bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang dan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka Melaksanakan Langkah-langkah Penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Sistem Keuangan;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516); 4 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka Melaksanakan Langkah-langkah Penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6535);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN DARI PEMERINTAH KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM RANGKA MENGHADAPI ANCAMAN YANG MEMBAHAYAKAN PEREKONOMIAN NASIONAL DAN/ATAU SISTEM KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga penjamin simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPS.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bank adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan serta bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah.
Likuiditas adalah kemampuan sumber daya keuangan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan oleh LPS sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan kewenangan LPS dalam rangka melaksanakan langkah- langkah penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan.
Laporan Tingkat Likuiditas adalah informasi perkiraan tingkat Likuiditas LPS dan realisasi tingkat Likuiditas LPS tiap bulan.
Dana Pinjaman adalah piutang yang diberikan oleh Pemerintah kepada LPS untuk mengatasi kesulitan Likuiditas yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu sesuai dengan jangka waktu berlakunya.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Perjanjian Pinjaman adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah c.q. Menteri Keuangan dan LPS mengenai pemberian pinjaman Pemerintah kepada LPS untuk mengatasi kesulitan Likuiditas.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Ketua Dewan Komisioner LPS adalah ketua merangkap anggota Dewan Komisioner LPS.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/bendahara pengeluaran.
Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/bendahara pengeluaran.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Pemberian Pinjaman (BA 999.04) yang selanjutnya disebut BA 999.04 adalah subbagian anggaran bendahara umum negara yang menampung belanja Pemerintah untuk keperluan Pinjaman kepada BUMN/Pemerintah Daerah/Lembaga/Badan Lainnya.
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PA BUN adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran BUN.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa Bendahara Umum Negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
BAB II
LAPORAN TINGKAT LIKUIDITAS LPS
Bagian Kesatu
Laporan Berkala Tingkat Likuiditas LPS
Pasal 2
LPS menyusun dan menyampaikan Laporan Tingkat Likuiditas kepada Menteri c.q. Kepala Badan Kebijakan Fiskal secara berkala tiap bulan.
Laporan Tingkat Likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat minggu kedua setiap bulan.
Pasal 3
Laporan Tingkat Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 paling sedikit memuat informasi:
Sumber daya keuangan:
kas dan setara kas;
kas yang diperkirakan akan diperoleh dari: a) penerimaan premi penjaminan simpanan; b) penerimaan hasil investasi; c) investasi yang jatuh tempo; dan d) sumber lainnya.
Total kebutuhan dana:
pembayaran klaim penjaminan;
penyelesaian atau penanganan Bank gagal; dan
pembayaran kegiatan operasional kantor.
Dana tersedia untuk reinvestasi.
Perkiraan penjualan investasi dengan perjanjian membeli kembali.
Pelepasan investasi dalam bentuk surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan/atau SBN yang belum jatuh tempo kepada pihak selain Pemerintah.
Informasi mengenai volume, seri, dan tenor SBN yang dimiliki LPS.
Tingkat Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan kewenangan LPS dalam rangka melaksanakan langkah- langkah penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan.
Bagian Kedua
Laporan Sewaktu-waktu Tingkat Likuiditas LPS
Pasal 4
Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri dapat meminta kepada Ketua Dewan Komisioner LPS c.q. Kepala Eksekutif LPS untuk menyampaikan Laporan Tingkat Likuiditas sewaktu-waktu dan/atau informasi tambahan apabila diperlukan.
Ketua Dewan Komisioner LPS c.q. Kepala Eksekutif LPS menyampaikan Laporan Tingkat Likuiditas sewaktu- waktu dan/atau informasi tambahan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.
BAB III
PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA LPS
Bagian Kesatu
Ketentuan Umum Pinjaman
Pasal 5
Menteri dapat memberikan pinjaman kepada LPS apabila LPS mengalami kesulitan Likuiditas yang membahayakan perekonomian dan sistem keuangan sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Permohonan pinjaman LPS kepada Menteri dilakukan dalam hal kesulitan Likuiditas LPS tidak dapat ditangani setelah mengupayakan:
repo dan/atau penjualan SBN yang dimiliki LPS kepada Bank Indonesia;
pinjaman kepada pihak lain; dan
penerbitan surat utang.
Dalam hal LPS telah mengupayakan tindakan pinjaman kepada pihak lain dan penerbitan surat utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c namun tidak dapat dilakukan karena:
kondisi pasar keuangan; dan
menimbulkan persepsi negatif dan mengurangi kepercayaan masyarakat atas pelaksanaan tugas dan fungsi LPS, LPS dapat mengajukan permohonan pinjaman kepada Menteri.
Menteri dapat memberikan pinjaman kepada LPS sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN-Perubahan dan/atau Undang- Undang mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau sistem keuangan.
Pasal 6
Pemberian pinjaman oleh Menteri kepada LPS dalam rangka LPS mengalami kesulitan Likuiditas yang membahayakan perekonomian dan sistem keuangan sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dapat dilaksanakan sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran berkenaan dan/atau Undang-Undang mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau sistem keuangan.
Bagian Kedua
Permohonan Pinjaman
Pasal 7
Permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis oleh Ketua Dewan Komisioner LPS kepada Menteri dengan tembusan kepada Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal Ketua Dewan Komisioner LPS berhalangan, permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh anggota Dewan Komisioner LPS yang ditunjuk mewakili Dewan Komisioner LPS.
Permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan data dan dokumen yang paling sedikit memuat keterangan mengenai:
kondisi tingkat Likuiditas terakhir;
upaya yang telah dilakukan LPS untuk memenuhi kebutuhan Likuiditas termasuk melalui sumber pendanaan repo dan/atau penjualan SBN yang dimiliki LPS kepada Bank Indonesia, penerbitan surat utang dan/atau pinjaman kepada pihak lain;
asesmen kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dalam hal penerbitan surat utang dan pinjaman kepada pihak lain tidak dapat dilakukan;
analisis LPS mengenai potensi dampak kesulitan Likuiditas LPS dalam penyelesaian atau penanganan Bank gagal yang membahayakan perekonomian dan sistem keuangan;
estimasi kebutuhan Likuiditas;
data jaminan dan/atau jaminan pengembalian;
rincian rencana penggunaan Dana Pinjaman;
rencana penarikan Dana Pinjaman;
rencana pengembalian Dana Pinjaman yang disertai dengan analisis kemampuan membayar kembali; dan j. laporan keuangan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir.
Ketua Dewan Komisioner LPS atau anggota Dewan Komisioner LPS bertanggung jawab terhadap validitas data dan dokumen yang disampaikan dalam permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Bagian Ketiga
Penilaian
Pasal 8
Penilaian permohonan pinjaman yang diajukan oleh LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat dilakukan setelah dokumen pengajuan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) diterima secara lengkap.
Penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memerhatikan:
tingkat Likuiditas LPS;
kebutuhan Likuiditas LPS;
kemampuan membayar kembali;
kapasitas fiskal; dan
kesinambungan APBN.
Analisis kebutuhan Likuiditas LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat mempertimbangkan analisis LPS mengenai potensi dampak kesulitan Likuiditas LPS dalam penyelesaian atau penanganan Bank gagal yang membahayakan perekonomian dan sistem keuangan sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Analisis kemampuan membayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat mempertimbangkan:
penerimaan premi dan hasil investasi;
pengembalian biaya klaim penjaminan dari Bank Dalam Likuidasi ( cost recovery ); dan/atau
hasil penjualan penyertaan saham dan/atau aset lainnya pada Bank yang ditangani.
Penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
Badan Kebijakan Fiskal;
Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
Direktorat Jenderal Anggaran; dan
Unit terkait lainnya dalam hal diperlukan.
Menteri menunjuk Badan Kebijakan Fiskal sebagai koordinator dalam penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam melakukan penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), koordinator meminta masukan tertulis kepada:
Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan penilaian tingkat dan kebutuhan Likuiditas, serta penilaian kesinambungan APBN;
Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk melakukan penilaian ketersediaan kas negara;
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk melakukan penilaian risiko fiskal dan alternatif sumber pembiayaan;
Direktorat Jenderal Anggaran untuk melakukan penilaian kapasitas fiskal; dan
Unit terkait lainnya dalam hal diperlukan.
Masukan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permintaan masukan diterima.
Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan secara tertulis.
Dalam rangka efektivitas pemrosesan pinjaman, masukan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui media elektronik.
Setelah penyampaian masukan melalui media eletronik sebagaimana dimaksud pada ayat (10), masukan disampaikan secara tertulis tanpa perubahan substansi masukan.
Pasal 9
Dalam melakukan penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri Keuangan mengoordinasikan permintaan keterangan dari LPS atas dokumen permohonan pinjaman yang disampaikan.
Dalam melakukan penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat dan ayat (3), Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri dapat meminta masukan dari institusi di luar Kementerian Keuangan.
Pasal 10
Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 dibahas di internal Kementerian Keuangan dalam rangka menyusun kesimpulan awal atas analisis kelayakan pemberian pinjaman kepada LPS.
Bagian Keempat
Penetapan Keputusan
Pasal 11
Berdasarkan hasil koordinasi penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9, Kepala Badan Kebijakan Fiskal mengusulkan penyelenggaraan rapat koordinasi.
Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dihadiri paling sedikit oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Direktur Jenderal Anggaran, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal pimpinan unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan hadir, kehadirannya dapat diwakili oleh paling sedikit pejabat satu tingkat di bawahnya.
Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan rekomendasi atas permohonan pemberian pinjaman kepada LPS.
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri memutuskan untuk menetapkan persetujuan atas seluruh atau sebagian atau menolak seluruh permohonan pinjaman.
Penetapan permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam surat Menteri.
Dalam hal Menteri menetapkan persetujuan atas seluruh atau sebagian permohonan pinjaman, surat Menteri paling sedikit memuat informasi mengenai jumlah pinjaman, tingkat bunga, dan jangka waktu pinjaman.
Surat Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada LPS paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah penetapan.
Dalam hal rapat koordinasi dihadiri Menteri, penetapan atas permohonan pemberian pinjaman kepada LPS dilakukan oleh Menteri dalam rapat dimaksud.
BAB IV
PELAKSANAAN PINJAMAN
Bagian Kesatu
Penganggaran Paragraf 1 Penganggaran Dana Pinjaman untuk Tahun Anggaran 2020
Pasal 12
Berdasarkan surat Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6), Menteri mengalokasi anggaran Dana Pinjaman dalam postur perubahan APBN.
Alokasi Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari pergeseran alokasi pada BA BUN Pengelolaan Investasi Pemerintah (BA 999.03) dan/atau tambahan alokasi baru.
Dalam hal diperlukan tambahan alokasi baru, Menteri menetapkan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang digunakan untuk membiayai tambahan alokasi tersebut.
Berdasarkan alokasi Dana Pinjaman dalam perubahan postur APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan DIPA BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran Dana Pinjaman. Paragraf 2 Penganggaran Dana Pinjaman setelah Tahun Anggaran 2020
Pasal 13
Berdasarkan surat Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6), Menteri mengusulkan dan/atau mengalokasikan anggaran Dana Pinjaman sesuai ketentuan perundang-undangan.
Penganggaran Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan DIPA BUN.
Pasal 14
Berdasarkan alokasi Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat atau Pasal 13 ayat (1) dilakukan revisi DIPA BUN.
Revisi DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara revisi anggaran.
DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran Dana Pinjaman.
Bagian Kedua
Perjanjian
Pasal 15
Berdasarkan penetapan alokasi Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat , Kepala Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan kelengkapan dokumen permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan dokumen lainnya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dokumen lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
dokumen komparisi;
surat persetujuan pinjaman;
surat kuasa apabila Ketua Dewan Komisioner LPS berhalangan; dan
dokumen lainnya yang diperlukan dalam penyusunan Perjanjian Pinjaman.
Berdasarkan dokumen yang disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan bersama Kepala Eksekutif LPS menyusun Perjanjian Pinjaman dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.
Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Menteri dan Ketua Dewan Komisioner LPS.
Dalam hal Menteri berhalangan, Direktur Jenderal Perbendaharan bertindak untuk dan atas nama Menteri menandatangani Perjanjian Pinjaman bersama dengan Ketua Dewan Komisioner LPS.
Dalam hal Ketua Dewan Komisioner LPS berhalangan, penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh anggota Dewan Komisioner LPS yang ditunjuk mewakili Ketua Dewan Komisioner LPS.
Penunjukan anggota Dewan Komisioner LPS yang mewakili Ketua Dewan Komisioner LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan berdasarkan surat keputusan/surat kuasa Ketua Dewan Komisioner LPS.
Pasal 16
Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 paling sedikit memuat pokok materi sebagai berikut:
identitas para pihak;
tujuan;
nilai pinjaman;
tingkat suku bunga;
jadwal pencairan;
hak dan kewajiban;
mekanisme pembayaran kewajiban;
ketentuan dan persyaratan pinjaman;
jaminan pinjaman dan/atau jaminan pengembalian;
jangka waktu pinjaman;
jangka waktu penarikan/pencairan pinjaman;
masa tenggang;
percepatan pembayaran;
denda; dan
keadaan kahar.
Pasal 17
Menteri dapat meminta jaminan atas pemberian pinjaman dari Pemerintah.
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada dalam kondisi bebas dari segala perikatan, sengketa, sitaan, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain.
LPS tidak dapat memperjualbelikan dan/atau menjaminkan kembali jaminan kepada pihak lain yang masih dalam status sebagai jaminan, selama masa pinjaman atau sampai adanya keterangan lunas atau dengan persetujuan dari Menteri.
Ketentuan/kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dinyatakan dalam surat pernyataan kepada Menteri.
Pelaksanaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal pada saat pengajuan pinjaman, LPS sudah tidak mempunyai jaminan, LPS dapat memperhitungkan proyeksi dari:
penerimaan premi dan hasil investasi;
pengembalian biaya klaim penjaminan dari Bank Dalam Likuidasi ( cost recovery ); dan/atau
hasil penjualan penyertaan saham dan/atau aset tetap pada Bank yang ditangani; , sebagai jaminan pengembalian pinjaman LPS.
Pasal 18
Dana Pinjaman menggunakan mata uang Rupiah.
Tingkat suku bunga pinjaman yang dikenakan atas Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada pada tingkat suku bunga setara imbal hasil (yield) SBN dengan tenor terdekat pada hari penetapan dan interest margin (spread) .
Pasal 19
Perubahan Perjanjian Pinjaman dapat dilakukan karena:
LPS mengajukan usulan perubahan dan mendapat persetujuan Menteri;
Menteri menganggap perlu untuk dilakukan perubahan;
kebijakan Pemerintah; dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
Ketentuan mengenai Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 18 berlaku secara mutatis mutandis dalam hal terjadi perubahan Perjanjian Pinjaman.
BAB V
PENCAIRAN PINJAMAN
Bagian Kesatu
Pejabat Perbendaharaan
Pasal 21
Dalam pemberian Dana Pinjaman, Menteri selaku PA BUN menunjuk pimpinan unit eselon II yang mempunyai tugas dan fungsi penerusan pinjaman di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku KPA Penyalur Dana Pinjaman.
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan keputusan untuk menunjuk PPK dan PPSPM.
Salinan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala KPPN mitra kerja selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.
Dalam hal tidak terdapat penggantian KPA, PPK, dan PPSPM pada Tahun Anggaran berikutnya, KPA BUN cukup menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala KPPN.
Pasal 22
KPA BUN bertanggung jawab secara formal kepada Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara atas:
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara Dana Pinjaman;
penyaluran Dana Pinjaman kepada LPS; dan
penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan penyaluran Dana Pinjaman.
Pasal 23
PPK bertanggung jawab secara formal terhadap:
penyusunan rencana penarikan dana;
pengujian administrasi tagihan, meliputi:
kesesuaian jumlah tagihan yang tercantum pada surat tagihan dengan kuitansi tagihan Dana Pinjaman;
kelengkapan dokumen surat tagihan; dan
kesesuaian kode akun dalam surat tagihan;
pengujian terhadap ketersediaan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN; dan
penerbitan SPP-LS.
Pasal 24
PPSPM bertangung jawab secara formal terhadap:
pengujian administrasi kuitansi tagihan Dana Pinjaman dan surat pernyataan tanggung jawab pengeluaran pembiayaan yang tercantum dalam SPP-LS;
pengujian ketersediaan dan pembebanan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN; dan
penerbitan SPM-LS.
Bagian Kedua
Pencairan Paragraf I Ketentuan Umum Pencairan
Pasal 25
LPS menyampaikan permohonan pencairan pinjaman kepada KPA Penyalur Dana Pinjaman dengan tembusan kepada Kepala Badan Kebijakan Fiskal dan Direktur Jenderal Anggaran.
PPK dan PPSPM melakukan penilaian dalam bentuk pengujian terhadap administrasi tagihan dan ketersediaan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN, dan pengujian terhadap SPP-LS.
Pasal 26
Besaran pinjaman dari Pemerintah kepada LPS dapat dicairkan sesuai hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).
Pasal 27
Pencairan Dana Pinjaman Pemerintah kepada LPS dilakukan dengan cara transfer ke rekening LPS yang telah terdaftar pada Aplikasi SPAN.
Pasal 28
Berdasarkan DIPA BUN BA 999.04, LPS menyampaikan kepada KPA BUN:
spesimen tanda tangan pejabat yang menandatangani surat tagihan dan kuitansi tagihan pemberian Dana Pinjaman; dan
nomor rekening untuk pemberian Dana Pinjaman.
Dalam hal terjadi perubahan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau nomor rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, LPS menyampaikan perubahan spesimen tanda tangan dan/atau nomor rekening kepada KPA BUN. Paragraf II Pemrosesan Pencairan oleh KPA BUN
Pasal 29
Permohonan pencairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner LPS kepada KPA BUN dalam bentuk surat tagihan.
Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
Kuitansi Tagihan Pemberian Dana Pinjaman yang disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
Rencana Penggunaan Dana Pinjaman yang memuat daftar tagihan pemberian Dana Pinjaman yang telah dimutakhirkan yang disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
Surat Persetujuan Menteri atas Permohonan Pinjaman; dan
Perjanjian Pinjaman.
KPA meneruskan surat tagihan kepada PPK. Paragraf III Pemrosesan Pencairan oleh PPK dan PPSPM
Pasal 30
PPK melakukan pengujian terhadap administrasi tagihan dan ketersediaan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN berdasarkan surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2).
Dalam hal tagihan sudah dinyatakan lengkap dan benar, PPK menerbitkan SPP-LS dan menyusun Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan Khusus dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berdasarkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang dibuat oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, untuk ditandatangani KPA.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
PPK menyampaikan SPP-LS kepada PPSPM dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak dan Kuitansi Tagihan Pemberian Dana Pinjaman yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner LPS disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan Khusus.
Pasal 31
PPSPM melakukan pengujian atas SPP-LS yang diajukan PPK terhadap administrasi Kuitansi Tagihan Pemberian Dana Pinjaman dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan Khusus yang tercantum dalam SPP-LS serta ketersediaan dan pembebanan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN.
Berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPSPM membuat, menandatangani, dan menyampaikan SPM-LS dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan Khusus kepada Kepala KPPN.
Bagian Ketiga
Penggunaan Dana Pinjaman
Pasal 32
Dalam hal terjadi pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pemerintah c.q. Menteri melaporkan pemberian pinjaman tersebut dalam APBN- Perubahan tahun berjalan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun berkenaan.
Pasal 33
Tata cara pengajuan, penerbitan, dan pengujian SPM-LS serta penerbitan surat perintah pencairan dana mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pencairan APBN atas beban Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara pada KPPN.
Pasal 34
Dalam pengajuan usulan penggunaan anggaran, penyampaian tagihan, dan pelaporan atas penggunaan Dana Pinjaman, KPA BUN dapat berkoordinasi dengan LPS.
Pasal 35
Ketentuan mengenai petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan Dana Pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PEMBAYARAN KEMBALI
Pasal 36
Pembayaran kembali pinjaman oleh LPS disetorkan ke rekening penerimaan pada rekening dana investasi atau rekening lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 37
LPS dapat mengajukan usulan percepatan pembayaran kembali pinjaman kepada Menteri.
Skema percepatan pembayaran kembali pinjaman LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
Pasal 38
Menteri memberikan surat keterangan lunas kepada LPS setelah pelunasan keseluruhan pinjaman kepada Menteri.
BAB VII
PERTANGGUNGJAWABAN PINJAMAN
Bagian Kesatu
Pelaporan
Pasal 39
Selama masa pelaksanaan pinjaman, Ketua Dewan Komisioner LPS menyampaikan laporan penggunaan Dana Pinjaman kepada Menteri dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Perjanjian Pinjaman.
Pasal 40
Terhadap penggunaan Dana Pinjaman dilakukan pemeriksaan oleh lembaga pemeriksa yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh LPS kepada Menteri.
Pasal 41
Ketua Dewan Komisioner LPS selaku penanggung jawab kegiatan bertanggung jawab secara formal dan materiil terhadap:
kebenaran data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pemutakhirannya;
penggunaan Dana Pinjaman yang disalurkan oleh KPA BUN;
kegiatan yang dibiayai oleh Dana Pinjaman; dan
pembukuan penggunaan Dana Pinjaman.
Tanggung jawab formal dan materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak oleh LPS.
Bagian Kedua
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 42
Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penarikan, penyaluran, penyerapan, dan pembayaran kembali pinjaman Pemerintah kepada LPS.
Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat berkoordinasi dengan unit terkait.
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan:
mengambil langkah-langkah penyelesaian atas permasalahan pinjaman termasuk rekomendasi pembatalan pinjaman kepada Menteri, dalam hal:
penyerapan pinjaman mengalami keterlambatan yang sangat jauh menyimpang dari rencana penarikan;
penggunaan pinjaman tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Pinjaman; dan/atau 3. terdapat indikasi gagal bayar;
menerbitkan laporan perkembangan pinjaman secara semesteran dan disampaikan kepada Menteri.
Bagian Ketiga
Penatausahaan
Pasal 43
Penatausahaan atas pinjaman kepada LPS dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
administrasi pengelolaan pinjaman; dan
akuntansi pemberian pinjaman.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pemberian pinjaman kepada LPS sebagaimana diatur dalam peraturan ini tidak dapat diberikan bersamaan dan/atau pada periode yang sama dengan pemberian pinjaman berdasarkan skema pinjaman Pemerintah lainnya.
Pasal 45
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 2020 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA