Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
Relevan terhadap 209 lainnya
Pusat Kebijakan Sek.tor Keuangan terdiri atas:
Bidang Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan;
Bidang I(ebijakan Pengembangan Industri Keuangan Syariah;
Bidang Kebijakan Keuangan Inklusif;
Bidang Pemantauan Sistem Keuangan;
, Bidang Dukungan Kesekretariatan Stabilitas Sistem Keuangan; dan
Kelompok Jabatan Fungsional. Bidang Kebijakan mempunyai tugas Pasal 1 773 Pengembangan Industri Keuangan melaksanakan analisis, evaluasi, dan perumusan rekomendasi kebijakan, serta penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang industri keuangan konvensional.
Bidang Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan Syariah terdiri atas:
Subbidang Kebijakan Perbankan dan Pembiayaan Syariah;
Subbidang Kebijakan Asuransi, Dana Pensiun, dan Penjaminan Syariah; dan
Subbidang Kebijakan Pasar Modal dan Pasar Komoditas Syariah.
Pasal 1 780 Subbidang Kebijakan Perbankan clan Syariah mempunyai tugas melakukan Pembiayaan analisis dan DISTRIBU.SI II peny1apan bah.an evaluasi dan perumusan rekomendasi kebijakan, serta peny1apan bah.an penelaahan dalam rangka pemberian pendapat at.as peraturan perundang undangan, clan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan syariah, pembiayaan syariah, dan jasa keuangan syariah lainnya.
Subbidang Kebijakan Asuransi, Dana Pensiun, dan Penjaminan Syariah mempunya1 tugas melakukan analisis dan penyiapan bah.an evaluasi dan perumusan rekomendasi kebijakan, serta penyiapan bah.an penelaahan dalam rangka pemberian pendapat atas peraturan perundang-undangan, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan di bidang asuransi syariah, dana pensiun syariah, clan penjaminan syariah.
Subbidang Kebijakan Pasar Modal dan Pasar Komoditas Syariah mempunyai tugas melakukan analisis clan peny1apan bah.an evaluasi clan perumusan rekomenclasi kebijakan, serta peny1apan bah.an penelaahan clalam rangka pemberian pendapat atas peraturan perundang undangan, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal syariah dan pasar komoditas syariah. Pasal 178 1 Bidang Kebijakan Keuangan Inklusif mempunyai tugas melaksanakan analisis, evaluasi, clan perumusan rekomendasi kebijakan, serta penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan inklusif. Pasal 1 782 Dalam melaksanakan tugas se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 78 1 , Bidang Kebijakan Keuangan Inklusif menyelenggarakan fungsi:
analisis dan penyiapan bah.an evaluasi dan perumusan rekomendasi pengembangan strategi nasional dan kebijakan keuangan inklusif; DISTRIBUSI II b. analisis dan peny1apan bahan evaluasi dan perumusan rekomendasi pengembangan program keuangan inklusif;
penyiapan bahan penelaahan dalam rangka pemberian pendapat atas peraturan perundang-undangan terkait keuangan inklusif;
penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan terkait keuangan inklusif;
penyiapan koordinasi keuangan inklusif clan penyusunan bahan komunikasi publik terkait keuangan inklusif;
analisis dan penyiapan bahan evaluasi dan perumusan rekomenclasi terkait kebijakan fasilitas keuangan publik untuk mendukung pelaksanaan strategi keuangan inklusif; dan
pelaksanaan tata kelola Pusat Kebijakan Sektor Keuangan. Pasal 1 783 Bidang Kebijakan Keuangan Inklusif terdiri atas:
Subbidang Strategi Keuangan Inklusif;
Subbidang Program Keuangan Inklusif;
Subbidang Kebijakan Keuangan Publik; dan
Subbiclang Tata Kelola.
Badan Kebijakan Fiskal mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan, penetapan, dan pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan sesuai dengan keten tuan peraturan perundang-undangan. Pasal 167 1 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1670, Badan Kebijakan Fiskal menyelenggarakan fungsi:
penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program analisis dan perumusan rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan serta ker j a sama ekonomi dan keuangan internasional;
pelaksanaan analisis dan perumusan rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan;
pelaksanaan kerja sama ekonomi dan keuangan internasional:
pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan serta ker ja sama ekonomi dan keuangan internasional;
pelaks8: naan administrasi Badan Kebijakan Fiskal; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. DISTRIBU . SI II
Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam Rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan Tahun Anggaran ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Urusan Bersama Pusat dan Daerah adalah urusan pemerintahan di luar urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya Pemerintah, yang diselenggarakan bersama oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan ditetapkan dengan Undang- Undang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pendanaan Urusan Bersama adalah pendanaan yang bersumber dari APBN dan APBD yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan bersama Pusat dan daerah untuk penanggulangan kemiskinan.
Dana Urusan Bersama yang selanjutnya disingkat DUB adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, indeks fiskal dan kemiskinan daerah, serta indikator teknis.
Dana Daerah untuk Urusan Bersama yang selanjutnya disingkat DDUB adalah dana yang bersumber dari APBD.
Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program Pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat.
Kemampuan Fiskal Daerah yang selanjutnya disingkat KFD adalah kemampuan keuangan daerah dan dana transfer ke daerah, dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah.
Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah adalah suatu indikator umum yang menggambarkan kaitan antara ruang fiskal (fiscal space) daerah terhadap persentase penduduk miskin di daerah.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya disingkat TNPPK adalah tim lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan.
Pengujuan UU no. 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjuala ...
Relevan terhadap
Salah satu Tujuan Negara Republik Indonesiayang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut, Negara Republik Indonesia perlu mengelola keuangan negara yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang merupakan cerminan keuangan Negara.Salah satu sumber penerimaan negara yang tercakup dalam APBN adalah pajak. Pajak adalah cara masyarakat bersinergi dengan negara dalam percepatan pembangunan dari berbagai sektor termasuk fasilitas keamanan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang; Dalam pelaksanaannya, selain fungsi budgetair untuk menghimpun dana pendapatan negara, pajak juga memiliki fungsi regulerent atau mengatur, yaitu sebagai alat untuk mengatur kebijakan perekonomian negara.Terkait dengan fungsi PPN sebagai sumber pembiayaan negara (fungsi budgetair ), peranan PPN dalam mendukung penerimaan pajak sangat signifikan dan pertumbuhan penerimaan PPN dari tahun ke tahun juga selalu mengalami peningkatan. Data statistik menunjukkan bahwa realisasi penerimaan PPN dan PPN BM tahun 2014 sebesar Rp.408,83 triliun yang merupakan 41,5% dari total penerimaan pajak pusat atau setara dengan 3,7% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia; Fungsi regulerent pajak terkait dengan PPN antara lain diwujudkan melalui pengelompokan barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (Non-BKP dan Non-JKP), penetapan batasan Pengusaha Kecil yang dikecualikan dari kewajiban untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), pengaturan pedoman pengkreditan Pajak Masukan bagi pengusaha sektor tertentu atau pengusaha dengan omzet di bawah batasan tertentu, maupun pemberian fasilitas berupa PPN Dibebaskan dan PPN Tidak Dipungut yang diatur dalam Pasal 16B Undang-Undang PPN. Bermacam pengaturan tersebut didesain dan diarahkan untuk secara bersama-sama mendukung kebijakan perekonomian Indonesia; PPN merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang dan/atau jasa, yang meskipun pengenaannya dapat dilakukan pada Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
pemberlakuan PenjelasanPasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN tersebut tidak dapat terpenuhi. IRONI SEBUAH BANGSA: KOMODITAS PANGAN TERKENA PPN, BARANG MEWAH DIBEBASKAN PPNBM 72. Bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga tidak memberikan keadilan bagi masyarakat secara umum. 73. Bahwa sangat ironis di Indonesia atas komoditas pangan yang merupakan kebutuhan pokok seluruh lapisan masyarat, Negara membebankan PPN ke atasnya. Sedangkan disisi lain, beberapa komoditas fashion mewahyang sifatnya sangat tersier dan hanya konsumsi kalangan “ the have ”, Negara justru membebaskan pengenaan PPNBM atasnya. 74. Bahwa ditengah kondisi perekonomian sulit yang sebagian besar masyarakat yang berada pada tingkat ekonomi lemah (Data Bank Dunia 60,4% miskin), komoditas pangan sehari-hari yang sangat diperlukan untuk bertahan hidup justru dibebankan PPN yang semakin memberatkan masyarakat dalam mengakses komoditas pangan tersebut. Namun disisi lain, kelompok ekonomi mampu justru menikmati kebijakan yang “memanjakan” mereka untuk mengakses kebutuhan tersier/mewah mereka. 75. Bahwa dalam kebijakannya yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.010/2015 yang diundangkan pada tanggal 9 Juni 2015 lalu, Negara malah mencederai rasa keadilan masyarakat dengan membebaskan PPNBM atas beberapa jenis barang mewah namun tidak bergeming pada kebijakannya yang membebankan PPN atas komoditas pangan sehari-hariyang sangat dibutuhkan rakyat banyak. PENDEFINISIAN ULANG PENJELASAN PASAL 4A AYAT (2) UU PPN: MENYELAMATKAN HAK PANGAN RAKYAT DAN PENDAPATAN NEGARA 76. Bahwa dengan adanya potensi hilangnya hak konstitusional rakyat atas komoditas pangan yang sehat dan terjangkau tersebut, maka semakin besar juga potensi tidak tercapainya tujuan negara yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang telah diatur dalam Konstitusi. Hal ini kemudian Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Pengasuransian Barang Milik Negara.
Relevan terhadap
Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang memiliki kewenangan dan tanggung jawab:
merumuskan kebijakan pengasuransian BMN; dan
menetapkan objek asuransi BMN.
Kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur J enderal.
TENT ANG Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang clan bertanggung jawab menetapkan kebijakan clan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian Negara clan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu Perusahaan Asuransi clan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan Premi oleh Perusahaan Asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi umum yang terdaftar pada lembaga pengawas industri jasa keuangan di Indonesia atau konsorsium Perusahaan Asuransi umum yang bersangkutan.
Nilai Pertanggungan adalah harga sebenarnya atau nilai sehat suatu objek yang dipertanggungkan sesaat sebelum terjadi suatu kerugian atau kerusakan, yang dihitung berdasarkan biaya memperoleh/memperbaiki objek yang dipertanggungkan ke dalam keadaan baru dikurangi depresiasi teknis.
Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi dan disetujui oleh pemegang polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi untuk memperoleh manfaat.
Direktur J enderal adalah Direktur J enderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Relevan terhadap 4 lainnya
Indikasi Kebutuhan Dana TKDD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) digunakan sebagai dasar Kebutuhan Dana TKDD dan penyusunan arah kebijakan serta alokasi TKDD dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBN.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menghitung alokasi Dana PK2UKM untuk provinsi.
Penghitungan alokasi Dana PK2UKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan jumlah peserta pelatihan dikalikan dengan biaya satuan per paket pelatihan ditambah dengan honor dan fasilitasi pendamping.
(4) Penghitungan alokasi Dana PK2UKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termas J k memperhitungkan sisa Dana PK2UKM di kas daerah l tas penyaluran Dana PK2UKM tahun anggaran sebelum h ya. Dalam melakukan penghitungan alokasi Dana PK2UKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Basil penghitungan alokasi Dana PK2UKM sebagaimana (6) dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kernen terian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lamrbat bulan Agustus. Basil penghitungan alokasi Dana , K2UKM sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digun f kan sebagai bahan kebijakan alokasi DAK Nonfisik ' untuk disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada saat Pembahasan Tingkat I Nata Keuangan dan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN.
Berdasarkan pagu dalam . Undang-Undang mengenai APBN dan hasil pembahasan penghitungan alokasi - 66 - sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditetapkan alokasi Dana PK2UKM menurut provindzi.
Alokasi Dana PK2UKM menurut provinsi sebagaimana i dimaksud pada ayat (7) tercant r m dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN . .
. Kementerian Dalam Negeri menghitung alokasi Dana Pelayanan Adminduk untuk provinsi, kabupaten, dan kota.
Penghitungan alokasi Dana Pelayanan Adminduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk . prov1ns1, berdasarkan jumlah kabupaten/ kota yang dilayani dikalikan dengan biaya satuan per kegiatan; dan : b. untuk kabupaten/ kota, b l erdasarkan jumlah penduduk yang dilayani dik f likan dengan biaya satuan per kegiatan dan biaya satuan per layanan.
Penghitungan alokasi Dana Pelayanan Adminduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk memperhitungkan sisa dana di kas daerah atas penyaluran Dana Pelayanan Adminduk tahun anggaran sebelumnya. (4) Dalam melakukan penghitungan Dana Pelayanan Adminduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Hasil penghitungan alokasi Dana Pelayanan Adminduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Agustus. (6) Hasil penghitungan alokasi Dana Pelayanan Adminduk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai bahan kebijakan alokasi DAK Nonfisik untuk - 67 - disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada saat Pembahasan Tingkat I Nota Keuangan clan Rancangan Un.dang-Un.dang mengenai APBN. (7) Berdasarkan pagu dalam Un.dang-Un.dang mengenai i APBN dan hasil pembahasan P,enghitungan alokasi sebagaimana dimaksud pada l yat (6) , ditetapkan alokasi Dana Pelayanan Admind t k menurut provinsi, kabupaten, dan kota.
Alokasi Dana Pelayanan Adminduk menurut prov1ns1, kabupaten, dan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.
Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang yang diselenggarakan oleh kejaksaan agung yang berkedudukan di ibukota negara, kejaksaan tinggi yang berkedudukan di ibukota provinsi, dan kejaksaan negeri yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
Komisi Pemberantasan Korupsi yang selanjutnya disingkat KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara.
Pengurus Barang Rampasan Negara adalah pejabat pemegang kewenangan pengurusan Barang Rampasan Negara. 4 6. Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Direktur Jenderal adalah pejabat eselon I pada Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Direktur adalah pejabat eselon II pada Direktorat Jenderal yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.
Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan di bawah Direktorat J enderal.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Rampasan Negara adalah Barang Milik Negara yang berasal dari benda sitaan atau barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang lainnya yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk Negara.
Barang Gratifikasi adalah Barang Milik Negara yang berasal dari barang yang telah ditetapkan status kepemilikan gratifikasinya menjadi milik Negara oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
1 5. Pengurusan Barang Rampasan Negara ad al ah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Kej aksaan / KPK untuk penyelesaian Barang Rampasan Negara. Penggunaan ad al ah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. 1 6. Pemanfaatan aclalah penclayagunaan Barang Milik Negara yang ticlak cligunakan untuk penyelenggaraan tugas clan fungsi Kementerian/Lembaga clan/ atau optimalisasi Barang Milik Negara clengan ticlak mengubah status kepemilikan.
Peminclahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara.
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara kepada pihak lain dengan menerima penggantian clalam bentuk uang.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara clari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau kepacla pihak lain tanpa memperoleh penggantian.
Pemusnahan aclalah tinclakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara.
Penghapusan aclalah tindakan menghapus Barang Milik Negara dari claftar barang dengan/tanpa menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang/Pengurus Barang Rampasan Negara clari tanggung jawab administrasi clan fisik atas barang yang beracla clalam penguasaannya.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara sesuai clengan ketentuan yang berlaku.
Penilaian aclalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara pada saat tertentu.
Nilai Wajar aclalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau clibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Nilai Limit aclalah harga minimal barang yang akan clilelang dan clitetapkan oleh Penjual.
Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Relevan terhadap
Komite Manajemen Risiko di tingkat Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) terdiri dari Komite Eksekutif, Komite Pelaksana dan Sekretariat Komite.
Komite Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Menteri Keuangan selaku Ketua, Wakil Menteri Keuangan selaku Wakil Ketua, Sekretaris Jenderal selaku Ketua Pelaksana Harian Komite Eksekutif, dan para Pejabat Eselon I selaku Anggota.
Tugas dan tanggung jawab Komite Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
menetapkan petunjuk pelaksanaan Manajemen Risiko Kementerian; dan
menetapkan kebijakan penerapan Manajemen Risiko Kementerian, antara lain: Kategori Risiko, Kriteria Risiko, Matriks Analisis Risiko, Level Risiko, dan Selera Risiko.
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk pelaksanaan dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Komite Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Staf Ahli Menteri Keuangan yang membidangi organisasi selaku Ketua dan Ketua Pelaksana harian koordinator Risiko Unit Eselon I selaku Anggota.
Tugas dan tanggung jawab Komite Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
menyusun petunjuk pelaksanaan Manajemen Risiko Kementerian; dan
menyusun kebijakan penerapan Manajemen Risiko Kementerian, antara lain: Kategori Risiko, Kriteria Risiko, Matriks Analisis Risiko, Level Risiko, dan Selera Risiko.
Sekretariat Komite Manajemen Risiko Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di Unit Eselon II Sekretariat Jenderal yang menangani Manajemen Risiko Kementerian.
Tugas dan tanggung jawab Sekretariat Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi:
menyusun konsep petunjuk pelaksanaan Manajemen Risiko Kementerian;
menyusun konsep kebijakan penerapan Manajemen Risiko Kementerian, antara lain: Kategori Risiko, Kriteria Risiko, Matriks Analisis Risiko, Level Risiko, dan Selera Risiko; dan
memfasilitasi dan mengorganisasikan pelaksanaan Proses Manajemen Risiko di tingkat Kementerian.
Komite Manajemen Risiko di tingkat Unit Eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) terdiri dari Pimpinan Unit Eselon I selaku Ketua, Pimpinan Unit Eselon II yang mengelola Risiko selaku Ketua Pelaksana Harian Komite Manajemen Risiko di tingkat Unit Eselon I, dan para Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat selaku Anggota.
Tugas dan tanggung jawab Komite Manajemen Risiko Unit Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan Manajemen Risiko Unit Eselon I dengan mengacu pada kebijakan yang ditetapkan Komite Manajemen Risiko di tingkat Kementerian.
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk pelaksanaan dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan Unit Eselon I.
Dalam menjalankan tugasnya, Komite Manajemen Risiko Unit Eselon I dibantu oleh Sekretariat Komite Manajemen Risiko Unit Eselon I yang berada di Unit Eselon III yang menangani Manajemen Risiko Unit Eselon I.
Tugas dan tanggung jawab Sekretariat Komite Manajemen Risiko Unit Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
menyusun petunjuk pelaksanaan Manajemen Risiko Unit Eselon I dengan mengacu pada kebijakan yang ditetapkan Komite Kementerian Keuangan; dan
memfasilitasi dan mengorganisasikan pelaksanaan Proses Manajemen Risiko di Unit Eselon I.
UPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c terdiri dari:
UPR di tingkat Kementerian;
UPR di tingkat Unit Eselon I;
UPR di tingkat Unit Eselon II; dan
UPR di tingkat Unit Eselon III;
UPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tingkatan struktur sebagai berikut:
pemilik Risiko, meliputi Menteri Keuangan untuk tingkat kementerian atau pimpinan unit masing- masing untuk tingkat UPR lainnya, yang bertanggung jawab terhadap seluruh Manajemen Risiko sesuai lingkup tugasnya;
koordinator Risiko, meliputi seluruh pejabat satu level dibawah pemilik Risiko, yang bertanggung jawab membantu pemilik Risiko dalam melaksanakan Manajemen Risiko sesuai lingkup tugasnya;
pelaksana harian koordinator Risiko, dilaksanakan oleh seorang pejabat dibawah pemilik Risiko, yang bertanggung jawab membantu pemilik Risiko dalam perencanaan, pengelolaan dan pemantauan Manajemen Risiko pada unit yang bersangkutan; dan d. pengelola Risiko, dilaksanakan oleh pejabat yang bertugas membantu pelaksana harian koordinator Risiko dalam perencanaan, pengelolaan, pemantauan dan pengadministrasian Manajemen Risiko pada unit yang bersangkutan.
Tugas dan tanggung jawab pemilik Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
menetapkan profil Risiko unit dan rencana penanganannya berdasarkan sasaran unit;
melaporkan pengelolaan Risiko secara berjenjang kepada pimpinan di atasnya hingga level Menteri Keuangan; dan
melakukan pemantauan dan evaluasi efektivitas penerapan Manajemen Risiko unit.
Tugas dan tanggung jawab koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
memberikan usulan atas profil Risiko unit dan rencana penanganannya berdasarkan sasaran unit;
melaksanakan dan melaporkan rencana penanganannya Risiko kepada pemilik Risiko yang telah ditetapkan sesuai lingkup tugasnya;
memberikan usulan kepada pemilik Risiko tentang rencana kontinjensi apabila kondisi yang tidak normal terjadi; dan
memberikan usulan/rekomendasi kepada pemilik Risiko dalam pengambilan keputusan/kebijakan berdasarkan analisis yang objektif.
Tugas dan tanggung jawab pelaksana harian koordinator Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
menyusun konsep profil dan rencana penanganannya berdasarkan sasaran unit;
menyusun laporan pengelolaan Risiko dan menyampaikannya kepada pemilik Risiko;
membantu penyelarasan Manajemen Risiko antara unit pada level yang lebih tinggi dan unit pada level yang lebih rendah; dan
menyusun dan menyampaikan rencana kontinjensi apabila kondisi yang tidak normal terjadi kepada pemilik Risiko.
Tugas dan tanggung jawab pengelola Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
mendukung penyusunan konsep profil dan rencana penanganannya berdasarkan sasaran unit;
mendukung penyusunan laporan pengelolaan Risiko dan menyampaikannya kepada pemilik Risiko;
mendukung penyelarasan Manajemen Risiko antara unit pada level yang lebih tinggi dan unit pada level yang lebih rendah;
menyusun konsep rencana kontinjensi apabila kondisi yang tidak normal terjadi kepada pemilik Risiko;
memfasilitasi dan mengorganisasikan pelaksanaan Proses Manajemen Risiko di unit tersebut;
menatausahakan dokumen Proses Manajemen Risiko unit; dan
memberikan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran pegawai dalam pengelolaan Risiko.
Penyebutan pengelola Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d pada tiap tingkat UPR meliputi:
Pengelola Risiko Kementerian disebut Manajer Risiko Pusat yang dijalankan oleh pejabat Eselon II yang memiliki tugas dan fungsi mengenai Manajemen Risiko;
Pengelola Risiko Unit Eselon I disebut Manajer Risiko Unit yang dijalankan oleh pejabat Eselon III yang memiliki tugas dan fungsi mengenai Manajemen Risiko;
Pengelola Risiko Unit Eselon II disebut Sub Manajer Risiko yang dijalankan oleh pejabat Eselon III yang memiliki tugas dan fungsi mengenai Manajemen Risiko; dan
Pengelola Risiko Unit Eselon III disebut Mitra Manajer Risiko yang dijalankan oleh pejabat Eselon IV yang memiliki tugas dan fungsi mengenai Manajemen Risiko.
Dalam hal tidak terdapat jabatan yang memiliki tugas dan fungsi mengenai Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pemilik Risiko menetapkan pejabat yang ditugaskan sebagai pengelola Risiko.
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Negara.
Relevan terhadap
Divisi Keuangan dan Dukungan Organisasi mempunyai tugas melaksanakan urusan keuangan dan kepegawaian, analisis, harmonisasi, dan sinergi kebijakan atas pelaksanaan dan pengelolaan program dan kegiatan, pengelolaan kinerja dan manajemen · risiko, pengelolaan barang inventaris, sarana dan prasarana, teknologi dan informasi, serta pelayanan terkait dengan informasi LMAN. Pasal ^6 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Divisi Keuangan dan Dukungan Organisasi menyelenggarakan fungsi:
pengoordinasian dan pelaksanaan penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran;
penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran;
pelaksanaan pengelolaan pendapatan dan belanja;
penyelenggaraan pengelolaan kas;
pelaksanaan pengelolaan utang dan piutang;
penyusunan kebijakan pengelolaan investasi;
pengelolaan kinerja dan manajemen risiko;
penyelenggaraan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan;
pelaksanaan analisis, harmonisasi, dan kebijakan, program dan kegiatan Direktur; J. pengelolaan program dan kegiatan Direktur; s1nerg1 k. pengelolaan barang inventaris, sarana dan prasarana;
pelayanan administrasi umum dan kepegawaian;
pengelolaan dan pemeliharaan perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan;
pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan perencanaan kinerja, tata usaha umum, serta kepegawaian; dan
pelayanan informasi. - 6 -
Subdivisi Perbendaharaan dan Manajemen Risiko mempunyai tugas melakukan pengelolaan penclapatan dan belanja, pengelolaan kas, penyelesaian urusan pajak, pengelolaan utang clan piutang, pengelolaan investasi, clan manajemen risiko.
Subclivisi Anggaran clan Akuntansi mempunyai tugas mengoordinasikan dan menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran LMAN, penyelenggaraan akuntansi clan penyusunan pelaporan keuangan.
Subclivisi Dukungan Organisasi mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, harmonisasi, dan sinergi kebijakan atas pelaksanaan dan pengelolaan program clan kegiatan, pengelolaan kinerja, pengelolaan barang inventaris, sarana clan prasarana, pengelolaan dan pemeliharaan perangkat keras, lunak, jaringan, pemantauan clan evaluasi sistem aplikasi di biclang manajemen aset, serta pelayanan informasi.
Pengujian UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
b. Pelaksana kebijakan moneter; c. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataanagar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan: a. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi) b. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank ( prudential banking ); dan c. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri ( self regulatory banking ) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian. Dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan terdapat frasa ”ketaatan bank” . Maksud kata taat dalam UU Perbankan adalah senantiasa mendengarkan/memperhatikan dengan seksama, patuh, tunduk dan melakukan seluruh ketentuan yang berlaku di bidang perbankan baik ketentuan eksternal bank, ketentuan internal bank maupun seluruh ketentuan lainnya yang mengatur tentang perbankan yang beroperasi di Indonesia. Kepatuhan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia/OJK dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memastikan kepatuhan Bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada OJK dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang. Bahwa berdasarkan Pasal 6 UU OJK, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan. Selanjutnya Pasal 9 UU OJK menyatakan dalam melaksanakan tugas pengawasan tersebut, OJK mempunyai wewenang melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Tata Cara Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Dibayarkan ol ...
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan Kontrak Kerja Sama antara Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama, diatur antara lain bahwa selain kewajiban untuk membayar pajak perseroan, Kontraktor Kontrak Kerja Sama ditanggung dan dibebaskan ( assume and discharge ) dari pajak-pajak lainnya yang berlaku di Indonesia termasuk juga pajak- pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah yaitu Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan;
bahwa dalam rangka melaksanakan kewenangan penetapan kebijakan pelaksanaan anggaran, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur tata cara pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat;