Pengujian UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang [Pasal 16 ayat (1)] ...
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar ...
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @zemyherda: Menurut saya untuk saat ini pemerintah baiknya fokus pada sektor dunia usaha karena stimulus yang diberikan belum cukup untuk mengembalikan iklim usaha sehat. @atri.widi: Dunia usaha karena jika ekonomi Indonesia kuat, Indonesia akan maju dan bisa pulih dari pandemi ini @sasmitanarax: Bidang kesehatan, karena saat ini tantangan utamanya adalah bagaimana wabah ini bisa ditekan penyebarannya hingga seluruh aktivitas bisa berjalan kembali Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Menurut Anda, sektor mana yang harusnya menjadi prioritas utama pemerintah dalam usaha menangani pandemi ini? a. Bidang Kesehatan b. Jaminan Keamanan Sosial c. Dunia Usaha 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Perjuangan Meredam Pandemi D EJAVU! Seabad yang silam, tepatnya tahun 1918 sampai dengan 1921, dunia pernah diserang wabah influenza bernama flu Spanyol dikarenakan serangan terbesarnya terjadi di Madrid. Pada saat itu, tak ada negara yang luput dari serangannya termasuk Indonesia. Penularannya yang sangat cepat dan luas berakibat pada jumlah korban amat tinggi. Korban berjatuhan begitu masif sementara jumlah tenaga medis dan jumlah sarana kesehatan tak sebanding. Banyaknya pasien gawat membuat sekolah dan bangunan lainnya disulap menjadi rumah sakit darurat. Belum lagi sistem perawatan kesehatan yang berbeda antara si miskin dan si kaya. Pekerja harian pun mulai kehilangan penghasilan. Pengangguran meledak. Sukarelawan merebak. Ekonomi terpuruk. Tunggu dulu, ini gambaran tahun 1920 atau Maret 2020? Kenapa begitu sama? Begitulah siklus pandemi. Krisis kesehatan berubah menjadi krisis kemanusiaan karena korban berjatuhan. Manusia harus mengurangi interaksi untuk mencegah penyebaran. Akibatnya roda ekonomi berhenti. Pandemi flu COVID-19 yang sedang mengguncang dunia ini juga telah mengacaukan keadaan global termasuk situasi ekonominya. Laporan IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami minus hingga 3persen di 2020 akibat COVID-19 sementara lembaga lain menggunakan asumsi yang berbeda. Beragam proyeksi ini muncul karena tak ada yang dapat memperkirakan dengan pasti kapan krisis ini akan berakhir. Langkah mencegah terjadinya krisis ekonomi pun dilakukan secara cepat dan masif. Presiden Joko Widodo telah menegaskan agar pemerintah melakukan realokasi anggaran ke 3 fokus utama: bidang kesehatan, perlindungan sosial atau jaring pengamanan sosial, dan insentif ekonomi bagi dunia usaha. Berbagai payung hukum terbit seperti Perppu dan aturan turunannya untuk menjalankan program ini. Pemerintah bersama KSSK mengumumkan kondisi stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun potensi risiko dari makin meluasnya dampak penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan perlu terus diantisipasi. Berbagai bantuan sosial dan stimulus fiskal disiapkan menghadapi tekanan dan khususnya membantu masyarakat miskin dan rentang miskin, serta menyelamatkan UMKM. Dejavu pandemi seperti sebuah takdir yang tak bisa dihindari. Namun kebijakan dan langkah-langkah penyelamatan ekonomi dan keuangan adalah keniscayaan. Sampai di manakah perjuangan? Dapatkan jawaban mengenai upaya dan ikhitiar pemerintah yang tak kenal lelah di edisi ini. Selamat membaca!
Opini Ilustrasi Dimach Putra Teks I Gede Githa Adhi Pramana, pegawai Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan, DJKN *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Risiko Resesi Ekonomi usaha. Sektor UMKM juga bisa disebut pahlawan devisa karena banyak memanfaatkan bahan baku dan sumber daya lokal serta minim bergantung pada komponen impor. Sektor UMKM juga memiliki multiplier effect yang tinggi dalam menekan ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, UMKM berperan serta dalam pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Dari beragam kontribusi di atas, dapat kita lihat bahwa sektor UMKM berkontribusi dalam penerimaan negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, sektor UMKM dapat dinyatakan sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Namun demikian, berbagai tantangan dihadapi oleh sektor UMKM baik dari sisi internal maupun eksternal. Akses permodalan, pemahaman yang rendah terhadap teknologi produksi, dan pemasaran serta aspek legal dan akuntabilitas menjadi tantangan dari sisi internal. Sementara itu, hambatan yang dihadapi UMKM untuk berkembang dari sisi eksternal antara lain iklim usaha belum kondusif, keterbatasan infrastruktur, kesulitan akses bahan baku, serta aspek teknologi informasi. Dalam mengatasi tantangan di atas diperlukan sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Setidaknya ada 3 hal yang perlu menjadi fokus pemerintah dalam penguatan dan pemberdayaan UMKM di Indonesia: Pertama, dukungan permodalan. Laju pertumbuhan UMKM yang tinggi tidak sebanding dengan kemudahan akses permodalan. Saat ini, UMKM banyak bergantung pada pembiayaan dari dana APBN seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), dana bergulir, dan pembiayaan ultra mikro (UMi). Pembiayaan APBN memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan modal UMKM yang tinggi. Dengan demikian perlu terobosan- terobosan baru untuk pembiayaan non APBN atau dengan menciptakan kemudahan akses pendanaan UMKM dari lembaga keuangan Kedua, dukungan pembinaan. Selain permodalan, dukungan dari sisi pembinaan juga penting dalam meningkatkan kualitas UMKM. Kementerian Keuangan menginisiasi program pembiayaan terpadu dengan pendampingan melalui program UMi. Dalam program tersebut, PIP menyalurkan pinjaman kepada mitra yakni PT PNM (Persero), PT Pegadaian (Persero) dan PT BAV. Selain menyalurkan, mitra juga diwajibkan memberikan pendampingan kepada nasabah. Program semacam ini perlu dikembangkan dengan meningkatkan peran dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta menguatkan peran BUMN sebagai agent of development . Alternatif lainnya adalah melalui program pendampingan UMKM oleh mahasiswa sebagai bagian program terpadu dari kampus. Dengan adanya akses pembiayaan dan kemampuan dalam mengelola bisnis yang baik, UMKM diharapkan dapat mengembangkan usahanya agar bisa naik kelas. Terakhir adalah penciptaan iklim usaha UMKM yang kondusif. Upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh yang meliputi: penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha serta menjamin kepastian usaha disertai efisiensi ekonomi; pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Perlu adanya database nasabah penerima program pemerintah untuk meminimalisir irisan nasabah antar program. Dengan demikian, dapat memberikan kesempatan pelaku usaha lain sehingga tercipta iklim usaha UMKM yang kondusif. Dalam Global Economic Risks and Implications for Indonesia Reports yang dirilis oleh Bank Dunia, Indonesia diprediksi terdampak resesi ekonomi global. Bank dunia memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia di tahun 2019 menjadi 5,1persen. Pada 2020, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 4,9 persen dan pada 2022 tumbuh 4,6 persen. Bercermin pada krisis ekonomi tahun 1998, sudah sewajarnya jika Indonesia menguatkan sektor UMKM melalui penyediaan akses permodalan, pembinaan/mentoring, dan penciptaan iklim usaha UMKM yang kondusif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kualitas UMKM agar berdaya saing di kancah nasional dan global terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Keberhasilan dalam penguatan dan pemberdayaan UMKM pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian Indonesia secara signifikan serta memperkuat daya tahan terhadap ancaman resesi global. Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM PENGUATAN UMKM DI TENGAH U saha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Salah satunya adalah penciptaan lapangan kerja. Penyerapan tenaga kerja pada tahun 2017 dari UMKM mencapai 116,7 juta tenaga kerja atau 97 persen dari total tenaga kerja yang diserap unit usaha di Indonesia. UMKM juga telah terbukti mampu bertahan pada krisis ekonomi Indonesia. Sekitar 96 persen UMKM bertahan dari goncangan krisis moneter 1997/1998 dan 2008/2009. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998, jumlah UMKM di Indonesia malah menunjukan tren yang meningkat. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM (2017), populasi pelaku UMKM sebesar 62,92 juta atau 99,9 persen dari total pelaku 37 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020
Opini Pembasmi Pandemi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Riza Almanfaluthi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda INSENTIF PAJAK B ermula dari Wuhan pada akhir Desember 2019, Corona Virus Disease (COVID-19) menyebar ke seluruh penjuru mata angin dan belum usai sampai ditulisnya artikel ini pada awal Mei 2020. Lebih dari 3,7 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dan tak kurang dari 258 ribu orang di antaranya meninggal dunia. Tentu saja wabah global ini memukul pertumbuhan ekonomi dunia. IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. The Economist Intelligence Unit memperkirakan skenario terburuk sampai pada -2,2persen. Indonesia pun tidak luput dari bencana global ini, yang apabila dampaknya tidak ditangani dengan serius akan mengakibatkan kerusakan sangat parah di setiap lini kehidupan, terutama untuk masyarakat miskin dan rentan miskin yang kehilangan penghasilannya. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta (Senin, 20/04/2020) sampai mengutarakan kemendesakan situasi dan tindakan yang harus dilakukan oleh Kementerian terkait seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Keuangan. Intinya, Presiden meminta agar bantuan sosial harus segera turun pada pekan ketiga April 2020 tersebut. Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam bantuan sosial itu tak lepas dari perannya sebagai bendahara negara yang mengalokasikasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk mencegah krisis ekonomi dan keuangan. Angka tersebut antara lain digunakan untuk intervensi penanggulangan melalui insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan sebesar Rp75 triliun, program jaring pengaman sosial masyarakat sebesar Rp110 triliun, sektor industri melalui insentif perpajakan dan stimulus Kredit usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp70,1 triliun, dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun. Cahaya di ujung terowongan Yang menarik dari senarai di atas adalah dinamika insentif pajak yang secara beruntun diterbitkan oleh Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/ PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona dan PMK Nomor 28/ PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019. Bahkan kebijakan terkini adalah PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang memberikan perluasan insentif pajak dan mencabut PMK Nomor 23/PMK.03/2020 karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan. Ketiga PMK ini sejatinya merupakan bentuk respons cepat Kementerian Keuangan atas telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) __ dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. PMK 44/2020 menyebutkan ada lima fasilitas pajak yang disediakan pemerintah selama 6 bulan berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja berpenghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta, PPh Final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30persen, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat. PMK 44/2020 ini memperbanyak sektor usaha yang mendapatkan insentif. Contohnya insentif PPh Pasal 21 DTP yang pemberiannya diperluas kepada 1062 sektor usaha. Masyarakat mengakses situs web pajak.go.id untuk mendapatkan insentif itu secara daring. Kelima insentif pajak ini bisa diibaratkan seperti cahaya di ujung terowongan. Kita ingin daya beli masyarakat dapat dipertahankan melalui tambahan penghasilan bagi para pekerja dan UMKM, laju impor ajeg buat industri karena adanya stimulus, stabilitas ekonomi dalam negeri dapat terjaga, ekspor dapat meningkat, dan manajemen kas lebih optimal. Memperkuat garis depan Dibandingkan PMK 44/2020 yang insentif pajaknya lebih menitikberatkan pada pemulihan sektor terdampak, maka insentif pajak dalam PMK 28/2020 lebih difokuskan untuk memperkuat garis depan di medan juang pembasmian COVID-19. Hakikinya agar barang dan jasa yang dibutuhkan dalam penanganan wabah mudah diperoleh dan tersedia dengan cepat. Kita sadari bahwa pemenuhannya berkejaran dengan waktu. Tidak boleh main-main dan lambat karena ini menyangkut nyawa 270 juta rakyat Indonesia. Barang- barang itu seperti obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien. Sedangkan jasa seperti jasa konstruksi, konsultasi, teknik, manajemen, persewaan, dan jasa pendukung lainnya. Insentif pajak dalam PMK 28/2020 ini juga lebih variatif, yaitu PPN Tidak Dipungut atas impor barang, PPN DTP atas jasa dari luar daerah pabean, PPN DTP atas penyerahan barang di dalam daerah pabean, dan pembebasan PPN atas impor barang yang digunakan untuk pemanfaatan jasa. Yang lainnya adalah insentif pajak berupa pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor serta pembebasan pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Insentif ini diberikan selama 6 (enam) masa pajak mulai April sampai dengan September 2020. Tidak perlu lama karena kita semua juga ingin wabah ini segera berakhir agar kita bisa membangun dan menata kembali negeri ini.
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap
Glosarium Glosarium Central Cliring Counterparty Lembaga keuangan yang mengambil risiko kredit pihak lawan antara pihak yang bertransaksi dan menyediakan kliring dan penyelesaian layanan untuk perdagangan di valuta asing, surat berharga, opsi, dan kontrak derivatif . Credit Default Swap Derivatif atau kontrak keuangan yang memungkinkan investor untuk menukar atau mengimbangi risiko kreditnya dengan risiko investor lain. Crowdfunding Praktik penggalangan dana dari sejumlah besar orang untuk memodali suatu proyek atau usaha yang umumnya dilakukan melalui internet. Defined Benefit Plan Atau yang sering disebut dengan Program Pensiun Manfaat Pasti. Pensiun jenis ini memberikan manfaat pasti kepada penerimanya, melalui besaran dana pensiun yang sudah ditentukan di awal. Saat masa bekerja, perusahaan dan karyawan akan membuat perjanjian yang berisikan besarnya dana pensiun di kemudian hari. Financial Inclusion Suatu gerakan yang berupaya untuk membuka akses layanan perbankan yang seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya yang sampai saat ini belum memanfaatkan jasa layanan perbankan. financial inclusion menjadi hal yang penting dalam rangka pengentasan kemiskinan. Green Sukuk Surat Berharga Syariah Negara yang hasil penerbitannya digunakan untuk membiayai proyek-proyek lingkungan ( green projects ). Sukuk hijau ini sesuai dengan komitmen pemerintah dalam menghadapi berbagai isu lingkungan global, mengingat Indonesia sangat rawan terkena dampak kerusakan alam di dunia. Hedge Funds Wadah investasi alternatif yang menghimpun dana dari berbagai investor untuk kemudian dikelola dengan strategi tertentu guna meraup keuntungan berlipat ganda. Hedge Fund menargetkan
Fiskal Internasional Pilar berikutnya berfokus pada bantuan internasional untuk negara-negara yang paling membutuhkan. Forum G20 juga mengambil peran aktif dalam memimpin koordinasi pemberian bantuan bagi berbagai negara yang terdampak paling besar oleh pandemi. Koordinasi ini melibatkan IMF, Bank Dunia, bank pembangunan multilateral, kreditor swasta dan bank sentral demi tercapainya respon yang efektif untuk menjawab dampak pandemi. Berbagai macam bantuan yang dihasilkan sejauh ini, antara lain keringanan utang bagi 27 negara senilai 177 juta Special Drawing Rights (SDR) oleh IMF, bantuan bagi negara berkembang dan berpendapatan rendah dari bank pembangunan multilateral yang dikoordinir oleh Bank Dunia yang bernilai 230 miliar dolar AS, serta implementasi Debt Service Suspension Initiative (DSSI) yang digagas Forum G20 demi memberikan penangguhan utang negara- negara berpendapatan rendah yang jatuh tempo pada Mei hingga Desember 2020. Berbagai bantuan diberikan dengan tujuan untuk memberikan ruang fiskal bagi berbagai negara yang paling terdampak pandemi untuk dapat merespon kondisi domestik secara optimal. Saat ini telah terdapat 42 negara yang mendaftarkan dirinya pada DSSI dengan estimasi penangguhan utang sebesar 5.3 triliun dolar AS. Melihat kondisi pandemi saat ini yang belum membaik secara signifikan dan merata, maka Forum G20 juga mendiskusikan kemungkinan perpanjangan program DSSI hingga tahun 2021. IMF dan Bank Dunia akan bekerja sama mempersiapkan laporan atas kebutuhan likuiditas negara-negara yang berhak, untuk dijadikan rujukan dalam menentukan perpanjangan program DSSI. Pilar terakhir adalah pelajaran untuk masa mendatang yang bertumpu pada pemantauan risiko dan peningkatan kesiapan global untuk menghadapi apabila krisis luar biasa masa terjadi di masa yang akan datang. Menyadari beragamnya sumber risiko yang ada, Forum G20 berkomitmen untuk membangun matrik dan analisis mendalam atas risiko dari berbagai sektor melalui kerjasama dengan IOs. Salah satu risiko tersebut adalah terkait volatilitas aliran modal yang dapat mengancam stabilitas ekonomi global. Atas hal tersebut, Forum G20 bersama dengan IOs akan melakukan analisis mendalam untuk mendapatkan akar penyebab volatilitas, dan mempersiapkan upaya mitigasi dan menu kebijakan untuk menjawabnya. Peran pasar modal domestik merupakan kunci dalam memitigasi volatilitas tersebut dan memperkuat kestabilan keuangan. Belum jelasnya akhir dari pandemic COVID-19 ini membuat Forum G20 terus melakukan adaptasi dan evaluasi dari G20 AP ini. Terlepas dari penemuan vaksin yang diperkirakan pada awal 2021, masih terdapat tantangan seperti distribusi vaksin ke semua negara dan proses vaksinasi hingga mencapai herd immunity . Sementara itu, pembatasan mobilitas masyarakat karena pandemi, tidak berhenti memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan koordinasi dan kerja sama internasional yang terjaga dan teregulasi dengan baik, dukungan yang diberikan saat ini diharapkan terus berlanjut hingga pandemi COVID-19 teratasi.
Fokus intensitas perekonomian dan menjaga kestabilan kegiatan ekonomi, baik yang dilakukan dari sisi supply maupun dari sisi demand . Kerentanan Sektor Keuangan Meski sektor keuangan mempunyai peranan krusial bagi pembangunan, namun kinerjanya sangat dipengaruhi oleh faktor lain, minimal mencakup (Kirana & Nurwadono, 2019): (i) perkembangan sektor riil; (ii) regulasi bidang ekonomi; (iii) perkembangan sosial masyarakat; (iv) iklim politik dan demokrasi; dan (v) perkembangan lingkungan global. Dalam skala intensitas yang lebih besar, kesemua faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (i) guncangan internal ( internal shock ); dan (ii) guncangan eksternal ( external shock ). Pengertian guncangan internal adalah pengaruh pada variabel domestik, sementara guncangan eksternal adalah pengaruh keuangan pada variabel luar negeri. Kedua guncangan tersebut menjadikan sektor keuangan mempunyai karakter yang riskan, sehingga membutuhkan penguatan daya tahan (imunitas). Menurut Best et. al, (2017), sistem keuangan memang sangat terkait dengan kejutan ( shock ) dan kerentanan ( vulnerabilities ) yang saling berinteraksi. Bila terjadi kejutan, maka sistem keuangan akan mengalami kerentanan, dan kerentanan akan mengamplifikasi (memperluas) dampak shock , dan bermuara pada krisis. Sebelum adanya pandemi COVID-19, sistem keuangan nasional menghadapi minimal empat jenis sumber kerentanan (Kirana & Nurwadono, 2019), yaitu: (i) peningkatan utang luar negeri atau ULN, khususnya dari pihak korporasi; (ii) perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga atau DPK; (iii) adanya kesenjangan negatif antara tabungan dengan investasi; dan (iv) masih dangkalnya pasar keuangan domestik. Saat ini, daya tahan sektor keuangan diuji oleh penyebaran pandemi COVID-19, yang berdampak pada pemerosotan pertumbuhan ekonomi (Baldwin & Mauro, 2020). COVID-19 telah membatasi mobilisasi masyarakat, sehingga konsumsi agregat ( demand side ) menjadi merosot signifikan, yang kemudian direspons oleh penurunan produksi ( supply side ). Secara konseptual, stabilitas sektor keuangan mempunyai peran krusial, karena diharapkan mampu memposisikan sebagai safety belt dalam situasi pandemi. Mengacu pada peranannya yang krusial, maka dibutuhkan kebijakan extraordinary dan antimainstream sebagai peta jalan dalam menjaga daya tahan sektor keuangan. Hantaman COVID-19 Secara teoritis, peranan sektor keuangan seharusnya diposisikan untuk mereduksi tingkat risiko dari pandemi COVID-19. Namun pada sisi yang lain, kecepatan penyebaran pandemi COVID-19 juga menyebabkan ancaman terhadap kestabilan sektor keuangan, sehingga peranannya menjadi semakin terdistruksi. Persoalannya terletak pada penurunan intensitas transaksi ekonomi dan implikasinya terhadap guncangan makro ekonomi ( United Nations , 2020). Setidaknya terdapat dua persoalan utama yang dihadapi. Pertama, terjadi penurunan produksi karena rendahnya tingkat permintaan atas produk barang dan jasa. Para pelaku usaha mengalami beban biaya yang tinggi ( high cost economy ), namun penyerapan pasar dari produk yang dihasilkan semakin menurun bahkan minus. Pada praktik physical distancing contohnya, akan membuat shock dari sisi produksi ( supply ) yang terlihat dari penutupan pabrik dan kegiatan produksi. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak terelakkan dan akan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga konsumsi barang menurun. Pelaku usaha yang terpukul bukan saja skala besar, namun juga skala UMKM, terutama para pelaku informal. Kedua, persoalan semakin rendahnya penurunan permintaan akan produk barang dan jasa dari masyarakat. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya aktivitas keluar rumah dan bekerja, dan sebagian masyarakat mengalami kehilangan pekerjaan akibat kebijakan efisiensi perusahaan. Contohnya jika shock berasal dari sisi konsumsi ( demand ) maka praktik physical distancing membuat keleluasaan untuk mengkonsumsi barang akan menurun yang berimplikasi pada penurunan permintaan agregat. Grafik 1 mencerminkan pukulan pandemi COVID-19 terhadap kontraksi pertumbuhan
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Rahmat Widiana, Pemimpin Redaksi Media Keuangan Dari Lapangan Banteng Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @galuhmafela Pembangunan infrastruktur, meski hasilnya belum bisa dinikmati sekarang jika belum dilakukan berkesinambungan. @nurhafsahasanb Indonesia terlalu kaya SDA sampai dilirik banyak negara. Yang lain saja peka dengan SDA kita, masa kita tidak? Yok sadar, yok! @atri.widi Perbaikan birokrasi yg memudahkan investasi, misal penanaman modal 1 pintu. Investor tidak merasa ribet lagi untuk investasi, selain mengurangi cost penanaman modal Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Dari beberapa faktor ini, mana yang paling besar mendorong investasi? a. Potensi demografi b. Melimpahnya SDA c. Perbaikan birokrasi d. Pembangunan Infrastruktur Mengungkit Pertumbuhan MENARIK INVESTASI dalam pengalokasiannya. Kemudahan- kemudahan tersebut semata-mata dimaksudkan untuk menggenjot investasi dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Tentunya, tanggung jawab untuk mendorong investasi menjadi pekerjaan bersama antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, khususnya dalam mendukung kemudahan berinvestasi dan memperkuat daya saing daerah. Dalam edisi ini, berbagai hal tentang usaha dan tantangan akselerasi investasi dalam negeri akan disajikan. Selamat membaca! A wal tahun 2020, kondisi global masih diwarnai dengan ketidakpastian. Mulai dari deadlock perundingan perdagangan AS dan China, rencana Brexit, hingga wabah virus Corona di beberapa negara. Semua kejadian tersebut berpotensi mengganggu perekonomian global dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Asia, termasuk Indonesia. Meskipun 2020 dipenuhi dengan dinamika gejolak global, pengalaman di 2019 memberikan sinyal bahwa Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya. Angka kemiskinan berkurang, pengangguran menurun, indeks gini ratio pun juga menurun. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki modal besar untuk menumbuhkan iklim investasi yang baik. Menghadapi berbagai tantangan tersebut, Indonesia telah menyiapkan berbagai kebijakan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional termasuk strategi mengurangi defisit neraca perdagangan. Salah satu kunci mengurangi defisit tersebut adalah dengan menumbuhkan investasi dalam negeri. Perhatian pemerintah terhadap upaya peningkatan iklim investasi di Indonesia sangatlah serius. Berbagai insentif fiskal telah disiapkan pemerintah, seperti tax allowance , super deduction , hingga tax holiday . Tak berhenti di situ, mulai tahun 2020 pemberian Dana Insentif Daerah (DID) menggunakan indikator peningkatan investasi dan ekspor Ralat: Redaksi memohon maaf atas kesalahan pencantuman foto narasumber atas nama Suminto, Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan dalam artikel "Menghelat Program Kaya Manfaat" pada edisi "Mewujudkan Perlindungan Memadai" Volume XV/No. 149/Februari 2020.
Gedung Danadyaksa Cikini Jl. Cikini Raya no. 91 A-D Menteng Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail. lpdp@depkeu.go.id Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI Generasi Emas Karena Engkau Muda Teks CS. Purwowidhu Foto Dok. Pribadi Risa Santoso, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang MediaKeuangan 42 2 November 2019 merupakan hari bersejarah bagi Risa Santoso atau kerap disapa Risa, tatkala ia dilantik menjadi Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang. Tak pernah terbayang olehnya untuk mengemban tanggung jawab sebagai orang nomor satu di kampus. Nasihat sang ayah yang terus terngiang untuk tidak lelah belajar dan membagikan ilmu kepada orang lain menguatkan langkahnya dalam menjalankan amanah sebagai rektor, di usia yang baru beranjak 27 tahun. Tak ada yang Kebetulan Dalam hidup ini tak ada yang terjadi secara kebetulan. Ungkapan ini meng- gambarkan perjalanan Risa, mulai dari lolos seleksi beasiswa magister LPDP sampai takdir membawanya pada karir saat ini. Buah ketekunan menempa diri dipertemukan dengan kesempatan-ke- sempatan baik yang terjadi pada waktu yang tepat. “Saat saya S2 di Harvard saya menghadiri acara Harvard Busi- ness School dengan Pak Luhut Binsar Pandjaitan sebagai narasumbernya. Di sanalah saya mengetahui bahwa ada kesempatan untuk mencoba bekerja di public sector, “ kenang Risa. Setelah lulus kuliah, Risa langsung kembali ke Indonesia dan mendapat kesempatan menjadi Tenaga Ahli Muda di Kantor Staf Presiden RI. Dalam perjalanannya, ia pun mendapat tawaran untuk membantu sebagai staff business development di sebuah training company di Surabaya. Disitulah ia pertama kalinya dikenalkan dengan Insitut Asia (yang sebelumnya adalah STIE & STMIK ASIA). Awalnya ia membantu paruh waktu, sebagai dosen, dan dilibatkan dalam Lembaga Penjaminan Mutu Internal. “Di sana saya melihat banyak peluang, misal untuk program-program yang melibatkan mahasiswa. Setelah itu, barulah saya di- angkat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis di kampus Asia,“ tuturnya. Pada September 2019, kedua sekolah tinggi ASIA digabungkan menjadi institut lalu Risa dipilih sebagai salah satu kandidat rektor. Muda dan Berdaya Bukanlah hal mudah mengemban amanah yang pada umumnya diker- jakan oleh generasi yang lebih tua. Akan tetapi Risa tidak mengalami kendala berarti dalam menjalani hari-harinya sebagai rektor termuda di Indonesia. Sebagai pemimpin, ia sadar betul akan perannya dan tantangan untuk men- jaga hubungan kerja tetap dalam garis profesionalisme. Prinsip saling men- dukung dan menghormati antar rekan kerja dijunjung tinggi olehnya. “Tentu gap usia baik umur maupun lamanya kerja menjadi perhatian tersendiri, di situ letak tantangannya bagaimana cara kita berkomunikasi dengan efektif, tanpa melukai perasaan mereka,“ ungkapnya. Dengan keahlian people management yang mumpuni, Risa tidak hanya menerapkan budaya terbuka di kampus yang ia pimpin, melainkan juga budaya kerja kolaboratif, di mana semua pihak saling bekerja sama tanpa melihat senioritas. Impian Risa untuk melihat pendidikan di Indonesia lebih hidup dan pemenuhan hak anak Indonesia atas pendidikan yang setara tanpa meman- dang latar belakang orang tua memoti- vasinya bergelut di dunia pendidikan. Pengalaman selama berkuliah di Harvard University sejatinya bagi Risa tidak terukur oleh skala. “Di sana, ban- yak orang yang tidak hanya ingin sukses sendiri, melainkan saling mendukung satu sama lain—banyak juga yang punya motivasi untuk mengabdi pada negara saat kembali,“ tutur lulusan Master of Education, Learning and Teaching __ ini. Tempaan hidup selama menempuh studi di luar negeri bukan hanya memberinya bekal yang cukup dalam merintis karir dengan membuatnya lebih mandiri, tetapi juga memperluas jaringan global, serta memberinya kesempatan untuk belajar budaya dan etos kerja dari negara-negara lain. Sehari-hari ia dihadapkan dengan persaingan yang tajam di kelas kala itu. “Saya harus benar-benar serius mempersiapkan diri di setiap kelas, termasuk beradaptasi dengan reading requirement yang tiap mata pelajaran memiliki bacaan lebih dari 50 halaman tiap harinya,” kenang- nya. Berjalan dengan Visi Tanpa visi dan perencanaan yang matang, tidak mungkin apa yang dicita-citakan dapat tercapai. Sebagai rektor, Risa tidak takut bermimpi besar bagi institut yang dipimpinnya. Ia ingin menjadikan Institut ASIA sebagai wadah bagi para mahasiswa untuk mengembangkan potensi mereka, terutama dalam bidang IT dan ekonomi. Institut ini juga berencana membangun berbagai startup melalui wadah Inkubator Bisnis ASIA. Perempuan yang mengidolakan Sri Mulyani Indrawati dan Tri Rismaharini ini berharap agar nantinya alumni Institut ASIA Malang dapat menjadi generasi PASTI, yakni Professional, Active, Smart, Tang- guh & Inovatif, mampu memenangkan persaingan di dunia kerja, bahkan bisa menciptakan lapangan kerja di era 4.0 ini. Salah satu strategi yang dilakukan yakni dengan membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan internship ke perusahaan di luar negeri selama satu bulan agar menjadi lebih mandiri dan memiliki wawasan yang lebih luas. “Saya menginisiasi Asia Hackaton dan program magang di luar negeri, serta mendorong mahasiswa un- tuk ikut berpartisipasi dalam pameran/ expo internasional,” ujarnya. Harapan bagi Pendidikan Indonesia Risa berpendapat, secara umum masih banyak yang harus dibenahi dari pendidikan di Indonesia. Dari segi literasi, hasil studi The World’s Most Lit- erate Nations yang dipublikasikan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 menunjukkan Indonesia masih berada pada tingkat literasi rendah dengan peringkat ke-60 dari 61 negara yang diteliti. “Ini menyedihkan. Tugas kita bersama untuk memajukan bangsa ini,“ ucapnya penuh harap. Risa mengapresiasi kebijakan pemerintah saat ini mengenai pembelajaran inter- disipliner serta masa internship yang lebih panjang. “Apabila perguruan tinggi diberi ruang dan insentif yang tepat, pastinya perkembangan akan teraksel- erasi, “tegasnya. Sebagai awardee LPDP, Risa juga berpesan bagi anak-anak muda yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri untuk tidak mudah menyerah dan ingat akan bangsa ini. “Raih mimpi dan cari ilmu sebanyak mungkin tapi jangan lupa untuk kembali ke tanah air dan me- majukan bangsa,“ pungkas perempuan asli Surabaya ini. Ke depan, Risa ingin terus mengembangkan dunia pendidikan di Indonesia, terutama di bidang IT. “Kita harus persiapkan SDM yang bukan sekadar mampu survive, melainkan juga mampu thrive di Industry 4.0, yang mana setiap insan dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam bekerja sehingga tidak tergantikan oleh mesin tapi justru punya daya inovasi yang kuat,” tuturnya lugas.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Excess Profit Tax sebagai Solusi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Rinaldi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda yaitu pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh 799.504,33 persen ( yoy ). Inilah salah satu faktor yang mendorong capaian pertumbuhan penerimaan negara menjadi 3,23 persen ( yoy ) sehingga meng- off set realisasi belanja negara yang realisasinya hampir sama dengan capaian tahun lalu. Bagaimana dengan penerimaan pajak? jawabannya adalah “babak belur”, hanya PPN/PPnBM dan PBB (sektor P3) yang pertumbuhannya positif, lainnya negatif, bahkan penerimaan PPh Badan yang seharusnya mencapai peak -nya pada bulan April (jatuh tempo pelaporan SPT PPh Badan pada 30 April), pertumbuhan penerimaannya -15,23 persen. Kebijakan pajak yang telah diambil pemerintah Indonesia Kemenkeu menjelaskan bahwa pertumbuhan penerimaan PPN/PPnBM yang positif ini ditopang oleh PPN Dalam Negeri (PPN DN) yang masih tumbuh 10,09 persen, hal ini mengindikasikan masih kuatnya transaksi penyerahan barang dan jasa penerimaan. Namun situasi ini bisa berubah mengkhawatirkan karena penerimaan PPN pada bulan-bulan berikutnya hampir dapat dipastikan menurun jauh dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Sementara itu, pemberian insentif pajak terus dioptimalkan, misalnya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang dialokasikan sebesar Rp123,01 triliun. Jika penerimaan negara terus menurun, sementara kebutuhan belanja negara terus meningkat, bisa dipastikan angka defisit akan melonjak drastis. Kembali ke kebijakan insentif pajak, pemerintah tentu telah memperhitungkan dampak dari insentif ini terhadap penerimaan negara, namun permasalahannya adalah apakah insentif ini benar-benar bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang terdampak COVID-19? Apakah insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) menjamin pekerja tidak di PHK? Apakah insentif restitusi PPN dipercepat menjamin usaha mereka tetap berkesinambungan? Terkait hal ini, menarik untuk dilihat pendapat dua pakar ekonomi dari Universitas California yaitu Saez dan Zucman. Mereka mengkritisi kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika dalam menghadapi COVID-19. Krisis yang dihadapi dunia saat ini berbeda dengan krisis pada tahun 2008-2009. Kala itu bencana yang dihadapi adalah bencana yang secara langsung menyebabkan perusahaan mereka hancur, yaitu bencana krisis keuangan akibat bangkrutnya Lehman Brothers. Namun bencana yang terjadi saat ini adalah bencana kesehatan, yang mungkin tidak semua perusahaan terkena dampak langsung dari bencana ini. Banyak juga perusahaan yang malah meraup untung dari COVID-19 ini. Di saat banyak pabrik menutup usaha mereka, penjualan Amazon justru meningkat, bisnis Cloud meningkat, jumlah akses ke Facebook juga meningkat. Belum lagi jika melihat aplikasi webinar yang marak digunakan saat para pekerja “bekerja dari rumah” di masa pandemi ini. Excess Profit Tax sebagai solusi kebijakan pajak di tengah COVID-19 Melihat tidak semua perusahaan terkena dampak negatif dari COVID-19 ini, maka mereka mengusulkan agar pemerintah bisa mengkaji penerapan “ Excess Profit Tax (EPT)”. EPT adalah suatu pajak yang dikenakan kepada perusahaan yang mendapatkan keuntungan (profit) lebih dari suatu margin tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai contoh, pada tahun 1918, saat terjadi resesi ekonomi pasca Perang Dunia I, Amerika menerapkan EPT bagi perusahaan yang mencetak Return on Invested Capital (ROC) atau pengembalian investasi modal di atas 8 persen. Tarif EPT yang dikenakan pada saat itu progresif antara 20 hingga 60 persen. Kebijakan yang sama juga diterapkan pada tahun 1940, saat Perang Dunia II dan saat Perang Korea. Kebijakan pengenaan EPT ini mempunyai tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa tidak ada pihak yang mengambil untung secara berlebihan pada saat pihak lain merasakan penderitaan. Apakah hal ini bisa diterapkan di Indonesia? Untuk menjawabnya, ada baiknya kita kembali lagi ke realisasi APBN 2020 sampai dengan April 2020. Dari segi realisasi penerimaan pajak sektoral non-Migas, non-PBB, dan non-PPh DTP, dapat dilihat bahwa ada beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan, seperti industri pengolahan serta jasa keuangan dan asuransi, yang masing-masing tumbuh 4,68 persen dan 8,16 persen. Kedua sektor ini menopang 45,3 persen dari total realisasi penerimaan pajak. Statistik ini menunjukkan bahwa tidak semua sektor terkena dampak negatif COVID-19 (walaupun masih diperlukan analisis mendalam terhadap hal ini, karena Maret dan April merupakan masa awal pandemi). Oleh sebab itu, menurut Penulis, kebijakan Excess Profit Tax layak dipertimbangkan sebagai suatu solusi kebijakan fiskal mengatasi dampak ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19. Kebijakan ini terkesan tidak lazim diterapkan di negara manapun termasuk Amerika sekalipun apalagi di Indonesia, namun perlu diingat bahwa seperti yang dikatakan Sri Mulyani: “ Extraordinary situation needs extraordinary policy”, dan kita, Indonesia, sedang menghadapi kondisi extraordinary tersebut. P ada 20 Mei 2020, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja merilis realisasi APBN 2020 hingga 30 April 2020. Jika dilihat pada rilis tersebut, realisasi terlihat cukup bagus, defisit APBN sebesar Rp74,47 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi defisit pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp100,3 triliun. Namun, jika kita mengkaji lebih dalam dari realisasi defisit ini, maka terlihat penyebab “rendahnya” angka defisit ini adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang pertumbuhannya mencapai 21,70 persen ( yoy ). Salah satu sub-PNBP Ilustrasi A. Wirananda
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi APBN, Instrumen Menjaga Kestabilan Ekonomi KemenkeuRI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI KemenkeuRI KemenkeuRI majalahmediakeuangan A khirnya sampailah kita di penghujung tahun 2019. Tahun di mana pesta demokrasi memilih wakil rakyat dan pemilihan presiden dilakukan secara bersamaan dan menjadikan ruang publik hiruk pikuk dalam suasana terpecah belah. Beruntung semua berakhir dengan damai dan mulus dengan kembali menetapkan Joko Widodo sebagai presiden ke delapan. Tahun politik 2019 ini juga cukup banyak membawa Kementerian Keuangan ke dalan pusaran berita dan publikasi terutama terkait isu utang negara, pajak, gaji ASN, dan isu lainnya tentang keuangan negara. Salah satunya terkait tentang dana riset. Kurangnya anggaran negara untuk bidang riset yang dilontarkan oleh salah satu pengusaha besar di bidang market place , telah membuat isu ini menggelinding juga ke ranah politik. Tak pelak, isu ini juga berdampak pada bisnis market place sang pengusaha tersebut. Di tahun 2019 ini Presiden Jokowi menetapkan anggaran sebesar Rp1 triliun untuk dana riset dan selanjutnya akan membentuk Badan Riset Nasional. Hal ini diwujudkan dalam pembentukan Kementerian Riset dan Teknologi yang merangkap sebagai Kepala Badan Riset Nasional pada pemerintahan yang baru. Tax ratio yang selama ini hanya menjadi diskusi ekonomi makro, telah menjadi konsumsi kampanye Pilpres dan menjadi perhatian banyak masyarakat. Perlu diakui bahwa meningkatnya pendapatan negara menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Rasio pajak ( tax ratio ) Indonesia tahun 2018 mencapai sebesar 11,5 persen, yaitu meningkat 0,1 persen dibanding tahun sebelumnya. Walaupun terjadi peningkatan pertama kalinya setelah rasio pajak menurun terus menurus selama lima tahun terakhir, rasio pajak ini masih kecil bila dibanding negara Asia Pasific lainnya (OECD,2019). Tahun 2019 juga diwarnai dengan diperkenalkannya dana untuk penanganan bencana dalam APBN. Selain itu telah dilakukan juga piloting untuk memberikan asuransi bagi beberapa gedung dan aset Barang Milik Negara yang dianggap penting di daerah rawan bencana. Dalam APBN 2019 juga telah dikembangkan kerangka pendanaan risiko bencana, skema transfer risiko dan skema APBN. Sementara itu, anggaran pendidikan di tahun 2019 tetap konsisten dengan porsi 20 persen dari total belanja. Fokus belanja pendidikan di tahun 2019 adalah untuk menyiapkan generasi emas Indonesia 2045 agar sehat, cerdas, dan berkarakter. Dana pendidikan melalui beasiswa dan BOS diharapkan dapat mengangkat generasi penerus bangsa untuk membawa dirinya dan keluarga terlepas dari jerat kemiskinan. Program peningkatan kualitas SDM ini akan dilanjutkan juga dalam bentuk program pra kerja di APBN 2020. Tahun 2019 juga menjadi tahun transisi dari pemerintahan Kabinet Kerja ke Kabinet Indonesia Maju. Beberapa kementerian/lembaga memerlukan waktu untuk dapat merealisasikan anggarannya karena adanya perubahan nomenklatur. Beberapa menteri/pimpinan lembaga juga mengalami pergantian. Namun demikian APBN 2020 tetap harus dijalankan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Di tengah kondisi global yang sedang tidak cerah, APBN 2020 harus dapat menjadi alat untuk menjaga kestabilan ekonomi secara nasional. APBN dapat berperan untuk membuat perekonomian negara bertahan dalam guncangan global. Menghadapi tahun 2020, kita tetap optimis namun waspada terhadap perkembangan ekonomi global.
Kolom Ekonom Ilustrasi Dimach Putra I ndonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang perekonomiannya masih bisa tumbuh relatif tinggi di tahun 2019. Perekonomian Indonesia tumbuh 5,02 persen pada kuartal ketiga 2019, tatkala negara-negara lain di dunia mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Tiongkok yang pada tahun lalu masih tumbuh 6,6 persen, pada 2019 ini mengalami penurunan. Pada kuartal ketiga 2019, Tiongkok hanya tumbuh 6,0 persen. Pelambatan juga terjadi di India, salah satu negara sumber pertumbuhan baru. Tahun lalu, India mampu tumbuh 6,8 persen. Tahun ini terus melorot bahkan di kuartal ketiga 2019 hanya mampu tumbuh 4,5 persen. Beberapa negara di dunia bahkan telah mengalami resesi atau tumbuh negatif selama dua kuartal berturut-turut. Tahun 2019 memang bukan tahun yang mudah bagi perekonomian dunia. Hidayat Amir Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal Tumbuh dalam Tekanan Berbagai tekanan dan gejolak yang terjadi membuat ekonomi dunia mengalami perlambatan yang cukup dalam, bahkan menjadi yang terburuk sejak krisis keuangan global pada 2009. Menurut proyeksi IMF, pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 3,6 persen di 2018 menjadi 3,0 persen untuk tahun ini. Pertumbuhan volume perdagangan bahkan diperkirakan hanya tumbuh 1,1 persen di 2019, atau turun signifikan jika dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 3,6 persen. nyata apa yang sesungguhnya hanyalah metode. Refleksi Husserl itu dapat dijadikan ilham untuk melihat rasio pajak lebih dalam. Di balik rasio pajak, terdapat berbagai soal yang tak serta-merta kelihatan dalam angka. Itulah mengapa rasio pajak bukanlah satu-satunya alat untuk mengukur kinerja perpajakan, meski secara indikatif berguna untuk mengenali gejala inefektivitas pemungutan pajak sejak dini. Ada empat faktor yang dapat menjelaskan sebab PDB Indonesia tidak berkorelasi positif dengan kinerja perpajakan, khususnya rasio pajak. Pertama, tingkat kepatuhan pajak masih rendah. Program amnesti pajak sebagai bagian dari reformasi perpajakan nampaknya baru membantu menambah basis pajak baru dan belum meningkatkan rasio pajak. Meski tingkat kepatuhan pajak terus meningkat dari tahun 2015 sebesar 60 persen menjadi 71,1 persen di tahun 2018, namun angka tersebut masih tergolong rendah. Selain itu, tingkat kepatuhan tersebut pun masih terbatas pada kepatuhan yang sifatnya formal yakni menyampaikan SPT dan belum mempertimbangkan kepatuhan material yang melibatkan kebenaran isi SPT. Kedua, tingginya hard-to-tax sector , khususnya usaha rintisan atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan sektor pertanian/perkebunan/perikanan yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, komposisi UMKM mencapai 59,2 juta unit dari total 60,01 juta unit usaha di Indonesia. Di satu sisi, UMKM menjadi penyumbang PDB terbesar namun di sisi lain kepatuhan dan literasi yang masih sangat rendah menjadi tantangan bagi pemerintah dalam memungut pajak. Dalam konteks itu, kebijakan penurunan tarif pajak UMKM sudah tepat dan layak diapresiasi, demi memperluas basis pajak dari sektor ini. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang mewajibkan para pelaku usaha online untuk memiliki izin usaha, harus dapat dimanfaatkan untuk mulai membangun basis data yang akurat dari sektor ini. Ketiga, pesatnya perkembangan ekonomi digital tidak diiringi dengan modernisasi perangkat teknologi informasi perpajakan, SDM yang mumpuni, serta regulasi. Akibatnya, potensi pajak sektor ini menjadi sulit ditangkap. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia. Pada 2016, tercatat nilai transaksi dari sektor ekonomi digital sebesar USD5,6 miliar. Dalam konteks ini, kebijakan pajak e-commerce sudah tepat demi menjamin keadilan dalam pengenaan pajak. Namun demikian, disharmoni antar-regulasi seperti penurunan tarif pajak UMKM di satu pihak dan kewajiban pelaku usaha online untuk memiliki izin usaha di lain pihak selalu perlu diantisipasi. Keempat, maraknya praktik penghindaran pajak. Data-data dari tax amnesty, Swiss Leaks, Panama Papers, Paradise Papers , dan sebagainya mencerminkan banyaknya warga negara Indonesia yang berupaya menghindari pajak. Program tax amnesty pun menjadi solusi tepat di tengah kondisi tersebut. Tidak hanya meningkatkan kepatuhan, program ini juga menjadi momentum yang baik untuk mulai membangun tax culture yang sehat. Selanjutnya tax amnesty harus diikuti dengan langkah penegakan hukum yang tegas. Kendati rasio pajak bukan satu- satunya alat untuk mengukur kinerja perpajakan, mendongkrak rasio pajak tetaplah salah satu tugas penting negara. Tujuan negara yakni kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan merata hanya dapat dicapai dengan level penerimaan pajak yang optimal yang dapat mengakselerasi pembangunan. Searah dengan itu, upaya-upaya pemerintah dari sisi regulasi untuk mendongkrak rasio pajak perlu terus didukung: reinventing policy , kenaikan PTKP, tax amnesty , konfirmasi status WP, UU AEOI, Pembaruan Sistem Informasi, pemeriksaan pajak, percepatan restitusi, penurunan tarif WP UMKM, dan CRS AEOI. Semua itu tak lain adalah upaya meningkatkan rasio pajak dan basis pajak, juga secara serentak mendorong kepatuhan. Ibarat cermin, rasio pajak dapat dijadikan salah satu sarana untuk berkaca, tanpa kita harus menganggap bayangan cermin itu sebagai kenyataan sesungguhnya. Perbaikan selayaknya diarahkan pada kenyataan, bukan bayangannya. Kita sudah berada di jalur yang tepat, jangan sampai kereta perubahan ini berjalan terlampau lambat!
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
31 MEDIAKEUANGAN 30 VOL. XV / NO. 152 / MEI 2020 BAGAIMANA ALUR KOMUNIKASI DAN PENANGANAN JIKA ADA INDIKASI TERDAMPAK COVID-19? Pegawai atau keluarga wajib melapor dan memberitahukan perkembangan kondisinya setiap hari kepada atasan langsung jika mengalami gejala yang mirip dengan COVID-19. Atasan langsung melaporkan ke Unit Kepegawaian dan Unit Kehumasan pada kantor pusat dan/atau daerah, serta memantau perkembangan pegawai yang terdampak COVID-19 setiap harinya. Unit Kepegawaian melaporkan ke Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kemenkeu (GT COVID-19). PEGAWAI/KELUARGA ATASAN LANGSUNG 2. UNIT KEPEGAWAIAN 3. 1. 31 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Foto Dok. Biro Humum Beberapa kegiatan Biro Hukum Bagaimana Caranya? kebijakan yang diperlukan dalam penanganan dan dampak sebagai akibat dari pandemi COVID-19,” ujarnya. Di tengah kegentingan akibat pandemi dan berbagai pembatasan untuk perlindungan diri dari ancaman virus, Rina dan sejumlah punggawa Biro Hukum, justru harus rela menggadaikan keselamatan demi terselesaikannya Perppu tersebut. Mau tak mau, sebagai penyusun kerangka rancangan Perppu itu, Rina dan tim justru dipaksa menginjak pedal gas lebih dalam. Sebab, penyusunan Perppu tak bisa berlama- lama. Rina mengatakan, “Penyusunan Perpu dilakukan harus dilakukan dalam waktu yang sangat pendek yaitu kurang lebih dua minggu.” Selain itu, penerbitan Perppu harus mengejar momentum yang tepat. “Untuk mengejar momentum tersebut, maka penyusunan Perppu dilakukan hampir setiap hari termasuk bekerja overtime,” kata mantan Sekretaris Pengadilan Pajak ini. Ia juga menegaskan bahwa Perppu ini merupakan produk penting dalam menghadapi pandemi global yang terjadi saat ini. “Perppu 1 Tahun 2020 merupakan bentuk kebijakan dan langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.” Berbekal pengalaman Selisih pendapat sudah jadi hal lumrah dalam proses penyusunan produk hukum. Lebih lagi dalam dalam penyusunan Perppu ini. Selain tuntutan untuk tuntas dalam waktu singkat, faktor luas cakupan institusi yang terdampak juga menjadi tantangan tersendiri dalam penyusunan Perppu tersebut. Rina mengatakan, tak jarang terjadi perbedaan pendapat dan penafsiran hukum saat pembahasan dan koordinasi dengan institusi di luar Kementerian Keuangan. Namun demikian, berbagai kendala tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Ia juga mengatakan bahwa pembahasan dapat berjalan lebih mulus berkat dukungan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto. “Kami patut bersyukur, Bapak Sekretaris Jenderal selaku pimpinan yang telah memiliki jam terbang tinggi, baik di bidang hukum maupun ekonomi, dapat menjadi penengah,” ungkapnya. Selain itu, bekal pengalaman sebelumnya ihwal penyusunan Perppu membuat Rina dan jajaran dapat menuntaskan Perppu tepat waktu. Sebelumnya, Rina dan tim telah menuntaskan berbagai produk hukum strategis, antara lain RUU Pengampunan Pajak, RUU Omnibus Perpajakan, RUU Omnibus Cipta Kerja, serta Perppu Automatic Exchange of Information (AEoI). “Dukungan dari pimpinan yang luar biasa, arahan pimpinan yang jelas, dan rapat melalui vicon yang efektif serta sinergi antar Unit Eselon I di lingkungan Kemenkeu memudahkan tim teknis di bawah untuk menerjemahkan dalam perumusan kebijakan yang akan dituangkan di Perppu”, ujar wanita kelahiran Jakarta ini. Rina berharap, pengalaman penyusunan Perppu ini membawa dampak baik bagi Biro Hukum di masa mendatang. “Kami berharap dengan adanya pengalaman penyusunan Perpu ini, Biro Hukum dapat memetik pengalaman yang sangat berharga baik dari sisi proses, strategi, substansi, dan koordinasi dengan unit-unit terkait,” ujarnya.
Opini Kebijakan Perampingan Birokrasi dan Tantangannya Ilustrasi Dimach Putra Teks Anugrah Endrawan Yogyantoro, pegawai Sekretariat Jenderal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 D ata Global Competitiveness Index (GCI) 2019 memperlihatkan daya saing Indonesia menempati urutan ke 50 dari 141 negara. Aspek kinerja sektor publik hanya meraih skor 54,6 dari skala 100. Dengan total skor GCI sebesar 64.6, kita tertinggal jauh dari Singapura yang menempati urutan pertama dengan skor 85,9 atau negara Asia lain seperti Jepang (peringkat 5, skor 82.3) atau Korsel (peringkat 13; skor 79,6). Rilis tersebut menjadi sinyal bahwa kendati agenda Reformasi Birokrasi Nasional telah berjalan satu dekade, ladang perbaikan birokrasi masih terbentang luas. Hal ini sejalan dengan arahan terkini Presiden Joko Widodo terkait perampingan birokrasi (delayering). Instruksi penyederhanaan eselonisasi birokrasi menjadi 2 layer menjadi titik akselerasi agenda reformasi birokrasi nasional. Penguatan pola kerja fungsional akan mempercepat pelayanan dan menanamkan mindset perubahan orientasi kerja ASN. Dari yang awalnya lebih berorientasi ke proses menjadi ke orientasi hasil. Di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri, sebagai salah satu pionir reformasi sektor publik, perampingan birokrasi telah diimplementasikan pada tahun 2019 dengan penghapusan eselon III dan IV di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang digantikan oleh Jabatan Fungsional Analis Kebijakan. Hal ini merupakan implementasi dari arahan Menkeu untuk menciptakan organisasi yang ramping dan tanpa sekat (flatter and boundaryless organization), SDM yang adaptive dan technology savvy dan pemanfaatan perkembangan TI. Lalu, apa sajakah tantangan yang harus dijawab dalam perampingan birokrasi? Pertama, ukuran birokrasi Indonesia yang masif dengan Jumlah ASN Indonesia sebesar 4.285.576 orang per 2019 membuat kompleksitasnya berbeda dengan Singapura yang hanya memiliki 84.000 aparatur sipil. Jumlah ASN Indonesia masih lebih besar dari Jepang dan Korsel yang sama-sama memiliki sekitar satu juta aparatur sipil. Rasio jumlah aparatur sipil dengan penduduk Korsel sebanding dengan Indonesia (sekitar 1: 60) sementara Jepang hanya separuhnya (1: 120). Kemenkeu sendiri memiliki 82.025 orang PNS dengan jumlah pejabat eselon III, IV dan V masing-masing 1.817 orang; 9.729 orang dan 2.957 orang. Tantangan berikutnya adalah tahapan peralihan jabatan struktural ke jabatan fungsional. Sesuai arahan Kemenpan-RB, delayering ditargetkan selesai pada Desember 2021 dalam 5 tahap. Tahap pertama melakukan identifikasi jabatan administrasi; kedua pemetaan jabatan dan pejabat administrasi dan selanjutnya pemetaan jabatan fungsional yang bisa ditempati. Kemudian, tahapan penyelarasan tunjangan jabatan fungsional dengan tunjangan jabatan administrasi, dan terakhir penyelarasan kelas jabatan administrasi ke jabatan fungsional. Dengan tantangan ukuran birokrasi, kompleksitas tahapan serta time constraint, diperlukan upaya yang selektif dan prudent dalam mengimplementasikan delayering . Kehati-hatian perlu menjadi prinsip utama demi memastikan kinerja ASN dan kualitas pelayanan kepada masyarakat tetap terjaga. Jika dibandingkan dengan Indonesia, Korsel memulai reformasi sektor publiknya pada tahun 1998 dan saat ini memiliki layer birokrasi ekuivalen 3 layer eselon. Reformasi sektor publik Korsel yang progresif namun cermat dan terukur telah mendukung transisi Korsel menjadi negara maju, status yang menjadi cita- cita Presiden Jokowi untuk Indonesia tahun 2045. Hal terpenting lain adalah manajemen perubahan, sebab masih ada anggapan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan kelas dua. Oleh karena itu, salah satu prinsip delayering adalah hold harmless, yakni menjaga tingkat penghasilan demi menjaga motivasi pegawai terdampak. Tanpa manajemen perubahan yang baik keresahan pegawai akan berekses negatif. Untuk memastikan kelancaran delayering serta menjawab tantangan yang ada, terdapat sejumlah rekomendasi. Pertama, penataan ulang struktur organisasi dengan prinsip rasional dan realistis sesuai kebutuhan serta perangkat kelembagaan yang efektif agar terjadi sinergi antara jabatan struktural dan jabatan fungsional. Selain itu, diperlukan penyempurnaan jabatan fungsional khususnya jabatan fungsional core Kemenkeu, agar relevan dengan kebutuhan di lapangan. Kedua, penciptaan kualitas governance dan pelayanan yang lebih adaptif dengan perubahan dan tuntutan masyarakat. Untuk itu, desain proses bisnis jabatan fungsional harus sederhana dan jelas. Penguatan proses bisnis manajemen kinerja ASN juga perlu dirancang dari yang selama ini cenderung hierarkis menjadi lebih fleksibel. Ketiga, percepatan inisiatif transformasi digital Kemenkeu. Perampingan birokrasi harus didukung penerapan office automation yang menyeluruh demi memudahkan pekerjaan dan pengawasan output serta kualitas pekerjaan, khususnya dalam implementasi project dan knowledge management. Terakhir, implementasi strategi manajemen perubahan menyeluruh demi tercapainya delayering yang soft landing. Meskipun praktiknya top- down tetapi pokok-pokok kebijakan delayering perlu disampaikan dan pejabat terdampak dilibatkan sejak awal. Mengutip Kotter, pakar change management Harvard University, perubahan harus dikomunikasikan ke seluruh organisasi agar bisa mendapatkan dukungan dari semua pihak. Dengan demikian, diharapkan delayering dapat terlaksana tanpa kendala yang berarti. Tidak hanya demi birokrasi yang lebih sederhana, tetapi untuk mencapai percepatan pelayanan dan peningkatan kinerja sektor publik.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Monitoring dan evaluasi berkala “Saya mendukung langkah-langkah cepat pemerintah dalam merumuskan peraturan teknis pelaksanaan dari implementasi PEN,” Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menyampaikan dukungannya. Namun demikian, ia menilai pemerintah juga sudah memahami bahwa implementasi antara peraturan dan pelaksanaan di lapangan terdapat celah. “Sebagai contoh, turunan peraturan dari PP 23 tahun 2020 atas program Penempatan Dana diikuti PMK 64 tahun 2020 tidak dapat terakselerasi oleh perbankan di lapangan akibat persyaratan yang terlalu rigid dalam akses program tersebut,” contohnya. Oleh sebab itu, Dito berpendapat perlu ada monitoring dan evaluasi secara bersama baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjaminan Simpanan terhadap kondisi dan perkembangan industri jasa keuangan secara berkala. Proses monitoring dan evaluasi implementasi PEN kini berjalan rutin. Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) serta aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan POLRI) melakukan monitoring, evaluasi, serta pengendalian pelaksanaan program- program PEN. Di internal Kementerian Keuangan, proses monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang. “Menteri Keuangan waktu itu telah menunjuk Tim Monev PEN yang diketuai Wakil Menteri Keuangan. Di tim itu ada empat sub tim besar,” ungkap Adi. Proses monitoring dan evaluasi dimulai dari kelompok kerja yang dipimpin oleh Pejabat Eselon I yang dilakukan setiap hari, laporan ke Wakil Menteri Keuangan setiap 3 hari, dan laporan ke Menteri Keuangan setiap minggu. Dalam setiap jenjang, dibahas perkembangan pelaksanaan program, identifikasi permasalahan, dan perumusan solusi untuk mengakselerasi dan mendorong efektivitas program. Penyesuaian postur APBN Untuk memastikan ketersediaan anggaran dalam penanganan pandemi, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap postur dan rincian APBN 2020. Awalnya, penyesuaian tersebut tertuang dalam Perpres 54/2020. Namun, melihat perkembangan hari demi hari dampak pandemi, penyesuaian postur APBN kembali dilakukan yang tertuang dalam Perpres 72/2020. “Ketika menerbitkan Perpu 1/2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perpres 54/2020, pemerintah menambah defisit dari 1,76 persen ke 5,07 persen. Di Perpres 72 yang ditetapkan presiden tanggal 24 Juni lalu, dalam rangka mendukung sinergi dan perluasan ekstensifikasi penanganan pandemi ini, defisit diperlebar lagi menjadi 6,34 persen,” ujar Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Rofyanto Kurniawan. Langkah tersebut dilakukan lantaran pendapatan negara diproyeksikan lebih rendah Rp60,9 triliun sebagai dampak perlambatan ekonomi. Di sisi lain, pemberian insentif perpajakan dan belanja negara menjadi lebih tinggi Rp125,3 triliun karena menampung tambahan kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi. Meskipun faktor ketidakpastian tinggi, Rofyanto mengungkapkan Perpres 72/2020 telah mengantisipasi dan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan muncul ke depan. “Tentunya dengan berbagai upaya yang kita lakukan, kita harapkan target yang ingin dicapai pemerintah bisa tercapai melalui Perpres 72/2020 ini, baik dari sisi penanganan COVID-19, sisi makro ekonominya, maupun sisi sustainabilitas APBN-nya,” tuturnya. “Pemerintah sudah mengantisipasi berbagai ketidakpastian di depan. Kita sudah menyiapkan skenario untuk program- program yang akan dijalankan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat sampai dengan akhir tahun 2020.” Sementara itu, terkait penyusunan RAPBN 2021, Rofyanto berharap tahun 2021 menjadi masa transisi dari penanganan pandemi COVID-19 pada tahun 2020. “Kita harapkan tentunya penanganan pandemi ini bisa terfokus di tahun 2020 saja. Tahun 2021 kita sudah bisa fokus ke pemulihan ekonomi,” ucapnya. Ia pun memetakan beberapa tantangan perekonomian dan risiko yang perlu diwaspadai untuk dimitigasi. “Pertama, kita harus menyadari sepenuhnya bahwa pemulihan perekonomian global, termasuk pemulihan ekonomi kita, masih ada risiko ketidakpastian,” jelas Rofyanto. Kedua, Indonesia masih harus menghadapi tantangan untuk keluar dari middle income trap . Belum lama ini, Indonesia baru saja naik peringkat menjadi upper middle income country . Menurutnya, Indonesia harus bergerak ke arah high income country . Dengan berbagai tantangan dan risiko, kebijakan fiskal 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Selain itu, kata Rofyanto, pemerintah juga akan menjalankan program-program reformasi, baik itu reformasi dari sisi pendapatan, belanja maupun dari sisi pembiayaan. “Untuk itulah, dalam menyiapkan RAPBN 2021, berbagai anggaran alokasi yang kita siapkan itu merupakan anggaran yang responsif, yang artinya dinamis bisa merespon berbagai dinamika perubahan yang akan terjadi,” pungkasnya. Unduh Mobile PPID, dapatkan kemudahan informasi terkait Kementerian Keuangan Kemudahan akses untuk menu permohonan informasi dan keberatan. Keleluasaan bagi pengguna untuk update profil akun secara mandiri. Tampilan lebih user friendly terutama untuk tuna netra. Tampilan baru pada menu riwayat permohonan informasi dan keberatan.
“Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Ekonomi pandemi T ak ada satupun negara di dunia yang siap berhadapan dengan pandemi. Beragam strategi diterapkan masing-masing negara untuk bertahan melewati krisis, termasuk Indonesia. Beragam kebijakan diterbitkan demi menyelamatkan berbagai lini terdampak pandemi. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, “Saya bilang ini ekonomi pandemi. Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Tak semata kesehatan, namun juga dampak- dampak lain yang mengikutinya. “Kalau kesehatan kena, (lantas) tidak tertangani dengan baik akan menciptakan dampak sosial. Dampak sosial yang eskalasinya meninggi, tidak bisa diatasi akan menimbulkan dampak ekonomi, krisis. Ketika krisis terjadi, dampak sosial akan lebih besar lagi, lalu kolaps secara ekonomi nasional,” tuturnya. Kondisi semacam itu kemudian menjadi dasar bagi pemerintah dalam bersikap. Yustinus mengatakan bahwa kebijakan PEN ini bukan menjadikan ekonomi sebagai panglima. Alih- alih demikian, kebijakan ini justru mendudukkan kembali ekonomi pada perspektif asalnya, yakni ihwal kelangsungan hidup. “Ekonomi itu ya soal survival. Soal hidup orang. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa berjualan lagi, itulah ekonomi. Soal bagaimana orang yang di-PHK itu bisa makan, itu adalah ekonomi,” tutur alumni pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini. Karena itu, program PEN setidaknya mencakup tiga hal utama yakni penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus ekonomi bagi pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat bahwa program PEN sudah mengakomodasi agenda untuk mitigasi risiko resesi. “Secara umum sebenarnya sudah menangkap beberapa agenda mengantisipasi mitigasi risiko resesi, baik untuk bantuan sosial, penanganan kesehatan hingga ekonomi,” katanya melalui keterangan tertulis. Namun demikian, menurutnya masih terdapat beberapa hal yang masih perlu dievaluasi, antara lain ihwal mekanisme bantuan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM. Tauhid menyarakan adanya evaluasi bentuk bantuan sosial. “Pertama, bentuk non-tunai hanya menguntungkan pada rantai nilai yang dimiliki sebagian kecil pengusaha. Ini terjadi karena lembaga usaha yang dilibatkan dalam bantuan sembako sangat terbatas,” katanya. “Kedua, karena diberikan dalam bentuk non tunai (sembako, minyak, sarden, gula, dsb) maka yang berputar kebutuhan hanya pada komoditas tersebut sehingga tidak dapat menggerakkan UMKM kebutuhan lainnya,” paparnya melalui keterangan tertulis. Sedangkan terkait stimulus bagi pelaku UMKM, Tauhid mengkhawatirkan keberadaan pelaku UMKM di luar jangkauan perbankan berpotensi menurunkan tingkat efektivitas kebijakan ini. Sebab menurutnya, beragam program stimulus yang ada saat ini belum dapat menjangkau kelompok yang berada di luar jangkauan perbankan tersebut. Dari kekhawatiran itu, Tauhid menyarankan beberapa hal untuk mendorong efektivitas PEN. Bagi pelaku UMKM, Tauhid berpendapat perlunya skema khusus untuk menjangkau para pelaku UMKM yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan. Sementara itu, H.M. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengatakan bahwa PEN adalah langkah yang tepat untuk dilakukan pemerintah. “Prinsipnya saya melihat dari sisi desain, PEN sebagai jurus untuk memulihkan ekonomi kita sudah sangat benar. Namun dari sisi realisasi ini yang kita harus hati-hati. Disiplin pada target, sehingga rencana di atas kertas bisa ditransformasikan menjadi intervensi lapangan yang berdampak,” paparnya melalui keterangan tertulis. Pria kelahiran Sumenep ini mengatakan bahwa saat ini realisasi program-program yang ada masih terbilang rendah. “Sektor kesehatan, misalnya, serapannya baru 5,12 persen. Padahal sektor ini adalah episentrum masalah,” paparnya. Ia khawatir, realisasi yang rendah ini tatkala diburu target realisasi tinggi dapat berakibat eksekusi yang kurang akurat. Situasi demikian menurutnya akan mempengaruhi efektivitas program. Senada dengan Tauhid Ahmad, Said juga berpendapat bahwa momentum adalah faktor penting dalam keberhasilan program PEN. Integrasi Data Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak luput dari perkara data. Misalnya, terkait skema khusus bagi pelaku UMKM yang tidak terjangkau perbankan yang sebelumnya ia sampaikan, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa kondisi itu tidak serta merta dapat dicapai tanpa pendataan yang memadai. “Ini tentu dengan proses pendataan yang memadai dan sebagai langkah awal dapat menggunakan data Sensus Ekonomi BPS Tahun 2016/2017 yang memuat cukup detail dengan tambahannya adanya update tahun 2020,” papar Tauhid. Lantas terkait bantuan sosial, ia beranggapan bahwa data yang dijadikan basis pendistribusian yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tak lagi relevan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, Tauhid menyarankan pemerintah perlu memperkuat integrasi bantuan untuk pelaku UMKM dalam “satu pintu” dengan menggabungkan dan verifikasi data yang ada di perbankan, data perpajakan, serta data pembinaan di Kementerian Koperasi dan UKM. “Ini memperkuat daya dorong UMKM lebih cepat pulih,” paparnya. Perihal data, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, “Datanya tidak sempurna sudah pasti, tapi itu memang data terbaik yang kita punya. Dan, kita ingin melakukan program ini secepat mungkin. Kalaupun dia ada inclusion-exclusion error secara relatif harusnya bisa dipahami,” ujarnya. Febrio juga menambahkan bahwa perbaikan data yang dijadikan acuan terus dilakukan pemerintah. Data yang andal, menurutnya, akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. “Tapi sementara ini kita memang butuh gerak cepat. Ada inclusion-exclusion error itu kita tolerir, sepanjang ini programnya memang arahnya ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya. Hal ini kembali pada salah satu orientasi semula program PEN yakni menyelamatkan sisi rumah tangga. “Bagaimana rumah tangga masyarakat yang paling rentan ini ditolong dulu,” jelasnya. Kendati tak alpa dari kendala, pemerintah terus berupaya memperbaiki implementasi program PEN melalui monitoring dan evaluasi. “Nah inilah tiap minggu dilakukan monev di Kemenkeu untuk mengevaluasi semua program ini. Mana yang jalan, mana yang kurang jalan. Yang kurang jalan, siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat, atau diganti programnya, dan sebagainya,” pungkas Kepala BKF. Tantangan PEN tidak luput dari perkara data, data yang andal akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. Foto Anas Nur Huda Menjaga Momentum Pemulihan ekonomi nasional ibarat perjalanan panjang yang melintasi berbagai jalan terjal. Kendaraan yang mutakhir serta pengemudi yang mumpuni tak serta merta jadi faktor utama. Kendati risiko telah dipotret dan diantisipasi dengan baik, tidak lantas PEN jadi bersih dari catatan. Tauhid Ahmad menuturkan apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, program PEN sudah hampir sejajar. Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
perpajakan yang dikeluarkan. Pelaporan angka tersebut secara berkala dapat memudahkan Pemerintah dalam mengevaluasi dan memantau efektivitas insentif perpajakan. Dengan demikian, kebijakan insentif perpajakan dapat dinyatakan efektif atau tidak efektif. Berkaca pada pengalaman Belgia dalam program “ Notional Interest Program ” yang dilakukan pada tahun 2006, evaluasi kebijakan insentif perpajakan harus menjadi perhatian. Sebelum program tersebut dilakukan, Belgia memperkirakan akan kehilangan penerimaan perpajakannya senilai X. Setelah program berjalan, Belgia melakukan evaluasi dan menemukan bahwa penerimaan perpajakannya hilang 3X atau tiga kali lebih besar dari perkiraan. Hal ini memperlihatkan bahwa cost yang dihasilkan lebih besar dibandingkan benefit -nya, sehingga Belgia pun melakukan amandemen atas peraturan tersebut. Selain mengetahui efisiensi suatu kebijakan, evaluasi atas kebijakan perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas kebijakan tersebut. Jika Belgia menghadapi inefisiensi pada Opini LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN UNTUK Transparansi Fiskal dan Evaluasi Insentif P enerimaan pajak menjadi sumber utama untuk membiayai APBN. Pada tahun 2019, penerimaan pajak menyumbang 82 persen dari total penerimaan negara dan ditargetkan naik menjadi 83 persen di tahun 2020. Meskipun bergantung pada penerimaan pajak, sejumlah insentif perpajakan tetap diberikan Pemerintah sebagai bentuk komitmen dalam mendukung dunia usaha. Dari tahun ke tahun insentif perpajakan meningkat dari sebesar Rp192,6 triliun pada 2016 menjadi Rp196,8 triliun pada 2017 dan kemudian meningkat signifikan pada 2018 sebesar Rp221,1 triliun. Di Indonesia, insentif perpajakan masuk dalam kategori belanja perpajakan pada laporan belanja perpajakan. Belanja perpajakan didefinisikan sebagai pendapatan pajak yang tidak dapat dikumpulkan atau yang berkurang sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ) yang diberikan kepada subjek dan objek pajak yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Ketentuan khusus tersebut dapat berupa pembebasan jenis pajak ( tax exemption ), pengurangan pajak yang harus dibayar ( tax allowance ), maupun penurunan tarif pajak ( rate relief ), dan lainnya. Dalam definisi belanja perpajakan disebutkan adanya perbedaan antara ketentuan khusus dan ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ). Konsekuensinya adalah Pemerintah harus menentukan ketentuan umum perpajakannya dengan tepat. Dalam laporan belanja perpajakan, Pemerintah telah menentukan kategori ketentuan umum perpajakan untuk masing-masing jenis pajak dan juga membuat positive list berisi deviasi-deviasi dari ketentuan umum perpajakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai belanja perpajakan. Selain menentukan ketentuan umum perpajakan, langkah selanjutnya yang dilakukan untuk menghitung besarnya belanja perpajakan adalah melihat ketentuan khusus apa saja yang menjadi belanja perpajakan. Apabila telah memenuhi kriteria, perhitungan belanja perpajakannya dapat dilakukan. Angka-angka yang disajikan dalam laporan belanja perpajakan membuat Pemerintah dapat memperhitungkan cost-benefit dalam kebijakan insentif kebijakannya, Indonesia menghadapi kenyataan bahwa kebijakan yang ditawarkan kurang menarik, seperti kebijakan tax holiday melalui PMK Nomor 103/PMK.010/2016. Kompleksitas administrasi dan ketidakpastian atas hasil pengajuannya meski bidang usaha tersebut memenuhi kriteria menjadikan kebijakan tersebut tidak menarik. Pemerintah pun menerbitkan peraturan baru tentang tax holiday melalui PMK Nomor 35/PMK.010/2018. Peraturan ini mengubah paradigma dalam pemberian tax holiday dari sebelumnya ‘verify before trust’ menjadi ‘ trust and verify ’. Efek positif dari penyederhanaan sistem dan kepastian pemberian fasilitas ini terbukti menghasilkan investasi sembilan kali lebih besar (per Juli 2019) dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut mencerminkan pentingnya laporan belanja perpajakan dan diharapkan laporan tersebut dapat mempermudah Pemerintah mengevaluasi kebijakan insentif perpajakan lainnya, seperti Kawasan Ekonomi Khusus. Penerbitan laporan belanja perpajakan juga menunjukkan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan good governanc e dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, penerbitan laporan juga sejalan dengan rekomendasi BPK untuk menjalankan transparansi fiskal yang merujuk pada IMF’s Fiscal Transparency Code . Meskipun transparansi fiskal merupakan komitmen global, namun tak banyak negara yang melaporkannya secara berkala. Di ASEAN, hanya Indonesia dan Filipina yang melakukannya. Melalui transparansi fiskal, Pemerintah Indonesia dapat meningkatkan akuntabilitasnya dan pada saat yang bersamaan rakyat dan Ilustrasi M. Fitrah Teks M. Rifqy Nurfauzan Abdillah & Ulfa Anggraini Analis pada Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. pemerintah dapat menilai cost dan benefit kebijakan insentif. Laporan Belanja Perpajakan merupakan laporan kedua yang berhasil diterbitkan. Berbagai perbaikan diupayakan Pemerintah. Salah satunya adalah perluasan cakupan pajak dari yang sebelumnya hanya tiga jenis yakni PPN, PPh, dan Bea Masuk dan Cukai menjadi empat jenis pajak yaitu ditambah PBB sektor P3. Semoga kedepannya perhitungan laporan belanja perpajakan dapat terus disempurnakan. Dengan demikian, evaluasi terhadap kebijakan insentif perpajakan dapat dilakukan dengan lebih baik. MEDIAKEUANGAN 36
diajarkan di rumah dan keluarganya. Ia mengaku sangat mengidolakan mendiang bapaknya sebagai sosok yang selalu menginspirasinya. Seorang dosen dan cendikiawan, bapaknya adalah teman diskusi yang asyik baginya. Suatu momen kebersamaan yang selau ia rindukan kini. Satu pesan dari ayah yang paling membekas adalah untuk tidak menghakimi orang lain. ”Saat satu telunjuk kita menunjuk ke orang lain, artinya empat (jari) lainnya mengarah ke diri kita sendiri,” ucapnya mengenang pesan sang bapak. Humaniati memaknainya sebagai pengingat untuk selalu berintrospeksi. ”Apakah kita sudah lebih baik dari yang kita tunjuk? Itulah mengapa saya banyak berdialog dengan diri saya sendiri. Apakah yang saya lakukan sudah benar?” lanjutnya. Tak hanya dari sang bapak, ibunya sangat menanamkan disiplin, loyalitas dan kesabaran terutama dalam keluarga. Nilai tersebut sangat terlihat saat ibunya harus menemani sang bapak berbulan-bulan di rumah sakit hingga akhir hayatnya. Kepergian bapak menjadi hantaman pertama dalam hidupnya. Meskipun dalam kondisi menyedihkan, Ia tetap bersyukur atas pelajaran yang didapat dari pengalaman itu. Tak hanya tentang kesabaran dan loyalitas dari ibunya, pemilihan makam untuk mendiang bapaknya yang berpesan dikubur di pemakaman umum, bersanding dengan makam warga lain dengan beragam keyakinan. Mengabdi demi institusi Perjalanan karier Humaniati memang panjang dan berliku. Tapi dari pilihan karier yang diambilnya itu Ia merasa tak pernah bosan. Menurutnya, manusia itu selalu penuh kejutan. ”Manusia itu amazing , muncul berbagai hal yang tidak terduga dari seorang manusia. Sampai sekarang saya tidak pernah berasumsi bahwa saya sudah memahami semuanya,” ungkapnya. Karakter manusia yang selalu berubah itu membuat wanita yang telah mengabdi selama tiga dekade ini tidak pernah berasumsi telah tuntas memahami pengelolaan SDM. Ia merasa karena yang ditangani adalah manusia, sehingga kejutan-kejutan baru akan selalu muncul. Biro SDM sebagai pengelola dituntut untuk harus selalu siap, memenuhi kebutuhan pegawai, tapi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Kementerian Keuangan. Meskipun usianya sudah akan memasuki masa purnabhakti, Humaniati tetap memegang harapan tinggi bagi pengelolaan SDM di Kemenkeu. Ia terus akan memberikan yang terbaik dalam menyiapkan SDM Kemenkeu yang berintegritas, berkompetensi, namun tetap bahagia. Untuk itu ia selalu berpesan pada para jajarannya agar selalu mengeluarkan sisi atau versi terbaik bagi institusi. ”Agar kita bisa selalu bertumbuh, untuk mencintai tanah air ini, Indonesia. Dan nantinya meninggalkan kondisi yang terbaik untuk generasi selanjutnya,” pungkasnya. “G agal paham”, kalimat sederhana, terdiri atas dua kata, yang mungkin dapat mewakili kegagapan kita dalam memahami dunia baru. Semua bergerak begitu cepat, seakan siap menggulung siapa-siapa yang menolak bergabung. “Keterhubungan” menjadi kata dasar, yang mampu membuat gempar hanya dengan tagar-tagar. Dalam buku terbaru Prof. Rhenald Kasali seri Disrupsi ini, tersaji contoh-contoh terkini tentang mobilisasi yang bersinergi dengan orkestrasi, bagaimana Alibaba dengan #SinglesDay menghasilkan triliunan dari hati para jomlo yang kesepian, bagaimana #MeToo menjadi bentuk perlawanan terhadap pelecehan seksual, juga bagaimana #OrangUtanFreedom mampu membuat ekspor sawit Indonesia ke Eropa kebat-kebit. Di zaman digital, hal-hal viral tidak lagi tertangkal oleh jalan konvensional. Orkestrator sering kali menggunakan cerita yang menyentuh sisi emosional, untuk menggugah rasa kemanusiaan, hingga tercipta suatu gerakan massal. Layaknya dua sisi mata uang, kemajuan teknologi bisa menjadi alat kepentingan, bisa juga untuk tujuan kepedulian sosial. Sharing , shaping , dan funding menjadi perilaku konsumen dewasa ini, membuat teori existing menjadi penting untuk ditinjau kembali. Di era disrupsi, para pengambil kebijakan harus terus bertransformasi serta menyesuaiakan diri, karena yang dihadapi hari ini adalah kerumunan yang terkoneksi. General Electric, salah satu raksasa korporasi dunia yang mencoba berinovasi, dengan Predix (perangkat lunak untuk analisis data mesin-mesin industry), optimis akan masuk sepuluh besar perusahaan teknologi global. New York Times pun menjulukinya 124 Year-Old Software Start Up Company . Sayangnya jauh panggang dari api, Predix pun tidak sesuai prediksi. “The main is no longer the main” menjadi mantra yang tidak main-main. Kekuatan lama yang enggan keluar dari zona nyaman, dan masih bertopang pada penguasaan aset sebagai “the main” - nya, akan tergantikan oleh kekuatan baru yang tidak “gagal paham”, yang mengutamakan penguasaan data sebagai sumber dayanya. Melalui #MO, Prof. Rhenald Kasali mengajak para pembaca meninggalkan cara-cara kuno, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Menggunakan bahasa yang mudah, setiap masalah dalam buku ini dipaparkan secara terarah sehingga empat ratus halaman tetap bisa dibaca dengan menyenangkan. Fakta-fakta diulas sedemikian jelas, dipertegas dengan contoh-contoh yang lugas. Buku ini bukan hanya relevan untuk pembaca individu, namun juga untuk kalangan pemerintah, organisasi, professional, korporasi, maupun akademisi. Jika Anda ingin tetap kokoh berdiri di tengah derasnya arus disrupsi, Anda mesti pelajari dan kuasai strategi yang menjadi roh dari New Power , yakni mobilisasi dan orkestrasi. Selamat membaca, selamat datang di dunia yang tiap masa berlalu selalu muncul pembaru. Buku Gagal Paham Judul: MO, sebuah dunia baru yang membuat orang gagal paham Penulis / Penerjemah: Rhenald Kasali Tahun Terbit: 2019 Dimensi: 422 Halaman Kunjungi Perpustakaan Kementerian Keuangan dan Jejaring Sosial Kami: Gedung Djuanda I Lantai 2 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 13 Writes (Namun Kenyataannya, kehidupan tak selamanya berjalan mulus) Hardy Zhu, dkk 3 Cinta 1 Pria oleh Arswendo Atmowiloto 3 Women & A Guy Ana Westy 30 Day Revenge Mitch Albom 9 Summer 10 Autumns Dari Kota Apel ke The Big Apple Iwan Setiawan Buku Buku Pilihan Perpustakaan Kemenkeu: Peresensi Ahmad Dwi Foto Dok. Biro SDM Humaniati dalam beberapa kegiatan