bahwa untuk penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yang optimal, akuntabel, mewujudkan kepastian hukum, serta untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, telah diundangkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.06/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.06/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu dilakukan penyesuaian pengaturan untuk mewujudkan penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yang lebih efektif dan efisien guna meningkatkan akuntabilitas serta optimalisasi pengelolaan Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa, sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 553) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.06/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1353);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.06/2020 TENTANG PENYELESAIAN ASET BEKAS MILIK ASING/TIONGHOA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 553) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.06/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1353), diubah sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yang selanjutnya disingkat ABMA/T, adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/ 032/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T- 0403/G-5/5/66.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Direktur Jenderal adalah pejabat eselon I pada Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Direktur adalah pejabat eselon II pada Direktorat Jenderal yang melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan ABMA/T.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal di Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan di bawah Direktorat Jenderal di Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Tim Penyelesaian adalah Tim Penyelesaian ABMA/T Tingkat Pusat.
Tim Asistensi Daerah adalah Tim Asistensi Penyelesaian ABMA/T Tingkat Wilayah.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal penilaian.
Pihak Ketiga adalah pihak yang menempati/menghuni/menggunakan ABMA/T dan/atau telah memiliki sertipikat kepemilikan.
Pihak Lain adalah pihak yang memperoleh hak untuk menggantikan kedudukan Pihak Ketiga dalam rangka penyelesaian ABMA/T.
Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pasal 5
Tim Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, terdiri dari unsur instansi tingkat pusat, meliputi:
Kementerian Keuangan;
Kementerian Hukum;
Kementerian Pertahanan;
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah;
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi;
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
Badan Intelijen Negara;
Kejaksaan Agung; dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tim Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Direktur.
Pasal 7
Tim Asistensi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, beranggotakan unsur dari instansi tingkat daerah, meliputi:
Kantor Wilayah;
Pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota;
Kantor Wilayah Kementerian Hukum;
Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;
Komando Daerah Militer;
Badan Intelijen Negara di Daerah;
Kejaksaan Tinggi;
Kepolisian Daerah; dan
Kantor Pelayanan.
Tim Asistensi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh kepala Kantor Wilayah yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja Tim Asistensi Daerah yang bersangkutan.
Pasal 8
Tim Asistensi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b mempunyai tugas:
melaksanakan sosialisasi dan koordinasi dengan instansi terkait di wilayahnya dalam rangka mempercepat penyelesaian masalah ABMA/T sesuai dengan arahan Direktur Jenderal;
melaksanakan inventarisasi dan penelitian ABMA/T, dan melaporkan hasil inventarisasi dan penelitian kepada Tim Penyelesaian;
menyampaikan usulan penyelesaian masalah ABMA/T sesuai kondisi terkini di wilayahnya dan menyampaikan saran dan rekomendasi penyelesaian kepada Tim Penyelesaian;
melakukan pembahasan bersama atas usulan penyelesaian masalah ABMA/T dengan Tim Penyelesaian;
melaksanakan pengawasan aspek kesesuaian peruntukan terhadap ABMA/T yang telah dilakukan penyelesaian;
melaksanakan pengamanan administrasi, fisik, dan hukum ABMA/T di wilayahnya; dan
melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal terkait dengan penyelesaian masalah ABMA/T.
Tim Asistensi Daerah menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian ABMA/T kepada Direktur Jenderal melalui Tim Penyelesaian setiap tahun.
Pasal 10
Penyelesaian ABMA/T dilakukan dengan cara:
dimantapkan status hukumnya menjadi Barang Milik Negara/Daerah/Desa;
dilepaskan penguasaannya dari Negara kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain dengan cara pembayaran kompensasi kepada Pemerintah;
dikembalikan kepada Pihak Ketiga yang sah; dan/atau
dinyatakan selesai karena keadaan tertentu.
Penyelesaian ABMA/T sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sebagian atau seluruhnya berdasarkan usulan Tim Asistensi Daerah.
Pasal 16
Pemantapan status hukum ABMA/T dapat diusulkan oleh Tim Asistensi Daerah kepada Tim Penyelesaian tanpa melalui proses permohonan, dalam hal ABMA/T dimantapkan status hukumnya menjadi Barang Milik Negara pada pengelola barang.
Pasal 18
ABMA/T yang telah dimantapkan status hukumnya menjadi Barang Milik Negara/Daerah/Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Judul Bagian Ketiga Bab IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Ketiga
Pelepasan Penguasaan dari Negara kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain dengan Cara Pembayaran Kompensasi
Pasal 19
Penyelesaian ABMA/T dapat dilakukan dengan cara dilepaskan penguasaannya kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat huruf b.
Penyelesaian ABMA/T sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap ABMA/T yang telah ditempati/dihuni/digunakan oleh Pihak Ketiga.
Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan permohonan pelepasan penguasaan ABMA/T, dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
menempati/menghuni/menggunakan ABMA/T tersebut secara terus menerus paling singkat 5 (lima) tahun dan/atau telah memiliki sertipikat kepemilikan;
dalam hal Pihak Ketiga:
badan hukum, status badan hukum tersebut bukan merupakan organisasi eksklusif rasial; atau
perseorangan, status perseorangan tersebut tidak pernah menjadi anggota dari organisasi eksklusif rasial; dan
status Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada huruf b diputuskan, dituangkan, serta ditandatangani dalam berita acara rapat Tim Asistensi Daerah.
Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan permohonan pelepasan penguasaan ABMA/T, dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memperoleh surat pernyataan pelepasan hak dari Pihak Ketiga yang menyatakan pelepasan hak kepada Pihak Lain dalam rangka penyelesaian ABMA/T;
dalam hal Pihak Lain:
badan hukum, status badan hukum tersebut bukan merupakan organisasi eksklusif rasial; atau
perseorangan, status perseorangan tersebut tidak pernah menjadi anggota dari organisasi eksklusif rasial; dan
status Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada huruf b diputuskan, dituangkan, serta ditandatangani dalam berita acara rapat Tim Asistensi Daerah.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diajukan kepada Tim Asistensi Daerah.
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
ABMA/T yang akan dilepaskan penguasaannya dari Negara kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain dengan cara pembayaran kompensasi kepada Pemerintah dilakukan penilaian untuk mendapatkan Nilai Wajar.
Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penetapan besaran kompensasi.
Nilai Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Dalam hal terdapat perubahan yang signifikan terhadap kondisi fisik dan/atau perubahan peruntukan wilayah tempat ABMA/T berada, dapat dilakukan penilaian ulang sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal di atas tanah ABMA/T telah berdiri bangunan baru dengan struktur baru yang terpisah dari bangunan ABMA/T, penilaian dilakukan atas tanah dan bangunan lama;
dalam hal di atas tanah ABMA/T telah berdiri bangunan baru yang berdiri dalam struktur yang sama dan merupakan bagian renovasi dari bangunan ABMA/T, penilaian dilakukan atas tanah dan seluruh bangunan; atau
dalam hal bangunan ABMA/T telah dibongkar, penilaian dilakukan atas tanah ABMA/T.
Dalam hal bangunan ABMA/T telah dibongkar tanpa persetujuan Menteri, Pihak Ketiga membayar tambahan kompensasi sebesar 10% (sepuluh persen) seluas tapak bangunan dari Nilai Wajar tanah tempat bangunan ABMA/T berdiri, sebagai pengganti bangunan ABMA/T yang telah dibongkar.
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
Pelepasan penguasaan ABMA/T dari Negara kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain dengan cara pembayaran kompensasi kepada Pemerintah ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari Nilai Wajar ABMA/T.
Besaran pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan keringanan dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk Pihak Ketiga:
sebesar 50% (lima puluh persen) dari Nilai Wajar, dalam hal ABMA/T digunakan untuk: a) tempat kegiatan pendidikan formal yang berizin tetapi belum terakreditasi; b) tempat kegiatan organisasi sosial dan/atau organisasi keagamaan; c) rumah tinggal Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia /Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pensiunan/Purnawirawan/ Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang didasarkan pada suatu keputusan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; atau d) tempat kegiatan pelayanan kesehatan berupa rumah sakit;
sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari Nilai Wajar, dalam hal ABMA/T digunakan untuk kegiatan pendidikan formal berupa sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi C/Baik;
sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari Nilai Wajar, dalam hal ABMA/T digunakan untuk kegiatan pendidikan formal berupa sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi B/Baik Sekali;
sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Nilai Wajar, dalam hal ABMA/T digunakan untuk; a) kegiatan pendidikan formal berupa sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi A/Unggul; atau b) sekolah luar biasa; atau
sebesar 100% (seratus persen) dari Nilai Wajar dalam hal ABMA/T digunakan untuk tempat ibadah agama yang diakui Pemerintah; dan
untuk Pihak Lain:
sebesar 50% (lima puluh persen) dari Nilai Wajar, dalam hal ABMA/T digunakan untuk: a) tempat kegiatan pendidikan formal yang berizin tetapi belum terakreditasi; atau b) tempat kegiatan pelayanan kesehatan berupa rumah sakit;
sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari Nilai Wajar, dalam hal ABMA/T digunakan untuk kegiatan pendidikan formal berupa sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi C/Baik;
sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari Nilai Wajar, dalam hal ABMA/T digunakan untuk kegiatan pendidikan formal berupa sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi B/Baik Sekali; atau
sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Nilai Wajar, dalam hal ABMA/T digunakan untuk: a) kegiatan pendidikan formal berupa sekolah dan/atau perguruan tinggi dengan status akreditasi A/Unggul; atau b) sekolah luar biasa.
Pihak Ketiga atau Pihak Lain mengajukan permohonan pelepasan penguasaan ABMA/T kepada Tim Asistensi Daerah disertai dengan surat pernyataan bermeterai yang memuat pernyataan mengenai kesanggupan membayar berdasarkan besaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), beserta cara pembayaran kompensasi dan jangka waktu pelunasannya.
Ketentuan ayat (2) Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
Penentuan besaran kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dituangkan dalam persetujuan penetapan besaran kompensasi yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Persetujuan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
data ABMA/T;
data Pihak Ketiga atau Pihak Lain penerima pelepasan penguasaan ABMA/T;
besaran kompensasi; dan
cara pembayaran dan jangka waktu pelunasan.
Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
Pembayaran kompensasi dengan cara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya persetujuan penetapan besaran kompensasi.
Pihak Ketiga atau Pihak Lain yang tidak melakukan pelunasan pembayaran kompensasi secara sekaligus, Direktur Jenderal melalui Direktur memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku pula sebagai pemberian kesempatan kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain untuk melakukan pelunasan pembayaran sebelum berakhirnya jangka waktu pembayaran yang disebutkan pada peringatan ketiga.
Dalam hal Pihak Ketiga atau Pihak Lain tidak memenuhi peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dinyatakan batal.
Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
Pembayaran kompensasi dengan cara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan dengan besaran pembayaran yang tetap dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya persetujuan penetapan besaran kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat .
Besaran pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan sebesar 5% (lima persen) per tahun dari besaran kompensasi.
Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), Direktur dan Pihak Ketiga atau Pihak Lain menandatangani perjanjian pembayaran kompensasi dengan cara berkala.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
para pihak yang terikat dalam perjanjian;
data ABMA/T;
besaran kompensasi;
jangka waktu pembayaran kompensasi; dan
hak dan kewajiban para pihak.
Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 26
Pihak Ketiga atau Pihak Lain yang tidak melakukan pembayaran kompensasi secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat pada bulan berjalan dan/atau bulan berikutnya, diberikan peringatan tertulis oleh Direktur Jenderal melalui Direktur pada awal bulan berikutnya.
Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.
Dalam hal Pihak Ketiga atau Pihak Lain tidak memenuhi peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dinyatakan batal.
Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
Dalam hal Pihak Ketiga atau Pihak Lain meninggal dunia merupakan:
Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Pensiunan/Purnawirawan/Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
Swasta perorangan, penyelesaian ABMA/T dengan cara pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), dapat dilanjutkan oleh ahli waris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29
Dalam hal persetujuan kompensasi dinyatakan batal, Pihak Ketiga atau Pihak Lain tidak dapat meminta kembali pembayaran kompensasi dengan cara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat yang telah dibayarkan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal pembayaran kompensasi dilakukan setelah tanggal pembatalan, Pihak Ketiga atau Pihak Lain dapat mengajukan pengembalian pembayaran kompensasi.
Tata cara pengembalian pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penerimaan negara.
Ketentuan Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
ABMA/T yang persetujuan kompensasinya telah dinyatakan batal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (3), dapat dimantapkan status hukumnya menjadi Barang Milik Negara/Daerah/Desa.
Dalam hal ABMA/T sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum memiliki dokumen kepemilikan dan tidak terdapat gugatan, dapat dimantapkan status hukumnya menjadi Barang Milik Negara pada pengelola barang.
Ketentuan mengenai proses pemantapan status ABMA/T sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemantapan status ABMA/T menjadi Barang Milik Negara/Daerah/Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Barang Milik Negara pada pengelola barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
Dalam hal Pihak Ketiga atau Pihak Lain telah selesai melaksanakan kewajiban pembayaran kompensasi, Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai pelepasan penguasaan dari Negara kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain dengan cara pembayaran kompensasi.
Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
Pihak Ketiga atau Pihak Lain yang telah memperoleh ABMA/T dengan cara dilepaskan penguasaannya dari Negara kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain dengan cara pembayaran kompensasi kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilarang melakukan pengalihan atau pemindahtanganan atau perubahan peruntukan ABMA/T tanpa persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Pihak Ketiga atau Pihak Lain yang telah mengembalikan besaran keringanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat .
Pengembalian keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan besarnya persentase keringanan yang telah diterima, dikalikan Nilai Wajar terkini atas tanah dan/atau nilai terdahulu atas bangunan.
Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
ABMA/T dapat dinyatakan selesai karena keadaan tertentu, jika:
ABMA/T tidak ditemukan;
ABMA/T hilang atau musnah akibat bencana alam ( force majeure );
sebelum berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.06/2008, ABMA/T telah:
dipertukarkan dengan aset milik Pihak Ketiga oleh Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah;
dilakukan pemindahtanganan atau dikembalikan kepada Pihak Ketiga oleh Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah;
dikembalikan kepada pemilik perorangan yang sah dengan persetujuan Menteri;
dilepaskan penguasaannya kepada Pihak Ketiga dengan cara pembayaran kompensasi dengan persetujuan Menteri; atau
dimantapkan status hukumnya menjadi Barang Milik Negara/Daerah dengan persetujuan Menteri; dan/atau
ABMA/T merupakan:
tanah _grant sultan; _ atau 2. tanah kasultanan (s ultan ground ), berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Terhadap ABMA/T yang dinyatakan selesai karena keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d, dituangkan dalam berita acara penelitian lapangan yang ditandatangani oleh Tim Asistensi Daerah dan diketahui oleh aparat Pemerintah Daerah setempat.
Terhadap ABMA/T yang dinyatakan selesai karena keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus terlebih dahulu mendapatkan reviu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.
Berdasarkan berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau hasil reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan surat keterangan bahwa ABMA/T dinyatakan selesai karena keadaan tertentu.
Surat keterangan Direktur Jenderal atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menjadi dasar dilakukannya pemutakhiran data ABMA/T.
Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
Pemutakhiran data dilakukan oleh Direktur dalam hal terdapat:
perubahan status terkini ABMA/T; dan/atau
penyelesaian ABMA/T.
Perubahan status terkini ABMA/T sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan usulan dari Tim Asistensi Daerah dan/atau hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b.
Status terkini ABMA/T sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa adanya perubahan atas:
nama;
lokasi;
tahun dikuasai;
kondisi fisik, antara lain perubahan luas tanah dan/atau bangunan; dan/atau
posisi hukum.
Ketentuan ayat (2) Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi atas penyelesaian ABMA/T.
Direktur Jenderal dapat menetapkan ketentuan mengenai pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi atas penyelesaian ABMA/T sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Di antara BAB VII dan BAB VIII disisipkan 1 (satu) bab yakni BAB VIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB VIIA
PENGAMANAN ASET 25. Di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 39A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39A
Tim Asistensi Daerah melakukan pengamanan ABMA/T yang meliputi:
pengamanan administrasi;
pengamanan fisik; dan
pengamanan hukum.
Pengamanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
kegiatan pencatatan aset; dan
pengadministrasian dokumen riwayat aset.
Pengamanan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dengan cara memberikan tanda/papan informasi status kepemilikan ABMA/T dengan memperhatikan situasi dan kondisi aset dimaksud.
Pengamanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:
mengajukan permohonan pencatatan penguasaan ABMA/T kepada instansi yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pertanahan; dan/atau
berkoordinasi dengan unit yang memiliki tugas mengoordinasikan dan melaksanakan advokasi hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan melalui Tim Penyelesaian.
Dalam rangka pengamanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Tim Asistensi Daerah dapat mengikutsertakan unit yang memiliki tugas dan fungsi di bidang advokasi hukum pada Direktorat Jenderal dan Kantor Wilayah.
Ketentuan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.06/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal II
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap permohonan pelepasan penguasaan ABMA/T yang telah disampaikan kepada Tim Asistensi Daerah sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ditandatangani secara elektronik
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal Д DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA, Ѽ DHAHANA PUTRA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR Ж