Pengujian UU No. 36 Thn 2008 ttg Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Ttg Pajak Penghasilan [Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, & d, Pasal 9 ayat ( ...
Relevan terhadap 25 lainnya
refleksi bahwa yang menentukan besarnya pendapatan negara yang berasal dari pajak yang dibebankan kepada rakyat yang kemudian dibelanjakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah rakyat sendiri dengan perantaraan Dewan Perwakilan. Sebagai negara yang berorientasi pada kepentingan kesejahteraan rakyat yang demokratis, Indonesia menjunjung tinggi hak dan kewajiban perpajakan dengan memberi kesempatan kepada rakyat melalui DPR untuk merumuskan undang-undang perpajakan (Pasal 23 A UUD 1945). Sehingga tidak ada taxation without representation yang dapat dianggap sebagai robbery (semboyan abad ke- 18 di Amerika). Secara tradisional (Nurmantu, 2005, dan Brotodihardjo, 2008), kita mengetahui 2 (dua) fungsi pajak, yaitu (1) fiskal atau budgeter (penerimaan negara) dan (2) pengaturan (regulasi – pengaturan kehidupan ekonomi dan sosial). Sementara itu, Fritz Neumark (dalam Nurmantu, 2005) menyebut beberapa prinsip pemajakan yang baik, yaitu (1) revenue productivity ; artinya bahwa system pajak seharusnya dapat menghasilkan penerimaan negara dalam jumlah yang cukup ( adequate ) dan flexible sesuai dengan kondisi yang dihadapi, (2) social justice; maksudnya bahwa sistem pemajakan harus memperhatikan keadilan sosial seperti bahwa semua orang yang telah berkemampuan membayar pajak seharusnya kena pajak ( universality ), orang dengan kemampuan bayar yang sama seharusnya beban pajaknya sama ( equality ) dan beban pajak dihitung berdasar kemampuan bayar masing-masing ( ability to pay ), serta distribusi beban pajak antar penduduk seharusnya dapat mempersempit celah perbedaan penghasilan dan kekayaan ( redistribution ), (3) economic goals ; artinya bahwa kebijakan perpajakan dapat dipakai sebagai alat membantu pencapaian tujuan ekonomi tertentu, dan (4) ease of administration and compliance ; artinya bahwa seharusnya peraturan perundangannya jelas dan mudah dipahami, berkesinambungan (relatif tidak sering berubah-ubah), murah biaya kepatuhan dan administrasi, serta memudahkan pembayaran pajak sehingga sistem pajak mudah pengadministrasinya dan pematuhannya. Sehubungan dengan prinsip revenue productivity sistem pajak, Jenkins dan Shukla (1997) menyatakan bahwa seberapa besar jumlah penerimaan pajak Pemerintah sebagian akan bergantung pada basis pajak ( tax base ) dan tarif pajak ( tax rates ) yang berlaku. Di Indonesia setiap tahun jumlah pajak yang harus dikumpulkan ditentukan dalam UU APBN berdasar persetujuan para wakil rakyat
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak zakat atas penghasilan boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak; • Bahwa sumber dan penggunaan dana baitul mal pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin (fiskal) ada kharaj, ada zakat. Perpaduan antara kharaj yang dikenal dengan pajak dan zakat sudah terjadi di masa itu; • Bahwa untuk Malaysia, tabel pendapatan zakat dan pajak Malaysia dalam ringgit dari laporan tahunan Pusat Pungutan Zakat Malaysia Tahun 2006 dapat dikatakan tabel tersebut membuktikan secara impiris bahwa kebijakan zakat sebagai pengurang pajak dapat menjadi stimulus untuk menaikkan pendapatan kedua intrumen tersebut; • Bahwa secara stimulan dapat disimpulkan berdasarkan pengalaman Malaysia hubungan antra zakat dengan pajak adalah berbanding lurus dan bukan berbanding terbalik, ini mungkin sudah disepakati; • Bahwa instrumen zakat pengurangan pajak penghasilan dapat digunakan pemerintah untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak. Keterangan Saksi Pemohon 1. Saksi Imam Suhadi • Bahwa sebelum tahun 2003, STEKPI mempunyai kebijakan yang memberikan tunjangan pajak terhadap semua karyawan; • Bahwa karyawan menerima pendapatan tidak dipotong pajak karena institusi yang membayarkan pajak tersebut; • Bahwa setelah tahun 2003, ada kebijakan baru, setiap karyawan akan mendapatkan potongan pajak tetapi kebijakan institusi tersebut juga memberikan kepada pimpinan dan wakil pimpinan tunjangan pajak; • Bahwa yang mendapatkan penghasilan tanpa dipotong pajak adalah hanya pimpinan dan wakil saja; • Bahwa kebijakan tersebut sangat berdampak sekali kepada karyawan karena ada perbedaan-perbedaan hak terhadap pemberian pajak yang ditunjangkan kepada seorang pimpinan dan kepada karyawan; • Bahwa ini juga berdampak kepada karyawan yang bekerja suami-istri karena dibebankan pajak tersebut;
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Bagian Anggaran adalah kelompok anggaran menurut nomenklatur Kementerian/Lembaga dan menurut fungsi Bendahara Umum Negara.
Arah Kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas pembangunan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggungjawab Kementerian/Lembaga, berisi satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran stratejik penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur.
Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L), adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disingkat RKA-K/L, adalah dokumen depkumham.go.id rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga.
Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat RDP-Bendahara Umum Negara, adalah rencana kerja dan anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan transfer kepada daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh Presiden kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.
Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan dalam satu program.
Kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kualitas terukur.
Pagu Indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai pedoman dalam penyusunan Renja-K/L.
Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Pagu Anggaran K/L, adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian/ Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L.
Alokasi Anggaran Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut Alokasi Anggaran K/L, adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga berdasarkan hasil pembahasan Rancangan APBN yang dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan Pembahasan Rancangan APBN antara Pemerintah dan DPR.
Inisiatif Baru adalah usulan tambahan rencana Kinerja selain yang telah dicantumkan dalam prakiraan maju, yang berupa program, kegiatan, keluaran, dan/atau komponen.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Kementerian Perencanaan adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. depkumham.go.id 19. Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. Pasal 2 (1) Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara.
APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara tertib dan bertanggung jawab sesuai kaidah umum praktik penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik. Pasal 3 (1) Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Rancangan APBN.
Rancangan APBN terdiri atas:
anggaran pendapatan negara;
anggaran belanja negara; dan
pembiayaan.
Besaran anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b didasarkan atas kapasitas fiskal yang dapat dihimpun oleh Pemerintah.
Dalam hal rencana belanja negara melebihi dari rencana pendapatan negara, Pemerintah dapat melampaui kapasitas fiskal dengan menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pembiayaan.
Besaran anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat disesuaikan dengan perubahan kapasitas fiskal dan/atau perubahan pembiayaan anggaran sebagai akibat dari:
perubahan asumsi makro;
perubahan target pendapatan negara;
perubahan prioritas belanja negara; dan/atau
penggunaan saldo anggaran lebih tahun-tahun sebelumnya.
Anggaran belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun berdasarkan RKA-K/L.
Menteri Keuangan menetapkan pola pendanaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). depkumham.go.id BAB II PENDEKATAN DAN DASAR PENYUSUNAN RKA-K/L Pasal 4 (1) RKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran yang dikuasainya.
Selain menyusun RKA-K/L atas Bagian Anggaran Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan menyusun RDP-Bendahara Umum Negara. Pasal 5 (1) Penyusunan RKA-K/L harus menggunakan pendekatan:
kerangka pengeluaran jangka menengah;
penganggaran terpadu; dan
penganggaran berbasis Kinerja.
RKA-K/L disusun secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran, yang meliputi:
klasifikasi organisasi b. klasifikasi fungsi c. klasifikasi jenis belanja (3) Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan instrumen:
indikator Kinerja;
standar biaya; dan
evaluasi Kinerja. (4) Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan indikator Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.
Ketentuan mengenai klasifikasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan standar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga. Pasa1 6 (1) RKA-K/L disusun berdasarkan Renja-K/L, RKP, dan Pagu Anggaran K/L.
RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: depkumham.go.id a. informasi Kinerja; dan
rincian anggaran.
Informasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat paling sedikit:
program;
kegiatan; dan
sasaran Kinerja.
Rincian anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disusun menurut:
unit organisasi;
fungsi;
program;
kegiatan;
jenis belanja;
kelompok biaya; dan
sumber pendanaan.
Ketentuan mengenai format dan tatacara pengisian RKA- K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. BAB III PROSES PENYUSUNAN RKA-K/L DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN APBN Bagian Kesatu Proses Penyusunan RKA-K/L Pasal 7 (1) Presiden menetapkan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional pada bulan Januari untuk tahun direncanakan berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan.
Berdasarkan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/Lembaga mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan.
Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian/Lembaga dapat menyusun rencana Inisiatif Baru dan indikasi kebutuhan anggaran yang diselaraskan dengan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional untuk disampaikan kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan.
Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dari depkumham.go.id program yang sedang berjalan dan mengkaji usulan Inisiatif Baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya.
Kementerian Perencanaan mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi dan pengintegrasian hasil evaluasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Inisiatif Baru diatur dengan Peraturan Menteri Perencanaan.
Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal untuk penyusunan Pagu Indikatif tahun anggaran yang direncanakan, termasuk penyesuaian indikasi pagu anggaran jangka menengah paling lambat pertengahan bulan Februari.
Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional.
Pagu Indikatif yang disusun oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang sudah ditetapkan beserta prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKP disampaikan kepada Kementerian/Lembaga dengan surat yang ditandatangani Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan pada bulan Maret.
Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Renja-K/L dengan berpedoman pada surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Renja-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun dengan pendekatan berbasis Kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu yang memuat:
kebijakan;
program; dan
kegiatan. depkumham.go.id (7) Dalam proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan.
Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN. Pasal 9 (1) Menteri Keuangan dalam rangka penyusunan RKA-K/L, menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan berpedoman kapasitas fiskal, besaran Pagu Indikatif, Renja-K/L, dan memperhatikan hasil evaluasi Kinerja Kementerian/Lembaga.
Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggambarkan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang dirinci paling sedikit menurut:
unit organisasi; dan
program.
Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada setiap Kementerian/Lembaga paling lambat akhir bulan Juni.
Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan:
Pagu Anggaran K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
Renja-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5);
RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN; dan
standar biaya.
Penyusunan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk menampung usulan Inisiatif Baru. Pasal 10 (1) RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.
Dalam hal Kementerian/Lembaga melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR dalam rangka depkumham.go.id pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, pembahasan tersebut difokuskan pada konsultasi atas usulan Inisiatif Baru.
Dalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan penyesuaian terhadap usulan Inisiatif Baru, sepanjang:
sesuai dengan RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN;
pencapaian sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga; dan
tidak melampaui Pagu Anggaran K/L.
Menteri Keuangan mengoordinasikan penelaahan RKA- K/L dalam rangka penetapan Pagu RKA-K/L yang bersifat final.
Penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terintegrasi, yang meliputi:
kelayakan anggaran terhadap sasaran Kinerja yang direncanakan; dan
konsistensi sasaran Kinerja Kementerian/Lembaga dengan RKP. (6) Penelaahan RKA-K/L diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penelaahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Bagian Kedua Penggunaan RKA-K/L Dalam Penyusunan Rancangan APBN Pasal 11 (1) Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 untuk digunakan sebagai:
bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN; dan
dokumen pendukung pembahasan Rancangan APBN.
Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dibahas dalam Sidang Kabinet. (3) Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN hasil Sidang Kabinet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada bulan Agustus. depkumham.go.id BAB IV ALOKASI ANGGARAN DAN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN Pasal 12 (1) Pemerintah menyelesaikan pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dengan DPR paling lambat akhir bulan Oktober. (2) Dalam hal pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan optimalisasi pagu anggaran, optimalisasi pagu anggaran tersebut digunakan oleh Pemerintah sesuai dengan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden. (3) Hasil pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dan bersifat final. (4) Berita acara hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Kementerian/Lembaga. (5) Menteri/Pimpinan Lembaga melakukan penyesuaian RKA-K/L dengan berita acara hasil kesepakatan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaian RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 13 (1) Presiden menetapkan alokasi anggaran Kementerian/ Lembaga dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Alokasi anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut klasifikasi anggaran.
Alokasi anggaran Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut:
kebutuhan Pemerintah Pusat; dan
transfer kepada daerah (4) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden paling lambat tanggal 30 November. depkumham.go.id (5) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang- Undang tentang APBN. Pasal 14 (1) Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran dengan berpedoman pada alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
Penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan RKA- K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5).
Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran paling lambat tanggal 31 Desember.
Ketentuan mengenai tata cara pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. BAB V PERUBAHAN RKA-K/L DALAM PELAKSANAAN APBN Pasal 15 (1) Dalam tahun berjalan, Kementerian/Lembaga melakukan perubahan RKA-K/L dalam hal:
terdapat tambahan dan/atau pengurangan alokasi anggaran sebagai akibat Perubahan APBN dan/atau realokasi anggaran belanja dari yang telah ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran; dan/atau
terdapat perubahan dokumen pelaksanaan anggaran yang memerlukan persetujuan DPR.
Usulan perubahan dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan untuk di evaluasi.
Dalam hal usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Menteri Keuangan menyampaikan usulan tersebut kepada DPR.
RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan revisi dokumen pelaksanaan anggaran berkenaan.
Ketentuan mengenai tata cara perubahan RKA-K/L diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. depkumham.go.id BAB VI PENYUSUNAN RDP-BENDAHARA UMUM NEGARA Pasal 16 (1) Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara menetapkan unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara.
Pada awal tahun, Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara dapat berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga atau pihak lain terkait menyusun indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara untuk tahun anggaran yang direncanakan dengan memperhatikan prakiraan maju dan rencana strategis yang telah disusun.
Indikasi kebutuhan dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan indikasi dana dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Kementerian Keuangan.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Pedoman Umum Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Instansi Pemerintah adalah Departemen dan Lembaga Non Departemen.
Pimpinan Instansi Pemerintah adalah Menteri Teknis atau Pimpinan Lembaga Non Departemen.
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar PNBP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instansi Pemeriksa adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang diminta oleh Menteri atau Pimpinan Instansi Pemerintah untuk memeriksa PNBP.
Pemeriksa adalah pejabat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang mendapat tugas untuk memeriksa PNBP.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban PNBP berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.
Tatacara Pelaksanaan Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum. ...
Relevan terhadap
Menteri Keuangan c.q. Kepala Badan Kebijakan Fiskal menerbitkan Surat Jaminan Pemerintah Pusat setelah menerima salinan Perjanjian Kredit yang telah ditandatangani. BAB III PENYEDIAAN DAN PERHITUNGAN JAMINAN Pasal 12 (1) Pemerintah Pusat menyediakan anggaran Jaminan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan berdasarkan estimasi kebutuhan pelaksanaan Jaminan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, dan Direktur Jenderal Anggaran melakukan perhitungan kebutuhan Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Kuasa Pengguna Anggaran Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), menunjuk:
Pejabat Pembuat Komitmen, yaitu pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/penanggung jawab kegiatan/pembuat komitmen;
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM), yaitu pejabat yang diberi kewenangan untuk menguji tagihan kepada negara dan menandatangani SPM. BAB IV TATA CARA PEMANTAUAN REKENING DAN PENYAMPAIAN TAGIHAN JAMINAN Bagian Kesatu Pemantauan Rekening dan Kemajuan Pembayaran Kembali Pinjaman Pasal 15 (1) Bank Pemberi Kredit menyampaikan laporan pelaksanaan pemblokiran dana pada rekening PDAM kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang sebesar kewajiban yang akan jatuh tempo secara triwulanan.
Dalam hal dipandang perlu laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimintakan sesuai kebutuhan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal dan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melakukan pemantauan kemungkinan gagal bayar PDAM dan mitigasi risiko berdasarkan laporan pelaksanaan pemblokiran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pembayaran Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4), sebesar 30% dari jumlah Gagal Bayar menjadi beban Pemerintah Daerah.
Atas beban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat membayar langsung dan/atau mengkonversi menjadi pinjaman dengan terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal Pemerintah Daerah memilih alternatif untuk mengkonversi beban menjadi pinjaman, Pemerintah Pusat c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Pemerintah Daerah melakukan Perjanjian Pinjaman.
Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan.
Dalam hal terdapat tunggakan terhadap pinjaman Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat sebagai konversi beban menjadi pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah dapat dikenakan sanksi berupa pemotongan atas penyaluran DAU dan/atau DBH sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENYEDIAAN, PERHITUNGAN, DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BUNGA OLEH PEMERINTAH PUSAT Bagian Kesatu Penganggaran Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat Pasal 22 (1) Pemerintah Pusat menyediakan anggaran Subsidi Bunga melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan estimasi kebutuhan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat.
Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Direktur Jenderal Anggaran, dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal melakukan perhitungan kebutuhan Subsidi Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Relevan terhadap
. Dalam pencairan anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang disampaikan oleh PPSPM.
. Penelitian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); dan
meneliti kebenaran SPM.
. Penelitian kebenaran SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi:
meneliti kesesuaian tanda tangan PPSPM pada SPM dengan spesimen tanda tangan PPSPM pada KPPN;
memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM; dan
memeriksa kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.
. Pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM;
menguji ketersediaan dana pada kegiatan/output/jenis belanja dalam DIPA dengan yang dicantumkan pada SPM;
menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/kontrak atau perubahan data pegawai yang telah disampaikan kepada KPPN.
Menguji persyaratan pencairan dana; dan
Menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum dalam SPM dengan nilai pada SSP.
. Pengujian kebenaran perhitungan angka sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan pengujian kebenaran jumlah belanja/pengeluaran dikurangi dengan jumlah potongan/penerimaan dengan jumlah bersih dalam SPM.
. Pengujian persyaratan pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, meliputi:
Menguji SPM UP berupa besaran UP yang dapat diberikan sesuai dengan Pasal 46 ayat (2);
Menguji SPM TUP meliputi kesesuaian jumlah uang yang diajukan pada SPM TUP dengan jumlah uang yang disetujui Kepala KPPN;
Menguji SPM PTUP meliputi jumlah TUP yang diberikan dengan jumlah uang yang dipertanggungjawabkan dan kepatuhan jangka waktu pertanggungjawaban;
Menguji SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP yang dikelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (8);
Menguji SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian data perjanjian/kontrak pada SPM LS dengan data perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN; dan
Menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
. Dalam hal terdapat UP tahun anggaran sebelumnya belum dipertanggungjawabkan, pengujian SPM UP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf (a), meliputi:
kesesuaian jumlah uang dan keabsahan bukti setor pengembalian sisa UP tahun anggaran yang sebelumnya; atau
kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM UP dengan sisa UP tahun anggaran yang sebelumnya;
. Dalam hal jumlah uang yang harus dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c kurang dari jumlah TUP yang diberikan, harus disertai dengan bukti setor pengembalian TUP yang telah dilakukan konfirmasi KPPN.
. Ketentuan menyertakan bukti setor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku dalam hal SPM-PTUP diajukan ke KPPN dalam rangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (5) huruf a.
Imbalan yang Berasal Dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten Kepada Inventor.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Sebelas Maret pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. ...
Keuangan Negara
Relevan terhadap 1 lainnya
Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang; f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara; g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Keuangan negara
Relevan terhadap 1 lainnya
Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang; f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara; g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.