Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ...
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK KEBUTUHAN MENDESAK YANG BERLAKU PADA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1), ayat (2) huruf b, dan ayat (5) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, dalam hal tertentu tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pelayanan karena kebutuhan mendesak dapat diatur dengan Peraturan Menteri;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuang ...
Relevan terhadap 71 lainnya
Kemen PPN/Bappenas 1. 2. 3. Melakukan evaluasi kebijakan dalam APBN tahun sebelumnya dan tahun berjalan; Melakukan monev dan spending review atas RKA-KL dan DIPA tahun lalu dan tahun berjalan. Menyusun Resource Envelope hasil sinergi lintas Eselon 1. Mengevaluasi pelaksanaan Program dan Kegiatan tahun sebelumnya dan tahun berjalan.
3 . pemutakhiran Prakiraan Maju yang ketiga dilakukan pada saat penyampaian RKA-K/L APBN Perubahan, merupakan pemutakhiran besaran Prakiraan Maju yang sudah disusun pada saat penyampaian Alokasi Anggaran disesuaikan dengan asumsi dasar ekonomi makro terkini ditambah kebijakan baru yang muncul pada saat pembahasan RUU APBN Perubahan dengan DPR. Selain itu, pemutakhiran Prakiraan Maju juga harus disesuaikan dengan realisasi Kinerja tahun sebelumnya, yang keluar pada bulan Januari- Februari tahun berikutnya.
bahwa untuk meningkatkan efektivitas, menyederhanakan proses bisnis, dan menyempurnakan kebijakan terkait pengelolaan anggaran, perlu melakukan penyesuaian beberapa ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan;
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Paja ...
Relevan terhadap
bahwa guna mewujudkan aspek keadilan di masyarakat perlu diterbitkan kebijakan dalam penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai;
bahwa dalam rangka menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai guna mewujudkan aspek keadilan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tertentu perlu menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 8A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean;
Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a, Bappebti tetap melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Iftipto serta Derivatif keuangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor perdagangan berjangka komoditi sampai dengan waktu bera.lihnya tugas pengaturan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. b. Bappebti dapat melakukan tindakan:
memberikan dan memperpanjang perizir: an ^produk, pihak, dan kegiatan terkait dengan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan yang berada di bawah pengaturan dan pengawasannya; dan
mengeluarkan regulasi yang terkait dengan kebijakan strategis terkait dengan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan ^yang c berada di bawah pengawasannya, sampai dengan waktu beralihnya tugas ^penga.turan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, setel,ah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Bank Indonesia. c Perizinan, persetujuan, produk atau instrumen serta keputusan dan/atau ^penetapan lainnya yang terkait dengan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan yang telah diterbitkan Bappebti berdasarkan ketentuan ^peraturan undangan di sektor berjangka komoditi sebelum beralihnya tugas pengaturan dan ^pengawasan, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan ^peraturan ^perundang-undangan. dan/atau d.
Penyelesaian perselisihan dan penyidikan atas perkara Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan yang sedang dilaksanakan Bappebti sebelum waktu beralihnya tugas pengaturan dan pengawasan dimaksud dalam Pasal 3, tetap diselesaikan Bappebti. Pasal 8 (l) Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, untuk melaksanakan peralihan tugas pengaturan dan pengawas.rn Aset Keuangan Digital termasuk Aset Iftipto serta Derivatif keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Bappebti membentuk tim transisi. (21 Tim transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (t) bertugas:
melakukan identifikasi dan penyampaian dats dan/atau informasi paling sedikit mengenai transaksi dan mekanisme transaksi, pelaku, kegiatan, dan sarana dan prasarana infrastruktur pasar atau infrastruktur transaksi atau pasar atau infrastruktur pendukung dalam pelaksanaan transaksi Aset Keuangan Digital termasuk Aset Ikipto serta Derivatif keuangan yang akan dialihkan;
melakukan pemetaan dan reviu perizinan dan regulasi terkait Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan;
melakukan evaluasi terhadap kesiapan dan pelaku usaha di bidang Aset Keuangan Digital termasuk Aset Iftipto serta Derivatif keuangan; d, menyiapkan sumber daya untuk menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Iftipto serta Derivatif keuangan; dan
Tim transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diketuai oleh Otoritas Jasa Keuangan. (4) Struktur dan keanggotaan tim transisi ditetapkan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Bappebti. (5) Tim transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini sampai dengan waktu beralihnya tugas dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Pasal 9 (U Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sampai dengan beralihnya tugas pengaturan dan pengawasan Aset Keuangan Drytal termasuk Aset Iftipto serta Derivatif keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, untuk kepentinga.n pengaturan, perizinan, dan pengawasan, Bappebti menyerahkan salinan dokumen dan/atau data terkait Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto serta Derivatif keuangan yang telah diperoleh dan/atau dimiliki Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Indonesia sesuai dengan kewenangannya. (21 Penyerahan salinan dokumen dan/atau data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk berita acara serah terima antara Bappebti dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Aset Eks Kepabeanan dan CUkai ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Negara yang berasal dari aset eks kepabeanan dan cukai yang selanjutnya disebut BMN Kepabeanan dan Cukai adalah barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai ditetapkan sebagai barang yang menjadi milik negara.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.
Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah.
Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN Kepabeanan dan Cukai dari daftar buku catatan pabean karena sebab-sebab lain.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan BMN Kepabeanan dan Cukai dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah/Desa atau dari Pemerintah Pusat kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian.
Penetapan Status Penggunaan adalah keputusan Pengelola Barang atas BMN Kepabeanan dan Cukai kepada Pengguna Barang untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Penilaian adalah suatu proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian pada suatu saat tertentu.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal penilaian.
Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pembukuan adalah kegiatan pencatatan dokumen pengelolaan BMN Kepabeanan dan Cukai ke dalam database BMN Kepabeanan dan Cukai.
Rekonsiliasi Data adalah proses pencocokan data BMN Kepabeanan dan Cukai dan/atau pengelolaan BMN Kepabeanan dan Cukai antara DJKN dan DJBC terhadap sumber data yang sama.
Pelaporan adalah penyampaian data dan informasi yang dilakukan oleh satuan kerja yang melakukan Penatausahaan BMN Kepabeanan dan Cukai.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Menteri Keuangan adalah Pengelola Barang atas BMN Kepabeanan dan Cukai.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I di Lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah unit eselon I di Lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kepabenanan dan cukai.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang kepabeanan dan cukai.
Direktorat Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKKN adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang memiliki tugas dan fungsi di bidang perumusan kebijakan BMN Kepabeanan dan Cukai.
Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara yang yang selanjutnya disebut Direktorat PKN adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang memiliki tugas melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis BMN Kepabeanan dan Cukai.
Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara yang yang selanjutnya disebut Direktur PKN adalah pejabat eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang memiliki tugas melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis BMN Kepabeanan dan Cukai.
Direktorat Teknis Kepabeanan adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang teknis kepabeanan.
Direktorat Penindakan dan Penyidikan adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang penindakan dan penyidikan kepabeanan dan cukai.
Direktur Penindakan dan Penyidikan adalah Pejabat eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang penindakan dan penyidikan kepabeanan dan cukai.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah DJKN adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah DJBC adalah Instansi Vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai adalah Instansi Vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disebut KPKNL adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJKN.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai adalah Instansi Vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah DJBC.
Pelaksanaan Anggaran dalam rangka Penyelesaian Pekerjaan pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang Tidak Terselesaikan sampai dengan Akhir Tahu ...
Relevan terhadap
Kementerian negara/lembaga melaksanakan penatausahaan, akuntansi dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran 2022 sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai kebijakan akuntansi pemerintah pusat.
Penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran diungkapkan secara memadai dalam catatan atas laporan keuangan.
bahwa untuk mendukung optimalisasi dan efisiensi pelaksanaan anggaran atas penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran 2022 yang disebabkan oleh adanya pandemi Corona Virus Disease 2019 serta memperhatikan kebijakan anggaran pada tahun anggaran 2023, perlu mengatur secara khusus ketentuan mengenai pelaksanaan anggaran untuk penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran 2022 dan akan dilanjutkan ke tahun anggaran 2023;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Anggaran dalam rangka Penyelesaian Pekerjaan pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang Tidak Terselesaikan sampai dengan Akhir Tahun Anggaran 2022 dan akan Dilanjutkan pada Tahun Anggaran 2023;
Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran dan Perlindungan Pelapor di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Perlindungan Pelapor wajib dilakukan oleh Pimpinan Kementerian Keuangan dan Pengelola.
Perlindungan Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa jaminan kerahasiaan identitas dan materi Pelaporan Pelanggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Pelapor berasal dari masyarakat, Pimpinan Kementerian Keuangan dan Pengelola wajib menjamin Pelaporan Pelanggaran dimaksud tidak mempengaruhi layanan yang diberikan oleh Kementerian Keuangan kepada masyarakat.
Pimpinan Kementerian Keuangan memberikan pemahaman mengenai Perlindungan Pelapor kepada seluruh Pegawai di lingkungannya.
Pimpinan Kementerian Keuangan dilarang menerbitkan kebijakan kepegawaian dan/atau kebijakan lain yang merupakan bentuk Tindakan Balasan kepada Pelapor.
Saluran Pelaporan meliputi:
Aplikasi WISE;
surat;
surat elektronik ( e-mail );
layanan pesan singkat elektronik;
telepon;
faksimile; dan/atau
kotak Pelaporan Pelanggaran.
Saluran Pelaporan selain Aplikasi WISE disediakan oleh Pengelola.
Setiap Pelaporan Pelanggaran yang diterima dari Saluran Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan selain melalui Saluran Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditindaklanjuti dan didokumentasikan di Aplikasi WISE oleh Pengelola.
Tata kelola Aplikasi WISE dilaksanakan sesuai dengan kebijakan tata kelola teknologi informasi dan komunikasi di Kementerian Keuangan.
Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol ...
Relevan terhadap
bahwa ketentuan mengenai tarif cukai etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan konsentrat yang mengandung etil alkohol telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2018 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol;
bahwa sesuai hasil evaluasi terhadap kebijakan cukai etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan konsentrat yang mengandung etil alkohol, serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi perekonomian dan industri saat ini, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2018 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (5) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol;
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas K ...
Relevan terhadap 10 lainnya
Pembayaran Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (4) serta Asersi Manajemen KPA BUN Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19A ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan.
Besaran Dana Kompensasi dalam 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk menyusun kebijakan Dana Kompensasi.
Kebijakan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam surat Menteri Keuangan kepada Badan Usaha.
Berdasarkan Kebijakan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemerintah melakukan pencatatan Dana Kompensasi dalam laporan keuangan audited.
(6a) Dalam hal Kebijakan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum ditetapkan sampai dengan batas waktu penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (audited), pencatatan Dana Kompensasi oleh Pemerintah dalam laporan keuangan (audited) didasarkan atas laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam hal laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diterima sampai dengan batas waktu penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (audited), Menteri Keuangan menggunakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3).
Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Berdasarkan Asersi Manajemen KPA BUN Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19A ayat (1), Pemerintah melakukan pencatatan Dana Kompensasi dalam laporan keuangan unaudited.
Berdasarkan Asersi Manajemen KPA BUN Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19A ayat (1) huruf a, Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk menyusun kebijakan Dana Kompensasi yang salah satunya berisi besaran Dana Kompensasi dalam tahun anggaran sebelumnya.
Kebijakan Dana Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam surat Menteri Keuangan kepada Badan Usaha.
Berdasarkan surat Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah melakukan koreksi/pemutakhiran pencatatan Dana Kompensasi dalam laporan keuangan unaudited.
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) terdapat kelebihan penerimaan Badan Usaha akibat selisih antara harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar (gas oil) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan berdasarkan perhitungan formula dan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu minyak solar (gas oil) dan/atau jenis bahan bakar minyak khusus penugasan tidak berdasarkan perhitungan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha setelah berkoordinasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Penetapan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat Menteri Keuangan kepada Badan Usaha.
Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan Usaha menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian pajak pertambahan nilai dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor kepada KPA BUN Dana Kompensasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah surat Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Badan Usaha.
Surat pemberitahuan pelaksanaan penyelesaian pajak pertambahan nilai dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kebijakan penyelesaian atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
pengurangan pembayaran utang Dana Kompensasi BBM; dan/atau
penyetoran kelebihan penerimaan dari harga dasar oleh Badan Usaha ke Kas Negara.
Kebijakan penyelesaian pajak pertambahan nilai atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
pengurangan pembayaran utang pajak pertambahan nilai Dana Kompensasi BBM; dan/atau
pemindahbukuan dari rekening penerimaan pajak ke rekening Kas Negara.
Dalam hal Menteri Keuangan menetapkan kebijakan atas kelebihan penerimaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, maka Badan Usaha melakukan penyetoran atas kelebihan penerimaan dari harga dasar paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah surat Menteri Keuangan diterima oleh Badan Usaha pada akun Penerimaan Kembali Belanja Lain-lain Tahun Anggaran yang Lalu (Kode Akun 425918).
Kelebihan penerimaan Badan Usaha tahun-tahun sebelumnya akan diselesaikan pembayarannya dengan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
Tata Cara Penggunaan Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Pengajuan permohonan dan penerbitan penetapan atau persetujuan Penggunaan BMN dapat dilakukan secara elektronik, dengan ketentuan sebagai berikut:
dokumen pendukung dalam proses permohonan Penggunaan BMN dapat berbentuk arsip digital, yang disertai surat keterangan dari pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan kebenaran arsip digital tersebut; dan
penetapan atau persetujuan Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 56 ayat (1) dapat dilakukan melalui media elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengajuan permohonan dan penerbitan penetapan atau persetujuan Penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada:
Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman pengelolaan BMN dengan menggunakan sistem informasi atau aplikasi di bidang pengelolaan BMN; dan
kebijakan di bidang pengelolaan BMN.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN.
Pengguna Barang Eminen adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN yang digunakan secara bersama, yang melakukan penatausahaan BMN yang digunakan bersama.
Pengguna Barang Kolaborator adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan bersama BMN berdasarkan persetujuan Pengelola Barang, yang tidak melakukan penatausahaan BMN yang digunakan bersama.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Daftar Barang adalah daftar yang memuat data BMN. 13. Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang Milik Negara.
Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang berwenang:
menetapkan kebijakan Penggunaan BMN;
memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Penggunaan BMN berupa:
penetapan status Penggunaan BMN;
penetapan status Penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain atau perpanjangan jangka waktu penetapan status Penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain;
Penggunaan sementara BMN atau perpanjangan jangka waktu Penggunaan sementara BMN;
penetapan status, pengalihan status, atau penghentian status Penggunaan bersama BMN; dan
pengalihan status Penggunaan BMN;
menetapkan tarif atas BMN yang dioperasikan oleh Pihak Lain;
memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan skema penetapan status Penggunaan BMN yang dioperasikan oleh Pihak Lain menjadi pemanfaatan BMN;
memberikan pertimbangan atas rencana Pengguna Barang untuk melakukan pengakhiran pengoperasian BMN oleh pemerintah negara lain atau organisasi internasional;
memberikan alternatif bentuk lain Penggunaan BMN atas permohonan Penggunaan BMN yang diajukan oleh Pengguna Barang;
menandatangani perjanjian Penggunaan BMN yang berada pada Pengelola Barang;
melakukan penelitian, meminta keterangan atau data tambahan, serta meminta konfirmasi dan klarifikasi atas permohonan Penggunaan BMN;
melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas Penggunaan BMN yang berada pada Pengelola Barang;
melakukan penatausahaan BMN atas Penggunaan BMN yang berada pada Pengelola Barang;
menerima kembali BMN pada Pengelola Barang yang menjadi objek Penggunaan BMN setelah berakhirnya jangka waktu Penggunaan BMN atau waktu lain sesuai perjanjian Penggunaan BMN; dan
menetapkan sanksi administratif yang timbul dalam Penggunaan BMN yang berada pada Pengelola Barang.
Penetapan status Penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 meliputi:
BMN berupa tanah dan/atau bangunan;
BMN selain tanah dan/atau bangunan:
yang memiliki bukti kepemilikan, termasuk sepeda motor, mobil, kapal, dan pesawat terbang;
yang tidak memiliki bukti kepemilikan dengan nilai perolehan paling sedikit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/satuan; dan
BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dilakukan pemindahtanganan berupa penyertaan modal pemerintah pusat, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang- undangan.
Pemberian persetujuan Penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 3 meliputi:
BMN berupa tanah dan/atau bangunan; dan
BMN selain tanah dan/atau bangunan:
yang memiliki bukti kepemilikan, termasuk sepeda motor, mobil, kapal, dan pesawat terbang;
yang tidak memiliki bukti kepemilikan dengan nilai perolehan paling sedikit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/satuan.
Pelaksanaan kewenangan oleh Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; dan
pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat.
Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dapat dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal.
Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan dalam bentuk mandat kepada pejabat struktural di lingkungan Kementerian Keuangan.