hkama hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 1 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 PUTUSAN Nomor 73 P/HUM/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 , pada tingkat pertama dan terakhir telah memutuskan sebagai berikut, dalam perkara: KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA (KADIN INDONESIA), berkedudukan di Menara Kadin Indonesia Lt. 29, Jl. H. R. Rasuna Said Kav. 2-3, Jakarta , dalam hal ini diwakili oleh Suryo B. Sulistio dan Hariyadi Sukamdani, kewarganegaraan Indonesia, beralamat di Menara Kadin Indonesia Lt. 29, Jl. H. R. Rasuna Said Kav. 2-3, Jakarta, masing- masing selaku Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia dan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijaksanaan Moneter, Fiskal dan Publik Kamar Dagang dan Industri Indonesia; Selanjutnya disebut sebagai Pemohon; melawan: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA , tempat kedudukan Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat _: _ Selanjutnya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tanggal 11 Desember 2013 memberi kuasa kepada:
Dr. Amir Syamsudin, S.H., M.H., Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R. I., memberi kuasa substitusi kepada: __ 1) Dr. Wahiduddin Adams, S.H., M.A., Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R. I ; __ 2) Dr. Mualimin Abdi, S.H., M.H., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Asasi Manusia R. I ; __ Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 2 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 berdasarkan Surat Kuasa Substistusi Nomor M.HH.PP.04.03-54 tanggal 23 Desember 2013;
Dr. Muhamad Chatib Basri., Menteri Keuangan R. I ; __ 3. Basrief Arief, S.H., M.H., Jaksa Agung R. I., memberi kuasa substitusi kepada: __ 1) Nofarida, S.H., M.H., Jaksa Pengacara Negara; __ 2) Budiyahningsih, S.H., Jaksa Pengacara Negara; __ 3) Henny Rosana, S.H., Jaksa Pengacara Negara; __ 4) B. Maria Erna E, S.H., M.H., Jaksa Pengacara Negara; __ 5) Arie Eko Yuliearti, S.H., M.H., Jaksa Pengacara Negara; __ 6) Mirna Eka Mariska, S.H., Jaksa Pengacara Negara; __ 7) Alheri, S.H., Jaksa Pengacara Negara; __ berdasarkan Surat Kuasa Substitusi Nomor: SK-118/A/JA/12/2013 tanggal 17 Desember 2013; __ Selanjutnya disebut sebagai Termohon; Mahkamah Agung tersebut; Membaca surat-surat yang bersangkutan; DUDUK PERKARA Menimbang, bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 14 November 2013 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada Tanggal 20 November 2013 dan diregister dengan Nomor 73 P/HUM/2013 telah mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 , dengan dalil-dalil yang pada pokoknya sebagai berikut: I. Dasar Hukum 1. Kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia 1.1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (Vide bukti: P5) mengatur sebagai berikut: “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 3 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ” 1. Pasal 24 A ayat (1) mengatur sebagai berikut: “Mahkamah Agung RI berwenang mengadili pada Tingkat Kasasi, menguji Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang ” 1.3. Pasal 31 Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Vide bukti: P6) mengatur sebagai berikut: Ayat (1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang/menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang- Undang terhadap Undang-Undang Ayat (2) Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi atau pembentukkannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku 1.4. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil (Vide bukti P7) menyebutkan sebagai berikut: “Hak Uji Materiil adalah hak Mahkamah Agung RI untuk menilai materi muatan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap peraturan Perundang-undangan tingkat lebih tinggi ” 1.5. Bahwa sesuai dengan considerans (menimbang) pada Peraturan Mahkaman Agung Republik Indonesia No. 01 Tahun 2011, huruf a, b, dan c a quo pada dasarnya telah ditegaskan bahwa pengajuan keberatan Hak Uji Materiil bagi suatu aturan yang bersifat umum ( Regelend ) tidak dibatasi waktu, sehingga batas waktu 180 (seratus delapan puluh) hari seperti disebut pada Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil sudah dicabut. Bahwa berdasarkan dasar hukum yang kami uraikan tersebut diatas, Mahkamah Agung Republik Indonesia berwenang untuk memeriksa, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 4 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 mengadili dan memutuskan permohonan keberatan KADIN yang meminta Hak Uji Materiil terhadap beberapa pasal dari Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang akan kami sampaikan dan uraikan berikut ini.
Kedudukan Hukum (Legal Standing) atau Hak Gugat Pemohon 1. Pasal 31A Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, mengatur sebagai berikut:
Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan yaitu:
Perorangan warga negara Indonesia b. Kesatuan masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang atau c. Badan hukum publik atau badan hukum privat (3) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
Nama dan alamat pemohon b. Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan menguraikan dengan jelas bahwa:
Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau 2. Pembuatan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku; dan
Hal-hal yang diminta untuk dihapus 2.2. Bahwa pemohon adalah Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dengan penjelasan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 5 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 a. Keberadaan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) diatur dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3346) jo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tanggal 23 Agustus 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri.
Kamar Dagang dan Industri adalah satu wadah bagi pengusaha Indonesia dan merupakan Induk Organisasi dari Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha yang berperan aktif sebagai mitra Pemerintah dalam bidang perekonomian.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri menetapkan bahwa seluruh pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta secara bersama-sama membentuk organisasi Kamar Dagang dan Industri sebagai wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia, dalam rangka mewujudkan dunia usaha Indonesia yang kuat dan berdaya saing tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber daya nasional, yang memadukan secara seimbang keterkaitan antar potensi ekonomi nasional, yakni antar sektor, antar usaha dan antar daerah, dalam dimensi tertib hukum, etika bisnis, kemanusiaan, dan kelestarian lingkungan dalam suatu tatanan ekonomi pasar dalam percaturan perekonomian global dengan berbasis pada kekuatan daerah, sektor usaha dan hubungan luar negeri.
Bahwa fungsi terpenting dari pajak adalah fungsi budgetair yaitu mengumpulkan penerimaan negara. Bahwa penerimaan negara dari sektor pajak memberikan kontribusi yang sangat significant baik dalam APBN maupun APBD.
Bahwa KADIN dan dunia usaha telah dan akan selalu mendukung dan berkontribusi dalam pengamanan penerimaan negara melalui pembayaran pajak yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 6 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 dikenakan pada para pengusaha yang bernaung dalam wadah KADIN. Bahwa namun demikian KADIN juga mempunyai kepentingan untuk mengadvokasi para pengusaha agar Pemerintah benar-benar meningkatkan pelayanan, meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dunia usaha sehingga pengenaan pajak tidak mendistorsi dan mengganggu iklim usaha maupun daya saing dunia usaha.
Bahwa sehubungan dengan itu, sesuai dengan Undang- Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri jo Pasal 9 dan Pasal 10 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 tentang Persetujuan dan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri, dapat disimpulkan bahwa KADIN adalah mitra pemerintah dalam kaitan dengan dunia usaha dan karenanya untuk dan atas nama pengusaha secara sah dan meyakinkan nyata-nyata memang mempunyai kepentingan terhadap Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011, sehingga pemohon jelas mempunyai Legal Standing (Hak Gugat) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A ayat(2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, karena KADIN merasa haknya dirugikan oleh berlakunya Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 a quo . II. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 yang diajukan keberatan untuk dimohon Hak Uji Materiil adalah sebagai berikut:
Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1); dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 15, Pasal 18 ayat (1) huruf a; Pasal 19; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 48 ayat (3); ayat (4); ayat (7); ayat (8), ayat (9) dan ayat (10);
Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3);
Pasal 43 ayat (6) huruf c;
Pasal 29 ayat (3) Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 7 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 5. Pasal 37; III. Alasan dan Pertimbangan hukum pemohon III a. Pertimbangan Umum Sebelum menguraikan permohonan keberatan atas Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 a quo dan karena itu mengajukan permohonan Hak Uji Materiil, perlu Pemohon sampaikan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa KADIN adalah mitra Pemerintah dalam kaitan dengan dunia usaha dalam rangka mengembangkan perekonomian dan pembangunan demi tercapainya salah satu cita-cita Pemerintah Negara Indonesia yaitu meningkatkan kesejahteraan umum 2. Bahwa tanpa meninggalkan sikap kritis untuk hal-hal yang akan merugikan perekonomian maupun hak-hak para pengusaha, KADIN akan selalu mendukung upaya-upaya Pemerintah, termasuk peningkatan dan pengamanan penerimaan negara dari sektor perpajakan 3. Bahwa sehubungan dengan itu, KADIN menyambut baik perubahan dan penyempurnaan regulasi-regulasi di bidang perpajakan 4. Bahwa namun demikian, KADIN perlu menyampaikan bahwa terdapat ketentuan-ketentuan dalam PP No. 74 Tahun 2011 a quo yang bisa menyebabkan kontra produktif bagi dunia usaha karena bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dan karena tidak sesuai dengan asas keadilan dan asas kepastian hukum yang menjadi pilar atau filosofi Undang-Undang Perpajakan di Indonesia, sehingga bisa mengganggu perekonomian dan penerimaan pajak itu sendiri 5. Bahwa karena KADIN adalah mitra Pemerintah maka KADIN terlebih dahulu menempuh upaya executive review yaitu dengan menemui dan menyampaikan permasalahan a quo kepada Direktur Jenderal Pajak disertai dengan Surat KADIN No. 1440/DP/VIII/2012 tertanggal 18 Juli 2012 (Vide Bukti: P8) untuk mohon agar keluhan dan masukan KADIN dipertimbangkan untuk merubah/menyempurnakan PP No. 74 Tahun 2011 6. Bahwa karena sampai saat ini surat a quo yang berisi masukkan yang bersifat kritis dan konstruktif tersebut tidak mendapat tanggapan dari Direktur Jenderal Pajak, maka mengingat bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demoktratis dengan dilandasi itikad yang baik Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 8 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 KADIN terpaksa menempuh upaya dengan menggunakan Hak Uji Materiil yang kami mohon dibawah ini: III b. Uraian Kerugian Kadin / Pengusaha (WP) Bahwa secara umum ketentuan dalam PP 74 Tahun 2011 yang kami ajukan keberatan kami anggap merugikan kepentingan Kadin / Pengusaha (WP) karena antara lain:
Di berikannya kewenangan baru kepada Dirjen Pajak yaitu untuk melakukan verifikasi bisa menimbulkan ketidak pastian, penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan ketidak adilan dan kerugian bagi pengusaha yang mencari keadilan 2. Adanya ketidakpastian hukum dalam penyelesaian permohonan keberatan pajak karena PP 74 tahun 2011 telah memberi kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menerbitkan kembali keputusan keberatan yang oleh pengadilan pajak sudah dinyatakan cacat hukum dan dibatalkan dengan batas waktu 12 bulan sejak putusan pengadilan terkait (seperti proses penyelesaian keberatan baru),sungguh menghabiskan banyak tenaga dan biaya bagi WP. Fungsi pengayoman dari pengadilan pajak menjadi tidak berarti bagi para pencari keadilan.
Hak WP/Pengusaha untuk memperoleh imbalan bunga apabila putusan banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak oleh PP 74 tahun 2011 ditunda apabila Dirjen Pajak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, Hal ini tidak saja bertentangan dengan UU KUP tetapi juga bertentangan dengan UU Pengadilan Pajak di samping sangat merugikan hak WP.
Ketentuan dalam PP 74 tahun 2011 yang membatasi hak mengajukan keberatan dan hak mengajukan gugatan jelas bertentangan dengan UU KUP dan UU Pengadilan Pajak sehingga merugikan pengusaha (WP) yang mencari keadilan. IV. Dalil –dalil pemohon: IV. 1. Pasal 1 angka 4 dan 5 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011, selanjutnya disingkat menjadi PP No. 74 Tahun 2011. IV.1.1 Uraian 1. Pokok masalah adalah mengenai “Verifikasi” Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 9 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 2. Bunyi Pasal 1 angka 4 PP No. 74 Tahun 2011 adalah sebagai berikut: “Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pemenuhan kewajiban subyektif dan obyektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak”. Bunyi Pasal 1 angka 5 PP No. 74 Tahun 2011 adalah sebagai berikut: “Pembahasan akhir Hasil Verifikasi adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan petugas Verifikasi atas hasil Verifikasi yang dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, dan berisi koreksi baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui”.
Bahwa “Verifikasi” sebagaimana tersebut diatas ternyata merupakan bentuk kewenangan baru yang diberikan oleh PP No. 74 Tahun 2011 kepada Dirjen Pajak yang hasil akhir atau tujuannya adalah untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 4. Bahwa kewenangan Dirjen Pajak yang disebut “Verifikasi” a quo tidak dikenal dalam UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang- Undang (selanjutnya disebut UU KUP) (Vide bukti P9), sehingga perlu dikaji lebih mendalam melalui permohonan Hak Uji Materiil a quo .
Bahwa kewenangan Dirjen Pajak dalam konteks untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapus NPWP, dan atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Undang- Undang No. 16 Tahun 2009 (UU KUP) adalah Kewenangan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 10 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 untuk melakukan “Pemeriksaan” yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 ayat (1) jo Pasal 1 angka 25 dan 27 UU KUP 6. Pada prinsipnya, pengenaan pajak di Indonesia menganut sistim “self-assessment”, sebagaimana diatur dalam Pasal 12, UU KUP yang bunyinya sebagai berikut:
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.
Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak adalah jumlah Pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perundang- undangan perpajakan.
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. Bahwa bunyi Penjelasan Pasal 12 ayat adalah sebagai berikut: “Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang di hitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, misal pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan “ 7. Bahwa sehubungan dengan ketentuan pada Pasal 12 tersebut diatas, Dirjen Pajak diberi kewenangan untuk menetapkan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP yang mengatur sebagai berikut: Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 11 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
Bahwa untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan untuk menguji kepatuhan pemeriksaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) UU KUP tersebut diatas, Dirjen Pajak diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU KUP, sebagai berikut:
Pasal 29
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bahwa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Keterangan Kurang Bayar Pajak Tambahan (SKPKBT) yang diterbitkan sebagai hasil dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU KUP adalah merupakan dasar penagihan pajak yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 12 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 selanjutnya dapat ditagih dengan Surat Paksa, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU KUP sebagai berikut:
Pasal 18
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
Bahwa dalam konteks untuk menghapus NPWP atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dalam UU KUP diatur sebagai berikut: Pasal 2 ayat (7) : Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak Badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Pasal 2 ayat (9) : Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
Bahwa menurut Pemohon Hak Uji Materiil, jenis kewenangan Dirjen Pajak yang disebut “Pemeriksaan” tersebut adalah sudah tepat dan memang harus diatur dengan Undang-Undang, dalam hal ini UU KUP sebagai Hukum Acara Perpajakan (Hukum Formal) mengingat perhitungan pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU KUP (self- Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 13 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 assessment) adalah dianggap benar dan telah sesuai dengan Undang-Undang sepanjang belum dibuktikan sebaliknya oleh Direktur Jenderal Pajak, sehingga oleh karena itulah UU KUP memberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 UU KUP sehingga dapat melakukan pengawasan, koreksi dan penegakan hukum apabila terbukti perhitungan pajak yang dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) oleh Wajib Pajak ternyata tidak benar. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, penghapusan NPWP dan pencabutan atas pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Bahwa tiba-tiba saja dengan PP No. 74 Tahun 2011, Dirjen Pajak diberikan kewenangan baru yang disebut dengan “Verifikasi” yang pada dasarnya diberi kekuatan hukum yang dapat dikatakan “sama” dengan “Pemeriksaan” yang sudah diatur dengan UU KUP, sehingga Pemohon menilai dan karenanya harus berpendapat bahwa telah terjadi “Penambahan Kewenangan secara tidak sah” pada Dirjen Pajak yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang derajat atau tingkatannya dibawah Undang-Undang (dalam hal ini UU KUP). Bahwa menurut Pemohon :
1 Penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 4 dan angka 5 serta kaitannya yaitu Pasal 13 ayat (1); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 15, Pasal 18 ayat (1) huruf a Pasal 19; Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 30 ayat (2) huruf c, Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 48 ayat (3), ayat (4); ayat (7); ayat (8); ayat (9) dan ayat (10), sepanjang yang menyangkut “Verifikasi” adalah:
tidak sesuai dengan “asas kelembagaan”(Pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang tepat) sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf b Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 14 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Vide bukti: P10). Karena seharusnya kewenangan Verifikasi yang sangat penting dan mempunyai akibat hukum yang luas tersebut diatur/dimuat di UU KUP sehingga DPR sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 bisa ikut menyetujui adanya penambahan kewenangan Dirjen Pajak a quo .
tidak sesuai dengan “asas Kesesuaian”, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf c UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, karena dalam pembentukan peraturan perundang-undangan seharusnya benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarkinya, karena itu seharusnya kewenangan “Verifikasi” diatur dalam Undang- Undang bukan dengan Peraturan Pemerintah c. tidak sesuai dengan asas “kejelasan rumusan” sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf f UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan karena rumusannya sama atau tumpang tindih dengan kewenangan untuk melakukan “pemeriksaan”. Sedang produk hukumnya yang dihasilkan dari “Verifikasi” juga sama dengan “Pemeriksaan” dan bisa membebani serta mempunyai implikasi hukum yang luas termasuk bisa ditagih dengan Surat Paksa, padahal kewenangan “Verifikasi” tidak dikenal dalam UU KUP.
2 Bahwa Pemohon juga berpendapat sesuai dengan jiwa UU No. 12 Tahun 2011 a quo dan sesuai dengan prinsip lex superiori derogat lex inferiori seharusnya PP No. 74 Tahun 2011 yang merupakan aturan pelaksanaan dari UU KUP tidak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 15 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 boleh menciptakan kewenangan baru yang memperluas ketentuan yang ada dalam UU KUP.
3 Bahwa menurut Ajaran Teori Norma Hukum Berjenjang yang antara lain diintrodusir oleh Hans Kelsen yang dikenal dengan nama “Stufenbau des Recht”, antara lain dapat dikatakan bahwa Norma Hukum yang lebih rendah memperoleh kekuatan dan keabsahaan hukum dari Norma Hukum yang lebih tinggi. Itu sebabnya Peraturan Perundang- Undangan yang lebih rendah seperti Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang 4 Bahwa Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan menyatakan sebagai berikut: “Kekuatan hukum Peraturan Perundang-Undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)” Dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut: “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hierarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-Undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi” 12.5 Bahwa Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan mengatur sebagai berikut: “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 16 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota” Dengan kata lain, Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tersebut memang dijiwai oleh asas lex superiori derogat lex inferiori . Bahwa dengan demikian jika PP No. 74 Tahun 2011 kedudukannya lebih rendah dari UU KUP.
6 Bahwa menurut Pemohon, ketentuan PP No. 74 Tahun 2011 mengenai Verifikasi tersebut juga rawan terhadap penyalahgunaan wewenang ( abuse of power ) dan tidak sesuai dengan asas kepastian hukum yang menjadi landasan dari kebijakan pokok tentang arah dan tujuan perubahan UU KUP menjadi UU No. 28 tahun 2007 sebagaimana tersebut dalam angka 4 dari Penjelasan Umum UU KUP yang pada akhirnya bisa merugikan keadilan bagi Wajib Pajak.
7 Bahwa mengenai munculnya/diintrodusirnya kewenangan baru yang disebut “Verifikasi” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 dan 5 PP No. 74 Tahun 2011 sebenarnya bukan didasarkan pada kewenangan atributif. Tidak ada amanat dari UU KUP agar Pemerintah membuat peraturan pelaksanaan yang memberi kewenangan baru pada Dirjen Pak berupa “Verifikasi” a quo . Dengan demikian sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Pemerintahan) ketentuan a quo dibuat berdasarkan prinsip “Freis Emersen” atau kebebasan bertindak dari Pemerintah karena menghadapi kerancuan aturan atau karena aturan-aturannya tidak lengkap. Namun demikian menurut Pemohon pembentukan aturan pelaksanaan yang tidak diamanatkan oleh Undang- Undangnya seperti halnya kewenangan “Verifikasi” a quo seharusnya didasarkan pada dolmatigheid yang jelas yang sangat diperlukan dan harus juga didasarkan pada asas umum pemerintahan yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 17 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 baik. UU KUP sudah mengatur secara rinci tentang kewenangan “Pemeriksaan” tidak ada lagi perlunya mengatur kewenangan lain (verifikasi) yang pada dasarnya sama persis dengan “Pemeriksaan” yang justru menimbulkan multi tafsir yang dapat menyebabkan abuse of power dari Dirjen Pajak dan bisa menyebabkan komplikasi adminstrasi perpajakan yang pada akhirnya merugikan Wajib Pajak, sehingga kurang sesuai dengan asas keadilan dan kepastian hukum IV.1.2 Kesimpulan Bahwa sehubungan dengan uraian tersebut diatas, menurut Pemohon dapat disimpulkan secara sah dan meyakinkan ketentuan mengenai “Verifikasi” sebagaimana tersebut pada Pasal 1 angka 4 dan Pasal 5 PP No. 74 Tahun 2011 telah terbukti ;
Bertentangan atau setidak-tidaknya tidak sesuai dengan Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 UU KUP yang mengatur mengenai pemeriksaan.
Pembentukan peraturan/ketentuan mengenai “Verifikasi” a quo tidak memenuhi ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Bahwa oleh karenanya, mohon kepada Majelis Hakim Agung Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara Hak Uji Materiil a quo untuk memutuskan tidak sah serta tidak mengikat dan karenanya mencabut Pasal 1 angka 4 dan 5 PP NO. 74 Tahun 2011 dari PP No. 74 Tahun 2011 dan dengan menggunakan alasan, dalil atau pertimbangan hukum yang sama (mutatis mutandis) juga menyatakan karenanya tidak sah dan tidak berlaku sepanjang mengenai “Verifikasi” yang diatur dalam pasal-pasal terkait PP No 74 tahun 2011, yaitu: Pasal 13 ayat (1) 1) Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang dapat membatalkan Surat Ketetapan Pajak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 18 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 yang diterbitkan berdasarkan Pemeriksaan atau Verifikasi yang dilaksanakan tanpa melalui prosedur:
penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi, dan/atau b. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi.
Surat Ketetapan Pajak yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan atau Verifikasi dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur yang belum dilaksanakan, berupa:
penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi; dan/atau
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi. Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan:
hasil Verifikasi terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang;
hasil Pemeriksaan dan seterusnya.....
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terhadap Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Pasal 15
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan:
hasil Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang terhadap data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang, termasuk data yang semula belum terungkap; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 19 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 b. hasil Verifikasi, Pemeriksaan atau atau Pemeriksaan ulang atas data baru berupa Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
hasil Verifikasi atas data baru berupa hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a, yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang; atau d. hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan hasil Verifikasi, Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang terhadap Putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan hasil Verifikasi, Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang terhadap Putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap dapat diterbitkan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun terlampaui sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
Jumlah pajak yang kurang dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus sesuai Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 20 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 dengan jumlah kekurangan bayar berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak.
Pasal 18
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar berdasarkan:
hasil Verifikasi terhadap kebenaran pembayaran pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;
Pasal 19
Penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan hasil Verifikasi harus dilakukan melalui Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, kecuali penerbitan:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d; dan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar berdasarkan hasil Verifikasi terhadap kebenaran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a.
Pasal 20
Hasil Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, dan Pasal 18, dituangkan dalam laporan hasil Verifikasi, laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan ulang atau laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Berdasarkan laporan hasil Verifikasi, laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan ulang atau laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat nota penghitungan.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Verifikasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 30 ayat (2)huruf c Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 21 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 (2) Wajib Pajak yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan permohonan:
pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan atau Verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
penyampaian surat pemberitahuan hasil Pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil Verifikasi; atau
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dengan Wajib Pajak. Pasal 35 ayat (1) huruf d (1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
mengurangkan dan seterusny....
membatalkan Surat Ketetapan Pajak dari hasil Pemeriksaan atau Verifikasi, yang dilaksanakan tanpa:
penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau surat pemberitahuan Hasil Verifikasi; atau
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dengan Wajib Pajak. Pasal 38 ayat ( dan ayat (3) (2) Surat Ketetapan Pajak yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang penerbitannya tidak didasarkan pada:
hasil Verifikasi;
hasil Pemeriksaan;
hasil Pemeriksaan ulang; atau
hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang.
Termasuk dalam pengertian Surat Ketetapan Pajak yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 22 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Surat Ketetapan Pajak yang menetapkan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak tidak sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang dilakukan Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pasal 48 ayat ;
;
;
;
dan ayat (10) (4) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang.
Dalam hal Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3a) Undang-Undang.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan, Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 23 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 (8) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan, Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding.
Apabila sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dikenakan sebagai akibat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, yang pajak terutangnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan atas Surat Ketetapan Pajak diajukan keberatan dan/atau banding, tindakan penagihan atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan surat Ketetapan Pajak tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. IV. 2. Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011 IV.2.1. Uraian 1. Bahwa Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011, mengatur sebagai berikut:
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Gugatan atas Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan, Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan tersebut dengan menerbitkan kembali Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2).
Dalam hal badan Peradilan Pajak mengabulkan gugatan Wajib Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang, Direktur jenderal Pajak menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh Wajib Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 24 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Bahwa sehubungan dengan itu, Pemohon berpendapat bahwa upaya hukum “ pengajuan keberatan “ adalah merupakan salah satu hak yang sifatnya sangat mendasar sebagai implementasi dari asas kepastian hukum dan asas keadilan yang menjadi salah satu pilar UU KUP mengingat atau sebagai konsekuensi dari sifat memaksa dari pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU KUP sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Bahwa sehubungan dengan Permohonan Keberatan Wajib Pajak, Pasal 26 ayat (1) UU KUP mengatur sebagai berikut: “Direktur Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan”. Bahwa penjelasan dari Pasal 26 ayat (1) adalah sebagai berikut: “Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak, kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima. Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi perpajakan “ Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 25 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Bahwa menurut Pasal 26 ayat (5) UU KUP diatur sebagai berikut: “Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi Surat Keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan ” 4. Bahwa menurut Pemohon, Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011 tersebut nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 26 UU KUP, mengingat:
1 Bahwa secara tersirat maupun tersurat ketentuan Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011 a quo dapat dipahami secara sederhana sebagai berikut:
Wajib Pajak dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan Keberatan yang penerbitannya dianggap tidak sesuai dengan prosedur ke Pengadilan Pajak.
Apabila gugatan dikabulkan, Direktur Jenderal Pajak akan memproses kembali Surat Keberatan dimaksud sesuai dengan prosedur.
Batas waktu penyelesaian keberatan yang menurut Pasal 26 ayat (1) jo (5) diatur dengan jelas selama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak Surat Keberatan diterima ditafsirkan atau tepatnya diatur lagi tanpa menghiraukan UU KUP menjadi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
2 Bahwa ketentuan tersebut pada Pasal 41 ayat (2) dan (3) secara substansial nyata-nyata melanggar asas kepastian hukum yang menjadi landasan UU KUP, karena penyelesaian keberatan menjadi berlarut-larut atau tidak menentu sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak. Masalahnya menjadi lebih kompleks dan tidak pasti sekiranya gugatan Wajib Pajak ditolak, tetapi ditingkat Peninjauan Kembali, MA memenangkan Wajib Pajak, Bagaimana solusinya? Tidak jelas dan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 26 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 sangat tidak adil dan pasti akan merugikan hak Wajib Pajak tersebut.
3 Bahwa dalam konsiderans Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang sekarang telah diubah lagi dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang, disebutkan sebagai berikut:
bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan materiil di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000;
4 Bahwa landasan dasar teori atau grand theory tentang asas keadilan dan kepastian hukum dalam pengenaan pajak, dapat kiranya dirujuk pada :
Pasal 23A UU D 1945 yang mengatur sebagai berikut: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang- Undang” b. Pasal 1 angka 1 UU KUP yang mengatur sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 27 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Penjelasan Umum UU KUP sebagaimana tersebut pada nomor 1 dan nomor 4 yang berbunyi sebagai berikut:
Tax Payer’s basic rights yang pada umumnya merupakan best practice dan dirujuk sebagai international accepted concept/theory mengajarkan bahwa Wajib Pajak mempunyai hak- hak dasar sebagai berikut:
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan c. Surat Ketetapan Pajak Nihil d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ; atau e. Pemotongan atas pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan 4.6 Bahwa sebagai implementasi dari asas kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi perpajakan, maka penyelesaian Surat Keberatan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak dibatasi oleh waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UU KUP yang kutipannya telah disampaikan tersebut diatas.
7 Bahwa ketentuan tersebut, pada Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011 nyata-nyata telah menyebabkan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 29 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 timbulnya keragu-raguan dan menimbulkan multi tafsir dalam pelaksanaannya mengingat:
Apakah apabila setelah putusan gugatan dikabulkan dan diproses ulang dan kemudian diputus oleh Dirjen Pajak, upaya hukum bandingnya ke Pengadilan Pajak dipastikan tidak menghadapi prinsip nebis in idem sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang mengatur sebagai berikut:
Putusan Pengadilan dapat berupa:
Menolak;
Mengabulkan sebagian atau seluruhnya c. Menambah pajak yang harus dibayar d. Tidak dapat diterima e. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung; dan/atau f. membatalkan (2) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat lagi diajukan gugatan, banding atau kasasi Sehingga apabila setelah diproses kembali dan terhadap Keputusan Keberatan a quo diajukan lagi banding ke Pengadilan Pajak maka kemungkinan bisa saja akan dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet on vankelijk ) oleh Pengadilan Pajak berdasarkan Pasal 80 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Selanjutnya ketentuan a quo juga menimbulkan pertanyaan, bagaimana jika Pengadilan Pajak yang merupakan judex factie dan judex juris pada waktu mengadili perkara gugatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 PP No. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 30 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 74 Tahun 2011 sekaligus memeriksa materi yang disengketakan oleh Wajib Pajak karena tidak ada ketentuan atau pasal di UU no. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang melarang untuk itu.
Ketentuan tersebut akan sangat rawan terhadap kemungkinan penyalahgunaan wewenang abuse of power oleh Pejabat yang memutus Surat Keberatan, yang bisa dengan mudah menyatakan bahwa keberatan tidak memenuhi syarat formal karena tidak ada akibatnya bila nantinya digugat di Pengadilan Pajak dan tinggal tunggu saja putusan Pengadilan Pajak kemudian proses dilanjutkan kembali sesuai dengan batas waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak putusan gugatan dimaksud, apabila gugatan dimenangkan Wajib Pajak tanpa harus khawatir dengan batas waktu 12 bulan a quo (semacam pembantaran penyelesaian Surat Keberatan), padahal batas waktu tersebut sudah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UU KUP demi kepastian hukum.
8 Bahwa ketentuan seperti ini nyata-nyata tidak sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik karena kesalahan atau kekhilafan Direktur Jenderal Pajak dalam memutus surat Keberatan dikesampingkan oleh PP No. 74 tahun 2011 dan bahkan secara hukum kesalahan a quo dialihkan menjadi beban Wajib Pajak yang meskipun memenangkan gugatan tetapi proses pemeriksaan keberatan tetap dilanjutkan kembali seperti Surat Keberatan baru sehingga Wajib Pajak yang dihadapkan pada proses berlarut-larut dalam mencari keadilan dan memakan waktu serta biaya yang tambah besar. Sungguh tidak adil.
Ditinjau dari legal drafting (pembentukan peraturan perundang-undangan) sebagaimana diatur dalam UU Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 31 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pembentukan Pasal 41 dimaksud, menurut Pemohon adalah:
Melanggar asas “kelembagaan” sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf b UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena seharusnya ketentuan tersebut yang substansinya memberikan kewenangan publik yang bersifat mutlak dan bisa menimbulkan akibat hukum yang sifatnya memaksa seharusnya dimuat dalam UU KUP bukan di PP No. 74 Tahun 2011 1.2. Melanggar asas ”kejelasan” rumusan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf f UU No. 12 Tahun 2011 a quo karena menimbulkan multi tafsir dan keraguan sehingga menghambat upaya mencari keadilan di masyarakat Indonesia, khususnya Wajib Pajak 1.3. Mengabaikan asas “pengayoman” sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf a UU No. 12 Tahun 2011 karena ketentuan tersebut yang seharusnya memberikan perlindungan/ pengayoman dan menciptakan ketentraman justru sebaliknya menimbulkan ketidakpastian hukum tentang penyelesaian sengketa keberatan pajak a quo 1.4. Mengabaikan asas ”keadilan dan kepastian hukum” sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf i UU No. 12 Tahun 2011 karena nyata-nyata menyebabkan ketidakpastian dalam proses penyelesaian hukum (dalam hal ini penyelesaian sengketa keberatan pajak) yang pada akhirnya merugikan Wajib Pajak 1.5. Memperluas kewenangan Direktorat Jenderal Pajak dalam pemutusan keberatan yang sudah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan (5) UU KUP sehingga tidak bisa ditolerir berdasarkan hal-hal sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 32 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 a. Prinsip hukum “ lex superiori derogat lex inferiori (Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi mengesampingkan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah tingkatannya) b. Ajaran Teori Norma Hukum Berjenjang yang antara lain diintrodusir oleh Hans Kelsen yang dikenal dengan nama “Stufenbau des Recht”, antara lain dapat dikatakan bahwa Norma Hukum yang lebih rendah memperoleh kekuatan dan keabsahaan hukum dari Norma Hukum yang lebih tinggi. Itu sebabnya Peraturan Perundang- Undangan yang lebih rendah seperti Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang c. Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan sebagai berikut: “Kekuatan hukum Peraturan Perundang- Undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)” Dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut: “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hierarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-Undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi” d. Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 33 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang- Undangan terdiri atas:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah Provinsi; dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota” Dengan kata lain, Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tersebut sesuai serta dijiwai oleh asas lex superiori derogat lex inferiori IV.2.2 Kesimpulan Bahwa berdasarkan alasan dan pertimbangan hukum diatas menurut Pemohon nyata- nyata sudah dapat disimpulkan dan terbukti sebagai berikut:
Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 26 ayat (1) dan ayat (5) jo Pasal 25 UU KUP 2. Pembentukan Peraturan Pasal 41 ayat (2) dan (3) tersebut tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pelaksanaan dan ketentuan tersebut sangat rawan terhadap penyalahgunaan wewenang ( abuse of power ) dan tidak sesuai dengan asas-asas umum Pemerintahan yang baik. Bahwa sehubungan itu, dengan hormat mohon kepada Majelis Hakim Agung Yang Mulia yang mengadili perkara permohonan Hak Uji Materiil a quo agar berkenan menyatakan tidak sah serta tidak mengikat dan karenanya mencabut Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011. IV. Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 IV.3.1 Uraian Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 34 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 1. Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011, mengatur ketentuan sebagai berikut: Pelaksanaan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku ketentuan sebagai berikut:
Dalam hal...... dst b. Dalam hal......dst c. Dalam hal atas Putusan Banding diajukan permohonan Peninjauan Kembali, imbalan bunga diberikan apabila Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung.
Bahwa Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) mengatur sebagai berikut:
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan Peninjauan Kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A Undang-Undang, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan (2) Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan Peninjauan Kembali sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dikabulkan sebagian atau seluruhnya dan menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A Undang-Undang, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Bahwa Pasal 27A UU KUP, yang dirujuk oleh Pasal 43 ayat (1) dan (2) PP No. 74 Tahun 2011 sebagai dasar hukum pemberian bunga, pada dasarnya formulanya/ungkapannya adalah persis sama dengan Pasal 27A ayat (1) dimaksud, yakni sebagai berikut:
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 35 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut: Menurut pendapat Pemohon , ketentuan pada Pasal 27 ayat UU KUP a quo adalah merupakan ungkapan dari asas keseimbangan antara hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum No. 4 huruf d UU KUP.
Bahwa memang benar menurut ayat (3) dari Pasal 27A a quo : “Tata cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan pemberian imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan agar pemanfaatan hak untuk meminta bunga tersebut berjalan tertib dan sesuai prosedur.
Bahwa ternyata yang muncul bukan peraturan pelaksanaan seperti yang diamanatkan pada ayat (3) Pasal 27A tersebut diatas (yang berisi tata cara perhitungan pengembalian), tetapi justru “Pengaturan lain” dalam bentuk Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 yang pada Pasal 43 ayat (6) a quo jelas mengatur bahwa Dirjen Pajak akan menunda pembayaran bunga dimaksud sampai dengan diterimanya putusan tentang Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung, yang menurut Pemohon, hal itu jelas merupakan perluasan kewenangan Dirjen yang mestinya tidak perlu dan tidak boleh diatur karena tidak diamanatkan dalam Pasal 27A UU KUP yang sekaligus berarti mengurangi hak Wajib Pajak yang sebenarnya telah dijamin dalam Pasal 27A UU KUP, sehingga ketentuan tersebut melanggar asas keadilan yang merupakan salah satu landasan norma dalam UU KUP.
Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 tersebut juga mencederai asas keseimbangan hak dan kewajiban perpajakan yang juga menjiwai UU KUP, sehingga dalam penerapannya akan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik karena dalam hal Wajib Pajak dikenai sanksi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 36 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 administratif berupa denda atau bunga misalnya, Wajib Pajak tidak mendapatkan hak penundaan pembayaran yang sama seperti Direktur Jenderal Pajak.
Bahwa ketentuan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 a quo juga bertentangan dengan atau setidak-tidaknya tidak selaras dengan 1. Pasal 89 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Vide Bukti: P11) yang mengatur sebagai berikut:
Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak 7.2. Pasal 86 UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang mengatur bahwa: “Putusan Pengadilan langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangannya mengatur lain” 7.3. Pasal 88 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang mengatur sebagai berikut:
Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan 8. Bahwa ditinjau dari UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 tersebut melanggar asas “ lex superiori derogat lex inferiori ”, mengingat Pasal 7 ayat UU No. 12 Tahun 2011 a quo yang mengatur sebagai berikut: “Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)” Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU NO. 12 Tahun 2011 a quo menyatakan sebagai berikut: “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 37 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 9. Bahwa menurut Pemohon, Pasal 43 ayat (6) huruf c tersebut juga menyimpang dari syarat-syarat/landasan peraturan perundang- undangan yang baik (good legislation) yaitu salah satunya landasan yuridis ( juridische gronslag )yang mengajarkan bahwa peraturan perundang-undangan diharuskan mempunyai dasar hukum atau legalitas terutama dari peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dan karenanya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan kata lain sesuai ajaran “ Stufenbau Theory ” (teori Norma Hukum Berjenjang) norma yang lebih rendah memperoleh kekuatan, keabsahan atau validitas dari norma yang derajatnya lebih tinggi (ada keselarasan vertical).
Bahwa dilihat dari ajaran “Norma Hukum Berjenjang” tersebut, Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 juga nyata-nyata melanggar prinsip keselarasan apabila dilihat dari sudut Ketatanegaraan karena bertentangan dengan Pasal 89 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengingat dinyatakan secara jelas bahwa “Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali tidak menunda pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak”. Hal ini logis dan tepat karena putusan Pengadilan Pajak sesuai dengan Pasal 77 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2002 langsung mempunyai kekuatan hukum tetap karena merupakan putusan tingkat pertama dan sekaligus terakhir. Dengan demikian Pasal 43 ayat (6) huruf c Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 yang pada dasarnya ada pada ranah eksekutif jelas melanggar/bertentangan dengan peraturan perundangan di bidang kekuasaan kehakiman (kekuasaan yudikatif) yaitu UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, padahal sebagai pemerintah yang baik, Dirjen Pajak seharusnya patuh pada UU termasuk UU dalam ranah yudikatif.
Bahwa sehubungan dengan itu, UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak pada Pasal 87 telah mengatur sebagai berikut: “Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 38 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Bahwa peraturan perpajakan yang berlaku a quo adalah Pasal 27A UU KUP yang sudah dikutip tersebut di atas.
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) sesuai dengan Pasal 77 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak seharusnya dilaksanakan secara utuh oleh Direktorat Jenderal Pajak dan tidak boleh ditunda sesuai dengan Pasal 89 ayat (2) UU Pengadilan Pajak a quo . Dengan demikian Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 nyata-nyata telah bertentangan dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak a quo .
Bahwa pembentukan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 ditinjau dari substansinya kurang sesuai dengan asas kelembagaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan karena substansinya seharusnya dimuat dalam UU KUP, dan juga tidak sesuai dengan asas keadilan (karena menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak), asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara Dirjen Pajak dan Wajib Pajak, dan asas ketertiban dan kepastian hukum (karena menimbulkan ketidak tertiban dan ketidakpastian).
Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 tersebut juga bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur sebagai berikut:
Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (2) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang 15. Bahwa sehubungan dengan itu, Pasal 15 ayat Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Vide Bukti : P12) mengatur sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 39 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 “Pengadilan Khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-Undang” 16. Bahwa disamping itu, Pasal 9A Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Vide Bukti: P13) mengatur sebagai berikut: “Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan Undang-Undang” Dalam penjelasan Pasal 9A a quo ditegaskan: “Yang dimaksud dengan “pengkhususan” adalah diferensiasi atau spesialisasi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak” 17. Bahwa dengan demikian Pengadilan Pajak yang diatur dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 adalah Pengadilan sebagai pelaksana dari Kekuasaan Kehakiman di bawah Mahkamah Agung yang sah, sehingga karena itu Pengadilan Pajak melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan dalam menyelesaikan sengketa pajak, yang merupakan pengadilan khusus dan berada dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
Bahwa karena itu Pengadilan Pajak tidak boleh diintervensi baik dalam menjatuhkan putusan maupun dalam kaitan dengan regulasinya sehingga ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (6) huruf c nyata-nyata telah mengintervensi Pasal 89 ayat (2) jo Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak sebagaimana telah dikutip di atas.
Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 menurut Pemohon tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk pelaksanaan dari prinsip “Freis emersen” yaitu prinsip kebebasan bertindak yang diberikan kepada Pemerintah mengingat:
Bahwa prinsip tersebut seharusnya digunakan ketika dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tersebut dihadapkan pada tidak adanya peraturan perundang- undangan yang mengatur secara rinci b. Bahwa, ketentuan mengenai pemberian bunga a quo sudah diatur secara rinci sehingga yang seharusnya diterbitkan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 40 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 adalah peraturan yang bersifat administratif yang diamanatkan oleh Pasal 27A ayat (3) yang mengatur sebagai berikut: “Tata Cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan pemberian imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan” c. Bahwa yang diterbitkan ternyata dalam bentuk Peraturan Pemerintah, bukan Peraturan Menteri Keuangan dan secara substansial bertentangan dengan asas keadilan dan asas kepastian hukum dari UU KUP dan juga bertentangan dengan UU Pengadilan Pajak IV.3.2. Kesimpulan Bahwa berdasarkan uraian, alasan dan pertimbangan hukum tersebut diatas secara sah dan meyakinkan telah terbukti dan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 secara substantif bertentangan dan tidak sejalan dengan Pasal 27A ayat (a) dan ayat (3) UU KUP dan juga bertentangan dengan Pasal 89 ayat (2) jo Pasal 77 ayat (1) UU jo Pasal 86 dan Pasal 88 ayat (2) No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Pembentukan ketentuan hukum Pasal 43 ayat (6) huruf c a quo nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku yang diatur dalam Pasal 5, dan 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Bahwa sehubungan dengan itu, mohon kepada Majelis Hakim Agung Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara permohonan Hak Uji Materiil ini agar berkenan menyatakan tidak sah serta tidak mengikat dan karenanya mencabut Pasal 43 ayat (6) huruf c a quo dari PP No. 74 Tahun 2011. IV . 4. Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 IV. 4.1 Uraian 1. Bahwa Pasal 29 PP No. 74 Tahun 2011 menyatakan sebagai berikut:
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 41 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan:
keberatan;
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; dan
pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar.
Bahwa Pasal 13A UU KUP mengatur sebagai berikut: Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Penjelasan Pasal 13A adalah sebagai berikut: “Pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Namun, bagi Wajib Pajak yang melanggar pertama kali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi” Oleh karena itu, Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara tidak dikenai sanksi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 42 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan Wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Bahwa Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011, substansinya bertentangan dengan:
1 Pasal 25 ayat (1) UU KUP yang mengatur sebagai berikut:
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
Surat Ketetapan Pajak Nihil ;
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 3.2 Pasal 36 ayat (1) UU KUP yang mengatur sebagai berikut: Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
mengurangkan atau membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar;
mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
penyampaian surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau 2. pembahasan hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 43 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 4. Bahwa Pajak adalah pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU KUP yang menyatakan sebagai berikut: “ Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat” 5. Bahwa oleh karena sifat pajak yang dapat dipaksakan secara yuridis tersebut, agar pengenaan pajak tidak semena-mena maka asas-asas terpenting dari pajak sebagaimana diatur dalam konsiderans UU KUP adalah asas keadilan dan asas kepastian hukum.
Bahwa sehubungan dengan kedua asas tersebut, UU KUP memberikan hak yang sifatnya sangat mendasar kepada Wajib Pajak yaitu antara lain:
Hak mengajukan keberatan apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan perhitungan pajak dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana telah disampaikan melalui kutipan Pasal 25 ayat (1) tersebut di atas.
Hak untuk mengajukan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) dengan penjelasan sebagai berikut: Penjelasan Pasal 36 ayat (1): Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 44 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak. Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir atas hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan.
Bahwa dalam pasal-pasal yang mengatur hak dasar dari Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 maupun Pasal 36 sama sekali tidak ditemukan adanya pengecualian atau larangan bagi Wajib Pajak untuk menggunakan Pasal 25 maupun Pasal 36 UU KUP. Oleh karenanya ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 jelas bertentangan dengan Pasal 25 dan 36 UU KUP 8. Bahwa secara filosofi, hakikat dari Pasal 29 ayat (3) PP 74 Tahun 2011 nyata-nyata tidak selaras dengan asas keadilan dan asas kepastian hukum yang menjadi salah satu landasan filosofi dari UU KUP.
Bahwa lebih dari itu, sebenarnya hak untuk mencari keadilan dijamin dalam Pasal 28D UUD ’45 yang mengatur sebagai berikut:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Sehingga dengan demikian pembatasan/larangan untuk mengajukan keberatan pajak dan mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sungguh tidak selaras dengan hak asasi yang diatur dalam UUD ’45 dimaksud dan sulit untuk mengelak dari kesan adanya arogansi kekuasaan yang tentunya tidak sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.
Bahwa Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 juga telah nyata- nyata mengurangi hak Wajib Pajak yang dijamin dengan UU KUP. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 45 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 11. Bahwa ditinjau dari sudut pembentukan peraturan perundang- undangan (legal drafting) Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 juga tidak sesuai dengan:
Ajaran teori Norma Hukum Berjenjang ( Stufenbau theorie des recht ) di Indonesia sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur sebagai berikut: “Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)” Penjelasan dari Pasal 7 ayat (2) tersebut adalah sebagai berikut: “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah perjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi” b. Bahwa Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur sebagai berikut:
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang d. Peraturan Pemerintah e. Peraturan Presiden f. Peraturan Daerah Provinsi dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Bahwa oleh karena itu PP No. 74 Tahun 2011 yang kedudukannya dibawah Undang-Undang seharusnya tidak boleh bertentangan dan juga tidak boleh mengurangi/menambah ketentuan yang diatur dalam UU KUP.
Bahwa dilihat dari asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 46 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Peraturan Perundang-undangan, maka Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 juga tidak mengindahkan:
Bahwa apabila ditinjau dari materi muatan atau substansinya sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 tidak mencerminkan:
Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dalam hal ini Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) UU KUP; dan atau b. Melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sehingga tidak memenuhi syarat sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 48 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Bahwa sehubungan dengan itu, mohon karenanya agar Majelis Hakim Agung Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili permohonan Hak Uji Materiil a quo berkenan menyatakan tidak sah serta tidak mengikat dan karenanya mencabut Pasal 29 dari PP No. 74 Tahun 2011. IV . 5. Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 IV.5.1 Uraian 1. Bahwa Hukum Pajak pada dasarnya tergolong pada Hukum Publik yang termasuk dalam rumpun Hukum Administrasi Pemerintahan atau Hukum Tata Usaha Negar Bahwa oleh karena itu Pengadilan Pajak yang diatur dengan UU No. 14 Tahun 2002 adalah merupakan Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 9A, UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur sebagai berikut: “Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan Undang-Undang” Dalam penjelasan Pasal 9A a quo ditegaskan: “Yang dimaksud dengan ‘pengkhususan’ adalah diferensiasi atau spesialisasi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak” 2. Bahwa Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara adalah Pejabat Tata Usaha Negara yang dalam rangka pengenaan pajak pada dasarnya mengeluarkan/menerbitkan Ketetapan/Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang terdiri dari:
Ketetapan Pajak yang berisi perhitungan besarnya pajak yang terutang sesuai dengan hasil pemeriksaan Pajak seperti Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar b. Keputusan-keputusan lainnya yang berisi tindakan-tindakan Direktur Jenderal Pajak selain menetapkan Pajak, seperti penerbitan Surat Paksa, Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pencegahan ke luar negeri, Pemberian/Penolakan atas permohonan fasilitas- fasilitas yang diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 49 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 3. Bahwa terhadap tindakan-tindakan Direktur Jenderal Pajak baik berupa Ketetapan Pajak maupun keputusan lainnya dalam praktek bisa saja menimbulkan perselisihan atau persengketaan antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak, sehingga oleh karena itu UU KUP memberikan upaya-upaya hukum yang pada dasarnya sebagai berikut:
Terhadap Ketetapan Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan Keberatan Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UU KUP b. Terhadap keputusan lainnya yang tidak berisi penetapan pajak, kepada Wajib Pajak diberikan upaya hukum berupa Gugatan sebagai mana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP 4. Bahwa Hak Wajib Pajak untuk mengajukan Keberatan Pajak dan Hak untuk menggugat itu adalah, hak yang sangat penting dan mendasar ( Tax Payer’s Basic Rights ) bagi Wajib Pajak sebagai implementasi dari asas keadilan dan asas kepastian hukum yang menjadi pilar dari UU KUP sebagaimana tercantum dalam konsideransnya mengingat pungutan pajak adalah bersifat memaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 23A UUD 1945 jo Pasal 1 angka 1 UU KUP, sebagai berikut:
Pasal 23 UUD 1945 yang mengatur sebagai berikut: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang” b. Pasal 1 angka 1 UU KUP yang mengatur sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” 5. Bahwa apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan perhitungan pajak yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai hasil pemeriksaan pajak makan UU KUP menyediakan upaya hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) yang menyatakan sebagai berikut:
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 50 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan c. Surat Ketetapan Pajak Nihil d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
Pemotongan atas pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 6. Bahwa sehubungan dengan Permohonan Keberatan Wajib Pajak, Pasal 26 ayat (1) UU KUP mengatur sebagai berikut: “Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan” Bahwa penjelasan dari Pasal 26 ayat (1) adalah sebagai berikut: “Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak, kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima. Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi perpajakan” 7. Bahwa sehubungan dengan hak Wajib Pajak lainnya untuk menggugat, telah dijamin dan dirumuskan secara luas dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP yang mengatur sebagai berikut:
Dihapus (2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
Penerbitan surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak seusai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 51 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak 8. Bahwa penjelasan dari Pasal 23 ayat (2) UU KUP a quo secara keseluruhan mulai dari huruf a sampai dengan huruf d menyatakan “cukup jelas” dan tidak ada ketentuan dalam UU KUP yang memberi atribusi untuk mengatur lebih lanjut khususnya terhadap Pasal 23 ayat (2) a quo .
Bahwa namun demikian ternyata Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pelaksanaan dari Pasal 23A huruf c UU KUP a quo dengan Pasal 37 dalam PP No. 74 Tahun 2011, yang bunyinya sebagai berikut: “Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang- Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain:
Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;
Surat Keputusan Pembetulan;
Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi f. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak g. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak” 10. Bahwa dilihat dari substansinya, Pasal 37 a quo sangat jelas mengurangi hak Wajib Pajak untuk menggugat yang sudah dijamin dan dirumuskan secara luas dan tegas dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d UU KUP.
Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara, rumusan Pasal 23 ayat (2) a quo adalah sudah tepat dan lengkap apabila dibaca sekaligus dengan Pasal 25 ayat (1) UU KUP, karena dengan demikian semua tindakan Direktur Jenderal Pajak yang menerbitkan Keputusan/Ketetapan Pajak pada dasarnya dapat digugat dan diajukan keberatan sehingga dengan demikian Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 52 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 ketentuan Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 benar-benar tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) UU KUP dan tidak sesuai dengan hakekat Hukum Pajak sebagai Hukum Tata Usaha Negara.
Bahwa dilihat dari substansinya, Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 a quo juga kurang sejalan dan bahkan mengurangi Kompetensi absolut dari Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang mengatur sebagai berikut:
Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomo 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Bahwa Pasal 31 ayat (3) UU No. 14 tahun 2002 tersebut menunjuk pada Pasal 23 ayat (2) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2000 (UU KUP) yang bunyinya sebagai berikut:
Pasal 23
Dihapus (2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26.
Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak;
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak; hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak (3) Dihapus 14. Bahwa dalam perubahan ketiga dari UU KUP, dengan UU No. 28 Tahun 2007, yang kemudian diubah lagi untuk keempat kalinya Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 53 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 dengan UU No. 16 Tahun 2009, Pasal 23 ayat (2) a quo justru telah diperjelas, diperluas dan dirinci sehingga bunyinya sebagai berikut:
Pasal 23
Dihapus.
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak (3) Dihapus 15. Bahwa sehubungan dengan itu, ketentuan Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 jelas tidak sejalan dengan UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan dengan demikian juga tidak sejalan dengan fungsi Pengadilan Pajak sebagai pelaksana dari Kekuasaan Kehakiman yang merdeka sebagaimana diatur dengan Pasal 24 UU 1945 untuk memberikan kepastian hukum yang adil dalam menyelesaikan sengketa perpajakan.
Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara pada dasarnya semua Keputusan/Ketetapan Pejabat Tata Usaha Negara yang tertulis, konkrit, individual dan final seharusnya bisa diajukan gugatan. Sekiranya ada ketentuan mengenai keputusan/ketetapan yang bukan merupakan objek gugatan seharusnya pengecualian seperti itu diatur dalam Undang-Undang. Dengan demikian pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 seharusnya dimuat dalam UU KUP, sehingga: - DPR sebagai wakil rakyat ikut membahas dan menyetujuinya - Ada kepastian hukum - Tidak bertentangan atau ada keselarasan dengan Undang- Undang lain terkait seperti UU No. 14 Tahun 2002 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 54 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 - Tidak mengganggu hak Wajib Pajak untuk mencari dan memperoleh keadilan, mengingat menurut Pasal 28 UU 1945 :
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Bahwa ditinjau dari sudut pembentukan peraturan perundang- undangan (Legal Drafting) Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 juga tidak sesuai dengan:
Ajaran teori norma hukum berjenjang ( Stufenbau theorie des recht ) di Indonesia sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur sebagai berikut: “Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)” Penjelasan dari Pasal 7 ayat (2) tersebut adalah sebagai berikut: “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah perjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang- undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi” b. Bahwa Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan mengatur sebagai berikut:
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang d. Peraturan Pemerintah e. Peraturan Presiden f. Peraturan Daerah Provinsi dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 55 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Bahwa oleh karena itu PP No. 74 Tahun 2011 yang kedudukannya dibawah Undang-Undang seharusnya tidak boleh bertentangan dan juga tidak boleh mengurangi/menambah ketentuan yang diatur dalam UU KUP.
Bahwa dilihat dari asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 juga tidak mengindahkan:
Bahwa apabila ditinjau dari materi muatan atau substansinya sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 56 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 tidak mencerminkan:
Bahwa Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 sebenarnya tidak diamanatkan oleh Pasal 23 ayat (2) UU KUP sehingga dapat dikatakan sebagai “ unpartialistic ” atau tidak atas perintah UU dan sekiranya kepentingan tersebut dianggap bertumpu pada aspek “ doelmategheid ” (atau tujuan/kemanfaatannya)sebagai bentuk dari pelaksanaan prinsip “ Freis emerssen “ dalam hukum adminstrasi (prinsip kebebasan bertindak yang diberikan kepada Pemerintah), tetapi tindakan pemerintah tersebut tetap tidak boleh bertentangan dengan Undang- Undang dan harus memperhatikan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik serta asas kepatutan yang menurut Pemohon ternyata semuanya itu dilanggar oleh Pemerintah. IV. 5.2 kesimpulan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 57 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Bahwa dari uraian, alasan dan pertimbangan hukum tersebut diatas dapat disimpulkan secara sah dan meyakinkan bahwa Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 telah terbukti :
Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 23 ayat (2) UU KUP dan tidak selaras dengan Pasal 31 ayat (3) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan b. Melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 7 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan sehingga tidak memenuhi sarat ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Bahwa sehubungan dengan itu, mohon karenanya agar Majelis Hakim Agung Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili permohonan Hak Uji Materiil a quo untuk menyatakan tidak sah dan tidak mengikat serta berkenan mencabut Pasal 37 dari PP No. 74 Tahun 2011. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka selanjutnya Pemohon mohon kepada Ketua Mahkamah Agung berkenan memeriksa permohonan keberatan dan memutuskan sebagai berikut:
Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan (uji materiil) atas pasal: Pasal 1 angka 2 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2); Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) , ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3) Pasal 37 ;
Menyatakan bahwa:
1 . Pasal 1 angka 2 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2); Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) , ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; adalah PP No 74 Tahun 2011 itu cacat hukum karena bertentangan dengan Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 UU KUP dan karena juga bertentangan dengan Pasal 5 jo Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 58 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); PP No 74 Tahun 2011 bertentangan dengan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (5) UU KUP dan juga bertentangan dengan Pasal 5 jo Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Menyatakan bahwa semua pasal-pasal yang kami ajukan keberatan sebagaimana tersebut pada angka 2 diatas tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan karena itu memerintahkan agar pasal- pasal di maksud : Pasal 1 angka 2 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2);
Pasal 35
ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) , ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 ; untuk dicabut dari Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia berpendapat lain, mohon kiranya agar diberikan putusan seadil-adilnya ( ex aequo et boro ). Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 59 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti berupa:
Fotokopi Susunan dan Komposisi Personalia Pengurus Harian pada Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia masa bakti 2010-2015 (Bukti P-1); __ 2. Fotokopi keputusan Presiden RI No 17 Tahun 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri (Bukti P-2); __ 3. Fotokopi UU No. 1 Tahun 1987 tentang KADIN (Bukti P-3); __ 4. Fotokopi Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Bukti P-4); __ 5. Fotokopi Undang-Undang Dasar 1945 (Bukti P-5); __ 6. Fotokopi UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang- Undang No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Bukti P-6); __ 7. Fotokopi Perma No. 7 tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil (Bukti P-7); __ 8. Fotokopi Surat KADIN kepada Direktorat Jenderal Pajak No. 1440/DP/VII/ 2012 (Bukti P-8); __ 9. Fotokopi UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peratura Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) (Bukti P-9); __ 10. Fotokopi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Bukti P-10); __ 1 Fotokopi UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Bukti P-11); __ 12. Fotokopi UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Bukti P- 12); __ 13. Fotokopi UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Bukti P-13); __ Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil tersebut telah disampaikan kepada Termohon pada Tanggal 26 November 2013 berdasarkan Surat Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 73/PER-PSG/XI/73 P/HUM/TH.2013 , Tanggal 26 November 2013 _; _ Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah mengajukan jawaban namun tenggang pengajuan jawaban telah terlewati, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; __ Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 60 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas; Menimbang, bahwa yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji materiil Pemohon adalah Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat (4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 , vide bukti nomor P-4 _; _ Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang substansi permohonan yang diajukan Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal, yaitu apakah Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil, sehingga pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) dalam permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; Menimbang, bahwa objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 merupakan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk mengujinya; Menimbang, bahwa Pemohon adalah Suryo B. Sulisto dan Hariyadi Sukamdani, dalam kapasitas jabatan berturut-turut selaku Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN INDONESIA) dan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijaksanaan Moneter, Fiskal dan Publik KADIN INDONESIA, sesuai Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 61 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 dengan Keputusan Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia Nomor: SKEP/001/DP/I/2013 tentang penyempurnaan Susunan dan Komposisi Personalia Pengurus Harian pada Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia masa bakti 2010—2015 jo keputusan Presiden RI No 17 Tahun 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri, jo Undang-Undang No 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama organisasi _; _ Menimbang, bahwa dalam permohonannya, Pemohon telah mendalilkan bahwa Pemohon mempunyai kepentingan dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa Keberadaan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) diatur dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3346) jo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tanggal 23 Agustus 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri.
Bahwa Kamar Dagang dan Industri adalah satu wadah bagi pengusaha Indonesia dan merupakan Induk Organisasi dari Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha yang berperan aktif sebagai mitra Pemerintah dalam bidang perekonomian.
Bahwa Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri menetapkan bahwa seluruh pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta secara bersama-sama membentuk organisasi Kamar Dagang dan Industri sebagai wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia, dalam rangka mewujudkan dunia usaha Indonesia yang kuat dan berdaya saing tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber daya nasional, yang memadukan secara seimbang keterkaitan antar potensi ekonomi nasional, yakni antar sektor, antar usaha dan antar daerah, dalam dimensi tertib hukum, etika bisnis, kemanusiaan, dan kelestarian lingkungan dalam suatu tatanan ekonomi pasar dalam percaturan perekonomian global dengan berbasis pada kekuatan daerah, sektor usaha dan hubungan luar negeri.
Bahwa fungsi terpenting dari pajak adalah fungsi budgetair yaitu mengumpulkan penerimaan negara. Bahwa penerimaan negara dari sektor Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 62 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 pajak memberikan kontribusi yang sangat significant baik dalam APBN maupun APBD.
Bahwa KADIN dan dunia usaha telah dan akan selalu mendukung dan berkontribusi dalam pengamanan penerimaan negara melalui pembayaran pajak yang dikenakan pada para pengusaha yang bernaung dalam wadah KADIN. Bahwa namun demikian KADIN juga mempunyai kepentingan untuk mengadvokasi para pengusaha agar Pemerintah benar-benar meningkatkan pelayanan, meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dunia usaha sehingga pengenaan pajak tidak mendistorsi dan mengganggu iklim usaha maupun daya saing dunia usaha. __ sehingga Pemohon mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung agar Peraturan Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 yang menjadi obyek permohonan a quo dinyatakan bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang–Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang–Undang No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak; Menimbang, bahwa obyek permohonan a quo merupakan Peraturan Pemerintah yang memuat norma-norma yang bersifat mengatur (regulasi), sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk melakukan pengujian atas obyek permohonan a quo sesuai pasal 31 A ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, bahwa Pemohon mempunyai Legal Standing untuk mengajukan permohonan Hak Uji Materiil a quo karena Pemohon adalah Ketua dan wakil ketua KADIN yang berdasarka Kepres No 17 Th 2010 para Pemohon dapat melakukan Advokasi sehubungan terbentuknya KADIN, bahwa para Pemohon berkepentingan terhadap berlakunya pbjek permohonan Hak Uji Materiil dimaksud berkaitan berlakunya PP No 74 Th 2011 yang menurut Para Pemohon merugikan kepentingan KADIN/ Pengusaha ( WP ) karena diberikan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 63 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 kewenangan baru kepada DIRJEN Pajak untuk melakukan Verifikasi kepada WP yang menimbulkan ketidak pastian hukum ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas terbukti Pemohon mempunyai kepentingan dan oleh karenanya memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan a quo karena haknya dirugikan atas berlakunya Peraturan Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji materiil, oleh karena itu secara yuridis Pemohon mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil atas Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 , sehingga memenuhi syarat formal yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 dan __ Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009; Menimbang, bahwa karena permohonan terhadap obyek hak uji materiil diajukan oleh Pemohon yang mempunyai legal standing maka permohonan a quo secara formal dapat diterima; Menimbang, bahwa selanjutnya Mahkamah Agung mempertimbangkan substansi obyek permohonan keberatan hak uji materiil apakah peraturan Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu:
Pasal 1
angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 64 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Pasal 37 bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu __ Undang–Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang–Undang No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak _; _ Menimbang, bahwa dalam permohonannya Pemohon telah mendalilkan hal-hal sebagai berikut: - Bahwa kewenangan Dirjen Pajak dalam konteks untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapus NPWP, dan atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 (UU KUP) adalah Kewenangan untuk melakukan “Pemeriksaan” yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 ayat (1) jo Pasal 1 angka 25 dan 27 UU KUP __ - Bahwa sehubungan dengan ketentuan pada Pasal 12 tersebut diatas, Dirjen Pajak diberi kewenangan untuk menetapkan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP; __ - Bahwa untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan untuk menguji kepatuhan pemeriksaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) UU KUP tersebut diatas, Dirjen Pajak diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU KUP; __ - Bahwa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Keterangan Kurang Bayar Pajak Tambahan (SKPKBT) yang diterbitkan sebagai hasil dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU KUP adalah merupakan dasar penagihan pajak yang selanjutnya dapat ditagih dengan Surat Paksa; - Bahwa menurut Pemohon Hak Uji Materiil, jenis kewenangan Dirjen Pajak yang disebut “Pemeriksaan” tersebut adalah sudah tepat dan memang harus diatur dengan Undang-Undang, dalam hal ini UU KUP sebagai Hukum Acara Perpajakan (Hukum Formal) mengingat perhitungan pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU KUP (self-assessment) adalah dianggap benar dan telah sesuai dengan Undang-Undang sepanjang belum dibuktikan sebaliknya oleh Direktur Jenderal Pajak, sehingga oleh karena itulah UU KUP memberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 UU KUP sehingga dapat melakukan pengawasan, koreksi dan penegakan hukum apabila terbukti perhitungan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 65 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 pajak yang dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) oleh Wajib Pajak ternyata tidak benar. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, penghapusan NPWP dan pencabutan atas pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. - Bahwa tiba-tiba saja dengan PP No. 74 Tahun 2011, Dirjen Pajak diberikan kewenangan baru yang disebut dengan “Verifikasi” yang pada dasarnya diberi kekuatan hukum yang dapat dikatakan “sama” dengan “Pemeriksaan” yang sudah diatur dengan UU KUP, sehingga Pemohon menilai dan karenanya harus berpendapat bahwa telah terjadi “Penambahan Kewenangan secara tidak sah” pada Dirjen Pajak yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang derajat atau tingkatannya dibawah Undang-Undang (dalam hal ini UU KUP). - Bahwa menurut Pemohon, ketentuan PP No. 74 Tahun 2011 mengenai Verifikasi tersebut juga rawan terhadap penyalahgunaan wewenang ( abuse of power ) dan tidak sesuai dengan asas kepastian hukum yang menjadi landasan dari kebijakan pokok tentang arah dan tujuan perubahan UU KUP menjadi UU No. 28 tahun 2007 sebagaimana tersebut dalam angka 4 dari Penjelasan Umum UU KUP yang pada akhirnya bisa merugikan keadilan bagi Wajib Pajak. - Bahwa mengenai munculnya/diintrodusirnya kewenangan baru yang disebut “Verifikasi” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 dan 5 PP No. 74 Tahun 2011 sebenarnya bukan didasarkan pada kewenangan atributif. Tidak ada amanat dari UU KUP agar Pemerintah membuat peraturan pelaksanaan yang memberi kewenangan baru pada Dirjen Pak berupa “Verifikasi” a quo . Dengan demikian sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Pemerintahan) ketentuan a quo dibuat berdasarkan prinsip “Freis Emersen” atau kebebasan bertindak dari Pemerintah karena menghadapi kerancuan aturan atau karena aturan- aturannya tidak lengkap. Namun demikian menurut Pemohon pembentukan aturan pelaksanaan yang tidak diamanatkan oleh Undang-Undangnya seperti halnya kewenangan “Verifikasi” a quo seharusnya didasarkan pada dolmatigheid yang jelas yang sangat diperlukan dan harus juga didasarkan pada asas umum pemerintahan yang baik. UU KUP sudah mengatur secara rinci tentang kewenangan “Pemeriksaan” tidak ada lagi perlunya mengatur kewenangan lain (verifikasi) yang pada dasarnya sama persis dengan “Pemeriksaan” yang justru menimbulkan multi tafsir yang dapat menyebabkan abuse of power dari Dirjen Pajak dan bisa menyebabkan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 66 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 komplikasi adminstrasi perpajakan yang pada akhirnya merugikan Wajib Pajak, sehingga kurang sesuai dengan asas keadilan dan kepastian hukum; - Bahwa Pemohon berpendapat bahwa upaya hukum “ pengajuan keberatan “ adalah merupakan salah satu hak yang sifatnya sangat mendasar sebagai implementasi dari asas kepastian hukum dan asas keadilan yang menjadi salah satu pilar UU KUP mengingat atau sebagai konsekuensi dari sifat memaksa dari pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU KUP; - Bahwa sebagai implementasi dari asas kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi perpajakan, maka penyelesaian Surat Keberatan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak dibatasi oleh waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UU KUP; - Bahwa ketentuan pada Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011 nyata-nyata telah menyebabkan timbulnya keragu-raguan dan menimbulkan multi tafsir dalam pelaksanaannya; - Bahwa Pasal 27A UU KUP, yang dirujuk oleh Pasal 43 ayat (1) dan (2) PP No. 74 Tahun 2011 sebagai dasar hukum pemberian bunga, pada dasarnya formulanya/ungkapannya adalah persis sama dengan Pasal 27A ayat (1) dimaksud; - Bahwa menurut pendapat Pemohon, ketentuan pada Pasal 27 ayat (1) UU KUP a quo adalah merupakan ungkapan dari asas keseimbangan antara hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum No. 4 huruf d UU KUP. - Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 juga mencederai asas keseimbangan hak dan kewajiban perpajakan yang juga menjiwai UU KUP, sehingga dalam penerapannya akan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik karena dalam hal Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda atau bunga misalnya, Wajib Pajak tidak mendapatkan hak penundaan pembayaran yang sama seperti Direktur Jenderal Pajak. - Bahwa ditinjau dari UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 tersebut melanggar asas “ lex superiori derogat lex inferiori ; - Bahwa dilihat dari ajaran “Norma Hukum Berjenjang” , Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 juga nyata-nyata melanggar prinsip keselarasan apabila dilihat dari sudut Ketatanegaraan karena bertentangan dengan Pasal 89 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengingat dinyatakan secara jelas bahwa “Pengajuan Permohonan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 67 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Peninjauan Kembali tidak menunda pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak”. Hal ini logis dan tepat karena putusan Pengadilan Pajak sesuai dengan Pasal 77 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2002 langsung mempunyai kekuatan hukum tetap karena merupakan putusan tingkat pertama dan sekaligus terakhir. - Bahwa dengan demikian Pasal 43 ayat (6) huruf c Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 yang pada dasarnya ada pada ranah eksekutif jelas melanggar/bertentangan dengan peraturan perundangan di bidang kekuasaan kehakiman (kekuasaan yudikatif) yaitu UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, padahal sebagai pemerintah yang baik, Dirjen Pajak seharusnya patuh pada UU termasuk UU dalam ranah yudikatif. - Bahwa pembentukan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 ditinjau dari substansinya kurang sesuai dengan asas kelembagaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena substansinya seharusnya dimuat dalam UU KUP, dan juga tidak sesuai dengan asas keadilan (karena menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak), asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara Dirjen Pajak dan Wajib Pajak, dan asas ketertiban dan kepastian hukum (karena menimbulkan ketidak tertiban dan ketidakpastian). - Bahwa dalam pasal-pasal yang mengatur hak dasar dari Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 maupun Pasal 36 sama sekali tidak ditemukan adanya pengecualian atau larangan bagi Wajib Pajak untuk menggunakan Pasal 25 maupun Pasal 36 UU KUP. Oleh karenanya ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 jelas bertentangan dengan Pasal 25 dan 36 UU KUP - Bahwa secara filosofi, hakikat dari Pasal 29 ayat (3) PP 74 Tahun 2011 nyata-nyata tidak selaras dengan asas keadilan dan asas kepastian hukum yang menjadi salah satu landasan filosofi dari UU KUP. - Bahwa Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 juga telah nyata-nyata mengurangi hak Wajib Pajak yang dijamin dengan UU KUP. - Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara, rumusan Pasal 23 ayat (2) a quo adalah sudah tepat dan lengkap apabila dibaca sekaligus dengan Pasal 25 ayat (1) UU KUP, karena dengan demikian semua tindakan Direktur Jenderal Pajak yang menerbitkan Keputusan/Ketetapan Pajak pada dasarnya dapat digugat dan diajukan keberatan sehingga dengan demikian ketentuan Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 benar-benar tidak sesuai Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 68 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 dengan Pasal 23 ayat (2) UU KUP dan tidak sesuai dengan hakekat Hukum Pajak sebagai Hukum Tata Usaha Negara. - Bahwa ketentuan Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 jelas tidak sejalan dengan UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan dengan demikian juga tidak sejalan dengan fungsi Pengadilan Pajak sebagai pelaksana dari Kekuasaan Kehakiman yang merdeka sebagaimana diatur dengan Pasal 24 UU 1945 untuk memberikan kepastian hukum yang adil dalam menyelesaikan sengketa perpajakan. - Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara pada dasarnya semua Keputusan/Ketetapan Pejabat Tata Usaha Negara yang tertulis, konkrit, individual dan final seharusnya bisa diajukan gugatan. Sekiranya ada ketentuan mengenai keputusan/ketetapan yang bukan merupakan objek gugatan seharusnya pengecualian seperti itu diatur dalam Undang-Undang. - Bahwa oleh karena itu PP No. 74 Tahun 2011 yang kedudukannya dibawah Undang-Undang seharusnya tidak boleh bertentangan dan juga tidak boleh mengurangi/menambah ketentuan yang diatur dalam UU KUP. - Bahwa Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 sebenarnya tidak diamanatkan oleh Pasal 23 ayat (2) UU KUP sehingga dapat dikatakan sebagai “ unpartialistic ” atau tidak atas perintah UU dan sekiranya kepentingan tersebut dianggap bertumpu pada aspek “ doelmategheid ” (atau tujuan/kemanfaatannya) sebagai bentuk dari pelaksanaan prinsip “ Freis emerssen “ dalam hukum adminstrasi (prinsip kebebasan bertindak yang diberikan kepada Pemerintah), tetapi tindakan pemerintah tersebut tetap tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan harus memperhatikan Asas- Asas Umum Pemerintahan Yang Baik serta asas kepatutan yang menurut Pemohon ternyata semuanya itu dilanggar oleh Pemerintah. Menimbang, bahwa dari alasan keberatan Pemohon, dihubungkan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan keberatan Pemohon dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut :
Bahwa Terdapat pertentangan secara parsialistik terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di antaranya :
Bahwa ketentuan Pasal 48 UU KUP yang dijadikan dasar dan alasan hukum perkara a quo oleh Pemerintah untuk membuat aturan yang sifatnya materiil yang seharusnya merupakan kewenangan hukum pembuat (DPR bersama Pemerintah) Undang-undang sesuai dengan bunyinya "Untuk menampung hal-hal yang belum cukup diatur Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 69 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 mengenai tata cara atau kelengkapan yang materinya sudah dicantumkan dalam Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian akan lebih mudah mengadakan penyesuaian pelaksanaan Undang-undang ini dan tata cara yang diperlukan". Oleh karenanya tidaklah tepat apabila PP 74 Tahun 2011 memposisikan dirinya sebagai pelengkap dari Undang- Undang KUP, dan merupakan tindakan Pemerintah tersebut untuk meligitimasi hal-hal yang bersifat materiil yang seharusnya menjadi muatan Undang-undang, meskipun dengan dalil "melengkapi" Undang- undang.
Bahwa Pasal 1 angka 4 dan 5 perkara a quo tentang Verifikasi, Termohon HUM telah keliru dalam menggunakan Pasal 48 UU KUP. Di mana ketentuan tersebut telah mengatur pelaksanaan tentang "Keterangan Lain" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP sedemikian rupa sehingga memperluas yurisdiksi substansi apa yang dimaksudkan pengertian "Verifikasi" dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) UU KUP, dengan demikian tidak sesuai dengan makna UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. Apabila pengujian atas "Verifikasi" dikabulkan, maka "Keterangan lain" seharusnya diatur lebih lanjut mengenai "Pemeriksaan Pajak" sehingga menjadi lebih pasti dan lebih sederhana dan tidak merugikan upaya hukum bagi Wajib Pajak.
Bahwa Pasal 29 ayat (3)a a quo yang disusun berdasarkan Pasal 48 UU KUP, nyata-nyata bertentangan dan membatasi hak Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan yang selama ini justru telah dijamin oleh UU KUP, karena nyata-nyata juga tidak sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut melanggas Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik karena tindakan yang tidak boleh diuji sampai ke Pengadilan Pajak juga tidak sesuai dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia (UUD 1945), karenanya dengan dicabutnya Pasal 29 ayat (3) PP Nomor 74 Tahun 2011 maka hak Wajib Pajak untuk memperjuangkan keadilan menjadi terjamin tanpa harus merugikan Negara dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang dapat ditegakkan.
Bahwa Pasal 37 a quo diterapkan dengan mendalilkan pada Pasal 48 UU KUP diterapkan secara tidak benar karena nyata-nyata Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 70 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 membatasi/mengurangi ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 23 UU KUP, oleh karenanya hal ini adalah bertentangan dengan hukum yang memberikan hak Wajib Pajak dalam memperoleh perlindungan hukum melalui mekanisme Gugatan ke Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah diatur juga dalam Pasal 40 UU Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, bahwa secara prosedur, kewenangan dan substansi ketentuan Pasal 37 perkara a quo bertentangan dengan jiwa dan falsafah makna " Keputusan" perpajakan yang dapat diajukan keberatannya sebagaimana diatur Pasal 23A huruf c UU KUP dan peraturan perundang-undangan yang terkait lainnya.
Bahwa dalam hal yang serupa pada ketentuan Pasal 41 perkara a quo dengan mendalilkan pada Pasal 48 UU KUP agar dapat membuat aturan tata cara pelaksanaan Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A UU KUP, ternyata diterapkan secara tidak benar karena pengaturan yang dilakukan dengan menambah keluasan kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang menyebabkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak Wajib Pajak yang telah dijamin dalam Undang-Undang KUP. Dengan demikian, dengan dicabutnya Pasal 41 a quo justru menjamin kepastian hukum dan tidak merugikan hak Wajib Pajak.
Bahwa ketentuan Pasal 43 ayat (6) huruf c bertentang dengan norma hukum yang terkandung dalam Pasal 27A ayat (a) dan ayat (3) Undang- Undang KUP dan Pasal 89 ayat (2) jo Pasal 77 ayat (1) jo Pasal 86 dan Pasal 88 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak karena Wajib Pajak kehilangan kesempatan memperoleh imbalan bunga sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan tersebut, karena putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap .
Bahwa terlepas dari kewenangan hukum dan otoritas kebijakan fiskal yang prudent dimiliki oleh Pemerintah dalam bentuk atribusi sebagaimana yang diamanatkan baik dalam ketentuan Pasal 37 maupun Pasal 48 UU KUP maka kewenangan tersebut berfungsi mengatur ( regulurend ) yaitu berupa prosedur dan kewenangan berikut substansi terhadap pelaksanaan yang berkaitan dengan implementasi atas pasal-pasal dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang terbangun dalam hukum acara untuk menempatkan sistem self assessment sebagai politik hukum pemungutan pajak, sehingga penyimpangan hukum acara merupakan beleeidsregels dapat dibenarkan manakala kaidah kebijaksanaan yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 71 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 berkonotasi "dalil" atau "hukum" memiliki dasar pijak yang nyata di dalam "teks" Undang-undang yang ditetapkan dalam tugas pemerintahan, oleh karenanya seyogyanya perkara a quo tidak boleh bertentangan dan wajib mematuhi norma-norma yang terkandung pada idealistik hukum apa yang menjadikan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara equelbrium , dengan demikian perkara a quo tidak boleh bertentangan dengan Undang- undang yang lebih tinggi dalam artian bahwa pada asasnya negara mempunyai hak mutlak untuk meningkatkan pemungutan pajak karena kewajiban warga negara ( Staatsburgerplicht ), tetapi kewajiban itu bukan semata-mata tanpa hak, melainkan kewajiban itu timbul justru karena adanya "hak warga negara" ( Staatsburgerrech) nya maka perwujudan penyelesaian pemenuhan dan penunaian hak dan kewajibannya harus mencerminkan keadilan yang bersendikan pada hukum dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik .
Bahwa dalil-dalil perrnohonan Pemohon HUM sangat beralasan karena secara normative hukum perkara a quo tidak terdapat dan memiliki relevansi idealistik hukum antara ketentuan Pasal 1 angka 4 dan angka 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 18 ayat (1) huruf a; pasal 19; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 48 ayat (3), ayat (4), ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10); Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3) dan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak khususnya dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang pada umumnya.
Bahwa secara Karakteristik Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan seharusnya merupakan penjabaran hukum terhadap Undang- undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan Undang- undang Pengadilan Pajak merupakan implementasi terhadap ketentuan hukum acara perpajakan yang saling mengisi dan melengkapi atas norma hukum dari system self assessment sebagai politik hukum pemungutan pajak dan sekaligus merupakan binding by law, di samping withholding tax system (sistem pemotongan dan pemungutan pajak). Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 72 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, permohonan Pemohon HUM sangat beralasan dan patut untuk dikabulkan, karena selebihnya apabila masih terdapat perselisihan yang mungkin akan timbul dikemudian hari dapat diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada sebagaimana diatur dalam KUP dan upaya hukum pada badan peradilan di bidang pajak. Bahwa Selanjutnya, memerintahkan kepada Pemerintah untuk menyusun kembali Peraturan Pemerintah dalam perkara a quo yang berorientasi pada parsialistik, normative dan karakterstik serta idealistik hukum yang menjamin kepastian dan keadilan hukum secara timbal balik terhadap pemenuhan hak dan penenuaian kewajiban hukum yang bersumber pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, terbukti bahwa Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 __ bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang–Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang–Undang No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak __ (vide Bukti P.9., P.11) sehingga harus dibatalkan, dan oleh karenanya permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon harus dikabulkan dan peraturan yang menjadi obyek dalam perkara uji materiil a quo harus dinyatakan tidak sah sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat _; _ __ Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon, maka Termohon dihukum untuk membayar biaya perkara; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 31 A ayat (8) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011, Panitera Mahkamah Agung mencantumkan petikan putusan ini dalam Berita Negara; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 73 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait; MENGADILI, Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA (KADIN INDONESIA), tersebut; Menyatakan Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c;
Pasal 35
ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3);
Pasal 43
ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 __ Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang–Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang–Undang No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku umum; Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia __ untuk mencabut Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 __ Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan _; _ Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Sekretariat Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara _; _ Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin , tanggal 30 Juni 2014 , oleh Dr. H. Imam Soebechi, S.H., Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 74 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013 M.H., Ketua __ Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Hakim- Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Jarno Budiyono, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak. Anggota Majelis: Ketua Majelis, ^ ttd/. ttd/. Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H., ttd/. Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Biaya-biaya Panitera Pengganti, ^ 1. Meterai...…..….....… Rp 6.000,00 ttd/. 2. Redaksi...…….....… Rp 5.000,00 Jarno Budiyono, S.H., 3. Administrasi.......... Rp 989.000,00 Jumlah...……………. Rp1.000.000,00 Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG R.I. a.n. Panitera Panitera Muda Tata Usaha Negara (ASHADI, SH.) Nip. 220000754. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74