JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 1.217 hasil yang relevan dengan "kebijakan keuangan "
Dalam 0.015 detik
Thumbnail
OTORITAS JASA KEUANGAN
UU 21 TAHUN 2011

Otoritas Jasa Keuangan

  • Ditetapkan: 22 Nov 2011
  • Diundangkan: 22 Nov 2011

Relevan terhadap 4 lainnya

Pasal 45Tutup
(1)

Dalam kondisi normal, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan:

a.

wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan;

b.

melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;

c.

membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan; dan

d.

melakukan pertukaran informasi.

(2)

Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis.

(3)

Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan berwenang mengambil dan melaksanakan keputusan untuk dan atas nama institusi yang diwakilinya dalam rangka pengambilan keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dalam kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4)

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(5)

Keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik mengikat Lembaga Penjamin Simpanan.

Pasal 46Tutup
(1)

Kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak pengajuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 38Tutup

Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Laporan kegiatan yang disusun OJK antara lain memuat:

a.

pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada periode sebelumnya.

b.

rencana kebijakan, penetapan sasaran dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenang OJK untuk periode yang akan datang. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “penjelasan” adalah penjelasan terkait pelaksanaan tugas dan wewenang OJK. Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan dan perbankan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Penyampaian laporan OJK kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja OJK selama tahun berjalan. Ayat (7) Penyusunan standar dan kebijakan akuntansi oleh OJK dilakukan dengan memperhatikan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Dalam rangka menyusun laporan keuangan yang terkait dengan pembiayaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Dewan Komisioner harus memperhatikan peraturan perundang-undangan.

Thumbnail
Tidak Berlaku
DANA BAGI HASIL | HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU
28/PMK.07/2016

Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.

  • Ditetapkan: 19 Feb 2016
  • Diundangkan: 19 Feb 2016

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 66A ayat (1) dan Pasal 66D ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.07/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;

b.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 66C ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan anggaran yang berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;

c.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016, telah ditetapkan persentase alokasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau bagian provinsi dan kabupaten/kota;

d.

bahwa dalam rangka perubahan kebijakan atas penggunaan Dana bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi penggunaan anggaran yang berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau perlu mengatur penggunaan, pemantauan, dan evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;

e.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;

Thumbnail
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | PUTUSAN PENGADILAN
6/PUU-XIV/2016

Pengujian pasal 8 ayat 3 dan pasal 13 UU 14 tahun 2002 tentang peradilan pajak terhadap UUD Negara RI 1945 ...

    Relevan terhadap

    Halaman 9Tutup

    Bahwa salah satu pemantauan dan pengkajian tersebut adalah terkait dengan kebijakan fiskal nasional dan instrumen sarana dan prasarana pendukungnya. Salah satu sarana dan prasarana pendukung kebijakan fiskal nasional sebagai masalah strategis adalah mengenai kedudukan hakim Pengadilan Pajak sebagai hakim dalam badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 14 Tahun 2002. 4. Bahwa CSS-UI sebagai kuasa Pemohon Prinsipal memiliki perhatian dan pemahaman yang mendalam berkaitan dengan hukum, khususnya hukum keuangan publik dan perpajakan, yang terkait dengan kebijakan dan masalah fiskal nasional. Kebijakan dan masalah fiskal nasional merupakan hal yang strategis karena terkait cara pemerintah untuk mengubah pengeluaran dan penerimaan Pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi serta pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional yang sangat bergantung pada jenis sumber penerimaan, khususnya perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan Pemerintah yang paling strategis saat ini, yaitu 85% berasal dari penerimaan perpajakan. Pada APBN 2016 saja, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp1.546,7 triliun dari target seluruh penerimaan negara pada 2016 sebesar Rp1.822,5 triliun. Hal ini menjadikan masalah perpajakan merupakan masalah strategis yang menjadi fokus perhatian CSS-UI dalam kapasitas haknya sesuai dengan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, yaitu “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” 5. Bahwa CSS-UI menerima kuasa dari Pemohon Prinsipal dengan alasan sebagaimana disampaikan dalam angka 4 di atas, juga dimaksudkan untuk memberikan dukungan dan penghormatan kepada hakim Pengadilan Pajak yang melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam memeriksa, mengadili, dan memutus Sengketa Pajak, sehingga pemberian kuasa Pemohon Prinsipal hakikatnya juga karena kesamaan kepentingan antara CSS-UI dan Pemohon Prinsipal terkait dengan strategisnya kebijakan fiskal dan turunannya bagi kepentingan nasional jangka panjang. Oleh sebab itu, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

    Halaman 24Tutup

    pembinaan tersebut dijamin dalam Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2002 tidak boleh mengurangi kebebasan hakim. Di sisi lain, Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 memungkinkan pengaturan organisasi, administrasi, dan keuangan diatur sesuai dengan kekhususan masing- masing peradilan. Adapun berkurangnya kemerdekaan hakim di sini adalah berkurangnya potensi demotivasi atas pelaksanaan pekerjaan hakim dan ketidakpastian atas ketidaksamaan usia pemberhentian yang tidak sesuai dengan falsafah dan norma peraturan dasarnya. B. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan Kekuasaan Kehakiman merupakan Kekuasaan yang Merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 1. Bahwa rumusan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, secara konstitusional menjadi dasar hukum yang mengatur hakim pengadilan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak dapat berada pada pengaruh, tekanan, dan perasaan yang mengurangi konsentrasinya dan kemerdekaannya dalam menegakkan hukum dan keadilan. 2. Bahwa pandangan klasik mengenai kekuasaan kehakiman yang merdeka hakikatnya terbebasnya pejabat pelaksana kekuasaan kehakiman dari adanya aturan, kebijakan, keputusan, perilaku, dan tekanan yang menyebabkan atau bahkan berpotensi menyebabkan berkurangnya kemerdakaan hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan. 3. Bahwa Pengadilan Pajak sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang merdeka bertujuan agar pengadilan tidak menjadi suatu alat kekuasaan ( machtsapparaat ), tetapi menjadi suatu alat hukum ( rechtsapparaat ). Dengan demikian, politik hukum apapun sudah semestinya dan seharusnya tidak menyebabkan Pengadilan Pajak menjadi seakan-akan di bawah kekuasaan pemerintah yang memiliki kewenangan alam pengelolaan di bidang perpajakan, karena seharusnya merupakan alat kekuasaan negara untuk menegakkan hukum dan keadilan. 4. Bahwa kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan syarat mutlak dalam suatu Negara hukum. Kemerdekaan tersebut meliputi kemerdekaan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    BIDANG ANGGARAN | ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
    94/PMK.02/2017

    Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran. ...

    • Ditetapkan: 14 Jul 2017
    • Diundangkan: 14 Jul 2017

    Relevan terhadap

    Pasal 15Tutup
    (1)

    Penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan untuk meneliti:

    a.

    kesesuaian RKA-K/L dengan kebijakan efisiensi dan efektivitas belanja Kementerian/Lembaga;

    b.

    kesesuaian pencapaian sasaran RKA-K/L dengan Renja K/L dan Rencana Kerja Pemerintah termasuk Prakiraan Maju untuk 3 (tiga) tahun ke depan; dan

    c.

    kepatuhan penandaan anggaran pada level Keluaran ( Output ) Kegiatan sesuai dengan Nawa Cita, Prioritas Nasional, Janji Presiden, dan Tematik APBN.

    (2)

    Penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difokuskan pada rincian anggaran yang digunakan untuk mendanai Inisiatif Baru.

    (3)

    Hasil penelaahan RKA-K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam catatan hasil penelaahan dan ditandatangani oleh pejabat eselon II dari Kementerian/Lembaga, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

    (4)

    Tata cara penelaahan RKA-K/L termasuk penelaahan informasi Kinerja tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    Pasal 24Tutup
    (1)

    DIPA Petikan terdiri atas:

    a.

    lembar Surat Pengesahan DIPA Petikan;

    b.

    halaman I memuat Informasi Kinerja dan Sumber Dana yang terdiri atas:

    1)

    halaman IA mengenai Informasi Kinerja; dan

    2)

    halaman IB mengenai Sumber Dana;

    c.

    halaman II memuat Rincian Pengeluaran;

    d.

    halaman III memuat Rencana Penarikan Dana dan Perkiraaan Penerimaan; dan

    e.

    halaman IV memuat Catatan.

    (2)

    Lembar Surat Pengesahan DIPA Petikan memuat antara lain:

    a.

    dasar hukum penerbitan DIPA Petikan;

    b.

    identitas dan pagu satuan kerja;

    c.

    pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer) ; dan

    d.

    kode pengaman berupa digital stamp. (3) Halaman I, halaman II, halaman III, dan halaman IV DIPA Petikan dilengkapi dengan kode pengaman berupa digital stamp. (4) Pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi hal-hal sebagai berikut:

    a.

    DIPA Petikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DIPA Induk (Nama Program, Unit Organisasi, dan Kementerian/Lembaga);

    b.

    DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem yang dilengkapi dengan kode pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan pengesahan (otentifikasi);

    c.

    DIPA Petikan berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja dan pencairan dana/ pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara;

    d.

    rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan yang tercantum dalam halaman III DIPA Petikan diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan;

    e.

    tanggung jawab terhadap penggunaan dana yang tertuang dalam DIPA Petikan sepenuhnya berada pada PA/KPA;

    f.

    dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database RKA-K/L- DIPA Kementerian Keuangan (berdasarkan bukti- bukti yang ada); dan

    g.

    DIPA Petikan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2XXX sampai dengan 31 Desember 2XXX.

    (5)

    Catatan dalam Halaman IV DIPA Petikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e memuat informasi mengenai hal-hal khusus hasil penelaahan RKA-K/L, yaitu:

    a.

    Alokasi anggaran yang diblokir (Halaman IV A.):

    1.

    alokasi anggaran yang masih harus dilengkapi dengan dokumen sebagai dasar pengalokasian anggaran, yaitu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, hasil reviu/audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (khusus untuk dana optimalisasi), naskah perjanjian Pinjaman Hibah Luar Negeri/Pinjaman Hibah Dalam Negeri dan nomor register (khusus yang bersumber dana Pinjaman Hibah Luar Negeri/Pinjaman Hibah Dalam Negeri);

    2.

    alokasi anggaran yang masih terpusat dan belum didistribusikan ke satuan kerja-satuan kerja daerah;

    3.

    keluaran cadangan; dan/atau

    4.

    alokasi anggaran yang ditunda ( self blocking ) sebagai akibat kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengendalian dan pengamanan pelaksanaan anggaran;

    b.

    Alokasi anggaran yang memerlukan perhatian (Halaman IV B.):

    1.

    alokasi anggaran yang digunakan dalam rangka pengesahan;

    2.

    tunggakan tahun anggaran yang lalu; dan/atau

    3.

    pencantuman volume pembangunan gedung negara dan pengadaan kendaraan bermotor.

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

    2.

    Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

    3.

    Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

    4.

    Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

    5.

    Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.

    6.

    Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

    7.

    Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.

    8.

    Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Kementerian/ Lembaga (Renja K/L) adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.

    9.

    Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

    10.

    Pagu Indikatif adalah ancar-ancar anggaran yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai pedoman dalam penyusunan Renja K/L.

    11.

    Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Pagu Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian/ Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L.

    12.

    Alokasi Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut Alokasi Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga berdasarkan hasil pembahasan Rancangan APBN yang dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan rancangan APBN antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.

    13.

    Kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kualitas terukur.

    14.

    Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga adalah kondisi yang akan dicapai oleh Kementerian/Lembaga baik berupa hasil atau dampak ( impact ) dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional.

    15.

    Sasaran Program adalah kondisi yang akan dicapai dari suatu program dalam rangka pencapaian Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga yang mencerminkan berfungsinya keluaran ( output ) program.

    16.

    Sasaran Kegiatan adalah kondisi yang akan dicapai dari suatu kegiatan dalam rangka pencapaian Sasaran Program yang mencerminkan berfungsinya keluaran ( output ) kegiatan.

    17.

    Keluaran ( Output ) Program adalah barang/jasa yang dihasilkan oleh level eselon I yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Program.

    18.

    Keluaran ( Output ) Kegiatan adalah produk akhir berupa barang/jasa yang dihasilkan oleh level eselon II/satuan kerja yang dilaksanakan untuk mencapai Sasaran Kegiatan.

    19.

    Program Prioritas adalah program yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai prioritas nasional.

    20.

    Prakiraan Maju adalah proyeksi indikasi kebutuhan dana untuk mencapai tingkat Kinerja yang ditargetkan dalam jangka menengah.

    21.

    Angka Dasar adalah indikasi pagu Prakiraan Maju dari kegiatan-kegiatan yang berulang dan/atau kegiatan- kegiatan tahun jamak berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dan menjadi acuan penyusunan Pagu Indikatif dari tahun anggaran yang direncanakan.

    22.

    Inisiatif Baru adalah usulan tambahan rencana Kinerja selain yang telah dicantumkan dalam Prakiraan Maju yang berupa program, kegiatan, Keluaran ( Output ) Program/Keluaran ( Output ) Kegiatan, dan/atau komponen.

    23.

    Kelayakan Anggaran adalah penghitungan besaran kebutuhan anggaran untuk menghasilkan sebuah Keluaran dengan mempertimbangkan satuan biaya yang paling ekonomis dan spesifikasi yang memadai pada tahap perencanaan.

    24.

    Kesesuaian adalah keterkaitan atau relevansi antara objek dengan instrumen yang digunakan.

    25.

    Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA-K/L per unit eselon I dan program dalam suatu Kementerian/Lembaga yang ditetapkan berdasarkan hasil penelaahan.

    26.

    Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA.

    27.

    DIPA Induk adalah akumulasi dari DIPA per satuan kerja yang disusun oleh PA menurut unit eselon I Kementerian/Lembaga yang memiliki alokasi anggaran (portofolio).

    28.

    DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi Kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja.

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    BMN BMN | PELAPORAN ASET | PERTAMBANGAN BATUBARA
    233/PMK.05/2016

    Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara yang Berasal Dari Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. ...

    • Ditetapkan: 30 Des 2016
    • Diundangkan: 30 Des 2016

    Relevan terhadap

    Pasal 16Tutup
    (1)

    Kebijakan akuntansi penyusutan Barang Milik Negara PKP2B diatur sebagai berikut:

    a.

    penyusutan Barang Milik Negara PKP2B yang masih berada dalam penguasaan Kontraktor mengacu pada Modul Penyusutan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Tabel Masa Manfaat sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

    b.

    penyusutan Barang Milik Negara PKP2B yang telah diserahkan kepada Pemerintah mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penyusutan BMN;

    c.

    barang yang termasuk dalam kategori barang persediaan, yaitu barang sekali pakai habis atau tidak dapat diperbaiki atau biaya yang dikeluarkan tidak efektif jika dilakukan perbaikan pada barang tersebut, antara lain barang konsumsi, suku cadang, dan bahan untuk pemeliharaan, tidak dilakukan penyusutan; dan

    d.

    nilai penyusutan disajikan sebagai beban penyusutan pada Laporan Operasional.

    (2)

    Tabel Masa Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan pemutakhiran.

    (3)

    Pemutakhiran Tabel Masa Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara.

    Thumbnail
    STATUTA | INSTITUT PERTANIAN BOGOR
    PP 66 TAHUN 2013

    Statuta Institut Pertanian Bogor.

    • Ditetapkan: 14 Okt 2013
    • Diundangkan: 14 Okt 2013

    Relevan terhadap

    Pasal 43Tutup
    (1)

    MWA memiliki wewenang:

    a.

    menetapkan kebijakan umum dan rencana jangka panjang 25 (dua puluh lima) tahun yang diusulkan oleh Rektor dan SA;

    b.

    menetapkan rencana strategis 5 (lima) tahun serta rencana kerja dan anggaran tahunan IPB yang diusulkan oleh Rektor;

    c.

    melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan bidang nonakademik IPB;

    d.

    memperhatikan aspirasi internal IPB antara lain dari Dosen, Mahasiswa, dan Tenaga Kependidikan, serta aspirasi pihak eksternal antara lain dari Masyarakat dan pemerintah daerah dalam rangka pengembangan IPB;

    e.

    memelihara dan meningkatkan kesehatan keuangan IPB;

    f.

    memberikan persetujuan atau ratifikasi terhadap perjanjian yang menyangkut pemanfaatan aset strategis IPB yang dibuat oleh Rektor dengan pihak lain;

    g.

    bersama organ IPB lainnya, menyusun, dan memberikan laporan tahunan kepada Menteri dan pihak lain yang berkepentingan;

    h.

    memberikan masukan dan pendapat tentang pengelolaan IPB kepada Menteri;

    i.

    memberi keputusan akhir atas permasalahan IPB yang tidak dapat diselesaikan oleh organ lain sesuai dengan kewenangan masing-masing;

    j.

    bersama SA, Rektor, dan DGB, menyusun dan menyetujui rancangan perubahan statuta untuk diusulkan kepada Pemerintah melalui Menteri;

    k.

    mengesahkan pengangkatan dan pemberhentian pimpinan dan anggota SA, serta pimpinan DGB;

    l.

    menetapkan tata cara pemilihan Rektor berdasarkan usulan SA; dan

    m.

    mengangkat dan memberhentikan Rektor dan wakil Rektor.

    (2)

    Dalam hal penyelesaian permasalahan IPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i tidak dapat diselesaikan oleh MWA, maka penyelesaian dilakukan oleh Menteri.

    (3)

    Dalam melaksanakan tugasnya, MWA dapat membentuk komisi dan/atau panitia ad hoc.

    Thumbnail
    STANDAR BIAYA KELUARAN | TAHUN ANGGARAN 2016
    115/PMK.02/2015

    Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2016.

    • Ditetapkan: 19 Jun 2015
    • Diundangkan: 19 Jun 2015
    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    PELAPORAN | IURAN PENSIUN
    243/PMK.02/2016

    Pelaporan Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara.

    • Ditetapkan: 30 Des 2016
    • Diundangkan: 30 Des 2016

    Relevan terhadap

    Pasal 7Tutup
    (1)

    Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (KPA BUN) dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tanggal tutup buku tahun yang bersangkutan.

    (2)

    Laporan semesteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan tembusannya clisampaikan kepacla Direktur Jencleral Perbenclaharaan selaku Kuasa Pengguna Anggaran Benclahara Umum Negara (KPA BUN), paling lambat 2 (clua) bulan setelah tanggal tutup buku semester yang bersangkutan.

    (3)

    Laporan bulanan sebagaimana climaksucl clalam Pasal 4 ayat (2) huruf c clisampaikan kepacla Menteri Keuangan c.q. Direktur Jencleral Anggaran clan tembusannya clisampaikan kepacla Direktur Jencleral . Perbenclaharaan selaku Kuasa Pengguna Anggaran Benclahara Umum Negara (KPA BUN), paling lambat tanggal 1 5 bulan berikutnya clari tanggal tutup buku bulan yang bersangkutan.

    Thumbnail
    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | PUTUSAN PENGADILAN
    15/PUU-XIV/2016

    Pengujuan UU no. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara terhadap UUD Negara RI 1945

      Relevan terhadap

      Halaman 25Tutup
      1. Sebagai perwujudan dari Visi dan Misi, PT TASPEN (PERSERO) telah dan selalu berkomitmen untuk memberikan pelayanan kepada peserta yang semakin baik serta melebihi harapan peserta (Delighted Customer Services). Sejalan dengan hal tersebut PT TASPEN (PERSERO) telah dan selalu menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) untuk proses bisnis inti (core business) yaitu pelayanan klaim maksimal 1 jam dengan dukungan data yang akurat. Pola pelayanan melebihi harapan peserta (Delighted Customer Services) dalam pelaksanaannya tetap __ mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) serta memperhatikan prinsip-prinsip: Tepat Orang, Tepat Jumlah, Tepat Waktu, Tepat Tempat dan Tepat Administrasi (5T) dan nilai-nilai TASPEN yaitu Integritas, Profesional, Inovatif, Kompetitif dan Tumbuh, sehingga pelayanan yang diberikan senantiasa akuntabel, transparan, dan informatif. 4. Bahwa mekanisme pembayaran dan skema pendanaan pensiun seluruhnya dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu PT TASPEN (PERSERO) dalam melakukan pembayaran pensiun kepada para penerima pensiun termasuk pembayaran pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS), mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2015, Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-19/PB/2015 dan Peraturan Direksi Nomor PD-12/DIR/2012. Berkaitan dengan hal tersebut PT TASPEN (PERSERO) dalam melakukan realisasi pembayaran pensiun pertama selama 60 (enam puluh) bulan terhitung mulai tanggal 1 Maret 2008 s.d. 3 Juli 2015 dan pensiun ke-13 kepada PEMOHON melalui transfer Bank, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan yang ditetapkan pemerintah. 5. Persyaratan, jumlah, dan tata cara pembayaran Tabungan Hari Tua (THT) diatur sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.06/2002 sebagaimana Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
      Halaman 26Tutup

      telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 500/KMK.06/2004 dan Peraturan Direksi Nomor PD-12/DIR/2012. Ketentuan tersebut juga menegaskan bahwa skema pendanaan THT tersebut sepenuhnya dibiayai dari dana PT TASPEN (PERSERO). Berkaitan dengan hal tersebut PT TASPEN (PERSERO) dalam melakukan realisasi pembayaran Tabungan Hari Tua (THT) kepada PEMOHON, dengan memperhitungkan masa iuran yaitu mulai sejak diangkat sebagai calon PNS 01 Maret 1976 sampai dengan 29 Februari 2008 diberhentikan sebagai PNS serta penghasilan terakhir yaitu gaji pokok ditambah dengan tunjangan istri/suami dan tunjangan anak yang pembayarannya melalui transfer Bank, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan yang ditetapkan pemerintah. 6. Bahwa dengan demikian PT TASPEN (PERSERO) dalam melakukan realisasi pembayaran pensiun pertama, pensiun ke-13 dan THT kepada PEMOHON sebagaimana yang telah diuraikan tersebut di atas telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mendasarkan pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) , yaitu Transparansi (Transparency) , Akuntabilitas ( Accountability) , Pertanggungjawaban (Responsibility) , Kemandirian (Independency) , Kewajaran (Fairness). [2.6] Menimbang bahwa Pemohon, Presiden, dan Pihak Terkait PT Taspen (Persero) menyerahkan kesimpulan tertulis yang diterima Kepaniteraan Mahkamah masing-masing pada tanggal 22 April 2016 dan 27 April 2016 yang pada pokoknya para pihak tetap pada pendiriannya masing-masing; [2.7] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam Berita Acara Persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini; 3. PERTIMBANGAN HUKUM Kewenangan Mahkamah [3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

      Halaman 9Tutup

      (lima) tahun. Potensi ASN/PNS yang akan dirugikan hak konstitusionalnya akan terjadi dan semakin bertambah karena keterlambatan penerbitan SKPP. Dengan terlambatnya SKPP terbit menyebabkan SKPP terlambat sampai kepada PT Taspen, dan hal ini dapat menimbulkan kedaluwarsa mengakibatkan PT Taspen tidak membayarkan seluruhnya jaminan pensiun dan jaminan hari tua ASN/PNS dan hanya membayarkan rapel 5 (lima) tahun saja karena sudah dibatasi Pasal 40 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara. Bahwa ASN/PNS tidak dapat berbuat apapun karena ASN/PNS tidak mempunyai kewenangan sebagai subjek hukum karena ASN/PNS sesungguhnya adalah objek hukum. Dengan berlakunya Pasal 40 ayat (1) ASN/PNS menjadi terhukum tidak mendapatkan perlindungan hukum dengan semestinya sesuai dengan Pasal 21 ayat (d) Pasal 91 ayat (3) UU ASN. e. Bahwa Pasal 40 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara, memberlakukan ASN/PNS sebagai subjek hukum, dan dapat mewakili diri sendiri melakukan perbuatan hukum dalam hal ini mempunyai hak tagih. Hal ini sangat bertentangan dengan hakikat ASN/PNS yang tidak mempunyai kewenangan apapun dalam proses pemberhentian dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun, penerbitan SKPP, dan pembayaran uang pensiun. Bahwa ASN/PNS hanya patuh terhadap kebijakan dari pimpinan lembaga dan instansi eksternal (Menteri Keuangan). Bahwa ASN/PNS mengalami kerugian konstitutional hanya dapat bertanya dalam hati saja. Bahwa UU Perbendaharaan Negara tidak memberikan ruang sebagai jalan keluar, di pihak lain UU ASN tidak mengamanatkan adanya hak tagih ASN/PNS, atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat (d) perlindungan dan Pasal 91 ayat (3) jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai jaminan perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS. Bahwa berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 91 UU 5/2014, Pasal 40 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara bertentangan dengan UUD 1945. f. Bahwa dengan dikabulkannya permohonan ini dapat dipastikan bahwa kerugian konstitusional ASN/PNS tidak lagi terjadi. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

      Thumbnail
      Tidak Berlaku
      BENDAHARA UMUM NEGARA | PELAKSANAAN ANGGARAN
      204/PMK.09/2015

      Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

      • Ditetapkan: 13 Nov 2015
      • Diundangkan: 17 Nov 2015

      Relevan terhadap

      Pasal 3Tutup
      (1)

      Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran atas BA BUN berwenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN.

      (2)

      Kewenangan melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

      (3)

      Dalam melaksanakan kewenangan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melaksanakan tugas sebagai berikut:

      a.

      menetapkan kebijakan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN;

      b.

      melaksanakan evaluasi terhadap rencana pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN yang disusun oleh Inspektorat Jenderal;

      c.

      menyampaikan pemberitahuan kepada pemimpin Inspektorat Jenderal dan/atau menteri/pimpinan lembaga yang belum menyampaikan rencana pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN;

      d.

      melakukan kompilasi dan evaluasi terhadap hasil pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN yang disampaikan oleh Inspektorat Jenderal;

      e.

      melaporkan hasil pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN kepada Menteri Keuangan;

      f.

      melakukan pemantauan dan evaluasi atas tindak lanjut hasil pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN; dan

      g.

      memberikan asistensi dan konsultasi kepada Inspektorat Jenderal dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran BA BUN.

      • 1
      • ...
      • 87
      • 88
      • 89
      • ...
      • 122