Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penanggung Pajak atas Klaim Pajak adalah pihak yang identitasnya tercantum dalam klaim Pajak yang bertanggung jawab atas pembayaran nilai klaim Pajak.
Pemegang Saham Mayoritas adalah pemegang saham yang memiliki saham lebih dari 50% (lima puluh persen) dari keseluruhan saham perusahaan.
Pemegang Saham Pengendali adalah pemegang saham yang baik langsung maupun tidak langsung memiliki wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan.
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan jurusita Pajak, menerbitkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, surat pencabutan sita, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, pembatalan lelang, surat perintah penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan Pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang Pajak menurut undang-undang.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan Pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan, dan penyanderaan.
Utang Pajak adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan Pajak.
Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis Pajak, masa Pajak, dan tahun Pajak.
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi Utang Pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan Utang Pajak.
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan Objek Sita.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian sebagaimana diatur dalam Undang- Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang- Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Entitas Lain adalah badan hukum seperti perseroan terbatas atau yayasan, atau non-badan hukum seperti persekutuan atau trust , yang melaksanakan kegiatan selain di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian, yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional.
Rekening Keuangan adalah rekening yang dikelola oleh Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, rekening efek dan subrekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dan/atau Entitas Lain.
Pemblokiran adalah tindakan pengamanan Barang milik Penanggung Pajak yang dikelola oleh Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, subrekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dan/atau Entitas Lain, dengan tujuan agar terhadap Barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
Bantuan Penagihan Pajak adalah fasilitas bantuan penagihan Pajak yang terdapat di dalam perjanjian internasional yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara resiprokal untuk melakukan penagihan atas Utang Pajak yang diadministrasikan oleh Direktur Jenderal Pajak atau otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra.
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam perjanjian internasional.
Perjanjian Internasional adalah perjanjian bilateral atau multilateral yang telah disahkan oleh Pemerintah Indonesia sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional.
Klaim Pajak adalah instrumen legal dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sehubungan dengan permintaan Bantuan Penagihan Pajak.
Nilai Klaim Pajak adalah nilai uang yang dimintakan Bantuan Penagihan Pajak oleh Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang memuat antara lain nilai pokok Pajak yang masih harus dibayar, sanksi administrasi, dan biaya penagihan yang dikenakan oleh Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
Rekening Pemerintah Lainnya adalah rekening pemerintah yang dipergunakan untuk menampung uang yang tidak dapat ditampung pada Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran berdasarkan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pajak berupa rekening giro pada bank umum yang dipergunakan untuk menampung penerimaan dan/atau pengeluaran sementara untuk tujuan Bantuan Penagihan Pajak.
Dokumen Penagihan Pajak adalah Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis, surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, surat perintah melaksanakan Penyitaan, surat perintah Penyanderaan, pengumuman lelang, surat penentuan harga limit, dan surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan Pajak.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Badan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Badan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Badan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Badan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status Badan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Badan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Badan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Badan yang meleburkan diri dan status Badan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Badan beralih karena hukum kepada dua Badan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Badan beralih karena hukum kepada satu Badan atau lebih.
Pemerintah Daerah adalah pemerintah daerah yang wilayah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan Pajak dilaksanakan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pengadilan Negeri adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan penagihan Pajak dilaksanakan.
Hari adalah hari kalender.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan ...
Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Relevan terhadap
bahwa untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, memberikan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia bagi wajib pajak, dan di sisi lain tetap memberikan perlindungan bagi negara dalam memperoleh hak atas pendapatan negara, perlu mengatur ketentuan mengenai pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dan pelunasan atas perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan serta mengatur kembali ketentuan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara belum menampung ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang dan ketentuan Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
seluruh jabatan yang ada beserta pejabat yang memangku jabatan di lingkungan Setkomwasjak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1278) tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dengan dibentuknya jabatan baru serta diangkat dan dilantiknya pejabat baru berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
bagi pegawai di lingkungan Setkomwasjak yang sedang dalam proses mutasi dan/atau promosi, tetap dapat dilakukan pengangkatan dan pelantikan dalam jabatan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1278) sampai dengan dibentuknya jabatan baru serta diangkat dan dilantiknya pejabat baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Tata Laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
Relevan terhadap
A. CONTOH FORMAT SURAT TUGAS KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI ………………………………(1)…………………………………… SURAT TUGAS NOMOR: ST-……………………….(2) Berdasarkan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1996 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan/atau Pasal 39 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan…….(3) dengan ini kami pejabat yang bertanda tangan dibawah ini memberi tugas kepada : 1. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ...………………………………….(6) 2. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ...………………………………….(6) 3. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ...………………………………….(6) 4. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ...………………………………….(6) 5. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ………..……………………….…..(6) 6. .……………………….dst………………………………….. untuk melakukan audit kepabeanan dan/atau cukai serta melakukan penindakan seperlunya terhadap: Nama Perusahaan : ...…………………………………..(7) NPWP : ...………………………………….(8) Alamat : ...………………………………….(9) Waktu : tanggal…...... s.d. tanggal ..... (10) Jenis Audit : ...............................................(11) Ruang Lingkup Pemeriksaan : ...............................................(12)* Semua informasi yang diperoleh dari perusahaan yang diaudit merupakan rahasia jabatan. Setelah tugas selesai dilaksanakan agar menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai/Kepala Kantor Wilayah/Kepala Kantor Pelayanan Utama (13). Kepada yang berwajib/berwenang/terkait diminta bantuan seperlunya.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI ………………………………(1)…………………………………… SURAT TUGAS PERPANJANGAN….(2) NOMOR: ST-……………………….(3) Berdasarkan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1996 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan/atau Pasal 39 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan…….(3) dengan ini kami pejabat yang bertanda tangan dibawah ini memberi tugas kepada : 1. Nama : ……………………………………..(5) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(6) Jabatan : .…………………………………….(7) 2. Nama : ……………………………………..(5) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(6) Jabatan : ...………………………………….(7) 3. Nama : ……………………………………..(5) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(6) Jabatan : ...………………………………….(7) 4. Nama : ……………………………………..(5) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(6) Jabatan : ...………………………………….(7) 5. Nama : ……………………………………..(5) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(6) Jabatan : ………..……………………….…...(7) 6. .……………………….dst………………………………….. untuk melakukan audit kepabeanan dan/atau cukai serta melakukan penindakan seperlunya terhadap: Nama Perusahaan : ...…………………………………..(8) NPWP : ...………………………………….(9) Alamat : ...………………………………….(10) Waktu : tanggal............. s.d. tanggal...... (11) Jenis Audit : ...................................................(12) Ruang Lingkup Pemeriksaan : ...................................................(13)* Semua informasi yang diperoleh dari perusahaan yang diaudit merupakan rahasia jabatan. Setelah tugas selesai dilaksanakan agar menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai/Kepala Kantor Wilayah/Kepala Kantor Pelayanan Utama (14). Kepada yang berwajib/berwenang/terkait diminta bantuan seperlunya
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI ………………………………(1)…………………………………… SURAT TUGAS PEKERJAAN LAPANGAN NOMOR: ST-……………………….(2) Berdasarkan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1996 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan/atau Pasal 39 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan…….(3) dengan ini kami pejabat yang bertanda tangan dibawah ini memberi tugas kepada : 1. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ...………………………………….(6) 2. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ...………………………………….(6) 3. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ...………………………………….(6) 4. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ...………………………………….(6) 5. Nama : ……………………………………..(4) Pangkat/Golongan : ……………………………………..(5) Jabatan : ………..……………………….…...(6) 6. .……………………….dst………………………………….. untuk melakukan pekerjaan lapangan dalam rangka audit kepabeanan dan/atau cukai tehadap: Nama Perusahaan : ...………………………………....(7) NPWP : ...………………………………….(8) Alamat : ...………………………………….(9) Waktu : tanggal…………..s.d…………(10) Semua informasi yang diperoleh dari perusahaan yang diaudit merupakan rahasia jabatan. Segala biaya yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya surat tugas ini dibebankan pada DIPA......(11) dan pelaksanaannya menggunakan sistem E-Perjadin sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya. Setelah tugas selesai dilaksanakan agar menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai/Kepala Kantor Wilayah/Kepala Kantor Pelayanan Utama (12). Kepada yang berwajib/berwenang/terkait diminta bantuan seperlunya
Tata Cara Pembetulan, Keberatan, Pengurangan, Penghapusan, dan Pembatalan di Bidang Perpajakan
Relevan terhadap
Penyampaian permohonan pembetulan, pengurangan, penghapusan, pembatalan, dan pengajuan keberatan, dilaksanakan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan permohonan dan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan pembetulan, pengurangan, penghapusan, pembatalan, dan pengajuan keberatan:
secara langsung; atau
melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
Tata cara penyampaian permohonan atau pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan.
bahwa untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, meningkatkan efektivitas, efisiensi, serta untuk simplifikasi regulasi, perlu menyempurnakan ketentuan mengenai tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, terhadap hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang serta peraturan perundang-undangan lainnya;
bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan;
bahwa untuk melakukan penyempurnaan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembetulan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2017 tentang Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang Tidak Benar, perlu dilakukan penyesuaian dan penetapan kembali;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (5), Pasal 26A ayat (1), dan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, sesuai dengan ketentuan Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembetulan, Keberatan, Pengurangan, Penghapusan, dan Pembatalan di Bidang Perpajakan;
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perp ...
Relevan terhadap
bahwa untuk memberikan kepastian hukum bagi lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dalam menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan serta untuk mengatur ketentuan mengenai anti penghindaran sesuai dengan standar pelaporan umum ( common reporting standard ), perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai petunjuk teknis akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan belum mengatur ketentuan anti penghindaran sesuai dengan standar pelaporan umum ( common reporting standard ), sehingga perlu dilakukan perubahan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan; __ Mengingat :
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang - Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6112);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 771) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 281);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Bat ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai Roda Empat adalah kendaraan beroda empat yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar.
KBL Berbasis Baterai Dalam Keadaan Utuh ( Completely Built-Up ) Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat adalah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan utuh sebagai KBL Berbasis Baterai Roda Empat.
KBL Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap ( Completely Knocked-Down ) Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat adalah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan terurai dan lengkap sebagai KBL Berbasis Baterai Roda Empat.
Pelaku Usaha adalah perusahaan yang berbadan hukum di Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri atau manufaktur yang memproduksi KBL Berbasis Baterai Roda Empat, baik yang dilakukan sendiri atau dalam rangka kontrak melalui kerja sama produksi dengan industri perakitan kendaraan bermotor dan/atau industri perakitan pemegang merek KBL Berbasis Baterai Roda Empat lainnya.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
Tingkat Komponen Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat TKDN adalah besaran kandungan dalam negeri pada KBL Berbasis Baterai.
Pemeriksaan Pajak
Relevan terhadap 2 lainnya
Nomor :
Nomor :
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Relevan terhadap
Cukup jelas. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Pasal lA Ayat (1) SK No 252756 A Huruf a Yang dimaksud dengan "prinsip kebersamaan" adalah prinsip yang mendorong peran BUMN agar dalam kegiatannya dapat mewujudkan kepentingan bersama seluruh rakyat Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan "prinsip efisiensi berkeadilan" adalah prms1p yang mengedepankan efisiensi dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. Huruf c Yang dimaksud dengan "prinsip berkelanjutan" adalah prinsip yang melandasi proses pembangunan yang berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri. Huruf d Yang dimaksud dengan "prinsip berwawasan lingkungan" adalah penyelenggaraan BUMN harus tetap memperhatikan dan mengutamakan pelindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Huruf e Yang dimaksud dengan "prinsip menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional" adalah prinsip yang melandasi penyelenggaraan BUMN yang menyeimbangkan antara kepentingan individu, masyarakat, serta kepentingan bangsa dan negara sehingga menjadi bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional. Huruf f Ayat (2) Yang dimaksud dengan "prinsip tata kelola perusahaan yang baik" adala.h struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan organ perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundang- undangan serta nilai-nilai etika. Huruf a Yang dimaksud dengan "prinsip transparansi" adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan/ a.tau anggaran dasar mengenai keterbukaan informasi. Angka 4
Aset BUMN wajib dikelola oleh BUMN dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Pengurusan Aset BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direksi berdasarkan mekanisme yang diatur oleh Direksi dengan memperhatikan pembatasan kewenangan Direksi yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan, anggaran dasar, dan/atau keputusan RUPS/Menteri.
Aset BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipindahtangankan, dijaminkan, dan/ a tau dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
Aset 8UMN yang dapat dipindahtangankan dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk Aset 8UMN yang berada pada cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta Aset 8UMN yang berupa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang memenuhi minimal salah satu ketentuan berikut:
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia melalui penyertaan langsung; atau
terdapat hak istimewa yang dimiliki Negara Republik Indonesia.
Anak Usaha BUMN adalah anak perusahaan BUMN dan turunannya yang didirikan oleh BUMN dalam rangka memenuhi kepentingan usaha BUMN.
Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang tujuan utamanya memperoleh keuntungan.
Perusahaan Perseroan Terbuka yang selanjutnya disebut Persero Terbuka adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Perusahaan Umum yang selanjutnya disebut Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara Republik Indonesia dan tidak terba.gi atas saham, yang tujuan utamanya untuk menyediakan dan menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa bagi kemanfaatan umum dalam rangka pemenuhan hajat hidup orang banyak a.tau untuk kebutuhan strategis berdasarkan prinsip pengelolaan pen1sahaan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Dewan Komisaris adalah organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas.
Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Direksi adalah organ BUMN yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan BUMN, sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Aset BUMN adalah segala bentuk barang atau bentuk kekayaan yang dimiliki oleh BUMN yang dapat dinilai dengan uang dan memiliki nilai tukar dan/atau nilai ekonomi.
Restrukturisasi adalah perbuatan hukum yang dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja, penambahan nilai, penyehatan, atau penyelamatan perusahaan.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) BUMN atau lebih untuk menggabungkan diri dengan BUMN lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari BUMN yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada BUMN yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum BUMN yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan 1 (satu) BUMN baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari BUMN yang meleburkan diri dan status badan hukum BUMN yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh BUMN dalam rangka mengambil alih saham BUMN dan/atau perseroan terbatas lain yang mengakibatkan beralihnya pengendalian BUMN atau perseroan terbatas lain tersebut.
Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh BUMN untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva BUMN beralih karena hukum kepada 2 (dua) BUMN atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva BUMN beralih karena hukum kepada 1 (satu) BUMN atau lebih.
Privatisasi adalah penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain. PR!: : SIOEN 17. Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai perseroan terbatas.
Hari adalah hari kerja.
Pemerintah Pusat adalah Pres: iden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dlimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat DPR RI adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Badan Pengelola Investasi Daya Ana.gata Nusantara yang selanjutnya disebut Badan adalah badan yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Perusahaan Induk Investasi yang selanjutnya disebut Holding Investasi adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan dividen dan/atau pemlberdayaan Aset BUMN serta tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri dan/atau Badan. PRCSIOEN 25. Perusahaan Induk Operasional yang selanjutnya disebut Holding Operasional adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional BUMN serta kegiatan usaha lain.