Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pendanaan Desentralisasi
Relevan terhadap
Tersedianya hasil analisis beserta rekomendasi pelaksanaan TKD antara lain analisis signifikansi atau kontribusi pengalokasian TKD terhadap dampak dan manfaat berdasarkan arah kebijakan TKD, dan analisis tingkat keberhasilan TKD terhadap pencapaian dampak dan manfaat dibandingkan dengan kondisi baseline serta rekomendasi Tersedianya hasil analisis beserta rekomendasi pelaksanaan APBD antara lain analisis signifikansi APBD terhadap perbaikan capaian program prioritas daerah yang selaras dengan KEM PPKF antar daerah dan/atau wilayah serta rekomendasi Pengintegrasian Evaluasi Pelaksanaan TKD dan APBD Tersedianya hasil analisis evaluasi pelaksanaan TKD dan APBD terhadap: • Program prioritas nasional yang selaras dengan RKP beserta rekomendasi kebijakan serta rekomendasi • Capaian pendanaan desentralisasi yang selaras dengan Renstra DJPK beserta rekomendasi kebijakan C. Penyusunan Kerangka Kerja Logis Dari aspek pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pendanaan desentralisasi, kerangka kerja logis digambarkan secara umum atas pengintegrasian masing-masing pelaksanaan TKD dan/atau APBD yang tergambar dari hubungan antara input hingga Dampak/Hasil Final dan/atau Manfaat pelaksanaan kegiatan, secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut: <BREAK2> a. Pengintegrasian pemantauan dan evaluasi pelaksanaan TKD Input pemantauan dan evaluasi pelaksanaan TKD berupa besaran alokasi, arah kebijakan, target yang ingin dicapai, dan faktor input lainnya yang merupakan pelaksanaan kegiatan oleh Pemerintah Daerah. Arah kebijakan dan target yang ingin dicapai menjadi komponen input karena dalam kebijakan TKD sudah ditentukan target/jenis kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan untuk menghasilkan Keluaran yang direncanakan dan dapat menyertakan melaporkan perkembangan pekerjaan secara berkala beserta kendala- kendala yang dihadapi yang kemudian dilakukan standardisasi data dan disajikan ke platform digital. Data atau informasi yang diperoleh dari laporan yang diterima menjadi dasar pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dalam rangka menyusun dampak dan manfaat pelaksanaan kegiatan.
diantaranya pendidikan, kesehatan dan infrastruktur atau tematik tertentu seperti tema stunting , kemiskinan ekstrem, dan lainnya. Selanjutnya, disusun analisis evaluasi pelaksanaan TKD, antara lain 1) evaluasi signifikansi alokasi TKD terhadap dampak dan manfaat berdasarkan arah kebijakan TKD dan 2) analisis pengukuran tingkat keberhasilan TKD terhadap pencapaian dampak dan manfaat dengan kondisi baseline . Hasil dari evaluasi TKD ini kemudian disajikan ke platform digital. <BREAK2> b. Pengintegrasian pemantauan dan evaluasi pelaksanaan APBD Input pemantauan dan evaluasi pelaksanaan APBD berupa anggaran, arah kebijakan APBD, target yang ingin dicapai, program prioritas daerah dan faktor input lainnya yang merupakan pelaksanaan kegiatan oleh Pemerintah Daerah. Arah kebijakan dan target yang ingin dicapai menjadi komponen input karena dalam kebijakan APBD sudah ditentukan target/jenis kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan untuk menghasilkan Keluaran yang direncanakan dan dapat menyertakan laporan perkembangan pekerjaan secara berkala beserta kendala- kendala yang dihadapi yang kemudian dilakukan standardisasi data dan disajikan ke platform digital.
Pengintegrasian Evaluasi pelaksanaan TKD dan APBD terhadap program prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan minimal melalui langkah-langkah sebagai berikut:
pengumpulan data TKD, minimal berupa:
alokasi;
realisasi penyaluran;
realisasi penyerapan; dan
capaian Keluaran.
pengumpulan data APBD, minimal berupa:
anggaran;
realisasi; dan
capaian Keluaran.
pengumpulan data indikator lainnya, minimal melalui:
indikator Hasil;
indikator Dampak/Hasil Final; dan
indikator Manfaat.
standardisasi dan validasi data TKD sebagaimana dimaksud pada huruf a, data APBD sebagaimana dimaksud pada huruf b, dan data indikator lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf c;
penyusunan analisis Evaluasi pelaksanaan TKD dan APBD terhadap program prioritas nasional;
penyusunan rekomendasi kebijakan; dan
penyajian dan/atau pemutakhiran hasil integrasi Evaluasi pelaksanaan TKD dan APBD terhadap program prioritas nasional.
Pengintegrasian hasil Evaluasi pelaksanaan TKD dan APBD terhadap program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melalui Direktorat Pembiayaan dan Perekonomian Daerah.
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 dalam r ...
Relevan terhadap
Pemotongan atas penyaluran DAU dan/atau DBH yang telah dilakukan berdasarkan:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 32/KM.7/2021 tentang Pemotongan Penyaluran Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan Triwulan IV Tahun Anggaran 2021 Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam rangka Penggantian Dana yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atas Dukungan terhadap Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID- 19); dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 34/KM.7/2021 tentang Pemotongan Penyaluran Dana Alokasi Umum atau Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2022 Tahap Pertama dalam rangka Penggantian Dana yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atas Dukungan terhadap Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID- 19), tanpa adanya dokumen Berita Acara Rekonsiliasi sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, harus dilengkapi dengan Berita Acara Rekonsiliasi.
Ketentuan mengenai penyusunan dan penyampaian Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9C berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan dan penyampaian atas Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan c . q Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 .
Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi : a . produktivitas , paling sedikit meliputi perbandingan antara hasil yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ) , peningkatan kualitas dan kuantitas layanan , target pendapatan , serta rasio sumber daya manusia ; b . efisiensi , paling sedikit meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan , proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional , serta proporsi per jenis belanja ; c . inovasi , paling sedikit meliputi adanya ide / gagasan untuk meningkatkan layanan utama dan penunjang , optimalisasi aset , penggunaan teknologi informasi , serta modernisasi BLU ; dan d . keselarasan / kesesuaian , paling sedikit meliputi kesesuaian dengan RSB , kesesuaian dengan indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU , dan prioritas pembangunan .
Dalam melakukan analisis RBA , Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran , Kementerian Negara / Lembaga , dan BLU . Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi : a . besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU ; b . besaran rencana belanja ; dan c . informasi kesesuaian indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan .
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran , Kementerian Negara / Lembaga , dan BLU .
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran (4) Of BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU .
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum ...
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47A.
Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi:
produktivitas meliputi perbandingan antara keluaran yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ), peningkatan kualitas dan kuantitas layanan, target pendapatan, serta rasio sumber daya manusia;
efisiensi meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan keluaran ( output ) layanan, proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional, serta proporsi per jenis belanja;
inovasi meliputi adanya ide/gagasan untuk meningkatkan layanan utama dan penunjang, optimalisasi aset, penggunaan teknologi informasi, serta modernisasi BLU; dan
keselarasan/kesesuaian meliputi kesesuaian dengan RSB, kesesuaian dengan indikator kinerja ( key performance indicators ) BLU, dan prioritas pembangunan.
Dalam melakukan analisis RBA, Direktorat Jenderal Perbendaharaan melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran serta dapat melibatkan Kementerian Negara/Lembaga dan/atau BLU.
Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi:
besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU;
besaran rencana belanja; dan
informasi kesesuaian indikator kinerja ( key performance indicators ) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU, serta dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU.
Ketentuan ayat (1) Pasal 48 diubah dan ketentuan ayat (2) Pasal 48 dihapus, sehingga Pasal 48 berbunyi sebagai berikut:
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara
Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Pemimpin BLU menyampaikan RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Menteri/Pimpinan Lembaga c.q. pejabat eselon I yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pembina teknis paling lambat pada akhir Desember, 2 (dua) tahun sebelum tahun pelaksanaan RBA.
RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi:
produktivitas, paling sedikit meliputi perbandingan antara hasil yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ), peningkatan kualitas dan kuantitas layanan, target pendapatan, serta rasio sumber daya manusia;
efisiensi, paling sedikit meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan, proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional, serta proporsi per jenis belanja;
inovasi, paling sedikit meliputi adanya ide/gagasan untuk meningkatkan layanan utama dan penunjang, optimalisasi aset, penggunaan teknologi informasi, serta modernisasi BLU; dan
keselarasan/kesesuaian, paling sedikit meliputi kesesuaian dengan RSB, kesesuaian dengan indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU, dan prioritas pembangunan.
Dalam melakukan analisis RBA, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU.
Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi:
besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU;
besaran rencana belanja; dan
informasi kesesuaian indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU.
Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap
Grup PMN dengan Entitas Induk Utama di negara X dikenai rezim badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu ( blended controlled foreign company regime) di negara X. Berdasarkan rezim tersebut di negara X, pemegang saham dari badan usaha luar negeri yang dikendalikan tersebut mengagregasi semua peghasilan dan pajak dari semua badan usaha luar negeri yang dikendalikan secara proporsional sesuai dengan Kepentingan Kepemilikan masing-masing. Tarif Pajak Efektif di luar negerinya harus sama dengan 13,125% untuk memiliki kredit pajak luar negeri yang cukup untuk mencegah adanya pengenaan tarif pajak BULN berdasarkan rezim badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu ( blended controlled foreign company regime) . Kondisi ini tidak memberikan dampak terhadap pembatasan formula kredit pajak luar negeri yang diterapkan di negara X. Entitas Induk Utama memiliki beberapa badan usaha luar negeri yang dikendalikan yaitu A Co di negara A, B Co di negara B, dan C Co di negara C. A Co memperoleh penghasilan yang dapat diatribusikan sebesar 100, B Co memperoleh penghasilan yang dapat diatribusikan sebesar EUR50,00, dan C Co memperoleh penghasilan yang dapat diatribusikan sebesar EUR25,00. Entitas Induk Utama memiliki kepemilikan 100% atas masing- masing badan usaha luar negeri yang dikendalikan dan semua penghasilan dari masing-masing badan usaha luar negeri yang dikendalikan adalah penghasilan yang dapat diatribusikan kepada entitas tersebut. Tarif Pajak Efektif di masing-masing negara adalah sebagai berikut a. Negara A: 10% b. Negara B: 20%, dan c. Negara C: 5% Berdasarkan rezim badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu ( blended controlled foreign company regime) , Entitas Induk Utama dikenakan pajak sebesar EUR20,00 dan harus dialokasikan kepada badan usaha luar negeri yang dikendalikannya. Kunci alokasi badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu ( blended controlled foreign company ) untuk masing-masing badan usaha luar negeri yang dikendalikan dihitung sebagai berikut. Entitas Penghitungan Kunci Alokasi Kunci alokasi BULN Terpadu A Co 100 x (13,125% -10%) 3,125 B Co 50 x (13,125% - 20%) Tidak ada alokasi C Co 25 x (13,125% - 5%) 2,031 Jumlah dari semua kunci alokasi BULN terpadu 5,156 Jumlah pajak sebesar EUR20,00 berdasarkan rezim badan usaha luar negeri yang dikendalikan terpadu ( blended controlled foreign company ) kemudian dialokasikan sebagai berikut.
Entitas Konstituen dari Grup PMN yang dikecualikan dari GloBE terdiri atas:
badan pemerintah;
organisasi internasional;
organisasi nirlaba;
entitas dana pensiun;
entitas dana investasi yang merupakan Entitas Induk Utama; dan
entitas dana investasi real estat ( real estate investment vehicle ) yang merupakan Entitas Induk Utama.
Badan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Entitas yang tidak menjalankan perdagangan atau bisnis dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau dimiliki seluruhnya baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah termasuk bagian-bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya;
memiliki tujuan utama untuk:
memenuhi fungsi pemerintah; atau
mengelola atau menginvestasikan harta pemerintah atau negara atau yurisdiksi tersebut melalui kepemilikan investasi, manajemen harta, dan kegiatan investasi terkait atas harta pemerintah atau negara atau yurisdiksi tersebut;
bertanggung jawab kepada pemerintah atas kinerjanya secara keseluruhan dan memberikan laporan tahunan kepada pemerintah; dan
hartanya beralih kepada pemerintah pada saat pembubaran dan dalam hal Entitas tersebut mendistribusikan penghasilan bersih, penghasilan bersih tersebut didistribusikan semata-mata kepada pemerintah tersebut tanpa bagian dari penghasilan bersihnya menguntungkan pihak selain pemerintah.
Organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan organisasi antarpemerintah termasuk organisasi supranasional atau badan atau instrumen yang sepenuhnya dimiliki oleh organisasi antarpemerintah tersebut yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
utamanya berasal dari pemerintah;
memiliki persetujuan dengan negara atau yurisdiksi di mana organisasi didirikan yang memberikan organisasi tersebut hak istimewa dan imunitas; dan
ketentuan hukum atau dokumen pembentukannya mencegah penghasilannya menguntungkan pihak selain pemerintah.
Organisasi nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Entitas yang tidak menjalankan perdagangan atau bisnis yang tidak langsung terkait dengan tujuan pendirian dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
didirikan dan beroperasi di negara atau yurisdiksi di mana Entitas tersebut merupakan penduduk yang:
secara eksklusif mempunyai tujuan keagamaan, amal, ilmiah, seni, budaya, olahraga, pendidikan, atau tujuan serupa lainnya; atau
dapat merupakan organisasi profesional, serikat bisnis, kamar perdagangan, organisasi buruh, organisasi pertanian atau hortikultura, serikat warga atau organisasi yang dioperasikan secara eksklusif untuk promosi kesejahteraan sosial;
sebagian besar penghasilan dari kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a bebas dari pajak penghasilan di negara atau yurisdiksi tempat tinggalnya;
tidak memiliki pemegang saham atau anggota yang memiliki kepentingan properti atau keuntungan atas penghasilan atau hartanya;
penghasilan atau harta Entitas tidak boleh didistribusikan kepada, atau digunakan untuk keuntungan, pihak pribadi atau Entitas non-amal selain:
sesuai dengan pelaksanaan kegiatan amal Entitas;
sebagai pembayaran kompensasi yang wajar untuk jasa yang diberikan atau untuk penggunaan properti atau modal; atau
sebagai pembayaran yang mewakili nilai wajar properti yang telah dibeli oleh Entitas; dan
ketika organisasi berakhir, likuidasi, atau bubar, semua hartanya harus didistribusikan atau dikembalikan kepada organisasi nirlaba atau kepada pemerintah termasuk setiap entitas pemerintah dari negara atau yurisdiksi di mana Entitas menjadi penduduk atau bagian-bagian ketatanegaraannya.
Entitas dana pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan:
suatu Entitas yang didirikan dan dioperasikan di suatu negara atau yurisdiksi yang secara eksklusif atau mendekati eksklusif mengelola atau memberikan manfaat pensiun dan manfaat tambahan atau manfaat insidental kepada individu yang:
diatur oleh negara atau yurisdiksi tersebut atau salah satu bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya; atau
dijamin atau dilindungi oleh peraturan nasional dan didanai oleh kumpulan harta yang dimiliki melalui perjanjian fidusia atau wali untuk menjamin pemenuhan kewajiban pensiun terkait jika terjadi kebangkrutan Grup PMN; dan
entitas jasa pensiun.
Entitas jasa pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan Entitas yang didirikan dan dioperasikan secara eksklusif atau mendekati eksklusif:
untuk menginvestasikan dana demi keuntungan entitas dana pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a; atau
untuk menjalankan kegiatan yang bersifat tambahan dari kegiatan teratur yang dilakukan oleh entitas dana pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan merupakan bagian dari grup yang sama.
Entitas dana investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan Entitas yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
dirancang untuk mengumpulkan harta keuangan dan non-keuangan dari sejumlah investor;
investasi dilakukan berdasarkan kebijakan investasi yang telah ditentukan terlebih dahulu;
memungkinkan para investor untuk mengurangi biaya transaksi, riset, dan analisis, atau untuk menyebarkan risiko secara kolektif;
dirancang terutama untuk memperolah penghasilan atau laba investasi, atau perlindungan terhadap dampak suatu peristiwa tertentu;
para investor memiliki hak atas pengembalian dari harta dana tersebut atau penghasilan yang diperoleh dari harta dana tersebut, berdasarkan kontribusi yang diberikan oleh para investor tersebut;
Entitas atau manajemennya tunduk pada regulasi di negara atau yurisdiksi di mana Entitas tersebut dibentuk atau dikelola termasuk regulasi anti pencucian uang dan regulasi perlindungan investor; dan
dikelola oleh manajemen dana investasi profesional atas nama para investor.
Entitas dana investasi real estat ( real estate investment vehicle ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan Entitas yang pemajakannya dilakukan satu kali pada tingkat Entitas tersebut atau pada tingkat pemegang kepentingannya dengan penundaan paling lama 1 (satu) tahun, sepanjang Entitas tersebut utamanya memiliki harta tidak bergerak dan dimiliki secara luas.
GloBE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikecualikan untuk:
Entitas yang paling sedikit 95% (sembilan puluh lima persen) dari Kepentingan Kepemilikannya dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, yang:
beroperasi secara eksklusif atau mendekati eksklusif untuk memiliki harta atau menginvestasikan dana untuk kepentingan Entitas atau Entitas yang dikecualikan; atau
hanya melakukan kegiatan yang bersifat penunjang yang dilakukan oleh Entitas atau Entitas yang dikecualikan; atau
Entitas Konstituen yang paling sedikit 85% (delapan puluh lima persen) dari Kepentingan Kepemilikannya dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, dengan ketentuan bahwa secara substansial semua penghasilan Entitas berupa Dividen yang Dikecualikan atau keuntungan atau kerugian ekuitas yang dikecualikan dari perhitungan Laba atau Rugi GloBE.
Kepentingan Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dihitung berdasarkan nilai perubahan terakhir kepemilikan Entitas.
Entitas yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (9) tetap diperhitungkan dalam menghitung peredaran bruto Grup PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Entitas Konstituen Pelapor dapat memilih untuk tidak memperlakukan Entitas sebagai Entitas yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dengan melakukan Pemilihan Lima Tahun.
Contoh penerapan ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Standar dan Uji Kompetensi Serta Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Analis Anggaran.
Relevan terhadap
Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a terdiri atas unit kompetensi yang meliputi kemampuan untuk:
menerapkan prinsip-prinsip penganggaran dalam pengelolaan APBN;
melakukan analisis bahan dan materi penyusunan dokumen APBN;
melakukan analisis perkembangan APBN dan indikator ekonomi makro;
menyajikan dan merekomendasikan opsi-opsi terbaik dalam penentuan postur APBN;
menyusun mekanisme dan model perhitungan APBN dan indikator ekonomi makro;
melakukan analisis alokasi pagu Kementerian Negara/Lembaga dan Bendahara Umum Negara;
menyusun dokumen penganggaran;
menelaah dokumen penganggaran;
melakukan monitoring dan evaluasi kinerja penganggaran aspek implementasi;
melakukan evaluasi kinerja penganggaran aspek konteks dan manfaat;
melakukan analisis perencanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
melakukan analisis pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
melakukan analisis monitoring, evaluasi dan rekomendasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
merumuskan/mengharmonisasikan peraturan/ kebijakan penganggaran;
merumuskan efisiensi biaya dalam penganggaran;
melakukan analisis dampak peraturan/kebijakan penganggaran;
melakukan kajian di bidang penganggaran; dan
melakukan bimbingan teknis di bidang Penganggaran.
Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf g, huruf h, huruf i, huruf q, dan huruf r berlaku untuk jenjang Analis Anggaran Pertama/Ahli Pertama.
Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf f, huruf k, dan huruf l berlaku untuk jenjang Analis Anggaran Muda/Ahli Muda.
Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf j, huruf m, huruf n, dan huruf o berlaku untuk jenjang Analis Anggaran Madya/Ahli Madya.
Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf p berlaku untuk jenjang Analis Anggaran Utama/Ahli Utama.
Pemetaan, daftar unit, format, pemaketan, dan uraian unit Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Seksi Analisis Ekonomi Makro mempunyai tugas melakukan analisis kebijakan clan prospek perkembangan ekonomi makro, analisis sensitivitas dampak ekonomi makro terhadap Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara, clan pengelolaan data dan model dampak ekonomi makro dalam penyusunan dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara dan Rancangan Undang- Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Seksi Analisis Penerimaan Perpajakan dan Hibah mempunyai tugas melakukan analisis kebijakan, perkembangan realisasi, sasaran penerimaan perpajakan, hibah, sensitivitas perpajakan, pemantauan, evaluasi, clan pengelolaan data dan model penerimaan perpajakan clan hibah dalam penyusunan dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang- Undang Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara.
Seksi Analisis Penerimaan Negara Bukan Pajak mempunyai tugas melakukan analisis kebijakan, perkembangan realisasi, sasaran Penerimaan Negara Bukan Pajak, sensitivitas Penerimaan Negara Bukan Pajak, serta pemantauan, evaluasi, clan pengelolaan data clan model Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam penyusunan dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara.
Seksi Analisis clan Konsolidasi Penyusunan Postur Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara mempunyai tugas melakukan analisis perkembangan kondisi fiskal clan kerangka Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara (postur Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara), pemantauan clan evaluasi atau pemantauan dini Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara, dan koordinasi pengolahan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara clan data fiskal lainnya dalam Proyeksi Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk keperluan penyusunan dokumen-dokumen Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara clan Rancangan Undang- Undang Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara.
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ...
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. LAMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, DAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 2. BAB II KA"IIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru dilakukan dengan menganalisis dampak dari suatu norma dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah untuk memperkirakan biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh dari penerapan suatu Undang-Undang atau Peraturan Daerah. Kajian tersebut didukung dengan analisis yang metode tertentu, antara lain metode Regulatory Impact Analysis (RIA) dan metode Rule, Opportunitg, Capacitg, Communication, Interest, Procesg and ldeologg (ROCCIPD. JOKO WIDODO LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2OTL TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG. UNDANGAN TEKNIK PEI{YUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 2. Judul Peraturan Perundang-undangan di tingkat pusat memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang-undangan dengan mencantumkan frasa Republik Indonesia. Judul Peraturan Perundang-undangan di tingkat daerah memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan daerahnya. dengan mencantumkan nama Contoh 1: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Contoh 2: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1I TAHUN 2O2O TENTANG CIPTA KERJA Contoh 3: PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI 3 2a. Penomoran Peraturan Perundang-undangan ditulis hanya menggunakan angka Arab tanpa penambahan huruf, angka Romawi, dan/atau tanda baca. Penomoran tidak mengikuti aturan penomoran tata naskah dinas. Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa, tetapi secara esensial maknanya telah mencerminkan isi Peraturan Perundang-undangan. Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan 1 (satu) kata:
Paten b. Yayasan c Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggu.nakan frasa:
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum b. Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan c. Cipta Kerja 3a. Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus dapat menggunakan nama baru yang tidak sama dengan nama Peraturan Perundang-undangan yang diubah atau dicabut yang dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa, tetapi secara esensial maknanya telah dan 151 Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Contoh: Cipta Kerja Judul Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca. Contoh:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2OI1 TENTANG KEIMIGRASIAN b. UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ll TAHUN 2O2O TENTANG CIPTA KERJA 4 c d. PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2OO7 TENTANG KETERTIBAN UMUM QANUN ^KABUPATEN ^ACEH JAYA NOMOR 2 TAHUN 2O1O TENTANG PET.IYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN e PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 5 TAHUN 2OIO TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA MAJELIS RAKYAT PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2OO8 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH Untuk ^judul Rancangan Peraturan Perundang-undangan, sebelum judul ditambahkan kata RANCANGAN yang ditulis dengan huruf kapital dan untuk nomor dan tahun hanya ditulis tanda baca ben-rpa 3 (tiga) titik (elipsis). Contoh: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG CIPTA KERJA f.
4a. 5 Nama Peraturan Perundang-undangan tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim kecuali terdapat hal sebagai berikut:
belum diserap dalam bahasa Indonesia atau belum ada padanan kata dalam bahasa Indonesia;
merupakan istilah teknis yang baku;
^jika tidak disingkat dapat mengubah makna bahasa tersebut; dan/atau
sudah merupakan istilah yang baku dan digunakan secara internasional. Contoh yang tidak tepat dengan menambah singkatan:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) b, PERATURAN DAERAH KOTAPEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 2OO5 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) Contoh yang tidak tepat dengan menggunakan akronim: PERATURAN DAERAH KABUPATEN ... NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH (PROLEGDA) Contoh yang diperbolehkan menggunakan akronim: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2l TAHUN 2O2O TENTANG PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN COROIVA IIIRUS DrSEASE2019 (COWD-19) 6. Pada 6. Pada nama Peraturan Perundang-undangan perubahan ditambahkan frasa perubahan atas di depan judul Peraturan Perundang-undangan yang diubah. Contoh:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2OO8 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG.UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2O2O TENTANG CIPTA KER.'A c. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 14 TAHUN 2OO9 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2OO7 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Jika Peraturan Perundang-undangan telah diubah lebih dari 1 (satu) kali, di antara kata perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya. Contoh: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2OT9 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKIT,AN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH b 7 a.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1I TAHUN 2O2O TENTANG CIPTA KERJA C. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2l TAHUN 2OO7 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2OO4 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAI(YAT DAERAH d. PERATURANDAERAHKABUPATENMINAHASATENGGARA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2OO7 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN MINAHASA TENGGARA 9. Pada nama Peraturan Perundanyundangan pencabutan ditambahkan kata pencabutan di depan ^judul Peraturan Perundang-undangan yang dicabut. Contoh:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 10. c PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2O1O TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2OO3 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DAN IZIN ANGKUTAN KHUSUS DI PERAIRAN DARATAN LINTAS KABUPATEN ATAU KOTA Pada nama Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang ditetapkan menjadi Undang-Undalg, ditambahkan kata penetapan di depan judul Perpu yang ditetapkan dan dialhiri dengan frasa menjadi Undang-Undang. Contoh: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2OO3 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR l TAHUN 2OO2 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG_UNDANG a.
19.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG... MENJADI UNDANG-UNDANG Pokok pikiran pada konsiderans Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis. Peraturan Perundang-undangan lainnya ^juga dapat memuat unsur lilosofis, sosiologis, dan/atau yuridis. a. Unsur Iilosofrs menggambarkan bahwa ^peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Unsur filosofis paling banyak terdiri dari 2 ^(dua) ^konsiderans, termasuk yang mengandung historis.
Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Unsur sosiologis paling banyak terdiri dari 2 (dua) konsiderans. c. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Unsur yuridis paling banyak terdiri dari 2 (dua) konsiderans. Contoh 1: Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas