bahwa berdasarkan Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, penetapan nilai Barang Milik Negara dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan;
bahwa berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual, aset yang digunakan oleh pemerintah, termasuk aset tak berwujud, mempunyai manfaat ekonomi atau potensi jasa terbatas yang perlu dilakukan amortisasi untuk penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dari suatu aset tak berwujud;
bahwa agar entitas Pemerintah Pusat dapat melakukan amortisasi Barang Milik Negara berupa aset tak berwujud secara efisien, efektif, dan optimal, diperlukan adanya suatu pedoman yang ditetapkan dalam suatu Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Amortisasi Barang Milik Negara Berupa Aset Tak Berwujud Pada Entitas Pemerintah Pusat;
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat;
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA AMORTISASI BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET TAK BERWUJUD PADA ENTITAS PEMERINTAH PUSAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Negara berupa Aset Tak Berwujud, yang selanjutnya disebut Aset Tak Berwujud, adalah aset non keuangan yang dapat diidentifikasi namun tidak memiliki wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya, termasuk tetapi tidak terbatas pada hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang, Perangkat Lunak ( software ) Komputer, Lisensi, Waralaba ( franchise ), Hak Cipta ( copyright ), paten, dan hak atas kekayaan intelektual lainnya.
Perangkat Lunak ( Software ) Komputer adalah software yang bukan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perangkat keras ( hardware) komputer tertentu, sehingga dapat digunakan di komputer atau jenis hardware lainnya.
Waralaba ( Franchise ) adalah perikatan yang salah satu pihaknya diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Hak Cipta ( Copyright ) adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang hak cipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan, berupa setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata, dan/atau dipublikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.
Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada seorang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual, yang selanjutnya disingkat SAP Berbasis Akrual, adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN.
Amortisasi Barang Milik Negara berupa Aset Tak Berwujud, yang selanjutnya disebut Amortisasi, adalah alokasi harga perolehan Aset Tak Berwujud secara sistematis dan rasional selama masa manfaatnya, yang hanya dapat diterapkan atas Aset Tak Berwujud yang memiliki masa manfaat terbatas.
Masa Manfaat adalah periode suatu aset diharapkan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik, yang dibatasi oleh ketentuan hukum, peraturan, atau kontrak.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban Pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Operasional. dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Operasional, yang selanjutnya disingkat LO, adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh Pemerintah Pusat untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan.
Laporan Perubahan Ekuitas, yang selanjutnya disingkat LPE, adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah, yaitu aset, utang, dan ekuitas dana, pada tanggal tertentu.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mengatur Amortisasi terhadap Aset Tak Berwujud, termasuk yang sedang dimanfaatkan dalam rangka pengelolaan BMN, yang berada pada Pengelola Barang dan Pengguna Barang.
Pengaturan Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
objek Amortisasi;
nilai Aset Tak Berwujud yang dapat diamortisasi;
Masa Manfaat;
metode Amortisasi;
penghitungan dan pencatatan; dan
penyajian dan pengungkapan dalam Laporan Keuangan.
Pasal 3
Amortisasi Aset Tak Berwujud dilaksanakan untuk:
menyajikan nilai Aset Tak Berwujud secara wajar sesuai dengan manfaat ekonomi Aset Tak Berwujud dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat;
mengetahui potensi Aset Tak Berwujud dengan memperkirakan sisa Masa Manfaat suatu Aset Tak Berwujud yang diharapkan masih dapat diperoleh dalam beberapa tahun ke depan;
memberikan bentuk pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam menganggarkan belanja pemeliharaan atau belanja modal untuk mengganti atau menambah Aset Tak Berwujud yang sudah dimiliki.
BAB II
OBJEK AMORTISASI
Pasal 4
Amortisasi dilakukan terhadap Aset Tak Berwujud yang memiliki Masa Manfaat terbatas, antara lain meliputi:
Perangkat Lunak ( Software ) Komputer;
Lisensi;
Waralaba ( Franchise );
Hak Cipta ( Copyright ); dan
Hak Paten.
Amortisasi tidak dilakukan terhadap:
Aset Tak Berwujud yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta ( Copyright ) dan telah diusulkan kepada Pengelola Barang atau Pengguna Barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pendelegasian kewenangan, untuk dilakukan penghapusannya; dan
Aset Tak Berwujud dalam kondisi usang dan/atau rusak berat yang telah diusulkan kepada Pengelola Barang atau Pengguna Barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendelegasian kewenangan, untuk dilakukan pemindahtanganan, pemusnahan, atau penghapusan.
Pasal 5
Aset Tak Berwujud yang dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a:
direklasifikasi ke dalam Daftar Barang Hilang;
tidak lagi disajikan dalam Neraca; dan
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Barang Milik Negara dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Dalam hal Aset Tak Berwujud yang telah direklasifikasi ke dalam Daftar Barang Hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a telah terbit keputusan penghapusannya, maka Aset Tak Berwujud tersebut dihapus dari Daftar Barang Hilang.
Pasal 6
Aset Tak Berwujud dalam kondisi usang dan/atau rusak berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b:
direklasifikasi ke dalam Daftar Barang Rusak Berat;
tidak lagi disajikan dalam Neraca; dan
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Barang Milik Negara dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Dalam hal Aset Tak Berwujud yang telah direklasifikasi ke dalam Daftar Barang Rusak Berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a telah terbit keputusan penghapusannya, maka Aset Tak Berwujud tersebut dihapus dari Daftar Barang Rusak Berat.
Pasal 7
Dalam hal Aset Tak Berwujud yang dinyatakan hilang dan sebelumnya telah diusulkan penghapusannya kepada Pengelola Barang atau Pengguna Barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendelegasian kewenangan, di kemudian hari ditemukan, maka terhadap Aset Tak Berwujud tersebut:
direklasifikasikan dari Daftar Barang Hilang ke akun Aset Tak Berwujud; dan
diamortisasi sebagaimana layaknya Aset Tak Berwujud.
Perlakuan terhadap Aset Tak Berwujud yang dinyatakan hilang dan telah diusulkan penghapusannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
dalam hal memiliki bukti kepemilikan, maka atas Aset Tak Berwujud tersebut perlu dilakukan penilaian setelah Aset Tak Berwujud tersebut ditemukan; atau
dalam hal tidak memiliki bukti kepemilikan, maka nilai akumulasi Amortisasi atas Aset Tak Berwujud tersebut disajikan sebesar nilai akumulasi Amortisasi saat sebelum dilakukan reklasifikasi ke Daftar Barang Hilang dan akumulasi Amortisasi selama periode dimana Aset Tak Berwujud tersebut dicatat pada Daftar Barang Hilang.
BAB III
NILAI ASET TAK BERWUJUD YANG DAPAT DIAMORTISASI
Pasal 8
Nilai yang dapat dilakukan Amortisasi pertama kali merupakan nilai buku per 31 Desember 2015 untuk Aset Tak Berwujud yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015.
Nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai yang tercatat dalam pembukuan.
Untuk Aset Tak Berwujud yang diperoleh setelah tanggal 31 Desember 2015, nilai yang dapat diamortisasi merupakan nilai perolehan.
Dalam hal nilai perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diketahui, digunakan nilai taksiran yang merupakan nilai estimasi yang didasarkan pada perhitungan Pengguna Barang.
Pasal 9
Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tak Berwujud sebagai akibat penambahan atau pengurangan kualitas dan/atau nilai Aset Tak Berwujud, maka penambahan atau pengurangan tersebut diperhitungkan dalam nilai yang dapat dilakukan Amortisasi.
Penambahan atau pengurangan kualitas dan/atau nilai Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penambahan dan pengurangan yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pasal 10
Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tak Berwujud sebagai akibat penurunan nilai, maka pengurangan tersebut diperhitungkan dalam nilai yang dapat dilakukan Amortisasi.
Penurunan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila nilai tercatatnya melebihi nilai yang dapat diperoleh kembali, antara lain akibat adanya penurunan nilai pasar, manfaat ekonomi yang diharapkan diperoleh tidak dapat diperoleh, perubahan teknologi yang menyebabkan Aset Tak Berwujud tidak dapat dimanfaatkan, dan perubahan kebijakan penggunaan sistem.
Pasal 11
Dalam hal terjadi perubahan nilai Aset Tak Berwujud sebagai akibat koreksi nilai Aset Tak Berwujud yang disebabkan oleh kesalahan pencatatan nilai yang diketahui di kemudian hari, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap Amortisasi Aset Tak Berwujud tersebut, yang meliputi:
nilai Aset Tak Berwujud yang dapat dilakukan Amortisasi;
nilai akumulasi Amortisasi; dan
nilai beban Amortisasi.
Dalam hal penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempengaruhi nilai Amortisasi dalam Laporan Keuangan tahun anggaran yang lalu, maka penyesuaian dilakukan pula terhadap akun ekuitas.
Pasal 12
Dalam hal terjadi perubahan nilai Amortisasi Aset Tak Berwujud yang berpengaruh terhadap Laporan Keuangan semester sebelumnya pada tahun anggaran berjalan, maka dilakukan penyesuaian terhadap akun beban Amortisasi dan akun akumulasi Amortisasi.
Dalam hal terjadi perubahan nilai Amortisasi Aset Tak Berwujud yang berpengaruh terhadap Laporan Keuangan periode sebelum tahun anggaran berjalan, maka dilakukan penyesuaian terhadap akun akumulasi Amortisasi dan akun ekuitas.
Dalam hal terjadi perubahan nilai Amortisasi Aset Tak Berwujud yang berpengaruh terhadap Laporan Keuangan semester sebelumnya pada tahun anggaran berjalan dan sebelum tahun anggaran berjalan, maka dilakukan penyesuaian terhadap akun beban Amortisasi, akun akumulasi Amortisasi, dan akun ekuitas.
Pasal 13
Penentuan nilai yang dapat diamortisasi dilakukan untuk setiap unit Aset Tak Berwujud tanpa adanya nilai residu.
Nilai residu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai buku suatu Aset Tak Berwujud pada akhir Masa Manfaat.
Nilai yang dapat diamortisasi didasarkan pada nilai buku semesteran dan tahunan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk Amortisasi pertama kali, nilai yang dapat diamortisasi didasarkan pada nilai buku akhir tahun pembukuan sebelum diberlakukannya Amortisasi.
BAB IV
MASA MANFAAT
Pasal 14
Penentuan Masa Manfaat Aset Tak Berwujud dilakukan dengan memperhatikan faktor prakiraan:
daya pakai;
tingkat keusangan; dan
ketentuan hukum atau batasan sejenis lainnya atas pemakaian aset, dari Aset Tak Berwujud tersebut.
Penetapan Masa Manfaat Aset Tak Berwujud pada awal penerapan Amortisasi dilakukan untuk setiap sub kelompok Aset Tak Berwujud, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penggolongan dan kodefikasi BMN.
Masa Manfaat Aset Tak Berwujud tidak dapat dilakukan perubahan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), perubahan Masa Manfaat Aset Tak Berwujud dapat dilakukan dalam hal:
terjadi pengembangan Aset Tak Berwujud yang menambah Masa Manfaat atau kapasitas manfaat; atau b. terdapat kekeliruan dalam penetapan Masa Manfaat Aset Tak Berwujud yang baru diketahui di kemudian hari.
Pasal 15
Masa Manfaat Aset Tak Berwujud ditentukan untuk setiap unit Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat .
Penentuan Masa Manfaat Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berpedoman pada Masa Manfaat Aset Tak Berwujud yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan.
Pasal 16
Masa Manfaat Aset Tak Berwujud dapat diusulkan untuk diubah oleh Pengguna Barang dengan mempertimbangkan kesesuaian sisa Masa Manfaat Aset Tak Berwujud dengan kondisi Aset Tak Berwujud.
Usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal terjadi sebab-sebab yang secara normal dapat diperkirakan menjadi penyebab sisa Masa Manfaat Aset Tak Berwujud tidak sesuai dengan kondisi Aset Tak Berwujud.
Perubahan Masa Manfaat Aset Tak Berwujud ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan, setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi terkait.
BAB V
METODE AMORTISASI
Pasal 17
Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus.
Metode garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengalokasikan nilai yang dapat dilakukan Amortisasi atas Aset Tak Berwujud secara merata setiap semester selama Masa Manfaat.
Perhitungan atas metode garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan nilai Amortisasi per periode, dengan formula sebagai berikut: Amortisasi per periode = Nilai yang dapat diamortisasi Masa Manfaat.
BAB VI
PENGHITUNGAN DAN PENCATATAN
Pasal 18
Penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan pada tingkat Kuasa Pengguna Barang.
Penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang.
Dalam hal di lingkungan Kuasa Pengguna Barang dibentuk unit pembantu penatausahaan, penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan oleh unit pembantu penatausahaan.
Hasil penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud yang dilakukan oleh unit pembantu penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihimpun oleh Kuasa Pengguna Barang.
Hasil penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan hasil penghimpunan yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihimpun oleh Pengguna Barang.
Pasal 19
Penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan untuk setiap sub kelompok Aset Tak Berwujud.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud diperlakukan sebagai 1 (satu) unit Amortisasi Aset Tak Berwujud sepanjang aset tersebut hanya dapat dipergunakan bersamaan dengan Aset Tak Berwujud lainnya.
Penghitungan dan pencatatan terhadap Amortisasi Aset Tak Berwujud yang sebelumnya diperlakukan sebagai 1 (satu) unit Amortisasi Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal akan dicatat secara sendiri-sendiri, nilai buku beserta akumulasi amortisasinya dialokasikan secara proporsional berdasarkan nilai masing-masing Aset Tak Berwujud, untuk dijadikan nilai yang dapat diamortisasi selama sisa Masa Manfaat.
Pasal 20
Penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan setiap akhir semester tanpa memperhitungkan adanya nilai residu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat .
Penghitungan dan pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah dengan pembulatan hingga satuan Rupiah terkecil.
Penghitungan Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan sejak diperolehnya Aset Tak Berwujud sampai dengan berakhirnya Masa Manfaat Aset Tak Berwujud.
Pencatatan Amortisasi Aset Tak Berwujud dalam Neraca dilakukan sejak diperolehnya Aset Tak Berwujud sampai dengan Aset Tak Berwujud tersebut dihapuskan.
BAB VII
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN
Pasal 21
Amortisasi Aset Tak Berwujud setiap semester disajikan sebagai:
beban Amortisasi dalam LO entitas akuntansi/ entitas pelaporan; dan
akumulasi Amortisasi dalam Neraca entitas akuntansi/entitas pelaporan, berdasarkan SAP Berbasis Akrual.
Akumulasi Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan faktor pengurang atas nilai Aset Tak Berwujud yang disajikan dalam Neraca.
Pasal 22
Penyesuaian atas perubahan nilai Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat :
beban Amortisasi disajikan dalam LO; dan
akumulasi Amortisasi disajikan dalam Neraca.
Penyesuaian atas perubahan nilai Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat :
akumulasi Amortisasi disajikan dalam Neraca; dan
perubahan ekuitas disajikan dalam LPE.
Penyesuaian atas perubahan nilai Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat :
beban Amortisasi disajikan dalam LO;
akumulasi Amortisasi disajikan dalam Neraca; dan
perubahan ekuitas disajikan dalam LPE.
Pasal 23
Informasi mengenai Amortisasi Aset Tak Berwujud diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Barang Milik Negara dan Catatan atas Laporan Keuangan yang sekurang- kurangnya memuat:
nilai Amortisasi periode berjalan;
periode Amortisasi;
metode Amortisasi yang digunakan;
Masa Manfaat atau tingkat Amortisasi yang digunakan;
nilai tercatat bruto dan akumulasi Amortisasi pada awal dan akhir periode; dan
penambahan maupun penurunan nilai tercatat pada awal dan akhir periode, termasuk penghentian dan pelepasan Aset Tak Berwujud.
Pasal 24
Aset Tak Berwujud yang seluruh nilainya telah dilakukan Amortisasi dan secara teknis masih dapat dimanfaatkan tetap disajikan di Neraca dengan menunjukkan nilai perolehan dan akumulasi amortisasinya.
Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam akun Aset Tak Berwujud dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Barang Milik Negara dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Pasal 25
Penyajian, penghitungan dan pengungkapan Amortisasi Aset Tak Berwujud dilakukan dengan berpedoman pada Modul Amortisasi Aset Tak Berwujud.
Modul Amortisasi Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan.
Pasal 26
Aset Tak Berwujud yang seluruh nilainya telah diamortisasi tidak serta merta dilakukan penghapusan.
Penghapusan terhadap Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Aset Tak Berwujud yang diperoleh sebelum diberlakukannya Amortisasi Aset Tak Berwujud, dikenakan koreksi Amortisasi Aset Tak Berwujud.
Koreksi Amortisasi Aset Tak Berwujud sebagaimana dimaksud pada angka 1:
diperhitungkan sebagai penambah nilai akun akumulasi Amortisasi dan pengurang nilai ekuitas pada Neraca;
diperhitungkan sebagai transaksi koreksi pada periode diberlakukannya Amortisasi;
dikecualikan untuk Aset Tak Berwujud yang sudah dihapuskan pada akhir semester sebelum diberlakukannya Amortisasi Aset Tak Berwujud.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Penerapan atas Amortisasi Barang Milik Negara berupa Aset Tak Berwujud pada Entitas Pemerintah Pusat berdasarkan SAP Berbasis Akrual sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan mulai Tahun Anggaran 2016.
Pasal 29
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2015 MENTERI KEUANGAN ttd BAMBANG P.S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA