Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Direktur Jenderal Anggaran melaksanakan evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP setelah penyampaian usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diterima.
Evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
evaluasi penerapan dasar pertimbangan usulan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); dan
evaluasi atas ketentuan yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Dalam melakukan evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran dapat berkoordinasi dengan:
unit eselon I lain di lingkungan Kementerian Keuangan; dan/atau
Kementerian/Lembaga lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Instansi Pengelola PNBP.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berasal dari objek PNBP Pemanfaatan Sumber Daya Alam, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP tersebut terhadap perpajakan, PNBP, dana bagi hasil, dan pendapatan asli daerah.
Evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk mempertimbangkan pajak daerah dan retribusi daerah yang dikenakan atas objek PNBP Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berdampak langsung kepada harga jual produk/jasa yang secara dominan menjadi komponen penghitung inflasi, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan evaluasi dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP tersebut terhadap inflasi.
Dalam hal usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP berasal dari objek PNBP Pengelolaan Barang Milik Negara berupa penggunaan Barang Milik Negara, koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk melibatkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Petunjuk teknis mengenai evaluasi atas usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Bab IV huruf A dan B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) · Huruf a Yang .dimaksud dengan "upaya penyederhanaan jenis dan/atau tarif atas jenis PNBP" adalah upaya untuk mengurangi jenis dan/atau tarif }'NBP, khususnya yang berkaitan dengan layanan dasar, tanpa mengurangi tanggung jawab Pemerintah untuk menyediakan layanan dasar bcrdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan. Huruf b REPUBUK INDONESIA Yang dimaksud dengan "efektivitas" antara lain penilaian terhadap efektif atau tidaknya suatu pungutan PNBP, seperti jumlah pengguna layanan per tahun. Yang dimaksud dengan "kinerja'' antara lain realisasi atas pungutan PNBP. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "dasar perhitungan usulan tarif atas jenis PNBP" antara lain komponen pembentuk tarif atau data perbandingan dengan pungutan sejenis. Huruf e Yang dimakud dengan "analisis dampak pengenaanjenis dan tarif atas jenis PNBP" dilakukan dengan antara lain membandingkan kenaikan tarif dengan inflasi, unsur biaya, survei terhadap penerima layanan, pengenaan tarif dengan biaya yang dikeluarkan oleh Instansi Pengelola PNBP, dan potensi penerimaan. Ayat (3) Cukup jelas.
Pimpinan Instansi Pengelola PNBP menyusun usulan jenis dan tarif atas jems PNBP.
Dalam menyusun usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan Instansi Peagelola PNBP harus melakukan:
upaya penyederhanaan jer1is dan/ a~au tarif atas jenis PNBP;
analisis terhadap efektivitas dan kinerja pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP;
analisis latar belakang pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP beserta dasar kewenangan Instansi Pengelola PNBP;
analisis dasar ptrhitungan usulan jenis dan tarif atas jenis PNBP; dan/atau
analisis dampak pengenaan jenis dan tarif atas jenis PNBP.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan usulan jenis dan tarif atas jeais PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. Pasal 52 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pasar modal domestik" adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek di wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "penawaran umum" adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang mengenai pasar modal dan peraturan pelaksanaannya. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (3) Ayat (a) Ayat (5) Ayat (6) Cukup ^jelas. Cukup ^jelas. Cukup ^jelas Yang dimaksud dengan "strategis" adalah kegiatan yang diusulkan memiliki keselarasan tujuan/sasaran dengan program prioritas/kegiatan prioritas/proyek prioritas dalam RPJMN, mendukung RPJMD, danf atau sesuai rencana induk sektoral. Yang dimaksud dengan "teknis" adalah kegiatan yang diusulkan memuat urgensi proyek, rencana penggunaan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah, ketersediaan jadwal pelaksanaan kegiatan, serta rencana keberlanjutan proyek. Yang dimaksud dengan "kelembagaart" adalah kegiatan yang diusulkan memuat penjelasan terkait pembagian kerja dan tanggung jawab pelaksana kegiatan, serta garis koordinasi pelaksana kegiatan pada selurrrh tahapan proyek. Yang dimaksud dengan "ekonomi" adalah kegiatan yang diusulkan menunjukkan kelayakan ekonomi yang dihitung antara lain menggunakan analisis biaya-manfaat. Yang dimaksud dengan "dampak sosial dan lingkungan" adalah kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan hasil identifikasi dan analisis dampak terhadap penerima manfaat kegiatan, serta analisis dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat pelaksanaan kegiatan yang diusulkan. Yang dimaksud dengan "pembiayaarr' adalah dokumen pengusulan kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan hasil analisa penganggaran modal dengan mempertimbangkan karakteristik proyek dan kebutuhan Daerah, serta keselarasan dengan sumber pembiayaan lainnya. Yang . Yang dimaksud dengan "mitigasi risiko" adalah kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan identifikasi risiko yang berpotensi muncul pada setiap tahapan proyek secara menyeluruh, dilengkapi rencana mitigasinya. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (e) Cukup ^jelas. Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (11) Cukup ^jelas.
Penetapan Tarif Nol Rupiah atas Jasa Penerbitan Surat Keterangan Asal yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan karena Pandemi Corona Virus Disease 2 ...
Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional di Bidang Keuangan Negara
Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap
Entitas Konstituen dari Grup PMN yang dikecualikan dari GloBE terdiri atas:
badan pemerintah;
organisasi internasional;
organisasi nirlaba;
entitas dana pensiun;
entitas dana investasi yang merupakan Entitas Induk Utama; dan
entitas dana investasi real estat ( real estate investment vehicle ) yang merupakan Entitas Induk Utama.
Badan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Entitas yang tidak menjalankan perdagangan atau bisnis dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau dimiliki seluruhnya baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah termasuk bagian-bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya;
memiliki tujuan utama untuk:
memenuhi fungsi pemerintah; atau
mengelola atau menginvestasikan harta pemerintah atau negara atau yurisdiksi tersebut melalui kepemilikan investasi, manajemen harta, dan kegiatan investasi terkait atas harta pemerintah atau negara atau yurisdiksi tersebut;
bertanggung jawab kepada pemerintah atas kinerjanya secara keseluruhan dan memberikan laporan tahunan kepada pemerintah; dan
hartanya beralih kepada pemerintah pada saat pembubaran dan dalam hal Entitas tersebut mendistribusikan penghasilan bersih, penghasilan bersih tersebut didistribusikan semata-mata kepada pemerintah tersebut tanpa bagian dari penghasilan bersihnya menguntungkan pihak selain pemerintah.
Organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan organisasi antarpemerintah termasuk organisasi supranasional atau badan atau instrumen yang sepenuhnya dimiliki oleh organisasi antarpemerintah tersebut yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
utamanya berasal dari pemerintah;
memiliki persetujuan dengan negara atau yurisdiksi di mana organisasi didirikan yang memberikan organisasi tersebut hak istimewa dan imunitas; dan
ketentuan hukum atau dokumen pembentukannya mencegah penghasilannya menguntungkan pihak selain pemerintah.
Organisasi nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Entitas yang tidak menjalankan perdagangan atau bisnis yang tidak langsung terkait dengan tujuan pendirian dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
didirikan dan beroperasi di negara atau yurisdiksi di mana Entitas tersebut merupakan penduduk yang:
secara eksklusif mempunyai tujuan keagamaan, amal, ilmiah, seni, budaya, olahraga, pendidikan, atau tujuan serupa lainnya; atau
dapat merupakan organisasi profesional, serikat bisnis, kamar perdagangan, organisasi buruh, organisasi pertanian atau hortikultura, serikat warga atau organisasi yang dioperasikan secara eksklusif untuk promosi kesejahteraan sosial;
sebagian besar penghasilan dari kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a bebas dari pajak penghasilan di negara atau yurisdiksi tempat tinggalnya;
tidak memiliki pemegang saham atau anggota yang memiliki kepentingan properti atau keuntungan atas penghasilan atau hartanya;
penghasilan atau harta Entitas tidak boleh didistribusikan kepada, atau digunakan untuk keuntungan, pihak pribadi atau Entitas non-amal selain:
sesuai dengan pelaksanaan kegiatan amal Entitas;
sebagai pembayaran kompensasi yang wajar untuk jasa yang diberikan atau untuk penggunaan properti atau modal; atau
sebagai pembayaran yang mewakili nilai wajar properti yang telah dibeli oleh Entitas; dan
ketika organisasi berakhir, likuidasi, atau bubar, semua hartanya harus didistribusikan atau dikembalikan kepada organisasi nirlaba atau kepada pemerintah termasuk setiap entitas pemerintah dari negara atau yurisdiksi di mana Entitas menjadi penduduk atau bagian-bagian ketatanegaraannya.
Entitas dana pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan:
suatu Entitas yang didirikan dan dioperasikan di suatu negara atau yurisdiksi yang secara eksklusif atau mendekati eksklusif mengelola atau memberikan manfaat pensiun dan manfaat tambahan atau manfaat insidental kepada individu yang:
diatur oleh negara atau yurisdiksi tersebut atau salah satu bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya; atau
dijamin atau dilindungi oleh peraturan nasional dan didanai oleh kumpulan harta yang dimiliki melalui perjanjian fidusia atau wali untuk menjamin pemenuhan kewajiban pensiun terkait jika terjadi kebangkrutan Grup PMN; dan
entitas jasa pensiun.
Entitas jasa pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan Entitas yang didirikan dan dioperasikan secara eksklusif atau mendekati eksklusif:
untuk menginvestasikan dana demi keuntungan entitas dana pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a; atau
untuk menjalankan kegiatan yang bersifat tambahan dari kegiatan teratur yang dilakukan oleh entitas dana pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan merupakan bagian dari grup yang sama.
Entitas dana investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan Entitas yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
dirancang untuk mengumpulkan harta keuangan dan non-keuangan dari sejumlah investor;
investasi dilakukan berdasarkan kebijakan investasi yang telah ditentukan terlebih dahulu;
memungkinkan para investor untuk mengurangi biaya transaksi, riset, dan analisis, atau untuk menyebarkan risiko secara kolektif;
dirancang terutama untuk memperolah penghasilan atau laba investasi, atau perlindungan terhadap dampak suatu peristiwa tertentu;
para investor memiliki hak atas pengembalian dari harta dana tersebut atau penghasilan yang diperoleh dari harta dana tersebut, berdasarkan kontribusi yang diberikan oleh para investor tersebut;
Entitas atau manajemennya tunduk pada regulasi di negara atau yurisdiksi di mana Entitas tersebut dibentuk atau dikelola termasuk regulasi anti pencucian uang dan regulasi perlindungan investor; dan
dikelola oleh manajemen dana investasi profesional atas nama para investor.
Entitas dana investasi real estat ( real estate investment vehicle ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan Entitas yang pemajakannya dilakukan satu kali pada tingkat Entitas tersebut atau pada tingkat pemegang kepentingannya dengan penundaan paling lama 1 (satu) tahun, sepanjang Entitas tersebut utamanya memiliki harta tidak bergerak dan dimiliki secara luas.
GloBE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikecualikan untuk:
Entitas yang paling sedikit 95% (sembilan puluh lima persen) dari Kepentingan Kepemilikannya dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, yang:
beroperasi secara eksklusif atau mendekati eksklusif untuk memiliki harta atau menginvestasikan dana untuk kepentingan Entitas atau Entitas yang dikecualikan; atau
hanya melakukan kegiatan yang bersifat penunjang yang dilakukan oleh Entitas atau Entitas yang dikecualikan; atau
Entitas Konstituen yang paling sedikit 85% (delapan puluh lima persen) dari Kepentingan Kepemilikannya dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, dengan ketentuan bahwa secara substansial semua penghasilan Entitas berupa Dividen yang Dikecualikan atau keuntungan atau kerugian ekuitas yang dikecualikan dari perhitungan Laba atau Rugi GloBE.
Kepentingan Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dihitung berdasarkan nilai perubahan terakhir kepemilikan Entitas.
Entitas yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (9) tetap diperhitungkan dalam menghitung peredaran bruto Grup PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Entitas Konstituen Pelapor dapat memilih untuk tidak memperlakukan Entitas sebagai Entitas yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dengan melakukan Pemilihan Lima Tahun.
Contoh penerapan ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran PKB yang disebabkan oleh keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat ^(9) dan/atau kelebihan pembayaran BBNKB kepada gubernur, pengembalian kelebihan pembayaran PKB dan/atau BBNKB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) disetujui, gubernur menerbitkan SKPDLB PKB dan/atau SKPDLB BBNKB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 105. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) disampaikan kepada bupati/wali kota, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) diterbitkan. (4) Gubernur mengembalikan kelebihan pembayaran PKB dan Opsen PKB, atau BBNKB dan Opsen BBNKB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ^paling lama 2 ^(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 5 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Opsen Pajak MBLB Pasal 111 (1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran Pajak MBLB kepada bupati/wali kota, pengembalian kelebihan pembayaran Pajak MBLB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen Pajak MBLB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, bupati/wali kota menerbitkan SKPDLB Pajak MBLB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal lO5. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada gubernur, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan. (4) Gubernur menerbitkan SKPDLB Opsen Pajak MBLB berdasarkan SKPDLB Pajak MBLB, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) diterima. (5) Gubernur dan bupati/wali kota mengembalikan kelebihan pembayaran Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (41, paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 6 Sinergi Pemungutan Opsen Pasal 112 (1) Dalam rangka optimalisasi penerimaan:
PKB dan Opsen PKB; dan
BBNKB dan Opsen BBNKB, Pemerintah Daerah provinsi bersinergi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (21 Dalam rangka optimalisasi penerimaan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersinergi dengan Pemerintah Daerah provinsi. (3) Sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa sinergi pendanaan untuk biaya yang muncul dalam Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, Opsen BBNKB, Pajak MBLB, dan Opsen Pajak MBLB, atau bentuk sinergi lainnya. Pasal 113 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB dan bentuk sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam implementasi kebijakan yang berdampak pada Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, dan Opsen BBNKB, diatur dalam Perkada provinsi di wilayah kabupaten / kota tersebut berada. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen Pajak MBLB dan bentuk sinergi antara kabupaten/kota dan provinsi dalam implementasi kebijakan ^yang berdampak pada Pemungutan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, diatur dalam Perkada kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi. Paragraf 7 Rekonsiliasi Pajak Pasal I 14 (1) Kepala Daerah pada provinsi yang bersangkutan, dan bank tempat pembayaran PKB, BBNKB, dan ^Pajak MBLB melakukan rekonsiliasi data ^penerimaan ^PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB serta Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB setiap triwulan. REPIIBLIK INDONESIA (2) Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencocokkan:
SKPD atau SPTPD;
SSPD;
rekening koran bank; dan
dokumen penyelesaian kekurangan pembayaran Pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. Bagian Kedua Puluh Tiga Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak dan Pemanfaatan Data Paragraf 1 Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Pasal 115 (l) Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kerja sama optimalisasi Pemungutan Pajak dengan:
Pemerintah;
Pemerintah Daerah lain; dan/atau
pihak ketiga. (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi:
pertukaran dan/atau pemanfaatan data dan/atau informasi perpajakan, perizinan, serta data dan/atau informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pengawasan Wajib Pajak bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemanfaatan program atau kegiatan ^peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di bidang perpajakan;
pendampingan dan dukungan kapasitas di bidang perpajakan;
peningkatan pengetahuan dan kemampuan aparatur atau sumber daya manusia di bidang perpajakan;
penggunaan jasa layanan pembayaran oleh pihak ketiga; dan
kegiatan lainnya yang dipandang perlu untuk dilaksanakan dengan didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. (3) Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e dan/atau huruf g. (41 Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf ^g. Pasal 116 (1) Pemerintah Daerah dapat:
mengajukan penawaran kerja sama kepada pihak yang dituju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l ); dan
menerima penawaran kerja sama dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l). (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (21 dituangkan dalam dokumen perjanjian kerja sama atau dokumen lain yang disepakati para pihak.
Khusus untuk bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) huruf a, dokumen perjanjian kerja sama ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama mitra kerja sama. (4) Dokumen perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur ketentuan mengenai:
subjek kerja sama;
maksud dan tujuan;
ruang lingkup;
hak dan kewajiban para pihak yang terlibat;
^jangka waktu perjanjian;
sumber pembiayaan;
penyelesaian perselisihan;
sanksi;
korespondensi; dan
perubahan. Paragraf 2 Penghimpunan Data dan/atau Informasi Elektronik dalam Pemungutan Pajak Pasal 117 (1) Dalam rangka optimalisasi Pemungutan Pajak, Pemerintah Daerah dapat meminta data dan/atau informasi kepada pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan. (2) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data dan/atau informasi yang berkaitan dengan orang pribadi atau Badan yang terdaftar dan memiliki peredaran usaha. BAB IV PAJAK DAN RETRIBUSI DALAM RANGKA MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA DAN BERINVESTASI SERTA EVALUASI RAPERDA DAN PERDA PAJAK DAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Pajak dan Retribusi dalam rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi Paragraf 1 Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 118 (l) Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang telah ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi. (2) Program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proyek strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. (3) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (4) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur:
proyek strategis nasional yang mendapat fasilitas penyesuaian tarif;
jenis Pajak dan/atau Retribusi yang akan disesuaikan;
besaran penyesuaian tarif;
mulai berlakunya penyesuaian tarif;
^jangka waktu penyesuaian tarif; dan
Daerah yang melakukan penyesuaian tarif. Pasal 119 (1) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dikoordinasikan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian. (21 Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diusulkan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian kepada Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 2 Pelaksanaan Pemantauan Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 120 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi mengikuti besaran tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3). (21 Kementerian/lembaga teknis terkait melakukan pemantauan atas pelaksanaan Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4). (3) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Menteri.
Dalam hal jangka waktu penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3) berakhir, tarif yang ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi dapat diberlakukan kembali. Bagian Kedua Evaluasi dan Pengawasan Pajak dan Retribusi Paragraf I Evaluasi Rancangan Perda Provinsi mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 121 (1) Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan gubemur melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD provinsi dan gubernur. REPIJBUK INDONESIA Pasal 122 (1) Evaluasi rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap r€rncangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (41 Evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (6) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangErn Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan hasil evaluasi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3). -to2- (71 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada gubernur, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetujuan atau penolakan. (9) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 123 (1) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (8), disertai dengan alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh gubernur bersama DPRD provinsi dengan memperbaiki rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh gubernur. (3) Dalam hal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. I Paragraf 2 Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/ Kota mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 124 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan bupati/wali kota melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota. Pasal 125 (1) Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri. -to4- (21 Gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling larna 12 (dua belas) hari keg'a terhitung sejak tanggal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/ kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh gubernur dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (4) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 kepada gubernur. (6) Gubernur melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan hasil evaluasi oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3). a, PIT*{FTiII REPI.'BLIK INDONESIA (71 Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetqjuan atau penolakan. (9) Dalam ha1 hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 126 (1) Hasil evaluasi bempa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (8), disertai alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota bersama DPRD kabupaten/ kota dengan memperbaiki rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kembali kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh bupati/wali kota. (3) Dalam hal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Evaluasi Perda mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 127 (1) Kepala Daerah wajib menyampaikan Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang telah ditetapkan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. (4) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41, Perda mengenai Pajak dan Retribusi bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau kebijakan fiskal nasional, Menteri merekomendasikan untuk dilakukan perubahan atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Perda mengenai Pajak dan Retribusi diterima. -to7- Pasal 128 (1) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Menteri berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (5), paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat rekomendasi diterima. (21 Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian Perda mengenai Pajak dan Retribusi;
rekomendasi perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi; dan
rekomendasi penghentian Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi. (3) Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam ^jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima. (41 Dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah. (5) Perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan Perda mengenai Pajak dan Retribusi. Paragraf 4 Pengawasan Pelaksanaan Perda mengenai Pajak dan Retribusi
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017. ...
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan ...
Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Relevan terhadap
Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas Berbagai instrumen dapat diambil untuk mencapai target Nationally Determined contribution (NDC), di antaranya adalah menggunakan instrumen nilai ekonomi karbon (NEK) yang terdiri dari instrumen perdagangan maupun nonperdagangan. Instrumen nonperdagangan di antaranya adalah pengenaan pajak karbon. Pajak karbon dikenakan dalam rangka mengendalikan emisi gas rumah kaca untuk mendukung pencapaian NDC Indonesia. NDC atau kontribusi yang ditetapkan secara nasional adalah komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Paris Agreement to Tle tJnited Nations Framework conuention on climate change (persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim). Yang dimaksud dengan "emisi karbon" adalah emisi karbon dioksida ekuivalen (COze). Kriteria dampak negatif bagi lingkungan hidup antara lain:
penyusutan sumber daya alam;
pencemaran lingkungan hidup; atau
kerusakan lingkungan hidup. Ayat (3) Ayat (3) Peta jalan (road mapl pajak karbon memuat sebagai berikut:
Strategi Penurunan Emisi Karbon Pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29%o (dua puluh sembilan persen) dengan kemampuan sendiri dan 4lo/o (empat puluh satu persen) dengan dukungan internasional pada tahun 2030 dan menuju Net Zero Emission (NZE) paling lambat di tahun 2060. b. Sasaran Sektor Prioritas Target penurunan emisi sektor energi dan transportasi serta sektor kehutanan sudah mencakup 97o/o (sembilan puluh tujuh persen) dari total target penurunan emisi NDC sehingga menjadi prioritas utama penurunan emisi gas rumah kaca. Selain dua sektor tersebut akan mengikuti transformasi industri nasional berbasis energi bersih dan pajak karbon menuju Indonesia Emas tahun 2045 dan NZE paling lambat tahun 2060. c. Memperhatikan Pembangunan Energi Baru dan Terbarukan Bauran kebijakan pajak karbon, perdagangan karbon dan kebijakan teknis sektoral di antaranya phasing out coal, pembangunan energi baru dan terbarukan, dan/atau peningkatan keanekaragaman hayati diharapkan akan mendukung pencapaian target NZE 2060 dengan tetap mengedepankan prinsip just and a-ffordable transition bagi masyarakat dan memberikan kepastian iklim berusaha. d. Keselarasan Antarberbagai Kebijakan Peta jalan (road mapl pajak karbon akan memuat antara lain strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, dan/atau memperhatikan pembangunan energi baru terbarukan dan diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pengenaan pajak karbon dilaksanakan sebagai berikut:
Tahun 2021, dilakukan pengembangan mekanisme perdagangan karbon;
Tahun 2022 sampai dengan 2024, diterapkan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax/ untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara;
Tahun 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan penahapan sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan antara lain kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan/atau skala. Penerapan pajak karbon mengutamakan pengaturan atas subjek pajak badan. Tarif pajak karbon akan dibuat lebih tinggi daripada atau sama dengan harga karbon di pasar karbon domestik. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Ra}ryat Republik Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Ayat (s) Yang dimaksud dengan "barang yang mengandung karbon" adalah barang yang termasuk tapi tidak terbatas pada bahan bakar fosil yang menyebabkan emisi karbon. Yang dimaksud dengan "aktivitas yang menghasilkan emisi karbon" adalah aktivitas yang menghasilkan atau mengeluarkan emisi karbon yang berasal antara lain dari sektor energi, pertanian, kehutanan dan perubahan lahan, industri, serta limbah. Termasuk dalam cakupan membeli, yaitu membeli barang yang menghasilkan emisi karbon di dalam negeri dan impor. Ayat (6) Perhitungan pajak karbon terutang atas keseluruhan nilai pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dengan mempertimbangkan nilai faktor emisi yang ditetapkan oleh kementerian dan/atau badan/lembaga yang memiliki kompetensi dan kewenangan melakukan pengukuran nilai faktor emisi. Yang Yang dimaksud nilai faktor emisi adalah nilai koefisien yang menghubungkan jumlah emisi rata-rata yang dilepaskan ke atmosfer dari sumber tertentu relatif terhadap unit aktivitas atau proses yang terkait pelepasan emisi karbon. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Karbon dioksida ekuivalen (COze) merupakan representasi emisi gas rumah kaca antara lain senyawa karbon dioksida (COz), dinitro oksida (NzO), dan metana (CH+). Yang dimaksud dengan "setara" adalah satuan konversi karbon dioksida ekuivalen (COze) antara lain ke satuan massa dan satuan volume. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Ayat (1 1) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Ratryat Republik Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Ayat (12) Yang dimaksud dengan "pengendalian perubahan iklim" adalah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Yang dimaksud "mitigasi perubahan iklim" adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca atau meningkatkan penyerapan emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. Yang Yang dimaksud dengan "adaptasi perubahan iklim" adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi. Ayat (13) Yang dimaksud dengan "perdagangan emisi karbon" adalah mekanisme transaksi antara pelaku usaha dan/atau kegiatan yang memiliki emisi melebihi batas atas emisi yang ditentukan. Yang dimaksud dengan "pengimbangan emisi karbon" (offset emisi karbon) adalah pengurangan emisi karbon yang dilakukan usaha dan/atau kegiatan untuk mengompensasi emisi yang dibuat di tempat lain. Ayat (la) Cukup jelas. Ayat (15) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Ralryat Republik ' Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Ayat (16) Cukup ^jelas. Pasal 14 Angka 1 Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "etil alkohol atau etanol" adalah barang cair, jernih, dan tidak benvarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia CzHsOH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi. Huruf b . Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan "minuman yang mengandung etil alkohol" adalah semua barang cair yang lazirn disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whislcy, dan yang sejenis. Yang dimaksud dengan "konsentrat yang mengandung etil alkohol" adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol. Yang dimaksud dengan "sigaret" adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan. Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan j umlahnya. Yang dimaksud dengan ^*cerutu" adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang dimaksud dengan "rokok daun" adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, unt-uk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang dimaksud dengan "tembakau iris" adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang Yang dimaksud dengan "rokok elektrik" adalah hasil tembakau berbentuk cair, padat, atau bentuk lainnya, yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang disediakan untuk konsumen akhir dalam kemasan penjualan eceran yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian dihisap. Yang dimaksud dengan "hasil pengolahan tembakau lainnya" adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Angka 2 Pasal 40B Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penelitian dugaan pelanggaran" adalah segala upaya yang dilakukan oleh pejabat Bea dan Cukai terhadap orang, tempat, barang, dan sarana pengangkut seperti meminta keterangan dari pihak-pihak terkait, memeriksa barang, memeriksa tempat/bangunan, memeriksa sarana pengangkut, memeriksa pembukuan dan pencatatan, dan/atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan dalam rangka mencari dan mengumpulkan bahan dan keterangan untuk menentukan terjadi atau tidaknya pelanggaran di bidang cukai baik administratif maupun pidana. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Hal ini dimaksudkan agar pendekatan penegakan hukum di bidang cukai bersifat restoratiue justice yaitu pendekatan penegakan hukum yang lebih mengutamakan pemulihan hak-hak atau kondisi korban, dimana dalam tindak pidana di bidang cukai yang berperan sebagai korban adalah negara, karena negara kehilangan haknya yaitu penerimaan negara di bidang cukai. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang selain barang kena cukai yang tersangkut dalam tindak pidana yang terjadi, seperti sarana pengangkut, peralatan komunikasi, media atau tempat penyimpanan, serta dokumen dan surat. Ayat (6) Cukup ^jelas. Angka 3