Pengesahan Persetujuan Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
Kejaksaan Republik Indonesia
Relevan terhadap
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi terkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden;
menyampingkan perkara demi kepentingan umum;
mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;
mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
menyampaikan pertimbangan kepada Presiden mengenai permohonan grasi dalam hal pidana mati;
mencegah atau melarang orang-orang tertentu untuk masuk ke dalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana.
Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang a. melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan, c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusanlepas bersyarat;
melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
pengamanan kebijakan penegakan hukum;
pengamanan peredaran barang cetakan;
pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan 14 masyarakat dan negara;
pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 1991 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO 18 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1991 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Pembangunan hukum nasional adalah bagian yang tak terpisahkan dari upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka pembangunan hukum, upaya pembaharuan hukum dan pemantapan kedudukan serta peranan badan-badan penegak hukum secara terarah dan terpadu dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu berbagai peraturan perundang-undangan dan perangkat hukum yang dipandang sudah tidak sesuai lagi, baik dengan kebutuhan pembangunan dan kesadaran hukum serta dinamika yang berkembang dalam masyarakat maupun dengan prinsip negara berdasarkan atas hukum, perlu ditinjau dan diperbaharui. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi yang mengatur dan menetapkan kedudukan, tugas, dan wewenang kejaksaan dalam kerangka sebagai alat revolusi dan menempatkan kejaksaan dalam struktur organisasi departemen sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketata-negaraan yang berlaku. 19 Demikian juga sejumlah tugas dan wewenang kejaksaan di bidang pidana mengalami perubahan yang mendasar dalam kaitan dengan sistem peradilan pidana terpadu sebagaiman diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi yang semangat dan materi muatannya tidak lagi mencerminkan kenyataan yang ada dan sudah tidak memenuhi kebutuhan pembangunan perlu diperbaharui. Pembaharuan Undang-undang Kejaksaan Republik Indonesia diarahkan dan dimaksudkan untuk memantapkan kedudukan dan peranan kejaksaan agar lebih mampu dan berwibawa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila, sebagai negara yang sedang membangun. Oleh karena itu kejaksaan wajib mengamankan dan mempertahankan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia terhadap usaha-usaha yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebernaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi dan prasarana yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan 20 pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan rakyat melalui penegakan hukum. Dalam rangka memantapkan kedudukan dan peranan kejaksaan sesuai dengan sistem pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, maka Undang-undang ini menegaskan bahwa kedudukan kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan di lingkungan peradilan umum. Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bertindak demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan senantiasa menjunjung tinggi prinsip bahwa setiap orang bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda. Guna memungkinkan terlaksananya tugas dan wewenang kejaksaan dengan lebih baik dan untuk lebih mengembangkan profesionalisme jaksa, maka jaksa ditetapkan sebagai pejabat fungsional. Dengan adanya jabatan fungsional memungkinkan jaksa berdasarkan prestasinya mencapai pangkat puncak. Disamping memantapkan kedudukan, organisasi, jabatan, tugas dan wewenang kejaksaan, Undang-undang ini menetapkan pula :
Kewenangan kejaksaan untuk melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan, dengan 21 pembatasan-pembatasan tertentu. Pemeriksana tambahan dilakukan untuk memperoleh kepastian penyelesaian perkara dalam rangka pelaksanaan asas peradilan cepat, sederhana, dan dengan biaya ringan serta menjamin kepastian hukum, hak-hak asasi pencari keadilan, baik tersangka, terdakwa, saksi korban, maupun kepentingan umum.
Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak untuk dan atas nama negara atau pemerintah di dalam atau di luar pengadilan. Sebagai negara hukum yang menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat akan banyak ditemukan keterlibatan dan kepentingan hukum dari negara atau pemerintah di bidang perdata dan tata usaha negara, baik dalam kedudukan sebagai tergugat maupun penggugat atau sebagai pihak yang mempunyai kepentingan hukum di luar pengadilan yang dapat diwakilkan kepada kejaksaan.
Di bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan seperti upaya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan pengamanan kebijakan penegakan hukum. Upaya peningkatan kesadaran hukum masyarakat dilakukan antara lain dengan penyuluhan dan penerangan hukum. Sedangkan pengamanan kebijakan penegakan hukum dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan preventif dan represif melalui dukungan intelijen yustisial kejaksaan.
Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Undang-undang ini mengatur pula tugas dan wewenang Jaksa Agung menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas wewenang kejaksaan, menyampingkan perkara demi kepentingan umum, dan wewenang 22 yang berkaitan dengan pemberian pertimbangan teknis hukum dalam penyelesaian kasasi, grasi, dan pencegahan atau larangan terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke dalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana. Selain itu karena jabatannya, Jaksa Agung berwenang mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi terkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden, dengan memperhatikan asas hukum yang berlaku. II. PASAL DEMI PASAL
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Relevan terhadap
Pada prinsipnya pajak terhutang pada saat timbulnya obyek pajak yang dapat dikenakan, pajak.Saat terhutangnya pajak tersebut adalah :
Pada Suatu Saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
Pada Akhir Masa, untuk Pajak Penghasilan karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh pengusaha atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan. Jumlah pajak terhutang yang telah dipotong, dipungut, ataupun yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke Kas Negara atau tempat lain yang telah ditentukan. Berdasarkan undang-undang ini Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas keseluruhan SPT Wajib Pajak. Penerbitan sesuatu Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Ayat (1) Ketentuan ayat ini memberi wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, yang pada hakekatnya hanya terhadap kasus-kasus tertentu seperti tersebut dalam ayat ini, atau tegasnya hanya terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan kewajiban material. Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut, dibatasi sampai dengan kurun waktu lima tahun saja. Menurut ketentuan ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak baru diterbitkan bilamana Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Diketahuinya bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak, adalah karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak kurang membayar dari jumlah yang seharusnya terhutang. Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan sifat pemeriksaan buku lengkap atau melalui penelitian administrasi perpajakan. Surat Ketetapan Pajak dapat juga ditebitkan dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data mana dapat dipastikan (bukan dugaan), bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajaknya sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenaran data itu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan. SPT yang tidak disampaikan pada waktunya, walaupun telah ditegor secara tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran itu, menurut ketentuan ayat (1) huruf b membawa akibat, bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak secara jabatan. Terhadap ketetapan seperti ini dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam ayat (3) Tegoran itu antara lain dimaksudkan pula untuk memberi kesempatan kepada Wajib Pajak yang beritikad baik, untuk menyampaikan alasan atau sebab-sebab tidak dapatnya SPT disampaikan apabila karena terjadinya sesuatu hal di luar kemampuan (force mayeur). Dalam hal SPT disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran dan pajak yang terhutang dilunasi sebagaimana mestinya, Surat Ketetapan Pajak tidak akan diterbitkan dengan anggapan bahwa SPT tersebut telah diisi dengan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja melakukan pelanggaran dalam kewajiban perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, berupa pelaksanaan kompensasi selisih lebih pembayaran pajak, tarif O% (nol persen)yang semestinya bukan O% (nol persen), pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak perlu terjadi seperti tersebut dalam ayat (1) huruf c, dikenakan sanksi administrasi dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak ditambah kenaikan sebesar lOO% (seratus persen). Bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan menurut ketentuan Pasal 28 Undang-undang ini atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan menurut Pasal 29 ayat (2), sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat mengetahui keadaan usaha Wajib Pajak yang sebenarnya dan berakibat tidak dapat dihitung jumlah pajak yang seharusnya terhutang, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dengan penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan pajak yang didasarkan pada data yang tidak hanya diperoleh Wajib Pajak saja.Sebagai konsekwensinya beban pembuktian atas uraian perhitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak, diletakkan pada Wajib Pajak. Sebagai contoh diberikan antara lain :
pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4)tidak lengkap, sehingga penghitungan rugi laba atau peredaran tidak jelas;
dokumen-dokumen pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji;
dari rangkaian penelitian dan fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen atau barang bukti lain di suatu tempat tertentu, sehingga dari sikap demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan itikad baiknya untuk membantu kelancaran jalannya pemeriksaan. Ayat (2) Ayat ini mengatur sanksi administrasi perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak, karena melanggar kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a. Sanksi administrasi perpajakan dalam ayat ini berupa sanksi bunga yang dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak. Contoh : Seorang Wajib Pajak Penghasilan yang mempunyai tahun buku sama dengan tahun takwim memasukkan SPT Tahunan untuk tahun 1984 tepat pada waktunya yang disertai dengan setoran akhir. Pada bulan April 1987 dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak yang menunjukkan kekurangan pajak yang terhutang sebesar Rp 1.000.000,-(satu juta rupiah). Berdasarkan ketentuan ayat ini maka atas kekurangan tersebut dikenakan bunga 2%(dua persen) sebulan. Walaupun Surat Ketetapan Pajak tersebut diterbitkan lebih dari dua tahun sejak berakhirnya Tahun Pajak, bunga dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa dua tahun dengan perhitungan sebagai berikut : - Kekurangan pajak yang terhutang ... = Rp. 1.000.000,- - Bunga 2 tahun = 2% x 2 x 12 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 480.000,- Masih harus dibayar = Rp. 1.480.000,- Seandainya Surat Ketetapan Pajak tersebut diterbitkan bulan Mei 1986 maka perhitungannya adalah sebagai berikut: - Kekurangan pajak yang terhutang = Rp. 1.000.000,- - Bunga 17 bulan = 2% x 17 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 340.000,- Masih harus dibayar= Rp. 1.340.000,- Ayat (3) Ayat ini mengatur sanksi administrasi dari suatu Ketetapan Pajak, karena melanggar kewajiban perpajakan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d. Sanksi administrasi demikian berupa "kenaikan", yaitu suatu jumlah proporsional yang harus ditambahkan pada jumlah pajak yang harus ditagih. Besarnya sanksi administrasi berupa kenaikan berbeda-beda menurut jenis pajaknya yaitu untuk jenis Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sanksi kenaikan sebesar 50%(lima puluh persen), untuk jenis Pajak Penghasilan yang dipotong oleh orang/badan lain sanksi kenaikan sebesar 100% (seratus persen), sedangkan untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sanksi kenaikan sebesar 100%(seratus persen). Ayat (4) Yang dimaksud dengan pajak yang "dikreditkan" ialah jumlah pengurangan pajak yang terdiri dari:
pajak yang dipotong oleh pihak ketiga;
pajak yang dipungut oleh pihak ketiga;
pajak yang dibayar sendiri;
pajak yang ditagih dalam Surat Tagihan Pajak (STP);
pajak yang terhutang di luar negeri. Jumlah pengurangan tersebut dikurangkan dari pajak yang terhutang. Contoh : Surat Ketetapan Pajak Penghasilan (SKP PPh). 1. Pajak yang terhutang : Rp. 1000.000,- 2. Pengurangan-pengurangan :
Pajak yang dipotong oleh pemberi kerja Rp. 150.000,- b. Pajak yang dibayar sendiri (setoran masa) Rp. 400.000,- c. Pajak yang ditagih dalam STP (tidak termasuk bunga dan denda) Rp. 75.000,- d. Pajak yang ditagih di luar negeri Rp. 100.000,- Jumlah pajak yang dikreditkan Rp. 725.000,- Jumlah pajak yang dikreditkan Rp. 725.000,- Ayat (5) Sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikan, tidak dapat diperhitungkan atau dikreditkan terhadap jumlah pajak terhutang. Dengan demikian, 1 dalam hal akan dilakukan perhitungan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak, jumlah sanksi administrasi perpajakan yang telah dibayar harus dikeluarkan lebih dahulu dari jumlah kelebihan pembayaran yang akan diterima oleh Wajib Pajak. Ayat (6) Untuk memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para Wajib Pajak, berkenaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak dengan sistem "self assessment", maka apabila dalam waktu lima tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak, Direktorat Jenderal Pajak tidak juga menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, maka jumlah pembayaran pajak yang diberitahukan dalam SPT Masa atau SPT Tahunan pada hakekatnya telah menjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian, SPT Wajib Pajak yang bersangkutan telah merupakan ketetapan yang tetap dan tidak akan diubah (rampung). Ayat (7) Dalam hal Wajib Pajak, dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan mengenai pajak yang penagihannya telah lewat waktu, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Surat Ketetapan Pajak masih dibenarkan untuk diterbitkan, meskipun jangka waktu lima tahun sebagaimana ditentukan dalam ayat(1)telah dilampaui. Dengan adanya putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut, terungkap adanya data fiskal yang selama itu sengaja tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Pajak Penghasilan
Relevan terhadap
Ayat (1) Berdasarkan ayat ini, penghasilan begitu pula kerugian seorang wanita, yang telah kawin pada awal tahun pajak, dianggap penghasilan atau kerugian suaminya. Ketentuan ini lebih menekankan pada segi-segi kemampuan ekonomis, yaitu bahwa suami dan isteri merupakan suatu kesatuan dan dengan adanya ketentuan tersebut, pengenaan pajak tidak kehilangan unsur progresif dalam penerapan tarif. Penggabungan penghasilan tidak dilakukan dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai karyawati, atau suami memperoleh penghasilan semata-mata dari pekerjaan sebagai karyawan, dan atas penghasilan dimaksud telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21, kecuali apabila penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya. Yang dimaksud dengan anggota keluarga lainnya adalah anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya dari suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat(1)huruf d. Ini berarti, bahwa terhadap mereka (yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan/karyawati) dalam pengenaan pajak diberikan jumlah pengurangan penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 untuk dirinya masing-masing sebesar Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupah). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini diberikan beberapa contoh sebagai berikut :
Saat...
Saat yang menentukan :
Seorang wanita yang kawin sesudah tanggal 1 Januari (dalam hal tahun pajak sama dengan tahun takwim, maka secara fiskal ia pada tahun tersebut belum dianggap kawin sehingga pengenaan pajaknya masih dikenakan pada diri masing-masing suami dan isteri. Penghasilan atau kerugian wanita tersebut baru dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dimulai pada tahun pajak berikutnya.
Suami-isteri yang telah kawin sejak menetap di Indonesia, maka sejak mereka menetap di Indonesia penghasilan atau kerugian isteri dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya.
Penghasilan isteri sebagai karyawati:
Isteri dan suami kedua-duanya memperoleh penghasilan semata-mata sebagai karyawati/ karyawan dan masing-masing telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21. Dalam hal demikian tidak ada penghasilan isteri yang dianggap sebagai penghasilan suaminya. Pajak mereka sebagai karyawan/karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21 adalah final. Terhadap mereka tidak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Isteri memperoleh penghasilan sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21. Selain itu ia juga memperoleh penghasilan lain di luar penghasilan sebagai karyawati, misalnya penghasilan dari usahanya membuka salon kecantikan. Suaminya memperoleh penghasilan semata-mata sebagai karyawan yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21. Dalam... Dalam hal ini, penghasilan isteri yang dianggap sebagai penghasilan suaminya ialah hanya penghasilan dari usahanya membuka salon kecantikan. Pajak penghasilan atas penghasilan isteri sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21 adalah final. Dengan demikian Pajak Penghasilan yang terhutang, yang perlu dipertanggungjawabkan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, hanya didasarkan atas besarnya penghasilan suami ditambah penghasilan isteri dari usaha salon kecantikan saja. Dalam penghitungan penghasilan kena pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, mereka masih diperbolehkan melakukan pengurangan sebesar Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, disamping jumlah sebesar Rp. 960.000,-(sembilan ratus enam puluh ribu rupiah). Pajak yang telah dipotong atas penghasilan suami dari pekerjaan diperhitungkan sebagai kredit.
Isteri memperoleh penghasilan semata-mata dari pekerjaan sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21. Suaminya di samping memperoleh penghasilan sebagai karyawan yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21, juga memperoleh penghasilan lain di luar penghasilan sebagai karyawan misalnya penghasilan dari usaha taksi. Dalam hal ini penghasilan isteri tidak dianggap sebagai penghasilan suaminya dan pajaknya yang telah dipotong berdasarkan Pasal 21 adalah final. Dengan demikian Pajak Penghasilan yang terhutang didasarkan atas jumlah penghasilan suami yang berasal dari pekerjaan sebagai karyawan dan dari hasil usaha taksi. Dalam penghitungan pajak atas nama suami tersebut, pengurangan sebagai penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan untuk suami sebesar Rp. 960.000,-(sembilan ratus enam puluh ribu rupiah)ditambah Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) sebab dalam status kawin. Pajak... Pajak yang telah dipotong atas penghasilan suami sebagai karyawan diperhitungkan sebagai kredit dari pajak yang terhutang.
Isteri memperoleh penghasilan selain sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21, juga memperoleh penghasilan dari usaha salon kecantikan. Demikian pula suami selain memperoleh penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21, juga memperoleh penghasilan dari usaha taksi. Dalam hal demikian penghasilan isteri yang dianggap penghasilan suami ialah hanya penghasilan dari usaha salon kecantikan. Pajak penghasilan atas penghasilan isteri dari pekerjaan sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21 adalah final. Dengan demikian Pajak Penghasilan yang terhutang yang harus dimasukkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan adalah sebesar pajak yang terhutang atas jumlah penghasilan suami dari pekerjaan dan dari usaha taksi, serta penghasilan isteri dari usaha salon kecantikan. Dalam penghitungan pajak diluar pajak yang telah dipotong dan dibayar oleh pemberi kerja isteri, pengurangan penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan sebesar Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) ditambah Rp.
000,-(empat ratus delapan puluh ribu rupiah)sebab berada dalam status kawin. Tambahan penghasilan tidak kena pajak sebesar Rp. 960.000,-(sembilan ratus enam puluh ribu rupiah)tidak lagi diberikan karena telah diperhitungkan pada waktu pemotongan Pajak Penghasilan sebagai karyawati. Ayat (2) Penghasilan anak, termasuk anak angkat, yang belum dewasa juga digabungkan dengan penghasilan orang tuanya. Sesuai... Sesuai dengan tujuan pengenaan pajak bagi Wajib Pajak yang belum dewasa, maka pengertian belum dewasa dalam ketentuan perpajakan, seyogyanya memperhatikan pula ketentuan mengenai hal yang sama dalam undang-undang lain, termasuk pula ketentuan dalam bidang ketenagakerjaan, bahwa orang dewasa ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 18(delapan belas)tahun ke atas, dengan catatan bahwa anak laki-laki maupun anak perempuan yang telah kawin meskipun umurnya kurang dari 18 (delapan belas) tahun, dianggap telah dewasa. Bagi anak laki-laki maupun perempuan yang telah berumur 18(delapan belas) tahun atau bagi anak yang telah kawin, di masyarakat dinyatakan sebagai orang yang telah mampu melakukan tindakan hukum sendiri dan dianggap telah mampu bahkan wajib untuk mencari nafkahnya sendiri. Berdasarkan atas pertimbangan tersebut maka pengertian dewasa dalam undang-undang ini, ialah laki-laki maupun perempuan yang berumur 18(delapan belas)tahun ke atas atau telah kawin walaupun umurnya kurang dari 18(delapan belas)tahun.
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Puji Prasetyo ...
Relevan terhadap
1 SPECIFIC GRANT : __ REFORMASI KEBIJAKAN PEMBERIAN DANA ALOKASI UMUM KEPADA DAERAH OTONOM PROVINSI/KABUPATEN/KOTA 30 Januari 2023, Penulis : Puji Prasetyo __ “Dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah menerbitkan kebijakan baru berupa Specific Grant dalam pengelolaan Dana Alokasi Umum“ __ Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) merupakan sebuah upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: (i) mengembangkan sistem Pajak Daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, (ii) mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) dan Pembiayaan Utang Daerah (PUD), (iii) mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta (iv) harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal. Sebagai upaya penguatan desentralisasi fiskal guna mewujudkan pemerataan layanan publik oleh Pemerintah Daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok wilayah NKRI, dalam UU HKPD telah diatur mengenai kebijakan baru pemberian Dana Alokasi Umum (DAU). Sebelum diterbitkannya UU HKPD, pemberian DAU kepada daerah provinsi/kabupaten/kota hanya bersifat block grant /tidak ditentukan penggunaanya. Pemberian DAU yang bersifat block grant, di satu sisi merupakan suatu bentuk fleksibilitas penggunaan DAU oleh Pemerintah Daerah yang selaras dengan pelaksanaan prinsip otonomi daerah, namun di sisi lain terdapat pula sisi negatif yang mengikuti kebijakan block grant tersebut. Dalam Naskah Akademik penyusunan UU HKPD, pemrakarsa UU HKPD menyampaikan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi terkait DAU adalah formulasi DAU yang masih belum optimal dalam mengatasi ketimpangan fiskal antardaerah dan belum mampu mendorong pemerataan dan peningkatan layanan publik, serta kinerja daerah dalam menjalankan tanggungjawab belanja secara efisien dan disiplin. Hal ini salah satunya tercermin dalam realisasi DAU yang sebagian besar digunakan untuk belanja birokrasi (rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 32,4% vs rata-rata realisasi belanja infrastruktur publik 11,5%).
Guna memperbaiki kelemahan kebijakan pemberian DAU, pemrakarsa UU HKPD melakukan reformasi kebijakan terkait pemberian DAU, dari yang semula hanya bersifat block grant menjadi bersifat kombinasi antara block grant dan specific grant . Pemberian DAU yang bersifat kombinasi ini tercermin dalam rumusan ketentuan Pasal 130 ayat (2) UU HKPD yang mengatur bahwa “ Penggunaan DAU terdiri atas bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya dan bagian DAU yang ditentukan penggunaannya ”. Reformasi kebijakan pemberian DAU ini diharapkan dapat berpengaruh terhadap, (i) pola belanja yang lebih fokus pada layanan publik; (ii) pengurangan ketimpangan fiskal antardaerah; dan (iii) percepatan ekualisasi layanan publik antardaerah melalui pengutamaan penggunaan DAU sesuai dengan kinerja daerah. Selain itu, kebijakan specific grant DAU ini disusun sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam pelaksanaan fungsi controlling terhadap penggunaan DAU oleh Pemerintah Daerah, sehingga belanja yang didanai dari DAU dapat dimaksimalkan untuk memenuhi pencapaian standar layanan minimal berdasarkan tingkat capaian kinerja layanan daerah sesuai dengan Pasal 130 ayat (1) UU HKPD. __ Selaras dengan UU HKPD, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 (UU APBN TA 2023) yang merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang disetujui oleh DPR RI, telah pula mengimplementasikan kebijakan pemberian DAU secara kombinasi yakni secara block grant dan specific grant . Hal ini dapat dilihat dalam dalam Pasal 11 ayat (9) UU APBN TA 2023, “Alokasi DAU untuk setiap daerah terdiri atas bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya dan bagian DAU yang ditentukan penggunaannya” . Pengaturan dalam UU APBN TA 2023 tersebut diharapkan semakin menguatkan dan mempertegas niat pemerintah dalam mereformasi kebijakan pemberian DAU dengan memunculkan skema specific grant DAU. Selanjutnya, guna operasionalisasi kebijakan pemberian DAU tersebut masih perlu dijabarkan dalam suatu peraturan yang bersifat teknis, yaitu Peraturan Menteri Keuangan. Untuk itu, pada tanggal 27 Desember 2022, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.07/2022 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Ketentuan Umum Bagian Dana Alokasi Umum yang Ditentukan Penggunaannya Tahun Anggaran 2023 (PMK 212/2022). Secara umum, PMK 212/2022 terdiri atas 2 (dua) bagian besar, yaitu indikator yang mencerminkan tingkat kinerja daerah pada tiap-tiap urusan pemerintahan daerah dan jenis specific grant DAU. Dalam Pasal 2 PMK tersebut, telah diatur bahwa specific grant DAU terdiri atas, (i) penggajian formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, (ii) pendanaan kelurahan, (iii) bidang pendidikan, (iv) bidang kesehatan, dan (v) bidang pekerjaan umum. Specific grant DAU untuk penggajian formasi PPPK ditentukan berdasarkan jumlah formasi PPPK, gaji pokok dan tunjangan melekat, serta jumlah bulan pembayaran gaji PPPK. Specific grant DAU untuk pendanaan kelurahan ditentukan berdasarkan satuan biaya per kelurahan dan jumlah kelurahan tiap-tiap pemerintah daerah. Specific grant DAU untuk bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum dihitung berdasarkan indikator yang mencerminkan tingkat kinerja daerah pada tiap-tiap urusan pemerintahan daerah. Indikator tersebut merupakan indeks komposit dari beberapa indikator kinerja tiap-tiap bidang.
Pribadi
Relevan terhadap
1 Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN HIGHER FOR LONGER THE FED TERHADAP ARUS MODAL DI INDONESIA Penulis: Cahyaning Tyas Anggorowati Pengolah Data Hukum Perjanjian Senior, Biro Hukum (Pegawai Tugas Belajar Program Magister di Universitas Indonesia) A. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, kebijakan suatu negara akan berpengaruh terhadap kebijakan negara lain di dunia. Salah satunya adalah kebijakan terkait suku bunga the Fed . Kebijakan the Fed dalam menaikkan the federal funds rate tentunya akan mendapatkan perhatian dari berbagai bank sentral di negara lain di dunia. Bank sentral di berbagai dunia akan bereaksi dengan menyesuaikan kebijakan moneter di masing-masing negaranya. Fenomena Higher for Longer the Fed saat ini menjadi topik diskusi bagi banyak ekonom di dunia, termasuk di Indonesia. Fenomena Higher for Longer the Fed terjadi ketika the Fed menaikkan the federal funds rate , hal tersebut kemudian berdampak pada kenaikan suku bunga secara keseluruhan, sehingga individu maupun industri akan menghadapi biaya pinjaman yang mahal dalam menjalankan operasional bisnis. Namun demikian suku bunga yang tinggi juga akan mendorong peningkatan dalam tabungan suatu negara. Suku bunga yang tinggi akan dipandang baik ketika mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sebaliknya, akan dipandang buruk pada saat terjadi inflasi. Fenomena Higher for Longer juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik yang terus berlangsung sehingga menyebabkan berlanjutnya kenaikan harga pangan dan energi (inflasi global). Kenaikan suku bunga yang berlangsung lama tentunya akan berdampak pada banyak pelaku usaha, baik bisnis, pemerintah, maupun ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak dari kenaikan suku bunga pinjaman adalah terjadinya risiko downside atas investasi di Indonesia. Indonesia saat ini sedang menghadapi kebutuhan modal yang tinggi untuk membiayai berbagai macam proyek infrastruktur yang telah direncanakan oleh pemerintah dalam cakupan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembiayaan PSN tersebut dapat berasal dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha, maupun pendanaan pihak ketiga (swasta). Hal ini tentunya membutuhkan analisis mendalam atas kebijakan suku bunga yang akan berdampak pada minat investor dalam menanamkan modal ke Indonesia.
Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 2. Penelitian Terdahulu Penelitian (Mukhlis et al., 2020) memberikan gambaran bahwa FFR berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar dan Indeks harga konsumen, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap suku Bunga BI 7 days Repo , jumlah uang beredar, dan Produk Domestik Bruto (PDB). Hasil dari tes Impulse Response Function (IRF) menunjukkan bahwa terdapat variasi positif dan negatif dari kebijakan FFR terhadap suku Bunga BI 7 days Repo , jumlah uang beredar, dan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disebabkan karena variasi dari FFR. Swanson & Williams, 2014 menemukan bahwa keputusan pelaku usaha dalam melakukan bisnis juga akan bergantung pada suku bunga jangka pendek di masa mendatang. Suku bunga satu tahun atau lebih akan bereaksi secara responsif terhadap rencana perubahan suku bunga FFR dalam rentang 2008 sampai 2010. Hal ini berimplikasi bahwa pembuat kebijakan masih mempunya ruang untuk mempengaruhi suku bunga jangka menengah dan jangka panjang. Krisis ekonomi di suatu negara dapat dengan cepat merambat ke ekonomi global akibat adanya interaksi dan dependensi antar negara. Ekonomi Amerika dapat membawa efek perambatan internasional yang dapat memberikan tekanan kepada pasar keuangan dan ketidakpastikan kebijakan dari setiap negara (Liow et al., 2018). Fluktuasi moneter di pasar keuangan Amerika yang direspon melalui FFR akan berdampak pada stabilitas ekonomi di beberapa negara. Keterbukaan ekonomi telah menyebabkan ketergantungan antar negara. Peran kebijakan moneter akan sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Transmisi kebijakan moneter dapat dilakukan melalui dua mekanisme. Pertama, perubahan kebijakan moneter akan berdampak pada pasar uang sehingga akan berpengaruh langsung terhadap konsumsi individu maupun perusahaan. Suku bunga pasar uang jangka pendek akan mempengaruhi suku bunga obligasi dan suku bunga kredit. Selanjutnya kebijakan moneter akan berpengaruh terhadap ekonomi riil melalui sistem keuangan. Pada tahap ini, fluktuasi kebijakan ekonomi akan berdampak pada produksi dan harga agregat (Pétursson, 2001). Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan dampak dari fenomena higher for longer FFR terhadap arus modal di Indonesia. Koepke & Paetzold, 2020 menggambarkan ketersediaan data aliran modal internasional sebagai berikut:
Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 Adapun proyek-proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) antara lain yaitu proyek pembangunan infrastruktur jalan tol; proyek jalan nasional atau strategis nasional non-tol; proyek sarana dan prasarana kereta api antarkota; proyek kereta api dalam kota; proyek revitalisasi bandara; pembangunan bandara baru; proyek pembangunan bandara strategis lain; pembangunan pelabuhan baru dan pengembangan kapasitas; program satu juta rumah; pembangunan kilang minyak; proyek pipa gas atau terminal LPG; proyek energi asal sampah; proyek penyediaan infrastruktur air minum; proyek penyediaan sistem air limbah komunal; pembangunan tanggul penahan banjir; proyek pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan sarana penunjang; proyek bendungan; program peningkatan jangkauan _broadband; _ proyek infrastruktur IPTEK strategis lainnya; pembangunan kawasan industri prioritas atau kawasan ekonomi khusus; proyek pariwisata; proyek pembangunan smelter; dan proyek pertanian dan kelautan. Mengutip https: //nasional.kompas.com, Presiden Joko Widodo menyetujui penambahan 14 PSN baru yang akan dibangun pada tahun 2024, pembangunan 14 PSN baru ini akan dilakukan oleh pihak swasta sehingga pendanaan tidak menggunakan APBN. Dengan adanya kebutuhan modal yang tinggi yang berasal dari pihak swasta, tentunya memberikan tantangan bagi pemerintah untuk dapat menarik modal masuk ke Indonesia agar mampu mendanai kebutuhan proyek infrastruktur nasional tersebut. Kegagalan dalam mendesain kebijakan fiskal dan moneter yang tepat akan berdampak pada keengganan masuknya modal ke Indonesia dan akan berdampak pada proyek infrastruktur yang telah menjadi PSN. Pasar modal Indonesia sebagai salah satu sumber pendanaan juga bereaksi positif saat terjadi penurunan FFR, namun demikian respon yang terjadi akan bergantung pada ‘ good times ’ ataupun ‘ bad times ’. Selama krisis terjadi, maka investor pasar modal tidak akan bereaksi secara positif terhadap penurunan FFR. Hal ini di anggap sebagai sinyal memburuknya kondisi ekonomi sehingga akan mendorong perubahan portofolio investasi dari saham berganti ke aset yang lebih aman seperti US 3 month treasury bills dan emas (Kontonikas et al., 2013). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis memformulasikan hipotesis sebagai berikut: H1: Kenaikan FFR rate akan mendorong penurunan investasi di Indonesia. H2: Investasi pada pasar modal akan mengalami perubahan yang fluktuatif seiring dengan kenaikan FFR rate.
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap 25 lainnya
Fokus tata kelola yang baik, maka dapat membangun: (i) keyakinan para pelaku pasar untuk bertransasksi secara aktif; (ii) mendorong terbentuknya tingkat harga pasar yang wajar; dan (iii) memungkinkan para pelaku pasar mengukur dan mengelola risiko-risiko pasar atas dasar informasi-informasi yang tersedia ( full disclosures ). Sebaliknya pasar keuangan yang bergejolak dan rentan atas shock eksternal seperti COVID-19 akan berpotensi menimbulkan berbagai dampak spillover ; antara lain: (i) dapat mempengaruhi stabilitas lembaga-Iembaga keuangan, khususnya lembaga keuangan yang memiliki struktur pengelolaan dana yang mismatch ; (ii) dapat menyulitkan otoritas dalam memformulasikan kebijakan makroekonomi; (iii) volatilitas harga pasar akan mempengaruhi instrumen moneter yang digunakan dalam rangka transmisi kebijakan moneter ke sektor riil, misalnya suku bunga pasar; dan (iv) dapat menimbulkan beban jika otoritas dituntut untuk mengambil tindakan pemulihan stabilitas, misalnya, dalam hal terjadi ketidakstabilan pasar valuta asing yang mengakibatkan tekanan pada nilai tukar mata uang lokal, maka kebijakan yang diambil umumnya adalah meningkatkan suku bunga. Ketiga adalah optimalisasi lembaga pengawasan, terutama dibutuhkan dalam menerapkan kebijakan yang: (i) konsisten, terintegrasi, forward looking , dan cost effective ; (ii) dapat mempertahankan tingkat kompetisi yang sehat; dan (iii) dapat mendukung inovasi pasar keuangan. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sektor keuangan dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas mobilisasi dana yang sangat diperlukan oleh sektor riil. Dengan terhambatnya aliran dana tersebut, sektor riil akan membatasi bahkan menghentikan aktivitas perekonomian. Di samping itu, kestabilan sektor keuangan, khususnya pasar keuangan, sangat diperlukan dalam menunjang proses transmisi kebijakan moneter. Beranjak dari pentingnya stabilitas keuangan bagi eksistensi lembaga keuangan secara individu maupun pertumbuhan sektor keuangan, moneter dan fiskal secara keseluruhan, maka diperlukan suatu kebijakan publik yang konsisten, terintegrasi dan tidak saling menimbulkan distorsi. Untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan tersebut, dibutuhkan adanya kolaborasi yang erat antara pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap stabilitas sektor keuangan, moneter, dan fiskal. Kolaborasi tersebut diperlukan untuk melakukan tindakan antisipasi ( forward looking ) untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.
Wawancara Pada edisi khusus kali ini, tim redaksi Warta Fiskal mewawancarai Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan tentang peran sektor keuangan dalam menghadapi pandemi dan arah pengembangannya ke depan. Adi mengatakan jika dilihat dari tren selama pandemi di tahun 2020, kondisi sektor keuangan Indonesia sama halnya dengan sektor lain, juga mengalami tekanan. Dari sisi perbankan, Adi mengungkapkan risiko kredit Indonesia meningkat seiring dengan perlambatan yang terjadi di dunia usaha yang terdampak pandemi. Namun, ia menuturkan bahwa penyaluran kredit sebelum pandemi muncul telah menurun 2,41% ( yoy ). Bahkan, penurunan fungsi intermediasi dalam perbankan sudah turun sejak 12 tahun terakhir. Kondisi tersebut diperparah dengan kemunculan COVID–19 yang menghantam dunia usaha. Dari sisi pasar modal, tekanan pandemi mengakibatkan volatilitas yang sangat tinggi pada IHSG. Hal tersebut terlihat dari adanya capital outflow yang terjadi, di mana para investor banyak yang melarikan uangnya ke negara safe-haven atau melakukan investasi dalam bentuk lain. “Pandemi COVID–19 di awal tahun 2020, terbukti tidak hanya memukul sektor kesehatan, tetapi juga memengaruhi pasar keuangan dan modal, dengan adanya volatilitas yang tinggi ini,” ujar pria kelahiran Salatiga tersebut. Namun demikian, ia optimis sektor keuangan dapat kembali pulih dan semakin kuat. Arah pemulihan tersebut menurutnya telah terlihat di beberapa bulan terakhir tahun 2020. Hal ini disebabkan tidak hanya oleh kehadiran vaksin dan program vaksinasi, tetapi juga program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang terbukti cukup mampu membantu ekonomi Indonesia bertahan di masa pandemi. “Strategi pemerintah dalam situasi ini intinya ada dua, yaitu menjaga daya tahan terhadap pandemi dan pemulihan pasca pandemi baik dalam jangka pendek dan panjang,” terangnya. Keberhasilan yang mengarah pada pemulihan, lanjutnya, tidak terlepas dari sinergi pemerintah dan otoritas terkait. Di sektor keuangan misalnya, pemerintah bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memformulasikan desain kebijakan yang optimal untuk menanggulangi dampak pandemi. Dari sisi Bank Indonesia sendiri, salah satu kebijakan yang dikeluarkan yaitu quantitative easing untuk menjaga likuiditas di perbankan dengan nilai mencapai Rp726,6 triliun. Selain itu, untuk menjaga stabilitas nilai tukar, BI melakukan intervensi di pasar spot, DNDF ( Domestic Non Delivery Forward ), dan pembelian SBN di pasar sekunder. Tak hanya BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut andil mengeluarkan kebijakan untuk melindungi sektor keuangan Indonesia seperti melalui restrukturisasi kredit bagi pelaku usaha yang terdampak COVID–19, pengaturan buyback , dan perubahan batasan auto rejection di bursa efek untuk menjaga stabilitas dan volatilitas pasar. Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, telah menelurkan beberapa program seperti penempatan dana, penjaminan kredit modal kerja bagi UMKM, subsidi bunga, dukungan usaha bagi perusahan yang padat karya dan memiliki multiplier effect yang tinggi. Adi menilai, kombinasi dari kebijakan berbagai otoritas ini cukup efektif membantu tidak hanya sektor keuangan tetapi juga dunia usaha. “Berdasarakan capaian, sudah cukup bagus. Secara umum, so far sinergi telah menunjukan tingkat optimumnya. Terbukti dari pergerakan ekonomi yang mengarah pada pemulihan. Meski pertumbuhan akan tetap terkontraksi hingga akhir tahun, namun kontraksinya tidak sedalam pada triwulan dua,” ujar Mantan Chief Organisational Transformation Officer pada Central Transformation Office (CTO), Kemenkeu tersebut. Ia pun memprediksi bahwa pemulihan akan semakin kuat terjadi di tahun 2021. Hal ini terlihat dari bursa saham di pasar modal yang telah kembali menyentuh level tertinggi sejak pandemi. Permintaan obligasi pemerintah juga menunjukan kenaikan yang cukup signifikan. Dari aliran modal asing, terjadi capital inflow . Selain itu, penyaluran kredit perbankan diperkirakan juga akan pulih di tahun 2021. “Ini good news , karena selama ini agak sulit kita lakukan. Berdasarkan
05 05 15 18 26 34 42 46 54 59 65 70 74 74 DAFTAR ISI FOKUS 82 INSPIRASI 79 FISKAL INTERNASIONAL 86 FISKALISTA 89 RENUNGAN 91 RESENSI 94 GLOSARIUM WAWANCARA Fenomena “ Financial Inclusion ” di Indonesia Urgensi Penyesuaian Desain Jaminan Hari Tua Pandemi COVID-19: Implikasinya Terhadap Permintaan Uang dan Instrumen Pembayaran Lainnya Urgensi Pengakuan Close Out Netting Sebagai Jaminan Penyelesaian Transaksi Dalam Rangka Pengembangan Pasar Derivatif Indonesia Peta Jalan Penguatan Daya Tahan Sektor Keuangan: Belajar dari Pandemi COVID-19 Dukungan Regulasi Fintech untuk Sektor Keuangan Pembiayaan Ultra Mikro Dalam Dinamika Kebijakan Kredit Program Untuk Usaha Mikro Jejak Pandemi di Sektor Keuangan Indonesia yang Menua: Sudah Siapkah Sistem Pensiun Kita? Rencana Penerapan Kebijakan Open Banking di Indonesia: Amankah Data Kita? Optimalisasi Pengelolaan Dana Haji Untuk Pemberdayaan Ekonomi Adi Budiarso: Peran Sektor Keuangan dalam Menghadapi Pandemi
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 5 lainnya
“Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Ekonomi pandemi T ak ada satupun negara di dunia yang siap berhadapan dengan pandemi. Beragam strategi diterapkan masing-masing negara untuk bertahan melewati krisis, termasuk Indonesia. Beragam kebijakan diterbitkan demi menyelamatkan berbagai lini terdampak pandemi. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, “Saya bilang ini ekonomi pandemi. Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Tak semata kesehatan, namun juga dampak- dampak lain yang mengikutinya. “Kalau kesehatan kena, (lantas) tidak tertangani dengan baik akan menciptakan dampak sosial. Dampak sosial yang eskalasinya meninggi, tidak bisa diatasi akan menimbulkan dampak ekonomi, krisis. Ketika krisis terjadi, dampak sosial akan lebih besar lagi, lalu kolaps secara ekonomi nasional,” tuturnya. Kondisi semacam itu kemudian menjadi dasar bagi pemerintah dalam bersikap. Yustinus mengatakan bahwa kebijakan PEN ini bukan menjadikan ekonomi sebagai panglima. Alih- alih demikian, kebijakan ini justru mendudukkan kembali ekonomi pada perspektif asalnya, yakni ihwal kelangsungan hidup. “Ekonomi itu ya soal survival. Soal hidup orang. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa berjualan lagi, itulah ekonomi. Soal bagaimana orang yang di-PHK itu bisa makan, itu adalah ekonomi,” tutur alumni pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini. Karena itu, program PEN setidaknya mencakup tiga hal utama yakni penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus ekonomi bagi pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat bahwa program PEN sudah mengakomodasi agenda untuk mitigasi risiko resesi. “Secara umum sebenarnya sudah menangkap beberapa agenda mengantisipasi mitigasi risiko resesi, baik untuk bantuan sosial, penanganan kesehatan hingga ekonomi,” katanya melalui keterangan tertulis. Namun demikian, menurutnya masih terdapat beberapa hal yang masih perlu dievaluasi, antara lain ihwal mekanisme bantuan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM. Tauhid menyarakan adanya evaluasi bentuk bantuan sosial. “Pertama, bentuk non-tunai hanya menguntungkan pada rantai nilai yang dimiliki sebagian kecil pengusaha. Ini terjadi karena lembaga usaha yang dilibatkan dalam bantuan sembako sangat terbatas,” katanya. “Kedua, karena diberikan dalam bentuk non tunai (sembako, minyak, sarden, gula, dsb) maka yang berputar kebutuhan hanya pada komoditas tersebut sehingga tidak dapat menggerakkan UMKM kebutuhan lainnya,” paparnya melalui keterangan tertulis. Sedangkan terkait stimulus bagi pelaku UMKM, Tauhid mengkhawatirkan keberadaan pelaku UMKM di luar jangkauan perbankan berpotensi menurunkan tingkat efektivitas kebijakan ini. Sebab menurutnya, beragam program stimulus yang ada saat ini belum dapat menjangkau kelompok yang berada di luar jangkauan perbankan tersebut. Dari kekhawatiran itu, Tauhid menyarankan beberapa hal untuk mendorong efektivitas PEN. Bagi pelaku UMKM, Tauhid berpendapat perlunya skema khusus untuk menjangkau para pelaku UMKM yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan. Sementara itu, H.M. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengatakan bahwa PEN adalah langkah yang tepat untuk dilakukan pemerintah. “Prinsipnya saya melihat dari sisi desain, PEN sebagai jurus untuk memulihkan ekonomi kita sudah sangat benar. Namun dari sisi realisasi ini yang kita harus hati-hati. Disiplin pada target, sehingga rencana di atas kertas bisa ditransformasikan menjadi intervensi lapangan yang berdampak,” paparnya melalui keterangan tertulis. Pria kelahiran Sumenep ini mengatakan bahwa saat ini realisasi program-program yang ada masih terbilang rendah. “Sektor kesehatan, misalnya, serapannya baru 5,12 persen. Padahal sektor ini adalah episentrum masalah,” paparnya. Ia khawatir, realisasi yang rendah ini tatkala diburu target realisasi tinggi dapat berakibat eksekusi yang kurang akurat. Situasi demikian menurutnya akan mempengaruhi efektivitas program. Senada dengan Tauhid Ahmad, Said juga berpendapat bahwa momentum adalah faktor penting dalam keberhasilan program PEN. Integrasi Data Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak luput dari perkara data. Misalnya, terkait skema khusus bagi pelaku UMKM yang tidak terjangkau perbankan yang sebelumnya ia sampaikan, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa kondisi itu tidak serta merta dapat dicapai tanpa pendataan yang memadai. “Ini tentu dengan proses pendataan yang memadai dan sebagai langkah awal dapat menggunakan data Sensus Ekonomi BPS Tahun 2016/2017 yang memuat cukup detail dengan tambahannya adanya update tahun 2020,” papar Tauhid. Lantas terkait bantuan sosial, ia beranggapan bahwa data yang dijadikan basis pendistribusian yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tak lagi relevan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, Tauhid menyarankan pemerintah perlu memperkuat integrasi bantuan untuk pelaku UMKM dalam “satu pintu” dengan menggabungkan dan verifikasi data yang ada di perbankan, data perpajakan, serta data pembinaan di Kementerian Koperasi dan UKM. “Ini memperkuat daya dorong UMKM lebih cepat pulih,” paparnya. Perihal data, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, “Datanya tidak sempurna sudah pasti, tapi itu memang data terbaik yang kita punya. Dan, kita ingin melakukan program ini secepat mungkin. Kalaupun dia ada inclusion-exclusion error secara relatif harusnya bisa dipahami,” ujarnya. Febrio juga menambahkan bahwa perbaikan data yang dijadikan acuan terus dilakukan pemerintah. Data yang andal, menurutnya, akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. “Tapi sementara ini kita memang butuh gerak cepat. Ada inclusion-exclusion error itu kita tolerir, sepanjang ini programnya memang arahnya ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya. Hal ini kembali pada salah satu orientasi semula program PEN yakni menyelamatkan sisi rumah tangga. “Bagaimana rumah tangga masyarakat yang paling rentan ini ditolong dulu,” jelasnya. Kendati tak alpa dari kendala, pemerintah terus berupaya memperbaiki implementasi program PEN melalui monitoring dan evaluasi. “Nah inilah tiap minggu dilakukan monev di Kemenkeu untuk mengevaluasi semua program ini. Mana yang jalan, mana yang kurang jalan. Yang kurang jalan, siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat, atau diganti programnya, dan sebagainya,” pungkas Kepala BKF. Tantangan PEN tidak luput dari perkara data, data yang andal akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. Foto Anas Nur Huda Menjaga Momentum Pemulihan ekonomi nasional ibarat perjalanan panjang yang melintasi berbagai jalan terjal. Kendaraan yang mutakhir serta pengemudi yang mumpuni tak serta merta jadi faktor utama. Kendati risiko telah dipotret dan diantisipasi dengan baik, tidak lantas PEN jadi bersih dari catatan. Tauhid Ahmad menuturkan apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, program PEN sudah hampir sejajar. Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF
MEDIAKEUANGAN 18 Laporan Utama PEMULIHAN DALAM TIAP LINI KEHIDUPAN Teks Dimach Putra Tiap pagi Mujilah mengayuh sepedanya membelah kota Yogyakarta. Nenek berusia 66 tahun ini sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci dan setrika rumah tangga. Ada dan tiada wabah baginya sama saja. Yang penting tiap hari ia bisa menerima upah demi menyambung hidupnya. S uatu pagi di Bulan Mei Mbah Jilah, begitu ia akrab dipanggil, bagai mendapat durian runtuh. Pak pos datang alih-alih membawakannya surat, malah memberi amplop berisi uang. Segepok uang sebanyak Rp1,8 juta itu merupakan Bantuan Sosial Tunai (BST). Para penerima BST menerima Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan. Rupanya pihak RT/RW-lah yang memasukkan Mbah Jilah sebagai salah satu calon penerima bantuan. “Awalnya kaget, wong saya ndak tau apa-apa langsung dapat uang,” tutur Mbah Jilah. BST merupakan salah satu bentuk bantuan yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Sosial dalam melindungi rakyatnya dari dampak ekonomi yang ditimbulkan pandemi COVID-19. Selain BST, ada juga Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan pemberian paket sembako dan banyak jenis bantuan lainnya yang penyalurannya diserahkan Kementerian/Lembaga yang telah ditunjuk. Fungsi bantuan-bantuan ini bisa diibaratkan sebagai jaring pengaman bagi masyarakat rentan seperti Mbah Jilah. Supaya berkeadilan, pihak RT/ RW sebagai pihak pendata awal harus jujur dan selektif. Para calon penerima bantuan adalah meraka yang belum pernah mendapat bantuan program lain agar tidak tumpang tindih. Tujuan dari pemberian program bantuan ini adalah guna menjaga daya beli masyarakat di masa pandemi. Namun bagi Mujilah, uang sebanyak itu tak mungkin langsung ia habiskan. Sebagian ia tabung untuk berjaga, kalau-kalau wabah ini tak kunjung cepat pergi dan kondisinya bakal semakin membuatnya terancam kehilangan mata pencahariannya. Agar perekonomian tetap bergerak Sebagai penggerak roda ekonomi di tingkat bawah, para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) layak menjadi penerima manfaat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah telah menyiapkan skema subsidi bunga dan keringanan pembayaran pokok pinjaman sebesar total Rp35,28 triliun untuk 60,66 juta rekening pelaku UMKM agar bertahan di tengah pandemi. Kementerian Keuangan telah mengeluarkan produk kebijakan terkait pemberian subsidi bunga/subsidi margin bagi pelaku UMKM dalam mendukung pelaksanaan program PEN. Yang terbaru Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.05/2020 untuk merevisi PMK 65/PMK.05/2020 agar fasilitas subsidi bunga dari pemerintah lebih mudah lagi untuk diakses para pelaku UMKM. Mereka tak perlu lagi melakukan registrasi untuk mendapat subsidi bunga. Beragam kemudahan bagi para pelaku UMKM ini kian digalakkan. Pelaku UMKM telah banyak yang berhasil mendapat bantuan pemerintah. Namun ruang untuk perbaikan masih sangat diperlukan. Hermawati Setyorini, Ketua Asosiasi UMKM AKU MANDIRI menyayangkan kurang masifnya sosialisasi tentang kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Ia mengaku mengetahui informasi tersebut dari berita di televisi. Baru setelah berhasil mencoba sendiri, ia membagikan pengalamannya ke seluruh anggotanya di penjuru Indonesia. ” Mbok yha kami para asosiasi UMKM ini digandeng dalam sosialisasi. Tolong jelaskan kepada kami dengan bahasa sederhana hingga paham. Nanti kami bisa bantu sebarkan lebih luas lagi lewat jejaring yang kami punya,” tawar Hermawati. Suntikan bagi sang pahlawan Tak hanya peduli pada golongan masyarakat ekonomi lemah saja, Pemerintah juga menunjukkan perhatiannya bagi para tenaga kesehatan (nakes). Para pejuang di garda terdepan ini telah bertaruh nyawa sejak kasus pertama COVID-19 muncul di tanah air. Melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pemerintah telah mengatur syarat, besaran insentif, dan mekanisme penyalurannya bagi para tenaga kesehatan yang langsung menangani COVID-19. “Iya kami semua telah didaftarkan oleh RS ke Kemenkes untuk mendapat insentif itu sejak April lalu, tapi belum ada realisasi apapun,” ungkap dr. Tulus Sp.PD, Koordinator Tim Penanganan COVID-19 RS. Al Islam Bandung. Proses verifikasi dan perhitungan yang lambat menjadi alasan yang dilontarkan tiap kali Tulus menanyakan progres penyaluran insentif bagi sejawat nakes yang ia koordinir. “Sebenarnya kami tidak terlalu berharap sejak awal muncul wacana ini. Tapi jika memang benar-benar dapat ya rezeki namanya,” ucapnya. Tulus sadar bahwa ada berlapis birokrasi yang harus dipenetrasi hingga sampai akhirnya insentif tersebut turun ke para nakes. Ia pun sadar akan hierarki rujukan pasien ke rumah sakit. Setidaknya kabar bahwa nakes di rumah sakit rujukan utama sudah mulai menerima hak mereka cukup menyejukkan baginya. Bagaimanapun Tulus dan sejawatnya sadar bahwa tanggung jawab utamanya adalah menyelamatkan nyawa para pasien. Pemerintah tak begitu saja membuang badan melihat para nakes yang legowo meski belum menerima haknya. Presiden Joko Widodo pada Sidang Kabinet Paripurna Juni 2020 tampak meluapkan kekecewaannya karena penyerapan dana kesehatan baru sebesar 1,53 persen dari 75 triliun yang telah dianggarkan. Sejak kejadian itu, Kemenkes telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Hk.01.07/ Menkes392/2020 yang merevisi keputusan sebelumnya. Saat ini insentif bagi nakes sudah bisa diminta langsung dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) apabila telah diverifikasi oleh Dinas Kesehatan. Kebijakan tersebut diharapkan mampu mempercepat penyaluran insentif bagi nakes yang berhak seperti dr. Tulus dan para sejawatnya. Sebagai penggerak roda ekonomi di tingkat bawah, para pelaku UMKM layak menjadi penerima manfaat program PEN. Foto Resha Aditya P