DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk melaksanakan anggaran belanja Negara yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia yang lebih tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab perlu mengatur pedoman pelaksanaan anggaran belanja Negara yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Ten tara Nasional Indonesia;
bahwa sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Mengingat Menetapkan Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara Yang Bersumber Dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Di Lingkungan Kementerian Pertahanan Dan Tentara Nasional Indonesia;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Kementerian Pertahanan yang selanjutnya disebut Kemhan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan.
Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat TNI adalah komponen utama yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan Negara.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan se bagai acuan Pengguna Anggaran dalatn melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan Anggaran Pendapatan clan Belanja Negara (APBN).
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah clan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memperoleh kewenangan sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit satuan pengelola DIPA yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan untuk mengelola keuangan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada Kemhan clan TNI.
Subsatker adalah bagian dari Satker yang dapat menghasilkan clan menyetorkan PNBP ke Kas Negara serta menggunakan PNBP dalam pengelolaan keuangan clan pelaksanaan kegiatan.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah Menteri Pertahanan yang mempunyai kewenangan pengguna anggaran pada Bagian Anggaran Kemhan.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan clan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Bagian Anggaran Kemhan.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi · kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran clan menerbitkan perintah pembayaran. 1 1. Bendahara Pengeluaran adalah personil yang ditunjuk untuk menenma, meny1mpan, membayarkan, menatausahakan, clan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada Kemhan dan TNI.
Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi permintaan pem bayaran tagihan kepada Negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk inencairkan dari.a yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Kas Negara adalah tempat peny1mpanan uang Negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penenmaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran Negara.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran/BPP untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker / Subsatker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dari. tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/ penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, Surat Keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat PTUP adalah pertanggungjawaban atas TUP.
Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan UP.
Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan TUP.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah di pakai.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disebut SPM-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban UP yang membebani DIPA.
Surat Perintah Membayar Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban atas TUP yang membebani DIPA.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
BAB II
MEKANISME PENYETORAN, PENGGUNAAN, PEMBAYARAN, DAN PENCAIRAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
PNBP pada Satker di lingkungan Kemhan dan TNI wajib disetor langsung ke Kas Negara.
PNBP di lingkungan Kemhan dan TNI dikelola dalam sis tern APBN.
Bagian Kedua
Mekanisme Penyetoran dan Konfirmasi Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pasal 3
Satker menyetorkan PNBP ke Kas Negara melalui Bank/ Pos Persepsi.
Dalam hal Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari beberapa Subsatker, Subsatker dapat menyetorkan PNBP ke Kas Negara atas nama Satker.
Pasal 4
PNBP atas pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit di lingkungan Kemhan dan TNI dari masyarakat yang menggunakan haknya se bagai peserta program J aminan Kesehatan Nasional, disetor lan.gsung oleh BPJS Kesehatan ke Kas Negara atas nama Satker.
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Satker / Subsatker.
Penyetoran PNBP ke Kas Negara oleh BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat terpisah untuk masing-masing Rumah Sakit.
BPJS Kesehatan menyampaikan fotokopi Bukti Penerimaan Negara atas setoran PNBP kepada Rumah Sakit dilampiri dengan informasi rmc1an penyetoran PNBP.
Fotokopi Bukti Penerimaan Negara atas setoran PNBP dan informasi rincian penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Rumah Sakit paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya sejak PNBP disetor ke Kas Negara.
Pasal 5
Rumah Sakit yang merupakan Subsatker menyampaikan fotokopi Bukti Penerimaan Negara atas setoran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) kepada Satker.
Pasal 6
Penyetoran PNBP ke Kas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pas al 3 dan Pasal 4, dilakukan dengan pengisian surat setoran yang paling sedikit memuat:
Kementerian Negara/Lembaga;
Unit Organisasi;
Satker;
Akun Penerimaan;
Jumlah Penerimaan; dan
Informasi mengenai identitas Subsatker atau Rumah Sakit.
Tata cara penyetoran PNBP ke Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara.
Pasal 7
(1 ^) Dalam rangka memastikan setoran PNBP telah diterima di Kas Negara, KPPN memberikan konfirmasi setoran berdasarkan permintaan konfirmasi dari Satker.
Konfirmasi setoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh KPPN mitra kerja Satker.
Tata cara konfirmasi setoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai prosedur konfirmasi setoran penerimaan negara.
Bagian Ketiga
Mekanisme Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pasal 8
Satker di lingkungan Kemhan dan TNI dapat menggunakan dana PNBP untuk membiayai belanja Negara setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.
Pasal 9
Satker menggunakan dana PNBP sesuai dengan Jen1s PNBP dan pagu PNBP dalam DIPA.
Pagu PNBP dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan batas tertinggi yang dapat digunakan.
Dalam hal realisasi PNBP melampaui target, Satker dapat menambah pagu PNBP dalam DIPA.
Penambahan pagu PNBP dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) · dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran.
Pasal 10
Besarnya dana PNBP -untuk membiayai belanja Negara ditetapkan berdasarkan Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP pada Satker.
Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP pada masmg masing Satker ditetapkan berdasarkan jumlah setoran PNBP pada masing-masing Satker ke Kas Negara.
Setoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan Bukti Penerimaan Negara atas setoran PNBP yang telah dikonfirmasi dengan KPPN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
Pasal 11
Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP pada Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat , diperoleh dari formula sebagai berikut: MP = (PPP x JS) - JPS MP Maksimum Pencairan PPP Proporsi Pagu Pengeluaran terhadap pendapatan JS Jumlah Setoran JPS Jumlah Pencairan dana Sebelumnya sampa1 dengan SPM terakhir yang diterbitkan.
Besaran Proporsi Pagu Pengeluaran (PPP) ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 12
Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya dari Satker, dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tahun anggaran berjalan setelah DIPA disahkan dan berlaku efektif.
Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari PNBP satu tahun anggaran sebelumnya.
Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
Sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP pada tahun anggaran sebelumnya dibelanjakan; dan/atau yang belum b. PNBP tahun anggaran sebelumnya yang telah disetor ke Kas Negara yang belum diajukan dalam perhitungan Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP.
Penggunaan sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperhitungkan dengan PNBP tahun anggaran berj alan.
Penggunaan sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan Surat Pernyataan dari KPA dan disampaikan kepada Kepala KPPN.
Pasal 13
Dalam hal penggunaan sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP pada tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat mengakibatkan pagu PNBP dalam DIPA tidak mencukupi, Satker melakukan revisi anggaran.
Revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4).
Bagian Keempat
Mekanisme Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Paragraf 1 Pembayaran Langsung
Pasal 14
Belanja yang bersumber dari penggunaan dana PNBP dilaks: ; : 1.nakan melalui mekanisme Pemb ay aran LS.
Dalam hal mekanisme Pembayaran LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, pembayaran dilaksanakan dengan mekanisme UP.
Pembayaran se bagaimana dilaksanakan ketentuan:
Pasal 15
dengan mekanisme Pembayaran LS dimaksud · dalam Pasal 14 ayat (1) untuk pemb ay aran tagihan dengan a. nilainya di atas RpS0.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kepada satu penerima/ penyedia barang/jasa; dan/atau
sudah pasti penerima/penyedia barang/jasa, nilai pemb ay arannya, dan waktu pembayarannya.
Pembayaran dengan mekanisme Pembayaran LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada:
Pihak ketiga atas dasar perjanjian/kontrak; atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja pembayaran honorarium dan perjalanan dinas atas dasar Surat Keputusan/Surat Perintah. Paragraf 2 U ang Persediaan
Pasal 16
Dalam rangka pembayaran dengan mekanisme UP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Satker dapat diberikan UP dengan ketentuan sebagai berikut:
1 / 12 (satu per dua belas) dari pagu DIPA PNBP maksimal Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk pagu sampai dengan Rpl.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);
1/ 18 (satu per delapan belas) dari pagu DIPA PNBP maksimal Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu di atas Rpl.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah);
1 /24 (satu per dua puluh empat) dari pagu DIPA PNBP maksimal Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) untuk pagu di atas Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) sampai Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); dengan d. 1/36 (satu per tiga puluh enam) dari pagu DIPA PNBP maksimal Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk pagu di atas Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
1/48 (satu per empat puluh delapan) dari pagu DIPA PNBP maksimal Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk pagu di atas Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 17
Untuk Bendahara Pengeluaran yang dibantu BPP, dalam pengajuan UP ke KPPN harus melampirkan daftar nncian yang menyatakan jumlah UP yang dikelola oleh BPP.
Pasal 18
Dalam hal diperlukan, KPA dapat mengajukan permintaan persetujuan UP melampaui besaran se bagaimana dimaksud dalam Pasal 16 kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dapat memberikan persetujuan UP melampaui besaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
Frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata satu kali dalam satu bulan selama satu tahun; dan
Perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam satu bulan melampaui besaran UP.
Pasal 19
Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada satu penerima/ penyedia barang dan/atau jasa paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas.
Pada setiap akhir hari kerja uang tunai yang berasal dari UP yang ada pada kas Bendahara Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 20
Pembayaran dengan UP oleh Bendahara Pengeluran/BPP kepada satu penerima/penyedia barang dan/atau jasa dapat melebihi Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam rangka pembayaran dengan UP di atas RpS0.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), KPA mengajukan surat permohonan dispensasi dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak.
Surat permohonan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 21
Untuk keperluan yang bersifat mendesak dan tidak dapat direncanakan, yang antara lain disebabkan karena terjadi bencana alam, wabah penyakit/ epidemi atau penanganan medis yang harus segera ditangani, Bendahara Pengeluaran/BPP pada Rumah Sakit sebagai Satker / Subsatker dapat melakukan pembayaran dengan UP melebihi RpS0.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pembayaran dengan UP melebihi RpS0.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan keputusan Kepala Rumah Sakit.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan kegiatan yang bersifat mendesak dan tidak dapat direncanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara penetapan keputusan Kepala Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertahanan.
Pasal 22
Bendahara Pengeluaran melakukan penggantian (revolving) UP yang telah digunakan sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA.
Penggantian UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen).
Pasal 23
Setiap BPP mengajukan penggantian UP melalui Bendahara Pengeluaran.
Penggantian UP oleh BPP clilakukan apabila UP yang clikelolanya telah clipergunakan paling seclikit 50% (lima puluh persen).
Pasal 24
Penggantian UP oleh Benclahara Pengeluaran sebagaimana climaksucl clalam Pasal 22 atau oleh BPP sebagaimana climaksucl clalam Pasal 23 clilakukan berclasarkan Maksimum Pencairan (MP) clana PNBP.
Pasal 25
KPA clapat mengajukan TUP kepacla Kepala KPPN clalam hal sisa UP pacla Benclahara Pengeluaran/BPP ticlak cukup terseclia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya menclesak/ ticlak clapat clituncla.
Syarat penggunaan TUP sebagaimana climaksucl pacla ayat (1), yakni:
cligunakan clan clipertanggungjawabkan paling lama satu bulan sejak tanggal SP2D cliterbitkan; clan b. ticlak cligunakan untuk kegiatan yang harus clilaksanakan clengan Pembayaran LS.
Dalam hal TUP sebelumnya belum clipertanggungjawabkan seluruhnya clan/ atau belum clisetor ke Kas Negara, Kepala KPPN clapat menyetujui permintaan TUP berikutnya setelah menclapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jencleral Per benclaharaan.
Dalam hal KPA mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu satu bulan Kepala KPPN clapat memberikan persetujuan clengan pertimbangan kegiatan yang akan clilaksanakan memerlukan waktu melebihi satu bulan.
Pasal 26
Pengajuan TUP oleh KPA kepacla Kepala KPPN se bagaimana climaksucl clalam Pasal 25 ayat (1), ticlak clapat melebihi Maksimum Pencairan (MP) clana PNBP.
Pasal 27
Pembayaran UP /TUP yang berasal dari PNBP dilakukan terpisah dari UP /TUP yang berasal dari Rupiah Murni.
Bagian Kelima
Mekanisme Pencairan Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pasal 28
Satker mengajukan pencairan dana PNBP berdasarkan Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP).
Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan pada setiap SPM yang disampaikan ke KPPN.
Pasal 29
Satker yang terdiri dari beberapa Subsatker, Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat dilampiri dengan Rincian Perhitungan Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP masing-masing Subsatker.
Kebenaran perhitungan Maksimum Pencairan (MP) masing-masing Subsatker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tangggung jawab KPA.
Pasal 30
PPK menerbitkan dan menyampaikan SPP UP /TUP / GUP / PTUP / GUP Nihil/LS kepada PPSPM dengan dilampiri:
Dokumen pendukung SPP-UP/TUP/GUP/PTUP/GUP Nihil/LS sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran belanja Negara di lingkungan Kemhan dan TNI;
Bukti Penerimaan Negara atas setoran PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); dan
Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan Rincian Perhitungan Maksimum Pencairan (MP) masing masing Subsatker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
Pasal 31
PPSPM melakukan pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen yang diajukan oleh PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Dalam hal pemeriksaan dan penguJian SPP beserta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan dan menandatangani SPM.
PPSPM mengajukan SPM-UP/TUP/GUP/PTUP/GUP Nihil/LS beserta ADK SPM kepada KPPN dengan dilampiri:
Dokumen pendukung SPM-UP/TUP/GUP/PTUP/ GUP Nihil/LS sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran belanja Negara di lingkungan Kemhan dan TNI;
Bukti Penerimaan Negara atas setoran PNBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (l); dan
Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan Rincian Perhitungan Maksimum Pencairan (MP) masing-masing Subsatker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
Pasal 32
Tugas, wewenang dan tanggung jawab dari KPA, PPK, PPSPM dan Bendahara Pengeluaran/BPP, serta tata cara penyelesaian tagihan Negara mengikuti ketentuan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran belanja Negara di lingkungan Kemhan dan TNI, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal 33
Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Daftar Perhitungan Jumlah Maksimum Pencairan (MP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dan Rincian Perhitungan Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP masmg masing Subsatker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III
PELAPORAN
Pasal 34
Satker membukukan dan menyajikan laporan atas pengelolaan dana PNBP.
Satker menyusun laporan keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan instansi.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
Untuk DIPA yang disahkan dan berlaku efektif pertama kali sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat memberikan persetujuan UP melampaui besaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam satu bulan melampaui besaran UP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b. BABV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2016 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P.S. BRODJONEGORO DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1001 LAMPIRAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 09 / PMK . 05 / 2 0 1 6 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL INDONESIA A. FORMAT SURAT PERNYATAAN
Nama Jabatan Satuan Kerja Kementerian Negara/ Lembaga Unit Organisasi ..................................................... . . ( xxxxxx) ............................................................. (xxx) ............................................................. . . (xx) dengan ini menyatakan bahwa : 1 . Pada Tahun Anggaran.................... . . ( Tahun Anggaran sebelumnya) telah dilakukan penyetoran PNBP ke Kas Negara sebesar Rp ......................... . . (dengan huru j) . 2 . Dari jumlah PNBP tersebut pada angka 1 , terdapat sisa Maksimum Pencairan (MP) PNBP, yang terdiri dari :
Maksimum Pencairan (MP) PNBP Tahun Anggaran.... . . (Tahun Anggaran sebelumnya), yang masih belum dipergunakan/ dibelanjakan sebesar Rp ................. . . (dengan huruj) b. PNBP Tahun Anggaran (Tahun Anggaran sebelumnya) sebesar Rp............................ . . (dengan huru j) yang telah disetor ke Kas Negara dan belum dihitung Maksimum Pencairan (MP) PNBP-nya, sebagaimana fotokopi Bukti Penerimaan Negara terlampir.
Sisa Maksimum Pencairan (MP) PNBP pada angka 2, akan digunakan untuk membiayai kegiatan pada Tahun Anggaran............ . . (Tahun Anggaran ber jalan) . 4. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya sebagai dasar perhitungan Maksimum Pencairan (MP) Satker.......................(diisi nama Satker). 5. Apabila di kemudian hari ternyata surat pernyataan ini tidak benar dan menimbulkan kerugian Negara, saya yang bertanda tangan di bawah ini bertanggung jawab penuh bersedia menyetorkan kerugian Negara tersebut ke Kas Negara. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya .
..............,.................... . . 20.XX Kuasa Pengguna Anggaran Materai Rp6.000,- B. FORMAT DAFTAR PERHITUNGAN JUMLAH MAKSIMUM PENCAIRAN DANA ^( MP ^) SATUAN KERJA 1 . 2 . 3 . 4 ^.
Maksimum Pencairan Dana TA Yang Lalu (...% x 6.a) Rp.................... . .
Realisasi Pencairan Dana TA Yang Lalu 2) Rp.................... . .
Sisa Dana MP PNBP Tahun Anggaran Yang Lalu ( b - c ) Rp.................... . .
Sisa UP dan TUP TA Yang Lalu Rp.................... . .
Sisa MP PNBP TA Yang Lalu Yang Dapat Digunakan ( d - e) Rp.................... . .
SP2D TA Berjalan Yang Dapat Dicairkan 6.f Rp.................... . . Perhitungan Maksimum Pencairan Dana Berikutnya :
Setoran PNBP TA berjalan ^1 l Rp.................... . .
C. Maksimum Pencairan Dana PNBP TA Berjalan (...% x 7.a) Realisasi Pencairan MP PNBP TA berjalan s.d. SP2D lalu (termasuk jumlah SP2D yang telah dicairkan pada huruf 6.g) Rp.................... . .
SP2D UP Rp........................ . .
SP2D TUP Rp........................ . . 3 ^) SP2D GUP Rp........................ . . 4 ^) SP2D LS Rp........................ . . ________ + 5) JUMLAH SPM UP/TUP/ GUP/LS yang dapat diajukan berikutnya (7.b - 7.c.5) : Rp....................... Rp.......................
... ...... . ,................ 20XX Kuasa Pengguna Anggaran Keterangan :
Foto copy Bukti Penerimaan Negara yang telah dikonfirmasi ke KPPN 21 Berdasarkan hasil rekonsiliasi realisasi dengan KPPN C. FORMAT RINCIAN PERHITUNGAN MAKSIMUM PENCAIRAN (MP) DANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PADA SATKER DAN MASING-MASING SUBSATKER Nama dan Kode Satker Nomor Dan Tanggal DIPA - ..... .............. ············ .................... ( · · · · · · ············································· (2) REALISASI MP SPM- JUMLAH JUMLAH JUMLAH IJIN NAMA SATKER BESARAN UP SETORAN PNBP SETORAN SETORAN PNBP PENGGUNAAN MP PNBP PNBP YANG UP/TUP/GUP/LS NO DAN YANG SAMPAI DENGAN PNBP SAAT SAMPAI DENGAN PNBP SESUAI SATKER DAN TELAH YANG DAPAT SUBSATKER DIKELOLA YANG LALU INI SAAT INI PPP SUB SATKER DITERBITKAN DIAJUKAN SP2D-NYA BERIKUTNYA (4) (5) (6) (7) (8) (9)=(7) + (8) (10) (1 1) = (9) ^X (lQ) (12) (13) = (1 1) - (12) xx xxxxxxxxxxx yyyyyyyyy yyyyyyyyy yyyyyyyyy yyyyyyyyy yyyyyyyyy yyyyyyyyy yyyyyyyyy yyyyyyyyy JUMLAH zzzzzzzzzz zzzzzzzzzz zzzzzzzzzz zzzzzzzzzz zzzzzzzzzz zzzzzzzzzz zzzzzzzzzz zzzzzzzzzz (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (2 1) ................... . . , ......... .................. 20XX Kuasa Pengguna Anggaran PETUNJUK PENGISIAN RINCIAN PERHITUNGAN MAKSIMUM PENCAIRAN (MP) PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PADA SATKER NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 14 15 1 6 1 7 1 8 DAN MASING-MASING SUBSATKER URAIAN ISIAN Diisi dengan nama dan kode Satker. Diisi dengan tanggal dan nomor DIPA. Diisi dengan tahun anggaran berjalan. Diisi dengan nomor urut. Diisi dengan nama Satker dan Subsatker yang mengelola dana UP. Diisi dengan besaran UP yang dikelola oleh Satker dan masing-masing Subsatker. Diisi dengan jumlah nilai setoran PNBP sampai dengan lalu yang telah disetor ke Kas Negara oleh Satker dan masing-masing Subsatker. Diisi dengan jumlah nilai setoran PNBP saat ini dan telah dikonfirmasi ke KPPN. Diisi dengan jumlah nilai setoran sampai dengan saat ini. Jumlah dari nilai setoran pada kolom 7 ditambah dengan kolom 8. Diisi dengan besaran ijin penggunaan PNBP yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Besaran ijin penggunaan PNBP pada Subsatker disamakan dengan Satker. Diisi dengan besaran MP Subsatker. PNBP pada Satker dan . . mas1ng-masmg Diisi dengan realisasi pencairan MP PNBP yang telah diterbitkan SP2D- nya (SP2D-UP /TUP / GUP / LS) pada Satker dan masing-masing Subsatker. Diisi dengan jumlah nilai nominal SPM-UP/TUP/ GUP/LS yang dapat diajukan berikutnya oleh Satker dan Subsatker. Diisi dengan jumlah total UP pada Satker dan masing-masing Subsatker. Diisi dengan jumlah total setoran PNBP sampai dengan yang lalu. Diisi dengan jumlah total setoran PNBP saat !Ill yang telah dikonfirmasi ke KPPN. Diisi dengan jumlah total setoran PNBP sampai dengan saat ini. Diisi dengan ijin penggunaan MP PNBP sesuai Keputusan Menteri Keuangan. 19 20 21 Diisi dengan nilai total MP PNBP Satker dan Subsatker. Diisi dengan nilai total realisasi MP PNBP yang telah diterbitkan SP2D- nya. Diisi dengan nilai berikutnya. YUWONO t" 12 199703 1001 / I total SPM-UP/TUP/GUP/LS yang dapat diajukan MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO