPBC Entikong menjadi tidak sah.
Bahwa ketika kembali lagi mengkaji Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ketika memang tiak dimaknai secara mendalam yang akan muncul adalah hanya kawasan pabean yang berhak Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan Negara Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 28 padahal dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tersebut juga terdapat frasa “dan menetapkan kantor pabean”, dengan demikian sebenarnya kantor pabean juga bertugas untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan Negara. Namun dikarenakan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tersebut tidak secara tegas menjelaskan dimanakah kegiatan ekspor impor dapat dilakukan, dikawasan pabean atau di kantor pabean, maka hal ini yang kemudian menjadikan munculnya berbagai pemaknaan dan/atau penafsiran (multitafsir) atas Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bahwa dalam pemeriksaan dipersidangan Perkara Tindak Perkara Korupsi Nomor 02/Pid.Sus/TP.Korupsi/2015/Pn.Ptk pun telah dihadirkan ahli terkait legalitas PPLB Entikong dibawah KPPBC Entikong bisa melakukan kegiatan ekspor - impor, adapun keterangan ahli adalah sebagai berikut: - Dwiyono Widodo (Kasi Impor DJBC), menerangkan bahwa bisa dilakukan impor di PPLB Entikong, dasarnya Pasal 1 Permendag Nomor 36 tahun 1995, yaitu (perdagangan lintas batas tradisional dan luar negeri), penetapan Menkeu untuk Kantor KPPBC Entikong, penugasan Pegawai Skep Menkeu untuk Kepala Kantor dan Skep Dirjen Bea dan Cukai untuk Pejabat yang lain, job description /tupoksi pegawai sesuai PMK Nomor 87 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Kemenkeu, dan ada penerimaan negara yang masuk ke Kas Negara, impor barang di Entikong ada 3, yaitu barang penumpang, lintas batas dan cargo umum, syarat- syarat sebagai importir SIUP, TDP, NPWP dan NIK, kriteria importasi dinyatakan sah, yaitu diajukan ke kantor Bea dan Cukai dasar pasal 5 ayat 1 UU Kepabeanan, tidak ada Tempat Penimbunan Sementara (TPS) bisa dilakukan importasi, alasannya TPS untuk menimbun, kalau di Entikong tidak ada penimbunan untuk apa ada TPS, ada dokumen (PIB, CD, dan KILB) dan dibayar BM, penetapan BM dasarnya adalah Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), penerimaan negara BM, PPN, dan PPh, di KPPBC Entikong ada PIB dengan jalur hijau (contoh impor listrik oleh PT. PLN), selain KPPBC Entikong ada kantor lain yang bisa dilakukan impor Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 29 meskipun belum ada penetapan kawasan pabean, pabean Entikong berarti kawasan pabean Entikong, surat tugas dari Direktur Teknis Kepabeanan, JPU Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UUK “untuk ... kawasan pabean dan pos pengawasan pabean (tanpa kantor pabean)”, Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UUK di KPPBC Entikong sudah sesuai karena barang sudah diajukan PIB, ditunjukkan contoh PIB (importir, pembayaran SSPCP ke loket, petugas siapa aja, SSPCP tanggal sama dengan PIB tanggal 24 Nop 2010 diterima Kasi Perbendaharaan Bonny Yulianto, penyetoran tidak ada masalah, yang penting pembayaran), di UU Kepabeanan tidak dikenal broker atau ekspedisi - Chatibul Umam (Kasi TPS DJBC), menerangkan bahwa bisa dilakukan impor di PPLB Entikong, bisa dilakukan proses importasi tanpa TPS karena TPS diperlukan apabila barang tidak langsung dikeluarkan, kalau langsung keluar berarti tidak diperlukan TPS, perbedaan Entikong dengan tempat lain (kalau pelabuhan besar perlu proses lebih lanjut), selain KPPBC Entikong ada 10 lebih Kantor BC yang bisa dilakukan impor meskipun belum ada penetapan kawasan pabean Atapupu, Jambi, Cilacap, dan Purwokerto, PMK dan Perdirjen tentang Penetapan Kawasan Pabean oleh Kakanwil berdasarkan permohonan Pengelola PPLB lebih dahulu, BC tidak bisa menetapkan kawasan pabean tanpa ada permohonan, persyaratan surat ijin usaha, bukti penguasaan lahan, NPWP, penunujukan sebagai lalu lintas barang dan denah lokasi - Prof. Zudan Arif Fakhrulloh (Staf Ahli Mendagri dan Ahli Hukum Administrasi), menerangkan bahwa diatur di Permendagri Nomor 18/2007 yaitu tradisional/PLB di bawah Bupati untuk Pas dan internasional/PPLB di bawah Gubernur untuk Pas/Paspor dan Ekspor-Impor, sampai saat ini tidak ada larangan dari Gubernur dimana UU Nomor 10/1995 ada BC yang menerima pemberitahuan pabean dan pungutan BM, tetapi yang mempunyai kewenangan satuan adalah instansinya, peran serta BNPP memfasilitasi CIQS: pembangunan besar-besaran sehingga lalu lintas ekspor-impor tidak terganggu karena diyakini ekspor-impor sudah berjalan, permohonan Pengelola PPLB/Gubernur belum ada sampai sekarang (sebagai Kantor sudah diberi kewenangan atributif sudah bisa Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 30 melaksanakan kewenangannya), pejabat yang bertindak dengan ada skep, tupoksi, prosedur impor dijalankan, out put BM/PDRI ada dan sudah dilakukan pemeriksaan instansi vertikal dengan hasil tidak ada penyimpangan berarti tindakannya dilindungi oleh UU. Semua kantor BC diberikan target (pengakuan institusi untuk mendapat pungutan), negara menggarong berarti mengembalikan pembayarannya dan dokumennya dianggap batal, hasil inspektorat dilihat sebagai referensi, Pasal 15-21 UU Nomor 30/2014 kewenangan/prosedur/substansi benar dilindungi hukum (aparat yang jujur), Kantor Pabean unsur sentral di lintas batas sesuai konvensi internasional dan PPLB memberi manfaat dan dampak ekonomi buat masyarakat sekitar;
Bahwa dalam pemeriksaan di persidangan perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor 02/Pid.Sus/TP.Korupsi/2015/Pn.Ptk juga menghadirkan saksi fakta yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
M. Tomi (Kasi Penindakan dan Penyidikan KPPBC Entikong periode September 2008 s.d. Juli 2009), menerangkan bahwa kegiatan ekspor- impor bisa lewat PPLB Entikong, dasarnya pasal 2 dan 5 UU Kepabeanan, tupoksi berdasarkan permenkeu, ada kegiatan penyidikan pelanggaran kepabeanan dan cukai dengan hasil P-21, dibenarkan melakukan penyidikan dan tidak ada larangan, semua importir sudah mempunyai ijin, yaitu SRP dari Bea dan Cukai, API dari Perdagangan, NPWP dari Pajak, tidak mengenal broker, mengetahui bukti PIB Nomor 50 tgl 8 Apr 2009, Abang Mulyadi pengawas pemeriksa, sudah ditandatangani dan stempel importir, PIB Nomor 52 tgl 13 Apr 2009, Dikki pengawas pemeriksa, pengajuan PIB sudah ditandatangani importir, mengetahui sosialisasi Permendag Nomor 56 tahun 2008 dengan hasil pembatasan barang impor tertentu dan untuk KILB tidak berlaku, tidak ada pemberitahuan dari importir kalau perusahaan dipinjam, ada laporan penegahan berupa 15 harian ke kanwil dan kantor pusat.
Wahid Ali Graha (Kasi Penindakan dan Penyidikan KPPBC Entikong periode Agustus 2009 s.d. Oktober 2010), menerangkan bahwa kegiatan ekspor-impor bisa melewati PPLB Entikong, dasarnya Pasal 2 dan Pasal 5 UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 31 tentang Kepabeanan, tupoksi berdasarkan permenkeu, ada kegiatan penyidikan pelanggaran kepabeanan dan cukai dengan hasil P-21, dibenarkan melakukan penyidikan dan tidak ada larangan, semua importir sudah mempunyai ijin, yaitu SRP dari Bea dan Cukai, API dari Perdagangan, NPWP dari Pajak, tidak mengenal broker, mengetahui bukti PIB tanggal 8 Sep 2009 PT. SGB, tanggal PIB dan tanggal tanda tangan importir sama, ditandatangani dan stempel importir, bukan lartas, tidak ada laporan petugas di lapangan kalau ada barang lartas, pengajuan PIB sudah ditandatangani importir, tidak ada pemberitahuan dari importir kalau perusahaan dipinjam, ada penegahan sabu-sabu Mei 2010 dengan info untuk atensi WNI wanita dengan paspor dari luar Kalbar, ada laporan penegahan berupa 15 harian ke kanwil dan kantor pusat.
Kliping berita media massa tentang PPLB Entikong sebagai transaksi ekspor - impor:
Kalbarsatu.com tanggal 6 Desember 2014 dengan judul “PLB Entikong bisa transaksi Ekspor - Impor” intinya Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag RI, Partogi Pangaribuan mengatakan berdasarkan SK Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 1995, perdagangan lintas batas di PLB Entikong dan Badau bisa melakukan transaksi ekspor-impor.
Bahwa Kapolda Kalimantan Barat menyatakan di surat kabar Pontianak Post tanggal 8 Mei 2015 pada artikel dengan judul "Lindungi Masyarakat dari Barang Selundupan" bahwa “Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong sejatinya bukan sebagai jalur lalu lintas barang ekspor-impor. Jika selama ini masyarakat menganggap Permendag Nomor 36/KP/III/95 tentang Perdagangan Lintas Batas Melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong di Propinsi Kalimantan Barat sebagai peraturan yang mengatur perdagangan ekspor-impor, maka anggapan tersebut dinilai salah”;
Bahwa dari uraian-uraian tersebut di atas, jelaslah kalau terdapat perbedaan penafsiran yang sangat tajam terhadap Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dikarenakan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tidak secara tegas menjelaskan fungsi pokok kantor pabean secara rinci dan ketiadaan Penjelasan pada Pasal 5 ayat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 32 (4) tentang penetapan kawasan pabean, kantor pabean dan pos pengawasan pabean.
Bahwa dikarenakan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak secara jelas menegaskan terkait batasan fungsi dan tugas kantor pabean, maka hak ini juga berdampak penafsiran yang beragam atas Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bahwa potensi Kerugian Konstitusional yang lebih besar lagi akan dialami oleh Direktorat Jenderal Bea - Cukai dan Kementerian Keuangan pada khususnya serta Negara Republik Indonesia pada umumnya apabila ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ditafsirkan menjadi Kawasan Pabean mutlak untuk lalu lintas ekspor-impor, sehingga karena sampai saat ini PPLB Entikong belum ada penetapan sebagai Kawasan Pabean oleh Menteri Keuangan maka di PPLB Entikong tidak boleh ada kegiatan impor dengan menggunakan PIB sama sekali, yaitu :
ada lebih dari 10 (sepuluh) KPPBC di seluruh Indonesia, antara lain KPPBC Atapupu, Jambi, Cilacap, dan Purwokerto dengan situasi dan kondisi yang sama persis seperti KPPBC Entikong (belum ada penetapan sebagai Kawasan Pabean dari Menteri Keuangan tetapi sudah dilakukan kegiatan impor dengan menggunakan dokumen PIB) yang berakibat kegiatan impor dengan PIB yang selama ini sudah berjalan dengan baik disana, menjadi tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Dokumen-dokumen PIB yang telah didaftarkan di KPPBC Entikong periode Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM), bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011 tembusan ke Kanwil DJBC Kalbagbar dan Kantor Pusat DJBC, kemudian lembar ke-2 PIB tersebut dikirim ke Biro Pusat Statistik (BPS) untuk data statistik impor dan lembar ke-3 PIB tersebut dikirim ke Bank Indonesia (BI) untuk data devisa impor ke Indonesia menjadi tidak sah;
Pejabat-pejabat KPPBC Entikong lainnya periode Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM), bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011, yang telah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 33 melakukan pelayanan, pengawasan dan pemungutan BM/PDRI/PNBP terhadap importasi dengan menggunakan PIB di PPLB Entikong (karena keputusan Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM), sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai diambil secara prosedural bersama-sama dengan pejabat KPPBC Entikong yang lain berdasarkan arahan Kepala KPPBC Entikong sesuai proses pelayanan/pengawasan barang impor), menjadi bersalah juga;
Pihak-pihak Importir periode Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM) bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011 yang telah melakukan kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB melalui PPLB Entikong menjadi bersalah juga;
Hasil pungutan kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB yang telah didaftarkan ke KPPBC Entikong periode Pemohon (Iwan Jaya, S.H, MM) bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011, berupa BM dan PNBP yang menjadi penerimaan DJBC dan PDRI berupa PPN Impor dan PPh Impor yang menjadi penerimaan DJP, harus dikembalikan oleh Negara kepada importir-importir yang telah membayarnya;
Pejabat Inspektorat II, Inspektorat Jenderal Kemenkeu yang pada tanggal 8 s.d. 22 Desember 2010 telah melakukan audit compliance terhadap KPPBC Entikong termasuk dokumen importasi dengan menggunakan dokumen PIB, dengan hasil tidak ada penyimpangan di KPPBC Entikong, menjadi bersalah juga;
Pejabat-pejabat DJBC dan Kemenkeu yang tidak pernah melarang dan malahan yang ada mengharuskan untuk dilakukannya kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB di PPLB Entikong oleh KPPBC Entikong periode Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM) bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011, menjadi bersalah juga; Bahwa dasar permohonan Pemohon untuk mengajukan uji Undang-Undang untuk Menegaskan Penafsiran atas penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang telah Pemohon uraikan tersebut di atas adalah berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A dan Pasal 28D ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 34 IV. Petitum Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon memohon agar Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 juncto Pasal 50 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, berkenan untuk memeriksa Permohonan Pemohon dan memutuskan sebagai berikut:
Mengabulkan Permohonan Pengujian Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Menyatakan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mengandung multitafsir dan bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Menyatakan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan tafsir konstitusional terhadap Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dengan menyatakan: Konstitusional Bersyarat ( conditionally constitutional ) pada masing-masing penjelasan ayatnya: Penjelasan Pasal 5 ayat (3) menjadi berbunyi: Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean. Penunjukkan pos pengawasan pabean diperlukan untuk membantu pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan pabean. __ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 35 Penjelasan Pasal 5 ayat (4) menjadi berbunyi: Penetapan kawasan pabean dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan pabean sambil menunggu penyelesaian pabeannya. Prosedur penyelesaian kewajiban pabean dapat dilakukan ditempat-tempat yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean atau ditempat lain asalkan ditempat tersebut dapat dilakukan pengawasan pabean. Penetapan kantor pabean bertujuan untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean. Penetapan pos pengawasan pabean diperlukan sebagai tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan dan pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean. 4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). [2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya, Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda Bukti P-1 sampai dengan Bukti P-15, dan Bukti P-18 sampai Bukti P-21 sebagai berikut:
Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan;
Bukti P-3 : Fotokopi Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 36/KP/III/95 tanggal 13 Maret 1995 tentang Perdagangan Lintas Batas Melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong di Provinsi Kalimantan Barat;
Bukti P-4 : Fotokopi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana, Prasarana dan Pelayanan Lintas Batas Antar Negara;
Bukti P-5 : Fotokopi Surat Menteri Dalam Negeri kepada Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan tembusan Presiden Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 36 dan Wakil Presiden Nomor 135.4/2141/SJ tanggal 28 April 2015 hal Penyelesaian Masalah PPLB Entikong;
Bukti P-6.1 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara;
Bukti P-6.2 : Fotokopi Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor P- 20/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara;
Bukti P-7 : Fotokopi Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai kepada Kepala Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat tembusan Direktur Teknis Kepabeanan, Direktur Penindakan dan Penyidikan, Direktur PPKC, dan Kepala PUSKI Nomor S- 70/BC/2014 tanggal 30 Januari 2014 hal Keberadaan Kawasan Pabean Terkait Pemenuhan Kewajiban Pabean;
Bukti P-8 : Fotokopi Surat Plh. Direktur PPKC kepada Kakanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat tembusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor S-441/BC.8/2015 tanggal 21 Mei 2015 hal Penegasan Kewajiban Pabean di Perbatasan Darat Kalimantan Bagian Barat;
Bukti P-9.1 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2008 tanggal 11 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai KPPBC Tipe A4 Entikong;
Bukti P-9.2 : Fotokopi Peraturan Menterti Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tanggal 8 April 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai KPPBC Tipe A3 Entikong;
Bukti P-9.3 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2011 tanggal 18 Agustus 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Keputusan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 37 Dirjen BC Nomor Kep-106/BC/2011 tanggal 15 September 2011 sebagai KPPBC TMP C Entikong;
Bukti P-10 : Fotokopi Importir-importir yang telah dilakukan pelayanan dan pengawasan oleh KPPBC Entikong serta sudah mempunyai persyaratan dari berbagai instansi terkait untuk bisa melaksanakan impor dengan menggunakan PIB di PPLB Entikong (Barang Bukti di Berkas Perkara Iwan Jaya, SH, MM, Nomor 166-171 CV. Rigo Mandiri, CV. Raga Jaya, dan PT. SGB);
Bukti P-11 : Fotokopi Modul Penerimaan Online dari Direktorat PPKC, DJBC ada target penerimaan Bea Masuk KPPBC Entikong setiap tahun untuk memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) (Barang Bukti di Berkas Perkara Iwan Jaya, SH, MM Pledoi Penasehat Hukum, yaitu Bukti PH V-2 s.d. V-5);
Bukti P-12 : Fotokopi Laporan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah TA 2009 KPPBC Tipe A3 Entikong yang ditandatangani pada tanggal 1 Februari 2010 oleh H. Langen Projo selaku oleh Kepala Kantor (Barang Bukti di Berkas Perkara Iwan Jaya, SH, MM, Pledoi Penasehat Hukum, yaitu Bukti PH V- 1);
Bukti P-13 : Fotokopi Laporan Hasil Audit Compliance oleh Inspektorat II, Inspektorat Jenderal, Kemenkeu pada KPPBC Tipe A3 Entikong (Barang Bukti di Berkas Perkara Iwan Jaya, SH, MM, Pledoi Penasehat Hukum, yaitu Bukti PH VI-2);
Bukti P-14 : Fotokopi Kartu Tanda Penduduk a/n. Iwan Jaya (Pemohon Prinsipal) (Nomor KTP. 3175062907750018 18) Bukti P-15 : Fotokopi Kartu Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan a/n. Iwan Jaya (NIP.
.
Bukti P-18 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.01/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 38 Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai.
Bukti P-19.1 : Fotokopi Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor KEP-126/BC/UP.2/1997 tanggal 24 Maret 1997 dan menjabat sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong;
Bukti P-19.2 : Fotokopi Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor 91/BC/UP.9/2008 tanggal 26 Agustus 2008 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon IV di Lingkungan DJBC sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Tipe Madya Entikong;
Bukti P-19.3 : Fotokopi Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor 48/BC/UP.9/2009 tanggal 16 Juli 2009 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon IV di Lingkungan DJBC sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Tipe Madya Entikong;
Bukti P-20 : Fotokopi Surat Penyelesaian PIB (Pemberitahuan Impor Barang) PT. PLN Persero;
Bukti P-21 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Selain itu, Pemohon mengajukan dua orang ahli yang menyampaikan keterangan secara lisan dan tertulis pada sidang tanggal 9 November 2015, yang pada pokoknya sebagai berikut.
Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. Ahli adalah pengajar pada Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Tindakan menetapkan ( beschikken ) terhadap kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean dituangkan dalam bentuk keputusan tata usaha negara ( beschikking ) yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman, yang dimaksud Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) adalah tempat yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 39 ditunjuk pada perbatasan wilayah negara untuk memberitahukan dan menyelesaikan kewajiban pabean terhadap barang yang dibawa oleh pelintas batas. Keberadaan PPLB ditetapkan berdasarkan kesepakatan RI dengan negara tetangga. PPLB paling sedikit terdapat unsur bea dan cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan, yang menyelenggarakan pelayanan di bidang keimigrasian, kepabeanan, karantina, keamanan, dan administrasi pengelolaan, dengan difasilitasi oleh pemerintah daerah. Salah satu PPLB adalah PPLB Entikong yang secara struktural atau kelembagaan merupakan unit pelaksana atau bagian dari Kantor Pabean Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. PPLB Entikong adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Kantor Pabean Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat Undang- Undang kepada organ pemerintahan. Dalam atribusi penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan itu sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris). Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, melainkan hanya ada pelimpahan wewenang. Tanggaung jawab yuridis dalam hal ini berada pada penerima delegasi ( delegataris ) dan bukan pada pemberi delegasi ( delegans ). Mandat terjadi ketiga organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Dalam hal ini tanggung jawab tetap berada di tangan pemberi mandat ( mandans ) dan bukan pada penerima mandat ( mandataris ). PPLB adalah mandataris yang bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat ( mandans ), sehingga tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans . Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 40 Secara kelembagaan PPLB memiliki kedudukan sebagai unit kerja dari kantor pabean, maka keberadaannya tidak memerlukan penetapan Menteri Keuangan. Penetapan demikian diperlukan oleh kantor pabean. Anggapan bahwa PPLB memerlukan penetapan menteri keuangan adalah anggapan uang menyalahi kaidah dalam UU dan menyalahi norma hukum administrasi, karena UU jelas mengatur bahwa yang membutuhkan penetapan ( beschikken ) dari menteri yang dituangkan dalam bentuk keputusan TUN yakni kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean. Masalah muncul ketika Pasal 5 ayat (3) UU Kepabeanan memiliki penjelasan. Menurut UU 12/2011 penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi, sehingga penjelasan hanya memuat uraian mengenai frasa, kata, kalimat, atau padanan kata atau istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma. Kalimat “dan menetapkan adanya kantor pabean” dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) merupakan norma yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk melakukan perbuatan hukum ( rechtshandeling ) dalam bentuk keputusan ( beschikken ) yaitu keputusan tentang penetapan kawasan pabean atau kantor pabean. Hal demikian secara keilmuan salah karena fungsi penjelasan bukan menetapkan norma. Rumusan Pasal 5 ayat (3) telah jelas dan tegas serta tidak mengandung norma samar (vague norm ), sehingga tidak memerlukan adanya penjelasan. Penjelasan itu tidak boleh menyimpangi ketentuan dalam batang tubuh. Dengan demikian penjelasan Pasal 5 ayat (3) akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena masyarakat tidak bisa membedakan mana yang bisa dijadikan dasar hukum, apakah batang tubuh atau keseluruhan bunyi peraturan tersebut. Hal demikian bertentangan dengan asas Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 41 kepastian hukum ( rechtszakerheid beginsel ) yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) sudah jelas, hal yang menjadi masalah adalah penjelasannya. Penjelasan Pasal 5 ayat (3) sesungguhnya tidak diperlukan karena mengandung masalah-masalah hukum. Jika penjelasan suatu UU nyata-nyata mengandung masalah, maka sudah dengan sendirinya penjelasan tersebut tidak berlaku. Kekeliruan penegak hukum bukan pada pemahaman apakah PPLB Entikong membutuhkan penetapan menteri, melainkan karena tidak memahami mekanisme pelimpahan wewenang atau pelaksanaan tugas di dalam lingkup pemerintahan, yaitu tentang atribusi, delegasi, dan mandat. Jika penegak hukum menafsirkan bahwa PPLB harus mendapatkan pengesahan Menteri Keuangan, maka konsekuensi hukumnya adalah semua kegiatan yang telah dan sedang berlangsung di setiap PPLB harus dianggap tidak memiliki keabsahan ( onrechtmatig ) dan perolehan negara dari sektor ini (pungutan bea masuk, PNPB, PDRI, dsb) harus pula dianggap illegal ( onwetmatig ). Untuk memahami delegasi atau mandat harus terlebih dahulu memahami struktur organisasi pemerintahan. Kekeliruan dalam memahami struktur organisasi akan menyebabkan kekeliruan dalam menerapkan apakah suatu tindakan merupakan delegasi atau mandat. Perlu ada ketentuan bahwa kawasan pabean lebih merujuk pada sifat fisik, sementara kantor adalah untuk administrasi.
Drs. Ahmad Dimyati, M.M. Ahli adalah PNS Widyaiswara pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan. Fungsi kawasan pabean dan kantor pabean telah dijelaskan dalam Pasal 1 butir 3 dan butir 4 UU 17/2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan satu kesatuan dengan pasal-pasal lain. Kawasan pabean ditetapkan untuk keperluan pelayanan, kelancaran lalu lintas barang, dan pengawasan. Kawasan pabean merupakan sarana untuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 42 memudahkan penyelesaian kewajiban pabean, barang dibongkar di kawasan pabean sambil menunggu penyelesaian impornya. Hal ini dapat memudahkan penyelesaian kewajiban pabean. Namun demikian keberadaan kawasan pabean tidak mutlak. Pembongkaran dan penimbunan barang dapat juga dilakukan di tempat lain dengan izin pabean. Pasal 10A ayat (1) mengatur bahwa barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) wajib dibongkar di kawasan pabean atau dapat dibongkar di tempat lain setelah mendapat izin kepala kantor pabean. Dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tidak secara tegas menjelaskan dimana pemenuhan kewajiban pabean dapat dilakukan, apakah di kawasan pabean atau di kantor pabean. Hal demikian memunculkan berbagai pemaknaan (multitafsir) atas Penjelasan Pasal 5 ayat (3) UU 17/2006. Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) dijelaskan tujuan penetapan kawasan pabean, yaitu “ Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean ”. Namun penetapan kantor pabean tidak dijelaskan tujuannya, sehingga dapat ditafsirkan tujuan penetapan kawasan pabean sama dengan tujuan penetapan kantor pabean. Pasal 5 ayat (4) UU 17/2006 mengatur bahwa penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean dilakukan oleh menteri. Penjelasan Pasal 5 ayat (4) hanya menyatakan cukup jelas. Tidak adanya penjelasan dapat menimbulkan penafsiran bahwa jika kawasan pabean belum ditetapkan oleh menteri, maka kegiatan impor atau ekspor adalah tidak sah. Penjelasan Pasal 5 ayat (4) diperlukan untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda yang dapat merugikan aparat pabean dalam menjalankan tugasnya. Penetapan kawasan pabean bertujuan untuk memudahkan pengawasan pabean sambil menunggu penyelesaian kewajiban pabeannya. Prosedur penyelesaian kewajiban pabean dapat dilakukan di Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 43 tempat-tempat yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean atau di tempat lain asalkan di tempat tersebut dapat dilakukan pengawasan pabean. Ahli menyimpulkan bahwa:
Pemenuhan kewajiban pabean dianggap sah apabila dilakukan di kantor pabean, yang mana kantor pabean tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Keberadaan kawasan pabean dimaksudkan untuk memudahkan Dirjen Bea dan Cukai dalam melakukan pelayanan dan pengawasan kepabeanan, sehingga sahnya pemenuhan kewajiban pabean tidak tergantung adanya kawasan pabean.
Kurang jelasnya penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan tidak adanya penjelasan Pasal 5 ayat (4) dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda, sehingga pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan aparat pabean berdasarkan Undang-Undang menjadi ilegal dan pungutan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang yang dilakukan di tempat- tempat yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean menjadi tidak sah. Dalam kasus kawasan lintas batas Entikong, semua barang dari luar negeri, dalam hal ini dari Malaysia, masuknya lewat KLB Entikong agar tidak lewat sembarang tempat. Menurut Undang-Undang walaupun belum ditetapkan, namun tetap sah pengajuan PIB dan pembayaran biaya masuknya untuk kepentingan negara. Perlu menetapkan apa fungsi kantor pabean agar tidak terjadi salah pengertian dengan fungsi dari kawasan pabean. Kantor pabean adalah tempat menyelesaikan kewajiban pabean, sedangkan kawasan pabean adalah sarana saja, yaitu tempat lalu lintas keluar masuk barang impor dan ekspor. Menurut UU Kepabeanan semua barang yang masuk kawasan pabean dianggap sebagai barang impor yang harus disertai dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) dan terutang biaya masuk. Kawasan pabean gunanya adalah untuk lalu lintas barang. Karena barang dari luar daerah pabean masuk ke dalam daerah pabean, maka tidak boleh Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 44 di sembarang tempat untuk melakukan pembongkaran. Jika dilakukan pembongkaran di sembarang tempat akan dikenai pasal pidana penyelundupan. PPLB Entikong belum ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai kawasan pabean, namun hal demikian tidak menjadikan tidak sah pungutan biaya masuk penyelesaian kewajiban pabean. Di luar Jawa banyak PPLB terutama di muara-muara sungai. Di tempat dimaksud tidak ada kegiatan ekspor-impor namun dalam rangka pengawasan, Bea dan Cukai mendirikan pos di sana. Semua kantor pabean maupun pos pengawasan pabean sudah ditetapkan oleh Menteri. Kawasan pabean belum semua ditetapkan oleh Menteri karena persyaratan untuk menetapkan kawasan pabean tersebut harus ada usulan dari pengelola tempat tersebut, dalam hal ini misalnya pos lalu lintas di lintas batas Entikong. Bongkar muat barang harus dilakukan di kawasan pabean. Penetapan kawasan pabean ini dilakukan oleh menteri. Barang tidak boleh dikeluarkan dari kawasan pabean sebelum ada ijin dari pihak Bea dan Cukai. Bisa saja ada kawasan yang belum ditetapkan oleh Menkeu sebagai kawasan pabean, namun tetap boleh dilakukan kegiatan pabean, misalnya tempat khusus untuk bongkar muat impor sapi karena hal demikian tidak dapat dilakukan di pelabuhan pada umumnya. [2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Presiden menyampaikan keterangan __ secara __ lisan dalam persidangan tanggal 28 Oktober 2015, serta menyampaikan keterangan tertulis masing-masing tanpa tanggal, bulan Oktober 2015 yang diterima ddalam Persidangan Mahkamah tanggal 28 Oktober 2015, yang pada pokoknya sebagai berikut. Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Pemohon Sehubungan dengan kedudukan hukum ( legal standing ) Para Pemohon Pemerintah berpendapat: Bahwa Pemerintah perlu menyampaikan keterkaitan kepentingan Pemohon dengan keberlakuan norma dari ketentuan a quo , karena menurut Pemerintah atas permasalahan yang dihadapi oleh Pemohon sejatinya bukanlah permasalahan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 45 konstitusionalitas norma hukum atau constitutional review melainkan masalah penerapan norma hukum yang sesungguhnya apa yang tejadi dalam perkara yang dihadapi oleh Pemohon adalah murni dari kewenangan Penegak Hukum yang mendasari dakwaannya bukan berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang a quo namun didasarkan dari pasal-pasal yang terkait dengan tindak pidana yang didakwakan. Berdasarkan uraian di atas, Pemerintah perlu mempertanyakan kepentingan Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas keberlakuan Penjelasan ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo . Juga apakah terdapat kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, dan apakah ada hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat, Pemohon dalam permohonan inf tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum ( legal standing ), sehingga adalah tepat jika Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard ). Namun demikian, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) atau tidak dalam permohonan Pengujian Undang-Undang a quo , sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Keterangan Pemerintah Atas Materi Permohonan Yang Dimohonkan Untuk Diuji Sebelum Pemerintah memberikan keterangannya atas materi pokok permohonan Pemohon yang diuji, Pemerintah menyampaikan hal-hal sebagai berikut: Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 46 Tahun 1945 bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan. Bahwa dalam upaya untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas pelayanan publik, untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, untuk mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan, perlu pengaturan yang lebih jelas dalam pelaksanaan kepabeanan. Perkembangan yang cepat dalam dunia perdagangan terutama dalam bidang perdagangan interasional menuntut suatu negara untuk membuat suatu peraturan yang mengatur mengenai perdagangan internasional khususnya dalam bidang Kepabeanan. Seperti halnya pengaturan mengenai bea masuk anti dumping, pengendalian impor atau ekspor barang yang sangat dibutuhkan agar kegiatan lalu lintas barang dalam suatu negara dapat berjalan dengan balk sehingga tidak akan mengganggu perekonomian negara tersebut. Atas dasar hal tersebut maka peraturan mengenai bidang Kepabeanan sangat diperlukan oleh suatu Negara dalam menjaga sistem perekonomian nasional dan kegiatan perdagangan intemasionalnya. Selain hal-hal tersebut di atas, peraturan mengenai kepabeanan juga sangat diperlukan untuk mengamankan pendapatan keuangan negara, mengingat pendapatan negara yang berasal dari. bidang kepabeanan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara. Bahwa untuk mencapai dari tujuan berbangsa dan bemegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan alinea IV UUD 1945 Negara telah membentuk Pemerintahan yang mempunyai kekuasaan dalam pengelolaan keuangan Negara. Pemerintah dalam menjalankan salah satu kekuasaannya tersebut telah menunjuk Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Pengelolaan keuangan Negara yang dibentuk secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebagai amanat dari Pasal 23C UUD 1945 mengatur mengenai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 47 terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan Negara yang diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Kementerian Keuangan selaku kuasa Bendahara Umum Negara melakukan pengelolaan keuangan Negara di bidang lalu lintas barang masuk dan keluar wilayah Republik Indonesia dengan menunjuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai unsur pelaksana tugas pokok Kementerian Keuangan dalam bidang Kepabeanan dan Cukai. Selanjutnya dalam menjalankan tugasnya terhadap pengamanan hak negara berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 74 UU Kepabeanan. Adapun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai fungsi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Kepabeanan yaitu sebagai:
Trade Facilitator atau pemberian fasilitas perdagangan dimana tujuan yang diharapkan agar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mampu menjamin kelancaran arus barang, menekan biaya tinggi berkaitan dengan proses penyelesaian barang ekspor dan impor, dan sekaligus mampu menciptakan iklim perdagangan intemasional yang kondusif guna mendukung perekonomian nasional;
Industrial Assistance atau dukungan terhadap industri dalam negeri, dimana tujuan yang ingin dicapai agar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mampu mendukung industri dalam negeri melalui pemberian berbagai fasilitas dan kemudahan kepabeanan, memberikan perlindungan dan membantu peningkatan daya saing industri melalui pencegahan masuknya barang-barang illega/trade, serta membantu peningkatan daya saing produksi dalam negeri.
Revenue Collector atau pemungutan penerimaan Negara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus mampu mengoptimalkan segala upaya untuk memberikan kontribusi penerimaan Negara dan melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran penerimaan negara, terutama yang berkaitan dengan penerimaan dari pajak lalu lintas barang;
Community Protector atau perlindungan masyarakat, pelaksanaan fungsi ini bertujuan supaya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mampu mencegah dan mengawasi masuknya barang-barang yang dapat merusak mental, moral dan kesehatan masyarakat. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 48 Bahwa UU Kepabeanan mengatur mengenai pemenuhan kewajiban pabean termasuk di dalamnya kewajiban atas pajak lalu lintas barang masuk dan keluar sesuai dengan amanat dalam Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang, oleh karenanya dibentuklah Undang-Undang Kepabeanan sebagai salah satu bagian dari sistem pengelolaan keuangan Negara di Indonesia. Bahwa seiring dengan perkembangan peraturan di bidang kepabeanan dan untuk mengantisipasi adanya pelanggaran dalam bidang kepabeanan, peraturan kepabeanan yang telah ada semenjak diberlakukannya Indische Tarief Wet (Undang-Undang Tarif Indonesia) Staatsblad 1873 Nomor 35, diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Dengan adanya Undang-Undang Kepabeanan yang baru diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dalam dunia usaha. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berfungsi sebagai fasilitator perdagangan harus dapat membuat suatu aturan hukum yang mampu mengantisipasi perkembangan dalam masyarakat guna memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih balk dan lebih cepat. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang- Undang tersebut di atas, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki instansi vertikal yang salah satunya adalah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong yang merupakan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean C di bawah Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Barat yang terletak di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Bagian Barat. Kantor Entikong tersebut telah melakukan pelayanan Kepabeanan kepada pengguna jasa berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. Hal ini diperkuat dengan adanya Border Trade Agreement (BTA) tahun 1970 tentang perjanjian perdagangan lintas batas antara Indonesia-Malaysia yang menyatakan rnasyarakat sekitar Lintas Batas bisa berbelanja ke Malaysia maksimal 600 ringgit per orang/per bulan dengan menggunakan Kartu Identitas Lintas Batas (KILB). Pelaksanaan pelayanan Kepabeanan juga didukung dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 1995 yang menyatakan pada intinya di Entikong terdapat dua jalur perdagangan, yaitu jalur perdagangan tradisional menggunakan Kartu Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 49 Identitas Lintas Batas (KILB) dan jalur perdagangan modern menggunakan tata niaga impor dan ekspor yang berlaku. Pemerintah perlu menyampaikan keterkaitan kepentingan Pemohon dengan keberlakuan norma dari ketentuan a quo , karena menurut Pemerintah atas permasalahan yang dihadapi oleh Pemohon sejatinya bukanlah permasalahan konstitusionalitas norma hukum atau constitusional review melainkan masalah penerapan norma hukum yang sesungguhnya apa yang tejadi dalam perkara yang dihadapi oleh Pemohon adalah murni dari kewenangan Penegak Hukum yang mendasari dakwaannya bukan berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang a quo namun didasarkan dari pasal-pasal yang terkait dengan tindak pidana yang didakwakan. Berdasarkah uraian di atas, Pemerinlah perlu mempertanyakan kepentingan Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas keberlakuan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo . Juga apakah terdapat kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, dan apakah ada hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Oleh Karena itu, Pemerintah berpendapat, Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum ( legal standing ), sehingga adalah tepat jika Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelljk verklaard ). Namun demikian Pemerihtah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) atau tidak dalam permohonan Pengujian Undang-Undang a quo , sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Sehubungan dengan materi permohonan yang diajukan untuk diuji, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangannya sebagai berikut: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 50 Bahwa pengertian dari kawasan pabean berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sedangkan pengertian Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajibah pabean. Selanjutnya pengertian Pos Pengawasan Pabean sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 5 adalah tempat yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor. Bahwa terkait dengan pengertian “pemenuhan kewajiban pabean” berdasarkan PasaI 1 angka 6 didefinisikan sebagai semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam undang- undang kepabeanan. Kewajiban pabean tersebut dibagi dalam dua besaran yaitu kewajiban bersifat administratif dan kewajiban bersifat fisik. Dasar pemenuhan kewajiban bersifat administrasi adalah sebagai berikut:
pemberitahuan pabean adalah kewajiban dalam bentuk administrasi, sebagaimana Pasal 1 angka 7 UU Kepabeanan “ Pemberitahuan pabean adalah pernyataan yang dlbuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang- undang ini (Kepabeanan) ”;
Pelayanan atas kewajiban bersifat administrasi berupa penyampaian pemberitahuan pabean, dilakukan di kantor pabean, sesuai Pasal 5A ayat (2) UU Kepabeanan yang menyatakan bahwa “ Pemberitahuan pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean ”. Dasar pemenuhan kewajiban bersifat fisik adalah sebagai berikut: Berdasarkan Pasal 10A ayat (1) UU Kepabeanan, “ barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) wajib dibongkar di kawasan pabean atau dapat dibongkar di tempat lain setelah mendapat izin kepala kantor pabean. ” Bahwa keberadaan kawasan pabean dalam pemenuhan kewajiban pabean tidak mutlak ada sebagaimana disebutkan pada Pasal 10A ayat (1) tersebut yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 51 memuat frasa “tempat lain”, yang mengandung arti terdapat tempat lain untuk dilakukan pemenuhan kewajiban pabean. Undang-Undang Kepabeanan juga mengatur tentang jenis pemeriksaan pabean yang meliputi pemeriksaan dokumen (administrasi) dan pemeriksaan fisik sebagaimana Pasal 3 ayat (2) UU Kepabeanan “ Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. ” Dengan demikian berdasarkan sifaf pemenuhan kewajiban pabean, fungsi kantor pabean adalah dalam rangka pemenuhan kewajiban bersifat administratif, sedangkan fungsi kawasan pabean atau tempat lain adalah dalam rangka pemenuhan kewajiban bersifat fisik. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Kepabeanan yang menyatakan, “ Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean. ” Adapun berdasarkan penjelasan Pasal 5 ayat (3) UU Kepabeanan menyatakan: “ Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu-lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang- undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean. Penunjukan pos pengawasan pabean dimaksudkan untuk tempat pejabat bead an cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean. ” Berdasarkan ketentuan di atas pemenuhan kewajiban pabean ada di kantor pabean. Oleh karena itu dalam rangka pemenuhan kewajiban pabean tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menetapkan adanya Kantor Pabean (dhi. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai). Sedangkan keberadaan Kawasan Pabean atau tempat lain, dan Pos Pengawasan Pabean merupakan pendukung dalam proses pemenuhan kewajiban pabean. Dengan penjelasan tersebut di atas, menurut Pemerintah ketentuan a quo jelas tidak multitafsir karena baik dari substansi maupun penjelasannya sudah menunjukkan secara tegas bahwa pemenuhan kewajiban pabean di Kantor Pabean. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas disimpulkan bahwa dalam proses impor dan ekspor, syarat utama dalam pemenuhan kewajiban kepabeanan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 52 adalah Kantor Pabean. Sedangkan Kawasan Pabean merapakan kelengkapan dalam memudahkan pelayanan dan pengawasan yang tidak mutlak ada dalam pemenuhan kewajiban pabean. Sehubungan dengan petitum Pemohon yang menyatakan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan tafsir konstitusional terhadap Penjelasan Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo dengan menyatakan konstitusional bersyarat ( conditionally constitutional ) pada masing-masing penjelasan ayatnya, Pemerintah berpendapat bahwa:
Berdasarkan teknik penyusunan dalam Lampiran II butir 176 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-Undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. OIeh Karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud, selanjutnya dalam Lampiran II butir 177 Undang-Undang Namor 12 Tahun 2011 yang menyatakan penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.
Hal tersebut juga menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 46/PUU-XII/2014 yang berpendapat sebagai berikut: “ dari sisi pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, penjelasan pasal seharusnya tidak memuat norma, karena penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi Pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. ” Dengan demikian berdasarkan ketentuan di atas, terhadap petitum pemohon menurut Pemerintah bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk dapat mengubah penjelasan dalam Ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo sesuai yang permintaan Pemohon. Hal ini didasarkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 53 kepada persyaratan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (3) UU Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon wajib _menguraikan dengan jelas bahwa: _ b. Materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau baglan undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” 3. Ketentuan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU Kepabeanan justru sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, oleh karena itu Pemerintah tidak sependapat dengan Pemohon untuk merubah atau menambahkan penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU Kepabeanan, karena penjelasan pasal tersebut sudah jelas. Sedangkan masalah yang dihadapi oleh Pemohon sejatinya bukanlah permasalahan konstitusional norma hukum, melainkan masalah implementasi norma hukum (permasalahan hukum pidana) yang dialami Pemohon. Tanggapan/Jawaban Pemerintah Terhadap Keterangan Ahli Pemohon Dan Hakim Mahkamah Konstitusi Dengan memperhatikan secara cermat keterangan para ahli pemohon dan pertanyaan Mahkamah Konstitusi dalam persidangan, Pemerintah memberikan tanggapan sebagai berikut: A. Bahwa terhadap keterangan ahli pemohon yang menyatakan ketentuan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) bertentangan dengan ketentuan Pasal-Pasal yang ada dalam UUD 1945, Pemerintah berpendapat:
Berdasarkan Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, penjelasan hanya berfungsi sebagai tafsir resmi pembentukan Peraturan perundang- undangan atas norma tertentu sehingga penjelasan tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Selanjutnya penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat sebuah norma baru.
Bahwa penjelasan ketentuan a quo sudah sejalan dengan norma batang tubuh yang mengatur pemenuhan kewajiban pabean yang terdapat dalam Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 54 kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean ditetapkan oleh Menteri. B. Bahwa terhadap pertanyaan Hakim Patrialis Akbar, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut: Mengenai Pos Pengawasan, memang ada perbedaan terminologi antara Pos Pengawasan dengan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang ada di Entikong ini, bahwa pengertian Pos Pengawasan Pabean sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 5 Undang-Undang a quo . Biasanya Pos Pengawasan ada di muara-muara yang kecil-kecil, sehingga fungsinya hanya untuk mengawasi berbeda dengan terminologi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang terminologinya dibuat oleh Pemerintah Pusat berdasarkan hasil perjanjian Border Trade Agreement (BTA) tahun 1970 antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia didukung dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 1995. Oleh karena itu, berdasarkan Permen tersebut Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong merupakan bagian dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Entikong. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai struktur organisasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui Surat keputusannya akan menetapkan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terdiri dari Kantor Pusat Bea dan Cukai, Kantor Wilayah Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, serta Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai diikuti dengan kedudukan, tugas, dan fungsi dari masing-masing kantor tersebut. Dalam penetapan kantor- kantor pabean tersebut Kementerian Keuangan selalu melakukan koordinasi dan persetujuan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selanjutnya, dalam penempatan pegawai bea dan cukai selalu merujuk pada kantor bea dan cukai tujuan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang penugasan pegawai yang antara lain mencantumkan identitas pegawai, jabatan, kantor tempat bertugas. Penetapan dalam rangka penugasan pegawai dalam jabatan tersebut dengan mempertimbangkan pemenuhan kualifikasi teknis dan administrasi pegawai yang bersangkutan. Sehingga tidak mungkin ada pegawai bea dan cukai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 55 ditempatkan yang tidak ada kantornya seperti yang tertuang dalam surat keputusan mutasi bagi setiap pegawai Bea Cukai selalu diberikan keterangan tempat dan jabatannya di dalam Surat Keputusan tersebut. Sehingga dengan penunjukan pegawai di tempat tersebut sudah sesuai dengan kewenangan Undang-Undang Kepabeanan. Kesimpulan Terhadap Materi/Muatan Permohonan Pemohon Yang Diuji Berdasarkan keterangan dan argumen di atas, pemerintah berkesimpulan bahwa sesungguhnya pendapat para ahli pemohon lebih mencerminkan adanya usu|an untuk mengubah penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo sesuai dengan yang diinginkan oleh Pemohon, sehingga usulan untuk mengubah penjelasan tersebut bukanlah sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji undang-undang dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Jikapun penjelasan pasal a quo dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, ketentuan a quo tidak mengubah makna atau menghilangkan sama sekali substansi dari ketentuan norma batang tubuhnya. Petitum Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal _standing); _ 2. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima ( niet onvantkelijk verklaard );
Menerima Keterangan Pemerintah secara keseluruhan;
Menyatakan ketentuan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak bertentangan dengan Pasal Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 56 23 ayat (1), Pasal 23A, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. [2.4] Menimbang bahwa Pemohon telah menyampaikan kesimpulan yang diterima Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 17 November 2015, yang pada pokoknya tetap pada pendiriannya [2.5] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini;
PERTIMBANGAN HUKUM Kewenangan Mahkamah [3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076, selanjutnya disebut UU Nomor 48/2009), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar; [3.2] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah untuk menguji konstitusionalitas norma Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 57 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661), sehingga Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
badan hukum publik atau privat; atau
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian; [3.4] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 September 2007, serta putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 58 b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; c kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab-akibat ( causal verband ) __ antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut pada paragraf [3.3] dan [3.4] di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon sebagai berikut: [3.6] Menimbang bahwa pada pokoknya Pemohon mendalilkan sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang menjabat sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, periode September 2008 sampai dengan Maret 2011. Pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya dirugikan karena adanya Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006. Adanya Penjelasan ketentuan a quo mengakibatkan Pemohon disangka/didakwa/dituntut/diputus oleh aparat penegak hukum telah melakukan perbuatan melawan hukum karena melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean oleh Menteri Keuangan. [3.7] Menimbang bahwa kedudukan Pemohon dalam kapasitasnya sebagai perseorangan warga negara, pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong, telah dibuktikan dengan identitas diri berupa fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), fotokopi Kartu Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai, serta fotokopi Surat Keputusan Dirjen Bea dan Cukai (vide bukti P-14, bukti P-15, bukti P-19.1, bukti P-19.2, dan bukti P-19.3). Bahwa Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh Pemohon, menurut Mahkamah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 59 memiliki hubungan sebab akibat ( causal verband ) berupa timbulnya kerugian konstitusional bagi Pemohon, yaitu Pemohon dikenai sangkaan/dakwaan/tuntutan melawan hukum karena tindakannya melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean dan/atau kantor pabean oleh Menteri Keuangan. Kerugian konstitusional demikian memiliki kemungkinan untuk tidak lagi terjadi seandainya Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon yaitu menyatakan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak ditafsirkan sebagaimana dikehendaki oleh Pemohon (vide petitum pada permohonan). Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah menilai Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo . [3.8] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo , dan Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo maka selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan; Pokok Permohonan [3.9] Menimbang bahwa pada pokoknya Pemohon menyatakan mengalami kerugian konstitusional yang ditimbulkan oleh penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (4) UU 17/2006. Pemohon dikenai sangkaan/dakwaan/tuntutan melawan hukum karena tindakannya melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong, yang mana PPLB Entikong bukan merupakan kawasan pabean dan/atau kantor pabean, serta belum ditetapkan oleh Menteri. Menurut Pemohon, PPLB Entikong sejak tahun 1995 hingga saat Pemohon bertugas di sana, telah dipergunakan untuk melakukan pemenuhan kewajiban pabean. Tindakan Kepolisian dan Kejaksaan yang menafsirkan bahwa di PPLB Entikong tidak dapat dilakukan pemenuhan kewajiban pabean telah mengakibatkan kerugian bagi Pemohon. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 60 [3.10] Menimbang bahwa meskipun yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon hanya Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006, namun menurut Mahkamah penjelasan kedua ayat tersebut terkait dengan keseluruhan konstruksi/rumusan ketentuan Pasal 5 dan Penjelasan sebagai berikut: “ (1) Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean. (2) Pemberitahuan pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean. (3) Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean, ditetapkan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean. (4) Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean dilakukan oleh Menteri. ” Adapun Penjelasan Pasal 5 UU 17/2006 mengatur bahwa: “ Ayat (1) Dilihat dari keadaan geografis Negara Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan negara kepulauan, maka tidak mungkin menempatkan pejabat bea dan cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari daerah pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan kewajiban pabean hanya dapat dilakukan di kantor pabean. Penegasan bahwa pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean maksudnya yaitu jika kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk sebagai kantor pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang ini. Dengan demikian, pengawasan lebih mudah dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi kewajiban pabean seperti penyerahan pemberitahuan pabean atau pelunasan bea masuk telah dibatasi dengan penunjukan kantor pabean yang disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan. Pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di kantor pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan kepentingan perdagangan dan perekonomian, atau apabila dengan cara tersebut kewajiban pabean dapat dipenuhi dengan lebih mudah, aman, dan murah. Pemberian kemudahan berupa pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di kantor pabean tersebut bersifat sementara. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 61 Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, Undang-Undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean. Penunjukan pos pengawasan pabean dimaksudkan untuk tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean. Ayat (4) Cukup Jelas. ” Bahwa setelah mencermati Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 5 UU 17/2006 dimaksud, dalam kaitannya dengan permohonan Pemohon, Mahkamah berpendapat bahwa inti permasalahan yang dialami Pemohon adalah adanya penjelasan yang menyatakan bahwa di pos pengawasan pabean tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean [vide Penjelasan ayat (3)]. Pokok permasalahan demikian menurut Pemohon telah merugikan hak konstitusionalnya yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. [3.11] Menimbang bahwa teknik penyusunan Penjelasan Undang-Undang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan khususnya pada Lampiran II angka 176, 177, dan 178. Ketentuan tersebut mengatur sebagai berikut: “ 176. Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 62 177. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma. 178. Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang- undangan. ” Dari ketentuan demikian, Mahkamah berpendapat bahwa bagian penjelasan suatu Undang-Undang muncul dalam konteks bahwa ketentuan dalam batang tubuh Undang-Undang dimaksud tidak cukup mudah dipahami, bahkan memiliki kemungkinan menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan yang dikehendaki oleh batang tubuh Undang-Undang. Penjelasan suatu Undang- Undang harus dibaca setelah membaca batang tubuh Undang-Undang dimaksud. Artinya setelah batang tubuh suatu Undang-Undang dibaca namun tidak ditemukan kejelasan makna atau arti, maka pembacaan dapat diteruskan pada bagian penjelasan Undang-Undang. Dengan demikian, seandainya suatu norma dalam batang tubuh Undang-Undang telah memiliki kejelasan makna/arti maka bagian penjelasan Undang-Undang tidak lagi cukup signifikan untuk dibaca. [3.12] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon terutama mengenai penafsiran atas istilah “pos pengawasan pabean”, dalam kaitannya dengan pemenuhan kewajiban pabean, Mahkamah menilai ketentuan atau pengaturan pos pengawasan pabean pada Pasal 5 telah cukup jelas, terutama mengenai kewenangan pelayanan pabean. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang a quo telah jelas menyatakan bahwa pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean. Rumusan Pasal 5 ayat (1) demikian telah jelas menyatakan bahwa pemenuhan kewajiban pabean hanya dapat dilakukan di dua jenis tempat, yaitu a) kantor pabean; dan b) tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean. Dari ketentuan demikian dapat dikatakan bahwa di tempat-tempat selain kantor pabean tidak dapat dilakukan pemenuhan kewajiban pabean sepanjang tempat lain tersebut tidak secara hukum dinyatakan disamakan dengan kantor pabean. Pos pengawasan pabean menurut Pasal 5 ayat (3) tidak sama dengan kantor pabean. Jika pos pengawasan pabean oleh pembentuk Undang-Undang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 63 disamakan dengan kantor pabean, maka rumusan Pasal 5 ayat (3) tentu tidak akan memerinci atau membedakan adanya tiga entitas berupa kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean. Pasal 5 ayat (3) menegaskan keberadaan pos pengawasan pabean dengan menyatakan bahwa “ Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean, ditetapkan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean ”. Ayat (3) tersebut mengatur mengenai dan/atau membedakan antara organ yang melakukan “pelaksanaan” dan organ yang melakukan “pengawasan” pemenuhan kewajiban pabean. Jika Pasal 5 ayat (3) dihubungkan dengan ayat (1) Mahkamah menemukan dua kelompok organ, yaitu a) organ pelaksana pemenuhan kewajiban pabean, yang terdiri dari “kantor pabean” dan “tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean”; kemudian b) organ yang melakukan “pengawasan” yaitu “pos pengawasan pabean”. Dari ketentuan tersebut telah jelas bagi Mahkamah bahwa pos pengawasan pabean adalah tempat untuk mengawasi pemenuhan kewajiban pabean, dan bukan merupakan tempat untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban pabean, kecuali jika pos pengawasan pabean tersebut secara hukum telah disamakan dengan kantor pabean. [3.13] Menimbang bahwa dalam kaitannya dengan Penjelasan Pasal 5 ayat (3), Mahkamah justru menemukan bahwa penjelasan dimaksud semakin menguatkan maksud norma Pasal 5 ayat (3) juncto ayat (1), yaitu pada pos pengawasan pabean tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean. Mahkamah tidak menemukan adanya ketidakjelasan makna pada bagian penjelasan jika bagian penjelasan dimaksud dibaca setelah membaca Pasal 5 secara keseluruhan. [3.14] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan telah mengalami perlakuan berbeda, yaitu dianggap melakukan tindakan/perbuatan pidana karena telah melaksanakan pelayanan pemenuhan kewajiban pabean di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, sementara menurut Pemohon praktik yang sama telah dilakukan sejak lama oleh para pejabat pendahulu, dengan landasan berbagai peraturan perundang- undangan di bawah Undang-Undang, namun tidak pernah dipermasalahkan oleh Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 64 penegak hukum. Mahkamah berpendapat bahwa hal demikian bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas norma Undang-Undang, melainkan merupakan permasalahan implementasi atau penerapan norma suatu Undang-Undang, dan karenanya Mahkamah tidak berwenang untuk mengadilinya. [3.15] Menimbang bahwa pengujian konstitusionalitas membutuhkan adanya dasar pengujian untuk menilai norma suatu Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Dasar pengujian tersebut berupa norma hukum yang terkandung di dalam UUD 1945. Dasar pengujian yang dimohonkan oleh Pemohon dalam perkara ini adalah Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 sebagai landasan untuk mendalilkan hak konstitusionalnya yang dirugikan oleh ketentuan yang dimohonkan pengujian. Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23A UUD 1945 pada pokoknya mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta mengatur mengenai hak negara untuk memungut pajak atau pungutan lainnya. Adapun Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 melindungi hak konstitusional warga negara untuk bekerja, mendapat imbalan, serta memperoleh perlakuan adil dan layak, dalam hubungan kerja. Ketentuan-ketentuan UUD 1945 yang diajukan oleh Pemohon sebagai dasar pengujian tersebut, menurut Mahkamah tidak tepat dipergunakan untuk menilai konstitusionalitas Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon. Penjelasan Pasal 5 UU 17/2006 yang dipermasalahkan oleh Pemohon adalah terbatas/spesifik mengenai keberadaan pos pengawasan pabean atau tempat lain yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kewajiban pabean. Hal demikian menurut Mahkamah jelas tidak memiliki korelasi dengan hak konstitusional Pemohon untuk bekerja, karena kedudukan Pemohon sebagai PNS di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah membuktikan bahwa Pemohon tidak terhambat untuk memiliki pekerjaan. [3.16] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah menilai dalil Pemohon mengenai pertentangan antara Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 tidak beralasan menurut hukum. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 65 4. KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; [4.2] Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo ; [4.3] Permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), d a n Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
AMAR P U T U S AN Mengadili, Menyatakan menolak permohonan Pemohon. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat, selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Manahan MP Sitompul, Patrialis Akbar, dan Suhartoyo, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh tiga, bulan Mei tahun dua ribu enam belas , dan hari Senin, tanggal dua puluh enam, bulan September, tahun dua ribu enam belas , yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal dua puluh sembilan, bulan September, tahun dua ribu enam belas , selesai diucapkan pada pukul 10.37 WIB , oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Anwar Usman, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 66 selaku Ketua merangkap Anggota, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Manahan MP Sitompul, Patrialis Akbar, dan Suhartoyo, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Mardian Wibowo sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Presiden atau yang mewakili dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, tanpa dihadiri Pemohon/Kuasanya. KETUA, ttd. Anwar Usman ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Maria Farida Indrati ttd. Wahiduddin Adams ttd. I Dewa Gede Palguna ttd. Aswanto ttd. Manahan MP Sitompul ttd. Patrialis Akbar ttd. Suhartoyo PANITERA PENGGANTI, ttd. Mardian Wibowo Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
Relevan terhadap
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4700 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Pengantar...……………………………………………………………... 1 1.2 Pengertian...……………………………………………………………... 3 1.3 Maksud dan Tujuan...……………………………………………...... 3 1.4 Landasan...……………………………………………………………... 3 1.5 Tata Urut...……………………………………………………………... 4 BAB II KONDISI UMUM 5 II.1 Kondisi Pada Saat Ini...……………………………………………...... 5 II.2 Tantangan...………………………………………………..................... 21 II.3 Modal Dasar...……………………………………………….................. 34 BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2005–2025 36 BAB IV ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005–2025 41 IV.1 Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025 .……….. 45 IV.1.1 Mewujudkan Masyarakat yang Berakhlak Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya, dan Beradab...………………………………… 45 IV.1.2 Mewujudkan Bangsa yang Berdaya-saing....…………………….... 46 IV.1.3 Mewujudkan Indonesia yang Demokratis Berlandaskan Hukum 57 IV.1.4 Mewujudkan Indonesia yang Aman, Damai dan Bersatu...…….. 62 IV.1.5 Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan...……………………………………………………………… 65 IV.1.6 Mewujudkan Indonesia yang Asri dan Lestari...……………… 70 IV.1.7 Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat dan Berbasiskan Kepentingan Nasional.... 74 IV.1.8 Mewujudkan Indonesia yang Berperan Aktif dalam Pergaulan Internasional...…………………………………………………………….. 75 IV.2 Tahapan dan Skala Prioritas...………………………………………… 76 IV.2.1 RPJM ke-1 (2005–2009) .………………………………………………… 77 IV.2.2 RPJM ke-2 (2010–2014)...………………………………………………. 79 IV.2.3 RPJM ke-3 (2015–2019)...………………………………………………. 80 IV.2.4 RPJM ke-4 (2020–2024)...………………………………………………. 82 BAB V PENUTUP 84 LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005–2025 BAB I PENDAHULUAN I.1 PENGANTAR 1. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah mengisi kemerdekaan selama 60 tahun sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam era dua puluh tahun pertama setelah kemerdekaan (1945–1965), bangsa Indonesia mengalami berbagai ujian yang sangat berat. Indonesia telah berhasil mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan negara. Persatuan dan kesatuan bangsa berhasil pula dipertahankan dengan meredam berbagai benih pertikaian, baik pertikaian bersenjata maupun pertikaian politik diantara sesama komponen bangsa. Pada masa itu para pemimpin bangsa berhasil menyusun rencana pembangunan nasional. Namun, suasana yang penuh ketegangan dan pertikaian telah menyebabkan rencana-rencana tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik.
Selanjutnya pada kurun waktu 1969–1997 bangsa Indonesia berhasil menyusun rencana pembangunan nasional secara sistematis melalui tahapan lima tahunan. Pembangunan tersebut merupakan penjabaran dari Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang memberikan arah dan pedoman bagi pembangunan negara untuk mencapai cita-cita bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tahapan pembangunan yang disusun dalam masa itu telah meletakkan dasar-dasar bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat, seperti tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan sosial. Proses pembangunan pada kurun waktu tersebut sangat berorientasi pada output dan hasil akhir. Sementara itu, proses dan terutama kualitas institusi yang mendukung dan melaksanakan tidak dikembangkan dan bahkan ditekan secara politis sehingga menjadi rentan terhadap penyalahgunaan dan tidak mampu menjalankan fungsinya secara profesional. Ketertinggalan pembangunan dalam sistem dan kelembagaan politik, hukum, dan sosial menyebabkan hasil pembangunan menjadi timpang dari sisi keadilan dan dengan sendirinya mengancam keberlanjutan proses pembangunan itu sendiri.
Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang berkembang menjadi krisis multidimensi, yang selanjutnya berdampak pada perubahan (reformasi) di seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi tersebut memberikan semangat politik dan cara pandang baru sebagaimana tercermin pada perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan substansial dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terkait dengan perencanaan pembangunan adalah a) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak diamanatkan lagi untuk menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN); b) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat; dan c) desentralisasi dan penguatan otonomi daerah.
Tidak adanya GBHN akan mengakibatkan tidak adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang pada masa yang akan datang. Pemilihan secara langsung memberikan keleluasaan bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program pembangunan pada saat berkampanye. Keleluasaan tersebut berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan pembangunan dari satu masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden ke masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden berikutnya. Desentralisasi dan penguatan otonomi daerah berpotensi mengakibatkan perencanaan pembangunan daerah tidak sinergi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya serta antara pembangunan daerah dan pembangunan secara nasional.
Untuk itu, seluruh komponen bangsa sepakat menetapkan sistem perencanaan pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang di dalamnya diatur perencanaan jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan pembangunan tahunan.
Belajar dari pengalaman masa lalu dengan mempertimbangkan perubahan- perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan perencanaan pembangunan jangka panjang untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mencapai tujuan dan cita- cita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
memajukan kesejahteraan umum;
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut perlu ditetapkan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang Indonesia.
Berbagai pengalaman yang didapatkan selama 60 tahun mengisi kemerdekaan merupakan modal yang berharga dalam melangkah ke depan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional secara menyeluruh, bertahap, dan berkelanjutan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. I.2 PENGERTIAN Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025. I.3 MAKSUD DAN TUJUAN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, selanjutnya disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak. I.4 LANDASAN Landasan idiil RPJP Nasional adalah Pancasila dan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan landasan operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundang- undangan yang berkaitan langsung dengan pembangunan nasional, yaitu:
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. I.5 TATA URUT Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 disusun dalam tata urut sebagai berikut: Bab I Pendahuluan. Bab II Kondisi Umum. Bab III Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025. Bab IV Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025. Bab V Penutup. BAB II KONDISI UMUM II.1 KONDISI PADA SAAT INI Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup. Di samping banyak kemajuan yang telah dicapai, masih banyak pula tantangan atau masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan. Untuk itu, masih diperlukan upaya mengatasinya dalam pembangunan nasional 20 tahun ke depan. A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama 1. Pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kondisi kehidupan masyarakat dapat tercermin pada aspek kuantitas dan struktur umur penduduk serta kualitas penduduk, seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.
Di bidang kependudukan, upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk harus terus menerus dilakukan sehingga dari waktu ke waktu laju pertumbuhan penduduk telah dapat diturunkan.
Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian penting. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subjek dan sekaligus objek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di dalam kandungan hinggá akhir hayat. Kualitas SDM menjadi makin baik yang, antara lain, ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia menjadi 0,697 pada tahun 2003 ( Human Development Report , 2005). Secara rinci nilai tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir (66,8 tahun), angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas (87,9 persen), angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (66 persen), dan produk domestik bruto (PDB) per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli ( purchasing power parity ) sebesar US $3.361. Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia menempati urutan ke-110 dari 177 negara.
Status kesehatan masyarakat Indonesia secara umum masih rendah dan jauh tertinggal dibandingkan dengan kesehatan masyarakat negara-negara ASEAN lainnya, yang ditandai, antara lain, dengan masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, yaitu 307 per 100 ribu kelahiran hidup (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI, 2002–2003), tingginya angka kematian bayi dan balita. Selain itu, gizi kurang terutama pada balita masih menjadi masalah besar dalam upaya membentuk generasi yang mandiri dan berkualitas.
Taraf pendidikan penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang, antara lain, diukur dengan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas, meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan jenjang SMP/MTs ke atas; meningkatnya rata-rata lama sekolah; dan meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia. Walaupun demikian, kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global yang makin ketat pada masa depan. Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf pendidikan antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara wilayah perkotaan dan perdesaan, antardaerah, dan disparitas gender.
Pemberdayaan perempuan dan anak, telah menunjukkan peningkatan yang tercermin dari peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak, tetapi belum di semua bidang pembangunan. Di samping itu, partisipasi pemuda dalam pembangunan juga makin membaik seiring dengan budaya olahraga yang meluas di kalangan masyarakat. Taraf kesejahteraan sosial masyarakat cukup memadai sejalan dengan berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi, dan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan termasuk bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan pecandu narkotik dan obat-obat terlarang.
Pembangunan di bidang budaya sudah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman budaya, pentingnya toleransi, dan pentingnya sosialisasi penyelesaian masalah tanpa kekerasan, serta mulai berkembangnya interaksi antarbudaya. Namun, di sisi lain upaya pembangunan jatidiri bangsa Indonesia, seperti penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air dirasakan makin memudar. Hal tersebut, disebabkan antara lain, karena belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, dan kurang mampunya menyerap budaya global yang lebih sesuai dengan karakter bangsa, serta ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Dalam bidang agama, kesadaran melaksanakan ajaran agama dalam masyarakat tampak beragam. Pada sebagian masyarakat, kehidupan beragama belum menggambarkan penghayatan dan penerapan nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan beragama pada masyarakat itu masih pada tataran simbol-simbol keagamaan dan belum pada substansi nilai-nilai ajaran agama. Akan tetapi, ada pula sebagian masyarakat yang kehidupannya sudah mendekati, bahkan sesuai dengan ajaran agama. Dengan demikian, telah tumbuh kesadaran yang kuat di kalangan pemuka agama untuk membangun harmoni sosial dan hubungan internal dan antarumat beragama yang aman, damai, dan saling menghargai. Namun, upaya membangun kerukunan intern dan antarumat beragama belum juga berhasil dengan baik, terutama di tingkat masyarakat. Ajaran agama mengenai etos kerja, penghargaan pada prestasi, dan dorongan mencapai kemajuan belum bisa diwujudkan sebagai inspirasi yang mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun. Selain itu, pesan-pesan moral agama belum sepenuhnya dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. B. Ekonomi 1. Menjelang timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1997, pembangunan ekonomi sesungguhnya sedang dalam optimisme yang tinggi sehubungan dengan keberhasilan pencapaian pembangunan jangka panjang pertama. Namun, berbagai upaya perwujudan sasaran pembangunan praktis terhenti akibat krisis yang melumpuhkan perekonomian nasional. Rapuhnya perekonomian di negara-negara kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa pondasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia belum kuat menahan gejolak eksternal. Pertumbuhan cukup tinggi yang berhasil dipertahankan cukup lama lebih banyak didorong oleh peningkatan akumulasi modal, tenaga kerja dan pengurasan sumber daya alam daripada peningkatan dalam produktivitas perekonomian secara berkelanjutan. Dari krisis tersebut terangkat kelemahan mendasar bahwa kemajuan selama ini belum diikuti oleh peningkatan efisiensi dan perbaikan tata kelola kelembagaan ekonomi yang akhirnya meruntuhkan kepercayaan para pelaku, baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu, di samping rentan terhadap gangguan eksternal, struktur perekonomian seperti itu akan sulit berkembang jika dihadapkan pada kondisi persaingan yang lebih ketat, baik pada pemasaran hasil produksi maupun pada peningkatan investasi, dalam era perekonomian dunia yang makin terbuka.
Krisis tahun 1997 telah meruntuhkan pondasi perekonomian nasional. Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun nilai tukar merosot drastis mencapai sekitar Rp15.000,00 per US $ 1. Implikasinya, utang pemerintah dan swasta membengkak dan mengakibatkan permintaan agregat domestik terus menurun sampai dengan pertengahan 1998. Akibatnya, PDB mengalami kontraksi sekitar 13 persen pada tahun tersebut. Banyaknya perusahaan yang bangkrut mengakibatkan jumlah pengangguran meningkat tajam hampir tiga kali lipat, yaitu sekitar 14,1 juta orang; jumlah masyarakat miskin meningkat hampir dua kali lipat, dari sekitar 28 juta orang pada tahun 1996 menjadi sekitar 53 juta orang pada tahun 1998. Hingga tahun 2004, angka kemiskinan masih tinggi (sekitar 30 juta jiwa) dan jumlah pengangguran masih sekitar 10 juta jiwa.
Dengan berbagai program penanganan krisis yang diselenggarakan selama periode transisi politik, kondisi mulai membaik sejak tahun 2000. Perbaikan kondisi tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikator sebagai berikut. Defisit anggaran negara turun dari 3,9 persen PDB pada tahun 1999/2000 menjadi 1,1 persen PDB pada tahun 2004, stok utang Pemerintah/PDB dapat ditekan di bawah 60 persen, dan cadangan devisa terus meningkat dalam empat tahun terakhir menjadi USD 35,4 miliar pada tahun 2004. Nilai tukar dapat distabilkan pada tingkat sekitar Rp9.000,00 per US $ 1 dan inflasi ditekan di angka sekitar 6,0 persen pada tahun 2004. Terkendalinya nilai tukar dan laju inflasi tersebut memberikan ruang gerak bagi kebijakan moneter untuk secara bertahap menurunkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penurunan suku bunga SBI tersebut diikuti penurunan suku bunga simpanan perbankan secara signifikan, tetapi belum sepenuhnya diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan. Meskipun belum optimal, penurunan suku bunga itu telah dimanfaatkan oleh perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit, memperkuat struktur permodalan, dan meningkatkan penyaluran kredit, terutama yang berjangka waktu relatif pendek. Di sektor riil, kondisi yang stabil tersebut memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk melakukan restrukturisasi keuangan secara internal.
Berbagai kinerja di atas telah berhasil memperbaiki stabilitas ekonomi makro. Walaupun demikian, kinerja tersebut belum mampu memulihkan pertumbuhan ekonomi ke tingkat seperti sebelum krisis. Hal tersebut karena motor pertumbuhan masih mengandalkan konsumsi. Sektor produksi belum berkembang karena sejumlah permasalahan berkenaan dengan tidak kondusifnya lingkungan usaha, yang menyurutkan gairah investasi, di antaranya praktik ekonomi biaya tinggi, termasuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta berbagai aturan yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu, sulitnya pemulihan sektor investasi dan ekspor juga disebabkan oleh lemahnya daya saing nasional, terutama dengan makin ketatnya persaingan ekonomi antarnegara. Lemahnya daya saing tersebut, juga diakibatkan oleh rendahnya produktivitas SDM serta rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi di dalam proses produksi. Permasalahan lain yang juga punya pengaruh kuat ialah terbatasnya kapasitas infrastruktur di dalam mendukung peningkatan efisiensi distribusi. Penyelesaian yang berkepanjangan dari semua permasalahan sektor riil di atas akan mengganggu kinerja kemajuan dan ketahanan perekonomian nasional, yang pada gilirannya dapat mengurangi kemandirian bangsa.
Walaupun secara bertahap berkurang, jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi, baik di kawasan perdesaan maupun di perkotaan, terutama pada sektor pertanian dan kelautan. Oleh karena itu, kemiskinan masih menjadi perhatian penting dalam pembangunan 20 tahun yang akan datang. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda. Masalah kemiskinan bersifat multidimensi, karena bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena juga kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin. Selain itu, kemiskinan juga menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. C. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 1. Kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek mengalami peningkatan. Berbagai hasil penelitian, pengembangan, dan rekayasa teknologi telah dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat. Jumlah publikasi ilmiah terus meningkat meskipun tergolong masih sangat rendah di tingkat internasional. Hal itu mengindikasikan peningkatan kegiatan penelitian, transparansi ilmiah, dan aktivitas diseminasi hasil penelitian dan pengembangan.
Walaupun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Hal itu ditunjukan, antara lain, oleh masih rendahnya sumbangan iptek di sektor produksi, belum efektifnya mekanisme intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum berkembangnya budaya iptek di masyarakat, dan terbatasnya sumber daya iptek. D. Sarana dan Prasarana Kondisi sarana dan prasarana di Indonesia saat ini masih ditandai oleh rendahnya aksesibilitas, kualitas, ataupun cakupan pelayanan. Akibatnya, sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan sektor riil termasuk dalam rangka mendukung kebijakan ketahanan pangan di daerah, mendorong sektor produksi, serta mendukung pengembangan wilayah.
Pengembangan prasarana penampung air, seperti waduk, embung, danau, dan situ, masih belum memadai sehingga belum dapat memenuhi penyediaan air untuk berbagai kebutuhan, baik pertanian, rumah tangga, perkotaan, maupun industri terutama pada musim kering yang cenderung makin panjang di beberapa wilayah sehingga mengalami krisis air. Dukungan prasarana irigasi yang mengalami degradasi masih belum dapat diandalkan karena hanya mengandalkan sekitar 10 persen jaringan irigasi yang pasokan airnya relatif terkendali karena berasal dari bangunan- bangunan penampung air, dan sisanya hanya mengandalkan ketersediaan air di sungai. Selain itu, laju pengembangan sarana dan prasarana pengendali daya rusak air juga masih belum mampu mengimbangi laju degradasi lingkungan penyebab banjir sehingga bencana banjir masih menjadi ancaman bagi banyak wilayah. Sejalan dengan perkembangan ekonomi wilayah, banyak daerah telah mengalami defisit air permukaan, sedangkan di sisi lain konversi lahan pertanian telah mendorong perubahan fungsi prasarana irigasi sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan pengendalian. Pada sisi pengembangan institusi pengelolaan sumber daya air, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom telah menimbulkan pola pengelolaan sumber daya air yang tidak efisien, bahkan tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan sumber daya air, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan yang dimiliki.
Krisis ekonomi berdampak pada menurunnya kualitas sarana dan prasarana, terutama jalan dan perkeretaapian yang kondisinya sangat memprihatinkan. Pada tahun 2004 sekitar 46,3 persen total panjang jalan mengalami kerusakan ringan dan berat serta terdapat 32,8 persen panjang jalan kereta api yang ada sudah tidak dioperasikan lagi. Selain itu, jaringan transportasi darat dan jaringan transportasi antarpulau belum terpadu. Sebagai negara kepulauan atau maritim, masih banyak kebutuhan transportasi antarpulau yang belum terpenuhi, baik dengan pelayanan angkutan laut maupun penyeberangan. Peran armada nasional menurun, baik untuk angkutan domestik maupun internasional sehingga pada tahun 2004 masing-masing hanya mampu memenuhi 54 persen dan 3,5 persen. Padahal sesuai dengan konvensi internasional yang berlaku, armada nasional berhak atas 40 persen pangsa pasar untuk muatan ekspor-impor dan 100 persen untuk angkutan domestik. Untuk angkutan udara, dengan penerapan kebijakan multi-operator angkutan udara perusahaan penerbangan relatif mampu menyediakan pelayanan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Di samping masalah yang disebabkan oleh krisis ekonomi, pembangunan prasarana transportasi mengalami kendala terutama yang terkait dengan keterbatasan pembiayaan pembangunan, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi, serta rendahnya aksesibilitas pembangunan sarana dan prasarana transportasi di beberapa wilayah terpencil belum terpadunya pembangunan transportasi dan pembangunan daerah bagi kelompok masyarakat umum, sehingga penyediaan transportasi terbatas pelayanannya. Demikian pula kualitas pelayanan angkutan umum yang makin menurun, terjadi tingkat kemacetan dan polusi di beberapa kota besar yang makin parah, serta tingkat kecelakaan yang makin tinggi. Di sisi lain, peran serta swasta belum berkembang terkait dengan kelembagaan dan peraturan perundang- undangan yang belum kondusif.
Dalam era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk mendorong pertumbuhan serta peningkatan daya saing bangsa. Masalah utama dalam pembangunan pos dan telematika adalah terbatasnya kapasitas, jangkauan, serta kualitas sarana dan prasarana pos dan telematika yang mengakibatkan rendahnya kemampuan masyarakat mengakses informasi. Kondisi itu menyebabkan semakin lebarnya kesenjangan digital, baik antardaerah di Indonesia maupun antara Indonesia dan negara lain. Dari sisi penyelenggara pelayanan sarana dan prasarana pos dan telematika (sisi supply ), kesenjangan digital itu disebabkan oleh (a) terbatasnya kemampuan pembiayaan operator sehingga kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada dan pembangunan baru terbatas; (b) belum terjadinya kompetisi yang setara dan masih tingginya hambatan masuk ( barrier to entry ) sehingga peran dan mobilisasi dana swasta belum optimal; (c) belum berkembangnya sumber dan mekanisme pembiayaan lain untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana pos dan telematika, seperti kerja sama pemerintah-swasta, pemerintah-masyarakat, serta swasta-masyarakat; (d) masih rendahnya optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada sehingga terdapat aset nasional yang tidak digunakan ( idle ); (e) terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi; (f) terbatasnya pemanfaatan industri dalam negeri sehingga ketergantungan terhadap komponen industri luar negeri masih tinggi; dan (g) masih terbatasnya industri aplikasi dan materi ( content ) yang dikembangkan oleh penyelenggara pelayanan sarana dan prasarana. Terkait dengan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan sarana dan prasarana dari sisi permintaan, kesenjangan digital disebabkan oleh (a) terbatasnya daya beli ( ability to pay ) masyarakat terhadap sarana dan prasarana pos dan telematika; (b) masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi; dan (c) terbatasnya kemampuan masyarakat untuk mengolah informasi menjadi peluang ekonomi, yaitu menjadikan sesuatu mempunyai nilai tambah ekonomi.
Di bidang sarana dan prasarana energi termasuk kelistrikan, permasalahan pokok yang dihadapi, antara lain masih besarnya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan energi termasuk tenaga listrik yang kondisinya makin kritis di berbagai daerah karena masih rendahnya kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan sarana dan prasarana energi; masih rendahnya efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana yang sudah terpasang dalam satu dasawarsa terakhir; masih tingginya ketergantungan konsumen terhadap bahan bakar minyak; masih dominannya peralatan dan material penunjang yang harus diimpor; serta adanya regulasi-regulasi yang tidak konsisten. Pemenuhan kebutuhan energi yang tidak merata serta dihadapkan pada luasnya wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi cukup menyulitkan pengembangan berbagai jenis sarana dan prasarana energi yang optimal. Hal itu juga dipengaruhi oleh lokasi potensi cadangan energi primer yang tersebar dan sebagian besar jauh dari pusat beban; keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi; tingginya pertumbuhan permintaan berbagai jenis energi setiap tahun; serta kondisi daya beli masyarakat yang masih rendah.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan perumahan hingga tahun 2020 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit sehingga kebutuhan rumah per tahun diperkirakan mencapai 1,2 juta unit. Data tahun 2004 mencatat bahwa sebanyak 4,3 juta jumlah rumah tangga belum memiliki rumah. Penyediaan air minum juga tidak mengalami kemajuan yang berarti. Berdasarkan Data Statistik Perumahan dan Permukiman Tahun 2004, jumlah penduduk (perkotaan dan pedesaan) yang mendapatkan akses pelayanan air minum perpipaan baru mencapai 18,3 persen, hanya sedikit meningkat dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya (14,7 persen). Demikian juga halnya dengan penanganan persampahan di kawasan perkotaan dan perdesaan baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa, sedangkan cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa. E. Politik 1. Perkembangan proses demokratisasi sejak tahun 1998 sampai dengan proses penyelenggaraan Pemilu tahun 2004 telah memberikan peluang untuk mengakhiri masa transisi demokrasi menuju arah proses konsolidasi demokrasi. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilaksanakan sebanyak empat kali telah mengubah dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada tataran kelembagaan negara maupun tataran masyarakat sipil . Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian memberikan ruang diterbitkannya berbagai peraturan dan perundang-undangan di bidang politik sebagai penjabarannya telah menjadi bagian penting dalam upaya merumuskan format politik baru bagi konsolidasi demokrasi. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah secara tegas menata kembali struktur dan kewenangan lembaga-lembaga negara termasuk beberapa penyelenggaraan negara tambahan, seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, serta beberapa Komisi lainnya. Adanya penataan tersebut telah memberikan peluang ke arah terwujudnya pengawasan dan penyeimbangan ( checks and balances ) kekuasaan politik. Perubahan format politik tersebut terumuskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai negara yang baru beberapa tahun memasuki proses demokratisasi, proses penataan kelembagaan tidak jarang menimbulkan konflik-konflik kepentingan.
Berkenaan dengan Pemilu, keberhasilan penting yang telah diraih adalah telah dilaksanakannya pemilu langsung anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, aman, dan demokratis pada tahun 2004. Selain itu, pemilihan kepala daerah secara langsung pun sudah mampu dilaksanakan secara baik di seluruh Indonesia sejak tahun 2005. Hal itu merupakan modal awal yang penting bagi lebih berkembangnya demokrasi pada masa selanjutnya.
Perkembangan demokrasi selama ini ditandai pula dengan terumuskannya format hubungan pusat-daerah yang baru. Akan tetapi, hal itu terlihat masih berjalan pada konteks yang prosedural dan sifatnya masih belum substansial. Format yang sudah dibangun didasarkan pada Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang pada intinya lebih mendorong kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan mengatur mengenai hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, serta hubungan antarpemerintah daerah. Dewasa ini, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah masih mengalami berbagai permasalahan, antara lain disebabkan kurangnya koordinasi pusat-daerah dan masih belum konsistennya sejumlah peraturan perundangan, baik antardaerah maupun antara pusat dan daerah.
Perkembangan demokrasi ditandai pula dengan adanya konsensus mengenai format baru hubungan sipil-militer yang menjunjung tinggi supremasi sipil dan hubungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait dengan kewenangan dalam melaksanakan sistem pertahanan dan keamanan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Meskipun demikian, format baru yang dihasilkan itu masih menghadapi persoalan mengenai pelaksanaannya yang sekadar bersifat prosedural dan harus diperjuangkan lebih lanjut agar dapat terwujud secara lebih substantif. Selanjutnya, perkembangan demokrasi yang lain adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian telah terwujud pula suatu kesepakatan nasional baru mengenai netralitas pegawai negeri sipil (PNS), TNI, dan Polri terhadap politik.
Kemajuan demokrasi terlihat pula dengan telah berkembangnya kesadaran- kesadaran terhadap hak-hak masyarakat dalam kehidupan politik, yang dalam jangka panjang diharapkan mampu menstimulasi masyarakat lebih jauh untuk makin aktif berpartisipasi dalam mengambil inisiatif bagi pengelolaan urusan-urusan publik. Kemajuan itu tidak terlepas dari berkembangnya peran partai politik, organisasi non-pemerintah dan organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya. Walaupun demikian, perkembangan visi dan misi partai politik ternyata belum sepenuhnya sejalan dengan perkembangan kesadaran dan dinamika kehidupan sosial politik masyarakat dan tuntutan demokratisasi. Di samping itu, kebebasan pers dan media telah jauh berkembang yang antara lain ditandai dengan adanya peran aktif pers dan media dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Walaupun demikian, kalangan pers belum dapat mengatasi dampak dari kebebasan tersebut antara lain masih berpihak pada kepentingan industri daripada kepentingan publik yang lebih luas.
Dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan perjalanan politik luar negeri, Indonesia telah melakukan banyak hal dan mencapainya dengan baik. Walaupun demikian masih banyak hal yang belum diupayakan secara optimal berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada. Apabila tidak dikelola secara memadai, kedudukan geopolitik yang strategis dengan kekayaan sumber daya alam (SDA), populasi, dan proses demokrasi yang semakin baik sebagai keunggulan komparatif untuk membangun kepemimpinan Indonesia di tataran global justru dapat menjadi sumber kerawanan bagi kepentingan Republik Indonesia. Menumbuhkan penguatan citra Indonesia sebagai negara yang mampu memadukan aspirasi umat Islam dengan upaya konsolidasi demokrasi; memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional; meningkatkan penegakan hukum dan penghormatan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diskriminatif; dan mendorong pemulihan ekonomi yang lebih menjanjikan serta perlindungan hak-hak dasar warga negara secara lebih konsisten merupakan dasar-dasar kebijakan yang terus dikembangkan. Seluruh pencapaian itu menjadi aset penting bagi pelaksanaan politik luar negeri dan penyelenggaraan hubungan luar negeri Indonesia. Di samping itu, kedudukan Indonesia sebagai negara kepulauan yang mempunyai posisi geopolitik yang strategis dengan kekayaan SDA, populasi, dan proses demokratisasi yang semakin baik merupakan kekuatan dan keunggulan komparatif sebagai potensi untuk membangun kepemimpinan Indonesia pada tataran global melalui inisiatif dan kontribusi pemikiran komitmen Indonesia pada terbentuknya tatanan hubungan internasional yang lebih adil, damai dan berimbang, serta menolak unilateralisme.
Bagi Indonesia, sebagai negara yang baru membangun demokrasi, pilihan kebijakan luar negeri tidak lagi semata-mata menyangkut perspektif luar negeri yang berdiri sendiri. Pertautan dinamika internasional dan domestik cenderung makin mewarnai proses penentuan kebijakan luar negeri. Walaupun demikian, satu hal prinsip yang tetap tidak boleh diabaikan, yakni seluruh proses perumusan kebijakan luar negeri ditujukan bagi pemenuhan kepentingan nasional Indonesia dalam berbagai bidang. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan luar negeri yang berorientasi kepada kepentingan nasional, Indonesia berupaya untuk memperkuat kelembagaan regional di tengah kecenderungan menguatnya unilateralisme.
Dengan pesatnya perkembangan globalisasi, maka dalam mengembangkan kehidupan politik demokratis yang berlandaskan hukum, faktor perkembangan pasar dunia mendapatkan perhatian yang lebih khusus karena akan sangat memengaruhi hubungan yang dinamis antara negara dan masyarakat. Dengan demikian, selain faktor negara dan masyarakat, faktor pasar makin tidak mungkin untuk diabaikan begitu saja. F. Pertahanan Keamanan 1. Upaya pertahanan dan keamanan negara telah memberikan kontribusi bagi pembentukan NKRI dan penyelenggaraan pembangunan dalam upaya pencapaian cita-cita negara, seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perjalanan sejarah bangsa dan dalam setiap dinamika arah dan kebijakan politik negara, sistem pertahanan rakyat semesta terbukti telah menjadi sistem yang mampu menegakkan kedaulatan NKRI serta menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
Pada masa masyarakat dan bangsa Indonesia mengisi kemerdekaan dengan penyelenggaraan pembangunan, sistem politik telah menjadikan dwifungsi ABRI sebagai bagian dari sistem pertahanan rakyat semesta. Pada awalnya dwifungsi ABRI ini mampu menciptakan stabilitas nasional yang merupakan prasyarat pembangunan. Walaupun demikian, dalam perkembangannya pelaksanaan dwifungsi tersebut berdampak tidak menguntungkan bagi profesionalisme TNI dan Polri serta bersifat kontraproduktif bagi dinamika masyarakat keseluruhan. Pelaksanaan fungsi sosial dan politik tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan strategi, teknologi, dan pembiayaan pertahanan-keamanan tidak terarah pada pembentukan kekuatan pertahanan minimal untuk menegakkan kedaulatan NKRI serta menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Kemampuan TNI dalam melaksanakan fungsinya di bidang pertahanan negara sampai saat ini masih memperihatinkan. Hal itu ditandai tidak saja menyangkut kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak mencukupi atau mayoritas peralatan yang usang secara umur dan teknologi, tetapi juga menyangkut sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraannya. Di samping itu, sebagian proses pengadaan, pemeliharaan, pengoperasian, dan pemenuhan suku cadang alutsista TNI masih memiliki ketergantungan pada negara-negara lain.
Gerakan reformasi pada tahun 90-an menghendaki perubahan secara total di segala bidang penyelenggaraan negara termasuk tuntutan terhadap reposisi TNI dan Polri. Penyempurnaan terhadap reposisi dan peran TNI dan Polri dikukuhkan melalui Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya, ketetapan MPR tersebut diperkuat lagi dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Walaupun demikian, reposisi tersebut berdampak pada adanya ketidakterkaitan penanganan masalah pertahanan dan masalah keamanan dalam negeri yang seharusnya bersama-sama dengan keamanan sosial merupakan satu kesatuan dalam keamanan nasional. Dengan demikian, reformasi di bidang pertahanan dan keamanan tidak hanya menyangkut pemisahan antara TNI dan Polri, tetapi juga mengenai penataan lebih lanjut hubungan antara keduanya secara kelembagaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya masing- masing. G. Hukum dan Aparatur 1. Dalam era reformasi upaya perwujudan sistem hukum nasional terus dilanjutkan mencakup beberapa hal. Pertama, pembangunan substansi hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis telah mempunyai mekanisme untuk membentuk hukum nasional yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan aspirasi masyarakat, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan ditetapkannya undang-undang tersebut, proses pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan dapat diwujudkan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang untuk membuat peraturan perundang-undangan serta meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan. Kedua, penyempurnaan struktur hukum yang lebih efektif terus dilanjutkan. Perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membawa perubahan mendasar di bidang kekuasaan kehakiman dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi yang mempunyai hak menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Komisi Judisial yang akan melakukan pengawasan terhadap sikap tindak dan perilaku hakim. Peningkatan kemandirian hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman membawa perubahan bagi terselenggaranya check and balances dalam penyelenggaraan negara dengan beralihnya kewenangan administratif, organisasi, dan keuangan lembaga peradilan kepada Mahkamah Agung. Peningkatan kemandirian tidak berarti lepas dari kontrol dan pengawasan. Dengan dibentuknya Komisi Judisial yang komposisi keanggotaannya cukup representatif, pengawasan dan kontrol terhadap kemandirian lembaga peradilan dan pembentukan sistem hukum nasional dapat dilakukan agar lebih berhasil guna, sehingga penyelenggaraan fungsi negara di bidang hukum dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien. Ketiga, pelibatan seluruh komponen masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan sistem hukum nasional yang dicita-citakan.
Hingga saat ini, pelaksanaan program pembangunan aparatur negara masih menghadapi berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Permasalahan tersebut, antara lain masih terjadinya praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk KKN dan belum terwujudnya harapan masyarakat atas pelayanan yang cepat, murah, manusiawi, dan berkualitas. Upaya yang sungguh-sungguh untuk memberantas KKN dan meningkatkan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah banyak dilakukan. Walaupun demikian, hasil yang dicapai belum cukup menggembirakan. Kelembagaan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, masih belum terlihat efektif dalam membantu pelaksanaan tugas dan sistem manajemen pemerintahan juga belum efisien dalam menghasilkan dan menggunakan sumber-sumber daya. Upaya- upaya untuk meningkatkan profesionalisme birokrasi masih belum sepenuhnya dapat teratasi mengingat keterbatasan dana pemerintah. H. Wilayah dan Tata Ruang 1. Tata ruang Indonesia saat ini dalam kondisi krisis. Krisis tata ruang terjadi karena pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah masih sering dilakukan tanpa mengikuti rencana tata ruang, tidak mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan, serta tidak memerhatikan kerentanan wilayah terhadap terjadinya bencana alam. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta memperbesar risiko timbulnya korban akibat bencana alam. Selain itu, sering terjadi konflik pemanfaatan ruang antarsektor, contohnya konflik antara kehutanan dan pertambangan. Beberapa penyebab utama terjadinya permasalahan tersebut adalah (a) belum tepatnya kompetensi sumber daya manusia dalam bidang pengelolaan penataan ruang, (b) rendahnya kualitas dari rencana tata ruang, (c) belum diacunya perundangan penataan ruang sebagai payung kebijakan pemanfaatan ruang bagi semua sektor; dan (d) lemahnya penerapan hukum berkenaan dengan pemanfaatan ruang dan penegakan hukum terhadap pelanggaran berkenaan dengan pemanfaatan ruang.
Pada umumnya masyarakat yang berada di wilayah-wilayah tertinggal masih mempunyai keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi, dan politik serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu, kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari pemerintah. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil, antara lain, (1) terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan wilayah yang relatif lebih maju;
kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar;
kebanyakan wilayah-wilayah tersebut miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan manusia;
belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung; dan
belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-wilayah tersebut.
Banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis di luar Pulau Jawa belum dikembangkan secara optimal. Hal itu disebabkan, antara lain (1) adanya keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk unggulan;
belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah;
belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku usaha swasta;
belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah;
masih lemahnya koordinasi, sinergi, dan kerja sama diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga nonpemerintah, dan masyarakat, serta antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dalam upaya meningkatkan daya saing produk unggulan;
masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerja sama investasi;
keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta (8) belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerja sama antarwilayah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi SDA yang cukup besar serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Walaupun demikian, pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi · inward looking · sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan negara. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sementara itu, pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolasi dan sulit dijangkau, diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya serta belum banyak tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah.
Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih sangat terpusat di pulau Jawa-Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Jawa, berjalan lambat dan tertinggal. Pertumbuhan perkotaan yang tidak seimbang ini ditambah dengan adanya kesenjangan pembangunan antarwilayah menimbulkan urbanisasi yang tidak terkendali. Secara fisik, hal itu ditunjukkan oleh (1) meluasnya wilayah perkotaan karena pesatnya perkembangan dan meluasnya kawasan pinggiran ( fringe-area ) terutama di kota-kota besar dan metropolitan;
meluasnya perkembangan fisik perkotaan di kawasan ‘sub-urban’ yang telah ‘mengintegrasi’ kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota inti dan membentuk konurbasi yang tak terkendali;
meningkatnya jumlah desa- kota; dan
terjadinya reklasifikasi (perubahan daerah rural menjadi daerah urban, terutama di Jawa). Kecenderungan perkembangan semacam itu berdampak negatif terhadap perkembangan kota-kota besar dan metropolitan itu sendiri maupun kota-kota menengah dan kecil di wilayah lain.
Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-kota besar dan metropolitan, antara lain, adalah (1) terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam di sekitar kota-kota besar dan metropolitan untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
terjadinya secara terus menerus konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan, dan industri;
menurunnya kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat terjadinya perusakan lingkungan dan timbulnya polusi;
menurunnya kualitas hidup masyarakat di perkotaan karena permasalahan sosial-ekonomi, serta penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan; serta (5) tidak mandiri dan terarahnya pembangunan kota-kota baru sehingga justru menjadi tambahan beban bagi kota inti. Dampak negatif lain yang ditimbulkan terhadap kota-kota di wilayah lain, yaitu (1) tidak meratanya penyebaran penduduk perkotaan dan terjadinya ‘konsentrasi’ penduduk kota di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), (20 persen dari total jumlah penduduk perkotaan Indonesia tinggal di sana);
tidak optimalnya fungsi ekonomi perkotaan, terutama di kota-kota menengah dan kecil, dalam menarik investasi dan tempat penciptaan lapangan pekerjaan; dan
tidak optimalnya peranan kota dalam memfasilitasi pengembangan wilayah.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Hal itu merupakan konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, baik investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah, sehingga infrastruktur dan kelembagaan cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang dikembangkan di wilayah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan perdesaan justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan. I. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 1. Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan, sekaligus, sebagai penopang sistem kehidupan. Adapun jasa-jasa lingkungan meliputi keanekaragaman hayati, penyerapan karbon, pengaturan air secara alamiah, keindahan alam, dan udara bersih merupakan penopang kehidupan manusia. Hasil pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup telah mampu menyumbang 24,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan 48 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun, pengelolaan sumber daya alam tersebut masih belum berkelanjutan dan masih mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga daya dukung lingkungan menurun dan ketersediaan sumber daya alam menipis. Menurunnya daya dukung dan ketersediaan sumber daya alam juga terjadi karena kemampuan iptek yang rendah sehingga tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.
Kondisi sumber daya hutan saat ini sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan akibat meningkatnya praktik pembalakan liar ( illegal logging ) dan penyelundupan kayu, meluasnya kebakaran hutan dan lahan, meningkatnya tuntutan atas lahan dan sumber daya hutan yang tidak pada tempatnya, meluasnya perambahan dan konversi hutan alam, serta meningkatnya penambangan resmi maupun tanpa izin. Tahun 2004, kerusakan hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 59,2 juta hektar dengan laju deforestasi setiap tahun mencapai 1,6-2 juta hektar.
Sumber daya kelautan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini karena beberapa hal, antara lain, (1) belum adanya penataan batas maritim;
adanya konflik dalam pemanfaatan ruang di laut;
belum adanya jaminan keamanan dan keselamatan di laut;
adanya otonomi daerah menyebabkan belum ada pemahaman yang sama terhadap pengelolaan sumber daya kelautan;
adanya keterbatasan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya kelautan; dan
belum adanya dukungan riset dan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan.
Pencemaran air, udara, dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang memerhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Keberadaan masyarakat adat yang sangat bergantung pada sumber daya alam dan memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam juga belum diakui. Kearifan lokal sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah juga telah mengakibatkan meningkatnya konflik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, baik antarwilayah, antara pusat dan daerah, serta antarpenggunaan. Untuk itu, kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 20 tahun mendatang agar Indonesia tidak mengalami krisis sumber daya alam, khususnya krisis air, krisis pangan, dan krisis energi. II.2 TANTANGAN A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama 1. Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia menghadapi tekanan jumlah penduduk yang makin besar. Jumlah penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 219,9 juta orang diperkirakan meningkat mencapai sekitar 274 juta orang pada tahun 2025. Sejalan dengan itu berbagai parameter kependudukan diperkirakan akan mengalami perbaikan yang ditunjukkan dengan menurunnya angka kelahiran, meningkatnya usia harapan hidup, dan menurunnya angka kematian bayi. Meskipun demikian, pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan penduduk penting diperhatikan untuk menciptakan penduduk tumbuh seimbang dalam rangka mendukung terjadinya bonus demografi yang ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada jumlah penduduk usia non-produktif. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas SDM, daya saing, dan kesejahteraan rakyat. Di samping itu, persebaran dan mobilitas penduduk perlu pula mendapatkan perhatian sehingga ketimpangan persebaran dan kepadatan penduduk antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa serta antara wilayah perkotaan dan perdesaan dapat dikurangi.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian nasional. Pembangunan kesehatan dan pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di bidang kesehatan tantangan pembangunan yang dihadapi, antara lain, adalah mengurangi kesenjangan status kesehatan masyarakat dan akses terhadap pelayanan kesehatan antarwilayah, tingkat sosial ekonomi, dan gender; meningkatkan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan yang kurang memadai; meningkatkan akses terhadap fasilitas kesehatan; dan mengurangi beban ganda penyakit yaitu pola penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat adalah penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular serta meningkatnya penyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang. Sementara itu, tantangan yang dihadapi pembangunan pendidikan adalah menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, menurunkan jumlah penduduk yang buta aksara, serta menurunkan kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup tinggi antarkelompok masyarakat, termasuk antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk perkotaan dan perdesaan, antara penduduk di wilayah maju dan tertinggal, dan antarjenis kelamin. Tantangan dalam pembangunan pendidikan lainnya adalah meningkatkan kualitas dan relevansi termasuk mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah, antarjenis kelamin, dan antara penduduk kaya dan miskin sehingga pembangunan pendidikan dapat berperan dalam mendorong pembangunan nasional secara menyeluruh termasuk dalam mengembangkan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia, kemampuan untuk hidup dalam masyarakat yang multikultur, serta meningkatkan daya saing. Pembangunan pendidikan ditantang untuk menyediakan pelayanan pendidikan sepanjang hayat untuk memanfaatkan bonus demografi.
Kualitas hidup dan peran perempuan dan anak di berbagai bidang pembangunan masih rendah. Hal itu, antara lain, ditandai oleh rendahnya angka indeks pembangunan gender (IPG) dan tingginya tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta kurang memadainya kesejahteraan, partisipasi dan perlindungan anak. Dengan demikian, tantangan di bidang pembangunan perempuan dan anak adalah meningkatkan kualitas dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan; menurunkan tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak. Sementara itu, tantangan di bidang pemuda dan olahraga adalah mengoptimalkan partisipasi pemuda dalam pembangunan serta meningkatkan budaya dan prestasi olahraga. Tantangan lainnya adalah menurunkan beban permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin beragam dan meningkat akibat terjadinya berbagai krisis sosial, seperti menipisnya nilai budaya dan agama; menurunkan ekses dan gejala sosial dampak dari disparitas kondisi sosial ekonomi masyarakat dan terjadinya bencana sosial dan bencana alam; dan meningkatkan pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat.
Derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi menjadi tantangan bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan jati diri bangsa sekaligus memanfaatkannya untuk pengembangan toleransi terhadap keragaman budaya dan peningkatan daya saing melalui penerapan nilai-nilai Pancasila dan penyerapan nilai- nilai universal.
Pembangunan manusia pada intinya adalah pembangunan manusia seutuhnya. Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan agama adalah mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, mewujudkan kerukunan intern dan antarumat beragama, serta memberikan rasa aman dan perlindungan dari tindak kekerasan. B. Ekonomi 1. Pembangunan ekonomi sampai saat ini, meskipun telah menghasilkan berbagai kemajuan, masih jauh dari cita-citanya untuk mewujudkan perekonomian yang tangguh dan menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, tantangan besar kemajuan perekonomian 20 tahun mendatang adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan untuk mewujudkan secara nyata peningkatan kesejahteraan sekaligus mengurangi ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang lebih maju.
Secara eksternal, tantangan tersebut dihadapkan pada situasi persaingan ekonomi antarnegara yang makin runcing akibat makin pesat dan meluasnya proses globalisasi. Basis kekuatan ekonomi yang masih banyak mengandalkan upah tenaga kerja yang murah dan ekspor bahan mentah dari eksploitasi sumber-sumber daya alam tak terbarukan, untuk masa depan perlu diubah menjadi perekonomian yang produk-produknya mengandalkan keterampilan SDM serta mengandalkan produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global sehingga ekspor bahan mentah dapat dikurangi kemudian digantikan dengan ekspor produk yang bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global. Perkembangan ekonomi regional di kawasan Asia Timur dan Asia Selatan yang pesat dengan tumbuhnya raksasa ekonomi global di masa depan, seperti Cina dan India, merupakan salah satu fokus utama yang perlu dipertimbangkan secara cermat di dalam menyusun pengembangan struktur dan daya saing perekonomian nasional. Dengan demikian, integrasi perekonomian nasional ke dalam proses globalisasi dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dan sekaligus dapat meminimalkan dampak negatif yang muncul.
Secara internal, tantangan tersebut dihadapkan pada situasi pertambahan penduduk nasional yang masih relatif tinggi dan rasio penduduk usia produktif yang diperkirakan mencapai tingkat maksimal (sekitar 50 persen dari total penduduk) pada periode tahun 2020–2030. Dalam periode tersebut, angkatan kerja diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat jumlahnya dari kondisi saat ini. Dengan komposisi pendidikan angkatan kerja yang pada tahun 2004 sekitar 50 persen berpendidikan setingkat SD, dalam 20 tahun ke depan komposisi pendidikan angkatan kerja diperkirakan akan didominasi oleh angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SMP sampai dengan SMU. Dengan demikian, kapasitas perekonomian pada masa depan dituntut untuk mampu tumbuh dan berkembang agar mampu menyediakan tambahan lapangan kerja yang layak.
Tantangan internal yang penting lainnya adalah terlalu teraglomerasinya aktivitas perekonomian di pulau Jawa yang melebihi daya dukung optimal lingkungan hidupnya. Pada masa yang akan datang, perekonomian juga dituntut untuk mampu berkembang secara lebih proporsional di seluruh wilayah tanah air dengan mendorong perkembangan ekonomi di luar pulau Jawa, dalam rangka pemerataan pembangunan untuk mengurangi kesenjangan regional. Selain akan bermanfaat untuk menjaga keseimbangan lingkungan, terutama di pulau Jawa, hal tersebut juga akan berguna untuk memperkuat perekonomian domestik yang ditunjukkan oleh diversifikasi perekonomian sekaligus perbaikan di dalam kesempatan kerja dan berusaha sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat secara nasional.
Kemajuan ekonomi perlu didukung oleh kemampuan suatu bangsa di dalam mengembangkan potensi dirinya untuk mewujudkan kemandirian. Kepentingan utama dalam pembangunan tersebut adalah mempertahankan kedaulatan perekonomian serta mengurangi ketergantungan ekonomi dari pengaruh luar, tetapi tetap berdaya saing. Dengan pemahaman itu, tantangan utama kemajuan ekonomi adalah mengembangkan aktivitas perekonomian yang didukung oleh penguasaan dan penerapan teknologi serta peningkatan produktivitas SDM, mengembangkan kelembagaan ekonomi yang efisien yang menerapkan praktik-praktik terbaik dan prinsip- prinsip pemerintahan yang baik, serta menjamin ketersediaan kebutuhan dasar dalam negeri.
Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin dan adanya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Tantangan yang dihadapi, antara lain, yaitu kurangnya pemahaman terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin, kurangnya keberpihakan dalam perencanaan dan penganggaran, lemahnya sinergi dan koordinasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses masyarakat miskin terutama perempuan dalam pengambilan keputusan baik dalam keluarga maupun masyarakat, serta keterbatasan pemahaman dalam mengembangkan potensi daerah berpenduduk miskin padahal investasi daerah miskin di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan dalam bukti empiris dapat menghasilkan atau mengembangkan potensi bagi sentra kegiatan ekonomi. C. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Persaingan yang makin tinggi pada masa yang akan datang menuntut peningkatan kemampuan dalam penguasaan dan penerapan iptek dalam rangka menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan iptek nasional, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kontribusi iptek untuk meningkatkan kemampuan dalam memenuhi hajat hidup bangsa; menciptakan rasa aman; memenuhi kebutuhan kesehatan dasar, energi, dan pangan; memperkuat sinergi kebijakan iptek dengan kebijakan sektor lain; mengembangkan budaya iptek di kalangan masyarakat; meningkatkan komitmen bangsa terhadap pengembangan iptek; mengatasi degradasi fungsi lingkungan; mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam; serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas sumber daya iptek, baik SDM, sarana dan prasarana, maupun pembiayaan iptek. D. Sarana dan Prasarana 1. Pemenuhan kebutuhan penyediaan air baku di berbagai sektor kehidupan menghadapi tantangan utama, yaitu meningkatkan pasokan air baku yang ditempuh melalui pengembangan prasarana penampung air yang dapat dikelola bersama oleh masyarakat. Selain itu, pengembangan sarana dan prasarana pengendali daya rusak air harus mampu mengantisipasi perkembangan daerah-daerah permukiman dan industri baru. Intervensi sarana dan prasarana juga perlu dilakukan untuk mengurangi laju sedimentasi sejalan dengan upaya-upaya konservasi dan reboisasi terutama dengan mengembangkan bangunan-bangunan pengendali sedimen yang dapat dikelola oleh masyarakat. Pengelolaan jaringan irigasi belum diselenggarakan dengan pengutamaan peran masyarakat petani dengan dukungan penuh dari pemerintah dan pihak pengguna air irigasi. Peningkatan kemampuan kelembagaan pengelola sarana dan prasarana sumber daya air harus terus dikembangkan sesuai prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air terpadu ( integrated water resources management ). Upaya mempertahankan kondisi kualitas air yang ada serta pemulihan terhadap kualitas air yang telah tercemar diwujudkan melalui pendekatan pengelolaan lingkungan hidup dan penerapan teknologi.
Tantangan yang dihadapi oleh sektor transportasi pada masa yang akan datang adalah mengembangkan sistem transportasi nasional yang efisien dan efektif, terjangkau, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan peningkatan transportasi yang terpadu antarmoda dan intramoda serta selaras dengan pengembangan wilayah, mewujudkan pelayanan transportasi yang mendukung pembangunan ekonomi sosial dan budaya, serta mendukung kesatuan dan persatuan NKRI dan perwujudan negara kepulauan. Tantangan utama dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya agar dapat melaksanakan pembangunan transportasi nasional adalah meningkatkan kapasitas kelembagaan dan peraturan yang kondusif, meningkatkan iklim kompetisi yang sehat, meningkatkan peran serta negara, swasta, dan masyarakat dalam pelayanan tranportasi publik, mengembangkan alternatif pembiayaan dan investasi, dan mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah lingkungan.
Globalisasi, kemajuan teknologi, dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang makin meningkat untuk mendapatkan akses informasi menuntut adanya penyempurnaan dalam hal penyelenggaraan pembangunan pos dan telematika. Oleh karena itu, perlu adanya integrasi antara pendidikan dengan teknologi informasi serta sektor-sektor strategis lainnya. Walaupun pembangunan pos dan telematika saat ini telah mengalami berbagai kemajuan, informasi masih merupakan barang yang dianggap mewah dan hanya dapat diakses dan dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat. Oleh sebab itu, tantangan utama yang dihadapi dalam sektor itu adalah meningkatkan penyebaran dan pemanfaatan arus informasi dan teledensitas pelayanan pos dan telematika masyarakat pengguna jasa. Tantangan lainnya adalah konvergensi teknologi informasi dan komunikasi yang menghilangkan sekat antara telekomunikasi, teknologi informasi dan penyiaran, pendidikan dan etika moral.
Tantangan utama yang dihadapi dalam sektor energi adalah meningkatkan keandalan pasokan energi, sarana dan prasarana, serta proses dan penyalurannya untuk keperluan domestik karena belum ada kebijakan tarif lokal untuk memenuhi kebutuhan berbagai jenis energi serta sarana dan prasarananya. Di samping itu, lokasi sumber daya energi yang potensial yang sebagian besar berada di luar pulau Jawa, selama ini pengembangannya terbatas hanya untuk menyalurkan energi konvensional dari lokasi sumber daya ke pusat permintaan energi, sedangkan sarana dan prasarana energi lainnya terutama energi terbarukan masih sangat tertinggal.
Tantangan yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, adalah (a) melakukan reformasi secara serentak, khususnya yang berkaitan dengan perpajakan, retribusi/biaya perizinan daerah, pertanahan dan tata ruang, sebagai upaya untuk menekan dan mengurangi harga rumah sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat; (b) menyempurnakan pola subsidi sektor perumahan yang tepat sasaran, transparan, akuntabel, dan pasti, khususnya subsidi bagi masyarakat berpendapatan rendah; (c) mendorong adanya insentif perpajakan kepada dunia usaha agar berpartisipasi secara langsung dalam penyediaan perumahan; dan (d) melakukan penguatan swadaya masyarakat dalam pembangunan rumah melalui pemberian fasilitas kredit mikro perumahan, fasilitasi untuk pemberdayaan masyarakat, dan bantuan teknis kepada kelompok masyarakat yang berswadaya dalam pembangunan rumah. Dengan demikian, penyediaan perumahan dapat diselenggarakan dengan tidak hanya mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat, melainkan juga melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan makin terbatasnya sumber dana yang dapat dimobilisasi oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sarana dan prasarana, anggaran pemerintah akan lebih difokuskan pada penyediaan sarana dan prasarana yang secara ekonomi dan sosial bermanfaat, tetapi secara finansial kurang layak. Untuk proyek sarana dan prasarana yang layak secara finansial akan dibangun dengan memanfaatkan dana-dana masyarakat dan membuka peluang kerja sama dengan badan usaha, terutama swasta dalam rangka penyelenggaraan pembangunan sarana dan prasarana. Hal itu, merupakan tantangan yang menuntut dilakukannya berbagai penyempurnaan aturan main, terutama yang berkaitan dengan struktur industri penyediaan sarana dan prasarana serta pentingnya reformasi di sektor keuangan guna memfasilitasi kebutuhan akan dana- dana jangka panjang masyarakat yang tersimpan di berbagai lembaga keuangan. E. Politik 1. Tantangan terberat dalam kurun waktu 20 tahun mendatang dalam pembangunan politik adalah menjaga proses konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan. Dalam menjaga momentum demokrasi tersebut, tantangan yang akan dihadapi adalah melaksanakan reformasi struktur politik, menyempurnakan proses politik, dan mengembangkan budaya politik yang lebih demokratis agar demokrasi berjalan bersamaan dan berkelanjutan sehingga sasaran tercapainya demokrasi yang bersifat prosedural dan substansial dapat tercapai. Tantangan lain yang dihadapi untuk menjaga konsolidasi demokrasi adalah perlunya menyepakati pentingnya konstitusi yang lebih demokratis. Proses perubahan yang sudah berlangsung 4 (empat) kali masih menyisakan berbagai persoalan ketidaksempurnaan dalam hal filosofi maupun substansi konstitusional, terutama dalam kaitannya dengan pelembagaan dan penerapan nilai-nilai demokrasi secara luas.
Konsolidasi demokrasi memerlukan dukungan seluruh masyarakat Indonesia yang bersatu padu dalam wadah NKRI. Tantangan utamanya adalah meneguhkan kembali makna penting persatuan nasional dengan memerhatikan berbagai keanekaragaman latar belakang dan kondisi. Hal itu meliputi aspek desentralisasi, keadilan sosial, serta sensitif politik yang belum tuntas penyelesaiannya, seperti masalah federalisme, masalah pemberlakuan syariat Islam, dan masalah hubungan negara dan agama. Tantangan lain dalam melaksanakan konsolidasi demokrasi adalah melaksanakan rekonsiliasi nasional untuk menyelesaikan dan menuntaskan persoalan-persoalan yang masih mengganjal pada masa yang lalu, seperti pelanggaran HAM berat dan tindakan-tindakan kejahatan politik yang dilakukan atas nama negara. Terkait dengan telah dirumuskannya format hubungan pusat dan daerah yang baru, tantangan ke depan adalah menciptakan hubungan pusat dengan daerah yang benar-benar mampu memadukan kepentingan dalam upaya memperkuat ikatan NKRI dan tetap menjaga berkembangnya iklim demokrasi hingga ke tingkat lokal atau dinamika di berbagai daerah 3. Tantangan lain untuk menjaga konsolidasi demokrasi adalah perlunya mereformasi birokrasi sipil dan TNI-Polri. Konsolidasi demokrasi memerlukan pelaksana kebijakan yang reformis di dalam pemerintahan dan memerlukan dukungan birokrasi yang memenuhi syarat profesionalisme, kredibilitas dan kapasitas, serta efisiensi dan efektivitas. Di samping itu, salah satu tantangan demokrasi terbesar adalah masih belum kuatnya masyarakat sipil, baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Oleh karena itu, dalam kurun waktu dua puluh tahun ke depan, pendidikan politik akan merupakan alat transformasi sosial menuju demokrasi. Masyarakat sipil yang kuat sangat tergantung kepada kapasitas masyarakat dalam merespon dan memahami dinamika pasar global dan pasar dalam negeri serta saling berinteraksi antara negara, masyarakat sipil, dan pasar dalam mewujudkan negara yang demokratis. Tantangan lain untuk menjaga proses konsolidasi demokrasi adalah mendorong terbangunnya partai politik yang mandiri dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan pendidikan politik rakyat, mengagregasi dan menyalurkan aspirasi politik rakyat, serta menyeleksi pimpinan politik yang akan mengelola penyelenggaraan negara secara profesional.
Konsolidasi demokrasi akan dihadapkan pula pada tantangan bagaimana melembagakan kebebasan pers/media massa. Akses masyarakat terhadap informasi yang bebas dan terbuka, dalam banyak hal, akan lebih memudahkan kontrol atas pemenuhan kepentingan publik. Peran media massa yang bebas sangat menentukan dalam proses menemukan, mencegah, mempublikasikan berbagai bentuk penyelewengan kekuasaan dan korupsi. Tantangan lain adalah mengatasi berbagai dampak negatif perkembangan industri pers yang cenderung berpihak pada kepentingan kapitalis dan bukan mengedepankan kepentingan masyarakat luas. Keseluruhan upaya tersebut berada dalam konteks menempatkan peranan pers sebagai salah satu pilar dari perkembangan demokrasi suatu negara.
Berkenaan dengan hubungan luar negeri, tantangan dalam dua puluh tahun mendatang adalah menempatkan posisi Indonesia secara tepat atas isi-isu global dengan memanfaatkan posisi strategis Indonesia secara maksimal bagi kepentingan nasional dan merevitalisasi konsep identitas nasional dalam politik luar negeri. Selain itu, bersama negara-negara berkembang lainnya, diplomasi Indonesia juga perlu terus mendorong ke arah terciptanya tatanan ekonomi dunia yang lebih adil, meningkatnya dukungan dan peran berbagai pelaku dalam menyelenggarakan hubungan luar negeri, dan terlaksananya hubungan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia. Sikap Pelaksanaan politik luar negeri RI yang bebas dan aktif ditujukan pula untuk mendukung upaya memperkuat peranan kelembagaan regional, terutama untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang pada tingkat regional. Tantangan lain yang dihadapi adalah melaksanakan strategi yang tepat dalam menghadapi potensi konflik teritorial dengan negara-negara tetangga melalui upaya untuk menindaklanjuti United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang merupakan salah satu langkah strategis, baik dalam konteks penguatan perlindungan terhadap kedaulatan wilayah dari segi hukum internasional maupun pemanfaatan nilai-nilai ekonomi karena Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Di samping itu, kecenderungan-kecenderungan unilateralisme ke depan akan dapat menyebabkan lumpuhnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai institusi utama dalam diplomasi multilateral untuk menegakkan perdamaian dan keamanan internasional. Untuk menghindari hal tersebut, Indonesia perlu ikut menyuarakan dan memperjuangkan makna penting multilateralisme secara global dengan mengedepankan perlunya reformasi dan demokratisasi PBB menjadi tantangan yang harus diwujudkan secara konsisten dan berkelanjutan. F. Pertahanan Keamanan 1. Perubahan geopolitik internasional yang ditandai dengan memudarnya prinsip multilateralisme dan menguatnya pendekatan unilateralisme yang berdampak pada berkembangnya doktrin pertahanan pre-emptive strike akan mengubah sama sekali tataran politik internasional dan dapat menembus batas-batas yurisdiksi sebuah negara di luar kewajaran hukum internasional yang berlaku saat ini. Selain itu, menguatnya kemampuan militer negara tetangga yang secara signifikan melebihi kemampuan pertahanan Republik Indonesia telah melemahkan posisi tawar dalam ajang diplomasi internasional. Oleh karena itu, salah satu tantangan utama pembangunan kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus diatasi pada masa mendatang adalah membangun kekuatan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal, sehingga disegani di kawasan regional dan internasional.
Potensi dan ancaman konflik berintensitas rendah yang didukung dengan perkembangan metode dan alat teknologi tinggi diperkirakan akan makin meningkat pada masa mendatang. Potensi dan ancaman tersebut adalah terorisme, konflik komunal, kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara terutama di wilayah yurisdiksi laut Indonesia dan wilayah perbatasan, serta berkembangnya variasi tindak kriminal konvensional. Tantangan lain dalam pembangunan pertahanan dan keamanan adalah meningkatkan profesionalisme Polri seiring dengan peningkatan kesejahteraan anggotanya agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan, menuntaskan tindak kriminalitas, serta meningkatkan profesionalisme TNI seiring dengan peningkatan kesejahteraan prajurit serta penguatan kapasitas lembaga intelijen dan kontra intelijen dalam rangka menciptakan keamanan nasional.
Ancaman dan gangguan bagi kedaulatan negara, keselamatan bangsa, dan keutuhan wilayah sangat terkait dengan bentang dan posisi geografis yang sangat strategis, kekayaan alam yang melimpah, serta belum tuntasnya pembangunan karakter dan kebangsaan, terutama pemahaman mengenai masalah multikulturalisme yang dapat berdampak pada munculnya gerakan separatisme dan konflik horizontal. Sementara itu, kemampuan pertahanan dan keamanan saat ini dihadapkan pada situasi kekurangan jumlah dan ketidaksiapan alutsista dan alat utama lainnya yang jika tidak dilakukan upaya percepatan penggantian, peningkatan, dan penguatan akan menyulitkan penegakkan kedaulatan negara, penyelamatan bangsa, dan penjagaan keutuhan wilayah di masa mendatang. Keadaan tersebut diperburuk oleh terjadinya kelemahan sistemik komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang merupakan prasyarat berfungsinya sistem pertahanan semesta. Oleh karena itu, tantangan yang juga harus diatasi untuk membangun kemampuan pertahanan dan keamanan adalah meningkatkan jumlah dan kondisi alutsista TNI untuk mencapai kekuatan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal; mengembangkan alat utama Polri, lembaga intelijen, dan kontra intelijen sesuai dengan kemajuan teknologi; dan meningkatkan kesiapan komponen cadangan dan pendukung pertahanan termasuk membangun kemampuan industri pertahanan nasional. Upaya lebih lanjut dalam pengembangan industri pertahanan nasional memerlukan dukungan berbagai kalangan agar dapat menciptakan kemandirian alutsista TNI dan alat utama (alut) Polri yang dibarengi dengan penataan lebih lanjut pola interaksi antara TNI dan Polri terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya masing-masing.
Upaya memodernkan alutsista TNI secara bertahap terhambat oleh embargo yang dilakukan oleh beberapa negara. Kondisi itu diperparah dengan relatif rendahnya upaya pemanfaatan industri nasional dalam memenuhi kebutuhan peralatan pertahanan dan keamanan. Ketidaksesuaian di antara kebutuhan peralatan di satu sisi serta kemampuan teknis dan finansial industri nasional di sisi lain juga merupakan salah satu penyebab ketertinggalan dan ketergantungan peralatan pertahanan dan keamanan terhadap negara lain. Dengan demikian, untuk mewujudkan kemandirian dalam pembangunan pertahanan dan keamanan diperlukan industri pertahanan dan keamanan nasional yang tangguh. G. Hukum dan Aparatur 1. Tantangan ke depan di dalam mewujudkan sistem hukum nasional yang mantap adalah mewujudkan sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan HAM berdasarkan keadilan dan kebenaran.
Saat ini birokrasi belum mengalami perubahan mendasar. Banyak permasalahan belum terselesaikan. Permasalahan itu makin meningkat kompleksitasnya dengan desentralisasi, demokratisasi, globalisasi, dan revolusi teknologi informasi. Proses demokratisasi yang dijalankan telah membuat rakyat makin sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Untuk itu, partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara termasuk dalam pengawasan terhadap birokrasi perlu terus dibangun dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Tingkat partisipasi masyarakat yang rendah akan membuat aparatur negara tidak dapat menghasilkan kebijakan pembangunan yang tepat. Kesiapan aparatur negara dalam mengantisipasi proses demokratisasi perlu dicermati agar mampu memberikan pelayanan yang dapat memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas, dan kualitas yang prima dari kinerja organisasi publik. Globalisasi juga membawa perubahan yang mendasar pada sistem dan mekanisme pemerintahan. Revolusi teknologi dan informasi (TI) akan mempengaruhi terjadinya perubahan manajemen penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Pemanfaatan TI dalam bentuk e-government, e-procurement, e-business dan cyber law selain akan menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah, juga akan meningkatkan diterapkannya prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. H. Wilayah dan Tata Ruang 1. Pengaturan tata ruang sesuai peruntukan merupakan tantangan pada masa yang akan datang yang harus dihadapi untuk mengatasi krisis tata ruang yang telah terjadi. Untuk itu diperlukan penataan ruang yang baik dan berada dalam satu sistem yang menjamin konsistensi antara perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang. Penataan ruang yang baik diperlukan bagi (a) arahan lokasi kegiatan, (b) batasan kemampuan lahan, termasuk di dalamnya adalah daya dukung lingkungan dan kerentanan terhadap bencana alam, (c) efisiensi dan sinkronisasi pemanfaatan ruang dalam rangka penyelenggaraan berbagai kegiatan. Penataan ruang yang baik juga harus didukung dengan regulasi tata ruang yang searah, dalam arti tidak saling bertabrakan antarsektor, dengan tetap memerhatikan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan, serta kerentanan wilayah terhadap terjadinya bencana.
Pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah perlu dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, tetapi juga untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Tujuan penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, terutama untuk mengurangi kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, baik di masing- masing daerah maupun antardaerah. Dalam kaitan itu, perlu diperhatikan pemanfaatan potensi dan peluang dari keunggulan sumber daya alam kelautan yang selama ini belum optimal sebagai satu kesatuan pengelolaan sumber daya alam di dalam setiap wilayah.
Sementara itu, dari sisi eksternal secara pasti persaingan global akan semakin kuat berpengaruh pada pembangunan nasional pada masa yang akan datang. Perekonomian nasional akan menjadi lebih terbuka sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan daerah-daerah di Indonesia. Sejak tahun 2003, AFTA telah diberlakukan secara bertahap di lingkup negara-negara ASEAN, dan perdagangan bebas akan berlangsung sepenuhnya mulai tahun 2008. Selanjutnya, mulai tahun 2010 perdagangan bebas di seluruh wilayah Asia Pasifik akan dilaksanakan. Dalam kaitan itu, tantangan bagi daerah-daerah ialah menyiapkan diri menghadapi pasar global untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal sekaligus mengurangi kerugian dari persaingan global melalui pengelolaan sumber daya yang efisien dan efektif. Oleh karena itu, tantangannya ialah memanfaatkan potensi dan peluang keunggulan di masing-masing daerah dalam rangka mendukung daya saing nasional sekaligus meminimalkan dampak negatif globalisasi. I. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 1. Dengan menelaah kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup saat ini, apabila tidak diantisipasi dengan kebijakan dan tindakan yang tepat akan dihadapkan pada tiga ancaman, yaitu krisis pangan, krisis air, dan krisis energi. Ketiga krisis itu menjadi tantangan nasional jangka panjang yang perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat dan bangsa, yaitu terancamnya persatuan bangsa, meningkatnya semangat separatisme, dan menurunnya kesehatan masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk yang pesat menyebabkan kemampuan penyediaan pangan semakin terbatas. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan sawah dan lahan pertanian produktif lainnya, rendahnya peningkatan produktivitas hasil pertanian, dan menurunnya kondisi jaringan irigasi dan prasarana irigasi. Selain itu, praktik pertanian konvensional mengancam kelestarian sumber daya alam dan keberlanjutan sistem produksi pertanian. Di lain pihak, bertambahnya kebutuhan lahan pertanian dan penggunaan lainnya akan mengancam keberadaan hutan dan terganggunya keseimbangan tata air. Memburuknya kondisi hutan akibat deforestasi yang meningkat pesat dan memburuknya penutupan lahan di wilayah hulu daerah aliran sungai menyebabkan menurunnya ketersediaan air yang mengancam turunnya debit air waduk dan sungai pada musim kemarau serta berkurangnya pasokan air untuk pertanian dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Sementara itu, kelangkaan ketersediaan energi tak terbarukan juga terus terjadi karena pola konsumsi energi masih menunjukkan ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan. Tantangan utama dalam penyediaan energi adalah meningkatkan kemampuan produksi minyak dan gas bumi yang sekaligus memperbesar penerimaan devisa, memperbanyak infrastruktur energi untuk memudahkan layanan kepada masyarakat, serta mengurangi ketergantungan terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas, batubara, serta energi terbarukan seperti biogas, biomassa, panas bumi ( geothermal ), energi matahari, arus laut, dan tenaga angin. Selain itu, terdapat kemungkinan pengembangan energi tenaga nuklir yang memerlukan penelitian mendalam tentang keamanan teknologi yang digunakan, lokasi geografis, dan risiko yang mungkin akan dihadapi.
Kemajuan dapat diperoleh dengan memanfaatkan (a) sumber daya alam daratan (seperti hutan, tambang, dan lahan untuk budidaya yang cakupannya dibatasi oleh wilayah kedaulatan negara) dan (b) sumber daya kelautan, yang tersebar di wilayah laut teritorial, zona ekonomi ekslusif sampai dengan 200 mil laut dan hak pengelolaan di wilayah laut lepas yang jaraknya dapat lebih dari 200 mil laut. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya kelautan untuk perhubungan laut, perikanan, pariwisata, pertambangan, industri maritim, bangunan laut, dan jasa kelautan menjadi tantangan yang perlu dipersiapkan agar dapat menjadi tumpuan masa depan bangsa. Sumbangan sumber daya kelautan terhadap perekonomian nasional yang cukup besar merupakan urutan kedua setelah jasa-jasa. Bahkan, terdapat kecenderungan daya saing industri pada saat ini telah bergeser ke arah industri berbasis kelautan. Pembangunan kelautan pada masa mendatang memerlukan dukungan politik dan pemihakan yang nyata dari seluruh pemangku kepentingan, yang tentunya menjadi tantangan seluruh komponen bangsa.
Meningkatnya kasus pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan, perubahan gaya hidup yang konsumtif, serta rendahnya kesadaran masyarakat perlu ditangani secara berkelanjutan. Kemajuan transportasi dan industrialisasi, pencemaran sungai dan tanah oleh industri, pertanian, dan rumah tangga memberi dampak negatif yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga kehidupan manusia. Keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang juga menghadapi tantangan akan adanya perubahan iklim dan pemanasan global yang berdampak pada aktivitas dan kehidupan manusia. Sementara itu, pemanfaatan keanekaragaman hayati belum berkembang sebagaimana mestinya. Pengembangan nilai tambah kekayaan keanekaragaman hayati dapat menjadi alternatif sumber daya pembangunan yang dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun mendatang, sehingga memerlukan berbagai penelitian, perlindungan, dan pemanfaatan secara lestari selain upaya ke arah pematenan (hak atas kekayaan intelektual/HAKI). Oleh karena itu, penyelamatan ekosistem beserta flora-fauna di dalamnya menjadi bagian integral dalam membangun daya saing Indonesia. II.3 MODAL DASAR Modal dasar pembangunan nasional adalah seluruh sumber kekuatan nasional, baik yang efektif maupun potensial, yang dimiliki dan didayagunakan bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional.
Wilayah Indonesia, yang dideklarasikan pada tanggal 13 Desember 1957 dan diterima menjadi bagian dari hukum laut internasional (UNCLOS, 1982), menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut terluas, jumlah pulau terbanyak, dan pantai terpanjang kedua di dunia. Letak geografis Indonesia yang berada di khatulistiwa serta di antara dua benua dan dua samudera sangat strategis bagi hubungan antarbangsa di dunia. Wilayah Indonesia yang seperti itu sangat penting disadari karena merupakan kekuatan sekaligus kelemahan dan memberikan peluang serta ancaman yang menjadi basis bagi kebijakan pembangunan di berbagai bidang, baik di bidang sosial dan budaya, ekonomi industri, wilayah, lingkungan hidup, pertahanan keamanan, maupun hukum dan aparatur negara.
Kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang terdapat di darat, laut, udara dan dirgantara terbatas jumlahnya sehingga pendayagunaannya harus dilakukan secara bertanggungjawab untuk kemakmuran rakyat.
Penduduk dalam jumlah besar dengan budaya sangat beragam merupakan sumber daya potensial dan produktif bagi pembangunan nasional.
Perkembangan politik yang telah melalui tahap awal reformasi telah memberikan perubahan yang mendasar bagi demokratisasi di bidang politik dan ekonomi serta desentralisasi di bidang pemerintahan dan pengelolaan pembangunan. BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2005–2025 Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah: Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada pencapaian tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai. Kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri bangsanya. Oleh karena itu, pembangunan, sebagai usaha untuk mengisi kemerdekaan, haruslah pula merupakan upaya membangun kemandirian. Kemandirian bukanlah kemandirian dalam keterisolasian. Kemandirian mengenal adanya kondisi saling ketergantungan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun bangsa. Terlebih lagi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas ketergantungan antarbangsa semakin kuat. Kemandirian yang demikian adalah paham yang proaktif dan bukan reaktif atau defensif. Kemandirian merupakan konsep yang dinamis karena mengenali bahwa kehidupan dan kondisi saling ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya. Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Oleh karena itu, untuk membangun kemandirian, mutlak harus dibangun kemajuan ekonomi. Kemampuan untuk berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus kemandirian. Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya; kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya; ketergantungan pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang makin kokoh sehingga ketergantungan kepada sumber dari luar negeri menjadi kecil; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Apabila karena sumber daya alam tidak lagi memungkinkan, kelemahan itu diimbangi dengan keunggulan lain sehingga tidak membuat ketergantungan dan kerawanan serta mempunyai daya tahan tinggi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia. Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau sebuah bangsa mengenai dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi tantangan-tantangan. Karena menyangkut sikap, kemandirian pada dasarnya adalah masalah budaya dalam arti seluas- luasnya. Sikap kemandirian harus dicerminkan dalam setiap aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan. Tingkat kemajuan suatu bangsa dinilai berdasarkan berbagai ukuran. Ditinjau dari indikator sosial, tingkat kemajuan suatu negara diukur dari kualitas sumber daya manusianya. Suatu bangsa dikatakan makin maju apabila sumber daya manusianya memiliki kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan berkualitas pendidikan yang tinggi. Tingginya kualitas pendidikan penduduknya ditandai oleh makin menurunnya tingkat pendidikan terendah serta meningkatnya partisipasi pendidikan dan jumlah tenaga ahli serta profesional yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Kemajuan suatu bangsa juga diukur berdasarkan indikator kependudukan, ada kaitan yang erat antara kemajuan suatu bangsa dengan laju pertumbuhan penduduk, termasuk derajat kesehatan . Bangsa yang sudah maju ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk yang lebih kecil; angka harapan hidup yang lebih tinggi; dan kualitas pelayanan sosial yang lebih baik. Secara keseluruhan kualitas sumber daya manusia yang makin baik akan tercermin dalam produktivitas yang makin tinggi. Ditinjau dari tingkat perkembangan ekonomi, kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat kemakmurannya yang tercermin pada tingkat pendapatan dan pembagiannya. Tingginya pendapatan rata-rata dan ratanya pembagian ekonomi suatu bangsa menjadikan bangsa tersebut lebih makmur dan lebih maju. Negara yang maju pada umumnya adalah negara yang sektor industri dan sektor jasanya telah berkembang. Peran sektor industri manufaktur sebagai penggerak utama laju pertumbuhan makin meningkat, baik dalam segi penghasilan, sumbangan dalam penciptaan pendapatan nasional maupun dalam penyerapan tenaga kerja. Selain itu, dalam proses produksi berkembang keterpaduan antarsektor, terutama sektor industri, sektor pertanian, dan sektor-sektor jasa; serta pemanfaatan sumber alam yang bukan hanya ada pada pemanfaatan ruang daratan, tetapi juga ditransformasikan kepada pemanfaatan ruang kelautan secara rasional, efisien, dan berwawasan lingkungan, mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara. Lembaga dan pranata ekonomi telah tersusun, tertata, dan berfungsi dengan baik, sehingga mendukung perekonomian yang efisien dengan produktivitas yang tinggi. Negara yang maju umumnya adalah negara yang perekonomiannya stabil. Gejolak yang berasal dari dalam maupun luar negeri dapat diredam oleh ketahanan ekonominya. Selain memiliki berbagai indikator sosial ekonomi yang lebih baik, bangsa yang maju juga telah memiliki sistem dan kelembagaan politik, termasuk hukum yang mantap. Lembaga politik dan kemasyarakatan telah berfungsi berdasarkan aturan dasar, yaitu konstitusi yang ditetapkan oleh rakyatnya. Bangsa yang maju juga ditandai oleh adanya peran serta rakyat secara nyata dan efektif dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, maupun pertahanan dan keamanan. Dalam aspek politik, sejarah menunjukkan adanya keterkaitan erat antara kemajuan suatu bangsa dan sistem politik yang dianutnya. Bangsa yang maju pada umumnya menganut sistem demokrasi, yang sesuai dengan budaya dan latar belakang sejarahnya. Bangsa yang maju adalah bangsa yang hak-hak warganya, keamanannya, dan ketenteramannya terjamin dalam kehidupannya. Selain unsur-unsur tersebut, bangsa yang maju juga harus didukung dengan infrastruktur yang maju. Kemandirian dan kemajuan suatu bangsa tidak hanya dicerminkan oleh perkembangan ekonomi semata, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Kemandirian dan kemajuan juga tercermin dalam keseluruhan aspek kehidupan, dalam kelembagaan, pranata-pranata, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan politik dan sosial. Pembangunan bangsa Indonesia bukan hanya sebagai bangsa yang mandiri dan maju, melainkan juga bangsa yang adil dan makmur. Sebagai pelaksana dan penggerak pembangunan sekaligus objek pembangunan, rakyat mempunyai hak, baik dalam merencanakan, melaksanakan, maupun menikmati hasil pembangunan. Pembangunan haruslah dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Oleh karena itu, masalah keadilan merupakan ciri yang menonjol pula dalam pembangunan nasional. Keadilan dan kemakmuran harus tercermin pada semua aspek kehidupan. Semua rakyat mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan taraf kehidupan; memperoleh lapangan pekerjaan; mendapatkan pelayanan sosial, pendidikan dan kesehatan; mengemukakan pendapat; melaksanakan hak politik; mengamankan dan mempertahankan negara; serta mendapatkan perlindungan dan kesamaan di depan hukum. Dengan demikian, bangsa adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antarindividu, gender, maupun wilayah. Bangsa yang makmur adalah bangsa yang sudah terpenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia , bermoral , beretika , berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan; membangun infrastruktur yang maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
Mewujudkan Indonesia aman , damai , dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra- intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional adalah memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang. BAB IV ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005–2025 Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut. A. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab ditandai oleh hal-hal berikut:
Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.
Makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat, dan martabat manusia Indonesia, dan menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa. B. Terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah, dengan tingkat pengangguran terbuka yang tidak lebih dari 5 persen dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen.
Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Secara umum peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang.
Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah Indonesia. Sektor pertanian, dalam arti luas, dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditi berkualitas, industri manufaktur yang berdaya saing global, motor penggerak perekonomian, serta jasa yang perannya meningkat dengan kualitas pelayanan lebih bermutu dan berdaya saing.
Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang andal dan terintegrasi satu sama lain. Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang andal dan efisien sesuai kebutuhan, termasuk hampir sepenuhnya elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi perdesaan dapat terpenuhi. Terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi Indonesia. Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air.
Meningkatnya profesionalisme aparatur negara pusat dan daerah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, serta profesional yang mampu mendukung pembangunan nasional. C. Terwujudnya Indonesia yang demokratis , berlandaskan hukum dan berkeadilan ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
Terciptanya supremasi hukum dan penegakkan hak-hak asasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta tertatanya sistem hukum nasional yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif, dan aspiratif. Terciptanya penegakan hukum tanpa memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan seseorang demi supremasi hukum dan terciptanya penghormatan pada hak-hak asasi manusia.
Menciptakan landasan konstitusional untuk memperkuat kelembagaan demokrasi.
Memperkuat peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan politik.
Memantapkan pelembagaan nilai-nilai demokrasi yang menitikberatkan pada prinsip-prinsip toleransi, non-diskriminasi, dan kemitraan.
Terwujudnya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintah yang berdasarkan hukum, birokrasi yang professional dan netral, masyarakat sipil, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta adanya kemandirian nasional. D. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri ditandai oleh hal-hal berikut:
Terwujudnya keamanan nasional yang menjamin martabat kemanusiaan, keselamatan warga negara, dan keutuhan wilayah dari ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
TNI yang profesional, komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang kuat terutama bela negara masyarakat dengan dukungan industri pertahanan yang andal.
Polri yang profesional, partisipasi kuat masyarakat dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontra intelijen yang efektif, serta mantapnya koordinasi antara institusi pertahanan dan keamanan. E. Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan ditandai oleh hal-hal berikut:
Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat. F. Terwujudnya Indonesia yang asri dan lestari ditandai oleh hal-hal berikut:
Membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi, daya dukung, dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari.
Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional.
Meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan. G. Terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional ditandai oleh hal-hal berikut:
Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia.
Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang terkait dalam kerangka pertahanan negara.
Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut. H. Terwujudnya peranan Indonesia yang meningkat dalam pergaulan dunia internasional ditandai oleh hal-hal berikut:
Memperkuat dan mempromosikan identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional.
Memulihkan posisi penting Indonesia sebagai negara demokratis besar yang ditandai oleh keberhasilan diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional.
Meningkatnya kepemimpinan dan kontribusi Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dalam rangka mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan damai.
Terwujudnya kemandirian nasional dalam konstelasi global.
Meningkatnya investasi perusahaan-perusahaan Indonesia di luar negeri. Untuk mencapai tingkat kemajuan, kemandirian, serta keadilan yang diinginkan, arah pembangunan jangka panjang selama kurun waktu 20 tahun mendatang adalah sebagai berikut. IV.1 ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN 2005–2025 IV.1.1 MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG BERAKHLAK MULIA, BERMORAL, BERETIKA, BERBUDAYA, DAN BERADAB Terciptanya kondisi masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, dan beretika sangat penting bagi terciptanya suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis. Di samping itu, kesadaran akan budaya memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.
Pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan. Di samping itu, pembangunan agama diarahkan pula untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.
Pembangunan dan pemantapan jati diri bangsa ditujukan untuk mewujudkan karakter bangsa dan sistem sosial yang berakar, unik, modern, dan unggul. Jati diri tersebut merupakan kombinasi antara nilai luhur bangsa, seperti religius, kebersamaan dan persatuan, serta nilai modern yang universal yang mencakup etos kerja dan prinsip tata kepemerintahan yang baik. Pembangunan jati diri bangsa tersebut dilakukan melalui transformasi, revitalisasi, dan reaktualisasi tata nilai budaya bangsa yang mempunyai potensi unggul dan menerapkan nilai modern yang membangun. Untuk memperkuat jati diri dan kebanggaan bangsa, pembangunan olah raga diarahkan pada peningkatan budaya dan prestasi olah raga.
Budaya inovatif yang berorientasi iptek terus dikembangkan agar bangsa Indonesia menguasai iptek serta mampu berjaya pada era persaingan global. Pengembangan budaya iptek tersebut dilakukan dengan meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap iptek melalui pengembangan budaya membaca dan menulis, masyarakat pembelajar, masyarakat yang cerdas, kritis, dan kreatif dalam rangka pengembangan tradisi iptek dengan mengarahkan masyarakat dari budaya konsumtif menuju budaya produktif. Bentuk-bentuk pengungkapan kreativitas, antara lain melalui kesenian, tetap didorong untuk mewujudkan keseimbangan aspek material, spiritual, dan emosional. Pengembangan iptek serta kesenian diletakkan dalam kerangka peningkatan harkat, martabat, dan peradaban manusia. IV.1.2 MEWUJUDKAN BANGSA YANG BERDAYA-SAING Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk memperkuat daya saing bangsa, pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk (a) mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; (b) memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan di setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri; (c) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan; dan (d) membangun infrastruktur yang maju; serta (e) melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara. A. Membangun Sumber Daya Manusia yang Berkualitas 1. Pembangunan sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang maju dan mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi. Dalam kaitan itu, pembangunan sumber daya manusia diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang antara lain ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan angka reproduksi neto (NRR) sama dengan 1, atau angka kelahiran total (TFR) sama dengan 2,1.
Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas. Di samping itu, penataan persebaran dan mobilitas penduduk diarahkan menuju persebaran penduduk yang lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui pemerataan pembangunan ekonomi dan wilayah dengan memerhatikan keragaman etnis dan budaya serta pembangunan berkelanjutan. Sistem administrasi kependudukan penting pula dilakukan untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah serta mendorong terakomodasinya hak penduduk dan perlindungan sosial.
Pembangunan pendidikan dan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga penting perannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Pembangunan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang berharkat, bermartabat, berakhlak mulia, dan menghargai keberagaman sehingga mampu bersaing dalam era global dengan tetap berlandaskan pada norma kehidupan masyarakat Indonesia dan tanpa diskriminasi. Komitmen pemerintah terhadap pendidikan harus tercermin pada kualitas sumber daya manusia, peningkatan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta politik anggaran dan terintegrasinya seluruh pendidikan kedinasan ke dalam perguruan tinggi. Pelayanan pendidikan yang mencakup semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, perlu disediakan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau disertai dengan pembebasan biaya pendidikan. Penyediaan pelayanan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan sosial ekonomi Indonesia pada masa depan termasuk untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui pendalaman penguasaan teknologi. Pembangunan pendidikan diarahkan pula untuk menumbuhkan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia, serta kemampuan peserta didik untuk hidup bersama dalam masyarakat yang beragam yang dilandasi oleh penghormatan pada hak-hak asasi manusia (HAM). Penyediaan pelayanan pendidikan sepanjang hayat sesuai perkembangan iptek perlu terus didorong untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas penduduk Indonesia termasuk untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan bagi penduduk usia produktif yang jumlahnya semakin besar.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut (manula), dan keluarga miskin. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan yang disertai oleh peningkatan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. Upaya tersebut dilakukan dengan memerhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan iptek, serta globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan dan kerja sama lintas sektor. Penekanan diberikan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat serta upaya promotif dan preventif. Pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik selalu memerhatikan dampaknya terhadap kesehatan. Pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor yang meliputi produksi pangan, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan tingkat rumah tangga dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya dalam rangka mencapai status gizi yang baik.
Pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak diarahkan pada peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan, kesejahteraan, dan perlindungan anak di berbagai bidang pembangunan; penurunan jumlah tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak; serta penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
Pembangunan pemuda diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan karakter kebangsaan ( nation building ) dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan, terutama di bidang ekonomi, sosial budaya, iptek dan politik, serta memiliki wawasan kebangsaan dan beretika bangsa Indonesia. Di samping itu, pembangunan olahraga diarahkan pada peningkatan budaya olahraga dan prestasi olahraga di kalangan masyarakat. B. Memperkuat Perekonomian Domestik dengan Orientasi dan Berdaya Saing Global 7. Perekonomian dikembangkan dengan memperkuat perekonomian domestik serta berorientasi dan berdaya saing global. Untuk itu dilakukan transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif. Interaksi antardaerah didorong dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan antardaerah yang kokoh. Upaya tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip dasar: mengelola peningkatan produktivitas nasional melalui inovasi, penguasaan, penelitian, pengembangan dan penerapan iptek menuju ekonomi berbasis pengetahuan serta kemandirian dan ketahanan bangsa secara berkelanjutan; mengelola kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktik terbaik dan kepemerintahan yang baik secara berkelanjutan, dan mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Perekonomian dikembangkan berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi yang memerhatikan kepentingan nasional sehingga terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh masyarakat dan mendorong tercapainya penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan kebijakan perekonomian perlu memerhatikan secara cermat dinamika globalisasi, komitmen nasional di berbagai fora perjanjian ekonomi internasional, dan kepentingan nasional dengan mengutamakan kelompok masyarakat yang masih lemah, serta menjaga kemandirian dan kedaulatan ekonomi bangsa.
Kelembagaan ekonomi dikembangkan sesuai dinamika kemajuan ekonomi dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik di dalam menyusun kerangka regulasi dan perizinan yang efisien, efektif, dan non-diskriminatif; menjaga, mengembangkan, dan melaksanakan iklim persaingan usaha secara sehat serta melindungi konsumen; mendorong pengembangan standardisasi produk dan jasa untuk meningkatkan daya saing; merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan teknologi sesuai dengan pengembangan ekonomi nasional; dan meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah (UKM) di berbagai wilayah Indonesia sehingga menjadi bagian integral dari keseluruhan kegiatan ekonomi dan memperkuat basis ekonomi dalam negeri.
Peranan pemerintah yang efektif dan optimal diwujudkan sebagai fasilitator, regulator, sekaligus sebagai katalisator pembangunan di berbagai tingkat guna efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dan berdaya saing, dan terjaganya keberlangsungan mekanisme pasar.
Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.
Pengembangan iptek untuk ekonomi diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Hal itu dilakukan melalui peningkatan, penguasaan, dan penerapan iptek secara luas dalam sistem produksi barang/jasa, pembangunan pusat-pusat keunggulan iptek, pengembangan lembaga penelitian yang handal, perwujudan sistem pengakuan terhadap hasil pertemuan dan hak atas kekayaan intelektual, pengembangan dan penerapan standar mutu, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM iptek, peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana iptek. Berbagai langkah tersebut dilakukan untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan, serta pengembangan kelembagaan sebagai keterkaitan dan fungsional sistem inovasi dalam mendorong pengembangan kegiatan usaha.
Kebijakan pasar kerja diarahkan untuk mendorong terciptanya sebanyak- banyaknya lapangan kerja formal serta meningkatkan kesejahteraan pekerja informal. Pasar kerja yang fleksibel, hubungan industrial yang harmonis dengan perlindungan yang layak, keselamatan kerja yang memadai, serta terwujudnya proses penyelesaian industrial yang memuaskan semua pihak merupakan ciri-ciri pasar kerja yang diinginkan. Selain itu, pekerja diharapkan mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga dapat bersaing serta menghasilkan nilai tambah yang tinggi dengan pengelolaan pelatihan dan pemberian dukungan bagi program- program pelatihan yang strategis untuk efektivitas dan efisiensi peningkatan kualitas tenaga kerja sebagai bagian integral dari investasi sumber daya manusia. Sebagian besar pekerja, termasuk tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, akan dibekali dengan pengakuan kompetensi sesuai dinamika kebutuhan industri dan dinamika persaingan global.
Investasi diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan berkualitas dengan mewujudkan iklim investasi yang menarik; mendorong penanaman modal asing bagi peningkatan daya saing perekonomian nasional; serta meningkatkan kapasitas infrastruktur fisik dan pendukung yang memadai. Investasi yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan demokrasi ekonomi akan dipergunakan sebesar-besarnya untuk pencapaian kemakmuran bagi rakyat.
Efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor primer terutama sektor pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar lokal dan internasional serta untuk memperkuat basis produksi secara nasional. Hal itu merupakan faktor strategis karena berkenaan dengan pembangunan perdesaan, pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan, dan penguatan ketahanan pangan. Semua itu harus dilaksanakan secara terencana dan cermat untuk menjamin terwujudnya transformasi seluruh elemen perekonomian nasional ke arah lebih maju dan lebih kokoh pada era globalisasi.
Peningkatan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah pertanian dalam arti luas dan kelautan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan dengan mengembangkan agribisnis yang dinamis dan efisien, yang melibatkan partisipasi aktif petani dan nelayan. Peningkatan itu diselenggarakan melalui revitalisasi kelembagaan pada tingkat operasional, optimalisasi sumber daya, dan pengembangan sumber daya manusia pelaku usaha agar mampu meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas serta merespon permintaan pasar dan memanfaatkan peluang usaha. Selain bermanfaat bagi peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan pada umumnya, upaya tersebut dapat menciptakan diversifikasi perekonomian perdesaan yang pada gilirannya meningkatkan sumbangan di dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Perhatian perlu diberikan pada upaya-upaya pengembangan kemampuan masyarakat, pengentasan kemiskinan secara terarah, serta perlindungan terhadap sistem perdagangan dan persaingan yang tidak adil.
Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing, baik di pasar lokal maupun internasional, dan terkait dengan pengembangan industri kecil dan menengah, dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan serta mendorong perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa. Struktur industri dalam hal penguasaan usaha akan disehatkan dengan meniadakan praktik-praktik monopoli dan berbagai distorsi pasar melalui penegakan persaingan usaha yang sehat dan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang baik dan benar. Struktur industri dalam hal skala usaha akan diperkuat dengan menjadikan industri kecil dan menengah sebagai basis industri nasional yang sehat, sehingga mampu tumbuh dan terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri hilir dan industri berskala besar.
Dalam rangka memperkuat daya saing perekonomian secara global, sektor industri perlu dibangun guna menciptakan lingkungan usaha mikro (lokal) yang dapat merangsang tumbuhnya rumpun industri yang sehat dan kuat melalui (1) pengembangan rantai pertambahan nilai melalui diversifikasi produk (pengembangan ke hilir), pendalaman struktur ke hulunya, atau pengembangan secara menyeluruh (hulu-hilir);
penguatan hubungan antarindustri yang terkait secara horizontal termasuk industri pendukung dan industri komplemen, termasuk dengan jaringan perusahaan multinasional terkait, serta penguatan hubungan dengan kegiatan sektor primer dan jasa yang mendukungnya; dan
penyediaan berbagai infrastruktur bagi peningkatan kapasitas kolektif yang, antara lain, meliputi sarana dan prasarana fisik (transportasi, komunikasi, energi, serta sarana dan prasarana teknologi; prasarana pengukuran, standardisasi, pengujian, dan pengendalian kualitas; serta sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja industri).
Jasa infrastruktur dan keuangan dikembangkan sesuai dengan kebijakan pengembangan ekonomi nasional agar mampu mendukung secara efektif peningkatan produksi dan daya saing global dengan menerapkan sistem dan standar mengelolanya sesuai dengan praktik terbaik ( the best practice ) internasional, yang mampu mendorong peningkatan ketahanan serta nilai tambah perekonomian nasional dan yang mampu mendukung kepentingan strategis di dalam pengembangan sumber daya manusia di dalam negeri yang meliputi pengembangan keprofesian, penguasaan dan pemanfaatan teknologi nasional, dan peningkatan kepentingan nasional dalam pengentasan kemiskinan dan pengembangan kegiatan perekonomian perdesaan.
Perdagangan luar negeri yang lebih menguntungkan dan mendukung perekonomian nasional agar mampu memaksimalkan manfaat sekaligus meminimalkan efek negatif dari proses integrasi dengan dinamika globalisasi. Upaya tersebut diselenggarakan melalui (a) perkuatan posisi nasional di dalam berbagai fora kerja sama perdagangan internasional (skala global, regional, bilateral, dan multilateral) untuk meningkatkan daya saing dan akses pasar ekspor nasional sekaligus mengamankan kepentingan strategis nasional dalam rangka mengentaskan kemiskinan, menurunkan tingkat pengangguran, mengembangkan perdesaan, dan melindungi aktivitas perekonomian nasional dari persaingan dan praktik perdagangan internasional yang tidak sehat, dan (b) pengembangan citra, standar produk barang dan jasa nasional yang berkualitas internasional, serta fasilitasi perdagangan internasional yang berdaya saing.
Perdagangan dalam negeri diarahkan untuk memperkokoh sistem distribusi nasional yang efisien dan efektif yang menjamin kepastian berusaha untuk mewujudkan (a) berkembangnya lembaga perdagangan yang efektif dalam perlindungan konsumen dan persaingan usaha secara sehat, (b) terintegrasinya aktivitas perekonomian nasional dan terbangunnya kesadaran penggunaan produksi dalam negeri, (c) meningkatnya perdagangan antar wilayah/daerah, dan (d) terjaminnya ketersediaan bahan pokok dan barang strategis lainnya dengan harga yang terjangkau.
Kepariwisataan dikembangkan agar mampu mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, serta memberikan perluasan kesempatan kerja. Pengembangan kepariwisataan memanfaatkan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional sebagai wilayah wisata bahari terluas di dunia secara arif dan berkelanjutan, serta mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya bangsa.
Pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan agar menjadi pelaku ekonomi yang makin berbasis iptek dan berdaya saing dengan produk impor, khususnya dalam menyediakan barang dan jasa kebutuhan masyarakat sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam perubahan struktural dan memperkuat perekonomian domestik. Untuk itu, pengembangan UKM dilakukan melalui peningkatan kompetensi perkuatan kewirausahaan dan peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya peningkatan adaptasi terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan teknologi dalam iklim usaha yang sehat. Pengembangan UKM secara nyata akan berlangsung terintegrasi dalam modernisasi agribisnis dan agroindustri, termasuk yang mendukung ketahanan pangan, serta perkuatan basis produksi dan daya saing industri melalui pengembangan rumpun industri, percepatan alih teknologi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Sektor keuangan dikembangkan agar senantiasa memiliki kemampuan di dalam menjaga stabilitas ekonomi dan membiayai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta mampu memiliki daya tahan terhadap kemungkinan gejolak krisis melalui implementasi sistem jaring pengaman sektor keuangan Indonesia, peningkatan kontribusi lembaga jasa keuangan bank dan non-bank dalam pendanaan pembangunan terutama peningkatan akses pendanaan bagi keluarga miskin, baik di perdesaan maupun di perkotaan, serta peningkatan kualitas pertumbuhan perbankan nasional. Dengan demikian, setiap jenis investasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, akan memeroleh sumber pendanaan yang sesuai dengan karakteristik jasa keuangan. Selain itu, semakin beragamnya lembaga keuangan akan memberikan alternatif pendanaan lebih banyak bagi seluruh lapisan masyarakat.
Perbaikan pengelolaan keuangan negara bertumpu pada sistem anggaran yang transparan, bertanggung jawab, dan dapat menjamin efektivitas pemanfaatan. Dalam rangka meningkatkan kemandirian, peran pinjaman luar negeri dijaga pada tingkat yang aman. Sementara itu, sumber utama dalam negeri yang berasal dari pajak terus ditingkatkan efektivitasnya. Kepentingan utama pembiayaan pemerintah adalah penciptaan pembiayaan pembangunan yang dapat menjamin kemampuan peningkatan pelayanan publik, baik di dalam penyediaan pelayanan dasar, prasarana dan sarana fisik serta ekonomi, maupun mendukung peningkatan daya saing ekonomi. C. Penguasaan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 26. Pembangunan iptek diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan, serta mengembangkan ilmu sosial dan humaniora untuk menghasilkan teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil penelitian, pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek yang senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, kearifan lokal, serta memerhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pembangunan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi; penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, dan teknologi kesehatan; pengembangan teknologi material maju; serta peningkatan jumlah penemuan dan pemanfaatannya dalam sektor produksi. Dukungan tersebut dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia iptek, peningkatan anggaran riset, pengembangan sinergi kebijakan iptek lintas sektor, perumusan agenda riset yang selaras dengan kebutuhan pasar, peningkatan sarana dan prasarana iptek, dan pengembangan mekanisme intermediasi iptek. Dukungan tersebut dimaksudkan untuk penguatan sistem inovasi dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan. Di samping itu, diupayakan peningkatan kerja sama penelitian domestik dan internasional antarlembaga penelitian dan pengembangan (litbang), perguruan tinggi dan dunia usaha serta penumbuhan industri baru berbasis produk litbang dengan dukungan modal ventura. D. Sarana dan Prasarana yang Memadai dan Maju 28. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial. Kerja sama dengan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana diarahkan untuk (a) menyediakan sarana dan prasarana transportasi untuk pelayanan distribusi komoditi perdagangan dan industri serta pergerakan penumpang dan barang, baik dalam lingkup nasional maupun internasional; (b) menghilangkan kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan serta efektivitas dan efisiensi tenaga listrik; (c) meningkatkan teledensitas pelayanan telematika masyarakat pengguna jasa; dan (d) memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Pembangunan prasarana sumber daya air diarahkan untuk mewujudkan fungsi air sebagai sumber daya sosial ( social goods ) dan sumber daya ekonomi ( economic goods ) yang seimbang melalui pengelolaan yang terpadu, efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan sehingga dapat menjamin kebutuhan pokok hidup dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan diwujudkan melalui pendekatan pengelolaan kebutuhan ( demand management ) yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan, pengonsumsian air, dan pendekatan pengelolaan pasokan ( supply management ) yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan keandalan pasokan air. Pengelolaan prasarana sumber daya air diarahkan untuk mewujudkan peningkatan keandalan layanan melalui kemitraan dengan dunia usaha tanpa membebani masyarakat, penguatan kelembagaan masyarakat, dan memerhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Selain itu, pola hubungan hulu-hilir akan terus dikembangkan agar pola pengelolaan yang lebih berkeadilan dapat tercapai. Pengembangan dan penerapan sistem pemanfaatan terpadu ( conjunctive use ) antara air permukaan dan air tanah akan digalakkan terutama untuk menciptakan sinergi dan menjaga keberlanjutan ketersediaan air tanah. Pengendalian daya rusak air mengutamakan pendekatan nonkonstruksi melalui konservasi sumber daya air dan keterpaduan pengelolaan daerah aliran sungai. Peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan di antara pemangku kepentingan terus diupayakan tidak hanya pada saat bencana, tetapi juga pada tahap pencegahan serta pemulihan pascabencana.
Pembangunan transportasi diarahkan untuk mendukung kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah; membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional; serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Untuk itu, pembangunan transportasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan pelayanan secara antarmoda dan intramoda; menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan transportasi yang memberikan kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif; mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penyediaan pelayanan; meningkatkan iklim kompetisi secara sehat agar dapat meningkatkan efisiensi dan memberikan alternatif bagi pengguna jasa dengan tetap mempertahankan keberpihakan pemerintah sebagai regulator terhadap pelayanan umum yang terjangkau kepada masyarakat; menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan, yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan; serta meningkatkan budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin. Untuk pelayanan transportasi di daerah perbatasan, terpencil, dan perdesaan dikembangkan sistem transportasi perintis yang berbasis masyarakat ( community based ) dan wilayah. Untuk mendukung daya saing dan efisiensi angkutan penumpang dan barang diarahkan pada perwujudan kebijakan yang menyatukan persepsi dan langkah para pelaku penyedia jasa transportasi dalam konteks pelayanan global; mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan barang melalui perbaikan manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas hambatan pada koridor-koridor strategis; meningkatkan pangsa angkutan barang melalui kereta api, angkutan barang antarpulau, baik melalui sistem Ro-Ro maupun angkutan laut konvensional yang didukung oleh peningkatan peran armada nasional serta angkutan komoditi khusus dengan moda transportasi udara ( fresh good and high value ); mengembangkan sistem transportasi nasional yang andal dan berkemampuan tinggi yang bertumpu pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek sosial budaya, dan profesionalitas sumber daya manusia transportasi serta menerapkan dan mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah lingkungan.
Pembangunan pos dan telematika diarahkan untuk mendorong terciptanya masyarakat berbasis informasi ( knowledge-based society ) melalui penciptaan landasan kompetisi jangka panjang penyelenggaraan pos dan telematika dalam lingkungan multioperator; pengantisipasian implikasi dari konvergensi telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran, baik mengenai kelembagaan maupun peraturan termasuk yang terkait dengan isu keamanan, kerahasiaan, privasi, dan integritas informasi; penerapan hak kekayaan intelektual; peningkatan legalitas yang nantinya dapat mengakibatkan konvergensi pasar dan industri; pengoptimalan pembangunan dan pemanfaatan prasarana pos dan telematika dan prasarana nontelekomunikasi dalam penyelenggaraan telematika; penerapan konsep teknologi netral yang responsif terhadap kebutuhan pasar dan industri dengan tetap menjaga keutuhan sistem yang telah ada; peningkatan sinergi dan integrasi prasarana jaringan menuju next generation network ; peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap potensi pemanfaatan telematika serta pemanfaatan dan pengembangan aplikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi; pengembangan industri dalam negeri; dan industri konten sebagai upaya penciptaan nilai tambah dari informasi.
Pembangunan sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan diarahkan pada pengembangan sarana dan prasarana energi untuk meningkatkan akses dan pelayanan konsumen terhadap energi melalui (1) pengembangan kemampuan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional secara memadai dan dapat memiliki kehandalan yang tinggi melalui rehabilitasi dan repowering pembangkit yang ada serta pembangkit baru;
pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang memiliki sistem tata kelembagaan yang terstruktur dengan mengoptimalkan dalam sistem dan proses pengelolaan ketenagalistrikan yang berfungsi secara efisien, produktif, dan profesional, sehingga dapat memberikan peluang yang lebih luas dan kondusif bagi investasi swasta yang terpisah dari misi sosial, serta mampu melibatkan secara luas peran pemerintah daerah, khususnya untuk wilayah nonkomersial;
pengembangan diversifikasi energi untuk pembangkit listrik yang baru terutama pada pembangkit listrik yang berbasis batubara dan gas secara terbatas dan bersifat jangka menengah agar dapat menggantikan penggunaan bahan bakar minyak dan dalam jangka panjang akan mengedepankan energi terbarukan, khususnya bioenergi, geothermal, tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, bahkan tenaga nuklir dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat;
pengembangan industri penunjang ketenagalistrikan nasional yang mengedepankan peningkatan kandungan lokal, pengembangan daya guna iptek yang melibatkan dunia usaha, pendidikan, pemerintah, dan masyarakat secara terintegrasi dan bersifat strategis berbasis transfer pengetahuan ( knowledge transfer ) termasuk pengembangan standarisasi produk dan sertifikasi kelistrikan nasional;
pengembangan sistem ketenagalistrikan yang berwawasan lingkungan (6) pembangunan jaringan pipanisasi BBM, kilang, depot, dan terminal transit;
pembangunan jaringan pipanisasi gas yang terintegrasi;
pembangunan sarana dan prasarana transportasi batubara dari lokasi pertambangan ke pelabuhan serta sarana dan prasarana distribusinya; serta (9) pengembangan sarana dan prasarana pembangkit panas bumi dan energi alternatif terbarukan, terutama mikrohidro dan energi surya.
Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan ( demand responsive approach ) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan. E. Reformasi Hukum dan Birokrasi 34. Pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan dunia industri; serta menciptakan kepastian investasi, terutama penegakan dan perlindungan hukum. Pembangunan hukum juga diarahkan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi serta mampu menangani dan menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait kolusi, korupsi, nepotisme (KKN). Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan materi hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM), kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib, teratur, lancar, serta berdaya saing global.
Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya. IV.1.3 MEWUJUDKAN INDONESIA YANG DEMOKRATIS BERLANDASKAN HUKUM Demokratis yang berlandaskan hukum merupakan landasan penting untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan negara. Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga negara tanpa memandang dan membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender. Hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan keterjaminan hak-hak dasar masyarakat secara maksimal. Untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis dan adil dilakukan dengan memantapkan pelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil sehingga proses pembangunan partisipatoris yang bersifat bottom up bisa berjalan; menumbuhkan masyarakat tanggap ( responsive community) yang akan mendorong semangat sukarela ( spirit of voluntarism ) yang sejalan dengan makna gotong royong; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin perkembangan dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
Penyempurnaan struktur politik yang dititikberatkan pada proses pelembagaan demokrasi dilakukan dengan (a) mempromosikan dan menyosialisasikan pentingnya keberadaan sebuah konstitusi yang kuat dan memiliki kredibilitas tinggi sebagai pedoman dasar bagi sebuah proses demokratisasi berkelanjutan; (b) menata hubungan antara kelembagaan politik, kelembagaan pertahanan keamanan dalam kehidupan bernegara; (c) meningkatkan kinerja lembaga-lembaga penyelenggara negara dalam menjalankan kewenangan dan fungsi-fungsi yang diberikan oleh konstitusi dan peraturan perundangan; (d) memantapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah serta mencegah disintegrasi wilayah dan perpecahan bangsa; (e) melaksanakan rekonsiliasi nasional secara tuntas; dan (f) menciptakan pelembagaan demokrasi lebih lanjut untuk mendukung berlangsungnya konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan.
Penataan peran negara dan masyarakat dititikberatkan pada pembentukan kemandirian dan kedewasaan masyarakat serta pembentukan masyarakat madani yang kuat dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Di samping itu, penataan peran negara dan masyarakat diarahkan pada penataan fungsi- fungsi yang positif dari pranata-pranata kemasyarakatan, lembaga adat, dan partai politik untuk membangun kemandirian masyarakat dalam mengelola berbagai potensi konflik sosial yang dapat merusak serta memberdayakan berbagai potensi positif masyarakat bagi pembangunan. Upaya untuk mendorong perwujudan masyarakat sipil yang kuat perlu juga memerhatikan pengaruh pasar dalam kehidupan sosial politik nasional agar tidak terjadi ekses-ekses negatif dan kesenjangan sosial yang merugikan kehidupan masyarakat.
Penataan proses politik yang dititikberatkan pada pengalokasian/ representasi kekuasaan diwujudkan dengan (a) meningkatkan secara terus menerus kualitas proses dan mekanisme seleksi publik yang lebih terbuka bagi para pejabat politik dan publik serta (b) mewujudkan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya kebebasan media massa serta keleluasaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat setiap warganegara berdasarkan aspirasi politiknya masing-masing.
Pengembangan budaya politik yang dititikberatkan pada penanaman nilai- nilai demokratis diupayakan melalui (a) penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai politik demokratis, terutama penghormatan nilai- nilai HAM, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi, melalui berbagai wacana dan media serta (b) upaya mewujudkan berbagai wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa.
Peningkatan peranan komunikasi dan informasi yang ditekankan pada pencerdasan masyarakat dalam kehidupan politik dilakukan dengan (a) mewujudkan kebebasan pers yang lebih mapan, terlembaga serta menjamin hak masyarakat luas untuk berpendapat dan mengontrol jalannya penyelenggaraan negara secara cerdas dan demokratis; (b) mewujudkan pemerataan informasi yang lebih besar dengan mendorong munculnya media-media massa daerah yang independen; (c) mewujudkan deregulasi yang lebih besar dalam bidang penyiaran sehingga dapat lebih menjamin pemerataan informasi secara nasional dan mencegah monopoli informasi; (d) menciptakan jaringan informasi yang bersifat interaktif antara masyarakat dan kalangan pengambil keputusan politik untuk menciptakan kebijakan yang lebih mudah dipahami masyarakat luas; (e) menciptakan jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang mampu menghubungkan seluruh link informasi yang ada di pelosok nusantara sebagai suatu kesatuan yang mampu mengikat dan memperluas integritas bangsa; (f) memanfaatkan jaringan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif agar mampu memberikan informasi yang lebih komprehensif kepada masyarakat internasional supaya tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat meletakkan Indonesia pada posisi politik yang menyulitkan: serta (g) meningkatkan peran lembaga independen di bidang komunikasi dan informasi untuk lebih mendukung proses pencerdasan masyarakat dalam kehidupan politik dan perwujudan kebebasan pers yang lebih mapan.
Pembangunan hukum diarahkan pada makin terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang mencakup pembangunan materi hukum, struktur hukum termasuk aparat hukum, sarana dan prasarana hukum; perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi dalam rangka mewujudkan negara hukum; serta penciptaan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis. Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan HAM, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban, dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan pembangunan nasional akan makin lancar.
Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum untuk menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas dan melibatkan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mencakup perencanaan hukum, pembentukan hukum, penelitian dan pengembangan hukum. Di sisi lain, perundang-undangan yang baru juga harus mampu mengisi kekurangan/kekosongan hukum sebagai pengarah dinamika lingkungan strategis yang sangat cepat berubah. Perencanaan hukum sebagai bagian dari pembangunan materi hukum harus diselenggarakan dengan memerhatikan berbagai aspek yang memengaruhi, baik di dalam masyarakat sendiri maupun dalam pergaulan masyarakat internasional yang dilakukan secara terpadu dan meliputi semua bidang pembangunan sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara serta dapat mengantisipasi perkembangan zaman. Pembentukan hukum diselenggarakan melalui proses terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta sehingga menghasilkan produk hukum beserta peraturan pelaksanaan yang dapat diaplikasikan secara efektif dengan didukung oleh penelitian dan pengembangan hukum yang didasarkan pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Penelitian dan pengembangan hukum diarahkan pada semua aspek kehidupan sehingga hukum nasional selalu dapat mengikuti perkembangan dan dinamika pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun masa depan. Untuk meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan hukum diperlukan kerja sama dengan berbagai komponen lembaga terkait, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pembangunan struktur hukum diarahkan untuk memantapkan dan mengefektifkan berbagai organisasi dan lembaga hukum, profesi hukum, dan badan peradilan sehingga aparatur hukum mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya secara profesional. Kualitas dan kemampuan aparatur hukum dikembangkan melalui peningkatan kualitas dan profesionalisme melalui sistem pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum yang akomodatif terhadap setiap perkembangan pembangunan serta pengembangan sikap aparatur hukum yang menunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keterbukaan dan keadilan, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, serta bertanggung jawab dalam bentuk perilaku yang teladan. Aparatur hukum dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya secara profesional perlu didukung oleh sarana dan prasarana hukum yang memadai serta diperbaiki kesejahteraannya agar di dalam melaksanakan tugas dan kewajiban aparatur hukum dapat berjalan dengan baik dan terhindar dari pengaruh dan intervensi pihak-pihak dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Penerapan dan penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) dilaksanakan secara tegas, lugas, profesional, dan tidak diskriminatif dengan tetap berdasarkan pada penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM), keadilan, dan kebenaran, terutama dalam penyelidikan, penyidikan, dan persidangan yang transparan dan terbuka dalam rangka mewujudkan tertib sosial dan disiplin sosial sehingga dapat mendukung pembangunan serta memantapkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis. Penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM) dilakukan terhadap berbagai tindak pidana, terutama yang akibatnya dirasakan langsung oleh masyarakat luas, antara lain tindak pidana korupsi, kerusakan lingkungan, dan penyalahgunaan narkotik. Dalam rangka menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, penegakan hukum di laut secara terus-menerus harus ditingkatkan sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam perundang-undangan nasional dan hukum internasional. Pemantapan lembaga peradilan sebagai implikasi satu atap dengan lembaga Mahkamah Agung secara terus-menerus melakukan pengembangan lembaga peradilan; peningkatan kualitas dan profesionalisme hakim pada semua lingkungan peradilan; dukungan serta perbaikan sarana dan prasarana pada semua lingkungan peradilan sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap citra lembaga peradilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan.
Peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi terus ditingkatkan dengan lebih memberikan akses terhadap segala informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan akses kepada masyarakat terhadap pelibatan dalam berbagai proses pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan nasional sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Akibatnya, akan terbentuk perilaku warga negara Indonesia yang mempunyai rasa memiliki dan taat hukum. Peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi harus didukung oleh pelayanan dan bantuan hukum dengan biaya yang terjangkau, proses yang tidak berbelit, dan penetapan putusan yang mencerminkan rasa keadilan.
Penuntasan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan aparatur negara dicapai dengan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik pada semua tingkat, lini pemerintahan, dan semua kegiatan; pemberian sanksi yang seberat-beratnya kepada pelaku penyalahguna kewenangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; peningkatan intensitas dan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui pengawasan internal, pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat; serta peningkatan etika birokrasi dan budaya kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara negara terhadap prinsip-prinsip ketatapemerintahan yang baik. IV.1.4 MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN, DAMAI DAN BERSATU Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya gangguan keamanan dalam berbagai bentuk kejahatan dan potensi konflik horisontal akan meresahkan dan berakibat pada pudarnya rasa aman masyarakat. Terjaminnya keamanan dan adanya rasa aman bagi masyarakat merupakan syarat penting bagi terlaksananya pembangunan di berbagai bidang.
Keamanan nasional diwujudkan melalui keterpaduan pembangunan pertahanan, pembangunan keamanan dalam negeri, dan pembangunan keamanan sosial yang diselenggarakan berdasarkan kondisi geografi, demografi, sosial, dan budaya serta berwawasan nusantara.
Pembangunan pertahanan yang mencakup sistem dan strategi pertahanan, postur dan struktur pertahanan, profesionalisme TNI, pengembangan teknologi pertahanan dalam mendukung ketersediaan alutsista, komponen cadangan, dan pendukung pertahanan diarahkan pada upaya terus- menerus untuk mewujudkan kemampuan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal agar mampu menegakkan kedaulatan negara dan menjaga keselamatan bangsa serta keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat yang tersebar dan beragam termasuk pulau-pulau terluar, wilayah yurisdiksi laut hingga meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan landasan kontinen, serta ruang udara nasional. Selanjutnya, kemampuan pertahanan tersebut terus ditingkatkan agar memiliki efek penggentar yang disegani untuk mendukung posisi tawar dalam ajang diplomasi.
Sistem dan strategi pertahanan nasional secara terus menerus disempurnakan untuk mewujudkan sistem pertahanan semesta berdasarkan kapabilitas pertahanan agar secara simultan mampu mengatasi ancaman dan memiliki efek penggentar. Dalam sistem pertahanan semesta tersebut, pertahanan nasional akan didesain agar mempunyai kemampuan menangkal ancaman di wilayah terluar Indonesia dan kemampuan untuk mempertahankan wilayah daratan serta mengawasi dan melindungi wilayah yurisdiksi laut Indonesia dan ruang udara nasional.
Postur dan struktur pertahanan diarahkan untuk dapat menjawab berbagai kemungkinan tantangan, permasalahan aktual, dan pembangunan kapabilitas jangka panjang yang sesuai dengan kondisi geografis dan dinamika masyarakat. Postur dan struktur pertahanan matra darat diarahkan untuk mampu mengatasi kondisi medan dan topografis yang beragam, melakukan pergerakan cepat antarwilayah dan antarpulau dan mengatasi ancaman dengan efisien. Postur dan struktur matra laut diarahkan untuk membangun kemampuan untuk mengatasi luasnya wilayah laut nusantara di permukaan dan kedalaman dan memberikan dukungan dan kompatibilitas terhadap pergerakan matra darat dan udara. Postur dan struktur matra udara diarahkan untuk dapat mengawasi terutama ruang udara nasional dan sebagian ruang udara regional, mampu melampui kebutuhan minimal penjagaan ruang udara nasional, memulai pemanfaatan ruang angkasa, dan memberikan dukungan operasi bersama antarmatra.
Peningkatan profesionalisme Tentara Nasional Indonesia dilaksanakan dengan tetap menjaga netralitas politik dan memusatkan diri pada tugas- tugas pertahanan dalam bentuk operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang melalui fokus pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan alutsista. Sebagai komponen utama pertahanan, sumber daya manusia TNI disiapkan dengan memenuhi kecukupan jumlah personil setiap matra yang diwujudkan dalam kondisi selalu terlatih; memiliki penguasaan lapangan yang tinggi; memiliki penguasaan operasional dan perawatan peralatan perang modern; memiliki doktrin dan organisasi militer yang solid; memiliki manajemen pribadi yang baik; mampu mengemban pelaksanaan tugas kemanusiaan, tanggap terhadap kemajuan teknologi dan perkembangan sosial masyarakat; serta memiliki kompetensi dalam masa purna tugas. Peningkatan profesionalisme dari sumber daya manusia TNI tersebut dimbangi dengan meningkatkan kesejahteraan melalui kecukupan gaji, penyediaan dan fasilitasi rumah tinggal, jaminan kesehatan, peningkatan pendidikan, dan penyiapan skema asuransi masa tugas.
Peningkatan kondisi dan jumlah alutsista setiap matra dilaksanakan menurut validasi postur dan struktur pertahanan untuk dapat melampaui kebutuhan kekuatan pertahanan minimal. Pemenuhan kebutuhan alutsista dipenuhi secara bertahap sejalan dengan kemampuan keuangan negara atas dasar perkembangan teknologi, prinsip kemandirian, kemudahan interoperabilitas dan perawatan, serta aliansi strategis. Pengembangan alutsista diarahkan dengan strategi akuisisi alat teknologi tinggi dengan efek deterrence dan pemenuhan kebutuhan dasar operasional secara efektif dan efisien dengan mendayagunakan dan mengembangkan potensi dalam negeri, termasuk industri pertahanan nasional dalam prinsip keberlanjutan.
Pemantapan komponen cadangan dan pendukung pertahanan negara dalam kerangka basis strategi teknologi, dan pembiayaan terus ditingkatkan dalam proses yang bersifat kontinyu maupun terobosan. Peningkatan kemampuan komponen dukungan pertahanan tersebut meliputi penguasaan kemampuan pemanfaatan kondisi sumber daya alam dan buatan, sinkronisasi pembangunan sarana dan prasarana nasional terhadap kepentingan pertahanan, partisipasi masyarakat madani dalam penyusunan kebijakan pertahanan, komponen bela negara masyarakat, dukungan mutualisme industri pertahanan nasional secara langsung maupun kemampuan konversi industri, serta keberlanjutan pembiayaan melalui rekayasa keuangan.
Perlindungan wilayah yurisdiksi laut Indonesia ditingkatkan dalam upaya melindungi sumber daya laut bagi kemakmuran sebesar-besarnya rakyat. Perlindungan terhadap wilayah yurisdiksi laut Indonesia dilakukan dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum internasional serta meningkatkan kemampuan deteksi dan penangkalan di laut. Perlindungan wilayah yurisdiksi udara Indonesia ditingkatkan sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan nasional secara menyeluruh dengan membangun sistem pemantauan dan deteksi nasional di wilayah udara serta meningkatkan kemampuan menangkal penerbangan illegal.
Pembangunan keamanan diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme Polri beserta institusi terkait dengan masalah keamanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam rangka mewujudkan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat.
Peningkatan profesionalisme Polri dicapai melalui pembangunan kompetensi pelayanan inti, perbaikan rasio polisi terhadap penduduk, pembinaan sumber daya manusia, pemenuhan kebutuhan alat utama, serta peningkatan pengawasan dan mekanisme kontrol lembaga kepolisian. Arah pengembangan organisasi dan fungsi kepolisian disesuaikan dengan perubahan kondisi lingkungan strategis faktor pengendali utamanya adalah antisipasi perkembangan karakter kewilayahan dan faktor-faktor demografis. Profesionalisme sumber daya manusia kepolisian ditingkatkan melalui penyempurnaan seleksi, perbaikan pendidikan dan pelatihan, dan pembangunan spirit of the corps . Peningkatan profesionalisme tersebut diikuti oleh peningkatan bertahap kesejahteraan aparat kepolisian melalui kenaikan penghasilan, penyediaan dan fasilitasi rumah tinggal, jaminan kesehatan, dan tunjangan purna tugas. Peran serta masyarakat dalam penciptaan keamanan masyarakat akan dibangun melalui mekanisme pemolisian masyarakat. Pemolisian masyarakat berarti masyarakat turut bertanggung jawab dan berperan aktif dalam penciptaan keamanan dan ketertiban dalam bentuk kerja sama dan kemitraan dengan polisi dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Peningkatan profesionalisme lembaga intelijen dan kontra intelijen dalam mendeteksi, melindungi, dan melakukan tindakan pencegahan berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang berpengaruh terhadap kepentingan keamanan nasional. IV.1.5 MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN YANG LEBIH MERATA DAN BERKEADILAN Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa di berbagai wilayah Indonesia akan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, mengurangi gangguan keamanan, serta menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil.
Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan potensi dan peluang keunggulan sumberdaya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan. Tujuan utama pengembangan wilayah adalah peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat serta pemerataannya. Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronisasikan ke dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya.
Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata- rantai proses industri dan distribusi. Upaya itu dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja sama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.
Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah- wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan keperintisan, perlu pula dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’.
Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward lookin g sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau- pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.
Pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil diseimbangkan pertumbuhannya dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional. Upaya itu diperlukan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali ( urban sprawl & conurbation ), seperti yang terjadi di wilayah pantura Pulau Jawa, serta untuk mengendalikan arus migrasi masuk langsung dari desa ke kota-kota besar dan metropolitan, dengan cara menciptakan kesempatan kerja, termasuk peluang usaha, di kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi sejak tahap awal.
Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan melalui (1) penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga di sekitar kota inti dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal ( dormitory town ) saja, tetapi juga menjadi kota mandiri;
pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan
perevitalan kawasan kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antarmoda.
Percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah ditingkatkan, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor penggerak’ pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya maupun dalam melayani kebutuhan warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota masing-masing.
Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan backward linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’. Peningkatan keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) di pedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan.
Pembangunan perdesaan didorong melalui pengembangan agroindustri padat pekerja, terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan; peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi; pengembangan social capital dan human capital yang belum tergali potensinya sehingga kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya alam saja; intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upah.
Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam rangka mengoptimalkan penataan ruang perlu ditingkatkan (a) kompetensi sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang penataan ruang, (b) kualitas rencana tata ruang, dan (c) efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang.
Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif, serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi. Selain itu, perlu dilakukan penyempurnaan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan land reform serta penciptaan insentif/disinsentif perpajakan yang sesuai dengan luas, lokasi, dan penggunaan tanah agar masyarakat golongan ekonomi lemah dapat lebih mudah mendapatkan hak atas tanah. Selain itu, menyempurnakan sistem hukum dan produk hukum pertanahan melalui inventarisasi dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan pertanahan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat, serta peningkatan upaya penyelesaian sengketa pertanahan baik melalui kewenangan administrasi, peradilan, maupun alternative dispute resolution . Selain itu, akan dilakukan penyempurnaan kelembagaan pertanahan sesuai dengan semangat otonomi daerah dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang pertanahan di daerah.
Kapasitas pemerintah daerah terus dikembangkan melalui peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, kapasitas keuangan pemerintah daerah, serta kapasitas lembaga legislatif daerah. Selain itu, pemberdayaan masyarakat akan terus dikembangkan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan; peningkatan akses pada modal usaha dan sumber daya alam; pemberian kesempatan luas untuk menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan dan peraturan yang menyangkut kehidupan mereka; serta peningkatan kesempatan dan kemampuan untuk mengelola usaha ekonomi produktif yang mendatangkan kemakmuran dan mengatasi kemiskinan.
Peningkatan kerja sama antardaerah akan terus ditingkatkan dalam rangka memanfaatkan keunggulan komparatif maupun kompetitif setiap daerah; menghilangkan ego pemerintah daerah yang berlebihan; serta menghindari timbulnya inefisiensi dalam pelayanan publik. Pembangunan kerja sama antardaerah melalui sistem jejaring antardaerah akan sangat bermanfaat sebagai sarana berbagi pengalaman, berbagi keuntungan dari kerja sama, maupun berbagi tanggung jawab pembiayaan secara proporsional, baik dalam pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana maupun dalam pembangunan lainnya.
Sistem ketahanan pangan diarahkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian pangan nasional dengan mengembangkan kemampuan produksi dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.
Koperasi yang didorong berkembang luas sesuai kebutuhan menjadi wahana yang efektif untuk meningkatkan posisi tawar dan efisiensi kolektif para anggotanya, baik produsen maupun konsumen di berbagai sektor kegiatan ekonomi sehingga menjadi gerakan ekonomi yang berperan nyata dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sementara itu, pemberdayaan usaha mikro menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan melalui peningkatan kapasitas usaha dan ketrampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha.
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan kesejahteraan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Pembangunan kesejahteraan sosial dalam rangka memberikan perlindungan pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung disempurnakan melalui penguatan lembaga jaminan sosial yang didukung oleh peraturan-peraturan perundangan, pendanaan, serta sistem nomor induk kependudukan (NIK). Pemberian jaminan sosial dilaksanakan dengan mempertimbangkan budaya dan kelembagaan yang sudah berakar di masyarakat.
Sistem perlindungan dan jaminan sosial disusun, ditata, dan dikembangkan untuk memastikan dan memantapkan pemenuhan hak-hak rakyat akan pelayanan sosial dasar. Sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang sudah disempurnakan bersama sistem perlindungan sosial nasional (SPSN) yang didukung oleh peraturan perundang–undangan dan pendanaan serta sistem Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat memberikan perlindungan penuh kepada masyarakat luas. secara bertahap sehingga Pengembangan SPSN dan SJSN dilaksanakan dengan memperhatikan budaya dan sistem yang sudah berakar di kalangan masyarakat luas.
Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada (1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien;
penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan
pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset ( asset management ) dalam penyediaan air minum dan sanitasi;
pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat;
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional; dan
penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
Penanggulangan kemiskinan diarahkan pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap dengan mengutamakan prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi. Sejalan dengan proses demokratisasi, pemenuhan hak dasar rakyat diarahkan pada peningkatan pemahaman tentang pentingnya mewujudkan hak-hak dasar rakyat. Kebijakan penanggulangan kemiskinan juga diarahkan pada peningkatan mutu penyelenggaraan otonomi daerah sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. IV.1.6 MEWUJUDKAN INDONESIA YANG ASRI DAN LESTARI Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan modal pembangunan nasional dan, sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Sumber daya alam yang lestari akan menjamin tersedianya sumber daya yang berkelanjutan bagi pembangunan. Lingkungan hidup yang asri akan meningkatkan kualitas hidup manusia . Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan.
Mendayagunakan Sumber Daya Alam yang Terbarukan. Sumber daya alam terbarukan, baik di darat dan di laut, harus dikelola dan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien, dan bertanggung jawab dengan mendayagunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang. Pengelolaan sumber daya alam terbarukan yang sudah berada dalam kondisi kritis diarahkan pada upaya untuk merehabilitasi dan memulihkan daya dukungnya yang selanjutnya diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan sehingga tidak semakin merusak dan menghilangkan kemampuannya sebagai modal bagi pembangunan yang berkelanjutan. Hasil atau pendapatan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam terbarukan diinvestasikan kembali guna menumbuhkembangkan upaya pemulihan, rehabilitasi, dan pencadangan untuk kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Di samping itu, pemanfaatan sumber daya alam yang terbarukan akan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya berbasis kelautan dan hasil-hasil pertanian sebagai energi alternatif.
Mengelola Sumber Daya Alam yang Tidak Terbarukan. Pengelolaan sumber daya alam tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan sumber daya energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukan sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk proses produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah yang optimal di dalam negeri. Selain itu, sumber daya alam tak terbarukan pemanfaatannya harus seefisien mungkin dan menerapkan strategi memperbesar cadangan dan diarahkan untuk mendukung proses produksi di dalam negeri. Pemanfaatan sumber daya energi yang tidak terbarukan, seperti minyak dan gas bumi, terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi yang terjangkau masyarakat di dalam negeri dan untuk mendukung industri berbasis hidrokarbon, seperti industri petrokimia, industri pupuk dalam mendukung sektor pertanian di dalam negeri. Keluarannya ( output ) diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai modal kumulatif. Hasil atau pendapatan yang diperoleh dari kelompok sumber daya alam tersebut diarahkan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dengan diinvestasikan pada sektor-sektor lain yang produktif, juga untuk upaya reklamasi, konservasi, dan memperkuat pendanaan dalam pencarian sumber-sumber energi alternatif yang menjadi jembatan dari energi fosil ke energi yang terbarukan, seperti energi yang memanfaatkan nuklir dan panas bumi dan atau bahan substitusi yang terbarukan dan atau bahan substitusi yang terbarukan seperti biomassa, biogas, mikrohidro, energi matahari, arus laut, panas bumi ( geothermal ) dan tenaga angin yang ramah lingkungan. Pengembangan sumber-sumber energi alternatif itu disesuaikan dengan kondisi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Di samping itu, pengembangan energi juga mempertimbangkan harga energi yang memperhitungkan biaya produksi, menginternalisasikan biaya lingkungan, serta mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, pembangunan energi terus diarahkan kepada keragaman energi dan konservasi energi dengan memerhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengembangan energi juga dilaksanakan dengan memerhatikan komposisi penggunaan energi (diversifikasi) yang optimal bagi setiap jenis energi.
Menjaga Keamanan Ketersediaan Energi. Menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber- sumber energi dan tingkat kebutuhan masyarakat.
Menjaga dan Melestarikan Sumber Daya Air. Pengelolaan sumber daya air diarahkan untuk menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah; mewujudkan keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan melalui pendekatan demand management yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dan konsumsi air dan pendekatan supply management yang ditujukan untuk meningkatan kapasitas dan keandalan pasokan air; serta memperkokoh kelembagaan sumber daya air untuk meningkatkan keterpaduan dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
Mengembangkan Potensi Sumber Daya Kelautan. Arah pembangunan ke depan perlu memerhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas. Dengan cakupan dan prospek sumber daya kelautan yang sangat luas, arah pemanfaatannya harus dilakukan melalui pendekatan multisektor, integratif, dan komprehensif agar dapat meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya. Di samping itu, mengingat kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, pendekatan keterpaduan dalam kebijakan dan perencanaan menjadi prasyarat utama dalam menjamin keberlanjutan proses ekonomi, sosial, dan lingkungan. Selain itu, kebijakan dan pengelolaan pembangunan kelautan harus merupakan keterpaduan antara sektor lautan dan daratan serta menyatu dalam strategi pembangunan nasional sehingga kekuatan darat dan laut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan bangsa.
Meningkatkan Nilai Tambah atas Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tropis yang Unik dan Khas. Diversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil sumber daya alam terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai tambah yang tinggi, termasuk untuk pengembangan mutu dan harga yang bersaing dalam merebut persaingan global. Arah ini harus menjadi acuan bagi pengembangan industri yang berbasis sumber daya alam selain tetap menekankan pada pemeliharaan sumber daya alam yang ada dan sekaligus meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Perhatian khusus diberikan kepada masyarakat lokal agar dapat memeroleh akses yang memadai dan menikmati hasil dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada di wilayahnya. Dengan demikian, pembangunan pada masa yang akan datang tidak hanya berlandaskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata, melainkan juga keberpihakan kepada aspek sosial dan lingkungan.
Memerhatikan dan Mengelola Keragaman Jenis Sumber Daya Alam yang Ada di Setiap Wilayah. Kebijakan pengembangan sumber daya alam yang khas pada setiap wilayah dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh, serta memperkuat kapasitas dan komitmen daerah untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Peningkatan partisipasi masyarakat akan pentingnya pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah antara lain melalui pemberdayaan terhadap berbagai institusi sosial dan ekonomi di tingkat lokal, serta pengakuan terhadap hak-hak adat dan ulayat atas sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam di luar pulau Jawa, terutama di kawasan tertinggal diberikan perhatian khusus agar dapat dikembangkan potensinya untuk percepatan pembangunan wilayah, tetapi tetap mengedepankan aspek keberlanjutan bagi generasi mendatang. Untuk itu, diperlukan tata ruang wilayah yang mantap disertai penegakan agar menjadi pedoman pemanfaatan sumber daya alam yang optimal dan lestari.
Mitigasi Bencana Alam Sesuai dengan Kondisi Geologi Indonesia. Secara geografis Indonesia berada di wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik. Kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan memberikan ruang untuk mengembangkan kemampuan dan penerapan sistem deteksi dini serta sosialisasi dan diseminasi informasi secara dini terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat. Untuk itu, perlu ditingkatkan identifikasi dan pemetaan daerah-daerah rawan bencana agar dapat diantisipasi secara dini. Hal itu dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan memberikan perlindungan terhadap manusia dan harta benda karena adanya perencanaan wilayah yang peduli/peka terhadap bencana alam.
Mengendalikan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang. Pembangunan ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan sehingga tidak mempercepat terjadinya degradasi dan pencemaran lingkungan. Pemulihan dan rehabilitasi kondisi lingkungan hidup diprioritaskan pada upaya peningkatan daya dukung lingkungan dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Meningkatkan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam perlu didukung oleh peningkatan kelembagaan pengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup; penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas serta sistem politik yang kredibel dalam mengendalikan konflik; peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas; perluasan penerapan etika lingkungan; serta perkembangan asimilasi sosial budaya yang makin mantap sehinggga lingkungan dapat memberikan kenyamanan dan keindahan dalam kehidupan. Selanjutnya, cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan perlu didorong melalui internalisasi ke dalam kegiatan produksi dan konsumsi, dengan cara menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial, serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat untuk Mencintai Lingkungan Hidup. Kebijakan itu diarahkan terutama bagi generasi muda sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas dan peduli terhadap isu sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dengan demikian, pada masa yang akan datang mereka mampu berperan sebagai penggerak bagi penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. IV.1.7 MEWUJUDKAN INDONESIA MENJADI NEGARA KEPULAUAN YANG MANDIRI, MAJU, KUAT DAN BERBASISKAN KEPENTINGAN NASIONAL Pembangunan kelautan pada masa yang akan datang diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi.
Membangkitkan wawasan dan budaya bahari, antara lain, melalui (a) pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (b) melestarikan nilai-nilai budaya serta wawasan bahari serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang kelautan; dan (c) melindungi dan menyosialisasikan peninggalan budaya bawah air melalui usaha preservasi, restorasi, dan konservasi.
Meningkatkan dan menguatkan peranan sumber daya manusia di bidang kelautan yang diwujudkan, antara lain, dengan (a) mendorong jasa pendidikan dan pelatihan yang berkualitas di bidang kelautan untuk bidang-bidang keunggulan yang diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja dan (b) mengembangkan standar kompetensi sumber daya manusia di bidang kelautan. Selain itu, perlu juga dilakukan peningkatan dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, dan pengembangan sistem informasi kelautan.
Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban yang telah digariskan oleh hukum laut United Nation Convention on the Law Of Sea (UNCLOS) 1982. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS pada tahun 1986 sehingga mempunyai kewajiban, antara lain, (a) menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola sumber daya kelautan berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982; (b) menyelesaikan penataan batas maritim (perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen); (c) menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut; (d) menyampaikan laporan data nama geografis sumber daya kelautan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sisi lain, Indonesia juga perlu pengembangan dan penerapan tata kelola dan kelembagaan nasional di bidang kelautan, yang meliputi (a) pembangunan sistem hukum dan tata pemerintahan yang mendukung ke arah terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan serta (b) pengembangan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring, dan evaluasi.
Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang meliputi (a) peningkatan kinerja pertahanan dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan; (b) pengembangan sistem monitoring, control, and survaillance (MCS) sebagai instrumen pengamanan sumber daya, lingkungan, dan wilayah kelautan; (c) pengoptimalan pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau- pulau kecil terdepan; dan (d) peningkatan koordinasi keamanan dan penanganan pelanggaran di laut.
Mengembangkan industri kelautan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan yang meliputi (a) perhubungan laut; (b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata bahari; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) bangunan laut; dan (g) jasa kelautan.
Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut dilakukan melalui (a) pengembangan sistem mitigasi bencana; (b) pengembangan early warning system ; (c) pengembangan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minyak di laut; (d) pengembangan sistem pengendalian hama laut, introduksi spesies asing, dan organisme laut yang menempel pada dinding kapal; serta (e) pengendalian dampak sisa-sisa bangunan dan aktivitas di laut.
Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir dilakukan dengan mengembangkan kegiatan ekonomi produktif skala kecil yang mampu memberikan lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin. IV.1.8 MEWUJUDKAN INDONESIA YANG BERPERAN AKTIF DALAM PERGAULAN INTERNASIONAL Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial merupakan amanat konstitusi yang harus diperjuangkan secara konsisten. Sebagai negara yang besar secara geografis dan jumlah penduduk, Indonesia sesungguhnya memiliki peluang dan potensi untuk mempengaruhi dan membentuk opini internasional dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Dalam rangka mewujudkan Indonesia maju, mandiri, adil dan makmur, Indonesia sangat penting untuk berperan aktif dalam politik luar negeri dan kerja sama lainnya baik di tingkat regional maupun internasional, mengingat konstelasi politik dan hubungan internasional lainnya yang terus mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat.
Peranan hubungan luar negeri terus ditingkatkan dengan penekanankan pada proses pemberdayaan posisi Indonesia sebagai negara, termasuk peningkatan kapasitas dan integritas nasional melalui keterlibatan di organisasi-organisasi internasional, yang dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan diplomasi dan hubungan luar negeri dengan memaknai secara positif berbagai peluang yang menguntungkan bagi kepentingan nasional yang muncul dari perspektif baru dalam hubungan internasional yang dinamis.
Penguatan kapasitas dan kredibilitas politik luar negeri dalam rangka ikut serta menciptakan perdamaian dunia, keadilan dalam tata hubungan internasional, dan ikut berupaya mencegah timbulnya pertentangan yang terlalu tajam di antara negara-negara yang berbeda ideologi, dan sistem politik maupun kepentingan agar tidak mengancam keamanan internasional sekaligus mencegah munculnya kekuatan yang terlalu bersifat hegemonik-unilateralistik di dunia.
Peningkatan kualitas diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam, baik daratan maupun lautan, serta antisipasi terhadap berbagai isu baru dalam hubungan internasional yang akan ditangani dengan parameter utamanya adalah pencapaian secara optimal kepentingan nasional.
Peningkatan efektivitas dan perluasan fungsi jaringan kerjasama yang ada demi membangun kembali solidaritas Association of South East Asian Nation (ASEAN) di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan keamanan menuju terbentuknya komunitas ASEAN yang lebih solid.
Pemeliharaan perdamaian dunia melalui upaya peningkatan saling pengertian politik dan budaya, baik antarnegara maupun antarmasyarakat dunia serta peningkatan kerja sama internasional dalam membangun tatanan hubungan dan kerja sama ekonomi internasional yang lebih seimbang.
Penguatan jaringan hubungan dan kerja sama yang produktif antar aktor- aktor negara dan aktor-aktor nonnegara yang menyelenggarakan hubungan luar negeri. IV. 2 TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS Untuk mencapai sasaran pokok sebagaimana dimaksud di atas, pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, tekanan skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda-beda, tetapi semua itu harus berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya dalam rangka mewujudkan sasaran pokok pembangunan jangka panjang. Setiap sasaran pokok dalam delapan misi pembangunan jangka panjang dapat ditetapkan prioritasnya dalam masing-masing tahapan. Prioritas masing-masing misi dapat diperas kembali menjadi prioritas utama. Prioritas utama menggambarkan makna strategis dan urgensi permasalahan. Atas dasar tersebut, tahapan dan skala prioritas utama dapat disusun sebagai berikut. IV.2.1 RPJM ke-1 (2005 – 2009) Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap sebelumnya, RPJM I diarahkan untuk menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat. Indonesia yang aman dan damai ditandai dengan meningkatnya rasa aman dan damai serta terjaganya NKRI berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika melalui tertanganinya berbagai kerawanan dan tercapainya landasan pembangunan kemampuan pertahanan nasional, serta meningkatnya keamanan dalam negeri termasuk keamanan sosial sehingga peranan Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia semakin meningkat. Kondisi itu didukung oleh berkembangnya nilai baru yang positif dan produktif pada setiap aspek kehidupan dalam rangka memantapkan budaya nasional, termasuk wawasan dan budaya bahari; menguat dan meluasnya pemahaman tentang identitas nasional sebagai negara demokrasi dalam tatanan masyarakat internasional; dan meningkatnya pelestarian serta pengembangan kekayaan budaya untuk memperkokoh kedaulatan NKRI berlandaskan falsafah Pancasila. Indonesia yang adil dan demokratis ditandai dengan meningkatnya keadilan dan penegakan hukum; terciptanya landasan hukum untuk memperkuat kelembagaan demokrasi; meningkatnya kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan; terciptanya landasan bagi upaya penegakan supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan tertatanya sistem hukum nasional. Bersamaan dengan itu, pelayanan kepada masyarakat makin membaik dengan meningkatnya penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah yang tercermin dengan terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah dan tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang lebih tinggi; serta tertatanya kelembagaan birokrasi dalam mendukung percepatan terwujudnya tata kepemerintahan yang baik. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia ditandai dengan menurunnya angka pengangguran dan jumlah penduduk miskin sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; berkurangnya kesenjangan antarwilayah, termasuk meningkatnya pengelolaan pulau-pulau kecil terdepan; meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan membaiknya pengelolaan sumber daya alam dan mutu lingkungan hidup. Kondisi itu dicapai dengan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan iklim yg lebih kondusif, termasuk membaiknya infrastruktur. Percepatan pembangunan infrastruktur lebih didorong melalui peningkatan peran swasta dengan meletakkan dasar-dasar kebijakan dan regulasi serta reformasi dan restrukturisasi kelembagaan, terutama untuk sektor transportasi, energi dan kelistrikan, serta pos dan telematika. Bersamaan dengan itu dilaksanakan revitalisasi kelembagaan pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki lokasi strategis, antara lain kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan andalan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, antara lain, ditandai oleh meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG) yang diarahkan untuk membangun bangsa yang berkarakter cerdas, adil dan beradab, berkepribadian nasional, tangguh, kompetitif, bermoral, dan berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragama, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong-royong, patriotik, dinamis, dan berorientasi iptek; meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan; meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan dan anak; dan mengendalikan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk. Bersamaan dengan hal tersebut ditingkatkan mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia. Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan didukung oleh meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan hidup dan menyadari keadaan wilayah yang rawan bencana sehingga makin peduli dan antisipatif. Hal itu didukung oleh pengembangan kelembagaan dan peningkatan kapasitas di setiap tingkatan pemerintahan dalam rangka penanggulangan bencana serta diacunya rencana tata ruang secara hierarki dari tingkatan nasional, pulau, provinsi, hingga kabupaten/kota sebagai payung kebijakan spasial semua sektor dalam rangka mencegah dampak kerusakan lingkungan hidup dan meminimalkan dampak bencana. IV.2.2 RPJM ke-2 (2010 – 2014) Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Kondisi aman dan damai di berbagai daerah Indonesia terus membaik dengan meningkatnya kemampuan dasar pertahanan dan keamanan negara yang ditandai dengan peningkatan kemampuan postur dan struktur pertahanan negara serta peningkatan kemampuan lembaga keamanan negara. Kondisi itu sejalan dengan meningkatnya kesadaran dan penegakan hukum, tercapainya konsolidasi penegakan supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia, serta kelanjutan penataan sistem hukum nasional. Sejalan dengan itu, kehidupan bangsa yang lebih demokratis semakin terwujud ditandai dengan membaiknya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah serta kuatnya peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan bangsa. Posisi penting Indonesia sebagai negara demokrasi yang besar makin meningkat dengan keberhasilan diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional. Selanjutnya, kualitas pelayanan publik yang lebih murah, cepat, transparan, dan akuntabel makin meningkat yang ditandai dengan terpenuhinya standar pelayanan minimum di semua tingkatan pemerintah. Kesejahteraan rakyat terus meningkat ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan sumber daya manusia, antara lain meningkatnya pendapatan per kapita; menurunnya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas disertai dengan berkembangnya lembaga jaminan sosial; meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat yang didukung dengan pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang mantap; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya kesetaraan gender; meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan, dan perlindungan anak; terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk; menurunnya kesenjangan kesejahteraan antarindividu, antarkelompok masyarakat, dan antardaerah; dipercepatnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan potensial di luar Jawa; serta makin mantapnya nilai-nilai baru yang positif dan produktif dalam rangka memantapkan budaya dan karakter bangsa. Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri manufaktur sejalan dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; teknologi; percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan dunia usaha; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; serta penataan kelembagaan ekonomi yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Kondisi itu didukung oleh pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, serta pos dan telematika; peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, khususnya bioenergi, panas bumi, tenaga air, tenaga angin, dan tenaga surya untuk kelistrikan; serta pengembangan sumber daya air dan pengembangan perumahan dan permukiman. Bersamaan dengan itu, industri kelautan yang meliputi perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral dikembangkan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan. Dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup makin berkembang melalui penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat; terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional pada masa yang akan datang; mantapnya kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta penanggulangan bencana di setiap tingkatan pemerintahan; serta terlaksananya pembangunan kelautan sebagai gerakan yang didukung oleh semua sektor. Kondisi itu didukung dengan meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. IV.2.3 RPJM ke-3 (2015 – 2019) Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-2, RPJM ke-3 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Sejalan dengan kondisi aman dan damai yang makin mantap di seluruh wilayah Indonesia, kemampuan pertahanan nasional dan keamanan dalam negeri makin menguat yang ditandai dengan terbangunnya profesionalisme institusi pertahanan dan keamanan negara serta meningkatnya kecukupan kesejahteraan prajurit serta ketersediaan alat utama sistem persenjataan TNI dan alat utama Polri melalui pemberdayaan industri pertahanan nasional. Kehidupan demokrasi bangsa makin mengakar dalam kehidupan bangsa sejalan dengan makin mantapnya pelembagaan nilai-nilai demokrasi dengan menitikberatkan pada prinsip toleransi, nondiskriminasi dan kemitraan dan semakin mantapnya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Kondisi itu mendorong tercapainya penguatan kepemimpinan dan kontribusi Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dalam rangka mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan damai dalam berbagai aspek kehidupan. Bersamaan dengan itu kesadaran dan penegakan hukum dalam berbagai aspek kehidupan berkembang makin mantap serta profesionalisme aparatur negara di pusat dan daerah makin mampu mendukung pembangunan nasional. Kesejahteraan rakyat terus membaik, meningkat sebanding dengan tingkat kesejahteraan negara-negara berpenghasilan menengah, dan merata yang didorong oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang disertai terwujudnya lembaga jaminan sosial. Kualitas sumber daya manusia terus membaik ditandai oleh meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan, termasuk yang berbasis keunggulan lokal dan didukung oleh manajemen pelayananan pendidikan yang efisien dan efektif; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya kesetaraan gender; meningkatnya tumbuh kembang optimal, serta kesejahteraan dan perlindungan anak; tercapainya kondisi penduduk tumbuh seimbang; dan mantapnya budaya dan karakter bangsa. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang semakin mantap dicerminkan oleh terjaganya daya dukung lingkungan dan kemampuan pemulihan untuk mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari; terus membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam yang diimbangi dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dan didukung oleh meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat; serta semakin mantapnya kelembagaan dan kapasitas penataan ruang di seluruh wilayah Indonesia. Daya saing perekonomian Indonesia semakin kuat dan kompetitif dengan semakin terpadunya industri manufaktur dengan pertanian, kelautan dan sumber daya alam lainnya secara berkelanjutan; terpenuhinya ketersediaan infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama pemerintah dan dunia usaha, makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan industri serta terlaksananya penataan kelembagaan ekonomi untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan dan penerapan teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan rencana tata ruang ditandai oleh berkembangnya jaringan infrastruktur transportasi; terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal dan efisien sesuai kebutuhan sehingga elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi perdesaan dapat tercapai, serta mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat; terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi Indonesia; terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air dan pengembangan sumber daya air serta terpenuhinya penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Selain itu, pengembangan infrastruktur perdesaan akan terus dikembangkan, terutama untuk mendukung pembangunan pertanian. Sejalan dengan itu, pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh. IV.2.4 RPJM ke-4 (2020 – 2024) Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-3, RPJM ke-4 ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing. Kelembagaan politik dan hukum telah tercipta ditandai dengan terwujudnya konsolidasi demokrasi yang kokoh dalam berbagai aspek kehidupan politik serta supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia ; terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat ; serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kondisi itu didukung oleh mantapnya kemampuan pertahanan dan keamanan negara yang ditandai oleh terwujudnya TNI yang profesional dengan komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang kuat; terwujudnya sinergi kinerja antara POLRI dan partisipasi masyarakat dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontra intelijen yang efektif yang disertai kemampuan industri pertahanan yang handal; terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam mendorong supremasi hukum; terwujudnya tata kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa yang berdasarkan hukum, serta birokrasi yang profesional dan netral; terwujudnya masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta terwujudnya kemandirian nasional dalam konstelasi gobal. Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat ditunjukkan oleh makin tinggi dan meratanya tingkat pendapatan masyarakat dengan jangkauan lembaga jaminan sosial yang lebih menyeluruh; mantapnya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, antara lain ditandai oleh meningkat dan meratanya akses, tingkat kualitas, dan relevansi pendidikan seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan pendidikan; meningkatnya kemampuan Iptek; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat; meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak; dan terwujudnya kesetaraan gender; bertahannya kondisi dan penduduk tumbuh seimbang. Sejalan dengan tingkat kemajuan bangsa, sumber daya manusia Indonesia diharapkan berkarakter cerdas, tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragama, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong royong, patriotik, dinamis dan berorientasi Iptek. Kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat makin mantap dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan sehingga masyarakat mampu berperan sebagai penggerak bagi konsep pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Struktur perekonomian makin maju dan kokoh ditandai dengan daya saing perekonomian yang kompetitif dan berkembangnya keterpaduan antara industri, pertanian, kelautan dan sumber daya alam, dan sektor jasa. Lembaga dan pranata ekonomi telah tersusun, tertata, serta berfungsi dengan baik. Kondisi itu didukung oleh keterkaitan antara pelayanan pendidikan, dan kemampuan Iptek yang makin maju sehingga mendorong perekonomian yang efisien dan produktivitas yang tinggi; serta berkembangnya usaha dan investasi dari perusahaan-perusahaan Indonesia di luar negeri termasuk di zona ekonomi eksklusif dan lautan bebas dalam rangka peningkatan perekonomian nasional. Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas dan berkesinambungan dapat dicapai sehingga pendapatan per kapita pada tahun 2025 mencapai kesejahteraan setara dengan negara-negara berpendapatan menengah dengan tingkat pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin yang makin rendah. Kondisi maju dan sejahtera makin terwujud dengan terselenggaranya jaringan transportasi pos dan telematika yang andal bagi seluruh masyarakat yang menjangkau seluruh wilayah NKRI; tercapainya elektrifikasi perdesaan dan elektrifikasi rumah tangga; serta terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh. Dalam rangka memantapkan pembangunan yang berkelanjutan, keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam terus dipelihara dan dimanfaatkan untuk terus mempertahankan nilai tambah dan daya saing bangsa serta meningkatkan modal pembangunan nasional pada masa yang akan datang. BAB V PENUTUP Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 yang berisi visi, misi, dan arah pembangunan nasional merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam penyelenggaraan pembangunan nasional 20 tahun ke depan. RPJPN ini juga menjadi acuan di dalam penyusunan RPJP Daerah dan menjadi pedoman bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam menyusun visi, misi, dan program prioritas yang akan menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) lima tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan visi Indonesia yang mandiri , maju , adil , dan makmur perlu didukung oleh (1) komitmen dari kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis;
konsistensi kebijakan pemerintah;
keberpihakan kepada rakyat; dan
peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif. ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO