bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah, dan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan Dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri Oleh Pemerintah, ketentuan lebih lanjut mengenai penerusan pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa dalam rangka pengaturan penerusan pinjaman luar negeri dan penerusan pinjaman dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu disusun kembali aturan mengenai tata cara penerusan pinjaman dalam negeri dan luar negeri guna memberikan alternatif pembiayaan kepada Badan Usaha Milik Negara dan Pemerintah Daerah serta mendorong kegiatan prioritas pembangunan nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penerusan Pinjaman Dalam Negeri dan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Kepada Badan Usaha Milik Negara dan Pemerintah Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4885);
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5219);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman dan/Atau Hibah Luar Negeri yang Diteruspinjamkan Kepada Badan Usaha Milik Negara/Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.05/2009;
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI DAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PEMERINTAH DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi PDN yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu sesuai dengan masa berlakunya.
Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah dari pemberi PLN yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Penerusan Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PPDN adalah PDN yang diteruspinjamkan kepada penerima PPDN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Penerusan Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PPLN adalah PLN yang diteruspinjamkan kepada penerima PPLN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Perjanjian PDN adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah dan pemberi PDN.
Perjanjian Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perjanjian PLN adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah dan pemberi PLN.
Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat Perjanjian PPDN adalah kesepakatan tertulis mengenai penerusan pinjaman antara Pemerintah dan penerima PPDN.
Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat Perjanjian PPLN adalah kesepakatan tertulis mengenai penerusan pinjaman antara Pemerintah dan penerima PPLN.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
Daftar Kegiatan Prioritas adalah daftar rencana kegiatan pembangunan prioritas yang layak dibiayai dari PDN dan telah memenuhi kriteria kesiapan pelaksanaan dari Menteri Perencanaan.
Daftar Kegiatan adalah daftar rencana kegiatan yang telah tercantum di dalam daftar rencana prioritas PLN dan siap untuk diusulkan kepada calon pemberi PLN dan/atau dirundingkan dengan calon pemberi PLN.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemda yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemda dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Menteri Dalam Negeri adalah menteri yang membidangi urusan dalam negeri.
Menteri Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Menteri BUMN adalah menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
PPDN/PPLN kepada BUMN; dan
PPDN/PPLN kepada Pemda.
Pasal 3
PPDN/PPLN kepada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, dilaksanakan untuk kegiatan BUMN yang merupakan prioritas pembangunan nasional.
PPDN/PPLN kepada Pemda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dilaksanakan untuk:
kegiatan Pemda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
diteruspinjamkan kepada BUMD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
PPDN/PPLN diberikan sebagai alternatif pembiayaan dalam rangka:
peningkatan kinerja bagi BUMN; atau
pengembangan daerah bagi Pemda.
Pemberian alternatif pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan agar BUMN/Pemda mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, serta memberikan kontribusi bagi pembangunan sosial dan ekonomi dalam jangka panjang.
BAB III
PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI
Bagian Kesatu
Pengajuan Usulan Paragraf 1 Kriteria Kegiatan BUMN Yang Dibiayai Melalui PPDN
Pasal 5
BUMN dapat mengajukan usulan pembiayaan kegiatan yang dibiayai melalui PPDN untuk:
pembangunan infrastruktur yang terkait dengan pelayanan umum di luar kerangka pelaksanaan penugasan khusus Pemerintah; dan/atau
investasi yang menghasilkan penerimaan. Paragraf 2 Kriteria Kegiatan Pemda Yang Dibiayai Melalui PPDN
Pasal 6
Pemda dapat mengajukan usulan pembiayaan kegiatan yang dibiayai melalui PPDN, dengan ketentuan pembiayaan kegiatan tersebut merupakan:
pinjaman jangka menengah; dan/atau
pinjaman jangka panjang.
Pasal 7
Pinjaman jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan PPDN dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, yang seluruh kewajibannya harus dilunasi dalam jangka waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Gubernur, Bupati, atau Walikota yang bersangkutan.
Pinjaman jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai kegiatan pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan.
Pasal 8
Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan PPDN dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, yang seluruh kewajibannya harus dilunasi sesuai dengan persyaratan Perjanjian PPDN.
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai kegiatan investasi sarana dan/atau prasarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang:
menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD;
menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan, Pemda harus mengeluarkan biaya dari APBD; dan/atau
memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Paragraf 3 Pengajuan Usulan Pembiayaan Kegiatan Yang Dibiayai Melalui PPDN
Pasal 9
Direktur Utama BUMN/Gubernur/Bupati/Walikota mengajukan usulan pembiayaan PPDN kepada Menteri setelah kegiatan yang akan dibiayai tercantum di dalam Daftar Kegiatan Prioritas.
Usulan pembiayaan PPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk kegiatan yang kontrak pengadaan barang/jasanya telah ditandatangani , dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk pembiayaan yang diajukan oleh Direktur Utama, ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan;
untuk pembiayaan yang diajukan oleh Gubernur/Bupati/Walikota, ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Pasal 10
Usulan pembiayaan PPDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mencantumkan:
jumlah pinjaman; dan
jangka waktu pinjaman. Paragraf 4 Persyaratan dan Dokumen Pendukung
Pasal 11
BUMN yang mengajukan usulan pembiayaan PPDN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memiliki laba bersih selama 2 (dua) tahun terakhir; dan b. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah.
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUMN yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PDN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.
Usulan pembiayaan PPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terpenuhi, BUMN menyampaikan dokumen pendukung sebagai berikut:
studi kelayakan kegiatan oleh konsultan;
proyeksi arus kas kegiatan dan perusahaan selama jangka waktu pinjaman;
data kumulatif pinjaman;
rencana penarikan pinjaman;
persetujuan dari Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham;
persetujuan Komisaris untuk Persero atau Dewan Pengawas untuk Perusahaan Umum;
laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun terakhir; dan
persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PDN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Studi kelayakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling sedikit memuat:
kelayakan teknis; dan
kemampuan finansial untuk membayar kembali pinjaman.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (4) huruf g, tidak berlaku bagi BUMN yang beroperasi kurang dari 3 (tiga) tahun.
Pasal 12
Pemda yang mengajukan usulan pembiayaan PPDN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
dalam hal Pemda tidak memiliki pinjaman, maka jumlah PPDN yang dapat ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
dalam hal Pemda masih memiliki pinjaman, jumlah sisa pinjaman ditambah jumlah PPDN yang dapat ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
memiliki rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima);
tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah; dan
memiliki laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan paling rendah wajar dengan pengecualian untuk 1 (satu) tahun, dan wajar tanpa pengecualian untuk 2 (dua) tahun terakhir.
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemda yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PDN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.
Usulan pembiayaan PPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terpenuhi, Pemda yang bersangkutan harus menyampaikan dokumen pendukung sebagai berikut:
persetujuan tertulis DPRD melalui sidang paripurna sebagai bentuk komitmen/dukungan atas pengembalian PPDN;
pertimbangan tertulis Menteri Dalam Negeri;
studi kelayakan kegiatan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
perhitungan APBD dan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan PPDN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
laporan keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir untuk PPDN;
surat pernyataan kesediaan dilakukan pemotongan DAU dan/atau DBH dalam rangka pembayaran tunggakan PPDN, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
surat kuasa pemotongan DAU dan/atau DBH dari Gubernur/Walikota/Bupati kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
APBD tahun berkenaan;
rencana penarikan PPDN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PDN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penilaian Paragraf 1 Penilaian Kelayakan Pembiayaan PPDN
Pasal 13
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi meneliti pemenuhan persyaratan oleh BUMN dan Pemda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat dan ayat (2) serta Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2).
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi meneliti kelengkapan dokumen pendukung yang diajukan oleh BUMN dan Pemda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 12 ayat (4).
Pasal 14
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi melakukan penilaian kelayakan pembiayaan PPDN berdasarkan usulan yang disampaikan oleh Direktur Utama BUMN/Gubernur/Bupati/Walikota.
Penilaian kelayakan pembiayaan PPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
kebutuhan riil pembiayaan;
kemampuan membayar kembali;
batas maksimum kumulatif pinjaman;
kemampuan penyerapan PPDN;
risiko PPDN;
hasil evaluasi atas studi kelayakan kegiatan; dan
kesesuaian dengan kebijakan Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-perundangan.
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi dapat meminta pendapat dari konsultan sebagai bahan pertimbangan penilaian kelayakan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Paragraf 2 Permohonan Masukan
Pasal 15
Dalam rangka mempertimbangkan mitigasi risiko, kapasitas fiskal daerah, dan batas maksimum kumulatif pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat meminta masukan kepada unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing.
Unit terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan masukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan masukan diterima. Paragraf 3 Usulan Penetapan
Pasal 16
Berdasarkan hasil penilaian kelayakan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat dan Daftar Kegiatan Prioritas, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan usulan penetapan PPDN kepada Menteri.
Usulan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak:
dokumen pengusulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) atau Pasal 12 ayat (4) diterima lengkap; dan/atau
masukan dari unit terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) telah diterima.
Pasal 17
Menteri menetapkan PPDN kepada BUMN/Pemda dalam bentuk surat persetujuan.
BAB IV
PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI
Bagian Kesatu
Pengajuan Usulan Paragraf 1 Kriteria Kegiatan BUMN Yang Dibiayai Melalui PPLN
Pasal 18
BUMN dapat mengajukan usulan pembiayaan kegiatan yang dibiayai melalui PPLN untuk:
pembangunan infrastruktur terkait dengan pelayanan umum; dan/atau
investasi dalam rangka meningkatkan pelayanan dan/atau menghasilkan penerimaan. Paragraf 2 Kriteria Kegiatan Pemda Yang Dibiayai Melalui PPLN
Pasal 19
Pemda dapat mengajukan usulan pembiayan kegiatan yang dibiayai melalui PPLN, dengan ketentuan pembiayaan kegiatan tersebut merupakan:
pinjaman jangka menengah; dan/atau
pinjaman jangka panjang.
Pasal 20
Pinjaman jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a merupakan PPLN dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, yang seluruh kewajibannya harus dilunasi dalam jangka waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Gubernur, Bupati, atau Walikota yang bersangkutan.
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk membiayai kegiatan pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan.
Pasal 21
Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b merupakan PPLN dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, yang seluruh kewajibannya harus dilunasi sesuai dengan persyaratan dan Perjanjian PPLN.
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk membiayai kegiatan investasi sarana dan/atau prasarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang:
menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD;
menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan, Pemda harus mengeluarkan biaya dari APBD; dan/atau
memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Paragraf 3 Pengajuan Usulan Pembiayaan Kegiatan Yang Dibiayai Melalui PPLN
Pasal 22
Dalam hal PPLN diberikan oleh kreditur multilateral dan bilateral, Direktur Utama BUMN /Gubernur/Bupati/Walikota mengajukan usulan pembiayaan PPLN kepada Menteri setelah kegiatan yang akan dibiayai tercantum di dalam dokumen daftar rencana pinjaman luar negeri jangka menengah.
Dalam hal PPLN diberikan oleh kreditor swasta asing atau lembaga penjamin kredit ekspor, Direktur Utama BUMN/Gubernur/Bupati/Walikota mengajukan usulan pembiayaan PPLN kepada Menteri setelah kontrak pengadaan barang/jasa ditandatangani.
Usulan pembiayaan PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang diajukan oleh:
Direktur Utama, ditembuskan ke Direktur Jenderal Perbendaharaan;
Gubernur/Bupati/Walikota, ditembuskan ke Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Pasal 23
Usulan pembiayaan PPLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mencantumkan:
jumlah pinjaman dan jenis mata uang; dan
jangka waktu pinjaman. Paragraf 4 Persyaratan dan Dokumen Pendukung
Pasal 24
BUMN yang mengajukan usulan pembiayaan PPLN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memiliki laba bersih selama 2 (dua) tahun terakhir; dan b. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah.
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BUMN yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PLN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.
Usulan pembiayaan PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terpenuhi, BUMN menyampaikan dokumen sebagai berikut:
studi kelayakan kegiatan oleh konsultan;
proyeksi arus kas kegiatan dan perusahaan selama jangka waktu pinjaman;
data kumulatif pinjaman;
rencana penarikan pinjaman;
persetujuan Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham;
persetujuan Komisaris untuk Persero atau Dewan Pengawas untuk Perusahaan Umum;
laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun terakhir; dan
persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PLN, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Studi kelayakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling sedikit memuat:
kelayakan teknis; dan
kemampuan finansial BUMN untuk membayar kembali pinjaman.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (4) huruf g, tidak berlaku bagi BUMN yang baru beroperasi kurang dari 3 (tiga) tahun.
Pasal 25
Pemda yang mengajukan usulan pembiayaan PPLN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
dalam hal Pemda tidak memiliki pinjaman, maka jumlah PPLN yang dapat ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
dalam hal Pemda masih memiliki pinjaman, jumlah sisa pinjaman ditambah jumlah PPLN yang dapat ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
memiliki rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima);
tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah;
memiliki laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan paling rendah wajar dengan pengecualian untuk 1 (satu) tahun dan wajar tanpa pengecualian untuk 2 (dua) tahun terakhir; dan
memiliki laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan paling rendah wajar dengan pengecualian untuk 3 (tiga) tahun terakhir, dalam hal kegiatan berupa penyediaan infrastruktur prioritas.
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemda yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PLN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.
Usulan pembiayaan PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) terpenuhi, Pemda yang bersangkutan harus menyampaikan dokumen pendukung sebagai berikut:
persetujuan tertulis DPRD melalui sidang paripurna sebagai bentuk komitmen/dukungan atas pengembalian PPLN;
pertimbangan tertulis Menteri Dalam Negeri;
studi kelayakan kegiatan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
perhitungan APBD dan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan PPLN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
laporan keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir untuk PPLN;
surat pernyataan kesediaan dilakukan pemotongan DAU dan/atau DBH dalam rangka pembayaran tunggakan PPLN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
surat kuasa pemotongan DAU dan/atau DBH dari Gubernur/Walikota/Bupati kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
APBD tahun berkenaan;
rencana penarikan PPLN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PLN, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penilaian Paragraf 1 Penilaian Kelayakan Pembiayaan PPLN
Pasal 26
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi meneliti pemenuhan persyaratan oleh BUMN dan Pemda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat dan ayat (2) serta Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2).
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi meneliti kelengkapan dokumen pendukung yang diajukan oleh BUMN dan Pemda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 25 ayat (4).
Pasal 27
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi melakukan penilaian kelayakan pembiayaan PPLN berdasarkan usulan yang disampaikan oleh Direktur Utama BUMN/Gubernur/Bupati/Walikota.
Penilaian kelayakan pembiayaan PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mempertimbangkan:
kebutuhan riil pembiayaan;
kemampuan membayar kembali;
batas maksimum kumulatif pinjaman;
kemampuan penyerapan PPLN;
risiko PPLN;
hasil evaluasi atas studi kelayakan kegiatan; dan
kesesuaian dengan kebijakan Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-perundangan.
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi dapat meminta pendapat dari konsultan sebagai bahan pertimbangan penilaian kelayakan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Paragraf 2 Permohonan Masukan
Pasal 28
Dalam rangka mempertimbangkan mitigasi risiko, kapasitas fiskal daerah, dan batas maksimum kumulatif pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf c, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat meminta masukan kepada unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing.
Unit terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan masukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Sistem Manajemen Investasi, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan masukan diterima. Paragraf 3 Usulan Penetapan
Pasal 29
Hasil penilaian kelayakan pembiayaan PPLN oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dapat dijadikan pertimbangan oleh pihak terkait.
Pasal 30
Berdasarkan hasil penilaian kelayakan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat dan Daftar Kegiatan, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan usulan penetapan PPLN kepada Menteri.
Dalam hal pemberi PLN adalah kreditor swasta asing atau lembaga penjamin kredit ekspor, usulan penetapan PPLN kepada Menteri disampaikan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam nota dinas bersama.
Usulan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak:
dokumen pengusulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) atau Pasal 25 ayat (4) diterima lengkap; dan/atau
masukan dari unit terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) telah diterima.
Hasil penilaian untuk kreditor swasta asing atau lembaga penjamin kredit ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), harus disampaikan kepada Menteri sebelum sumber pembiayaan ditetapkan.
Pasal 31
Menteri menetapkan PPLN kepada BUMN/Pemda dalam bentuk surat persetujuan.
BAB V
PERUNDINGAN
Pasal 32
Perundingan dengan calon pemberi PDN/pemberi PLN dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan Perjanjian PDN/Perjanjian PLN yang telah ditandatangani para pihak kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Berdasarkan Perjanjian PDN/ Perjanjian PLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan perundingan dengan Direktur Utama BUMN/Gubernur/Bupati/Walikota.
Perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mulai dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak salinan Perjanjian PDN/Perjanjian PLN diterima Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Berdasarkan Perjanjian PDN/Perjanjian PLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hasil perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan menyusun Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN.
BAB VI
PENYUSUNAN PERJANJIAN
Bagian Kesatu
Isi Pokok Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN
Pasal 34
Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN paling sedikit memuat isi pokok sebagai berikut:
sumber PPDN/PPLN;
pagu PPDN/PPLN;
tujuan PPDN/PPLN;
ketentuan mengenai nilai tukar mata uang yang digunakan;
persyaratan dan ketentuan PPDN/PPLN yang meliputi:
jangka waktu PPDN/PPLN dan jadwal pembayaran kembali PPDN/PPLN;
tingkat suku bunga;
biaya manajemen/biaya komitmen; dan/atau
biaya lainnya yang ditentukan dalam Perjanjian PDN/PLN;
cara dan jangka waktu penarikan PPDN/PPLN;
hak dan kewajiban Pemerintah dan BUMN/Pemda;
sanksi terhadap BUMN/Pemda yang gagal melaksanakan kewajibannya; dan
sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH apabila Pemda gagal melaksanakan kewajiban pembayaran kembali PPDN/PPLN.
Seluruh beban pengembalian pokok, bunga dan/atau biaya lainnya dalam rangka Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menimbulkan kewajiban yang harus ditanggung oleh Pemerintah.
Ketentuan dan persyaratan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, mengacu pada ketentuan dan persyaratan pinjaman dalam Perjanjian PDN/Perjanjian PLN.
Bagian Kedua
Mata Uang dan Tingkat Suku Bunga
Pasal 35
PPDN menggunakan mata uang Rupiah.
PPLN dapat menggunakan mata uang Rupiah atau mata uang asing yang digunakan dalam Perjanjian PLN.
Pasal 36
Tingkat suku bunga PPDN/PPLN berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Jangka Waktu Penyusunan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN
Pasal 37
Direktur Jenderal Perbendaharaan menyusun Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah perundingan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN selesai dan dokumen persyaratan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN diterima secara lengkap.
Bagian Keempat
Penandatanganan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN
Pasal 38
Direktur Jenderal Perbendaharaan bertindak untuk dan atas nama Menteri menandatangani Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN bersama dengan Direktur Utama BUMN/Gubernur/Walikota/Bupati.
Penandatanganan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap.
Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan salinan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN kepada Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri Perencanaan, dan instansi terkait lainnya.
Bagian Kelima
Perubahan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN
Pasal 39
Perubahan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN dapat dilakukan apabila terjadi perubahan dalam Perjanjian PDN/Perjanjian PLN.
Perubahan Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN yang tidak terkait dengan Perjanjian PDN/Perjanjian PLN, dapat dilakukan karena:
BUMN/Pemda mengajukan usulan perubahan dan mendapat persetujuan Menteri;
Menteri menganggap perlu untuk dilakukan perubahan;
kebijakan Pemerintah; atau
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PEMBAYARAN KEMBALI DAN PENGURANGAN PAGU
Bagian Kesatu
Pembayaran Kembali PPDN/PPLN
Pasal 40
Pembayaran kembali PPDN/PPLN oleh BUMN/Pemda disetorkan ke rekening penerimaan pada Rekening Dana Investasi atau rekening lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 41
BUMN/Pemda dapat mengajukan usulan percepatan pembayaran kembali PPDN/PPLN kepada Menteri.
Percepatan pembayaran kembali PPDN/PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diberikan terhadap BUMN/Pemda yang memiliki tingkat penyelesaian kegiatan/proyek sebesar 100% (seratus persen).
Dalam hal Pemerintah sudah tidak memiliki kewajiban pembayaran kembali atas PDN/PLN, BUMN/Pemda tidak dikenakan biaya atas percepatan pembayaran kembali PPDN/PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam hal Pemerintah masih memiliki kewajiban pembayaran kembali kepada pemberi PDN/PLN, BUMN/Pemda dikenakan biaya sebesar 3,8% (tiga koma delapan persen) dari nilai percepatan pembayaran kembali.
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat ditetapkan lain oleh Menteri dengan mempertimbangkan:
kondisi keuangan BUMN/Pemda;
pemanfaatan dana dan risiko investasi kembali oleh Pemerintah; dan
sisa jangka waktu PDN/PLN.
Bagian Kedua
Pengurangan Pagu PPDN/PPLN
Pasal 42
BUMN/Pemda dapat mengajukan usulan pengurangan pagu PPDN/PPLN.
Pengajuan usulan pengurangan pagu PPDN/PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan ketentuan Perjanjian PDN/Perjanjian PLN dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Segala biaya yang timbul atas usulan pengurangan pagu PPDN/PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditanggung oleh BUMN/Pemda.
Pasal 43
Tata cara penganggaran dan penarikan PPDN/PPLN dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
PELAPORAN, PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PENATAUSAHAAN
Pasal 44
Selama masa pelaksanaan PPDN/PPLN, Direksi BUMN wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan, dengan tembusan kepada Menteri dan Menteri BUMN.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
laporan triwulanan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan PPDN/PPLN;
laporan triwulanan realisasi PPDN/PPLN;
laporan keuangan yang telah diaudit; dan
laporan lain yang ditentukan dalam Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya triwulan berkenaan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal laporan audit diterbitkan
Pasal 45
Selama masa pelaksanaan PPDN/PPLN, Pemda wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan, dengan tembusan kepada Menteri, Menteri Dalam Negeri, dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
APBD setiap tahun;
laporan semester pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan PPDN/PPLN;
laporan realisasi penarikan PPDN/PPLN;
laporan keuangan Pemda yang telah diaudit; dan
laporan lain yang ditentukan dalam Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBD ditetapkan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya triwulan berkenaan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal laporan audit diterbitkan.
Pasal 46
Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penarikan, penyaluran, penyerapan dan pembayaran kembali PPDN/PPLN kepada BUMN/Pemda.
Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat berkoordinasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, instansi pengusul/pelaksana, atau instansi terkait lainnya.
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan:
mengambil langkah-langkah penyelesaian atas permasalahan PPDN/PPLN termasuk pembatalan PPDN/PPLN, dalam hal:
penyerapan PPDN/PPLN mengalami keterlambatan yang sangat jauh menyimpang dari rencana penarikan;
penggunaan PPDN/PPLN tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian PPLN/Perjanjian PPDN; dan/atau
terdapat indikasi gagal bayar;
menerbitkan laporan perkembangan PPDN/PPLN secara semesteran.
Pasal 47
Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan penatausahaan PPDN/PPLN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
SANKSI
Pasal 48
BUMN/Pemda yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran kembali sesuai Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN, dikenai sanksi berupa denda yang besarannya diatur dalam Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN.
Pemda yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran kembali sesuai Perjanjian PPDN/Perjanjian PPLN, dikenai sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
BUMN/Pemda yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan Pasal 45, dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap bulan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.10/2006 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah Dari Pemerintah Yang Dananya Bersumber Dari Pinjaman Luar Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 50
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2016 MENTERI KEUANGAN ttd. BAMBANG P.S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA