bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (7) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat Untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 4);
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 tentang Penetapan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat Sebagai Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 100);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 27);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN JAMINAN PEMERINTAH PUSAT UNTUK PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, atau koperasi.
Penanggung Jawab Proyek Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat PJPSN adalah menteri/kepala lembaga/kepala daerah, atau Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis yang berisi hak dan kewajiban antara PJPSN dan Badan Usaha dalam rangka melaksanakan Proyek Strategis Nasional.
Risiko Politik adalah :
tindakan atau kegagalan untuk bertindak tanpa sebab yang sah oleh Pemerintah Pusat dalam hal - hal yang menurut hukum atau peraturan perundang-undangan atau Pemerintah Pusat memiliki kewenangan atau otoritas untuk melakukan tindakan tersebut, termasuk atas tindakan atau kegagalan untuk bertindak tanpa sebab yang sah oleh Pemerintah Daerah; dan/atau
penerbitan, penerapan, atau pemberlakuan suatu peraturan, kebijakan atau persyaratan hukum kepada Badan Usaha atau Proyek Strategis Nasional oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang belum ada atau berlaku terhadap Badan Usaha atau Proyek Strategis Nasional pada tanggal penandatanganan Perjanjian Kerjasama.
Jaminan Pemerintah Pusat adalah jaminan Pemerintah yang diberikan melalui Menteri Keuangan kepada Badan Usaha atas Risiko Politik yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan dapat memberikan dampak finansial kepada Badan Usaha yang melaksanakan Proyek Strategis Nasional.
Komitmen Pemerintah Daerah adalah jaminan atas pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang diterbitkan dalam bentuk Peraturan Daerah dan/atau izin yang diterbitkan sesuai kewenangan Pemerintah Daerah untuk mendukung, menjamin dan memastikan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah adalah alokasi dana yang tersedia yang digunakan untuk melunasi kewajiban penjaminan yang timbul akibat pemberian Jaminan Pemerintah sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) beserta perubahannya pada tahun anggaran berjalan.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh menteri/kepala lembaga selaku pengguna anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN).
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA/Pejabat Pembuat Komitmen sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA/Pejabat Penandatangan SPM untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat dengan SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Perjanjian Penyelesaian Utang adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dan PJPSN mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan pembayaran kembali atas realisasi pembayaran klaim Jaminan Pemerintah Pusat.
Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang adalah dokumen perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang dalam hal PJPSN tidak mampu melaksanakan ketentuan dalam Perjanjian Penyelesaian Utang PJPSN.
Menteri Keuangan selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara.
BAB II
TUJUAN DAN PRINSIP
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 2
Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat merupakan sarana fiskal yang disediakan untuk mendukung percepatan pembangunan proyek infrastruktur nasional.
Bagian Kedua
Prinsip
Pasal 3
Jaminan Pemerintah Pusat diberikan dengan mempertimbangkan prinsip sebagai berikut:
kemampuan keuangan negara;
kesinambungan fiskal; dan
pengelolaan risiko fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB III
RUANG LINGKUP DAN PERSYARATAN UMUM
Bagian Kesatu
Program Penjaminan Pemerintah
Pasal 4
Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan infrastruktur Proyek Strategis Nasional, Menteri menerbitkan jaminan Pemerintah yang terdiri atas :
Jaminan Pemerintah untuk Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.08/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha;
Jaminan Pemerintah Pusat atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.08/2015 tentang Tata Cara Pemberian dan Pelaksanaan Jaminan Pemerintah atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Badan Usaha Milik Negara;
Jaminan Pemerintah Untuk Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.08/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan untuk Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera;
Jaminan Obligasi Dalam Rangka Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Obligasi Dalam Rangka Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera;
Jaminan Pinjaman untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan;
Jaminan Kelayakan Usaha untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan; atau
Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 5
Jaminan Pemerintah Pusat diberikan terhadap Risiko Politik yang dapat mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan dapat memberikan dampak finansial kepada Badan Usaha yang melaksanakan Proyek Strategis Nasional berdasarkan Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama.
Bagian Ketiga
Persyaratan Umum
Pasal 6
Proyek Strategis Nasional yang dapat memperoleh Jaminan Pemerintah Pusat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
tercantum dalam penambahan Proyek Strategis Nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan;
PJPSN belum mendapat jaminan Pemerintah atau tidak mengajukan usulan untuk mendapat jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan/atau penjaminan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
tidak dalam rangka pelaksanaan penugasan Pemerintah yang tidak mendapat jaminan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
memiliki Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama yang harus memuat ketentuan paling sedikit:
jenis-jenis risiko politik yang dapat menghambat Proyek Strategis Nasional dan menimbulkan dampak finansial kepada Badan Usaha;
jumlah kewajiban finansial PJPSN dalam hal Risiko Politik yang menjadi tanggung jawab PJPSN terjadi, atau cara perhitungan untuk menentukan jumlah kewajiban finansial PJPSN dalam hal jumlah tersebut belum dapat ditentukan pada saat Perjanjian Kerjasama ditandatangani;
jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan kewajiban finansial PJPSN; dan
prosedur penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul antara PJPSN dan Badan Usaha sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban finansial Badan Usaha yang diprioritaskan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga arbitrase.
BAB IV
BENTUK DAN MASA BERLAKU JAMINAN PEMERINTAH PUSAT
Pasal 7
Jaminan Pemerintah Pusat dinyatakan dalam bentuk surat Jaminan Pemerintah Pusat yang ditujukan kepada Badan Usaha dengan tembusan kepada PJPSN.
Menteri mendelegasikan penandatanganan surat Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Pasal 8
Surat Jaminan Pemerintah Pusat berlaku sejak ditandatangani sampai dengan berakhirnya Perjanjian Kerjasama.
Surat Jaminan Pemerintah Pusat menjadi tidak berlaku apabila Badan Usaha gagal memulai konstruksi utama dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan sejak surat Jaminan Pemerintah Pusat diterbitkan.
Surat Jaminan Pemerintah Pusat yang sudah tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memiliki akibat hukum apapun.
Surat Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang dalam hal terjadi kegagalan dalam memulai konstruksi yang bukan disebabkan oleh kesalahan Badan Usaha.
Usulan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh PJPSN paling lambat 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan disertai dengan pernyataan kegagalan dalam memulai konstruksi bukan disebabkan oleh kesalahan Badan Usaha.
Setiap perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (4) diberikan paling lama 1 (satu) tahun.
BAB V
TATA CARA PEMBERIAN JAMINAN PEMERINTAH PUSAT
Bagian Kesatu
Pengajuan Usulan Jaminan Pemerintah Pusat
Pasal 9
PJPSN mengajukan usulan Jaminan Pemerintah Pusat kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko setelah dilakukan proses pengadaan Badan Usaha.
Usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan jenis Risiko Politik yang dimintakan untuk dijamin, dan pernyataan bahwa proyek infrastruktur yang diusulkan adalah untuk kepentingan umum.
Usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan paling sedikit:
dokumen studi kelayakan proyek;
financial model proyek;
konsep akhir Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama atau perjanjian kerja sama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani;
dokumen Komitmen Pemerintah Daerah termasuk di dalamnya konsep Perjanjian Penyelesaian Utang, dalam hal PJPSN adalah kepala daerah;
dokumen rencana mitigasi risiko atas potensi timbulnya risiko politik yang diusulkan untuk dijamin;
surat pernyataan dari PJPSN bahwa pengadaan Badan Usaha telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
izin lokasi/penetapan lokasi, dan/atau izin pinjam pakai kawasan hutan, dan/atau izin lingkungan;
konsep Perjanjian Penyelesaian Utang untuk PJPSN yang merupakan Badan Usaha Milik Negara; dan i. konsep surat persetujuan DPRD atas Perjanjian Penyelesaian Utang dalam hal PJPSN adalah kepala daera
Dalam hal izin lokasi/penetapan lokasi, dan/atau izin pinjam pakai kawasan hutan, dan/atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g belum terpenuhi seluruhnya, PJPSN menyampaikan surat komitmen dan target penyelesaian izin dari lembaga yang berwenang dalam pemberian izin kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Bagian Kedua
Evaluasi Usulan Jaminan Pemerintah Pusat
Pasal 10
Berdasarkan usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan evaluasi atas usulan Jaminan Pemerintah Pusat.
Dalam melakukan evaluasi usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dapat berkoordinasi dengan Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dan Biro Hukum Sekretariat Jenderal.
Evaluasi usulan Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kelayakan jenis Risiko Politik yang akan dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat dan/atau ayat (4).
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dapat meminta PJPSN untuk melakukan perubahan atas konsep Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama atau Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani, serta meminta PJPSN untuk melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan/atau ayat .
BAB VI
PENERBITAN SURAT JAMINAN PEMERINTAH PUSAT
Pasal 11
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan menyampaikan rekomendasi penerbitan surat Jaminan Pemerintah Pusat kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Rekomendasi penerbitan surat Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah konsep perjanjian kerja sama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c dan konsep surat persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf i telah ditandatangani.
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan permohonan persetujuan kepada Menteri untuk dapat menerbitkan surat Jaminan Pemerintah Pusat.
Berdasarkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menerbitkan surat Jaminan Pemerintah Pusat.
BAB VII
TATA CARA PENGALOKASIAN ANGGARAN KEWAJIBAN PENJAMINAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Alokasi Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah
Pasal 12
Dalam hal surat Jaminan Pemerintah Pusat diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pemerintah menyiapkan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Jaminan Pemerintah Pusat.
Perhitungan alokasi Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan.
Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan bagian dari pos belanja atau pos pembiayaan dalam APBN.
Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah yang merupakan bagian pos belanja dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan dalam hal:
PJPSN adalah kepala daerah dan terjadi risiko politik Pemerintah Pusat yang bukan disebabkan oleh Pemerintah Daerah; atau
PJPSN adalah menteri/kepala lembaga.
Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah yang merupakan bagian pos pembiayaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan dalam hal:
PJPSN adalah kepala daerah dalam hal risiko politik yang disebabkan oleh Pemerintah Daerah; atau
PJPSN adalah Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah.
Pengusulan dan pengalokasian Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi bagian anggaran BUN dan pengesahan DIPA BUN.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah
Pasal 13
Menteri selaku PA Kewajiban Penjaminan Pemerintah menunjuk KPA dengan surat keputusan.
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Penandatangan SPM dengan surat keputusan.
BAB VIII
KLAIM PENJAMINAN
Bagian Kesatu
Pengajuan Klaim
Pasal 14
Dalam hal PJPSN tidak mampu melaksanakan kewajiban pembayaran kepada Badan Usaha sesuai dengan Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Badan Usaha mengajukan klaim secara tertulis kepada Menteri dengan tembusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan PJPSN.
Pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan paling sedikit:
ketidakmampuan PJPSN untuk membayar kewajiban berdasarkan Perjanjian Kerjasama;
jumlah kewajiban pembayaran PJPSN kepada Badan Usaha; dan
tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening.
Klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan dokumen paling sedikit:
salinan Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama;
salinan surat Jaminan Pemerintah Pusat;
rincian kewajiban PJPSN yang harus dibayar oleh Pemerintah; dan
Berita Acara antara PJPSN dan Badan Usaha yang menyatakan tidak terdapat keberatan atas risiko politik yang dijamin beserta jumlah klaim yang diajukan.
Bagian Kedua
Verifikasi Klaim
Pasal 15
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan verifikasi atas klaim yang diajukan oleh Badan Usaha.
Dalam rangka melakukan verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Strategi Portofolio dan Pembiayaan dapat berkoordinasi dengan unit terkait.
Verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:
kesesuaian antara jumlah klaim dengan jumlah tagihan yang menjadi kewajiban PJPSN berdasarkan Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama;
tidak terdapat perselisihan antara PJPSN dan Badan Usaha mengenai jumlah klaim yang menjadi kewajiban PJPSN;
tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening; dan
keabsahan Berita Acara antara PJPSN dan Badan Usaha.
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara verifikasi klaim yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen.
Bagian Ketiga
Proses Pembayaran Klaim Penjaminan
Pasal 16
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, pembayaran klaim penjaminan dilakukan dengan menggunakan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah yang merupakan bagian pos belanja atau pos pembiayaan dalam APBN dan/atau dana cadangan penjaminan.
Proses pembayaran klaim penjaminan yang menggunakan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah yang merupakan bagian pos belanja atau pos pembiayaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atas beban Bagian Anggaran BUN pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan.
Proses pembayaran klaim penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan dalam rangka pelaksanaan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah.
BAB IX
PENYELESAIAN AKIBAT PELAKSANAAN JAMINAN
Bagian Kesatu
Penyelesaian Piutang
Pasal 17
Setiap pelaksanaan pembayaran klaim Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalamPasal 16 mengakibatkan timbulnya piutang Pemerintah kepada PJPSN.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
PJPSN adalah menteri/kepala lembaga; atau
Risiko politik Pemerintah Pusat yang bukan disebabkan oleh Pemerintah Daerah dalam hal PJPSN adalah kepala daerah.
Penyelesaian atas pembayaran klaim Jaminan Pemerintah Pusat dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui mekanisme pengakuan aset berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Perjanjian Penyelesaian Utang
Pasal 18
Kesepakatan penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat dituangkan dalam Perjanjian Penyelesaian Utang.
Penandatanganan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penerbitan surat Jaminan Pemerintah Pusat.
Menteri mendelegasikan penandatanganan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat ketentuan paling sedikit:
komitmen pembayaran atas jumlah pokok utang PJPSN sesuai dengan jumlah klaim yang dibayar oleh Pemerintah;
tingkat bunga utang;
jangka waktu pembayaran:
mekanisme perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang;
sanksi; dan
tata cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan pelaksanaan Perjanjian Penyelesaian Utang melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga arbitras
Bagian Ketiga
Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang
Pasal 19
Dalam hal PJPSN tidak mampu atau keberatan untuk melaksanakan pembayaran utang sesuai dengan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, PJPSN menyampaikan surat usulan perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko beserta permintaan perundingan untuk melakukan perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang.
Usulan perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
Usulan perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat ketentuan mengenai:
jangka waktu pembayaran termasuk masa tenggang;
jumlah cicilan dan tanggal pembayaran cicilan; dan/atau c. jumlah utang, dalam hal PJPSN adalah kepala daerah.
Berdasarkan usulan perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan perundingan dengan PJPSN.
Kesepakatan perundingan terhadap usulan perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang;
Perubahan Perjanjian Penyelesaian Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah surat usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Bagian Keempat
Administrasi Piutang
Pasal 20
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengadministrasikan piutang Pemerintah kepada PJPSN yang timbul karena pelaksanaan pembayaran klaim Jaminan Pemerintah Pusat.
BAB X
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
Pasal 21
PJPSN wajib menyampaikan laporan secara periodik per triwulan pada setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah akhir periode triwulan berkenaan dan pada saat diperlukan kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
kemajuan dan permasalahan proyek;
keuangan proyek; dan
identifikasi kemungkinan terjadinya Risiko Politik;
Pasal 22
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melaksanakan pemantauan terhadap potensi timbulnya Risiko Politik yang dijamin dan kelangsungan Proyek Strategis Nasional.
Dalam melaksanakan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat membentuk Komite Koordinasi yang beranggotakan perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan/atau instansi terkait.
Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan laporan secara periodik per semester paling lambat pada akhir bulan ketiga berikutnya setelah akhir periode semester berkenaan dan/atau rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan dukungan dan/atau melakukan tindakan sesuai dengan kewenangan Menteri dalam mencegah dan/atau mengurangi dampak Risiko Politik yang dijamin.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 2017 il 2012 MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 2017 ril2012 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA