bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas penggunaan proyek sebagai dasar penerbitan surat berharga syariah negara serta melaksanakan ketentuan Pasal 56 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2023 tentang Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan Proyek sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2023 tentang Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 42);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGGUNAAN PROYEK SEBAGAI DASAR PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Proyek/Kegiatan yang selanjutnya disebut Proyek adalah kegiatan yang merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan/atau penerima penerusan SBSN yang pembiayaannya bersumber dari APBN.
Daftar Proyek adalah daftar yang memuat data Proyek tahun berjalan yang akan digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Penerusan SBSN adalah pembiayaan yang bersumber dari penerbitan SBSN yang diberikan oleh Pemerintah kepada penerima Penerusan SBSN, yang diperuntukkan untuk penyelenggaraan Proyek dan harus dibayar kembali oleh penerima Penerusan SBSN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
BAB II
JENIS DAN PERSYARATAN PROYEK YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI DASAR PENERBITAN SBSN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Pemerintah dapat menerbitkan SBSN untuk membiayai Proyek.
Penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN.
Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Proyek yang telah mendapat alokasi dalam APBN.
Pasal 3
Penggunaan Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN tidak menambah nilai bersih maksimal surat berharga negara yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagaimana telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada saat pengesahan APBN.
Bagian Kedua
Jenis Proyek yang dapat Digunakan sebagai Dasar Penerbitan SBSN
Pasal 4
Jenis Proyek yang dapat digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN meliputi belanja Kementerian/ Lembaga dan Penerusan SBSN.
Belanja Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi belanja APBN dengan sumber dana yang berupa:
rupiah murni;
SBSN;
rupiah murni pendamping SBSN; dan/atau
penerimaan negara bukan pajak.
Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Penerusan SBSN kepada pemerintah daerah atau Penerusan SBSN kepada Badan Usaha Milik Negara.
Jenis Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa belanja Kementerian/Lembaga dengan sumber dana rupiah murni dan penerimaan negara bukan pajak meliputi:
pembangunan; dan/atau
pengadaan.
Jenis Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa belanja Kementerian/Lembaga dengan sumber dana SBSN, rupiah murni pendamping SBSN, dan/atau Penerusan SBSN meliputi seluruh jenis belanja dan/atau kegiatan, yang diperlukan untuk perolehan Aset SBSN.
Bagian Ketiga
Persyaratan Proyek Yang Dapat Digunakan Sebagai Dasar Penerbitan SBSN
Pasal 5
Proyek yang akan digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN berupa belanja Kementerian/Lembaga yang bersumber dari rupiah murni, SBSN, rupiah murni pendamping SBSN, dan/atau penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang APBN tahun anggaran berkenaan.
Pasal 6
Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat berupa:
Proyek yang akan dilaksanakan; atau
Proyek yang sedang dilaksanakan.
Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Proyek yang telah ditetapkan dalam APBN dan dituangkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN.
Pasal 7
Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi persyaratan paling sedikit:
telah tercatat dalam Daftar Proyek;
tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
tidak sedang digunakan sebagai Aset SBSN.
Pasal 8
Dalam hal Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan bagian dari program belanja sektor pertahanan dan keamanan, alat utama sistem persenjataan dan alat material khusus tidak dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
BAB III
PENYIAPAN PROYEK YANG AKAN DIGUNAKAN SEBAGAI DASAR PENERBITAN SBSN
Pasal 9
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan permintaan usulan Daftar Proyek yang merupakan Proyek belanja Kementerian/Lembaga kepada Direktur Jenderal Anggaran setelah Undang-Undang mengenai APBN diundangkan.
Penyiapan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan memasukkan rincian proyek yang akan digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN sebagai bagian dari Daftar Proyek, setelah Undang-Undang tentang APBN dan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN diundangkan.
Daftar Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit mencantumkan:
nama Kementerian/Lembaga;
program;
keluaran/ output ;
lokasi; dan
nilai Proyek.
Pasal 10
Direktorat Jenderal Anggaran melibatkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam melakukan identifikasi Proyek yang akan digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN untuk penyusunan usulan Daftar Proyek.
Identifikasi Proyek yang akan dijadikan dasar penerbitan SBSN untuk penyusunan usulan Daftar Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah ditetapkannya Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN untuk tahun anggaran berkenaan.
Pasal 11
Berdasarkan hasil identifikasi Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan usulan Daftar Proyek kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Penyampaian usulan Daftar Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui platform pertukaran data secara elektronik.
BAB IV
PERSETUJUAN DAN PENETAPAN PROYEK SEBAGAI DASAR PENERBITAN SBSN
Bagian Kesatu
Persetujuan Proyek sebagai Dasar Penerbitan SBSN
Pasal 12
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan usulan Daftar Proyek kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan sesuai dengan kebutuhan penerbitan SBSN, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan Daftar Proyek yang telah disetujui Menteri kepada Direktur Jenderal Anggaran.
Pasal 13
Dalam hal diperlukan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atau pihak lain yang ditunjuk dapat melakukan tinjauan terhadap aspek hukum atas Proyek yang akan dijadikan dasar penerbitan SBSN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penetapan Penggunaan Proyek Sebagai Dasar Penerbitan SBSN
Pasal 14
Menteri menetapkan Proyek yang digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN berdasarkan dokumen hasil penerbitan SBSN melalui lelang dan/atau selain lelang.
Penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri, dengan salinan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Penetapan Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiap kali penerbitan SBSN.
Penetapan Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencantumkan:
nama Kementerian/Lembaga;
program;
keluaran/ output ;
lokasi; dan
nilai Proyek.
Nilai Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e mencantumkan nilai keseluruhan Proyek yang dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Nilai keseluruhan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit sebesar nilai nominal SBSN yang diterbitkan.
Pasal 15
Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri menyampaikan pemberitahuan penetapan Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN kepada Kementerian/Lembaga dan/atau penerima Penerusan SBSN yang Proyeknya dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Pasal 16
Proyek yang pembiayaannya terintegrasi dengan sumber pendanaan lain dapat digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Dasar penerbitan SBSN dengan menggunakan Proyek yang pembiayaannya terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terbatas pada porsi Proyek yang mendapatkan pembiayaan yang bersumber dari SBSN.
Pasal 17
Penerbitan SBSN dalam rangka Penerusan SBSN atau pembiayaan Proyek yang akan diserahkan kepada pihak lain dilakukan dengan:
menggunakan Proyek bersangkutan sebagai dasar transaksi penerbitan SBSN; atau
menggunakan jenis dasar transaksi yang lain sepanjang sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penggunaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus diikuti dengan penggantian dasar transaksi penerbitan SBSN yang lain pada saat penyerahan aset hasil pembiayaan Proyek kepada penerima Penerusan SBSN atau pihak lain.
Penggantian dasar transaksi penerbitan SBSN yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta mempunyai nilai paling sedikit sama dengan Proyek yang diserahkan kepada penerima Penerusan SBSN atau pihak lain.
Pasal 18
Penggunaan Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN, jumlah atau nilainya ditentukan berdasarkan:
nilai nominal atau dalam jumlah lain berdasarkan persentase tertentu terhadap nilai pagu anggaran Proyek; dan/atau
persentase tertentu dari total nilai nominal Proyek terhadap total nilai nominal SBSN yang diterbitkan.
Dalam hal Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikombinasikan dengan dasar penerbitan SBSN lain, jumlah atau nilainya ditentukan dengan mempertimbangkan:
jenis struktur akad yang digunakan dalam penerbitan SBSN;
ketersediaan Proyek yang siap digunakan sebagai Aset SBSN; dan/atau
jumlah target penerbitan SBSN untuk tahun anggaran yang bersangkutan.
Pasal 19
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan laporan penggunaan Proyek yang telah ditetapkan sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) kepada Menteri.
Laporan penggunaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai bagian dari laporan pelaksanaan program penerbitan SBSN secara keseluruhan untuk tahun anggaran bersangkutan.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Proyek Sebagai Dasar Penerbitan SBSN
Pasal 20
Pelaksanaan anggaran Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan anggaran untuk masing-masing jenis sumber dana dari belanja APBN bersangkutan.
Pasal 21
Dalam rangka pelaksanaan anggaran Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 untuk jenis sumber dana berupa SBSN, dapat dilakukan dengan mekanisme rekening khusus.
Pengisian rekening khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
pemindahbukuan dari hasil penerbitan SBSN; dan/atau b. reklasifikasi dari hasil penerbitan SBSN sebelumny
Pengisian rekening khusus melalui pemindahbukuan dari hasil penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan dalam hal jadwal waktu pengisian rekening khusus untuk pembayaran Proyek bersamaan dengan jadwal waktu penerbitan SBSN.
Pengisian rekening khusus melalui reklasifikasi dari hasil penerbitan SBSN sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan dalam hal jadwal waktu pengisian rekening khusus untuk pembayaran Proyek tidak bersamaan dengan jadwal waktu penerbitan SBSN.
Pasal 22
Seri SBSN yang digunakan untuk pengisian rekening khusus dalam rangka pelaksanaan Proyek yang dibiayai melalui penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditentukan dengan mempertimbangkan:
jadwal waktu pengisian rekening khusus; dan
jadwal penerbitan SBSN.
Dalam hal jadwal waktu pengisian rekening khusus dan jadwal penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada waktu yang bersamaan, seri SBSN yang digunakan sebagai sumber pengisian rekening khusus dilakukan dengan menggunakan salah satu seri SBSN yang akan diterbitkan.
Dalam hal jadwal waktu pengisian rekening khusus dan jadwal penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada waktu yang tidak bersamaan, seri SBSN yang digunakan sebagai sumber pengisian rekening khusus dilakukan dengan menggunakan salah satu seri SBSN yang telah diterbitkan sebelumnya.
Pengisian rekening khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diprioritaskan untuk menggunakan seri SBSN yang telah diterbitkan sebelumnya sepanjang dana hasil penerbitan seri SBSN dimaksud masih mencukupi.
Pasal 23
Dalam hal rekening khusus untuk pelaksanaan Proyek yang dibiayai melalui penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 terdapat sisa dana yang tidak akan digunakan lagi, maka dilakukan pengembalian ke rekening kas umum negara.
Pengembalian sisa dana ke rekening kas umum negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun berakhirnya Proyek tahun tunggal maupun Proyek tahun jamak.
Pengembalian sisa dana dari rekening khusus ke rekening kas umum negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan terlebih dahulu mengadakan rapat rekonsiliasi yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan diikuti oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Kementerian/Lembaga pemrakarsa Proyek SBSN.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pembiayaan Syariah menyampaikan permintaan pengembalian sisa dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
BAB V
PENGELOLAAN PROYEK SEBAGAI DASAR PENERBITAN SBSN
Pasal 24
Pengelolaan Proyek yang dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN dan telah selesai pengerjaannya, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Proyek sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sampai dengan waktu jatuh tempo SBSN tidak dapat:
dipindahtangankan; dan/atau
dihapuskan.
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a hanya dapat dilakukan karena alasan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya dapat dilakukan dalam hal terjadi kondisi kahar yang mengakibatkan rusak atau musnahnya Proyek yang dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada:
bencana alam;
kebakaran;
banjir;
pemogokan umum;
perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan);
pemberontakan;
revolusi;
makar;
huru-hara;
terorisme; dan
wabah/ epidemic yang diketahui secara luas sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pasal 25
Dalam hal harus dilakukan pemindahtanganan dan/atau penghapusan atas Proyek yang sedang digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, harus dilakukan penggantian dengan dasar transaksi penerbitan SBSN lain yang sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta mempunyai nilai paling sedikit sama dengan Proyek yang dilakukan pemindahtanganan dan/atau penghapusan.
Pasal 26
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat melakukan penggantian Aset SBSN dari Proyek yang digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara periodik paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
Pelaksanaan penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah adanya penetapan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Audited untuk tahun anggaran bersangkutan.
Pasal 27
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan dalam hal:
realisasi objek pembiayaan kurang dari nilai nominal yang digunakan sebagai Aset SBSN;
kegiatan dari objek pembiayaan tidak dilaksanakan atau tidak pernah dimulai; dan/atau
dilaksanakannya pemindahtanganan dan/atau penghapusan atas Proyek yang sedang digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara menambah dasar penerbitan SBSN lain untuk memenuhi kekurangan realisasi objek pembiayaan terhadap nilai nominal yang digunakan sebagai Aset SBSN.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara mengganti Aset SBSN dengan dasar penerbitan SBSN lain yang memenuhi persyaratan dan mempunyai nilai minimal sama dengan nilai nominal objek pembiayaan yang digantikan.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara mengganti Aset SBSN dengan dasar penerbitan SBSN lain yang mempunyai nilai paling sedikit sama dengan Proyek yang dilakukan pemindahtanganan dan/atau penghapusan.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Penggantian Aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) tidak dilakukan dalam hal:
perubahan nilai objek pembiayaan karena perubahan nilai wajar dan/atau perubahan kurs valuta asing; dan/atau
perubahan nilai nominal SBSN yang diterbitkan karena pengaruh indeks dan/atau perubahan kurs valuta asing.
Pasal 28
Hasil pelaksanaan Proyek selain yang merupakan penerusan SBSN yang dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN wajib dilakukan pendaftaran dan/atau pencatatan sebagai BMN.
Pendaftaran dan/atau pencatatan sebagai BMN atas hasil pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kementerian/Lembaga pemrakarsa Proyek.
Pendaftaran dan/atau pencatatan sebagai BMN atas hasil pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan BMN.
BMN hasil pembangunan Proyek SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan penanda khusus di dalam sistem informasi pengelolaan BMN.
Pasal 29
Kementerian/Lembaga menyampaikan laporan hasil pengelolaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan Direktorat Jenderal Anggaran, yang paling sedikit mencantumkan:
kode satuan kerja;
kode barang; dan
nomor urutan pendaftaran.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pendaftaran dan/atau pencatatan Proyek sebagai BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1).
BAB VI
PELAPORAN, MONITORING, DAN EVALUASI
Pasal 30
Dalam hal diperlukan, Menteri dapat meminta laporan perkembangan pelaksanaan Proyek kepada Kementerian/Lembaga dan/atau penerima Penerusan SBSN.
Permintaan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup paling sedikit:
perkembangan pencapaian pelaksanaan fisik Proyek; dan
perkembangan realisasi penyerapan dana.
Pasal 31
Menteri c.q. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Proyek yang dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Proyek yang bersumber dari penerbitan SBSN yang kinerja anggarannya kurang atau rendah ditindaklanjuti dengan penyusunan rekomendasi untuk percepatan pelaksanaan Proyek.
Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit setiap triwulan.
Pasal 32
Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dalam hal dasar penerbitan SBSN yang merupakan belanja APBN dengan sumber dana yang berupa SBSN, antara lain dilakukan dengan:
membandingkan antara rencana penarikan dana Proyek dengan realisasi penyerapan dana Proyek;
membandingkan antara total nilai alokasi anggaran Proyek dengan realisasi nilai kontraktual Proyek; dan
membandingkan rencana dan realisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b untuk tingkat Kementerian/Lembaga dan/atau penerima Penerusan SBSN maupun secara rinci untuk tingkat satuan kerja Kementerian/Lembaga dan/atau penerima Penerusan SBSN.
Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan melibatkan unit-unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
Daftar Proyek yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.08/2011 tentang Penggunaan Proyek sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 502), dinyatakan masih tetap berlaku dan dapat digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN untuk tahun anggaran berkenaan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.08/2011 tentang Penggunaan Proyek sebagai Dasar Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 502), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 35
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA