bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan dalam pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi, perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan mengenai penghitungan dan pemotongan pajak atas penghasilan dimaksud;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi belum menampung kebutuhan penyesuaian tarif pemotongan dan penghitungan pajak penghasilan Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (8) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 58_Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 163, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6904);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN ORANG PRIBADI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang- Undang Pajak Penghasilan.
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang selanjutnya disebut Pemotong Pajak adalah wajib pajak orang pribadi, instansi pemerintah, atau wajib pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Badan adalah badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, termasuk instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Penyelenggara Kegiatan adalah wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang diterima atau diperoleh berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan di Instansi Pemerintah.
Pegawai Tetap adalah Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta Pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang Pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.
Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai, termasuk tenaga kerja lepas, yang hanya menerima penghasilan apabila Pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan atas Pekerjaan Bebas atau jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Pensiunan adalah orang pribadi atau ahli warisnya, termasuk janda, duda, anak, dan/atau ahli waris lainnya, yang menerima atau memperoleh imbalan secara periodik berupa uang pensiun, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, jaminan hari tua, untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu.
Peserta Kegiatan adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, selain yang diterima Pegawai Tetap dari pemberi kerja.
Mantan Pegawai adalah orang pribadi yang sebelumnya merupakan Pegawai di tempat pemberi kerja, tetapi sudah tidak lagi bekerja di tempat tersebut.
Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah batasan penghasilan wajib pajak orang pribadi yang tidak dikenai pajak.
Masa Pajak adalah 1 (satu) bulan kalender atau bagian dari 1 (satu) bulan kalender.
Masa Pajak Terakhir adalah masa Desember, Masa Pajak tertentu di mana Pegawai Tetap berhenti bekerja, atau Masa Pajak tertentu di mana Pensiunan berhenti menerima uang terkait pensiun.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
Pejabat Negara adalah pejabat negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara.
Anggota Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota TNI adalah prajurit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tentara Nasional Indonesia.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota POLRI adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
BAB II
PEMOTONG PAJAK DAN PENERIMA PENGHASILAN
Pasal 2
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan wajib dilakukan oleh Pemotong Pajak.
Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pemberi kerja yaitu orang pribadi dan Badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan;
Instansi Pemerintah, termasuk lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, kesekretariatan lembaga nonstruktural, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun, tunjangan hari tua, jaminan hari tua, dan/atau pembayaran lain dengan nama apa pun yang terkait dengan program pensiun, yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
orang pribadi dan Badan, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya; dan
Penyelenggara Kegiatan, termasuk Badan, Instansi Pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apa pun berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi:
kantor perwakilan negara asing;
organisasi internasional:
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan syarat: a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan b) tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; dan
yang diatur khusus berdasarkan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam peraturan Menteri yang mengatur mengenai pelaksanaan perlakuan pajak penghasilan yang didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian internasional, yang telah ditetapkan oleh Menteri; dan
orang pribadi yang:
tidak melakukan kegiatan usaha atau Pekerjaan Bebas; atau
melakukan kegiatan usaha atau Pekerjaan Bebas dan mempekerjakan orang pribadi yang: a) semata-mata melakukan pekerjaan rumah tangga; atau b) melakukan pekerjaan atau jasa yang tidak terkait dengan kegiatan usaha atau Pekerjaan Bebas pemberi kerja.
Pasal 3
Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan merupakan wajib pajak orang pribadi, meliputi:
Pegawai Tetap;
Pensiunan;
anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang menerima imbalan secara tidak teratur;
Pegawai Tidak Tetap;
Bukan Pegawai;
Peserta Kegiatan;
peserta program pensiun yang masih berstatus Pegawai; dan
Mantan Pegawai.
Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
tenaga ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, pembuat/pencipta konten pada media yang dibagikan secara daring ( influencer, selebgram, blogger, vlogger , dan sejenis lainnya), dan seniman lainnya;
olahragawan;
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
pengarang, peneliti, dan penerjemah;
pemberi jasa dalam segala bidang;
agen iklan;
pengawas atau pengelola proyek;
pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
petugas penjaja barang dagangan;
agen asuransi; dan
distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.
Peserta Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, meliputi:
peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, keagamaan, kesenian, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lainnya;
peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, seminar, lokakarya, atau pertunjukan, atau kegiatan tertentu lainnya;
peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai Penyelenggara Kegiatan tertentu; atau
peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
Pasal 4
Tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, yaitu:
pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan, dengan syarat:
bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; dan
negara asing yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; dan
pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dengan syarat:
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia; atau
yang diatur khusus berdasarkan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam peraturan Menteri yang mengatur mengenai pelaksanaan perlakuan pajak penghasilan yang didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian internasional.
BAB III
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN
Pasal 5
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan, terdiri atas:
penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
penghasilan yang diterima atau diperoleh Pensiunan secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
imbalan kepada anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur;
penghasilan Pegawai Tidak Tetap, yang dapat berupa:
upah harian;
upah mingguan;
upah satuan;
upah borongan; dan
upah yang diterima atau diperoleh secara bulanan;
imbalan kepada Bukan Pegawai sebagai imbalan sehubungan dengan Pekerjaan Bebas atau jasa yang dilakukan, yang dapat berupa:
honorarium;
komisi;
fee ; dan
imbalan sejenis;
imbalan kepada Peserta Kegiatan, yang dapat berupa:
uang saku;
uang representasi;
uang rapat;
honorarium;
hadiah atau penghargaan; dan
imbalan sejenis;
uang manfaat pensiun atau penghasilan sejenisnya yang diambil sebagian oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai Pegawai; dan
penghasilan atau imbalan yang diterima atau diperoleh Mantan Pegawai, yang dapat berupa:
jasa produksi;
tantiem;
gratifikasi sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan;
bonus; dan
imbalan lain yang bersifat tidak teratur.
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa:
seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur ( overtime ) dan penghasilan sejenisnya;
bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur;
imbalan sehubungan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemberi kerja;
pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan iuran jaminan kematian kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, yang dibayarkan oleh pemberi kerja;
pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan kepada badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja; dan
pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan atau pada saat terutangnya penghasilan, sesuai dengan peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
Pasal 6
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi luar negeri merupakan penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan.
Pasal 7
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), tidak termasuk:
pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan;
iuran terkait program pensiun dan hari tua yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, atau badan penyelenggara tunjangan hari tua yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dibayar oleh pemberi kerja;
bantuan, sumbangan, zakat, infak, sedekah, dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan;
bagian laba yang diberikan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; dan
pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemerinta
BAB IV
DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN DAN PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN
Pasal 8
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Pensiunan, yaitu:
penghasilan bruto dalam 1 (satu) Masa Pajak; atau
penghasilan kena pajak.
Penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai berikut:
bagi Pegawai Tetap meliputi seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja; dan
bagi Pensiunan meliputi seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf
Penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Jumlah penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh.
Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan seluruh jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dikurangi dengan pengurangan yang diperbolehkan.
Pasal 9
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) diatur dalam Pasal 7 ayat dan ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
bagi karyawati kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri; atau
bagi karyawati tidak kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri ditambah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk anggota keluarga sedarah dan/atau keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri ditambah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk status kawin dan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk anggota keluarga sedarah dan/atau keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.
Pasal 10
Pengurangan yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) bagi Pegawai Tetap, yaitu:
biaya jabatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
iuran terkait program pensiun dan hari tua, yang terkait dengan gaji, yang dibayar oleh Pegawai melalui pemberi kerja kepada:
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan; dan
badan penyelenggara tunjangan hari tua yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Besarnya biaya jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan.
Dalam hal Pegawai Tetap menerima atau memperoleh penghasilan lebih dari satu pemberi kerja, biaya jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung pada masing-masing pemberi kerja.
Dalam hal Pegawai Tetap menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja yang bukan merupakan Pemotong Pajak, biaya jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan iuran pensiun yang dibayar sendiri dikurangkan dari penghasilan bruto oleh Pegawai Tetap dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.
Pasal 11
Pengurangan yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) bagi Pensiunan, yaitu:
biaya pensiun sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan; dan
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang dibayarkan melalui pembayar uang pensiun berkala kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Besarnya biaya pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, paling banyak Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.
Dalam hal Pensiunan menerima atau memperoleh penghasilan lebih dari satu dana pensiun atau Badan lain yang membayarkan uang pensiun, biaya pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung pada masing-masing dana pensiun atau Badan lain yang membayarkan uang pensiun.
Pasal 12
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang menerima atau memperoleh penghasilan secara tidak teratur yaitu sebesar jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat huruf c.
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap yaitu dalam hal penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d:
tidak diterima atau diperoleh secara bulanan dan jumlah penghasilan bruto sehari sampai dengan Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), sebesar:
penghasilan bruto sehari, dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh harian; atau
rata-rata penghasilan bruto sehari, dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh selain harian.
tidak diterima atau diperoleh secara bulanan dan jumlah penghasilan bruto sehari lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto; atau
diterima atau diperoleh secara bulanan, sebesar jumlah penghasilan bruto.
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Bukan Pegawai yaitu sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e.
Jumlah penghasilan bruto untuk Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
untuk jasa katering merupakan seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dari Pemotong Pajak; atau
untuk jasa selain jasa katering merupakan seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dari Pemotong Pajak, tidak termasuk:
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh tenaga kerja yang dipekerjakan oleh Bukan Pegawai;
pembayaran pengadaan atau pembelian atas barang atau material, yang diterima atau diperoleh penyedia barang atau material dari Bukan Pegawai, yang terkait dengan jasa yang diberikan oleh Bukan Pegawai; dan/atau
pembayaran yang diterima atau diperoleh pihak ketiga dari Bukan Pegawai atas jasa yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut, berdasarkan kontrak atau perjanjian dengan Pemotong Pajak, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan, maka besarnya penghasilan bruto tersebut merupakan sebesar jumlah yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai.
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sepanjang dapat dibuktikan dengan:
kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pemberian lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 1;
faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 2; dan/atau
faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis, termasuk bukti pemberian penghasilan kepada pihak ketiga, sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 3.
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Peserta Kegiatan yaitu sebesar jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f yang pembayarannya bersifat utuh dan tidak dipecah.
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk peserta program pensiun yang masih berstatus Pegawai yaitu sebesar jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf g.
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Mantan Pegawai yaitu sebesar jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf h.
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan untuk wajib pajak orang pribadi luar negeri yaitu sebesar jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
BAB V
TARIF PEMOTONGAN
Pasal 13
Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 terdiri atas:
tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21; dan
tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan.
Tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
tarif efektif bulanan; atau
tarif efektif harian, sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak orang pribadi.
Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak orang pribadi.
Pasal 14
Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan sebesar 20% (dua puluh persen) dan bersifat final atau sesuai dengan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dan negara atau yurisdiksi domisili wajib pajak luar negeri tersebut.
Penerapan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai tata cara penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda.
Dalam hal wajib pajak orang pribadi luar negeri berubah status menjadi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang sudah dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersifat final dan dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan Pajak Orang Pribadi yang terutang untuk Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak yang bersangkutan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
BAB VI
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN
Pasal 15
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi Pegawai Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat huruf a dan Pensiunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b pada:
setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dihitung menggunakan tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a; dan
Masa Pajak Terakhir yaitu sebesar selisih antara Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap dan/atau Pensiunan baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
Pasal 16
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang menerima atau memperoleh penghasilan secara tidak teratur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat huruf c yaitu sebesar tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi Pegawai Tidak Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d dihitung menggunakan:
tarif efektif harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a;
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b; atau
tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat .
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi Peserta Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6).
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7).
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi Mantan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8).
Pajak Penghasilan Pasal 26 yang wajib dipotong bagi wajib pajak orang pribadi luar negeri dihitung menggunakan tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (9).
BAB VII
PENGHASILAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA
Pasal 17
Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi:
Pejabat Negara, untuk:
gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
imbalan tetap sejenisnya, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
penghasilan bruto 1 (satu) Masa Pajak; atau
penghasilan kena pajak.
Penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yaitu seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya.
Penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditentukan berdasarkan penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Jumlah penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh.
Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI ditentukan berdasarkan jumlah seluruh penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikurangi dengan:
biaya jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);
iuran terkait program pensiun dan hari tua, yang terkait dengan gaji, yang dibayar oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI melalui pemberi kerja kepada:
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan; dan
badan penyelenggara tunjangan hari tua yang pendiriannya diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Besarnya penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bagi Pensiunan ditentukan berdasarkan seluruh penghasilan tetap dan teratur dikurangi dengan:
biaya pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2); dan
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang dibayarkan melalui pembayar uang pensiun berkala kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Pasal 18
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya pada:
setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dihitung menggunakan tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a;
Masa Pajak Terakhir yaitu sebesar selisih antara Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat huruf b dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan menerima penghasilan dari 2 (dua) pemberi kerja dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas seluruh penghasilan dimaksud ditanggung oleh pemerintah, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir yang dilakukan oleh selain pemberi kerja yang membayar gaji pokok harus memperhitungkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan, termasuk penghasilan dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada pemberi kerja yang membayar gaji pokok.
Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam hal:
pemberi kerja yang membayar gaji pokok telah menerbitkan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk diperhitungkan dengan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 pemberi kerja lainnya;
penerima penghasilan menyampaikan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada pemberi kerja lainnya; dan
penerima penghasilan membuat surat pernyataan yang menyatakan daftar pemberi kerja dan kesediaan pemberi kerja lainnya untuk memperhitungkan penghasilan dari pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VIII
SAAT TERUTANG DAN TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN
Pasal 19
Saat terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan bagi penerima penghasilan yaitu pada saat terjadinya:
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sesuai dengan peristiwa yang terjadi lebih dahulu;
pengalihan atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sesuai dengan peristiwa yang terjadi lebih dahulu untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk natura; atau
penyerahan hak atau bagian hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan oleh pemberi untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan.
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan oleh Pemotong Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
Pemotongan untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat akhir bulan saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemotongan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan Menteri mengenai perlakuan pajak penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Pasal 20
Pemotong Pajak wajib:
menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang terutang untuk setiap Masa Pajak;
membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dan memberikan bukti pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak;
membuat catatan atau kertas kerja penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan untuk masing- masing penerima penghasilan; dan
menyimpan catatan atau kertas kerja penghitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Catatan atau kertas kerja penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan untuk masing-masing penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menjadi dasar pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang terutang untuk setiap Masa Pajak.
Ketentuan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berlaku dalam hal terdapat penghasilan yang diberikan, termasuk apabila jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.
Dalam hal tidak terdapat pemberian penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi pada bulan yang bersangkutan, ketentuan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Bentuk formulir atas bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 21
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dalam Tahun Pajak yang bersangkutan lebih besar daripada Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak, kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong tersebut wajib dikembalikan oleh Pemotong Pajak kepada Pegawai Tetap dan Pensiunan yang bersangkutan beserta dengan pemberian bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir.
Tidak termasuk kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah.
Dalam hal pada suatu Masa Pajak terjadi kelebihan penyetoran pajak yang terutang oleh Pemotong Pajak, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa.
Dalam hal terdapat kelebihan penyetoran pajak pada pembetulan Surat Pemberitahuan Masa, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan yang terutang pada bulan-bulan berikutnya, tanpa harus berurutan.
Pasal 22
Penerima penghasilan mempunyai hak untuk menerima bukti pemotongan dari Pemotong Pajak.
Penerima penghasilan mempunyai hak untuk menerima pengembalian kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) kecuali atas Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah.
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong, selain Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final, merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan untuk Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak terutangnya penghasilan.
Penerima penghasilan wajib melaporkan seluruh penghasilan yang telah diterima atau diperoleh, baik yang telah dipotong pajak penghasilan maupun tidak dipotong pajak penghasilan, yang bersifat final maupun tidak final, dan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Pasal 23
Tata cara penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan sesuai petunjuk umum dan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B dan huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 951); dan
Pasal 5, Pasal 8, Bagian Pertama angka I, dan Bagian Kedua angka I Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 601), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 TAHUN 2023 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN ORANG PRIBADI FORMAT SURAT PERNYATAAN DAFTAR PEMBERI KERJA DAN KESEDIAAN MEMPERHITUNGKAN SELURUH PENGHASILAN DALAM MENGHITUNG PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA, PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN ORANG PRIBADI, TERMASUK PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA A. CONTOH FORMAT SURAT PERNYATAAN DAFTAR PEMBERI KERJA DAN KESEDIAAN MEMPERHITUNGKAN SELURUH PENGHASILAN DALAM MENGHITUNG PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA SURAT PERNYATAAN DAFTAR PEMBERI KERJA DAN KESEDIAAN MEMPERHITUNGKAN SELURUH PENGHASILAN DALAM MENGHITUNG PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
.………………………….……..…………. ^(1) NPWP/NIK :
.……………………………………………. ^(2) Dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut Pihak Pertama (Pegawai).
Nama :
.………………………….……..…………. ^(3) NPWP/NIK :
.……………………………………………. ^(4) Jabatan : Bendahara ^ Dalam hal ini bertindak atas nama (……..………… ^(5) ) NPWP (……….…….. ^(6) ) ID Subunit Organisasi (……..………… ^(7) ) yang selanjutnya disebut Pihak Kedua (pemberi kerja). PASAL 1 Pihak Pertama menyatakan bahwa dirinya bekerja pada 2 (dua) pemberi kerja sebagai berikut:
Nama :
.…………………………………………….. ^(8) NPWP :
.…………………………………………….. ^(9) ID Subunit Organisasi :
.…………………………………………….. ^(10) 2. Nama :
.…………………………………………….. ^(5) NPWP :
.…………………………………………….. ^(6) ID Subunit Organisasi :
.…………………………………………….. ^(7) PASAL 2 Pihak Kedua bersedia memperhitungkan penghasilan dari (…………………. ^(8) ) dalam menghitung pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor... Tahun... tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun…Nomor…). Menyetujui, Bendahara ............................................. ^(12) ..............., ........................... ^(11) Pembuat Pernyataan, Wajib Pajak ............................................ ^(13) PETUNJUK PENGISIAN FORMAT SURAT PERNYATAAN DAFTAR PEMBERI KERJA DAN KESEDIAAN MEMPERHITUNGKAN PENGHASILAN DARI PEMBERI KERJA YANG LAIN DALAM MENGHITUNG PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNANNYA Nomor (1) : Diisi nama Wajib Pajak. Nomor (2) : Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) Wajib Pajak, sesuai ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan. Nomor (3) : Diisi nama Bendahara dari Instansi Pemerintah selain yang membayar gaji pokok. Nomor (4) : Diisi dengan NPWP atau NIK Bendahara, sesuai ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan. Nomor (5) : Diisi nama Instansi Pemerintah selain yang membayar gaji pokok. Nomor (6) : Diisi NPWP Instansi Pemerintah selain yang membayar gaji pokok. Nomor (7) : Diisi Nomor Identitas Subunit Organisasi selain yang membayar gaji pokok (jika ada). Nomor (8) : Diisi nama Instansi Pemerintah yang membayar gaji pokok Nomor (9) : Diisi NPWP Instansi Pemerintah yang membayar gaji pokok. Nomor (10) : Diisi Nomor Identitas Subunit Organisasi yang membayar gaji pokok (jika ada). Nomor (11) : Diisi kota tempat, tanggal, bulan, dan tahun Surat Pernyataan dibuat. Nomor (12) : Diisi tanda tangan dan nama lengkap Bendahara dari Instansi Pemerintah selain yang membayar gaji pokok. Nomor (13) : Diisi tanda tangan dan nama lengkap Wajib Pajak. B. PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN ORANG PRIBADI BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP DAN PENSIUNAN Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Pensiunan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21, dibedakan sebagai berikut:
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir.
Penghitungan kembali Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak yang digunakan sebagai dasar pengisian bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir. Penghitungan kembali ini dilakukan pada:
bulan di mana Pegawai Tetap berhenti bekerja atau pensiun;
bulan di mana Pensiunan berhenti menerima atau memperoleh uang terkait pensiun;
bulan Desember untuk Pegawai Tetap yang bekerja sampai dengan akhir Tahun Pajak dan untuk Pensiunan yang menerima atau memperoleh uang terkait pensiun sampai dengan akhir Tahun Pajak. I. 1. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap dan Pensiunan dalam 1 (satu) Masa Pajak.
Jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada angka 1 sebagai berikut:
untuk Pegawai Tetap yaitu jumlah bruto seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan
untuk Pensiunan yaitu jumlah bruto seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b yang diterima atau diperoleh dari pembayar uang terkait pensiun berkala dalam 1 (satu) Masa Pajak. I. 2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Pada Masa Pajak Terakhir 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada Masa Pajak Terakhir dihitung berdasarkan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dikurangi dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong pada setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir.
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah penghasilan kena pajak.
Jumlah penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif, sebagaimana dimaksud pada angka 2, dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh.
Jumlah penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 dihitung berdasarkan jumlah penghasilan neto dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Jumlah penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada angka 4 sebagai berikut:
untuk Pegawai Tetap, yaitu jumlah bruto seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja dikurangi dengan biaya jabatan, iuran terkait program pensiun dan hari tua, dan zakat atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, dalam Tahun Pajak bersangkutan; dan
untuk Pensiunan, yaitu jumlah bruto seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b yang diterima atau diperoleh dari pembayar uang pensiun berkala dikurangi dengan biaya pensiun dan zakat atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib yang dibayarkan melalui pembayar uang pensiun berkala kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, dalam Tahun Pajak bersangkutan.
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang berdasarkan saat dimulai atau berakhirnya kewajiban pajak subjektif:
untuk Pegawai Tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja sebelum bulan Desember, Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama yang bersangkutan bekerja pada pemberi kerja;
untuk Pensiunan yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai menerima atau memperoleh uang terkait pensiun setelah bulan Januari atau berhenti menerima atau memperoleh uang terkait pensiun sebelum bulan Desember, Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Pensiunan secara teratur selama yang bersangkutan menerima atau memperoleh uang terkait pensiun dari pembayar uang pensiun berkala; dan
untuk Pegawai Tetap atau Pensiunan yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir lebih besar daripada jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dalam Tahun Pajak bersangkutan, kelebihan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut wajib dikembalikan oleh Pemotong Pajak kepada Pegawai Tetap dan Pensiunan beserta dengan pemberian bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir.
Tidak termasuk kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada angka 7 yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah. II. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK ANGGOTA DEWAN KOMISARIS ATAU DEWAN PENGAWAS YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN SECARA TIDAK TERATUR Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas dalam 1 (satu) Masa Pajak. __ III. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TIDAK TETAP Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang untuk Pegawai Tidak Tetap dibedakan sebagai berikut:
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh tidak secara bulanan dengan jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari:
sampai dengan Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); atau b. lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh secara bulanan. III.1. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Tidak Secara Bulanan 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap, yang tidak diterima atau diperoleh secara bulanan dihitung berdasarkan:
tarif efektif harian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi; atau
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penggunaan tarif sebagaimana dimaksud pada angka 1, ditentukan berdasarkan:
jumlah penghasilan bruto Pegawai Tidak Tetap sehari, dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh harian; atau
rata-rata jumlah penghasilan bruto Pegawai Tidak Tetap sehari, dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh selain harian.
Jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan jumlah bruto seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap.
Penentuan rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b, didasarkan atas jumlah keseluruhan penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap dibagi dengan jumlah hari Pegawai Tidak Tetap bersangkutan bekerja.
Dalam hal jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari sebagaimana dimaksud pada angka 2:
sampai dengan Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) sehari, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif efektif harian dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari; atau
lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) sehari, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari. III.2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Secara Bulanan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap dalam Masa Pajak bersangkutan. IV. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK BUKAN PEGAWAI 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan 50% (lima puluh persen) dari jumlah bruto penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dalam 1 (satu) Masa Pajak atau pada saat terutangnya penghasilan.
Jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada angka 1 sebagai berikut:
untuk jasa katering, yaitu seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dari Pemotong Pajak;
untuk jasa dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik, yaitu sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik;
untuk jasa selain jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, yaitu seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dari Pemotong Pajak, tidak termasuk:
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh tenaga kerja yang dipekerjakan oleh Bukan Pegawai, sepanjang dapat dibuktikan dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pemberian lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan;
pembayaran pengadaan atau pembelian atas barang atau material, yang diterima atau diperoleh penyedia barang atau material dari Bukan Pegawai, yang terkait dengan jasa yang diberikan oleh Bukan Pegawai, sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material; dan/atau
pembayaran yang diterima atau diperoleh pihak ketiga dari Bukan Pegawai atas jasa yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut, sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis, termasuk bukti pemberian penghasilan kepada pihak ketiga, berdasarkan kontrak atau perjanjian dengan Pemotong Pajak.
Dalam hal berdasarkan kontrak/perjanjian, pembayaran-pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf c angka 1) sampai dengan angka 3) tidak dapat dipisahkan, maka besarnya penghasilan bruto atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai tersebut sebesar jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai dari Pemotong Pajak. V. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PESERTA KEGIATAN 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f yang diterima atau diperoleh Peserta Kegiatan dalam 1 (satu) Masa Pajak atau pada saat terutangnya penghasilan.
Dalam hal Peserta Kegiatan merupakan Pegawai Tetap dari pemberi penghasilan, maka pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima sebagai Peserta Kegiatan tersebut digabungkan dengan penghasilan sebagai Pegawai Tetap dalam Masa Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut sebagaimana Petunjuk Umum I (Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pegawai Tetap). VI. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PESERTA PROGRAM PENSIUN YANG MASIH BERSTATUS SEBAGAI PEGAWAI YANG MENARIK UANG MANFAAT PENSIUN ATAU PENGHASILAN SEJENISNYA Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf g yang diterima atau diperoleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai Pegawai dalam 1 (satu) Masa Pajak. VII. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK MANTAN PEGAWAI YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH JASA PRODUKSI, TANTIEM, GRATIFIKASI, BONUS, ATAU IMBALAN LAIN YANG BERSIFAT TIDAK TERATUR Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf h yang diterima atau diperoleh Mantan Pegawai dalam 1 (satu) Masa Pajak. VIII. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN UNTUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI LUAR NEGERI 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% yang bersifat final atau sesuai dengan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dan negara atau yurisdiksi domisili wajib pajak luar negeri tersebut dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi luar negeri, yang dapat digabungkan untuk 1 (satu) Masa Pajak.
Penerapan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda.
Dalam hal wajib pajak orang pribadi luar negeri berubah status menjadi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, atas pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 menjadi bersifat tidak final dan dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan Pajak Orang Pribadi yang terutang untuk Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi bersangkutan. BAGIAN KEDUA: CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN I. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP I. 1. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan dalam Satu Tahun Pajak Tuan A bekerja pada PT Z. Tuan A berstatus menikah dan tidak memiliki tanggungan. Selama tahun 2024, Tuan A menerima atau memperoleh penghasilan sebagai berikut: Bulan Gaji (Rp) Tunjangan (Rp) Tunjangan Hari Raya (Rp) Bonus (Rp) Uang Lembur (Rp) Premi JKK dan JKM (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Januari 10.000.000 20.000.000 80.000 30.080.000 Februari 10.000.000 20.000.000 5.000.000 80.000 35.080.000 Maret 10.000.000 20.000.000 80.000 30.080.000 April 10.000.000 20.000.000 80.000 30.080.000 Premi jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan premi jaminan kematian (JKM) per bulan yang dibayar oleh PT Z untuk Tuan A adalah masing-masing sebesar 0,50% dan 0,30% dari komponen gaji Tuan A. Iuran pensiun yang dibayarkan oleh PT Z untuk Tuan A adalah sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per bulan sedangkan iuran pensiun yang dibayar sendiri oleh Tuan A melalui PT Z adalah sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. Selama tahun 2024, Tuan A melakukan pembayaran zakat sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per bulan melalui PT Z kepada Badan Amil Zakat yang disahkan oleh pemerintah. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan A (K/0), besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan A dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan A selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori A Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 30.080.000 13% 3.910.400 Februari 35.080.000 14% 4.911.200 Maret 30.080.000 13% 3.910.400 April 30.080.000 13% 3.910.400 Mei 35.080.000 14% 4.911.200 Juni 30.080.000 13% 3.910.400 Juli 50.080.000 18% 9.014.400 Agustus 30.080.000 13% 3.910.400 September 30.080.000 13% 3.910.400 Oktober 30.080.000 13% 3.910.400 November 30.080.000 13% 3.910.400 Desember 90.080.000 Jumlah 450.960.000 50.120.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 450.960.000,00 Pengurangan:
Biaya jabatan setahun 5% X Rp450.960.000,00 (maksimal Rp6.000.000,00) Rp 6.000.000,00 Mei 10.000.000 20.000.000 5.000.000 80.000 35.080.000 Juni 10.000.000 20.000.000 80.000 30.080.000 Juli 10.000.000 20.000.000 20.000.000 80.000 50.080.000 Agustus 10.000.000 20.000.000 80.000 30.080.000 September 10.000.000 20.000.000 80.000 30.080.000 Oktober 10.000.000 20.000.000 80.000 30.080.000 November 10.000.000 20.000.000 80.000 30.080.000 Desember 10.000.000 20.000.000 60.000.000 80.000 90.080.000 Jumlah 120.000.000 240.000.000 60.000.000 20.000.000 10.000.000 960.000 450.960.000 2. Iuran pensiun 12 X Rp100.000,00 Rp 200.000,00 3. Zakat 12 X Rp200.000,00 Rp 2.400.000,00 Rp 9.600.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 441.360.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - tambahan untuk menikah Rp 4.500.000,00 Rp 58.500.000,00 Penghasilan kena pajak setahun Rp 382.860.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 60.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% X Rp 190.000.000,00 Rp 28.500.000,00 25% X Rp 132.860.000,00 Rp 33.215.000,00 Rp 64.715.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan November 2024 Rp 50.120.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2024 Rp 14.595.000,00 Catatan :
Pada Masa Pajak Terakhir, yaitu bulan Desember 2024, PT Z harus memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan A sebesar Rp14.595.000,00 (empat belas juta lima ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) dan memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tahun Pajak 2024 kepada Tuan A paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir, yaitu akhir bulan Januari 2025.
Tuan A wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT Z dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT Z untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2024 sebesar Rp64.715.000,00 (enam puluh empat juta tujuh ratus lima belas ribu rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan A. I. 2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Mulai Bekerja atau Berhenti Bekerja dalam Tahun Berjalan I.2.1. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Mulai Bekerja pada Tahun Berjalan I.2.1.1.Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun kalender, tetapi baru bekerja pada pertengahan tahun Tuan B mulai bekerja di PT Y pada tanggal 1 September 2024. Tuan B berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Tuan B menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp15.500.000,00 (lima belas juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan membayar iuran pensiun melalui PT Y sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan B (TK/0), maka besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan B dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan B selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori A Pajak Penghasila n Pasal 21 (Rp) September 15.500.000 7% 1.085.000 Oktober 15.500.000 7% 1.085.000 November 15.500.000 7% 1.085.000 Desember 15.500.000 Jumlah 62.000.000 255.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 62.000.000,00 Pengurangan:
Biaya jabatan ^5% X Rp62.000.000,00 (maksimal 4 X Rp500.000,00) Rp 2.000.000,00 2. Iuran pensiun 4 X Rp 100.000,00 Rp 400.000,00 Rp 2.400.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 59.600.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Penghasilan kena pajak setahun Rp 5.600.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 5.600.000,00 Rp 280.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan November 2024 Rp 3.255.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang lebih dipotong (Rp 2.975.000,00) Catatan :
Kelebihan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut dikembalikan oleh PT Y kepada Tuan B beserta dengan pemberian bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak Terakhir, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir, yaitu akhir bulan Januari 2025.
Tuan B wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT Y dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT Y untuk Masa Pajak September sampai dengan Desember 2024 sebesar Rp280.000,00 (dua ratus delapan puluh ribu rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan B. I.2.1.2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak dalam negeri dimulai setelah awal Tahun Pajak dan mulai bekerja pada tahun berjalan Tuan C merupakan warga negara Australia yang mulai menetap di Indonesia dan bekerja di PT X pada tanggal 1 September 2024 dengan masa kontrak selama 3 (tiga) tahun. Tuan C berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Tuan C menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp15.500.000,00 (lima belas juta lima ratus ribu rupiah) per bulan. Mulai bulan September 2024, Tuan C melakukan pembayaran sumbangan keagamaan yang bersifat wajib sebesar Rp775.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) per bulan melalui PT X kepada lembaga keagamaan yang disahkan oleh pemerintah. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan C (TK/0), maka besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan C dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan C selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori A Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) September 15.500.000 7% 1.085.000 Oktober 15.500.000 7% 1.085.000 November 15.500.000 7% 1.085.000 Desember 15.500.000 Jumlah 62.000.000 3.255.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 62.000.000,00 Pengurangan:
Biaya jabatan 5% X Rp62.000.000,00 (maksimal 4 X Rp500.000,00) 2.000.000,00 2. Sumbangan keagamaan yang bersifat wajib 4 X Rp 775.000,00 Rp 3.100.000,00 Rp 5.100.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 56.900.000,00 Penghasilan neto disetahunkan 12/4 X Rp 56.900.000,00 Rp 170.700.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Penghasilan kena pajak setahun (dibulatkan ke bawah hingga Rp 116.700.000,00 ribuan rupiah penuh) Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang 5% X Rp 60.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% X Rp 56.700.000,00 Rp 8.505.000,00 Rp 1505.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dalam tahun 2024 4/12 X Rp 11.505.000,00 Rp 3.835.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan November 2024 Rp 3.255.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2024 Rp 580.000,00 Catatan:
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan karena kewajiban pajak subjektif Tuan C baru dimulai setelah bulan Januari, yaitu bulan September.
Tuan C wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT X dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT X pada Masa Pajak September sampai dengan Desember 2024 sebesar Rp835.000,00 (tiga juta delapan ratus tiga puluh lima ribu rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan C. I.2.2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja pada Tahun Berjalan I.2.2.1. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif saat Berhenti Bekerja pada Tahun Berjalan Tuan D mulai bekerja di PT W sejak tahun 2020. Tuan D berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Pada tanggal 1 September 2024, Tuan D berhenti bekerja pada PT W. Selama tahun 2024, Tuan D menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp17.500.000,00 (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan membayar iuran pensiun untuk setiap bulannya melalui PT W sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan D (TK/0), maka besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan D dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan D sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori A Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 17.500.000 8% 1.400.000 Februari 17.500.000 8% 1.400.000 Maret 17.500.000 8% 1.400.000 April 17.500.000 8% 1.400.000 Mei 17.500.000 8% 1.400.000 Juni 17.500.000 8% 1.400.000 Juli 17.500.000 8% 1.400.000 Agustus 17.500.000 Jumlah 140.000.000 9.800.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Agustus 2024: Penghasilan bruto sampai dengan bulan Agustus 2024 Rp 140.000.000,00 Pengurangan:
Biaya jabatan 5% X Rp140.000.000,00 (maksimal 8 X Rp500.000,00) Rp 4.000.000,00 2. Iuran pensiun 8 X Rp 100.000,00 Rp 800.000,00 Rp 4.800.000,00 Penghasilan neto sampai dengan bulan Agustus 2024 Rp 135.200.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Penghasilan kena pajak sampai dengan bulan Agustus 2024 Rp 8200.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang sampai dengan bulan Agustus 2024 5% X Rp 60.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% X Rp 21.200.000,00 Rp 3.180.000,00 Rp 6.180.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan Juli 2024 Rp 9.800.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang lebih dipotong (Rp 3.620.000,00) Catatan:
Kelebihan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut dikembalikan oleh PT W kepada Tuan D beserta dengan pemberian bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak Terakhir, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Tuan D berhenti bekerja, yaitu akhir bulan September 2024.
Tuan D wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT W dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT W untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Agustus 2024 sebesar Rp6.180.000,00 (enam juta seratus delapan puluh ribu rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan D. I.2.2.2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif saat Berhenti Bekerja pada Suatu Pemberi Kerja dan Mulai Bekerja pada Pemberi Kerja Lainnya pada Tahun Berjalan Melanjutkan contoh penghitungan dalam I.2.2.1. Setelah berhenti bekerja pada PT W, pada bulan September 2024 Tuan D bekerja pada PT AB dan menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp22.500.000,00 (dua puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) per bulan. Tuan D membayar iuran pensiun melalui PT AB sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan D (TK/0), maka besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan D dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan D dari PT AB sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori A Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) September 22.500.000 9% 2.025.000 Oktober 22.500.000 9% 2.025.000 November 22.500.000 9% 2.025.000 Desember 22.500.000 Jumlah 90.000.000 6.075.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Dalam hal Tuan D tidak menyerahkan bukti pemotongan dari PT W ke PT AB: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 90.000.000,00 Pengurangan:
Biaya jabatan 5% X Rp90.000.000,00 (maksimal 4 X Rp500.000,00) Rp 2.000.000,00 2. Iuran pensiun 4 X Rp 100.000,00 Rp 400.000,00 Rp 2.400.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 87.600.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Penghasilan kena pajak setahun Rp 33.600.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 33.600.000,00 Rp 680.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong bulan September sampai dengan November 2024 Rp 6.075.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang lebih dipotong (Rp 4.395.000,00) Catatan:
Kelebihan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut dikembalikan oleh PT AB kepada Tuan D beserta dengan pemberian bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak terakhir, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir, yaitu akhir bulan Januari 2025.
Tuan D melaporkan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang berasal dari PT W maupun PT AB, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak 2024 dan melakukan penghitungan Pajak Penghasilan terutang atas seluruh penghasilan dimaksud.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT W untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Agustus 2024 sebesar Rp6.180.000,00 (enam juta seratus delapan puluh ribu rupiah) dan oleh PT AB untuk Masa Pajak September sampai dengan Desember 2024 sebesar Rp1.680.000,00 (satu juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan D. Dengan demikian, total kredit Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan D adalah sebesar Rp7.860.000,00 (tujuh juta delapan ratus enam puluh ribu rupiah). Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Dalam hal Tuan D menyerahkan bukti pemotongan dari PT W kepada PT AB: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 90.000.000,00 Pengurangan:
Biaya jabatan sebulan 5% X Rp90.000.000,00 (maksimal 4 X Rp500.000,00) Rp 2.000.000,00 2. Iuran pensiun 4 X Rp 100.000,00 Rp 400.000,00 Rp 2.400.000,00 Penghasilan neto bulan September s.d. Desember 2024 di PT AB Rp 87.600.000,00 Penghasilan neto bulan Januari s.d. Agustus 2024 di PT W Rp 135.200.000,00 Penghasilan neto bulan Januari s.d. bulan Desember 2024 Rp 222.800.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Penghasilan kena pajak setahun Rp 168.800.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 60.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% X Rp 108.800.000,00 Rp 16.320.000,00 Rp 19.320.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong bulan Januari s.d. Agustus 2024 di PT W Rp 6.180.000,00 PPh Pasal 21 terutang bulan September s.d. Desember 2024 Rp 13.140.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong bulan September s.d. November 2024 di PT AB Rp 6.075.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong pada bulan Desember 2024 Rp 7.065.000,00 Catatan:
PT AB dapat memperhitungkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelumnya yaitu PT W, dalam hal Tuan D menunjukkan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak Terakhir dari PT W kepada PT AB.
Tuan D melaporkan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang berasal dari PT W maupun PT AB, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak 2024 dan melakukan penghitungan Pajak Penghasilan terutang atas seluruh penghasilan dimaksud.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT W untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Agustus 2024 sebesar Rp6.180.000,00 (enam juta seratus delapan puluh ribu rupiah) dan oleh PT AB untuk Masa Pajak September sampai dengan Desember 2024 sebesar Rp1140.000,00 (tiga belas juta seratus empat puluh ribu rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan D. Dengan demikian, total kredit Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan D adalah sebesar Rp19.320.000,00 (sembilan belas juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah). I.2.2.3. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja pada Tahun Berjalan dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak Subjektif Tuan E mulai bekerja di PT V sejak tahun 2020. Tuan E berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Pada tanggal 1 September 2024, Tuan E berhenti bekerja dan meninggalkan Indonesia untuk kembali ke negara asalnya. Selama tahun 2024, Tuan E menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp17.500.000,00 (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah) per bulan. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan E (TK/0), maka besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan E dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan E sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori A Pajak Penghasila n Pasal 21 (Rp) Januari 17.500.000 8% 1.400.000 Februari 17.500.000 8% 1.400.000 Maret 17.500.000 8% 1.400.000 April 17.500.000 8% 1.400.000 Mei 17.500.000 8% 1.400.000 Juni 17.500.000 8% 1.400.000 Juli 17.500.000 8% 1.400.000 Agustus 17.500.000 Jumlah 140.000.000 9.800.000 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Agustus 2024: Penghasilan bruto sampai dengan bulan Agustus 2024 Rp 140.000.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan 5% X Rp140.000.000,00 (maksimal 8 x Rp500.000,00) Rp 4.000.000,00 Penghasilan neto sampai dengan bulan Agustus 2024 Rp 136.000.000,00 Penghasilan neto disetahunkan 12/8 X Rp 136.000.000,00 Rp 204.000.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 Penghasilan kena pajak setahun Rp 150.000.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang 5% X Rp 60.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% X Rp 90.000.000,00 Rp 13.500.000,00 Rp 16.500.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang sampai dengan bulan Agustus 2024 8/12 X Rp 16.500.000,00 Rp 11.000.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan Juli 2024 Rp 9.800.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Agustus 2024 Rp 1.200.000,00 Catatan:
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan karena kewajiban pajak subjektif Tuan E berakhir sebelum bulan Desember.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT V untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Agustus 2024 sebesar Rp11.000.000,00 (sebelas juta rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan E. I. 3. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan yang Sebagian atau Seluruhnya Diterima atau Diperoleh dalam Mata Uang Asing Tuan F bekerja sebagai Pegawai Tetap pada PT U. Pada bulan Januari 2024, Tuan F menerima atau memperoleh gaji sebesar US$000 (dua ribu dolar Amerika Serikat) per bulan. Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dilakukannya pembayaran adalah sebesar Rp15.000,00 (lima belas ribu rupiah) per US$1. Tuan F berstatus menikah dan memiliki 3 (tiga) orang anak. Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Tuan F pada Januari 2024 adalah sebesar US$2.000 x Rp15.000,00 = Rp30.000.000,00. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) dan jumlah penghasilan bruto sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan F pada bulan Januari 2024 dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori C sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu dengan tarif sebesar 11% (sebelas persen). Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan F pada bulan Januari 2024 adalah sebesar 11% x Rp30.000.000,00= Rp3.300.000,00. I. 4. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan yang Seluruh atau Sebagian Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang Ditanggung oleh Pemberi Kerja Tuan G bekerja sebagai Pegawai Tetap pada PT T. Tuan G berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Pada bulan Agustus 2024, Tuan G menerima gaji sebesar Rp51.827.997,00 (lima puluh satu juta delapan ratus dua puluh tujuh ribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh rupiah). Kebijakan perusahaan pada PT T adalah menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 seluruh karyawannya. Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji Tuan G yang ditanggung oleh PT T merupakan penggantian dalam bentuk kenikmatan bagi Tuan G dalam Masa Pajak yang bersangkutan dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Dalam hal besarnya penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Tuan G pada Masa Pajak bersangkutan dihitung secara full gross up, penghasilan bruto Tuan G yang menjadi dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp65.605.059,00 (enam puluh lima juta enam ratus lima ribu lima puluh sembilan rupiah). Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/0), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan G pada bulan Agustus 2024, dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu dengan tarif sebesar 21% (dua puluh satu persen). Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan Tuan G pada bulan Agustus 2024 adalah sebesar 21% x Rp65.605.059,00 = Rp13.777.062,00 I. 5. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Menerima atau Memperoleh Tunjangan Pajak Tuan H bekerja sebagai Pegawai Tetap pada PT S. Tuan H berstatus menikah dan memiliki 2 (dua) orang anak. Pada bulan Juli 2024, Tuan H menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp6.500.000,00 (enam juta lima ratus ribu rupiah) dan tunjangan pajak sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) serta membayar iuran pensiun melalui PT S sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Tunjangan pajak yang diberikan kepada Pegawai merupakan bagian dari penghasilan bagi Pegawai yang bersangkutan, sedangkan iuran pensiun tidak diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto karena dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu penghasilan bruto. Dengan demikian, jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Tuan H pada bulan Juli 2024 adalah: Gaji sebulan Rp 6.500.000,00 Tunjangan pajak Rp 300.000,00 Penghasilan bruto sebulan Rp 6.800.000,00 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2) dan jumlah penghasilan bruto sebulan sebesar Rp6.800.000,00 (enam juta delapan ratus ribu rupiah), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan H pada bulan Juli 2024 dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori B sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu dengan tarif sebesar 0,5% (nol koma lima persen). Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan H pada bulan Juli 2024 adalah sebesar 0,5% x Rp6.800.000,00 = Rp34.000,00. I. 6. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan yang Diterima atau Diperoleh Pegawai. Tuan I merupakan warga negara Inggris dengan status menikah dan memiliki 1 (satu) orang anak. Tuan I mulai bekerja sebagai Pegawai Tetap pada PT R sejak bulan Juni 2023. Selama Tahun 2024, Tuan I menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah) per bulan. Pada bulan Januari 2024, Tuan I menerima atau memperoleh beasiswa dari PT R untuk menempuh jenjang pendidikan Doktoral di Universitas O di Indonesia dengan nilai beasiswa sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Beasiswa yang diterima oleh Tuan I dari PT R tidak memenuhi persyaratan untuk dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Penghasilan atas Beasiswa yang Memenuhi Persyaratan Tertentu dan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan. Beasiswa tersebut merupakan imbalan dalam bentuk kenikmatan yang merupakan objek pajak penghasilan bagi Tuan I dan dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Tuan I pada bulan Januari 2024 sebagai berikut: Gaji Rp 35.000.000,00 Beasiswa Rp 20.000.000,00 Penghasilan bruto sebulan Rp 55.000.000,00 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/1) dan jumlah penghasilan bruto sebulan sebesar Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan I pada bulan Januari 2024, dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori B sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu dengan tarif sebesar 19% (sembilan belas persen). Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan I pada bulan Januari 2024 adalah sebesar 19% x Rp55.500.000,00 = Rp10.545.000,00. II. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PENSIUN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH SECARA BERKALA Tuan J mulai bekerja sebagai Pegawai Tetap pada PT Q sejak tahun 2011. Tuan J berstatus menikah dan memiliki 2 (dua) orang anak. Pada tanggal 1 Januari 2024, Tuan J memasuki masa pensiun dan menerima atau memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun sebesar Rp6.300.000,00 (enam juta tiga ratus ribu rupiah) per bulan. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan J (K/2), besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan J dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori B sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, sebesar 0,25% (nol koma dua lima persen). Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas uang pensiun selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada setiap Masa Pajak Selain Masa Pajak Terakhir Bulan Uang Pensiun (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori B Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 6.300.000 0,25% 15.750 Februari 6.300.000 0,25% 15.750 Maret 6.300.000 0,25% 15.750 April 6.300.000 0,25% 15.750 Mei 6.300.000 0,25% 15.750 Juni 6.300.000 0,25% 15.750 Juli 6.300.000 0,25% 15.750 Agustus 6.300.000 0,25% 15.750 September 6.300.000 0,25% 15.750 Oktober 6.300.000 0,25% 15.750 November 6.300.000 0,25% 15.750 Desember 6.300.000 Jumlah 75.600.000 173.250 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 75.600.000,00 Pengurangan: Biaya pensiun setahun 5% X Rp75.600.000,00 (maksimal Rp2.400.000,00) Rp 2.400.000,00 Penghasilan neto Rp 73.200.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun - untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - Tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 - tambahan 2 (dua) orang anak Rp 9.000.000,00 Rp 67.500.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 5.700.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang setahun 5% X Rp 5.700.000,00 Rp 285.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan November 2024 Rp 173.250,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2024 Rp 111.750,00 Catatan :
Pada Masa Pajak Terakhir, yaitu bulan Desember 2024, Dana Pensiun harus memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan J sebesar Rp11750,00 (seratus sebelas ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) dan memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tahun Pajak 2024 kepada Tuan J paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir, yaitu akhir bulan Januari 2025.
Dengan demikian, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang menjadi kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan J sebesar Rp285.000,00 (dua ratus delapan puluh lima ribu rupiah). III. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS ANGGOTA DEWAN KOMISARIS ATAU DEWAN PENGAWAS YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN SECARA TIDAK TERATUR Tuan P adalah seorang komisaris di PT K. Selama tahun 2024, Tuan P hanya menerima atau memperoleh penghasilan dari PT K di bulan Desember 2024. Tuan P berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Pada bulan Desember 2024, Tuan P menerima atau memperoleh honorarium sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). a. Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/0) dan jumlah bruto honorarium sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan P pada bulan Desember 2024, dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen).
Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas honorarium yang diterima atau diperoleh Tuan P pada bulan Desember 2024 adalah sebesar 20% x Rp 60.000.000,00 = Rp12.000.000,00. Catatan:
Pada bulan Desember 2024, PT K harus memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan P sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan P.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT K sebesar Rp1000.000,00 (dua belas juta rupiah) tersebut merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan P. IV. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TIDAK TETAP IV.1. __ Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan yang Tidak Diterima atau Diperoleh Secara Bulanan __ IV.1.1.Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap yang Menerima atau Memperoleh Upah Harian dengan Jumlah Penghasilan Bruto sampai dengan Rp2.500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) Sehari Tuan K bekerja di PT P. Pada bulan Januari 2024, Tuan K melakukan pekerjaan perakitan jam tangan selama 20 (dua puluh) hari dan menerima atau memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara harian sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari. a. Berdasarkan jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan K dalam sehari dihitung berdasarkan tarif efektif harian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu dengan tarif efektif harian sebesar 0,5% (nol koma lima persen).
Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan K per hari sebesar 0,5% x Rp500.000,00 = Rp2.500,00. Catatan:
PT P memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan K dan membuat 20 (dua puluh) bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan K.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT P merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan K. IV.1. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap yang Menerima atau Memperoleh Upah Borongan dengan Jumlah Penghasilan Bruto sampai dengan Rp2.500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) Sehari Tuan L bekerja pada PT O. Pada bulan Juni 2024, Tuan L melakukan pekerjaan perakitan bingkai foto selama 10 (sepuluh) hari. Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, Tuan L menerima atau memperoleh penghasilan sebesar Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah). a. Rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari yang diterima atau diperoleh Tuan L atas pekerjaan pemasangan bingkai yaitu sebesar Rp4.500.000,00 : 10 = Rp450.000,00 b. Berdasarkan rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan L dalam sehari dihitung berdasarkan tarif efektif harian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan L per hari sebesar 0% x Rp450.000,00 = Rp0,00. Catatan:
PT O tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan L, tetapi tetap wajib membuat 10 (sepuluh) bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan L (sepanjang sistem informasi perpajakan belum mengakomodasi pembuatan 1 (satu) bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 gabungan untuk beberapa hari).
Atas bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut, Tuan L wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT O tersebut dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024. IV.1.3.Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap yang Menerima atau Memperoleh Upah Satuan dengan Jumlah Penghasilan Bruto Lebih dari Rp500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) Sehari Tuan M bekerja pada PT N. Tuan M menerima atau memperoleh penghasilan harian berdasarkan jumlah unit TV yang diperbaiki dengan besaran penghasilan yang dibayarkan adalah sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per unit TV. Tuan M menyelesaikan perbaikan TV sebanyak 10 (sepuluh) buah dalam sehari dan menerima atau memperoleh penghasilan sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juga rupiah). Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan M sebagai berikut:
Berdasarkan jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan M dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto sehari.
Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan M sebesar 5% x 50% x Rp3.000.000,00 = Rp75.000,00. Catatan:
PT N memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan M sebesar Rp75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan M.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT N merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan M. IV.1.4.Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap yang Menerima atau Memperoleh Upah Borongan dengan Jumlah Penghasilan Bruto Lebih dari Rp500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) Sehari Tuan Z bekerja pada PT A. Tuan Z melakukan pekerjaan pengecekan material selama 5 (lima) hari. Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, Tuan Z menerima atau memperoleh penghasilan sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan Z sebagai berikut:
Rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari yang diterima atau diperoleh Tuan Z sebesar Rp15.000.000,00 : 5 = Rp3.000.000,00.
Berdasarkan rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan Z dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan 50% (lima puluh persen) dari rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari.
Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan Z per hari sebesar 5% x 50% x Rp3.000.000,00 = Rp75.000,00. Catatan:
PT A memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan Z dan membuat 5 (lima) bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan Z (sepanjang sistem informasi perpajakan belum mengakomodasi pembuatan 1 (satu) bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 gabungan untuk beberapa hari).
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT A sebesar Rp375.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan Z. IV. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh __ secara Bulanan Tuan N bekerja sebagai pemetik teh pada perkebunan milik PT M. Tuan N berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Tuan N menerima atau memperoleh penghasilan yang dibayarkan secara bulanan berdasarkan hasil panen yang diperolehnya. Selama tahun 2024, Tuan N menerima atau memperoleh penghasilan sebagai berikut: Bulan Jumlah Penghasilan (Rp) Januari 4.000.000 Februari 7.000.000 Maret 1.000.000 April 7.000.000 Mei 8.000.000 Juni 6.000.000 Juli 7.000.000 Agustus 8.000.000 September 6.000.000 Oktober 9.000.000 November 2.000.000 Desember 8.000.000 Jumlah 73.000.000 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/0), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan N dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan N selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada setiap Masa Pajak Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori A Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 4.000.000 0% 0 Februari 7.000.000 1,25% 87.500 Maret 1.000.000 0% 0 April 7.000.000 1,25% 87.500 Mei 8.000.000 1,5% 120.000 Juni 6.000.000 0,75% 45.000 Juli 7.000.000 1,25% 87.500 Agustus 8.000.000 1,5% 120.000 September 6.000.000 0,75% 45.000 Oktober 9.000.000 1,75% 157.500 November 2.000.000 0% 0 Desember 8.000.000 1,5% 120.000 Jumlah 73.000.000 870.000 Catatan:
PT M membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan N setiap bulan, termasuk di bulan-bulan saat Pajak Penghasilan Pasal 21 nihil.
Tuan N wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT M dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT M merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024. V. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS BUKAN PEGAWAI V.1 __ Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Jasa Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas __ Tuan U adalah seorang pengacara dan sedang menangani sengketa kasus penyalahgunaan hak cipta milik PT F. Atas penyelesaian kasus tersebut, Tuan U menerima atau memperoleh imbalan dari PT F sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). a. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas yang diterima atau diperoleh Tuan U dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Bukan Pegawai.
Dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan U adalah sebesar 50% x Rp400.000.000,00 = Rp200.000.000,00 c. Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan U adalah sebesar (5% x Rp60.000.000,00) + (15% x Rp140.000.000,00) = Rp24.000.000,00. Catatan:
PT F memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan U sebesar Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan U.
Tuan U wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT F dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT F merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan U. V.2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Jasa Dokter yang Melakukan Praktik di Rumah Sakit dan/atau Klinik Tuan R merupakan dokter spesialis anak yang melakukan praktik di Rumah Sakit ABC dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% (dua puluh persen) oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% (delapan puluh persen) dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada Tuan R pada setiap akhir bulan. Selama tahun 2024, jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien dari praktik Tuan R di Rumah Sakit ABC sebagai berikut: Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rp) Januari 45.000.000,00 Februari 49.000.000,00 Maret 47.000.000,00 April 40.000.000,00 Mei 44.000.000,00 Juni 52.000.000,00 Juli 40.000.000,00 Agustus 35.000.000,00 September 45.000.000,00 Oktober 44.000.000,00 November 4000.000,00 Desember 40.000.000,00 Jumlah 524.000.000,00 Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan R dari praktik di Rumah Sakit ABC sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada setiap Masa Pajak Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rp) Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang (Rp) (1) (2) (3)=50% x (2) (4) (5)=(3) x (4) Januari 45.000.000 22.500.000 5% 1.125.000 Februari 49.000.000 24.500.000 5% 1.225.000 Maret 47.000.000 23.500.000 5% 1.175.000 April 40.000.000 20.000.000 5% 1.000.000 Mei 44.000.000 22.000.000 5% 1.100.000 Juni 52.000.000 26.000.000 5% 1.300.000 Juli 40.000.000 20.000.000 5% 1.000.000 Agustus 35.000.000 17.500.000 5% 875.000 September 45.000.000 22.500.000 5% 1.125.000 Oktober 44.000.000 22.000.000 5% 1.100.000 November 43.000.000 21.500.000 5% 1.075.000 Desember 40.000.000 20.000.000 5% 1.000.000 Jumlah 524.000.000 262.000.000 13.100.000 Catatan:
Rumah Sakit ABC membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan R setiap bulan.
Tuan R wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Rumah Sakit ABC dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh Rumah Sakit ABC merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan R. V. Penghitungan __ Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Imbalan Jasa Pada bulan November 2024, Tuan T melakukan penyerahan jasa perbaikan komputer kepada PT G dan menerima atau memperoleh imbalan jasa sebesar Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah). a. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas imbalan jasa yang diterima atau diperoleh Tuan T dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Bukan Pegawai.
Dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan T adalah sebesar 50% x Rp7.000.000,00 = Rp3.500.000,00.
Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan T adalah sebesar 5% x Rp3.500.000,00 = Rp175.000,00. Catatan:
PT G memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan T sebesar Rp175.000,00 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan T.
Tuan T wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT G dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT G merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan T. V.4. Penghitungan __ Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Diterima oleh Bukan Pegawai Sehubungan dengan Pemberian Jasa, yang dalam Pemberian Jasanya Mempekerjakan Orang Lain Sebagai Pegawainya dan/atau Melakukan Penyerahan Material/Bahan Pada bulan Agustus 2024, Tuan V melakukan penyerahan jasa perawatan AC kepada PT E dan menerima atau memperoleh imbalan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Sehubungan dengan penyerahan jasa dimaksud, Tuan V mempekerjakan seorang ahli kelistrikan dengan upah sebesar Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) dan melakukan penggantian komponen AC yang rusak seharga Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), sebagaimana telah dituangkan dalam kontrak antara Tuan V dan PT E dan dibuktikan dengan faktur tagihan dari ahli kelistrikan serta faktur pembelian komponen AC yang dilampirkan oleh Tuan V. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan V sehubungan dengan penyerahan jasa perawatan AC kepada PT E sebagai berikut:
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan jasa yang diterima atau diperoleh Tuan V dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Bukan Pegawai.
Jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak termasuk pembayaran upah ahli kelistrikan dan besaran harga komponen yang diserahkan oleh Tuan V.
Dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan V adalah sebesar 50% x (Rp10.000.000,00 – (Rp4.500.000,00 + Rp1.000.000,00))= Rp2.250.000,00.
Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan V adalah sebesar 5% x Rp2.250.000,00 = Rp112.500,00. Catatan:
PT E memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan V sebesar Rp112.500,00 (seratus dua belas ribu lima ratus rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan V.
Tuan V wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT E dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT E sebesar Rp112.500,00 (seratus dua belas ribu lima ratus rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan V. VI. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA PENGHARGAAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH PESERTA KEGIATAN, PENARIKAN UANG MANFAAT PENSIUN OLEH PESERTA PROGRAM PENSIUN YANG MASIH BERSTATUS SEBAGAI PEGAWAI, DAN JASA PRODUKSI, TANTIEM, GRATIFIKASI YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH MANTAN PEGAWAI VI.1. Penghitungan __ Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa penghargaan yang diterima atau diperoleh Peserta Kegiatan Tuan W adalah seorang atlet bulutangkis profesional Indonesia yang bertempat tinggal di Jakarta. Pada bulan September 2024, Tuan W menjuarai turnamen nasional yang diselenggarakan oleh PT D dan menerima atau memperoleh hadiah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan berupa hadiah yang diterima atau diperoleh Tuan W dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto. Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas hadiah yang diterima atau diperoleh Tuan W adalah sebesar (5% x Rp60.000.000,00) + (15% x Rp140.000.000) = Rp24.000.000,00 Catatan:
PT D memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan W sebesar Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan W.
Tuan W wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT D dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT D sebesar Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan W.
Dalam hal Tuan W merupakan Pegawai Tetap dari PT D, maka pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas hadiah yang diterima Tuan W tersebut digabungkan dengan penghasilan sebagai Pegawai Tetap masa September 2024 sebagaimana contoh I.1 (Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan dalam Satu Tahun Pajak) VI.2. __ Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penarikan Uang Manfaat Pensiun oleh Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai __ Tuan Q bekerja sebagai Pegawai Tetap pada PT J. Tuan Q menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per bulan. PT J telah mengikutsertakan pegawainya dalam program pensiun yang diselenggarakan Dana Pensiun DEF yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Iuran pensiun yang dibayarkan ke Dana Pensiun DEF ditanggung oleh PT J sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per bulan sedangkan yang dibayar sendiri oleh Tuan Q melalui PT J adalah sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. Pada bulan April 2024, Tuan Q memerlukan dana untuk persiapan masa pensiun dan melakukan penarikan uang manfaat pensiun dari Dana Pensiun DEF sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Pada bulan Juni 2024, Tuan Q kembali melakukan penarikan uang manfaat pensiun sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penarikan uang manfaat pensiun yang dilakukan oleh Tuan Q dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah bruto uang manfaat pensiun yaitu sebagai berikut:
atas penarikan uang manfaat pensiun pada bulan April 2024, besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebesar 5% x Rp20.000.000,00 = Rp1.000.000,00.
atas penarikan uang manfaat pensiun pada bulan Juni 2024, besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebesar 5% x Rp15.000.000,00 = Rp750.000,00. Catatan:
Dana Pensiun DEF memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan Q sebesar Rp000.000,00 (satu juta rupiah) pada bulan April 2024 dan Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) pada bulan Juni 2024, serta membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan Q.
Tuan Q wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Dana Pensiun DEF dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh Dana Pensiun DEF sebesar Rp1.750.000,00 (satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan Q. VI.3 __ Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Jasa Produksi, Tantiem, dan Gratifikasi yang Diterima atau Diperoleh Mantan Pegawai __ Pada tanggal 1 April 2024, Tuan O berhenti bekerja dari PT L karena telah memasuki usia pensiun. Pada tanggal 1 Oktober 2024, Tuan O menerima atau memperoleh penghasilan jasa produksi tahun 2023 dari PT L sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan jasa produksi yang diterima atau diperoleh Tuan O dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto. Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas jasa produksi yang diterima atau diperoleh Tuan O pada bulan Oktober 2024 adalah sebesar 5% x Rp60.000.000,00 = Rp000.000,00. Catatan:
Pada bulan Oktober 2024, PT L memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan O sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan O.
Tuan O wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT L dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT L sebesar Rp000.000,00 (tiga juta rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan O. VII. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, ATAU KEGIATAN ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI LUAR NEGERI VII.1 . Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pegawai yang Berstatus Wajib Pajak Luar Negeri yang Menerima atau Memperoleh Gaji dalam Mata Uang Rupiah __ Tuan X adalah warga negara asing yang bekerja pada PT C dan berada di Indonesia kurang dari 183 hari. Tuan X menerima atau memperoleh penghasilan pada bulan Maret 2024 sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan X adalah sebesar 20% x Rp40.000.000,00 = Rp8.000.000,00 dan bersifat final. Catatan: PT C memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 Tuan X sebesar Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 untuk Tuan X. VII.2.Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pegawai yang Berstatus Wajib Pajak Luar Negeri yang Menerima atau Memperoleh Gaji Sebagian atau Seluruhnya dalam Mata Uang Asing __ Tuan Y adalah warga negara asing yang bekerja pada PT B dan berada di Indonesia kurang dari 183 hari. Tuan Y menerima atau memperoleh gaji pada bulan Maret 2024 sebesar US$2.500 (dua ribu lima ratus dolar Amerika Serikat) sebulan. Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dilakukannya pembayaran adalah sebesar Rp15.000,00 (lima belas ribu rupiah) untuk US$ 1 (satu dolar Amerika Serikat). Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas gaji yang diterima atau diperoleh Tuan Y pada bulan Maret 2024 adalah sebesar 20% x US$2.500 x Rp15.000,00 = Rp7.500.000,00 dan bersifat final. Catatan: PT B memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 Tuan Y sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 untuk Tuan Y. C. PETUNJUK UMUM DAN CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, DAN PENSIUNAN, ATAS PENGHASILAN YANG MENJADI BEBAN APBN ATAU APBD BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dibedakan sebagai berikut:
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir.
Penghitungan kembali Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak yang digunakan sebagai dasar pengisian bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir. Penghitungan kembali ini dilakukan pada:
bulan di mana Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI, berhenti bekerja atau pensiun;
bulan di mana Pensiunan berhenti menerima atau memperoleh uang pensiun;
bulan Desember untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI, yang bekerja sampai dengan akhir Tahun Pajak dan untuk Pensiunan yang menerima atau memperoleh uang pensiun sampai dengan akhir Tahun Pajak. I.1. Penghitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunan dalam 1 (satu) Masa Pajak.
Jumlah bruto penghasilan tetap dan teratur sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur, bagi:
Pejabat Negara, untuk:
gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
imbalan tetap sejenisnya, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan;
PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada angka 2 termasuk gaji dan tunjangan ketiga belas, tunjangan hari raya, rapel gaji, atau rapel tunjangan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditanggung pemerintah. I.2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terutang pada Masa Pajak Terakhir 1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada Masa Pajak Terakhir dihitung berdasarkan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan tetap dan teratur dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dikurangi dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur yang telah dipotong pada setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir.
Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan tetap dan teratur dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah penghasilan kena pajak.
Jumlah penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif sebagaimana dimaksud pada angka 2 dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh.
Jumlah penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan jumlah penghasilan neto dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Jumlah penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada angka 4 sebagai berikut:
untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, yaitu seluruh jumlah bruto penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun yang dibayarkan melalui pemberi kerja, dan zakat atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, dalam Tahun Pajak bersangkutan; dan
untuk Pensiunan, yaitu seluruh jumlah bruto penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh dari pembayar uang pensiun berkala dikurangi dengan biaya pensiun dan zakat atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib yang dibayarkan melalui pembayar uang pensiun berkala kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, dalam Tahun Pajak bersangkutan.
Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang berdasarkan saat dimulai atau berakhirnya kewajiban pajak subjektif:
untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja sebelum bulan Desember, Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI selama yang bersangkutan bekerja pada pemberi kerja;
untuk Pensiunan yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai menerima atau memperoleh uang terkait pensiun setelah bulan Januari atau berhenti menerima atau memperoleh uang terkait pensiun sebelum bulan Desember, Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Pensiunan selama yang bersangkutan menerima atau memperoleh uang terkait pensiun dari pembayar uang pensiun berkala; dan
untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI atau Pensiunan yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan menerima penghasilan dari 2 (dua) pemberi kerja berdasarkan penugasan dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas seluruh penghasilan dimaksud ditanggung oleh pemerintah, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir yang dilakukan oleh selain pemberi kerja yang membayar gaji pokok harus memperhitungkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan, termasuk penghasilan dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada pemberi kerja yang membayar gaji pokok.
Penghitungan sebagaimana dimaksud pada angka 7 dilakukan dalam hal:
pemberi kerja yang membayar gaji pokok telah menerbitkan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk diperhitungkan dengan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 pemberi kerja lainnya;
penerima penghasilan menyampaikan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada pemberi kerja lainnya; dan
penerima penghasilan membuat surat pernyataan yang menyatakan daftar pemberi kerja dan kesediaan pemberi kerja lainnya untuk memperhitungkan penghasilan dari pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditanggung pemerintah. BAGIAN KEDUA: CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR I.1 . Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan yang Bersifat Tetap dan Teratur __ Tuan A merupakan PNS dengan golongan III/c dan bekerja di Kantor Pelayanan Pemerintahan A. Tuan A berstatus menikah dan memiliki 1 (satu) orang anak. Selama tahun 2024, Tuan A menerima atau memperoleh gaji ketiga belas sebesar Rp10.017.000,00 (sepuluh juta tujuh belas ribu rupiah) pada bulan Juni 2024, rapel kenaikan tunjangan kinerja sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) pada bulan November 2024, serta penghasilan tetap dan teratur sebagai berikut. Bulan Gaji Pokok (Rp) Tunjangan Kinerja (Rp) Tunjangan Jabatan (Rp) Tunjangan Istri dan Anak (Rp) Gaji Ketiga Belas dan Rapel (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Januari 3.000.000 6.000.000 600.000 945.000 0 10.545.000 Februari 3.000.000 5.760.000 576.000 945.000 0 10.281.000 Maret 3.000.000 5.940.000 594.000 945.000 0 10.47000 April 3.000.000 5.520.000 552.000 945.000 0 10.017.000 Mei 3.000.000 5.580.000 558.000 945.000 0 10.083.000 Juni 3.000.000 5.520.000 552.000 945.000 10.017.000 20.034.000 Juli 3.000.000 6.000.000 600.000 945.000 0 10.545.000 Agustus 3.000.000 5.760.000 576.000 945.000 0 10.281.000 September 3.000.000 5.940.000 594.000 945.000 0 10.479.000 Oktober 3.000.000 5.820.000 582.000 945.000 0 10.347.000 November 3.000.000 5.520.000 552.000 945.000 2.000.000 12.017.000 Desember 3.000.000 5.880.000 588.000 945.000 0 10.413.000 Jumlah 36.000.000 69.240.000 6.924.000 11.340.000 12.017.000 135.521.000 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan A (K/1), besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan A dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori B sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan A selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori B Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 10.545.000 1,50% 158.175 Februari 10.281.000 1,50% 154.215 Maret 10.479.000 1,50% 157.185 April 10.017.000 1,50% 150.255 Mei 10.083.000 1,50% 151.245 Juni 20.034.000 8,00% 1.602.720 Juli 10.545.000 1,50% 158.175 Agustus 10.281.000 1,50% 154.215 September 10.479.000 1,50% 157.185 Oktober 10.347.000 1,50% 155.205 November 12.017.000 3% 360.510 Desember 10.413.000 Jumlah 135.521.000 3.359.085 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 135.521.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan setahun 5% X Rp135.521.000,00 (maksimal Rp6.000.000,00) Rp 6.000.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 129.521.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun: - untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 - tambahan satu orang anak Rp 4.500.000,00 Rp 63.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 66.521.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tahun 2024: 5% X Rp60.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% X Rp 6.521.000,00 Rp 978.150,00 Rp 3.978.150,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang sampai dengan bulan November 2024 Rp 3.359.085,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember 2024 Rp 619.065,00 Catatan:
Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan A pada Masa Pajak Terakhir, yaitu bulan Desember 2024, ditanggung oleh Pemerintah sebesar Rp619.065,00 (enam ratus sembilan belas ribu enam puluh lima rupiah). Kantor Pelayanan Pemerintahan A wajib memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tahun Pajak 2024 kepada Tuan A paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir, yaitu akhir bulan Januari 2025.
Tuan A wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kantor Pelayanan Pemerintahan A dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 978.150,00 (tiga juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu seratus lima puluh rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan A. I . 2. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pensiunan yang Menerima atau Memperoleh Uang Pensiun dalam Satu Tahun Pajak __ Tuan B seorang Pensiunan PNS dan berstatus menikah dengan jumlah tanggungan 3 (tiga) orang anak. Selama tahun 2024, Tuan B menerima atau memperoleh penghasilan sebagai berikut: Bulan Uang Pensiun (Rp) Gaji Ketiga Belas (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Januari 2.500.000 2.500.000 Februari 2.500.000 2.500.000 Maret 2.500.000 2.500.000 April 2.500.000 2.500.000 Mei 2.500.000 2.500.000 Juni 2.500.000 2.500.000 5.000.000 Juli 2.500.000 2.500.000 Agustus 2.500.000 2.500.000 September 2.500.000 2.500.000 Oktober 2.500.000 2.500.000 November 2.500.000 2.500.000 Desember 2.500.000 2.500.000 Jumlah 30.000.000 2.500.000 32.500.000 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan B (K/3), besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan B dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori C sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan B selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Setiap Masa Pajak Selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori C Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 2.500.000 0,00% 0 Februari 2.500.000 0,00% 0 Maret 2.500.000 0,00% 0 April 2.500.000 0,00% 0 Mei 2.500.000 0,00% 0 Juni 5.000.000 0,00% 0 Juli 2.500.000 0,00% 0 Agustus 2.500.000 0,00% 0 September 2.500.000 0,00% 0 Oktober 2.500.000 0,00% 0 November 2.500.000 0,00% 0 Desember 2.500.000 Jumlah 32.500.000 0 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 32.500.000,00 Pengurangan: Biaya Pensiun setahun (maksimal Rp2.400.000,00) 5% X Rp32.500.000,00 Rp 1.625.000,00 Penghasilan neto setahun Rp 30.875.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun: - untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 - tambahan 3 (tiga) orang anak Rp 13.500.000,00 Rp 72.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 0,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tahun 2024: 5% X Rp0,00 Rp 0,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang sampai dengan bulan November 2024 Rp 0,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember 2024 Rp 0,00 Catatan: Meskipun besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang untuk Tahun Pajak 2024 nihil, pembayar uang pensiun berkala tetap wajib membuat dan memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada Tuan B, sepanjang masih terdapat penghasilan yang dibayarkan. I.3. __ Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan yang Menerima Penghasilan dari 2 (dua) Pemberi Kerja dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Keseluruhan Penghasilan Ditanggung oleh Pemerintah __ Tuan C merupakan PNS dengan golongan III/c dan bekerja di Kantor Pelayanan Pemerintahan A (KPP A). Tuan C berstatus menikah dengan jumlah tanggungan 1 (satu) orang anak. Pada tahun 2024, Tuan C ditugaskan pada Kantor Inspeksi Pemerintahan B (KIP B) dan menerima atau memperoleh penghasilan berupa tunjangan jabatan yang dibayarkan oleh KIP B. KIP B bersedia memperhitungkan seluruh penghasilan yang diterima oleh Tuan C dalam menghitung pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh KIP B, baik yang diterima dari KPP A maupun KIP B. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan C selama tahun 2024 sebagai berikut:
Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari KPP A: Bulan Gaji Pokok (Rp) Tunjangan Kinerja (Rp) Tunjangan Istri dan Anak (Rp) Gaji Ketiga Belas (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Januari 3.000.000 5.000.000 945.000 8.945.000 Februari 3.000.000 4.900.000 945.000 8.845.000 Maret 3.000.000 4.500.000 945.000 8.445.000 April 3.000.000 4.550.000 945.000 8.495.000 Mei 3.000.000 4.700.000 945.000 8.645.000 Juni 3.000.000 4.600.000 945.000 8.545.000 17.090.000 Juli 3.000.000 5.000.000 945.000 8.945.000 Agustus 3.000.000 4.550.000 945.000 8.495.000 September 3.000.000 4.850.000 945.000 8.795.000 Oktober 3.000.000 5.000.000 945.000 8.945.000 November 3.000.000 4.700.000 945.000 8.645.000 Desember 3.000.000 4.800.000 945.000 8.745.000 Jumlah 36.000.000 57.150.000 1340.000 8.545.000 113.035.000 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan C (K/1), besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan C dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori B sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan C di KPP A selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada setiap Masa Pajak Selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori B Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 8.945.000 1,00% 89.450 Februari 8.845.000 1,00% 88.450 Maret 8.445.000 1,00% 84.450 April 8.495.000 1,00% 84.950 Mei 8.645.000 1,00% 86.450 Juni 17.090.000 7,00% 1.196.300 Juli 8.945.000 1,00% 89.450 Agustus 8.495.000 1,00% 84.950 September 8.795.000 1,00% 87.950 Oktober 8.945.000 1,00% 89.450 November 8.645.000 1,00% 86.450 Desember 8.745.000 Jumlah 113.035.000 2.068.300 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang di KPP A pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 113.035.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan setahun (maksimal Rp6.000.000,00) 5% X Rp113.035.000,00 Rp 5.651.750,00 Penghasilan neto setahun Rp 107.383.250,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun: - untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 - tambahan 1 (satu) orang anak Rp 4.500.000,00 Rp 63.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 44.383.250,00 Pembulatan Rp 44.383.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tahun 2024: 5% X Rp44.383.000,00 Rp 2.219.150,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang sampai dengan bulan November 2024 Rp 2.068.300,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember 2024 Rp 150.850,00 2. Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari KIP B: Bulan Gaji Pokok (Rp) Tunjangan Kinerja (Rp) Tunjangan Jabatan (Rp) Tunjangan Istri dan Anak (Rp) Gaji Ketiga Belas (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Januari 0 0 1.410.000 0 0 1.410.000 Februari 0 0 1.500.000 0 0 1.500.000 Maret 0 0 1.410.000 0 0 1.410.000 April 0 0 1.470.000 0 0 1.470.000 Mei 0 0 1.395.000 0 0 1.395.000 Juni 0 0 1.470.000 0 0 1.470.000 Juli 0 0 1.350.000 0 0 1.350.000 Agustus 0 0 1.365.000 0 0 1.365.000 September 0 0 1.440.000 0 0 1.440.000 Oktober 0 0 1.410.000 0 0 1.410.000 November 0 0 1.455.000 0 0 1.455.000 Desember 0 0 1.440.000 0 0 1.440.000 Jumlah 0 0 17.115.000 0 0 17.115.000 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan C (K/1), besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan C dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori B sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan C di KIP B selama tahun 2024 sebagai berikut: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada setiap Masa Pajak Selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori B Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 1.410.000 0,00% 0 Februari 1.500.000 0,00% 0 Maret 1.410.000 0,00% 0 April 1.470.000 0,00% 0 Mei 1.395.000 0,00% 0 Juni 1.470.000 0,00% 0 Juli 1.350.000 0,00% 0 Agustus 1.365.000 0,00% 0 September 1.440.000 0,00% 0 Oktober 1.410.000 0,00% 0 November 1.455.000 0,00% 0 Desember 1.440.000 Jumlah 17.115.000 0 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang di KIP B pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto setahun Rp 17.115.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan setahun (maksimal Rp6.000.000,00) 5% X Rp17.115.000,00 Rp 855.750,00 Penghasilan neto setahun di KIP B Rp 16.259.250,00 Penghasilan neto setahun di KPP A Rp 107.383.250,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun: - untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 - tambahan 1 (satu) orang anak Rp 4.500.000,00 Rp 63.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 60.642.500,00 Pembulatan Rp 60.642.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tahun 2024: 5% X Rp60.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% X Rp642.000,00 Rp 96.300,00 Rp 3.096.300,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang sampai dengan bulan November 2024 di KIP B Rp 0,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang di KPP A Rp 2.219.150,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember 2024 di KIP B Rp 877.150,00 Catatan:
Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah pada Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2024 dilakukan oleh masing-masing KPP A dan KIP B.
Tuan C dan Bendahara KIP B membuat dan menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf A.
KPP A selaku Instansi Pemerintah yang membayarkan gaji pokok membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak Terakhir terlebih dahulu untuk kemudian diserahkan ke KIP B oleh Tuan C.
KIP B menggabungkan penghitungan penghasilan neto yang diterima dari KPP A dan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang di KPP A. I.4 . Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pensiunan yang menerima uang pensiun dalam tahun berjalan __ Tuan D adalah seorang PNS dengan golongan III/c di KPP A dan menerima atau memperoleh penghasilan berupa gaji dan tunjangan lain dengan besaran tertentu. Tuan D berstatus kawin dan mempunyai 1 (satu) orang anak. Pada bulan Juni 2024, Tuan D memasuki usia pensiun dan menerima atau memperoleh uang pensiun sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) per bulan. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan berupa gaji dan tunjangan sebagai PNS yang diterima atau diperoleh Tuan D selama tahun 2024 sebagai berikut: Bulan Gaji Pokok (Rp) Tunjangan Kinerja (Rp) Tunjangan Jabatan (Rp) Tunjangan Istri dan Anak (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Januari 3.000.000 6.000.000 600.000 945.000 10.545.000 Februari 3.000.000 5.760.000 576.000 945.000 10.281.000 Maret 3.000.000 5.940.000 59000 945.000 10.479.000 April 3.000.000 5.520.000 552.000 945.000 10.017.000 Mei 3.000.000 5.580.000 558.000 945.000 10.083.000 Jumlah 15.000.000 28.800.000 2.880.000 4.725.000 51.405.000 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan D (K/1), besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan D dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori B sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada setiap Masa Pajak Selain Masa Pajak Terakhir Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori B Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Januari 10.545.000 1,50% 158.175 Februari 10.281.000 1,50% 154.215 Maret 10.479.000 1,50% 157.185 April 10.017.000 1,50% 150.255 Mei 10.083.000 Jumlah 51.405.000 619.830 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Mei 2024: Penghasilan bruto Rp 51.405.000,00 Pengurangan: Biaya jabatan 5% X Rp51.405.000,00 (maksimal 5 X Rp500.000,00) Rp 2.500.000,00 Penghasilan neto Rp 48.905.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun: - untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 - tambahan satu orang anak Rp 4.500.000,00 Rp 63.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 0,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang sampai dengan bulan Mei 2024: 5% X Rp0,00 Rp 0,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang sampai dengan bulan April 2024 Rp 619.830,00 Kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada bulan Mei 2024 (Rp 619.830,00) Catatan:
KPP A memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak Terakhir paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Tuan D berhenti bekerja, yaitu akhir bulan Juni 2024.
Kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut tidak dikembalikan oleh KPP A kepada Tuan D karena merupakan pajak yang ditanggung oleh pemerintah.
Tuan D wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari KPP A dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 dengan nilai kredit Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp0,00 (nol rupiah). Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan berupa uang pensiun yang diterima atau diperoleh Tuan D selama tahun 2024 sebagai berikut: Bulan Uang Pensiun (Rp) Penghasilan Bruto (Rp) Juni 000.000 3.000.000 Juli 3.000.000 3.000.000 Agustus 3.000.000 3.000.000 September 3.000.000 3.000.000 Oktober 3.000.000 3.000.000 November 3.000.000 3.000.000 Desember 3.000.000 3.000.000 Jumlah 21.000.000 21.000.000 Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan D (K/1), besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan D dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori B sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada setiap Masa Pajak Selain Masa Pajak Terakhir: Bulan Penghasilan Bruto (Rp) Tarif Efektif Bulanan Kategori B Pajak Penghasilan
Pasal 21
(Rp) Juni 3.000.000 0,00% 0,00 Juli 3.000.000 0,00% 0,00 Agustus 3.000.000 0,00% 0,00 September 3.000.000 0,00% 0,00 Oktober 3.000.000 0,00% 0,00 November 3.000.000 0,00% 0,00 Desember 3.000.000 Jumlah 21.000.000 0,00 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak Terakhir Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang pada bulan Desember 2024: Penghasilan bruto Rp 21.000.000,00 Pengurangan: Biaya Pensiun (maksimal 7 x Rp200.000,00) 5% X Rp21.000.000,00 Rp 1.050.000,00 Penghasilan neto bulan Juni s.d. Desember 2024 dari pembayar uang pensiun berkala Rp 19.950.000,00 Penghasilan neto bulan Januari s.s Mei 2024 dari KPP A Rp 48.905.000,00 Penghasilan neto bulan Januari s.d. bulan Desember 2024 Rp 68.855.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun: - untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00 - tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00 - tambahan satu orang anak Rp 4.500.000,00 Rp 63.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 5.855.000,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tahun 2024: 5% X Rp5.855.000,00 Rp 292.750,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang bulan Januari s.d. Mei 2024 di KPP A Rp 0,00 PPh Pasal 21 terutang bulan Juni s.d. Desember 2024 Rp 292.750,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang bulan Juni s.d. bulan November 2024 di pembayar uang pensiun berkala Rp 0,00 Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang pada bulan Desember 2024 Rp 292.750,00 Catatan:
Pembayar uang pensiun berkala memperhitungkan penghasilan berupa gaji dan tunjangan PNS yang diterima atau diperoleh oleh Tuan D pada Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2024 dari KPP A, yaitu ketika Tuan D masih bekerja sebagai PNS.
Tuan D melaporkan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang berasal dari KPP A maupun pembayar uang pensiun berkala, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak 2024 dan melakukan penghitungan Pajak Penghasilan terutang atas seluruh penghasilan dimaksud.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang di KPP A untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Mei 2024 sebesar Rp0,00 (nol rupiah) dan di pembayar uang pensiun berkala untuk Masa Pajak Juni sampai dengan Desember 2024 sebesar Rp292.750,00 (dua ratus sembilan puluh dua ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan D. Dengan demikian, total kredit Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan D adalah sebesar Rp292.750,00 (dua ratus sembilan puluh dua ribu tujuh ratus lima puluh rupiah). MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI