Penjualan Surat Utang Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik
Relevan terhadap
Untuk dapat ditetapkan menjadi Mitra Distribusi, calon Mitra Distribusi harus:
menyampaikan permohonan menjadi Mitra Distribusi sesuai dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) kepada Direktur Surat Utang Negara dengan melampirkan surat pernyataan mengenai:
kesanggupan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;
kesediaan untuk dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
tidak sedang dalam pengawasan khusus oleh otoritas terkait atau mendapatkan sanksi administratif berupa pembatasan dan/atau pembekuan kegiatan usaha dari otoritas terkait;
kesediaan bekerja sama dengan PPE-EBUS/ Bank/Perusahaan Efek/bank kustodian bagi calon Mitra Distribusi dalam rangka membantu investor untuk pembuatan SID, rekening surat berharga, penatausahaan SUN Ritel dan/atau perdagangan SUN Ritel di pasar sekunder; dan
kesediaan menandatangani perjanjian kerja;
memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan; dan/atau c. menyediakan Sistem Elektronik yang memenuhi standar yang ditentukan oleh Direktur Jenderal, dalam hal calon Mitra Distribusi mengajukan permohonan sebagai Mitra Distribusi dengan kemampuan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a.
Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit sebagai berikut:
didirikan dan/atau beroperasi di wilayah Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
memiliki izin usaha yang masih berlaku dari otoritas terkait atau izin pelaksanaan kegiatan usaha lainnya dari Pemerintah;
memiliki pengalaman sebagai perantara, penjual, dan/atau distributor produk keuangan ritel;
memiliki layanan yang dapat diakses secara elektronik;
memiliki kemampuan untuk menjangkau Investor Ritel;
memiliki rencana kerja, strategi, dan metodologi penjualan SUN Ritel; dan
memiliki rekam jejak kegiatan usaha yang baik.
Surat permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditandatangani oleh Direktur Utama calon Mitra Distribusi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Periode pendaftaran dan penyampaian permohonan untuk menjadi Mitra Distribusi dalam rangka penjualan SUN Ritel ditentukan oleh Pemerintah dan pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan Pemerintah.
Format surat permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Standar Sistem Elektronik calon Mitra Distribusi ditentukan oleh Direktur Jenderal.
Pengelolaan Transfer ke Daerah dalam rangka Otonomi Khusus
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah otonom untuk dikelola oleh daerah otonom dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-daerah otonom.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah otonom penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah otonom, serta kepada daerah otonom lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Tambahan Dana Bagi Hasil Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Alam dalam rangka Otonomi Khusus yang selanjutnya disebut Tambahan DBH Migas Otsus adalah bagian DBH yang secara khusus ditujukan untuk Provinsi Papua dan Provinsi Aceh yang berasal dari penerimaan sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas alam.
Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada daerah otonom tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai Otonomi Khusus.
Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka otonomi khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disebut DTI adalah dana tambahan dalam rangka otonomi khusus yang besarnya ditetapkan antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat berdasarkan usulan provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi, bupati bagi Daerah kabupaten, atau wali kota bagi Daerah kota.
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah bupati/wali kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.
Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diberikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Aceh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Provinsi Papua adalah provinsi-provinsi yang berada di wilayah Papua yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dewan Perwakilan Rakyat Papua yang selanjutnya disingkat DPRP adalah lembaga perwakilan Daerah provinsi yang berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelenggara Pemerintah Daerah Provinsi Papua.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) adalah unsur penyelenggaraan Pemerintahan Aceh yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat DPRK adalah lembaga perwakilan Daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelenggara Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua.
Pemerintah Daerah Provinsi Papua adalah gubernur sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi Papua.
Orang Asli Papua yang selanjutnya disingkat OAP adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai OAP oleh masyarakat adat Papua.
Majelis Rakyat Papua yang selanjutnya disingkat MRP adalah representasi kultural OAP yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak OAP dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah, DPRP kabupaten/kota, dan Majelis Rakyat Papua dalam penyelenggaraan kebijakan Otonomi Khusus dan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua yang selanjutnya disebut Badan Pengarah Papua adalah badan khusus yang melaksanakan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus di wilayah Papua.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan intern Pemerintah, inspektorat jenderal pada kementerian/lembaga, inspektorat Daerah provinsi dan inspektorat Daerah kabupaten/kota.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA-BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari BUN yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari PPA BUN, yang disusun menurut BA BUN.
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat DHP RKA-BUN adalah dokumen hasil penelaahan RKA- BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organisasi, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disebut Musrenbang adalah forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan Daerah.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang selanjutnya disingkat RPJP adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang selanjutnya disingkat RPJMN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun.
Rencana Pembangunan Tahunan Nasional yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Renstra K/L adalah dokumen perencanaan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima) tahun.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP nasional.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah penjabaran dari visi, misi, dan program kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJMN, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program organisasi perangkat Daerah, lintas organisasi kerja perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif untuk periode 5 (lima) tahun.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah penjabaran dari RPJMD dan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk periode 1 (satu) tahun.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Otonomi Khusus yang selanjutnya disebut Musrenbang Otsus adalah forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan Daerah dalam rangka Otonomi Khusus yang dilaksanakan dalam 1 (satu) rangkaian dengan Musrenbang jangka menengah dan Musrenbang tahunan Daerah.
Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua yang selanjutnya disingkat RIPPP adalah dokumen induk perencanaan pembangunan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua yang menjadi pedoman bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua yang disingkat RAPPP adalah dokumen penjabaran RIPPP yang memuat sinergi program/kegiatan, sumber pendanaan, dan sinergi antarpelaku pembangunan dengan kerangka waktu sesuai dengan periode RPJMN.
Rencana Anggaran dan Program Penggunaan Penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus yang selanjutnya disingkat RAP adalah dokumen perencanaan tahunan TKD untuk penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus yang berfungsi untuk memastikan penggunaan Dana Otonomi Khusus, DTI, dan/atau Tambahan DBH Migas Otsus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan mengenai otonomi khusus.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh Kepala Daerah untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.
Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi 1 (satu) atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat Daerah atau masyarakat yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan Daerah.
Kegiatan adalah bagian dari Program yang dilaksanakan oleh 1 (satu) atau beberapa satuan kerja perangkat Daerah sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu Program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil atau sumber daya manusia, barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut, sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa.
Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan Program dan kebijakan.
Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Keluaran dari Kegiatan dalam 1 (satu) Program.
Sasaran adalah Hasil yang diharapkan dari suatu Program atau Keluaran yang diharapkan dari suatu Kegiatan.
Kinerja adalah Keluaran/Hasil dari Program/Kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak
Relevan terhadap
Dalam hal Wajib Pajak menginvestasikan Harta bersih dalam Surat Berharga Negara, harus memenuhi persyaratan:
investasi pada Surat Berharga Negara dilaksanakan melalui transaksi pembelian Surat Berharga Negara di pasar perdana; dan
dilaksanakan dengan cara Private Placement melalui Dealer Utama.
Wajib Pajak yang menyatakan menginvestasikan pada Surat Berharga Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf e dan mengalihkan Harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, berlaku ketentuan sebagai berikut:
untuk Harta yang dialihkan dalam mata uang asing, pembelian Surat Berharga Negara dapat dilakukan dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing dalam bentuk dolar Amerika Serikat; atau
untuk Harta yang dialihkan dalam mata uang rupiah, pembelian Surat Berharga Negara hanya dapat dilakukan dalam mata uang rupiah.
Wajib Pajak yang menyatakan menginvestasikan pada Surat Berharga Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf e atas Harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, berlaku ketentuan sebagai berikut:
untuk Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mata uang asing, pembelian Surat Berharga Negara dapat dilakukan dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dalam bentuk dolar Amerika Serikat; atau
untuk Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mata uang rupiah, pembelian Surat Berharga Negara hanya dapat dilakukan dalam mata uang rupiah.
Pembelian Surat Berharga Negara dalam mata uang asing dalam bentuk dolar Amerika Serikat oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai strategi pengelolaan pembiayaan.
Struktur Surat Berharga Negara yang diterbitkan oleh Pemerintah di pasar perdana serta periode waktu transaksi pembelian Surat Berharga Negara oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Menteri.
Bagi Wajib Pajak yang menyatakan menginvestasikan pada Surat Berharga Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan salinan Surat Keterangan kepada Dealer Utama.
Ketentuan dan tata cara pelaksanaan transaksi Surat Berharga Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penjualan Surat Berharga Negara di pasar perdana domestik dengan cara Private Placement, kecuali ketentuan mengenai minimal nominal penawaran pembelian Surat Berharga Negara.
Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, wajib menyampaikan laporan penempatan investasi pada Surat Berharga Negara di pasar perdana kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
setiap terdapat transaksi Surat Berharga Negara di pasar perdana yang dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja bulan berikutnya; dan/atau
sewaktu-waktu dalam hal diperlukan.
Penyampaian laporan oleh Dealer Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 September 2023; dan
sejak tanggal 1 Oktober 2025 sampai dengan tanggal 30 September 2030.
Ketentuan mengenai format laporan penempatan investasi pada Surat Berharga Negara di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pengelolaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi pada Perusahaan Perseroan (Persero) Pt Sarana Multi Infrastruktur. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi yang selanjutnya disebut Dana PISP adalah dana yang bersumber dari pengalihan investasi pemerintah berupa fasilitas dana geothermal (panas bämi) dari Pusat Investasi Pemerin tah kepada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang digunakan untuk ·pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi, dan sumber dana lainnya yang sah.
Data dan Informasi Panas Bumi adalah semua fakta, petunjuk, indikasi dan informasi terkait panas bumi.
Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang ber ^t ujuan untuk memperoleh informasi kondisi geologi bawah permukaan f www.jdih.kemenkeu.go.id guna menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan panas bumi.
Eksp1oitasi adalah rangkaian kegiatan pada wilayah kerja tertentu yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan dan penunjangnya, serta operasi produksi panas bumi.
Izin Panas Bumi adalah izin melakukan pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung pada wilayah kerja tertentu.
Pemanfaatan Tidak Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi dengan rn,elalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik.
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan adalah pihak pemegang wilayah kuasa pengusahaan panas bumi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 76 Tahun 2000 tentang Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik.
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang selanjutnya disingkat PLTP adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energ1 Panas Bumi yang diekstrak dari fluida dan batuan panas di dalam atau di permukaan bumi.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Penilai Independen adalah lembaga independen yang bertugas untuk menilai kelayakan dan sertifikasi atas Data dan lnformasi Panas Bumi yang diperoleh dari Eksplorasi yang diadakan/ ditunjuk oleh PT Sarana Multi Infrastruktur pada wilayah kerja yang belum ditetapkan f www.jdih.kemenkeu.go.id pemegang konsesinya clan wilayah terbuka atau ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara PT Sarana Multi Infrastruktur clan BUMN/anak perusahaan BUMN yang bergerak di bidang Panas Bumi pada wilayah kerja yang telah ditetapkan pemegang konsesinya.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur selanjutnya disingkat PT SMI adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 200 8 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis, clan penyaJian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, clan geokimia, serta survei landaian suhu apabila diperlukan, untuk memperkirakan letak serta ada atau tidak adanya sumber daya Panas Bumi.
Wilayah Kerja Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Kerja adalah wilayah dengan batas-batas koordinat tertentu yang digunakan untuk pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung.
Wilayah Terbuka Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Terbuka adalah wilayah yang diduga memiliki potensi Panas Bumi di luar batas-batas koordinat Wilayah Kerja. f www.jdih.kemenkeu.go.id
Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan . Ditetapkan di Jakarta pada tanggal DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN , 2022 11 Feloruarl ANTO ^ ° f LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR PERBENDAHARAAN NOMOR PER - p / PB / 2022 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM JENDERAL FORMAT RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM TAHUN ANGGARAN 20 XX ••• RINGKASAN EKSEKUTIF Memuat uraian ringkas mengenai kinerja layanan dan keuangan BLU tahun berjalan dan kinerja tahun RBA ( 20 XX ) yang hendak dicapai , termasuk asumsi - asumsi penting yang digunakan , serta faktor - faktor internal dan eksternal yang akan mempengaruhi pencapaian target kinerja BLU . Pada bagian ini juga memuat penjelasan secara singkat adanya upaya produktivitas , efisiensi , inovasi , dan keselarasan / kesesuaian pada kinerja BLU tahun RBA . BAB I PENDAHULUAN 1 . Umum a . Penjelasan singkat mengenai landasan hukum keberadaan BLU . b . Layanan dan/atau karakteristik kegiatan BLU . 2 . Visi dan Misi BLU a . Visi dan misi BLU . b . Gambaran umum kondisi BLU di masa mendatang . c . Upaya yang akan dilakukan BLU dal am mencapai visi dan misi , mencakup uraian produk / jasa yang akan diberikan , sasaran pasar , dan kesanggupan meningkatkan mutu layanan . d . Budaya kerja organisasi yang diterapkan BLU . 3 . Susunan Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas BLU Memuat susunan dan uraian tugas Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas BLU . BAB II RENCANA KINERJA BLU 1 . Gambaran Kondisi BLU TA 20 XX a . Faktor yang mempengaruhi Antara lain dapat menggunakan asumsi makro dan asumsi mikro yang relevan . b . Kondisi internal BLU . Antara lain kondisi keuangan , layanan , indikator kinerja utama , dan Sumber Day a Manusia ( SDM ) . c . Kondisi eksternal BLU . BLU melakukan analisis atas kondisi internal dan eksternal , kekuatan , kelemahan , peluang , dan tantangan . 2 . Rencana Kinerja Layanan BLU Memuat informasi kinerja layanan TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saat penyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) , TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . 3 . Rencana Kinerja Keuangan Tabel yang harus disajikan adalah : Rincian pendapatan per unit kerja . Memuat informasi pendapatan per unit kerja TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saat penyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) , TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . Rincian belanja per unit kerja . Memuat informasi belanja per unit kerja TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saat penyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) , TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . Kebutuhan BLU merupakan pagu belanja yang dirinci menurut program , kegiatan , dan klasifikasi rincian output . Rincian pengelolaan dana khusus ( jika ada ) . Memuat informasi pengelolaan dana khusus TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saat penyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) , TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . ° r Pendapatan dan belanja agregat . Memuat informasi pendapatan dan belanja agregat TA 20 XX - 2 ( target dan realisasi saatpenyusunan RBA ditambah prognosa sampai dengan akhir tahun ) TA 20 XX - 1 ( target ) , dan TA 20 XX ( target ) . Estimasi saldo akhir TA 20 XX - 1 dan saldo awal TA 20 XX . Termasuk rencana penggunaanya . Perhitungan beban layanan per unit kerja TA 20 XX . Prakiraan maju ( 20 XX + 1 ) 1 ) Prakiraan maju pendapatan BLU . 2 ) Prakiraan maju belanja BLU . ( menggunakan basis kas dan akrual ) Rencana kebutuhan Rupiah Murni APBN Ambang batas belanja BLU . 4 . Informasi lainnya yang perlu disampaikan dan/atau mendapatan perhatian , antara lain : a . Rencana inovasi . b . Rencana program efisiensi . c . Rencana saving pendanaan untuk kegiatan / aktivitas yang direncanakan tahun - tahun berikutnya . d . Rencana KSO / KSM pada BLU . e . Rencana penetapan / perubahan tarif . f . Rencana penetapan / perubahan remunerasi . g . Rencana pengelolaan SDM . h . Rencana kerja untuk mencapai target . i . Informasi lainnya untuk strategi pencapaian target . BAB III PENUTUP 1 . Analisis Menjelaskan analisis yang mendukung bahwa muatan perencanaan dalam RBA ini telah mendorong terlaksananya aspek - aspek paling sedikit : a . Produktivitas ( antara lain membandingkan hasil yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ) , peningkatan kualitas dan kuantitas layanan , target pendapatan , serta rasio SDM ) . b . Efisiensi ( antara lain kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan , proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional , serta proporsi per jenis belanja ) . c . Inovasi ( antara lain ide / gagasan untuk peningkatan __ ^layanan utama __ ^dan ^penunjang layanan , optimalisasi aset , penggunaan teknologi __ ^informasi ^, ^serta ^modemisasi BLU ) . d . Keselarasan / kesesuaian ( antara lain dengan RSB , arah indikator kinerja ( KPI ) , dan prioritas pembangunan , serta kebijakan fiskal ) . 2 . Simpulan LAMPIRAN Analisis yang dilakukan oleh BLU dalam ^muatan ^RBA ^menjadi ^informasi ^untuk mendukung analisis RBA yang dilakukan ^oleh ^Kementerian ^Keuangan ^c ^. ^q ^. Direktorat Jenderal Perbendaharaan ^. ^Adapun ^gambaran ^contoh ^ilustrasi ^dalam analisis RBA adalah sebagai ^berikut ^: Analisis Produktivitas , Efisiensi ^, ^Inovasi ^, ^dan ^Keselarasan / ^Kesesuaian a . Produktivitas ( antara lain membandingkan __ ^hasil ^yang ^dicapai ^( ^output ^) ^dengan ^sumber ^daya yang digunakan ( input ) , peningkatan __ ^kualitas ^dan ^kuantitas ^layanan ^, ^target pendapatan , serta rasio SDM ^) . Contoh ( namun tidak terbatas pada ^) ^: 1 ) Rasio Output Layanan dengan ^SDM ^( ^ROLSDM ^) Jumlah output layanan ROLSDM = Jumlah SDM BLU Contoh output layanan : jumlah pasien , jumlah mahasiswa , jumlah pengunjung , dll ( sesuai layanan BLU ) . Interpretasi : semakin besar nilai maka semakin produktif . 2 ) Rasio Pendapatan dengan SDM ( RPSDM ) RPSDM = Pendapatan BLU Jumlah SDM BLU Interpretasi : semakin besar nilai maka semakin produktif . 3 ) Peningkatan Jumlah Output Layanan ( PJOL ) PJOL = PJOL TA ( X ) - PJOL TA ( X - l ) Interpretasi : nilai positif maka semakin produktif . 4 ) Peningkatan Kualitas Layanan ( PKL ) PKL = PKL TA ( x ) - PKL TA ( x - l ) Kualitas layanan = dapat menggunakan data IKM Interpretasi : nilai positif maka semakin produktif . 5 ) Target Output Layanan ( TOL ) TOL = Target Output Layanan Realisasi Output Layanan TA x - 1 atau 2 Interpretasi : nilai > 1 maka semakin produktif / menantang / realistis . 6 ) Target Pendapatan ( TP ) TP = Target pendapatan BLU Realisasi Pendapatan TA x - 1 atau 2 Interpretasi : nilai > 1 maka semakin produktif / menan tang / realistis . Catatan : Penggunaan perhitungan di atas tidak mengenyampingkan penggunaan perhitungan produktivitas berdasarkan literatur akademis . Dalam interpretasi dapat menggunakan standar ( jika ada ) , nilai rasio tahun sebelumnya , atau suatu patokan lain yang relevan . b . Efisiensi ( antara lain kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan , proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional , serta proporsi per jenis belanja ) . Contoh ( namun tidak terbatas pada ) : 1 ) Rasio Belanja dengan Output Layanan ( RBOL ) RBOL = Belanja = dapat menggunakan belanja operasional , belanja total , atau belanja lain sesuai kebutuhan analisis ) . Interpretasi : semakin kecil nilai maka semakin efisien . 2 ) Rasio belanja operasional dengan pendapatan operasional ( BOPO ) BOPO = Belanja Jumlah Layanan Belanja Operasional Pendapatan Operasional Interpretasi : semakin kecil nilai maka semakin efisien . 3 ) Rasio belanja xxx dengan total belanja Contoh : belanja pegawai / remunerasi . Catatan : Penggunaan perhitungan di atas tidak mengenyampingkan penggunaan perhitungan efisiensi berdasarkan literatur akademis . Dalam interpretasi dapat menggunakan standar ( jika ada ) , nilai rasio tahun sebelumnya , atau suatu patokan lain yang relevan . c . Inovasi ( antara lain ide / gagasan untuk peningkatan layanan utama dan penunjang layanan , optimalisasi aset , penggunaan IT , serta modemisasi BLU ) . < V Inovasi tidak terbatas pada hal - hal yang bersifat IT atau sesuatu dengan konsep besar / rumit . d . Keselarasan / kesesuaian ( antara lain dengan RSB , arah indikator kinerja , dan prioritas pembangunan ) . Contoh ( namun tidak terbatas pada ) : a . Jenis layanan yang diberikan oleh BLU telah sesuai dengan tugas dan fungsi BLU sesuai dengan peraturan / regulasi yang mengatur mengenai layanan BLU . b . Target kinerja BLU antara lain selaras dengan dengan RPJMN , prioritas pembangunan nasional , RSB , dan kebijakan nasional lainnya . Analisis Aspek Keuangan Contoh : Uraian No 2022 ( prognosa ) 1.000 . 000 2023 ( proyeksi ) Saldo awal 1 . 1.000 . 000 Belanja BLU 2 . 2.000 . 000 2.000 . 000 Pengeluaran pembiayaan 3 .
000 . 000 Pendapatan BLU 800.000 4 . Penerimaan pembiayaan 5 .
000 Kebutuhan Rupiah Murni APBN 1.200 . 000 6 . Keterangan : BLU sedang menyusun RBA BLU TA 2023 : • Diproyeksikan terdapat saldo awal 1.000 . 000 , yang berasal dari perhitungan saldo akhir RBA TA 2022 , dan akan digunakan 600.000 untuk belanja peralatan dan mesin ( terdapat sisa 400.000 ) . • Direncanakan belanja sebesar 2.000 . 000 . • Direncanakan pendapatan 1.000 . 000 . Akan digunakan 900.000 . • Rencana saving dana untuk tahun berikutnya sebesar 500.000 ( dari sisa saldo awal 400.000 dan sisa pendapatan 100.000 ) untuk keperluan belanja gedung dan bangunan ( akan menjadi saldo akhir TA 2023 dan saldo awal TA 2024 ) . • Berdasar rencana tersebut , BLU membutuhkan Rupiah Murni APBN sebesar 500.000 ( belanja 2.000 . 000 - penggunaan saldo awal 600.000 - pendapatan yang digunakan 900.000 ) . ERAL PERBENDAHARAAN , DIREKT W % & HI , t \ HjjCfpANTOj ^ as U 1 WA & LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR PERBENDAHARAAN NOMOR PER - 2 / ^PB / ^2022 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM JENDERAL FORMAT IKHTISAR RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN Target Pendapatan / Penerimaan Pembiayaan Menurut Program dan Kegiatan Tahun Anggaran 20 xx Program / Kegiatan / Sumber Pendapatan Kode Target 9.999 . 999 Program ( memuat uraian Program ) xxx . xx . xx Kegiatan [ memuat uraian Kegiatan ) 9.999 . 999 xxxx Sumber Pendapatan : [ diisi sesuai kebutuhan ) 9.999 . 999 Pendapatan Jasa Layanan Umum 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx Pendapatan Hibah BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx Pendapatan Hasil Keijasama BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx 9.999 . 999 Pendapatan BLU Lainnya 9.999 . 999 xxxxxx Jumlah Pendapatan 9.999 . 999 Sumber Penerimaan Pembiayaan : __ ^[ diisi sesuai kebutuhan ) 9.999 . 999 Pinjaman jangka pendek 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx Pinjaman jangka panjang 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx Penerimaan kembali / ^penjuaian inveslasi ^jangka ^panjang ^ BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 xxxxxx 9.999 . 999 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Belanja / Pengeluaran Pembiayaan menurut Program dan Kegiatan Tahun Anggaran 20 XX Target / Volume Satuan Alokasi * ) Unit Kcrja Penanggung Jawab Uraian Program / 1 KU Program / Kegiatan / ^IKK / ^KRO / Sumber Dana Kode Belanja Modal Pengeluaran Pembiayaan Belanja Pegawai Belanja Barang Bantuan Sosial 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 Program xxx . xx . xx 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 IKU Program 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 Kegiatan Xxxx 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 IKK Unit...9.999 . 999 9.999 . 999 99 sat 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 KRO xxxx . xx 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 1 . RM 2 . RMP 3 . PNBP 4 . BLU 9.999 . 999 99 sat Unit ... 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 KRO xxxx . xx 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 1 . RM 2 . RMP 3 . PNBP 4 . BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 JUMLAH SUMBER DANA :
999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 RM 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 RMP 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 PNBP 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 BLU 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 A . TA Berjalan 9.999 . 999 9.999 , 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 B . Saldo Kas 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 PLN 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 HLN 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 PDN 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 9.999 . 999 HDN Keterangan : detail sampai dengan jenis belanja DIREKTURJENDERAL ^PERBENDAHARAAN ^, £ * : 2 s LW * = c * < 2 % &
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Inda ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 91 dari 132 halaman. Putusan Nomor 18 P/HUM/2022 2.7 Proses Penyusunan RPerpres TMII 1. Berdasarkan pertimbangan yang telah disampaikan pada latar belakang penyusunan RPerpres TMII di atas dan melaksanakan arahan Bapak Presiden agar TMII dikelola dengan lebih optimal dan berhasil guna, Kementerian Sekretariat Negara memprakarsai penyusunan RPerpres TMII. 2. Penyusunan RPerpres TMII dimaksudkan untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna pengelolaan TMII sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya bangsa serta sarana wisata bermatra budaya nusantara dan kekayaan alamnya sebagai wahana untuk mempertebal rasa cinta tanah air dan membina rasa persatuan serta kesatuan bangsa untuk ketahanan Negara Kesatuan Republik lndonesia. 3. RPerpres TMII tersebut telah dibahas dan disepakati bersama oleh wakil-wakil dari Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) Peraturan Presiden 87/2014 ( vide Bukti T13). 4. Menteri Sekretaris Negara melalui surat Nomor B- 906/M.Sesneg/D-1/HK.03.02/11/2020 tanggal 30 November 2020 menyampaikan naskah RPerpres TMII kepada Menteri Keuangan untuk dibubuhi paraf persetujuan ( vide Bukti T14). 5. Menteri Keuangan melalui surat Nomor S-1139/MK.06/2020 tanggal 7 Desember 2020 menyampaikan paraf pada naskah RPerpres TMII kepada Menteri Sekretaris Negara ( vide Bukti T15). 6. Selanjutnya Menteri Sekretaris Negara melalui surat Nomor B- 59/M.Sesneg/D-1/HK.03.02/01/2021 tanggal 27 Januari 2021 menyampaikan kembali naskah RPerpres TMII kepada Menteri Keuangan untuk diparaf ulang terutama terkait dengan pengaturan yang menjamin kepastian pembiayaan pengelolaan TMII sebelum ditetapkannya kerja sama pemanfaatan dengan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 91
Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. ...
Relevan terhadap
Berdasarkan usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan evaluasi atas usulan Jaminan Pemerintah Pusat.
Dalam melakukan evaluasi usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dapat berkoordinasi dengan Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dan Biro Hukum Sekretariat Jenderal.
Evaluasi usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kelayakan jenis Risiko Politik yang akan dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan/atau ayat (4).
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dapat meminta PJPSN untuk melakukan perubahan atas konsep Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama atau Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani, serta meminta PJPSN untuk melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan/atau ayat (4).
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan verifikasi atas klaim yang diajukan oleh Badan Usaha.
Dalam rangka melakukan verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Strategi Portofolio dan Pembiayaan dapat berkoordinasi dengan unit terkait.
Verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:
kesesuaian antara jumlah klaim dengan jumlah tagihan yang menjadi kewajiban PJPSN berdasarkan Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama;
tidak terdapat perselisihan antara PJPSN dan Badan Usaha mengenai jumlah klaim yang menjadi kewajiban PJPSN;
tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening; dan
keabsahan Berita Acara antara PJPSN dan Badan Usaha.
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara verifikasi klaim yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen.
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan menyampaikan rekomendasi penerbitan surat Jaminan Pemerintah Pusat kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Rekomendasi penerbitan surat Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah konsep perjanjian kerja sama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c dan konsep surat persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf i telah ditandatangani.
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri untuk dapat menerbitkan surat Jaminan Pemerintah Pusat.
Berdasarkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menerbitkan surat Jaminan Pemerintah Pusat.
Pengelolaan Anggaran dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional, Pemerintah menetapkan kebijakan dan strategi penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN.
Kebijakan dan strategi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN, yang dirumuskan dan ditetapkan dalam rapat pembahasan antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, serta dengan melibatkan menteri/ pimpinan Lembaga terkait.
Berdasarkan kebijakan dan strategi penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menetapkan rencana strategis awal mengenai pendanaan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN, termasuk atas kegiatan/belanja reguler Kementerian/Lembaga, yang bersumber dari insentif perpajakan, belanja negara, dan pembiayaan anggaran.
Berdasarkan kebijakan dan strategi penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN dan rencana strategis awal mengenai pendanaan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN meliputi sektor sebagai berikut:
sektor kesehatan;
sektor perlindungan sosial;
sektor dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;
sektor insentif usaha;
sektor dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
sektor pembiayaan korporasi.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:
penyediaan belanja penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
insentif tenaga medis;
santunan kematian tenaga medis;
bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional;
pengadaan alat kesehatan, sarana dan prasarana, serta dukungan sumber daya manusia bagi Gugus Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)/Satuan Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
insentif perpajakan di bidang kesehatan; dan
penanganan kesehatan lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan antara lain untuk:
Program Keluarga Harapan;
Kartu Sembako;
Paket Sembako Jabodetabek;
Bantuan Sosial Tunai Non-Jabodetabek;
Kartu Prakerj a;
Diskon listrik;
Logistik/ pangan/ sembako;
Bantuan Langsung Tunai Dana Desa; dan
Perlindungan sosial lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan antara lain untuk:
Program padat karya Kementerian/Lembaga;
insentif perumahan;
pariwisata berupa hibah ke daerah dan diskon tiket oleh Kernen terian / Lem baga;
dana insentif daerah pemulihan ekonomi;
cadangan dana alokasi khusus fisik;
fasilitas pinjaman daerah; dan
dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor insentif usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk:
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah;
pembebasari Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor;
pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25;
pengembalian pendahuluan pajak pertambahan nilai, penurunan tarif paj ak penghasilan; dan
insentif usaha lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan an tar a lain un tuk:
subsidi bunga/ margin;
belan j a imbal j asa penj aminan (IJP);
Penempatan Dana Pemerintah di perbankan;
penjaminan loss limit kredit usaha mikro, kecil, dan menengah;
pajak penghasilan final usaha mikro, kecil, dan menengah ditanggung Pemerintah;
pembiayaan investasi kepada koperasi melalui lembaga pengelola dana bergulir koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor pembiayaan korporasi untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat dilaksanakan melalui:
Penempatan Dana di perbankan;
PMN;
pembiayaan untuk modal kerja;
kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh Pemerintah;
pemberian pinjaman;
belan j a im bal j asa pen j aminan (IJP) pelaku usaha korporasi dan imbal jasa penjaminan (IJP) loss _limit; _ dan g. investasi Pemerintah lainnya sesuai ketentuan perundang- undangan.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 2 ayat (4), ayat (7) dan Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2021 ten ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 62 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 2) Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan, serta PP Nomor 75 Tahun 2015; Namun perlu dilakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis PNBP pada KKP dengan mengatur kembali jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada KKP dengan PP Nomor 85 Tahun 2021 ini; c. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, maka arah dan tujuan perumusan PP Nomor 85 Tahun 2021 adalah sesuai dengan arah dan tujuan UU Nomor 9 Tahun 2018 yaitu: 1) Mewujudkan peningkatan kemandirian bangsa dengan mengoptimalkan sumber pendapatan negara dari PNBP guna memperkuat ketahanan fiskal serta mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan; 2) Mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, perbaikan distribusi pendapatan, dan pelestarian Iingkungan hidup untuk kesinambungan serta generasi dengan tetap mempertimbangkan aspek keadilan; 3) Mewujudkan pelayanan pemerintah yang bersih, profesional, transparan, dan akuntabel, untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat; 4) Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya dari kegiatan-kegiatan yang menghasilkan PNBP; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
Penyelenggaraan Penataan Ruang
Relevan terhadap
KSN dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (21 huruf d ditetapkan dengan kriteria:
kawasan yang memiliki fungsi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
kawasan yang memiliki sumber daya alam strategis;
kawasan yang memiliki fungsi sebagai pusat pemanfaatan dan pengembangan teknologi dan industri kedirgantaraan / kelautan ;
kawasan yang memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; dan/atau
kawasan yang memiliki fungsi sebagai lokasi dan posisi geografis penggunaan teknologi kedirgantaraanf kelautan dan teknologi tinggi strategis lainnya. Pasal 34 KSN dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (21hurrrf e ditetapkan dengan kriteria:
kawasanperlindungankeanekaragamanhayati;
kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora, fauna, dan/atau biota laut yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian;
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
kawasan rawan bencana alam;
kawasan yang berupa taman bumi; dan/atau
kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan. Pasal 35 (1) RTR KSN mengacu pada:
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
RTR pulau/kepulauan; dan
RZ KAW. (21 RTR KSN memperhatikan:
rencana pembangunan jangka panjang nasional;
rencana pembangunan jangka menengah nasional;
wawasan nusantara dan ketahanan nasional;
perkembangan permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional;
upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi;
keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;
kondisi dan potensi sosial Masyarakat;
neraca h. neraca penatagunaan tanah dan neraca penatagunaan sumber daya air;
optimasi pemanfaatan rrrang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; dan
rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten, danf atau rencana tata ruang wilayah kota terkait. (3) RTR KSN paling sedikit memuat a. tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang KSN;
rencana Struktur Ruang KSN yang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana;
rencana Pola Ruang KSN yang meliputi Kawasan Lindung yang memiliki nilai strategis nasional termasuk Kawasan Konservasi di Laut, dan Kawasan Budi Daya yang memiliki nilai strategis nasional termasuk Kawasan Pemanfaatan Umum;
alur migrasi biota laut;
arahan Pemanfaatan Ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;
strategi kebijakan pengembangan KSN;
arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang KSN yang berisi indikasi arahan zonasi sistem nasional, arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; dan
arahan kebijakan pemntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung, waduk, dan mata air. (4) RTR KSN menjadi acuan untuk:
penJrusunan rencana tata ruang wilayah provinsi;
pen5rusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten;
pen5rusunan rencana tata ruang wilayah kota;
pen5rusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
pen5rusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di wilayah nasional;
perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, dan/atau keserasian antarsektor; dan
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi. (5) RTR KSN dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1 :
proses penyusunan RTR KSN;
pelibatan peran Masyarakat dalam pen)rusunan RTR KSN; dan
pembahasan rancangan RTR KSN oleh Pemangku Kepentingan. (2) Proses penJrusunan RTR KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui tahapan:
persiapan penJrusunan meliputi:
penyusunan kerangka acuan kerja; dan
penetapan metodologi yang digunakan.
pengumpulan data paling sedikit:
data wilayah administrasi;
data dan informasi kependudukan;
data dan informasi bidang pertanahan;
data dan informasi kebencanaan;
data dan informasi kelautan; dan
peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit:
analisis potensi dan permasalahan regional dan global; dan
analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis. d. perumusan konsepsi RTR KSN; dan
Pen5rusunan rancangan Peraturan Presiden tentang RTR KSN. (3) Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b angka 6 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/atau peta dasar lainnya. (41 Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial. (5) Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencantumkan garis pantai yang terdiri atas:
garis pantai yang ditetapkan oleh badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial; dan
garis pantai sesuai kebutuhan RTR yang digambarkan dengan simbol dan/atau warna khusus.
Ketentuan (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan integrasi kajian lingkungan hidup strategis dalam pen5rusunan RTR KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c angka 2 diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 4 Pen5rusunan Rencan a Zonasi Kawasan Antarwilayah Pasal 37 (1) PenSrusunan RZ KAW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. (2) RZ KAW meliputi:
rencana zonasi teluk;
rencana zonasi selat; dan
rencana zonasi Laut. (3) Teluk, selat, dan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 merupakan kawasan yang berada pada perairan pedalaman yang ber-upa Laut pedalaman, perairan kepulauan, dan/atau Laut teritorial yang berada di wilayah lintas provinsi. (4) Penamaan dan letak geografis teluk, selat, dan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada peta Laut Indonesia dan/atau peta rupabumi Indonesia. (5) Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial. (6) Wilayah perencanaan RZ KAW meliputi satu kesatuan wilayah teluk, selat, atau Laut.