Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik
Relevan terhadap
Besaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) didasarkan pada harga minyak mentah Indonesia, nilai tukar rupiah, inflasi, dan Parameter Subsidi Listrik.
Parameter Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa Volume Penjualan, pertumbuhan penjualan, Bauran Energi, harga energi primer, tarif tenaga listrik, margin, jumlah pelanggan, Golongan Tarif, volume bahan bakar, SFC, Susut Jaringan, dan biaya nonbahan bakar.
Dalam hal terdapat penambahan Parameter Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan penambahan tersebut kepada Menteri Keuangan.
Untuk pelaksanaan Subsidi Listrik, PT PLN (Persero) melakukan pengendalian terhadap Parameter Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Volume Penjualan, pertumbuhan penjualan, Bauran Energi, volume bahan bakar, SFC, dan Susut Jaringan yang digunakan dalam perhitungan Subsidi Listrik dalam APBN dan/atau perubahan APBN.
Pelaksanaan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam laporan realisasi Volume Penjualan, pertumbuhan penjualan, Bauran Energi, volume bahan bakar, SFC, serta Susut Jaringan dan disampaikan oleh PT PLN (Persero) kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan dengan tembusan kepada KPA BUN Subsidi Listrik.
Dalam laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) juga disampaikan perkiraan realisasi sampai dengan akhir tahun berjalan atas Volume Penjualan, pertumbuhan penjualan, Bauran Energi, volume bahan bakar, SFC, dan Susut Jaringan.
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara triwulanan dan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kalender setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
Dengan mengacu pada laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PT PLN (Persero) dapat menyampaikan usulan perubahan besaran Parameter Subsidi Listrik dan besaran Subsidi Listrik kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memperoleh persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Berdasarkan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, perubahan besaran Parameter Subsidi Listrik dan besaran Subsidi Listrik tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diusulkan kepada Kementerian Keuangan.
Menteri Keuangan dapat mempertimbangkan usulan perubahan besaran Parameter Subsidi Listrik dan besaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sebagai pertimbangan untuk merevisi DIPA BUN dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.05/2020 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
Peraturan Menteri ini digunakan untuk pertanggungjawaban pendapatan Pajak DTP dan Belanja Subsidi Pajak DTP sesuai dengan ketentuan dalam:
Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Peraturan Menteri Keuangan mengenai insentif Pajak DTP untuk wajib pajak terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); dan
Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian dukungan pertumbuhan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri Kelas Ekonomi yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025 ...
Relevan terhadap
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban subsidi pajak ditanggung Pemerintah tahun anggaran 2025 terhadap PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak atas Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan yang Berlaku pada Kementeria ...
Relevan terhadap
Tarif pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan untuk penerbitan PKKPR atau RKKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif pertimbangan teknis pertanahan dalam rangka PKKPR untuk kegiatan berusaha yang luasannya lebih besar dari 10.000 (sepuluh ribu) m2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a.
Kegiatan yang bersifat strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan pemanfaatan ruang yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah yang mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap:
kedaulatan negara;
pertahanan dan keamanan negara; dan
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan negara.
Kegiatan yang bersifat strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2024 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2025 I. UMUM APBN Tahun 2025 disusun dengan mempertimbangkan faktor global dan dilandaskan pada bauran kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang untuk Visi Indonesia Emas 2045, serta memberikan ruang untuk pelaks.uraan program pemerintahan selanjutnya. HaI tersebut diperlukan agar peralihan pemerintahan dapat dilakukan secErra lancar pada masa transisi. Kebijakan liska1 yang disusun diharapkan dapat menjawab tantangan, baik struktural maupun siklikal, yang berasal dari global dan domestik. Perekonomian global yang masih dinamis diperkirakan akan menjadi tantangan terhadap kinerja ekonomi ke depan dengan pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih stagnan di level rendah (di bawah level prapandemi). Selain itu, penurunan inflasi global yang masih terbatas menyebabkan tertundanya normalisasi kebdakan moneter bank sentral negara-negara maju. Di sisi lain, suku bunga global yang masih tinggi berdampak terhadap pengetatan likuiditas dan terbatasnya arus modal masuk ke negara-negara berkembang. Hal tersebut akan memberikan tekanan pada nilai tukar mata uang negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sementara itu, fragmentasi dan akibat tensi geopolitik yang masih eskalatif, perang Rusia-Ukraina dan konflik di Timur Tengah yang belum mereda, serta risiko persaingan hegemoni AS-Tiongkok masih berlanjut. Di tengah berbagai gejolak global, ekonomi Indonesia tetap terjaga dengan baik. Stabilitas ekonomi domestik mampu menjaga pertumbuhan ekonomi yang tetap solid dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Laju inflasi tetap terjaga pada tingkat yang rendah, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang Indonesia seperti
Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 28 Ayat (1) Huruf a Penggunaan tambahan anggaran yang berasal dari dana SAL termasuk untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan/atau prioritas yang timbul pada tahun anggaran bedalan antara lain untuk menurunkan pembiayaan utang, cadangan belanja Ibu Kota Nusantara/ sentra pertumbuhan ekonomi baru, cadangan kompensasi, cadangan kurang bayar DBH, dan/atau cadangan kurang bayar subsidi. Hurufb Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Khusus untuk pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum ditakukan dengan mempertimbangkan operasional dan manajemen kas Badan Layanan Umum. Huruf e Yang dimaksud dengan "penyesuaian Belar{a Negara" termasuk melakukan pengutamaan penggunaan anggaran, pemotongan anggarzrn Belanja Negara, dan/atau penyesuaian pagu. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyaf adalah kesepakatan Pemerintah dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat diberikan dalam jangka waktu 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah pemberitahuan disampaikan Pemerintah. Dalam . , .
Investasi Pemerintah
Relevan terhadap
Pasal 3 Huruf a Manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya mencakup manfaat langsung dan/atau manfaat tidak langsung yang dirasakan oleh Pemerintah, OIP, dan masyarakat. Yang dimaksud dengan "manfaat ekonomi" adalah penambahan nilai yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk finansial, peningkatan kualitas, dan/atau pendorong pertumbuhan sektor tertentu. Manfaat langsung misalnya berupa dividen, bunga, capital gain, pertumbuhan nilai perusahaan, peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam ^jangka waktu tertentu. Manfaat tidak langsung misalnya berupa stimulus yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sektor tertentu. Yang dimaksud dengan "manfaat sosial" adalah manfaat yang tidak dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada peningkatan pelayanan Pemerintah pada masyarakat luas maupun golongan masyarakat tertentu, seperti tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat, penggerakkan ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas kehidupan dan penghasilan, infrastruktur dan lain-lain. Yang dimaksud dengan "manfaat lainnya" adalah manfaat yang diperoleh selain dari manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Huruf b Yang dimaksud dengan prinsip "akuntabilitas" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Huruf c Yang dimaksud dengan prinsip "responsibilitas" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah harus dilaksanakan dengan iktikad baik dan penuh tanggung ^jawab. Huruf d Yang dimaksud dengan prinsip "independensi" adalah Investasi Pemerintah dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Huruf e Yang dimaksud dengan prinsip "kewajaran dan kesetaraan" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan peran dan kedudukan para pemangku kepentingan sesuai dengan porsinya masing- masing. Huruf f Yang dimaksud dengan prinsip "profesionalisme" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah dijalankan oleh orang yang mempunyai kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas. Huruf g Yang dimaksud dengan prinsip "kehati-hatian" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah dilakukan dengan cermat, teliti, aman, dan tertib serta dengan mempertimbangkan aspek risiko keuangan dan memperhatikan batasan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/ Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.05/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa Pemerintah telah memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu pemberian subsidi bunga/subsidi margin, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan penetapan kembali terhadap ketentuan mengenai tata cara pemberian subsidi bunga/subsidi margin dalam rangka mendukung pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Pengawasan intern terhadap pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk dan atas nama Menteri selaku BUN.
Aparat pengawasan intern Pemerintah pada K/L atau pemerintah daerah melakukan pengawasan intern sesuai dengan kewenangannya terkait pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin.
Pengawasan intern oleh aparat pengawasan intern Pemerintah pada K/L atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman pengawasan pelaksanaan Program PEN dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Aparat pengawasan intern Pemerintah pada K/L atau pemerintah daerah melaporkan hasil pengawasan intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah.
Dalam melakukan pengawasan intern terhadap pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Margin, BPKP mengoordinasikan dan dapat bersinergi dengan aparat pengawasan intern Pemerintah dan pimpinan kementerian, lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah.
Dalam hal terdapat temuan dari pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah dan BPKP, ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik
Relevan terhadap
Besaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) didasarkan pada harga minyak mentah Indonesia, nilai tukar rupiah, inflasi, dan Parameter Subsidi Listrik.
Parameter Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Volume Penjualan, pertumbuhan penjualan, Bauran Energi, harga energi primer, tarif tenaga listrik, marjin, jumlah pelanggan, Golongan Tarif, volume bahan bakar, SFC, Susut Jaringan, dan biaya non bahan bakar.
Dalam hal terdapat penambahan Parameter Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan penambahan tersebut kepada Menteri Keuangan.
Untuk pelaksanaan Subsidi Listrik, PT PLN (Persero) melakukan pengendalian terhadap Parameter Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Volume Penjualan, pertumbuhan penjualan, Bauran Energi, volume bahan bakar, SFC dan Susut Jaringan yang digunakan dalam perhitungan Subsidi Listrik dalam APBN dan/atau APBN Perubahan.
Pelaksanaan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam laporan realisasi Volume Penjualan, pertumbuhan penjualan, Bauran Energi, volume bahan bakar, SFC serta Susut Jaringan dan disampaikan oleh PT PLN (Persero) kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan dengan tembusan kepada KPA.
Dalam laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) juga disampaikan perkiraan realisasi sampai dengan akhir tahun berjalan atas Volume Penjualan, pertumbuhan penjualan, Bauran Energi, volume bahan bakar, SFC dan Susut Jaringan.
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara triwulanan dan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kalender setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
Dengan mengacu laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PT PLN (Persero) dapat menyampaikan usulan perubahan besaran parameter dan besaran Subsidi Listrik kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memperoleh persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Berdasarkan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, perubahan besaran parameter dan besaran Subsidi Listrik tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diusulkan kepada Kementerian Keuangan.
Menteri Keuangan dapat mempertimbangkan usulan perubahan besaran parameter dan besaran Subsidi Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sebagai pertimbangan untuk merevisi DIPA dengan memperhatikan kemampuan keuangan Negara dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Tata Cara Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi yang Dikenakan terhadap Kenaikan Penerimaan Nega ...
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI YANG DIKENAKAN TERHADAP KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM YANG DIBAGIHASILKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN. 3. Sumber Daya Alam adalah bumi, air, udara, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara. 4. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi. 6. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. 7. Bahan Bakar Minyak yang selanjutnya disingkat BBM adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi. 8. Liquified Petroleum Gas yang selanjutnya disingkat LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya. 9. Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu yang selanjutnya disebut Jenis BBM Tertentu adalah bahan bakar yang berasal dan/ a tau diolah dari minyak bumi dan/ a tau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofueij sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi. 10. LPG Tabung 3 (Tiga) Kg yang selanjutnya disebut LPG Tabung 3 Kg adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 Kg. 11. Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat. 12. Subsidi Energi adalah belanja subsidi Jenis BBM Tertentu, LPG Tabung 3 Kg, dan Listrik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 13. Kompensasi Energi adalah kompensasi harga jual eceran bahan bakar minyak dan dana kompensasi tarif tenaga listrik. 14. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Pasal 2 PNBP yang berasal dari Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, terdiri atas:
PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan
PNBP yang berasal dari kegiatan usaha pertambangan Batubara. Pasal 3 Target PNBP yang berasal dari Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan ke pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tercantum dalam APBN. Pasal 4 (1) Pemerintah melaksanakan kebijakan pemberian Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
subsidi Jenis BBM Tertentu;
subsidi LPG Tabung 3 Kg;
subsidi Listrik;
kompensasi BBM; dan
kompensasi Listrik. (3) Pemerintah dapat melakukan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kebutuhan pada tahun anggaran berjalan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DIKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN .PAJAK YANG BERASAL DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN GAS BUMI YANG DIBAGIHASILKAN Bagian Kesatu Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi yang Dibagihasilkan Pasal 5 (1) PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi. (2) PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagihasilkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi Yang Dikenakan Terhadap Perkiraan Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak Minyak Bumi dan Gas Bumi yang Dibagihasilkan Pasal 6 (1) Pemerintah dapat memperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi, dalam hal perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi. (2) Perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang melampaui target penerimaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US dollar) dan/atau kenaikan harga minyak mentah Indonesia dari target yang ditetapkan dalam APBN. (3) Persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari total peningkatan belanja Subsidi Energi dan Kompensasi Energi, dengan memperhatikan besarnya pengaruh dari masing-masing faktor yang memengaruhi perkiraan kenaikan PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi. (4) Dalam hal peningkatan nilai belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi lebih besar atau sama dengan nilai perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi, maka pembebanan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi menggunakan sebagian atau paling tinggi 100% (seratus persen) dari jumlah perkiraan kenaikan PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan. (5) Pembebanan atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi dihitung dengan menggunakan formula dan mengacu pada simulasi perhitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 7 (1) Penghitungan dan penetapan DBH yang bersumber dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (2) Tata cara penghitungan dan penetapan DBH yang bersumber dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DIKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERASAL DARI KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA YANG DIBAGIHASILKAN Bagian Kesatu Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang Dibagihasilkan Pasal 8 (1) PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hurufb, terdiri atas:
iuran tetap pertambangan Batubara; dan
iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara. (2) PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagihasilkan kepada daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi Yang Dikenakan Terhadap Perkiraan Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang Dibagihasilkan Pasal 9 (1) Pemerintah dapat meinperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, dalam hal perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi. (2) Perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara yang melampaui target penerimaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ( US dollar) dari target yang ditetapkan dalam APBN dan/atau kenaikan harga Batu.hara acuan yang digunakan dalam perhitungan perkiraan realisasi PNBP dibandingkan dengan harga Batubara acuan yang digunakan dalam perhitungan target PNBP. (3) Persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari total peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi, dengan memperhatikan besarnya pengaruh dari masing-masing faktor yang memengaruhi kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara. (4) Dalam hal peningkatan nilai belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi lebih besar a tau sama dengan nilai kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara, maka pembebanan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi menggunakan se bagian a tau paling tinggi 100% (seratus persen) darijumlah perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (5) Pembebanan atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dihitung dengan menggunakan formula dan mengacu pada simulasi perhitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Penghitungan dan penetapan DBH Sumber Daya Alam dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai pembebanan kenaikan perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara terhadap nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi se bagaimana dim aksud dalam Pasal 9. (2) Tata cara penghitungan dan penetapan DBH Sumber Daya Alam dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB IV PENETAPAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DtKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA YANG DIBAGIHASILKAN Pasal 11 (1) Dalam hal terdapat kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi pada tahun anggaran berjalan, Direktorat Jenderal Anggaran menghitung jumlah kenaikan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (2) Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan menyampaikan permihtaan angka perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selaku Instansi Pengelola PNBP kegiatan usaha pertambangan Batubara. (3) Angka peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung oleh Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, berdasarkan:
Undang-Undang mengenai APBN atau APBN Perubahan;
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN atau rincian APBN Perubahan; dan/atau
Dokumen penyesuaian APBN, diantaranya risalah rapat koordinasi asset liabilities committee (ALCo) atau dokumen yang dipersamakan. (4) Angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan, dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP berdasarkan:
Undang-Undang mengena1 APBN atau APBN Perubahan;
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN atau APBN Perubahan; dan/atau
Dokumen penyesuaian APBN, diantaranya Laporan Semester, Prognosa, dan/atau dokumen lain yang dipersamakan. (5) Instansi Pengelola PNBP menyampaikan angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktur J enderal Anggaran c. q. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan untuk dilakukan penelitian.
Berdasarkan angka peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan menghitung nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (7) Nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dihitung secara proporsional dengan mempertimbangkan nilai peningkatan masing-masing PNBP. (8) Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan melaksanakan rapat pembahasan dalam rangka penetapan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan, dengan melibatkan unit terkait di lingkup Kementerian Keuangan, Instansi Pengelola PNBP terkait, dan/atau Aparat Pengawas Intern Pemerintah Kementerian Keuangan. (9) Hasil kesepakatan rapat pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pejabat eselon II atau setingkat yang berwenang. (10) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sesuai hasil kesepakatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai dasar penghitungan DBH dengan ditembuskan kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan. Pasal 12 (1) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (10) bersifat sementara. (2) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi dan nilai perkiraan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dalam satu tahun anggaran secara final berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat audited yang diterbitkan oleh instansi pemeriksa yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terdapat perbedaan antara angka yang digunakan dalam perhitungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan angka yang digunakan dalam perhitungan final sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selisih kurang/lebih akan diperhitungan dalam penetapan besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan pada tahun anggaran berikutnya. (4) Menteri Keuangan menetapkan perhitungan selisih kurang/lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dan diperhitungkan dengan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi, tidak dibagihasilkan ke daerah dan tidak diperhitungkan sebagai kurang bayar DBH. Pasal 13 Peraturan Menteri m1 berlaku sepanjang kewenangan Pemerintah untuk melakukan perhitungan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dikenakan terhadap kenaikan PNBP Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN Perubahan. BABV KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penghitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi dan Kompensasi Energi terhadap Kenaikan Penerimanaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang Dibagihasilkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1393) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.02/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194 /PMK.02/2021 ten tang Tata Cara Penghitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi dan Kompensasi Energi terhadap Kenaikan Penerimanaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang Dibagihasilkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 593), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Pasal 15 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Layanan Penerbitan Rekomendasi Importir dan Eksportir Terdaftar Prekursor Narkotika Non Farma ...
Relevan terhadap
Layanan penerbitan rekomendasi importir dan eksportir terdaftar prekursor narkotika non farmasi pada Kementerian Perindustrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c meliputi penerbitan rekomendasi penunjukan eksportir terdaftar prekursor narkotika non farmasi.
Dalam rangka memberikan stimulus terhadap kegiatan ekspor nasional, peningkatan daya saing, dan pertumbuhan ekonomi tanah air, penerbitan rekomendasi penunjukan eksportir terdaftar prekursor narkotika non farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah).