JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 606 hasil yang relevan dengan "analisis risiko TI kementerian keuangan "
Dalam 0.014 detik
Thumbnail
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH | BERBASIS AKRUAL
PMK 122 TAHUN 2024

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 18 Pendapatan dari Transaksi Nonpertukaran ...

  • Ditetapkan: 30 Des 2024
  • Diundangkan: 31 Des 2024

Relevan terhadap

Halaman 20Tutup

i. dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah; 1 ii. dari pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota/desa; 2 iii. dari pemerintah ke entitas publik lainnya; 3 iv. kepada pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan 4 tentang perimbangan keuangan; dan 5 v. dari lembaga donor ke entitas pemerintah lainnya. 6 49. Dalam operasi normal, entitas pemerintah dapat menerima sumber 7 daya sebelum peristiwa kena pajak terjadi. Dalam kondisi ini, suatu 8 kewajiban dengan jumlah yang sama dengan jumlah penerimaan di muka, 9 diakui oleh entitas sampai dengan terjadinya peristiwa kena pajak. 10 50. Jika entitas pemerintah menerima sumber daya sebelum terjadinya 11 perjanjian transfer aset yang mengikat, entitas pemerintah mengakui 12 kewajiban atas penerimaan di muka sampai terjadinya perjanjian transfer 13 aset yang mengikat. 14 Persyaratan Aset yang Ditransfer 15 51. Persyaratan terkait dengan transfer aset akan menimbulkan 16 kewajiban kini pada saat pengakuan awal, sebagaimana diatur dalam 17 paragraf 46. 18 52. Ketentuan aset yang ditransfer didefinisikan dalam paragraf 6. 19 Paragraf 13 - 24 memberikan panduan dalam menentukan apakah ketentuan 20 tersebut merupakan suatu persyaratan atau pembatasan. Entitas melakukan 21 analisis atas seluruh ketentuan yang terkait dengan aliran masuk sumber 22 daya untuk menentukan apakah ketentuan tersebut merupakan suatu 23 persyaratan atau pembatasan. __ 24 Pengukuran Kewajiban pada saat Pengakuan Awal 25 53. Jumlah yang diakui sebagai kewajiban harus dinilai dengan 26 estimasi terbaik dari suatu pengeluaran yang diperlukan untuk 27 menyelesaikan kewajiban kini pada tanggal pelaporan. 28 54. Estimasi tersebut memperhitungkan risiko dan ketidakpastian yang 29 menyebabkan kewajiban tersebut diakui sebagaimana diatur dalam PSAP 30 mengenai Provisi, Kewajiban Kontingensi, dan Aset Kontingensi. __ 31 PERPAJAKAN 32 55. Entitas pemerintah mengakui aset yang berasal dari 33 perpajakan pada saat terjadinya peristiwa kena pajak dan kriteria 34 pengakuan aset terpenuhi. 35 56. Sumber daya yang timbul dari perpajakan memenuhi definisi aset 36 ketika entitas pemerintah dapat mengendalikan sumber daya yang berasal 37 dari peristiwa masa lalu (peristiwa kena pajak) dan manfaat ekonomi masa 38 depan atau potensi jasa dari sumber daya tersebut diharapkan akan mengalir 39 ke entitas. Sumber daya yang timbul dari perpajakan memenuhi kriteria 40 pengakuan aset ketika kemungkinan besar aliran masuk sumber daya akan 41 terjadi dan nilai wajarnya dapat diukur dengan andal. Tingkat probabilitas 42 yang melekat pada arus masuk sumber daya ditentukan berdasarkan basis 43

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG NATIONAL SINGLE WINDOW
214/PMK.012/2022

Pengelolaan Indonesia National Single Window dan Penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window ...

  • Ditetapkan: 28 Des 2022
  • Diundangkan: 30 Des 2022

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk meningkatkan kinerja sistem logistik nasional, memperbaiki iklim investasi, meningkatkan daya saing perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat, serta pengelolaan sistem manajemen risiko yang terintegrasi antar kementerian/lembaga guna optimalisasi pengelolaan Indonesia National Single Window dan penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window , perlu mengganti ketentuan mengenai pengelolaan Indonesia National Single Window dan penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window ;

b.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 huruf k Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2018 tentang Indonesia National Single Window, dalam melaksanakan tugas __ pengelolaan Indonesia National Single Window dan penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window , Lembaga National Single Window dapat menyelenggarakan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2018 tentang Indonesia National Single Window , perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Indonesia National Single Window dan Penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window ;

Thumbnail
Tidak Berlaku
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG UMUM
PMK 135 TAHUN 2023

Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan ...

  • Ditetapkan: 07 Des 2023
  • Diundangkan: 11 Des 2023
Thumbnail
JABATAN | KEMENTERIAN KEUANGAN
138/PMK.01/2018

Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan

  • Ditetapkan: 21 Sep 2018
  • Diundangkan: 01 Okt 2018

Relevan terhadap 3 lainnya

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan analisis jabatan bagi setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PM.1/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Departemen Keuangan;

b.

bahwa untuk penyempurnaan pedoman analisis jabatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta guna efektivitas dan efisiensi penetapan hasil analisis jabatan dengan memperhatikan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai organisasi dan tata kerja di lingkungan Kantor Pusat, Instansi Vertikal, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT), perlu menyusun kembali pedoman pelaksanaan analisis jabatan di lingkungan Kementerian Keuangan;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan;

Pasal 2Tutup

Pedoman pelaksanaan Analisis Jabatan dalam Peraturan Menteri ini digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan Analisis Jabatan bagi setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan dalam melaksanakan Analisis Jabatan.

Thumbnail
BADAN PENGELOLA | LINGKUNGAN HIDUP
137/PMK.01/2019

Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup

  • Ditetapkan: 30 Sep 2019

Relevan terhadap

Pasal 3Tutup

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup menyelenggarakan fungsi:

a.

pelaksanaan penyusunan rencana strategis bisnis, rencana bisnis dan anggaran tahunan, serta rencana kerja dan anggaran satuan kerja, pengelolaan anggaran, akuntansi, dan pelaporan keuangan, pengelolaan sumber daya manusia, urusan umum, kerumahtanggaan, kehumasan, dan layanan informasi, pengelolaan sistem informasi teknologi dan basis data Dana Lingkungan Hidup, serta koordinasi pelaksanaan tugas;

b.

penyusunan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelaporan rencana penghimpunan dan pengembangan dana, mobilisasi sumber-sumber pendanaan, perumusan, perencanaan, dan pelaksanaan pengembangan dan pemasaran layanan, pengembangan dan penempatan dana pada instrumen investasi, pengelolaan kerja sama pendanaan, setelmen Dana Lingkungan Hidup, pelaksanaan restrukturisasi pinjaman, serta pengelolaan kerja sama dengan bank kustodian, bank umum, dan/atau pihak lainnya;

c.

penyusunan dan pelaksanaan rencana penyaluran dana, analisis kelayakan proposal, penetapan objek penyaluran dana, penyampaian hasil analisis ke Kementerian/Lembaga, bank kustodian, bank umum, dan/atau pihak lainnya, penyaluran dana pinjaman, dana program, dana bagi hasil dan syariah, monitoring dan evaluasi atas penyaluran dana, serta pembinaan kepada penerima dana;

d.

penelaahan aspek hukum atas peraturan dan perjanjian, penyusunan rumusan peraturan, perjanjian, dan kajian hukum, penanganan permasalahan hukum, pendokumentasian atas seluruh dokumen hukum, peraturan, dan perjanjian, serta pelaksanaan manajemen risiko; dan

e.

pelaksanaan pemeriksaan intern atas pelaksanaan tugas Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup.

Thumbnail
PEMBIAYAAN Pembiayaan | BIDANG PENGELOLAAN PEMBIAYAAN RESIKO | PENGELOLAAN PEMBIAYAAN
KepDJPPR KEP-53/PR/2019

Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2Ol9

  • Ditetapkan: 25 Okt 2019

Relevan terhadap

MemutuskanTutup

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 20t9. Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:

1.

Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara;

2.

Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya;

3.

Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari L2 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto;

4.

Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto;

5.

Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing;

6.

SBSN Jangka Panjang adalah SBSN berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto;

7.

SBSN Jangka Pendek atau Menetapkan PERTAMA disebut Surat +t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perbendaharaan Negara Syariah yang selanjutnya disingkat SPNS adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan secara diskonto;

8.

Pinjaman meliputi Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri;

9.

Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Dalam Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya;

10.

Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk SBN, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu;

ll.Pinjaman Kegiatan adalah PLN yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu;

12.

Pinjaman T\rnai adalah PLN dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. KEDUA : Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang tahun 2Ol9 yang selanjutnya disebut SPTMU memuat:

1.

T\rjuan;

2.

Kebijakan umum;

3.

Pembiayaan melalui utang;

4.

Sumber pembiayaan melalui utang;

5.

Pengelolaan portofolio utang;

6.

Indikator risiko pembiayaan utang; dan

7.

Outstanding utang di akhir tahun 2019. KETIGA T\rjuan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 1 sebagai berikut:

1.

Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang tahun 2Ol9 dan membiayai kembali utang jatuh tempo dengan biaya yang minimal dan risiko yang terkendali;

2.

Mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam ^jangka panjang; dan

3.

Meningkatkan akuntabilitas publik sebagai bagian dari pengelolaan utang Pemerintah yang transparan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Kebijakan umum sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 2 sebagai berikut:

1.

Mengendalikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada level yang aman dengan mempertimbangkan kemampuan Ir KEEMPAT KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA membayar kembali;

2.

Meningkatkan optimalisasi biaya utang untuk mendukung kesinambungan fiskal melalui optimalisasi pinjaman tunai dan peningkatan kinerja kegiatan yang dibiayai dengan utang;

3.

Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap;

4.

Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik;

5.

Melakukan upaya lengthening duration untuk mengendalikan utang ^jatuh tempo ^jangka pendek- menengah melalui pelaksanaan penerbitan SBN dan pengelolaan portofolio utang secara aktif untuk mengendalikan biaya dan risiko utang;

6.

Meningkatkan koordinasi pengelolaan likuiditas dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka Assef Liabilitg Management (ALMI;

7.

Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan SBN berbasis proyek yang mendukung program pembangunan nasional;

8.

Mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman tunai untuk meningkatkan fleksibilitas pemenuhan pembiayaan melalui utang dengan mempertimbangkan kapasitas pemberi pinjaman dan biaya serta risiko pinjaman;

9.

Memperkuat dan mengoptimalkan peran hubungan investor dan kelembagaan, optimalisasi strategi komunikasi dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka perluasan basis investor untuk menciptakan gambaran dan pengetahuan positif mengenai SBN;

10.

Meningkatkan pendalaman pasar domestik dengan mengoptimalkan penerbitan SBN ritel secara dalam ^jaringan (online); 1 1. Meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam pengembangan instrumen pembiayaan untuk mendukung pendalaman pasar domestik; dan

12.

Melaksanakan sosialisasi dan pemasaran SBN dalam negeri sebagai strategi untuk meningkatkan investor domestik dan mendorong penambahan investor usia muda. Pembiayaan melalui utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 3 sebesar Rp432.390,6 miliar (empat ratus tiga puluh dua ribu tiga ratus sembilan puluh koma enam miliar rupiah) yang terdiri atas SBN neto sebesar Rp439.031,2 miliar (empat ratus tiga puluh sembilan ribu tiga puluh satu koma dua miliar rupiah) dan Pinjaman neto sebesar negatif Rp6.640,6 miliar (enam ribu enam ratus empat puluh l'3 KELIMA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK ^INDONESIA KEENAM KETUJUH KEDELAPAN koma enam miliar rupiah). Dengan memperhatikan outlook defisit ^APBN ^tahun anggaran 2019, pembiayaan ^non-utang, ^dan ^utang jatuh tempo, maka kebutuhan pembiayaan melalui utang ditetapkan sebesar Rp929.933,6 ^miliar (sembilan ratus dua puluh sembilan ribu sembilan ratus tiga puluh tiga koma enam miliar ^rupiah) dengan rincian sebagaimana tercantum ^dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak ^terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ^ini. Sumber pembiayaan melalui utang ^sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka ^4 terdiri ^atas:

1.

Pembiayaan melalui penerbitan SBN sebesar ^Rp 848.939,9 miliar (delapan ratus empat ^puluh delapan ribu sembilan ratus tiga puluh sembilan koma sembilan miliar rupiah). Pembiayaan melalui penerbitan SBN dimaksud tidak termasuk penerbitan SPN dan SPNS ^yang akan jatuh tempo pada tahun 2Ol9 ^sebesar Rp47.590,0 miliar (empat puluh tujuh ribu lima ratus sembilan puluh koma nol miliar rupiah), sehingga penerbitan SBN bruto sebesar Rp896.529,9 miliar (delapan ratus sembilan ^puluh enam ribu lima ratus dua puluh sembilan ^koma sembilan miliar rupiah) dan dapat disesuaikan apabila terdapat perubahan atas utang ^jatuh tempo pada tahun 2019 dan/atau kebutuhan pembiayaan defisit dan non-utang (neto). 2. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebesar Rp80.993,7 miliar (delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh tiga koma tujuh miliar rupiah). Penerbitan SBN bruto sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUH angka 1 sebesar Rp896 .529,9 miliar (delapan ratus sembilan puluh enam ribu lima ratus dua puluh sembilan koma sembilan miliar rupiah) terdiri atas:

1.

Penerbitan SBN Rupiah sebesar Rp747.897,9 miliar (tujuh ratus empat puluh tujuh ribu delapan ratus sembilan puluh tujuh koma sembilan miliar rupiah); dan

2.

Penerbitan SBN dalam valuta asing sebesar Rp148.632,0 miliar (seratus empat puluh delapan ribu enam ratus tiga puluh dua koma nol miliar rupiah), dan dapat dioptimalkan hingga sebesar 18,Oo/o (delapan belas koma nol persen) dari pembiayaan melalui SBN. Rincian lebih lanjut atas penerbitan SBN bruto tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Penerbitan SBN Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 1 dilaksanakan melalui metode lelang dan non-lelang. l7 KESEMBILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KESEPULUH KESEBELAS : Penerbitan SBN Rupiah melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan sebagai berikut:

1.

Lelang SBN direncanakan sebanyak 48 ^(empat puluh delapan) kali dengan rincian lelang SUN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali dan lelang SBSN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali. 2. Jenis instrumen, target per lelang dan target total ditetapkan sebagai berikut:

a.

SPN dengan tenor 3 (tiga) bulan dengan target indikatif sebesar Rp 41.79O,O miliar (empat puluh satu ribu tujuh ratus sembilan puluh koma nol miliar rupiah);

b.

SPNS dengan tenor 6 (enam) bulan danlatau 12 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp37.760,0 miliar (tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus enam puluh koma nol miliar rupiah);

c.

SPN dengan tenor 9 (sembilan) bulan dan/atau 12 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp51.750,0 miliar (lima puluh satu ribu tujuh ratus lima puluh koma nol miliar rupiah);

d.

ON dengan target indikatif sebesar Rp405.216,1 miliar (empat ratus lima ribu dua ratus enam belas koma satu miliar rupiah); dan

e.

SBSN Jangka Panjang dengan target indikatif sebesar Rp159. L63,9 miliar (seratus lima puluh sembilan ribu seratus enam puluh tiga koma sembilan miliar rupiah);

3.

Target outstanding SPN dan SPNS pada akhir tahun 2Ol9 sebesar Rp83.710,0 miliar (delapan puluh tiga ribu tujuh ratus sepuluh koma nol miliar rupiah);

4.

Target indikatif penerbitan per instrumen dan frekuensi lelang dapat diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan dan kondisi pasar dengan tetap mempertimbangkan target bia5ra dan risiko utang;

5.

Jadwal pelaksanaan lelang serta indikasi target penerbitan akan diumumkan kepada para pihak secara periodik dan terbuka, termasuk bila terdapat perubahan dalam rencana penerbitan. Penerbitan SBN Rupiah melalui non-lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan dengan metode bookbuilding dan piuate placement. Penerbitan SBN dengan metode bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan untuk penerbitan SBN ritel dengan target indikatif sebesar Rp45.000,0 miliar (empat puluh lima ribu koma nol miliar rupiah) sampai dengan Rp65.OOO,O (enam puluh lima ribu koma nol miliar rupiah) dalam 10 (sepuluh) kali penerbitan dan dapat diubah dengan tetap mempertimbangkan target biaya it t- KEDUABELAS KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETIGABELAS KEEMPATBELAS KELIMABELAS dan risiko utang. : Penerbitan SBN dengan metode priuate placement sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan secara terkoordinasi dengan mempertimbangkan:

1.

Kebutuhan kas;

2.

Hasil pelaksanaan lelang SBN apabila tidak mencapai target dan/atau memiliki biaya yang tinggi;

3.

Kebutuhan untuk pengembangan pasar SBN, termasuk pelaksanaan priuate placemenf secara selektif khususnya bagi investor institusi yang tidak bisa membeli instrumen keuangan lain selain SBN dan investor institusi yang mempunyai kewajiban untuk memiliki portofolio SBN dengan jumlah atau persentase tertentu; dan

4.

Penerbitan dalam rangka konversi dana transfer daerah;

5.

Penerbitan SBN untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 2 terdiri atas penerbitan SUN dalam valuta asing sebesar Rpl19.I14,4 miliar (seratus sembilan belas ribu seratus empat belas koma empat miliar rupiah) dan penerbitan SBSN dalam valuta asing sebesar Rp29.517 ,6 miliar (dua puluh sembilan ribu lima ratus tujuh belas koma enam miliar rupiah). Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPATBELAS dilakukan dalam mata uang kuat (hard currencg) yaitu USD, EUR, JPY, dan/atau mata uang lain dengan tujuan untuk:

1.

Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN, refinancing utang, dan sebagai pelengkap atas penerbitan SBN Rupiah;

2.

Melakukan diversifikasi instrumen pembiayaan dalam rangka mengelola biaya dan risiko pembiayaan;

3.

Memberikan ruang kepada institusi non- pemerintah untuk memperoleh pembiayaan dari pasar keuangan domestik;

4.

Membantu mewujudkan stabilitas moneter dan turut menjaga cadangan devisa;

5.

Menyediakan acuan bagi korporasi dalam penerbitan obligasi dalam valuta asing; dan

6.

Menyediakan instrumen valas di pasar keuangan domestik untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. It KEENAMBELAS KETUJUHBELAS KEDELAPANBELAS KESEMBILANBELAS KEDUAPULUH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Dalam rangka menjamin ketersediaan anggaran di awal tahun anggaran 2OL9, Pemerintah dapat melakukan penerbitan SBN pada triwulan keempat tahun 2018, dengan memperhatikan:

1.

Kebutuhan pembiayaan pada bulan Januari 2Ol9;

2.

Besaran target pembiayaan utang tahun 2Ol9; dan

3.

Kondisi perekonomian dan pasar keuangan. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebagaimana dimaksud Diktum KETUJUH angka 2 terdiri atas penarikan PDN dan penarikan PLN. Penarikan PDN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rp2.345,4 miliar (dua ribu tiga ratus empat puluh lima koma empat miliar rupiah) dengan mempertimbangkan:

1.

Penyelesaian dan percepatan kegiatan-kegiatan prioritas yang telah terkontrak;

2.

Percepatan penyelesaian kontrak atas kegiatan- kegiatan prioritas yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya;

3.

Kapasitas Kementerian/Lembaga pelaksana kegiatan dalam menentukan jenis dan menyelesaikan kegiatan;

4.

Kapasitas industri dalam negeri terkait dengan penyediaan barang dan jasa;

5.

Kapasitas pemberi PDN; dan

6.

Biaya dan risiko pinjaman. Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rp78.648,3 miliar (tujuh puluh delapan ribu enam ratus empat puluh delapan koma tiga miliar rupiah) yang terdiri atas penarikan Pinjaman Tunai sebesar Rp44.L64,O miliar (empat puluh empat ribu seratus enam puluh empat koma nol miliar rupiah) dan penarikan Pinjaman Kegiatan sebesar Rp34.484,3 miliar (tiga puluh empat ribu empat ratus delapan puluh empat koma tiga miliar rupiah). Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILANBELAS dilakukan dengan kebijakan:

1.

Mengutamakan pinjaman tingkat bunga tetap (fixed rate) dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang;

2.

Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN untuk menghindari tambahan biaya utang dan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang optimal;

3.

Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN melalui peningkatkan kualitas penganggaran serta optimalisasi fungsi monitoring dan evaluasi sebagai upaya menghindari tambahan biaya pinjaman dan untuk mempercepat penyelesaian output dalam rangka pencapaian target pembangunan nasional; 47 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHSATU 4. Mengutamakan Pinjaman T\rnai yang bersumber dari pemberi pinjaman multilateral dan bilateral, dengan memperhatikan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan program baik kebijakan maupun kegiatan yang menjadi basis pinjaman tunai; dan

5.

Mengadakan pinjaman tunai komersial sebagai alternatif terakhir dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang. Dalam rangka mengantisipasi potensi tambahan pembiayaan utang dalam tahun anggaran berjalan, dapat dilakukan penjajakan terhadap sumber-sumber pembiayaan, yang dapat digunakan untuk memenuhi tambahan kebutuhan pembiayaan utang dan/atau dalam rangka fleksibilitas pembiayaan utang. Pengelolaan portofolio utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 5 dilakukan untuk mendukung pencapaian portofolio utang yang optimal, mengendalikan pembayaran bunga utang dan pengembangan pasar SBN domestik melalui program penukaran utang (debt switch), pembelian kembali utang secara tunai (cash bugback), dan penataan profil utang (reprofiling). Indikator risiko pembiayaan utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 6 yang menjadi target terdiri atas:

1.

Risiko tingkat bunga (interest rate risk);

2.

Risiko pembiayaan kembali (refinancing risk); dan

3.

Risiko nilai tukar (exchange rate risk). KEDUAPULUHEMPAT : Dalam rangka pengendalian risiko tingkat bunga sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 1, pengadaan utang mengutamakan tingkat bunga tetap ^(fixed rate) dengan tetap membuka ruang pengadaan utang tingkat bunga mengamb ang (uaiable rate) maksimal sebesar 2O,Oo/o (dua puluh koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. : Risiko pembiayaan kembali sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 2 ditargetkan dengan indikator:

1.

Rata-rata utang jatuh tempo (Auerage Time to Maturitg) penerbitan SBN sebesar 8,4 (delapan koma empat) sampai dengan 9,4 (sembilan koma empat) tahun, pengadaan Pinjaman sebesar 9,O (sembilan koma nol) sampai dengan 10,O (sepuluh koma nol) tahun, dan pengadaan utang sebesar 8,5 (delapan koma lima) sampai dengan 9,5 (sembilan koma lima) tahun; dan Porsi utang yang jatuh tempo dalam 1 (satu) tahun maksimal I2,Oo/o (dua belas koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. KEDUAPULUHDUA KEDUAPULUHTIGA KEDUAPULUHLIMA {r 2. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHENAM KEDUAPULUHTUJUH KEDUAPULUHDELAPAN KEDUAPULUHSEMBILAN KETIGAPULUH KETIGAPULUHSATU KETIGAPULUHDUA Dalam rangka pengendalian risiko nilai tukar sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 3, indikator ^yang ditargetkan sebagai berikut:

1.

Penerbitan SBN dalam valuta asing dibatasi maksimal sebesar t9,Oo/o (delapan belas koma ^nol persen) dari pembiayaan melalui SBN;

2.

lJtang dalam valuta asing sebesar maksimal2S,Oo/o (dua puluh lima koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Jumlah outstanding utang di akhir tahun 2Ol9 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 7, diperkirakan sebesar Rp4.812.411,9 miliar (empat juta delapan ratus dua belas ribu empat ratus sebelas koma sembilan miliar rupiah) atau sebesar 29,9o/o (dua puluh sembilan koma sembilan persen) dari PDB, dengan indikator risiko portofolio utang sebagaimana tercantum dalam Lampiran III ^yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Evaluasi terhadap SPTMU dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk memantau kesesuaian target dan realisasinya, serta untuk menyajikan prognosis pembiayaan utang hingga akhir tahun anggaran. Penlrusunan SPTMU menggunakan asumsi dan data masukan per tanggal 30 September 2Ol9 dan apabila terdapat perubahan signifikan akan dilakukan perubahan. Dalam rangka optimalisasi penggunaan dana Sisa Anggaran Lebih pada rekening Kas Negara, target pengadaan utang dapat disesuaikan dengan tetap memperhatikan kebutuhan kas untuk pembiayaan awal tahun 2O2O. Pada saat Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Nomor 47 lPRl2019 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2Ol9 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 17 Oktober 2OL9. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:

1.

Menteri Keuangan;

2.

Wakil Menteri Keuangan;

3.

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;

4.

Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;

5.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan;

6.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan;

7.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan; ,lt t" t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 8. Sekretaris Direktorat Jenderal dan Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal Z5 Oktober 20tg DIREKTUR JENDERAL LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, /VLUKY ^ALFIRMA. ^q t I KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN ^RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ote ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN ^TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Kebutuhan Pembiayaan APBN Melalui Utang Tahun 2Ol9 dalam miliar R Uraian Nominal 1 Pembiayaan Defisit 2 Pembiayaan Non-Utang (netf a. Pembiayaan Investasi b. Pemberian Pinjaman c. Kewajiban Penjaminan d. Pembayaan Lainnya 3 Utang Jatuh Tempo a. Surat Berharga Negara b. Pinjaman 37O.739,7 61.650,9 74.39L,6 2.281,3 (15.022,0) 497.5'43,0 4a9.908,7 87.634,3 Total Kebutuhan Pembiayaan 929.933,6 DIREKTUR JENDERAL PEN.GELO LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, LTuuxvALFIRMA" {2- t- I Komposisi Penerbitan Surat Berharga Negara Tahun 2Ol9 (dalam miliar Rp) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ot9 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, l-y"un ^ALFIRMA.47- fl- I Instrumen Nominal Surat Utang Negara a Surat Utang Negara Rupiah i Obligasi Negara ii Surat Perbendaharaan Negara iii Surat Utang Negara Ritel b Surat Utang Negara dalam Valuta Asing 639.247,O 520.L32,7 405.2L6,t 93.540,0 2L.376,6 L19.1L4,4 Surat Berharga Syariah Negara a Surat Berharga Syariah Negara Rupiah i Surat Berharga Syariah Negara Jangka Panjang ii Surat Perbendaharaan Negara Syariah iii Surat Berharga Syariah Negara Ritel b Surat Berharga Syariah Negara dalam Valuta Asing 257.282,8 227.765,2 159.163,9 37.760,0 30.841,3 29.5L7.6 Total Penerbitan Surat Berharga Negara (bnuto) 896.529,9 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ot9 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Ekspektasi Portofolio Utang Akhir Tahun 2OL9 Outstanding (dalam miliar rupiah) SBN Pinjaman Utang 4.026.397,9 786.O14,O 4.812.4L1,9 lndikator Risiko Portofolio Utang Risiko Tingkat Bunga Porsi Utang Tingkat Bunga Tetap 90,5yo Risiko Pembiayaan Kembali Rata-Rata Utang Jatuh Tempo (tahun) 8,4 Porsi Utang Jatuh Tempo Dalam 1 Tahun 8,2o/o Risiko Nilai Tukar Porsi Utang Dalam Valuta Asing 38,5o/o Rasio Utang terhadap PDB PDB (dalam miliar rupiah) Rasio Utang terhadap PDB 16.093.100,0 29,90/o Asumsl Kurs USD t4.200 DIREKTUR JENDERAL PENGELO LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, L1LUKY ^ALFTRMAN ^fL_ f {

Thumbnail
HUKUM TATA NEGARA | BIDANG UMUM
154/PMK.01/2021

Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

  • Ditetapkan: 28 Okt 2021
  • Diundangkan: 29 Okt 2021

Relevan terhadap

Pasal 33Tutup
(1)

Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan pemantauan program serta dukungan teknis bagi pemangku jabatan fungsional, urusan sumber daya manusia, analisis beban kerja, keuangan, tata usaha, rumah tangga, kearsipan, perencanaan, pengadaan, penatausahaan, pengamanan, dan pengawasan barang milik negara serta pengelolaan area terpadu di lingkungan KPKNL.

(2)

Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, pemusnahan, pengawasan, pengendalian, bimbingan teknis, penatausahaan dan akuntansi serta penyusunan laporan/daftar barang milik negara/kekayaan negara.

(3)

Seksi Piutang Negara mempunyai tugas penyiapan bahan pelaksanaan pengurusan piutang negara dan kewenangan Panitia Urusan Piutang Negara, bimbingan teknis, dan pembinaan, penatausahaan, penagihan serta optimalisasi dalam rangka pengelolaan piutang negara.

(4)

Seksi Hukum dan Informasi mempunyai tugas melakukan penanganan perkara, pengelolaan dan pemeliharaan perangkat, jaringan, infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, penyajian informasi dan hubungan kemasyarakatan, implementasi sistem aplikasi, penyiapan bahan penyusunan rencana strategik, laporan akuntabilitas, dan laporan tahunan, penatausahaan berkas kasus piutang negara, serta verifikasi penerimaan pembayaran piutang negara dan hasil lelang.

(5)

Seksi Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan pemantauan pengendalian intern, pengelolaan kinerja, pengelolaan risiko, kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak lanjut hasil pengawasan, serta perumusan rekomendasi perbaikan proses bisnis.

Thumbnail
HUKUM UMUM
283/KMK.011/2021

Implementasi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) di Lingkungan Kementerian Keuangan

  • Ditetapkan: 16 Jul 2021

Relevan terhadap

MemutuskanTutup

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG IMPLEMENTASI ORGANISASI PEMBELAJAR (LEARNING ORGANIZATION) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN. Menetapkan implementasi organisasi pembelajar (learning organization) di lingkungan Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Leaming Organization yang merupakan upaya mewujudkan Kementerian Keuangan sebagai organisasi yang secara sistematis memfasilitasi pemelajar agar mampu berkembang dan bertransformasi secara berkesinambungan guna mendukung pencapaian kinerja Kementerian Keuangan. Setiap unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit organisasi non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan harus mengimplementasikan Leaming Organization dalam rangka memfasilitasi pemelajar sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA. Implementasi Leaming Organization sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA dilaksanakan dengan menerapkan komponen Leaming Organization yang terdiri a tas:

a.

_Strategic Fit and Management Commitment; _ b. _Leaming Function Organization; _ c. _Learners; _ d. _Knowledge Management Implementation; _ e. _Leaming Value Chain; _ f. _Leaming Solutions; _ g. _Leaming Spaces; _ h. Learners' _Performance; _ 1. Leaders' Participation in Leaming Process; dan J. Feedback. Strategic Fit and Management Commitment sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf a merupakan:

a.

kesesuaian antara tujuan organisasi dengan sumber daya yang dimiliki;

b.

kemampuan untuk mengoptimalkan peran sumber daya dalam mencapai kinerja yang ditargetkan; dan

c.

komitmen manajemen dalam mengembangkan, mengevaluasi, dan meningkatkan peran serta setiap elemen organisasi, KELIMA KEENAM KETUJUH KEDELAPAN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dalam pencapaian tujuan organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaming Function Organization sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA hurufb merupakan kemampuan organisasi dalam menerapkan visi, budaya, strategi, dan struktur yang berorientasi pada pembelajaran, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Learners sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf c merupakan pemelajar yang terdiri atas:

a.

individu, yaitu setiap pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan;

b.

tim, yaitu setiap kelompok pejabat dan/atau pegawai dengan tugas tertentu di lingkungan Kementerian Keuangan; dan/atau

c.

organisasi, yaitu setiap unit organisasi Eselon maupun non Eselon di lingkungan Kementerian Keuangan, yang secara berkesinambungan menerapkan budaya belajar serta meningkatkan pengetahuan kolektif guna meningkatkan kinerja organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Knowledge Management Implementation sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf d merupakan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai manajemen pengetahuan (knowledge management) di lingkungan Kementerian Keuangan, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaming Value Chain sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf e merupakan serangkaian proses analisis, desain, implementasi, dan evaluasi untuk melaksanakan pembelajaran yang aplikatif, relevan, mudah diakses, dan berdampak tinggi sesuai kebutuhan organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang KESEMBILAN KESEPULUH KESEBELAS KEDUABELAS MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 5 - merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaming Solutions sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruffmerupakan implementasi model pembelajaran yang terdiri atas:

a.

belajar sendiri _(self-learning); _ b. pembelajaran terstruktur _(structured learning); _ c. belajar di lingkungan sosial/belajar dari orang lain _(social leaming/leamingfrom others); _ clan d. belajar dari pengalaman/belajar sambil bekerja (learning from experience/learning while working}, untuk mendukung tujuan organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaming Spaces sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf g merupakan ketersediaan kesempatan, infrastruktur, clan sumber daya manusia yang mendukung kegiatan belajar, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Learners' Performance sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA hurufh merupakan basil pembelajaran pemelajar dalam meningkatkan kinerja individu, tim, clan organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaders' Participation in Leaming Process sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf i merupakan peran penting pimpinan yang selanjutnya disebut Leaders, dalam:

a.

mengomunikasikan clan mendorong individu mewujudkan visi bersama _(shared vision); _ b. memahami kebutuhan pembelajaran organisasi;

c.

membangun iklim yang mendukung proses pembelajaran; clan d. membimbing clan mendorong bawahan clan semua elemen organisasi untuk selalu belajar baik dari setiap aktivitas formal maupun informal, KETIGABELAS KEEMPATBELAS KELIMABELAS KEENAMBELAS KETUJUHBELAS MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Feedback sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf j merupakan penyampaian masukan dan/atau rekomendasi terhadap pelaksanaan seluruh komponen Leaming Organization untuk perbaikan yang berkelanjutan, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Untuk mendukung implementasi Leaming Organization sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan _berkoordinasi dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Operasionalisasi implementasi Leaming Organization sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

dilakukan sesuai dengan pedoman teknis implementasi _Leaming Organization; _ dan b. terhadap implementasi Leaming Organization dilakukan penilaian tingkat implementasi Leaming Organization oleh Komite Leaming Organization. Ketentuan lebih lanjut mengenai:

a.

pedoman teknis implementasi _Leaming Organization; _ b. penilaian tingkat implementasi Leaming _Organization; _ dan c. Komite Leaming Organization, sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMABELAS ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan. Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:

1.

Wakil Menteri Keuangan;

2.

Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, dan para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Keuangan;

3.

Kepala Lembaga _National Single Window; _ Flt. l d •' ' /   '" \ . ,./,; "" ^l ·i.'I,, T ''·. ·  ,,' f: i' t ,1 1  1 t \ _: ; i> ' lZWNll" MENlf: l(I 1··EUA1,1 ^1 3A.N REPUr: iUK 11-,JUOf\lESI/.\ - 7 - 4. Kepala Biro Umum, para Sekretaris Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Badan di lingkungan Kementerian Keuangan, dan Sekretaris Lembaga _National Single Window; _ 5. Kepala Biro Sumber Daya Manusia, Sekretariat Jenderal;

6.

Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal;

7.

Para Kepala Pusat di lingkungan Ba.clan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;

8.

Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN; dan

9.

Para Kepala Balai di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 283 /KMK.011/2021 TENTANG IMPLEMENT AS! LEARNING ORGANIZATION Di LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN A. Rincian Komponen Strategic Fit and Management Commitment 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan memiliki komitmen untuk mendukung pengembangan sumber d ay a manusia yang sejalan dengan pencapaian tujuan organisasi. 2. Komitmen dan dukungan dalam pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Visi Organisasi Organisasi memiliki visi yang mencakup rencana pengembangan sumber daya manusia secara menyeluruh yang sejalan dengan target kinerja organisasi. b. Budaya Organisasi Organisasi memiliki budaya yang diwujudkan dalam kebijakan dan tercermin dalam aktivitas harian guna memberikan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk senantiasa mengembangkan diri dengan belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar yang dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja.

c.

Strategi Organisasi Organisasi memiliki strategi yang mencakup rencana kebutuhan pengembangan, pola karier, standar kompetensi, dan learning journey bagi seluruh pegawai yang sejalan dengan target kinerja organisasi. d. Struktur Organisasi Organisasi memiliki pimpinan yang mempunyai kewenangan dalam menentukan arah dan kebijakan pengembangan sumber daya manusia yang sejalan dengan target kinerja organisasi. B. Rincian Komponen Leaming Function Organization 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan mewujudkan organisasinya untuk dapat secara akomodatif mendukung pembelajaran sehingga perwujudan Leaming Organization dapat terlaksana secara lebih terarah, sistematis dan berkelanjutan. 2. Dukungan terhadap pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Penerapan Visi Organisasi Organisasi mengelola agar visi yang telah ditetapkan dapat dicapai melalui adanya proses pembelajaran (baik pembelajaran individu, pembelajaran tim, maupun pembelajaran organisasi) yang berkelanjutan. b. Penerapan Budaya Organisasi Organisasi menerapkan program budaya yang mencakup kebiasaan, nilai-nilai, maupun praktik dalam organisasi, khususnya terkait dengan pembelajaran. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - c. Penerapan Strategi Organisasi Organisasi menerapkan strategi yang mencakup rencana aksi, metode, maupun langkah-langkah terkait pembelajaran dalam organisasi untuk mencapai visi dan target kinerjanya.

d.

Penerapan Struktur Organisasi Organisasi melakukan penataan kelembagaan dengan menghilangkan sekat komunikasi antar struktur sehingga mempermudah arus komunikasi serta meningkatkan hubungan dan kolaborasi kerja di dalam organisasi, termasuk komunikasi mengenai pertukaran kebijaksanaan (wisdom), pengetahuan (knowledge), informasi (infonnation), dan data (data). C. Rincian Komponen Learners 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan memelihara dan meningkatkan komitmen belajar pemelajar (termasuk di dalamnya aspek fisik, motivasi, pemikiran, nilai, sikap dan mental, maupun inisiatif dalam upaya pengembangan diri, tim dan organisasi secara menyeluruh dan berkesinambungan) untuk mendukung kinerja organisasi.

2.

Pemeliharaan dan peningkatan komitmen belajar sebagaimana dimaksud dalam pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Individu sebagai Learners Organisasi mendorong individu sebagai Learners untuk:

1)

mengidentifikasi, menyusun dan mengimplementasikan rencana pengembangan individu yang merefleksikan pemahaman utuh atas kebutuhan pengembangan kompetensinya dan mengupayakan pemenuhan kebutuhan pengembangan kompetensi tersebut, terutama atas inisiatif pribadi, dalam rangka budaya belajar berkelanjutan (continuous learning). 2) secara rutin mengalokasikan waktu untuk belajar dari berbagai sumber, baik pembelajaran terstruktur maupun tidak terstruktur untuk mendukung kinerja individu, tim, dan organisasi.

3)

memiliki perspektif dan sikap mental yang positif terhadap tantangan, perubahan dan inovasi serta memiliki motivasi dan inisiatif untuk turut menciptakan sesuatu bagi organisasi secara menyeluruh.

4)

secara aktif mempelajari dan mengimplementasikan hasil belajar, di antaranya yaitu cara-cara baru dalam bekerja yang lebih baik. 5) meningkatkan kinerja tim dan organisasi melalui eskalasi dari implementasi hasil belajarnya. 6) mendokumentasikan implementasi hasil belajar (baik success maupun failure) untuk menjadi lesson learned yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan berbagi pengetahuan dan/atau penyebarluasan lesson learned tersebut ke rekan kerja, tim, maupun organisasi secara menyeluruh, MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 7) dapat menjadi inspirasi, mendorong dan mendukung orang lain untuk berkembang dan mempelajari hal-hal yang baru.

b.

Tim sebagai Learners Organisasi mendukung tim sebagai Learners untuk:

1)

mendorong organisasi mencapai tujuan strategisnya melalui pembentukan kelompok belajar. 2) secara terus-menerus menggerakkan aktivitas belajar di dalam tim dengan metode belajar, seperti: briefing, mentoring, meeting, job rotation, kerja sama tim, inquiry, konsultasi, reading assignment, monitoring, studi banding, belajar dari organisasi lain, belajar dari mitra, dan belajar dari pengalaman.

c.

Organisasi sebagai Learners Organisasi mendorong terwujudnya budaya belajar di tingkat organisasi dengan:

1)

mendorong terjadinya pertukaran, diseminasi, dan pengaplikasian pengetahuan secara kolektif di tingkat organisasi.

2)

memfasilitasi implementasi budaya belajar, melalui: a) dukungan terhadap inovasi guna membangun keyakinan yang mendorong munculnya gagasan-gagasan baru; b) pemberian keamanan secara psikologis guna membangun keyakinan untuk bebas melakukan diskusi-diskusi dengan memperhatikan kode etik yang berlaku; c) penanaman mindset yang mendorong pengembangan budaya belajar organisasi; dan d) pembangunan rasa percaya (trust) bahwa Leaders mendukung adanya ide-ide baru.

3)

membangun komitmen belajar di tingkat organisasi dengan memberikan jaminan keamanan secara psikologis berupa pemberian keyakinan untuk memiliki keberanian dalam mengutarakan pendapat.

4)

organisasi melalui peran para pemimpinnya: a) memfasilitasi dan mendorong pembelajaran di level organisasi melalui dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2) dan angka 3). b) mengalokasikan sumber daya, menetapkan organisasi, memberikan penghargaan, dan anggotanya dalam aktivitas pembelajaran; dan agenda -agenda mendisiplinkan c) menunjukkan toleransi terhadap kesalahan, sabar dan memiliki kemauan menjadi coach, memberikan contoh, menjadi role model, serta mengembangkan gagasan-gagasan untuk melakukan persuasi para anggota organisasi.

5)

agile terhadap perubahan dan memanfaatkan momentum tersebut untuk pembelajaran. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA D. Rincian Komponen Knowledge Management Implementation 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan menerapkan proses manajemen pengetahuan yang meliputi identifikasi, dokumentasi, pengorgan1sas1an, penyebarluasan, penerapan, dan pemantauan. 2. Penerapan proses manajemen pengetahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Identifikasi 1) Organisasi menentukan pengetahuan yang akan didokumentasikan sebagai aset intelektual. 2) Penentuan pengetahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) memenuhi kriteria: a) merupakan pengetahuan di bidang keuangan negara; dan/atau b) terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan.

3)

Organisasi mendukung penyusun aset intelektual untuk melakukan identifikasi aset intelektual, seperti memberikan penugasan dan mendorong inisiatif.

b.

Dokumentasi 1) Organisasi melakukan kegiatan pendokumentasian (knowledge capture) untuk menghasikan aset intelektual melalui metode di antaranya: a) wawancara; b) pengamatan; c) diskusi kelompok terarah; dan/atau d) komunitas belajar ( community of practices). 2) Organisasi menghasilkan aset intelektual yang dituangkan dalam bentuk audio, visual, dan audiovisual. 3) Organisasi mendukung penyusun aset intelektual untuk melakukan dokumentasi aset intelektual, seperti memberikan penugasan atau mendorong inisiatif.

c.

Pengorganisasian 1) Organisasi melakukan kegiatan penataan aset intelektual melalui: a) katalogisasi dan klasifikasi yang didasarkan pada:

(1)

bidang keilmuan terkait keuangan negara;

(2)

fungsi unit jabatan pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian Keuangan; dan/atau

(3)

standar kompetensi jabatan, b) abstraksi, dengan menyusun deskripsi sederhana atas aset intelektual; dan c) pemberian indeks, dengan melakukan mekanisme pengolahan aset intelektual yang dilakukan secara automasi. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2) Organisasi melakukan proses penjaminan mutu secara terstruktur dengan penunjukan panitia penjamin mutu.

d.

Penyebarluasan Organisasi menyediakan aset intelektual pada laman antar muka perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system). e. Penerapan Organisasi memberikan kesempatan untuk melakukan pengaplikasian atau pemanfaatan aset intelektual oleh pengguna perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system) untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersangkutan. f. Pemantauan Organisasi memastikan kesesuaian antara aset intelektual yang terdapat dalam perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system) dengan kebutuhan pengguna perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system). E. Rincian Komponen Leaming Value Chain 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan berpartisipasi secara aktif dalam proses Leaming Value Chain yang meliputi analisis kebutuhan pembelajaran, desain pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Partisipasi aktif dalam proses Leaming Value Chain sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Analisis Kebutuhan Pembelajaran 1) Organisasi selaku unit pengguna berpartisipasi secara aktif dalam analisis kebutuhan pembelajaran yang terdiri atas penyiapan landasan analisis kebutuhan pembelajaran, pertemuan learning council, pengumpulan data analisis kebutuhan pembelajaran, verifikasi Laporan Hasil Pengumpulan Data Analisis Kebutuhan Pembelajaran, dan harmonisasi hasil analisis kebutuhan pembelajaran sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman analisis kebutuhan pembelajaran di lingkungan Kementerian Keuangan.

2)

Organisasi selaku unit pengguna menunjuk pemilik rumpun keahlian (skill group owne71 untuk membantu pelaksanaan analisis kebutuhan pembelajaran termasuk terlibat dalam implementasi hasil analisis kebutuhan pembelajaran.

b.

Desain Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam penyusunan dan/atau pengembangan desain pembelajaran, seperti memberi masukan dan mereviu atas konsep desain pembelajaran. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2) Organisasi menugasi skill group owner untuk memberi masukan kesesuaian antara desain pembelajaran dengan: a) kebutuhan strategis _(learning outcome); _ b) kebutuhan kinerja _(learning output); _ dan c) kebutuhan kompetensi (learning goals). c. Penyelenggaraan Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan pembelajaran pada tahap persiapan dan kegiatan pembelajaran. 2) Partisipasi sebagaimana dimaksud pada angka 1) di antaranya dilakukan dengan pengiriman peserta, penugasan sumber daya manusianya sebagai tenaga pengajar, dan pemberian masukan perbaikan penyelenggaraan.

3)

Organisasi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang dapat dilaksanakan secara mandiri (pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, e-leaming, dan pelatihan jarak jauh) berkoordinasi dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.

d.

Evaluasi Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam proses evaluasi pembelajaran yang meliputi evaluasi penyelenggaraan, evaluasi pengajar, evaluasi hasil pembelajaran peserta, dan evaluasi pascapembelajaran (evaluasi implementasi hasil pembelajaran dan evaluasi dampak pembelajaran).

2)

Partisipasi sebagaimana dimaksud pada angka 1) di antaranya dilakukan dengan memberikan masukan dalam perumusan instrumen evaluasi pascapembelajaran, menindaklanjuti rekomendasi evaluasi, dan menugasi alumni melakukan knowledge sharing. F. Rincian Komponen Leaming Solutions 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan mewujudkan organisasinya untuk memfasilitasi implementasi berbagai model pembelajaran demi mencapai tujuan organisasi yang direncanakan. 2. Fasilitasi implementasi model pembelajaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Belajar sendiri (self-learning) Organisasi memfasilitasi dan memberi kesempatan setiap pegawai untuk berinisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar, memformulasi tujuan belajar, mengidentifikasi sumber pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar, sesuai kebutuhannya secara individu.

b.

Pembelajaran terstruktur (structured learning) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran yang terstruktur baik di dalam kelas (klasikal) MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA maupun di luar kelas yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan.

c.

Belajar di lingkungan sosial/belajar dari orang lain (social learning/ learning from others) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran kolaboratif dalam sebuah komunitas maupun melalui bimbingan di luar kelas, melalui interaksi atau dengan mengobservasi pihak/ orang lain, seperti coaching & mentoring (di luar Dialog Kinerja Individu), knowledge sharing, patok banding (benchmarking), dan keikutsertaan dalam komunitas belajar (community of practices). d. Belajar dari pengalaman/belajar sambil bekerja (learning from experiences/learning while working) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran terintegrasi di tempat kerja melalui praktek langsung seperti magang/ praktek kerj a, detasering (secondment), action learning, gugus tugas, tugas tambahan, pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah. G. Rincian Komponen Leaming Spaces 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan menyediakan learning spaces yang berupa ruangan, peralatan, jaringan internet dan intranet, akses sumber belajar, kesempatan belajar, dan dukungan teknis.

2.

Penyediaan learning spaces sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Ruangan Organisasi memastikan ketersediaan ruangan yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan di lingkungan kantor pada unit kerja, seperti ruang belajar, ruang diskusi, open space, perpustakaan, dan yang sejenis.

b.

Peralatan Organisasi memastikan ketersediaan:

1)

peralatan berupa komputer atau laptop yang mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai;

2)

perangkat lunak untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai, seperti operating system, Microsoft Office, browser, Zoom Meeting, dan yang sejenis; dan

3)

peralatan untuk mendukung pelaksanaan dokumentasi pengetahuan, seperti kamera, microphone, aplikasi penunJang multimedia, dan yang sejenis. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA c. Jaringan Internet dan Intranet Organisasi memastikan ketersediaan jaringan internet, intranet dan jaringan komunikasi lain yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai.

d.

Akses Sumber Belajar Organisasi memastikan ketersediaan akses terhadap sumber belajar untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai, seperti akun Kemenkeu Leaming Center (KLC), akses jurnal EBSCO, kartu keanggotaan perpustakaan, dan yang sejenis.

e.

Kesempatan Belajar Organisasi memberikan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk melakukan kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan secara daring (online) dan luring (offline) pada jam kerja. Contoh daring meliputi mengikuti e-leaming/Pelatihan Jarak Jauh (PJJ)/webinar, mengakses KLC / jurnal nasional/ jurnal internasional/ perpustakaan online, dan kegiatan lainnya yang sejenis. Contoh luring meliputi mengikuti pelatihan/seminar/FGD/magang/diskusi kelompok dan kegiatan lainnya yang sejenis. f. Dukungan Teknis Organisasi menyediakan sumber daya manusia yang dapat memberikan dukungan teknis untuk memastikan:

1)

kelancaran jaringan internet dan intranet sebagai pendukung kegiatan belajar serta berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai;

2)

ketersediaan akses terhadap sumber belajar sebagai pendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai; dan

3)

kelancaran pelaksanaan dokumentasi pengetahuan. H. Rincian Komponen Learners' Performance 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan memastikan hasil pembelajaran Learners dimanfaatkan secara optimal. 2. Pemastian pemanfaatan hasil pembelajaran Learners sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Individual Performance 1) Organisasi memastikan hasil pembelajaran diimplementasikan oleh individu dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. 2) Organisasi memastikan individu memanfaatkan hasil pembelajaran untuk: a) melakukan perbaikan berkelanjutan dan/atau peningkatan kinerja; dan b) menciptakan inovasi.

b.

Team Performance 1) Organisasi memastikan hasil pembelajaran diimplementasikan oleh tim dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2) Organisasi memastikan tim memanfaatkan hasil pembelajaran untuk: a) melakukan perbaikan berkelanjutan dan/atau peningkatan kinerja; dan b) menciptakan inovasi.

c.

Organizational Performance 1) Organisasi memastikan hasil pembelajaran berkontribusi pada peningkatan kinerja organisasi.

2)

Organisasi memastikan terciptanya inovasi dari hasil pembelajaran. 3) Organisasi memanfaatkan inovasi dari hasil pembelajaran pegawai sebagai individu dan tim untuk meningkatkan kinerja organisasi.

4)

Organisasi menggunakan hasil pembelajaran pegawai sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan karier pegawai. I. Rincian Komponen Leaders' Participation in Leaming Process 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan mendorong Leaders agar mampu menjadi teladan dalam pembelajaran, menyelaraskan visi bersama (shared vision), membimbing dan mendorong seluruh elemen organisasi untuk senantiasa terus-menerus belajar dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 2. Dorongan Leaders sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Leaders as Role Models Organisasi mendorong Leaders untuk menjadi teladan dan menginspirasi bawahan untuk terus menerus belajar dengan:

1)

ikut serta dalam pembelajaran sebagai _Learners; _ 2) berbagi pengetahuan _(knowledge sharing); _ dan 3) menerapkan hasil pembelajaran dalam pekerjaan sehari-hari dalam rangka peningkatan kinerja (transfer of training). b. Leaders as Teachers Organisasi mendorong Leaders untuk berperan sebagai pihak yang mengajarkan pihak lain baik internal maupun eksternal unit kerjanya dalam rangka improvement pelaksanaan pekerjaan dan pencapaian tujuan organisasi.

c.

Leaders as Coaches, Mentors, Counsellors Organisasi mendorong Leaders untuk berperan sebagai coaches, mentors, dan/atau councellors bagi pegawai dengan:

1)

membantu pegawai terkait pekerjaan;

2)

membimbing pegawai dalam menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi melalui self-learning, structured learning, social learning/learning from others, dan learning from experience/learning _while working; _ 3) melakukan supervisi pekerjaan; MEN rrn1 KEUANGAN REPU8LIK IHDONESIA 4) memberikan kesempatan untuk mencoba keahlian baru;

5)

memberikan instruksi yang jelas;

6)

memberikan _feedback; _ dan 7) memberikan reward and recognition. d. Forward-thinking Leadership Organisasi mendorong Leaders untuk menjaga konsistensi keterkaitan kegiatan belajar dengan tujuan strategis organisasi melalui:

1)

memahami kebutuhan pembelajaran dan menyelaraskannya dengan tujuan organisasi;

2)

melibatkan pegawai dalam membangun visi bersama pembelajaran; dan 3) memberikan akses dan kesempatan belajar kepada pegawai baik secara mandiri maupun melalui pembelajaran terintegrasi sesuai dengan kebutuhan kompetensi. J. Rincian Komponen Feedback 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan membudayakan organisasinya untuk memberikan feedback sesuai dengan pengalaman, persepsi dan kondisi nyata saat pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. 2. Budaya pemberian feedback sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:

a.

Feedback internal 1) Organisasi mendorong pejabat dan/atau pegawainya untuk memberikan feedback atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. 2) Organisasi menindaklanjuti feedback internal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. b. Feedback eksternal 1) Organisasi menelaah feedback eksternal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. 2) Organisasi menindaklanjuti feedback eksternal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

Thumbnail
BIDANG UMUM | PENGUSULAN
37/PMK.01/2020

Pedoman Penghitungan dan Pengusulan Kebutuhan Jabatan Fungsional pada Kementerian Keuangan

  • Ditetapkan: 17 Apr 2020
  • Diundangkan: 17 Apr 2020

Relevan terhadap

Pasal 8Tutup
(1)

Kebutuhan JF yang dituangkan dalam tabel Kebutuhan JF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disampaikan oleh:

a.

unit organisasi setingkat jabatan pimpinan tinggi pratama untuk kantor pusat;

b.

kantor wilayah atau kantor vertikal lain yang setingkat; dan

c.

kantor pelayanan dan unit pelaksana teknis, yang akan menggunakan JF, secara berjenjang kepada unit jabatan pimpinan tinggi pratama yang membidangi kesekretariatan pada masing-masing unit jabatan pimpinan tinggi madya.

(2)

Unit jabatan pimpinan tinggi pratama yang membidangi kesekretariatan pada masing-masing unit jabatan pimpinan tinggi madya melakukan:

a.

verifikasi dan kompilasi atas Kebutuhan JF yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b. analisis implikasi terhadap anggaran atas implementasi JF dan simulasi anggaran atas implementasi JF berkenaan.

(3)

Kebutuhan JF yang telah dilakukan verifikasi dan kompilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya disampaikan kepada:

a.

UPT JF Kemenkeu Pembina; atau

b.

UPI.

(4)

UPT JF Kemenkeu Pembina atau UPI melakukan reviu atas Kebutuhan JF yang telah dilakukan verifikasi dan kompilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5)

Kebutuhan JF yang telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh UPT JF Kemenkeu Pembina atau UPI kepada Sekretariat Jenderal c.q. unit Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang membidangi pembinaan JF di lingkungan Kementerian Keuangan dengan melampirkan dokumen:

a.

proposal kebutuhan JF, untuk JF yang akan diimplementasikan pertama kali atau dalam hal terdapat perubahan organisasi yang akan mengakibatkan perubahan komposisi JF pada unit tersebut, yang paling sedikit memuat:

1.

latar belakang; dan

2.

pemetaan proses bisnis sebelum dan setelah diimplementasikan JF; dan

b.

data dukung proyeksi arah organisasi, analisis jabatan, dan beban kerja selama 5 (lima) tahun.

(6)

Terhadap Kebutuhan JF yang telah dilakukan reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Sekretariat Jenderal c.q. unit jabatan pimpinan tinggi pratama yang membidangi pembinaan JF di lingkungan Kementerian Keuangan melakukan konsolidasi atas Kebutuhan JF.

(7)

Dalam melakukan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Sekretariat Jenderal c.q. unit jabatan pimpinan tinggi pratama yang membidangi pembinaan JF di lingkungan Kementerian Keuangan dapat melakukan pembahasan bersama dengan UPT JF Kemenkeu Pembina atau UPI, dan Unit Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang membidangi pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia Kementerian Keuangan.

(8)

Unit Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang membidangi pembinaan JF di lingkungan Kementerian Keuangan menyampaikan Kebutuhan JF hasil konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) kepada:

a.

Unit Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang membidangi pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia Kementerian Keuangan; dan

b.

UPT JF Kemenkeu Pembina atau UPI.

(9)

Dalam hal diperlukan, UPT JF Kemenkeu atau UPI meminta rekomendasi atas Kebutuhan JF hasil konsolidasi dari Instansi Pembina Jafung berkenaan.

(10)

Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan analisis implikasi terhadap anggaran atas implementasi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Sekretaris Jenderal c.q. unit Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang membidangi pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia Kementerian Keuangan.

(11)

Sekretaris Jenderal untuk dan atas nama Menteri Keuangan menyampaikan kebutuhan JF kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

MengingatTutup
1.

Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang Mencapai Batas Usia Pensiun bagi Pejabat Fungsional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58);

3.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6037) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477);

4.

Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 203);

5.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.01/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja ( Workload Analysis) di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1756);

Thumbnail
PEMBAYARAN | KEMENTERIAN KEUANGAN
83/PMK.01/2019

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 273/PMK.01/2014 tentang Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keu ...

  • Ditetapkan: 27 Mei 2019
  • Diundangkan: 27 Mei 2019

Relevan terhadap

Pasal 8Tutup
(1)

Sekretariat Jenderal u .p. Biro Perencanaan dan Keuangan menyalurkan dana Tunjangan Kinerja kepada Kantor Pusat Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan berdasarkan permintaan dana Tunjangan Kinerja dari Kantor Pusat Unit Eselon I.

(2)

Sekretariat Jenderal u.p. Biro Perencanaan dan Keuangan menyalurkan dana Tunjangan Kinerja kepada Kantor Pusat Unit Eselon I untuk disalurkan kepada seluruh Satker dibawahnya secara berjenjang.

(3)

Satker menyalurkan Tunjangan Kinerja kepada Pegawai yang berhak menerima pada hari kerja pertama bulan ber kenaan.

(4)

Dalam hal hari kerja pertama bulan berkenaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah hari libur nasional dan/atau cu ti bersama, Satker dapat menyalurkan Tunjangan Kinerja kepada Pegawai yang berhak menenma pada hari kerja terakhir bulan sebelumnya.

3.

Ketentuan huruf C BAB I Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 273/PMK.01/2014 tentang Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2074) ditambahkan 1 (satu) angka, yakni angka 14, sehingga angka 14 berbunyi sebagai berikut:

14.

Hari libur nasional adalah hari libur selain hari Sabtu dan Minggu yang ditetapkan secara resmi oleh Pemerintah.

4.

Ketentuan huruf C BAB II Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 273/PMK.01/2014 tentang Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2074) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: C. PENYALURAN DANA TUNJANGAN KINERJA DAN TUNJANGAN TAMBAHAN Penyaluran dana Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan kepada KP UE I di lingkungan Kementerian Keuangan dilakukan oleh Sekretariat Jenderal u.p. Biro Perencanaan dan Keuangan berdasarkan permintaan dana Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan dari KP UE I. Adapun tahapan penyaluran dana Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan dari Sekretariat Jenderal u.p. Biro Perencanaan dan Keuangan kepada KP UE I adalah sebagai berikut:

1.

Paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum awal bulan, Sekretariat Jenderal u.p Biro Perencanaan dan Keuangan menyalurkan dana Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan kepada KP UE I. Bagi KP UE I yang tidak memiliki Instansi Vertikal, penyaluran dana Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum awal bulan .

2.

Paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum awal bulan, KP UE I menyalurkan dana Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan kepada Satker di lingkungannya. Penyaluran dana dilakukan secara utuh, tidak diperkenankan dibebani potongan-potongan, seperti potongan asurans1, majalah, dan biaya bank.

3.

Pada awal bulan, Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan disalurkan kepada masing- masing pegawai yang berhak menerima.

4.

Dalam hal awal bulan adalah hari libur nasional dan/atau cu ti bersama, penyaluran Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan kepada pegawai dapat dilaksanakan pada hari kerja terakhir bulan sebelumnya. Diagram 2 Skema Penyaluran Dana Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan Se tj en KP Unit Eselon I KP Unit Eselon I Sa tuan ke rj a ~--P e _ g a _ w _ a i _~I . Pegawai 5. Ketentuan butir a dan butir b angka 3 huruf E BAB IV Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 273/PMK.01/2014 tentang Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2074) diubah, sehingga angka 3 huruf E BAB IV berbunyi berikut:

3.

Penyetoran kelebihan pembayaran Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan Apabila terjadi pengembalian Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan, Satker wajib mengembalikan kelebihan pembayaran Tunjangan Kinerja . dan Tunjangan Tambahan dimaksud ke Rekening Kas Negara dengan menggunakan:

a.

Setoran Pengembalian Belanja untuk pengembalian kelebihan pembayaran Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan dari Tahun Anggaran Berkenaan. b . Setoran Bukan Pajak untuk pengembalian kelebihan pembayaran Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Tambahan dari Tahun Anggaran Yang Telah Lalu. Pengisian 2 (dua) formulir tersebut menggunakan kode satker Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Format Setoran Pengembalian Belanja sebagaimana dimaksud pada huruf a dan Setoran Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b sesuai dengan format yang tercantum dalam aplikasi sistem penerimaan negara secara elektronik. 6 . Ketentuan Format XII dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 273/PMK.01/2014 tentang Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2074) dihapus.

7.

Ketentuan Format XIII dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 273 / PMK.01/2014 tentang Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2074) dihapus.

  • 1
  • ...
  • 9
  • 10
  • 11
  • ...
  • 61