PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2OO2 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA Menimbang a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu penyelenggaraan negara yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme;
bahwa kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai lembaga yang menangani perkara tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan sinergitasnya sehingga masing-masing dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan asas kesetaraan kewenangan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia;
bahwa pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu terus ditingkatkan melalui strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang komprehensif dan sinergis tanpa mengabaikan penghormatan terhadap hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Mengingat d. bahwa beberapa ketentuan mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2OO2 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Kompsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor l0 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan kehidupan ketatanegaraan, perkembangan hukum, dan kebutuhan masyarakat sehingga Undang-Undang tersebut perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2OO2 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Pasal 20 dan Pasal 2l Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 20O2 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O02 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1O Tahun 2O15 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggalti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2Ol5 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2OO2 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O15 Nomor 1O7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5698); Menetapkan Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan
MEMUTUSKAN:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2OO2 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2OO2 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250), sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O15 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2OO2 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang (t embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol5 Nomor 1O7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5698) diubah sebagai berikut: Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1
Pasal 3
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Pasal 6
Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan:
tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi;
koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melalsanakan pelayanan publik;
monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi; dan
tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 7
Dalam melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jejaring pendidikan;
merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat; dan
melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi wajib membuat laporan pertanggunglawaban 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 8
Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
meminta informasi tentang kegiatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada instansi yang terkait;
melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang dalam melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan
meminta laporan kepada instansi berwenang mengenai upaya pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi.
Ketentuan PRESTOEN REPUELIK INDONESIA -8- Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 Dalam melaksanakan tugas monitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan lembaga pemerintahan;
memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintahan untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya Tindak Pidana Korupsi; dan
melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tidak dilaksanakan.
Pasal 1O
Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yarrg berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 12A
Dalam melaksanakan tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12El (1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas. (21 Untuk mendapatkan iri11 5slagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. (3) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 paling lama I x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak permintaan diajukan. (4) Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk ^jangka waktu yang sama. Pasal 12C (1) Penyelidik dan penyidik melaporkan Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang sedang berlangsung kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala. (2) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungiawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan.
Pasal 12D Hasil Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (21 Hasil Penyadapan yang tidak terkait dengal Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi wajib dimusnahkan seketika. (3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (21 tidak dilaksanakan, pejabat dan/atau orang yang menyimpan hasil Penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewaj iban:
memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
men)rusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan;
menegakkan sumpah ^jabatan;
menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
menyusun kode etik pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 37
Ketentuan sebagaimana dimalsud dalam Pasal 36 berlaku juga untuk Pggawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
BAB VA
DEWAN PENGAWAS 26. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 7 (tujuh) pasal, yakni Pasal 37A, Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, dan Pasal 37G, yang berbunyi seb,Bar berikut: Pasal 37A (1) Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 1 ayat (1) huruf a. (21 Anggota Dewan Pengawas berjurnlah 5 (lima) orang. (3) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pa.da ayat (21 memegang ^jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dalam ^jabatan yang sama hanya untuk I (satu) kati masa ^jabatan. Pasal 37B (1) Dewan Pengawas bertugas:
a. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. memberikan izin ata.u tidak memberikan bin Penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan;
c. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasar Korupsi;
d. menerima dan laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etjk oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
f. melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam I (sahr) tahun. (21 Dewan Pengawas membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (3) l,aporan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 37C (1) Dewan Pengawas dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 membentuk organ pelaksana pengawas. (21 Ketentuan mengenai organ pelaksana pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 37D
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
warga negara Indonesia;
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
sehatjasmani dan rohani;
memiliki integritas moral dan keteladanan;
berkelakuan baik;
tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun;
berusia paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun;
berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu);
tidak.
melepaskan ^jabatan struktural atau ^jabatan lainnya;
tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Dewan Pengawas; dan
mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 37E (1) Ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A diangkat dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia. (21 Dalam mengangkat ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden Republik Indonesia membentuk panitia seleksi. (3) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemerintah Pusat dan unsur masyarakat. (4) Setelah terbentuk, panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) calon. penerlmaan (5) Pendaftaran calon dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja secara terus menerus. (6) Panitia seleksi mengumumkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan terhadap nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4). l7l ^Tanggapan sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(6) disampaikan kepada panitia seleksi paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diumumkan. (8) Panitia seleksi menentukan nama calon yang akan disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia. selesai dilaksanakan. (11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 37F (1) Ketua dan anggota Dewan Pengawas berhenti atau diberhentikan, apabila:
meninggal dunia;
beralhir masa ^jabatannya;
melakukan perbuatan tercela;
dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan/atau
tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut- turut. (21 Dalam hal ketua dan anggota Dewan Pengawas menjadi tersangka tindak pidana, ketua dan anggota Dewan Pengawas diberhentikan sementara dari jabatannya. Pasal 37G (1) Sebelum memangku jabatan, Ketua, dan anggota Dewan Pengawas wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Presiden Republik Indonesia. (21 Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara mutatis mutandis dengan bunyi sumpah/janji Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
Pasal 38
Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam undang- undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana berlaku ^juga bagi penyelidik, penyidik dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 46
Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sej ak tanggal penetapan pemeriksaan tersangka dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana.
Pasal 69C
Pada saat Urrdang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam ^jangka waktu paling larna 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang- Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 69D .
Pasal 69D
Sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang- Undang ini diubah.
Pasal 70C
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Pasa1 II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Diundangkan di Jakarta pada tanggal l7 Oktober 2O19 PLT. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA ttd. TJAHJO KUMOLO Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) IJndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2OO2 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. UMUM Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah mehras dalam maq,arakat. Perkembangannya terus meninglat dari tahun ke tahrm, baik dari jumlah kasus yang tet'adi dan ^jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilalrukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyara-kat. Meningkatnya Tindak Pidana Korupsi yang tidak terkendali akan mernbawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi ^juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pa.da umumnya. Tindak Pidana Korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua Tindak Pidana Korupsi tidak lagi dapat digolonglran sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upa,ya pemberantasannya tidak lagi dapat dilalrukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. Datam upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta berkesinambungan. Dengan berdasarkan ketentuan Fasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan ldrusus tersebut yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan I(orupsi, memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Ifumisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga Pemerintah Pusat yang tugas dan wewenang dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 19 2019 Namun dalam perkembangannya, kinerja Komisi Femberantasan l(orupsi dirasakn kurang efektif, lemahnya koordinasi antar lini penegak hukum, @adinya ^pelangaran ^kode ^etik ^oleh ^pimpinan ^dan ^staf ^l(omisi ^Pernberantasan I(orupsi, serta adanya masalah dalam pelaksanaan tugas dan wewenans yakni adanya pelaksanaan tugas dan ke{,enangan Komisi Fernberantasan Korupsi yang berbda dengan ketentuan hukum acara pidana, kelemahan koordinasi dengan sesanra aparat penegak hukum, problem Fenyadapan, pengelolaan penyidik dan penyelidik yang kurang terkoodinasi, terjadi tumpang tindih kewenangan dengan berbagai instansi penegak hukum, serta kelemahan belum adanya lernbaga pengawas yang mampu mengawasi pelaksanaan hryas dan wewenang Komisi Femberantasan I(orupsi sehinga memungkinkan terdapat cela dan kurang akuntabelnya pelaksanaan tugas dan kewenangan pemberantasan tindak pidana korupsi oleh I(omisi Fernberantasan I(orupsi. Untuk itu dilakukan pernbaruan hukum agar pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi berlalan secara efektif dan terpadu sehinga dapat mencegah dan mengurangi kerugian negara yang terus btambah akibat tindak pidana korupsi. nenguatan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kegatan pencegahan but<an berarti kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi diabaikan. Justru adanya penguatan tersebut dimaksudkan agar kegiatan Komisi Femberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, semakin baik dan komprehensif. Fembaruan hukum ^juga dilakukan dengan menata kelembagaan l(omisi Pemberantasan Korupsi dan penguatan tindakan pencegahan seninga timbul kesadaran kepada penyelenggar.'a negara dan masyaratrat unhrk tidak melakukan tindak pidana korupsi yang dapat merugilran keuangan negara I(ernrdian penataan kelembagaan Komisi Femberantasan Korupsi dilaksanakan sejalan dengan R.rhrsan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- )<V l20l7. Di mana dinyatakan bahwa Komisi Femberantasan Korupsi merupakan bagian dari cabang kekuasaan pemerintahan. Komisi Pernberantasan I(orupsi ternasuk ranah kekuasaan eksekutif yang sering disebut lembaga pernerintah (rWrt@. FIaI ini dirnaksudkan agar kedudukan I(omisi Femberantasan I(orupsi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merrjadi ^jelas, yaitu sebagai bagian dari pelal<sana kekuasaan pernerintahan le: tmttirc paunl. Dengan Dengan perubahan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini, diharapkan dapat:
Mendudukkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai satu kesatuan aparatur lembaga pemerintahan yang bersama-sama dengan kepolisian dan/atau kejaksaan melakukan upya terpa.du dan terstnrkhrr dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Menyusr: n ^jaringan ke4a (retuorkingl yang kuat dan institusi yang telah ada sebagai "@untetpartnEr" ya; rrg kondusif sehingga pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan lebih efektif, efisien, terkoordinasi, dan sesuai dengan ketentuan umum yang diah: r dalam peraturan penrndang-undangan;
Mengurangi ketimpangan hubungan antar kelembagaan penegakan hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan tidak memonopoli dan menyelisihi tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan; dan
Melakukan ke{asama, supervisi dan memantau instihrsi yang telah ada dalam upaya bersama melakukan pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. II. PASALDEMIPASAL
Pasal I
Angka I
Pasal 1
Cukup ^jelas. Angka2
Pasal 3
Yang dimaksud dengan ^ulembaga nqarzl'adalah lembaga negara yang bersifat sebagai stne atxiliarg agqry yarrg masuk dalam rumpun eksekutif. Dalam Angka Angka Angka Angka Angka Angka 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ^ukekuasaan manapun" adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi atau anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legslatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi atauprrn dengan alasan apa.pr:
5 Cukup ^jelas. 6 Cukup ^jelas. 7 Cukup ^jelas. 8 Cukup ^jelas. 9 Cukup ^jelas. 10 Cukup ^jelas. Angka 9 Pasal 1OA Cukup ^jelas. Angka 10
Pasal 11
Cukup ^jelas. Angka 11
Pasal 12
Cukup ^jelas. Angka 12
Pasal 12A
Cukup ^jelas.
Pasal 12B
Ayat (1) Izin terhrlis diqiukan setelah dilalrukan perkara di hadapan Dewan Pengawas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.
Pasal 12C
Cukup ^jelas. gelar
Pasal 12D
Angka 13
Pasal 13
Angka 14
Pasal 14
Angka 15
Pasal 15
Angka 16
Pasal 19
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Hukuman pidana dijatuhkan termasuk narnun tidak terbatas terhadap hasil penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum Undang-Undang ini berlaku. Cukup ^jelas. Dihapus. Cukup ^jelas. Cukup ^jelas. Angka 17 Pasal 2 1 Angka 18
Pasal 22
Angka 19
Pasal 23
Angka 20
Pasal 24
Angka 2l
Pasal 29
Cukup ^jelas. Dihapus. Dihapus. Cukup ^jelas. Huruf a Cukup ^jelas. Iluruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Hurufd Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Angka22 Pasa1 32 Huruf f Yang dimaksud dengan "perbuatan tercela" adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Komisi Pemberantasan Korupsi. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Hurufj Cukup ^jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Ayat (1) Hurufa Cukup ^jelas. Hurufb Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan tercela" adalah perbuatan merendahkan martabat Pemberantasan Korrpsi. operbuatan yang dapat Komisi Angka 23
Pasal 33
Ang)<a 24
Pasal 37
Angka 25
BAB VA
Hurufd Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Cukup ^jelas. Cukup ^jelas. Cukup ^jelas. Ar: gka26
Pasal 37A
Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Cukup ^jelas. 378 Cukup ^jelas. 37C Cukup ^jelas. 37D Cukup ^jelas. 37E Cukup ^jelas. 37F Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan tercela" adalah perbuatan merendahkan martabat Pemberantasan Korupsi. Huruf d Cukupjelas. operbrratan yang dapat Komisi
Pasal 37G
Angka2T
Pasal 38
Angka 28
Pasal 40
Angka 29
Pasal 43
Angka 3O
Pasal 43A
Pasal 45
Cukup ^jelas. Angka 32
Pasal 45A
Cukup ^jelas. Angka 33
Pasal 46
Cukup ^jelas. Angka 34
Pasal 47
Cukup ^jelas. Angka 35
Pasal 474
Cukup ^jelas. Angka 36
Pasal 69A
Cukup ^jelas. Pasal 69El Cukup ^jelas.
Pasal 69C
Cukup ^jelas.
Pasal 69D
Cukup ^jelas. Angka 37 Pasal 7OA Cukup ^jelas. Pasal 70El Cukup ^jelas.
Pasal 70C
Cukup ^jelas.
Pasal II
Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6409