Tampilan dokumen ini dibuat atau dikonversi secara semi-otomatis oleh sistem menggunakan metode parsing dari dokumen PDF. Harap selalu memeriksa dokumen sumber untuk isi yang lebih akurat.
bahwa untuk menjaga keberlangsungan daya beli masyarakat dan menjalankan fungsi stabilisasi ekonomi dan sosial, telah ditetapkan paket stimulus ekonomi sebagai upaya pemerintah dalam menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat antara lain dengan pemberian fasilitas fiskal berupa pajak ditanggung pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 226, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6995);
Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354); __ 7. Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 398); __ 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92 Tahun 2023 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 737);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN TERTENTU YANG DITANGGUNG PEMERINTAH DALAM RANGKA STIMULUS EKONOMI TAHUN ANGGARAN 2025.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang Pajak Penghasilan.
Pemberi Kerja adalah orang pribadi dan badan, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan.
Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang diterima atau diperoleh berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja.
Pegawai Tetap adalah Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta Pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang Pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.
Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai, termasuk tenaga kerja lepas, yang hanya menerima penghasilan apabila Pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh Pemberi Kerja.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Nomor Induk Kependudukan adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. 12. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang selanjutnya disebut Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 adalah Surat Pemberitahuan Masa yang digunakan oleh pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21/26 untuk melaporkan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi, serta penyetoran atas pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
BAB II
INSENTIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH
Pasal 2
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai sehubungan dengan pekerjaan wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh Pemberi Kerja sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas seluruh penghasilan bruto dalam tahun 2025 yang diterima atau diperoleh Pegawai tertentu dari Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu diberikan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah.
Jangka waktu pemberian insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk Masa Pajak Januari 2025 sampai dengan Masa Pajak Desember 2025.
BAB III
KRITERIA DAN PERSYARATAN
Pasal 3
Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
melakukan kegiatan usaha pada bidang industri:
alas kaki;
tekstil dan pakaian jadi;
furnitur; atau
kulit dan barang dari kulit; dan
memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kode klasifikasi lapangan usaha utama yang tercantum pada basis data yang terdapat dalam administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 4
Pegawai tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) berupa:
Pegawai Tetap tertentu; dan/atau
Pegawai Tidak Tetap tertentu, yang memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Pegawai Tetap tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Pegawai Tetap yang memenuhi kriteria:
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Nomor Induk Kependudukan yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pada:
Masa Pajak Januari 2025, untuk Pegawai tertentu yang mulai bekerja sebelum Januari 2025; atau
Masa Pajak bulan pertama bekerja, untuk Pegawai tertentu yang baru bekerja pada tahun 2025; dan
tidak menerima insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
gaji dan tunjangan yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; dan/atau
imbalan sejenis yang bersifat tetap dan teratur, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perusahaan dan/atau perjanjian kontrak kerja.
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Pegawai Tidak Tetap tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Pegawai Tidak Tetap yang memenuhi kriteria:
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Nomor Induk Kependudukan yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
menerima upah dengan jumlah:
rata-rata 1 (satu) hari tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dalam hal upah diterima atau diperoleh secara harian, mingguan, satuan, atau borongan; atau
tidak lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dalam hal upah diterima atau diperoleh secara bulanan; dan
tidak menerima insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
BAB IV
PEMANFAATAN DAN PELAPORAN
Pasal 5
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai tertentu, termasuk dalam hal Pemberi Kerja memberikan tunjangan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada Pegawai.
Pembayaran tunai Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Atas pemberian insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus dibuatkan bukti pemotongan oleh Pemberi Kerja.
Tata cara pembuatan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk Pegawai Tetap tertentu yang telah dipotong dan diberikan insentif dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) Tahun Pajak, kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah tidak dikembalikan kepada Pegawai Tetap bersangkutan.
Dalam hal Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu yang memanfaatkan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 dan menyatakan kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang berasal dari Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah tidak dapat dikembalikan dan tidak dapat dikompensasikan.
Contoh penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
Pemberi Kerja wajib melaporkan pemanfaatan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk setiap Masa Pajak.
Pelaporan pemanfaatan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2025.
Pemberi Kerja dapat melakukan pembetulan pelaporan pemanfaatan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
Penyampaian dan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 untuk Masa Pajak Januari 2025 sampai dengan Masa Pajak Desember 2025, dapat diperlakukan sebagai pelaporan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sepanjang disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Januari 2026.
Penyampaian dan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 yang dilakukan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dianggap sebagai pelaporan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dan insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) untuk Masa Pajak Januari 2025 sampai dengan Desember 2025 tidak diberikan.
Dalam hal insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) untuk Masa Pajak Januari 2025 sampai dengan Desember 2025 tidak diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemberi Kerja yang bersangkutan wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk Masa Pajak Januari 2025 sampai dengan Desember 2025 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
BAB V
PENGAWASAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 7
Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan dalam rangka pembinaan, penelitian dan/atau pengujian kepatuhan terhadap wajib pajak yang memanfaatkan insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 8
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban subsidi pajak ditanggung pemerintah tahun anggaran 2025 atas Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan tertentu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ditandatangani secara elektronik
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Februari 2025 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal Д DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA, Ѽ DHAHANA PUTRA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR Ж LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2025 TENTANG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN TERTENTU YANG DITANGGUNG PEMERINTAH DALAM RANGKA STIMULUS EKONOMI TAHUN ANGGARAN 2025 KODE KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA PEMBERI KERJA DAN CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH A. KODE KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA (KLU) PEMBERI KERJA DENGAN KRITERIA TERTENTU YANG MENDAPATKAN INSENTIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH (DTP) No Kategori KLU Nama Industri Deskripsi 1 C 13111 Industri Persiapan Serat Tekstil Kelompok ini mencakup usaha persiapan serat tekstil, seperti reeling (pilin/menggulung) dan pencucian serat sutera, degreasasi (penghilangan lemak) dan karbonisasi wol dan pencelupan bulu domba, termasuk proses penyusunan dan penyisiran ( carding atau combing ) dari serat rambut hewan serat tumbuhan, dan serat buatan (sintetis dan artifisial). 2 C 13112 Industri Pemintalan Benang Kelompok ini mencakup usaha pemintalan serat menjadi benang, kecuali benang jahit. Termasuk kegiatan penteksturan, penyimpulan, pelipatan dan pencucian benang rajutan filamen sintetis dan benang artifisial (dari bubur kayu). 3 C 13113 Industri Pemintalan Benang Jahit Kelompok ini mencakup usaha pembuatan benang jahit, baik dengan bahan baku serat maupun benang. Termasuk kegiatan penteksturan, penyimpulan, pelipatan dan pencucian benang jahit. 4 C 13121 Industri Pertenunan (Bukan Pertenunan Karung Goni dan Karung Lainnya) Kelompok ini mencakup usaha pertenunan, baik yang dibuat dengan alat gedogan, alat tenun bukan mesin (ATBM), alat tenun mesin (ATM) ataupun alat tenun lainnya, termasuk pembuatan sarung, kecuali industri kain tenun ikat. Usaha pertenunan karung goni dan karung lainnya dimasukkan dalam kelompok 13925, 13926, 13929. 5 C 13122 Industri Kain Tenun Ikat Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kain tenun ikat dan usaha pewarnaan benang dengan cara mengikat terlebih dahulu. No Kategori KLU Nama Industri Deskripsi 6 C 13123 Industri Bulu Tiruan Tenunan Kelompok ini mencakup usaha pembuatan bulu tiruan dengan penenunan. 7 C 13131 Industri Penyempurnaan Benang Kelompok ini mencakup usaha pengelantangan, pencelupan dan penyempurnaan lainnya untuk benang maupun benang jahit. 8 C 13132 Industri Penyempurnaan Kain Kelompok ini mencakup usaha pengelantangan, pencelupan dan penyempurnaan lainnya untuk kain. 9 C 13133 Industri Pencetakan Kain Kelompok ini mencakup usaha pencetakan kain dengan media perantara seperti kasa dan sebagainya, termasuk juga pencetakan kain motif batik. 10 C 13134 Industri Batik Kelompok ini mencakup usaha pembatikan dengan proses malam (lilin), baik yang dilakukan dengan tulis, cap maupun kombinasi antara cap dan tulis. 11 C 13911 Industri Kain Rajutan Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kain yang dibuat dengan cara rajut seperti handuk, kain ihram, vitrase. 12 C 13912 Industri Kain Sulaman Kelompok ini mencakup usaha kain sulaman dikerjakan dengan tangan. 13 C 13913 Industri Bulu Tiruan Rajutan Kelompok ini mencakup usaha pembuatan bulu tiruan rajutan. 14 C 13921 Industri Barang Jadi Tekstil untuk Keperluan Rumah Tangga Kelompok ini mencakup usaha pembuatan barang-barang jadi tekstil, seperti selimut, seprei, taplak meja, sarung bantal, bed cover , gorden, handuk, sarung alas kursi, sajadah/penutup lantai yang dibuat dengan proses penggabungan dan/atau penjahitan beberapa bahan tekstil, selubung mobil dan selimut listrik dan lain-lain. Sajadah/penutup lantai dari karpet/permadani dimasukkan dalam kelompok 13930. 15 C 13922 Industri Barang Jadi Tekstil Sulaman Kelompok ini mencakup usaha barang jadi tekstil sulaman, baik yang dikerjakan dengan tangan maupun dengan mesin, seperti pakaian/barang jadi sulaman dan badge . 16 C 13923 Industri Bantal dan Sejenisnya Kelompok ini mencakup usaha pembuatan bantal dan sejenisnya, seperti bantal dan guling, selimut kapas, selimut bulu angsa, bantal kursi, kantong tidur dan lain-lain dari kapuk, dakron dan sejenisnya. 17 C 13924 Industri Barang Jadi Rajutan dan Sulaman Kelompok ini mencakup usaha pembuatan barang jadi rajutan, seperti kaos lampu, deker , bando. No Kategori KLU Nama Industri Deskripsi 18 C 13925 Industri Karung Goni Kelompok ini mencakup usaha pembuatan karung goni. 19 C 13926 Industri Karung Bukan Goni Kelompok ini mencakup usaha pembuatan karung bagor (karung terigu/gula blacu) dan karung lainnya. Kecuali pembuatan karung plastik masuk dalam kelompok 22220. 20 C 13929 Industri Barang Jadi Tekstil Lainnya Kelompok ini mencakup usaha pembuatan barang jadi tekstil lainnya, seperti layar, tenda, bendera, terpal, parasut, pelampung/jaket penyelamat dan lain-lain: lap pembersih, serbet piring dan barang perlengkapan sejenisnya dan lain-lain. 21 C 13930 Industri Karpet dan Permadani Kelompok ini mencakup usaha pembuatan karpet, permadani, sajadah, dan sejenisnya yang terbuat dari serat, baik serat alam, sintetis maupun serat campuran, baik yang dikerjakan dengan proses tenun ( woven ), tufting , braiding, flocking dan needle punching . Termasuk industri penutup lantai dari lakan atau bulu kempa yang dibuat dengan jarum tenun. Karpet yang terbuat dari bahan-bahan gabus, karet atau plastik masing- masing dimasukkan dalam kelompok 16299, 22191 atau 22210. Sajadah/penutup lantai yang dibuat dengan proses penggabungan dan/atau penjahitan beberapa bahan tekstil dimasukkan dalam kelompok 13921. Kain alas lantai dengan lapisan permukaan keras dimasukkan dalam kelompok 13999. 22 C 13941 Industri Tali Kelompok ini mencakup usaha pembuatan berbagai macam tali, baik terbuat dari serat alam maupun serat sintetis atau serat campuran, seperti tali rami, tali goni ( yute ), tali sisal ( agave ), tali rafia dan tali nylon . 23 C 13942 Industri Barang dari Tali Kelompok ini mencakup usaha pembuatan barang-barang dari tali, seperti jaring ikan, jala ikan, tali kapal, tali sepatu, sumbu kompor dan sumbu lampu, baik terbuat dari tali serat alam, tali serat sintetis atau tali serat campuran. 24 C 13991 Industri Kain Pita ( Narrow Fabric ) Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kain pita, seperti kain pita, renda, kain label, velcro , dan badges . No Kategori KLU Nama Industri Deskripsi 25 C 13992 Industri yang Menghasilkan Kain Keperluan Industri Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kain dilapisi/ditutupi/diresapi dengan plastik atau karet dan selanjutnya digunakan untuk keperluan industri, seperti kain terpal, kain layar, kain tenda, kain payung, kain kanvas untuk melukis dan kulit imitasi dari media tekstil. 26 C 13993 Industri Non Woven (Bukan Tenunan) Kelompok ini mencakup usaha industri kain yang dibuat tanpa dengan proses anyaman atau perajutan, seperti kain kempa, kain felting dan kain laken. Termasuk industri kain untuk keperluan pelayanan kesehatan manusia, seperti duk operasi ( surgical drape ); baju, masker, penutup kepala dan perlengkapan non woven lain untuk operasi; dan pembalut luka non woven . 27 C 13994 Industri Kain Ban Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kain ban dari benang sintetik kekuatan tinggi, seperti kain ban dari nylon dan kain ban dari polyester . 28 C 13995 Industri Kapuk Kelompok ini mencakup usaha pengolahan kapuk. 29 C 13996 Industri Kain Tulle dan Kain Jaring Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kain tulle , kain trikot, kain bordir, dan kain jaring lainnya. Jaring ikan dikelompokkan ke dalam 13942. 30 C 13999 Industri Tekstil Lainnya YTDL Kelompok ini mencakup usaha industri tekstil lainnya yang belum/tidak tercakup dalam golongan industri tekstil manapun, seperti benang karet, benang logam dan pipa/selang kain dan lainnya. 31 C 14111 Industri Pakaian Jadi (Konveksi) dari Tekstil Kelompok ini mencakup usaha pembuatan pakaian jadi (konveksi) dari tekstil/kain (tenun maupun rajutan) dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap dipakai, seperti kemeja, celana, kebaya, blus, rok, baju bayi, pakaian tari dan pakaian olahraga. 32 C 14112 Industri Pakaian Jadi (Konveksi) dari Kulit Kelompok ini mencakup usaha pembuatan pakaian jadi (konveksi) dari kulit atau kulit imitasi, dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap pakai, seperti jaket, mantel, rompi, celana dan rok. Termasuk pembuatan aksesori pakaian dari kulit seperti pakaian pekerja las ( welder ) dari kulit. 33 C 14120 Penjahitan dan Pembuatan Pakaian Sesuai Pesanan Kelompok ini mencakup usaha penjahitan dan pembuatan pakaian sesuai pesanan yang melayani No Kategori KLU Nama Industri Deskripsi masyarakat umum dengan tujuan komersil. 34 C 14131 Industri Perlengkapan Pakaian dari Tekstil Kelompok ini mencakup usaha pembuatan perlengkapan pakaian jadi (konveksi) tekstil dan dari kain dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap dipakai, seperti topi, peci, dasi, sarung tangan, mukena, selendang, kerudung, ikat pinggang, syal, bando, dasi tuksedo, jaring rambut, dan lain-lain, baik dari kain tenun maupun kain rajut yang dijahit. Termasuk industri alas kaki dari bahan kain tanpa sol dan bagian- bagian dari produk yang disebutkan sebelumnya. 35 C 14132 Industri Perlengkapan Pakaian dari Kulit Kelompok ini mencakup usaha pembuatan perlengkapan pakaian jadi dari kulit atau kulit imitasi, dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap pakai, seperti topi, sarung tangan, ikat pinggang, bando, jaring rambut, dan lain-lain. Termasuk industri penutup kepala dari kulit berbulu dan bagian-bagian dari produk yang disebutkan sebelumnya. 36 C 14200 Industri Pakaian Jadi dan Barang dari Kulit Berbulu Kelompok ini mencakup usaha pembuatan pakaian jadi/barang jadi dari kulit berbulu dan atau perlengkapannya, seperti mantel berbulu, berbagai barang dari kulit berbulu, misalnya gambar, tikar, keset dan barang lain dari kulit berbulu, seperti permadani, pouffes tanpa isi, kain kilap industri. 37 C 14301 Industri Pakaian Jadi Rajutan Kelompok ini mencakup usaha pembuatan pakaian jadi, seperti sweater , kardigan, baju kaos, mantel, dan barang sejenisnya, termasuk topi yang dibuat dengan cara dirajut ataupun renda, kecuali industri rajutan kaos kaki. 38 C 14302 Industri Pakaian Jadi Sulaman/Bordir Kelompok ini mencakup usaha pakaian jadi sulaman, baik yang dikerjakan dengan tangan maupun dengan mesin. 39 C 14303 Industri Rajutan Kaos Kaki dan Sejenisnya Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kaos kaki yang dibuat dengan cara rajut ataupun renda, seperti kaos kaki, termasuk kaos kaki, stocking , pantyhose . No Kategori KLU Nama Industri Deskripsi 40 C 15111 Industri Pengawetan Kulit Kelompok ini mencakup usaha pengawetan kulit yang berasal dari hewan besar, hewan kecil, reptil, ikan dan hewan lainnya, baik yang dilakukan dengan pengeringan, penggaraman, maupun pengasaman ( pikel ), seperti kulit hewan besar (sapi, kerbau), kulit hewan kecil (domba, kambing), kulit reptil (buaya, ular, biawak), kulit ikan (ikan pari, hiu/cucut, kakap, belut) dan kulit hewan lainnya. 41 C 15112 Industri Penyamakan Kulit Kelompok ini mencakup usaha penyamakan kulit yang berasal dari ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (domba, kambing), reptil (buaya, ular, biawak), ikan (ikan pari, hiu cucut, kakap, belut) dan hewan lainnya yang dimasak dengan chrome nabati, sintetis, samak minyak dan samak kombinasi menjadi kulit tersamak, seperti wet blue, crust, sol, vache raam , kulit box, kulit beludru, kulit gelase dan kulit hiasan, kulit berbulu, kulit laminasi, kulit patent , kulit jaket, kulit sarung tangan, kulit chamois dan lainnya. 42 C 15113 Industri Pencelupan Kulit Bulu Kelompok ini mencakup usaha pemberian warna atau pencelupan pada kulit bulu yang digunakan pada barang jadi kulit. 43 C 15114 Industri Kulit Komposisi Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kulit komposisi yang berasal dari potongan/remahan kulit hewan yang direkatkan kembali. Industri kulit buatan/imitasi yang berbahan utama tekstil dimasukkan dalam kelompok 13992. Industri kulit buatan/imitasi yang berbahan utama karet dimasukkan dalam kelompok 2219, dan industri kulit buatan/imitasi yang berbahan utama plastik dimasukkan dalam kelompok 2229. 44 C 15121 Industri Barang dari Kulit dan Kulit Komposisi untuk Keperluan Pribadi Kelompok ini mencakup usaha pembuatan barang-barang dari kulit dan kulit komposisi atau bahan lain seperti plastik, tekstil, serat yang divulkanisir atau paperboard untuk keperluan pribadi, seperti koper, ransel, tas, dompet, kotak rias, sarung senjata, tempat kaca mata dan tali jam. Termasuk industri tali sepatu kulit. No Kategori KLU Nama Industri Deskripsi 45 C 15122 Industri Barang dari Kulit dan Kulit Komposisi untuk Keperluan Teknik/Industri Kelompok ini mencakup usaha pembuatan barang-barang dari kulit dan kulit komposisi untuk keperluan teknik/industri, seperti klep , packing, rem pickers , sarung tangan kerja, kulit pompa, kulit ban mesin ( belt ), kulit apron dan sisir kulit pada mesin ( combing leather ). 46 C 15123 Industri Barang dari Kulit dan Kulit Komposisi untuk Keperluan Hewan Kelompok ini mencakup usaha pembuatan barang-barang dari kulit dan kulit komposisi untuk keperluan hewan, seperti ikat leher hewan, tali kekang hewan, pelana hewan, brongsong mulut hewan, cambuk dan sepatu hewan. 47 C 15129 Industri Barang dari Kulit dan Kulit Komposisi untuk Keperluan Lainnya Kelompok ini mencakup usaha pembuatan barang-barang dari kulit dan kulit komposisi untuk keperluan yang belum terliput dalam kelompok 15121 sampai dengan 15123, seperti jok, sabuk pengaman, alat pengepak dan kerajinan tatah sungging (hiasan, wayang dan kap lampu) dan lain- lain. 48 C 15201 Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-Hari Kelompok ini mencakup usaha pembuatan alas kaki keperluan sehari-hari dari kulit dan kulit buatan, karet, kanvas dan kayu, seperti sepatu harian, sepatu santai ( casual shoes ), sepatu sandal, sandal kelom dan selop. Termasuk juga usaha pembuatan bagian- bagian dari alas kaki tersebut, seperti atasan, sol dalam, sol luar, penguat depan, penguat tengah, penguat belakang, lapisan dan aksesori dari kulit dan kulit buatan. 49 C 15202 Industri Sepatu Olahraga Kelompok ini mencakup usaha pembuatan sepatu untuk olahraga dari kulit dan kulit buatan, karet dan kanvas, seperti sepatu sepak bola, sepatu atletik, sepatu senam, sepatu jogging dan sepatu ballet . Termasuk juga usaha pembuatan bagian bagian dari sepatu olahraga tersebut, meliputi atasan, sol luar, sol dalam, lapisan dan aksesori. 50 C 15203 Industri Sepatu Teknik Lapangan/Keperluan Industri Kelompok ini mencakup usaha pembuatan sepatu termasuk pembuatan bagian-bagian dari sepatu untuk keperluan teknik lapangan/industri dari kulit, kulit buatan, karet dan plastik, seperti sepatu tahan kimia, sepatu tahan panas, sepatu pengaman. No Kategori KLU Nama Industri Deskripsi 51 C 15209 Industri Alas Kaki Lainnya Kelompok ini mencakup usaha pembuatan alas kaki lainnya yang belum termasuk golongan manapun, seperti sepatu kesehatan dan sepatu lainnya, misalnya sepatu dari gedebog (pelepah batang pisang) dan eceng gondok. Termasuk industri gaiter, legging dan barang sejenisnya. 52 C 31001 Industri Furnitur dari Kayu Kelompok ini mencakup usaha pembuatan furnitur dari kayu untuk rumah tangga dan kantor, seperti meja, kursi, bangku, tempat tidur, lemari, rak, kabinet, penyekat ruangan dan sejenisnya. 53 C 31002 Industri Furnitur dari Rotan dan atau Bambu Kelompok ini mencakup pembuatan furnitur dengan bahan utamanya dari rotan dan atau bambu, seperti meja, kursi, bangku, tempat tidur, lemari, rak, penyekat ruangan dan sejenisnya. 54 C 31003 Industri Furnitur dari Plastik Kelompok ini mencakup pembuatan furnitur yang bahan utamanya dari plastik, seperti meja, kursi, rak dan sejenisnya. 55 C 31004 Industri Furnitur dari Logam Kelompok ini mencakup pembuatan furnitur untuk rumah tangga dan kantor yang bahan utamanya dari logam, seperti meja, kursi, rak, spring bed dan sejenisnya. 56 C 31009 Industri Furnitur Lainnya Kelompok ini mencakup usaha pembuatan furnitur yang bahan utamanya bukan kayu, rotan, bambu, logam, plastik dan bukan barang imitasi, seperti bahan pelengkap matras atau kasur, matras atau kasur dengan per atau pegas atau yang yang diisi atau disumpal atau dilengkapi dengan bahan pelengkap lainnya (kapok, dakron) dan matras atau kasur plastik atau karet yang tidak dilapisi dan matras atau kasur sejenisnya. Termasuk kereta restoran dekorasi, seperti kereta desert , kereta makanan. B. CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH 1. Tuan A bekerja sebagai pegawai tetap di PT Z (industri persiapan serat tekstil/KLU 13111) sejak tahun 2023. Tuan A berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/0). Sepanjang tahun 2025, Tuan A menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah). Karena Tuan A menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pada bulan Januari 2025 dan PT Z memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha utama yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka Tuan A berhak untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah atas seluruh penghasilan bruto, baik yang bersifat tetap teratur dan tidak tetap tidak teratur, selama tahun 2025. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan (A) (%) PPh
Pasal 21
(Rp) Penghasilan Setelah Pajak (Rp) PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) (Rp) Penghasilan setelah DTP (Rp) Januari 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 Februari 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 Maret 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 April 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 Mei 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 Juni 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 Juli 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 Agustus 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 September 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 Oktober 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 November 8.000.000 1,50% 120.000 7.880.000 120.000 8.000.000 Desember 8.000.000 540.000 7.460.000 540.000 8.000.000 Total 96.000.000 1.860.000 94.140.000 1.860.000 96.000.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2025: Penghasilan bruto setahun Rp 96.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan setahun 5% x Rp 96.000.000,00 Rp 4.800.000,00 Rp 4.800.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 91.200.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Rp 54.000.000,00 Penghasilan kena pajak setahun Rp 37.200.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 37.200.000,00 Rp 1.860.000,00 Rp 1.860.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan November 2025 Rp 1.320.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2025 Rp 540.000,00 Catatan:
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebesar:
Rp120.000,00 (seratus dua puluh ribu rupiah) pada bulan Januari 2025 sampai dengan November 2025; dan
Rp540.000,00 (lima ratus empat puluh ribu rupiah) pada bulan Desember 2025, merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh PT Z pada saat pembayaran penghasilan kepada Tuan A.
PT Z membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan mencantumkan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah.
Tuan B bekerja sebagai pegawai tetap di PT Y (industri pakaian jadi (konveksi) dari tekstil/KLU 14111) sejak tahun 2020. Tuan B berstatus menikah dan memiliki 1 (satu) tanggungan (K/1). Setiap bulan, Tuan B menerima gaji dan tunjangan yang bersifat tetap sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pada bulan Januari dan Maret 2025, Tuan B menerima bonus yang bersifat tidak tetap sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Selanjutnya, pada awal bulan Oktober 2025, Tuan B memperoleh promosi sehingga gaji dan tunjangan yang bersifat tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Tuan B menjadi Rp1000.000,00 (dua belas juta rupiah) per bulan. Rekapitulasi penghasilan Tuan B selama tahun 2025 sebagai berikut: Bulan Penghasilan Tetap Teratur (Rp) Penghasilan Tidak Tetap (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Januari 10.000.000 5.000.000 15.000.000 Februari 10.000.000 - 10.000.000 Maret 10.000.000 5.000.000 15.000.000 April 10.000.000 - 10.000.000 Mei 10.000.000 - 10.000.000 Juni 10.000.000 - 10.000.000 Juli 10.000.000 - 10.000.000 Agustus 10.000.000 - 10.000.000 September 10.000.000 - 10.000.000 Oktober 12.000.000 - 12.000.000 November 12.000.000 - 12.000.000 Desember 12.000.000 - 12.000.000 Total 126.000.000 10.000.000 136.000.000 Karena Tuan B menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pada bulan Januari 2025 dan PT Y memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha utama yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka Tuan B berhak untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah atas seluruh penghasilan bruto, baik yang bersifat tetap teratur dan tidak tetap tidak teratur, selama tahun 2025. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan (B) (%) PPh
Pasal 21
(Rp) Penghasilan Setelah Pajak (Rp) PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) (Rp) Penghasilan setelah DTP (Rp) Januari 15.000.000 6,00% 900.000 14.100.000 900.000 15.000.000 Februari 10.000.000 1,50% 150.000 9.850.000 150.000 10.000.000 Maret 15.000.000 6,00% 900.000 14.100.000 900.000 15.000.000 April 10.000.000 1,50% 150.000 9.850.000 150.000 10.000.000 Mei 10.000.000 1,50% 150.000 9.850.000 150.000 10.000.000 Juni 10.000.000 1,50% 150.000 9.850.000 150.000 10.000.000 Juli 10.000.000 1,50% 150.000 9.850.000 150.000 10.000.000 Agustus 10.000.000 1,50% 150.000 9.850.000 150.000 10.000.000 September 10.000.000 1,50% 150.000 9.850.000 150.000 10.000.000 Oktober 12.000.000 3,00% 360.000 11.640.000 360.000 12.000.000 November 12.000.000 3,00% 360.000 11.640.000 360.000 12.000.000 Desember 12.000.000 480.000 11.520.000 480.000 12.000.000 Total 136.000.000 4.050.000 131.950.000 4.050.000 136.000.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2025: Penghasilan bruto setahun Rp 136.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan setahun maksimal Rp6.000.000,00 Rp 6.000.000,00 Rp 6.000.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 130.000.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - tambahan untuk menikah Rp 4.500.000,00 - ^tambahan untuk 1 tanggungan Rp 4.500.000,00 Rp 63.000.000,00 Penghasilan kena pajak setahun Rp 67.000.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 60.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% X Rp 7.000.000,00 Rp 1.050.000,00 Rp 4.050.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan November 2025 Rp 3.570.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2025 Rp 480.000,00 Catatan:
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebesar:
Rp900.000,00 (sembilan ratus ribu rupiah) pada bulan Januari 2025 dan Maret 2025;
Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) pada bulan Februari 2025 dan April 2025 sampai dengan September 2025;
Rp360.000,00 (tiga ratus enam puluh ribu rupiah) pada bulan Oktober 2025 dan November 2025; dan
Rp480.000,00 (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) pada bulan Desember 2025, merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh PT Y pada saat pembayaran penghasilan kepada Tuan B.
PT Y membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan mencantumkan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah.
Tuan C baru mulai bekerja sebagai pegawai tetap di PT X (industri sepatu olahraga/KLU 15202) pada bulan Maret 2025. Tuan C berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/0). Tuan C menerima atau memperoleh gaji dan tunjangan yang bersifat tetap teratur sebesar Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah). Pada bulan Oktober 2025, Tuan C menerima bonus yang bersifat tidak tetap sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Rekapitulasi penghasilan Tuan C selama tahun 2025 sebagai berikut: Bulan Penghasilan Tetap Teratur (Rp) Penghasilan Tidak Tetap (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Maret 9.000.000 - 9.000.000 April 9.000.000 - 9.000.000 Mei 9.000.000 - 9.000.000 Juni 9.000.000 - 9.000.000 Juli 9.000.000 - 9.000.000 Agustus 9.000.000 - 9.000.000 September 9.000.000 - 9.000.000 Oktober 9.000.000 5.000.000 14.000.000 November 9.000.000 - 9.000.000 Desember 9.000.000 - 9.000.000 Total 90.000.000 5.000.000 95.000.000 Karena Tuan C menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pada bulan pertama bekerja dan PT X memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha utama yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka Tuan C berhak untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah atas seluruh penghasilan bruto, baik yang bersifat tetap teratur dan tidak tetap tidak teratur, selama tahun 2025. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan (A) (%) PPh
Pasal 21
(Rp) Penghasilan Setelah Pajak (Rp) PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) (Rp) Penghasilan setelah DTP (Rp) Maret 9.000.000 1,75% 157.500 8.842.500 157.500 9.000.000 April 9.000.000 1,75% 157.500 8.842.500 157.500 9.000.000 Mei 9.000.000 1,75% 157.500 8.842.500 157.500 9.000.000 Juni 9.000.000 1,75% 157.500 8.842.500 157.500 9.000.000 Juli 9.000.000 1,75% 157.500 8.842.500 157.500 9.000.000 Agustus 9.000.000 1,75% 157.500 8.842.500 157.500 9.000.000 September 9.000.000 1,75% 157.500 8.842.500 157.500 9.000.000 Oktober 14.000.000 6,00% 840.000 13.160.000 840.000 14.000.000 November 9.000.000 1,75% 157.500 8.842.500 157.500 9.000.000 Desember 9.000.000 (277.500) 9.000.000 (277.500) 9.000.000 Total 95.000.000 1.822.500 92.900.000 1.822.500 95.000.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2025: Penghasilan bruto setahun Rp 95.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan 9 x Rp 450.000,00 Rp 4.050.000,00 1 x Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 Rp 4.550.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 90.450.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Rp 54.000.000,00 Penghasilan kena pajak setahun Rp 36.450.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 36.450.000,00 Rp 1.822.500,00 Rp 1.822.500,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan November 2025 Rp 2.100.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang lebih dipotong (Rp 277.500,00) Catatan:
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebesar:
Rp157.500,00 (seratus lima puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) per bulan pada bulan Maret 2025 sampai dengan September 2025 dan November 2025; dan
Rp840.000,00 (delapan ratus empat puluh ribu rupiah) pada bulan Oktober 2025, merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh PT X pada saat pembayaran penghasilan kepada Tuan C.
Kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebesar Rp277.500 (dua ratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) pada bulan Desember 2025 tidak dikembalikan kepada Tuan C.
PT X membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan mencantumkan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah.
Tuan D bekerja sebagai pegawai tetap di PT W (industri barang jadi tekstil untuk keperluan rumah tangga/KLU 13921) sejak tahun 2021. Tuan D berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/0). Berdasarkan dokumen kontrak/perjanjian kerja dengan PT W, Tuan D menerima atau memperoleh gaji dan tunjangan yang bersifat tetap teratur sebesar Rp11.000.000,00 (sebelas juta rupiah), namun karena Tuan D melakukan tindakan indisipliner, PT W memberikan sanksi penurunan gaji selama 3 (tiga) bulan sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) sehingga gaji dan tunjangan yang bersifat tetap teratur yang diterima atau diperoleh Tuan D selama bulan Januari sampai dengan Maret 2025 sebesar Rp9.500.000,00 (sembilan juta lima ratus ribu rupiah). Rekapitulasi penghasilan Tuan D selama tahun 2025 sebagai berikut: Bulan Penghasilan Tetap Teratur (Rp) Penghasilan Tidak Tetap (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Januari 9.500.000 - 9.500.000 Februari 9.500.000 - 9.500.000 Maret 9.500.000 - 9.500.000 April 11.000.000 - 11.000.000 Mei 11.000.000 - 11.000.000 Juni 11.000.000 - 11.000.000 Juli 11.000.000 - 11.000.000 Agustus 11.000.000 - 11.000.000 September 11.000.000 - 11.000.000 Oktober 11.000.000 - 11.000.000 November 11.000.000 - 11.000.000 Desember 11.000.000 - 11.000.000 Total 127.500.000 - 127.500.000 Karena berdasarkan kontrak/perjanjian kerja dengan Pemberi Kerja (PT W) Tuan D seharusnya menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pada bulan Januari 2025, maka Tuan D tidak berhak untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah atas seluruh penghasilan bruto, baik yang bersifat tetap teratur dan tidak tetap tidak teratur, selama tahun 2025.
Tuan E bekerja sebagai pegawai tidak tetap di PT V (industri furnitur dari kayu/KLU 31001). Pada bulan Juni 2025, Tuan E melakukan pekerjaan perakitan lemari selama 10 (sepuluh) hari. Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, Tuan E menerima atau memperoleh penghasilan sebesar Rp000.000,00 (lima juta rupiah). Rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari yang diterima atau diperoleh Tuan E atas pekerjaan perakitan lemari yaitu sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Karena Tuan E menerima atau memperoleh upah dengan jumlah rata-rata sehari tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan PT V memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha utama yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, maka Tuan E berhak untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah atas penghasilan yang diterimanya. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan E per hari sebesar 0,5% x Rp500.000,00 = Rp2.500,00. Catatan:
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) per hari merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh PT V pada saat pembayaran penghasilan kepada Tuan E.
PT V membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan mencantumkan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI