Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 2 ayat (4), ayat (7) dan Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2021 ten ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 26 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 menanggung beban beberapa jenis pungutan, baik yang bersifat formil atau informal. Tabel 3 Jenis Pendapatan Negara dari Sektor Perikanan No. Subyek Obyek Target Pungutan 1 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Penghasilan Pajak untuk Belanja Negara 2 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Barang (Properti) Pajak untuk Belanja Negara 3 Pribadi/Usaha dengan Kapal >30GT Ijin Usaha Perikanan (SIUP, SIKPI, SIPR) PNBP 4 Pribadi/Usaha dengan Kapal >30GT Produk Perikanan PNBP 5 Pribadi/Usaha dengan Kapal >5GT Retribusi Jasa di Pelabuhan PNBP 6 Pribadi/Usaha dengan Kapal 5-30GT Pungutan atas Ijin Usaha (SIUP, SIPI, SIKPI) Pendapatan Asli Daerah Provinsi 7 Usaha Perikanan dengan Kapal <10GT ^Pungutan atas Ijin Usaha (SIUP, SIPI, SIKPI) Pendapatan Asli Kabupaten/Kota 8 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Usaha Perikanan Tangkap Pajak untuk Belanja Negara Sumber: Kementerian Keuangan (2020), Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2015 9. Bahwa dengan kenaikan PNBP Perikanan sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 berpotensi mempengaruhi kondisi finansial dari para pelaku usaha perikanan tangkap, termasuk pelaku usaha perikanan artisanal. Dalam PP Nomor 85 Tahun 2021, diatur bahwa kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan 60 GT (termasuk perahu dari perikanan artisanal/Nelayan Kecil dengan kapal berukuran 1 s.d. 10 GT) dikenakan tarif 5% dari nilai produksi ikan pada saat didaratkan. Jika ketentuan tersebut tegas dijalankan, maka akan mengurangi pendapatan nelayan, termasuk nelayan artisanal. Tabel 7 di bawah menjelaskan perkembangan nilai NTNP (Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidayaan Ikan) di Indonesia. Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tukar ikan hasil tangkapan terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan produksi maupun kebutuhan konsumsi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 85 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 dikenakan pada proses permohonan izin baru atau perpanjangan, dimana pelaku usaha telah dikenakan pungutan di awal sebelum kapal melakukan operasi penangkapan ikan. Dalam hal ini tidak mempertimbangkan kapal akan beroperasi atau kapal beroperasi namun tidak mendapatkan ikan hasil tangkapan; PP Nomor 85 Tahun 2021 juga tidak memberikan pungutan kepada nelayan kecil karena pengenaan pungutan tersebut hanya dikenakan kepada kapal yang mendapatkan izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan; Bahwa perubahan sistem penarikan PNBP dari praproduksi menjadi pascaproduksi selain melalui kajian komprehensif juga merupakan masukan dari pemangku kepentingan di bidang penangkapan ikan. Pelaku usaha/pemilik kapal menginginkan adanya pengenaan tarif PNBP berdasarkan pascaproduksi, sehingga aspirasi tersebut diterima oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pengenaan PNBP berdasarkan pasca produksi tersebut dinilai merupakan pengenaan PNBP yang objektif berdasarkan kondisi riil hasil tangkapan yang diperoleh; Selain itu, dalam penyusunan rancangan peraturan pemerintah tentang perubahan atas PP Nomor 75 Tahun 2015, Kepala Badan Kajian Fiskal, Kementerian Keuangan, menyampaikan surat Nomor S-87/KF/2021, tanggal 15 Juli 2021, hal Penyampaian Hasil kajian kami dengan judul “PNBP SDA Perikanan: Potensi, Tata Kelola, dan Optimalisasinya” (Bukti T-13). Hasil kajian tersebut sebagai bentuk kontribusi Badan Kajian Fiskal dalam memperluas kajian terkait PNBP pada subsektor perikanan tangkap khususnya yang berbasis sumber daya alam untuk menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan terkait dengan kontribusi subsektor kelautan dan perikanan terhadap penerimaan negara; Hasil kajian tersebut antara lain menyebutkan bahwa: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 85
Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penilaian adalah proses kegiatan yang dilakukan seorang penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek Penilaian pada tanggal tertentu.
Penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk melakukan Penilaian serta diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Pejabat Fungsional Penilai adalah PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional Penilai dan diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh untuk melaksanakan kegiatan di bidang Penilaian, termasuk atas hasil Penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pejabat Fungsional Analis Keuangan Negara di Bidang Penilaian adalah PNS yang diangkat dalam jabatan fungsional analisis keuangan negara dan berkedudukan di direktorat yang memiliki tugas dan fungsi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang Penilaian.
Penilai Pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Penilai Pemerintah adalah Pejabat Fungsional Penilai yang berkedudukan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Pejabat Fungsional Analis Keuangan Negara di Bidang Penilaian.
Pemohon Penilaian yang selanjutnya disebut Pemohon adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan Penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelola Sektor adalah menteri/pimpinan lembaga, pemerintah daerah, atau pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kewenangan untuk melakukan pengelolaan kekayaan yang dikuasai negara pada sektor tertentu.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Nilai Pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh atau dibayar untuk penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal Penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing- masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian, dan tanpa paksaan.
Nilai Likuidasi adalah estimasi sejumlah uang yang akan diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran secara layak.
Nilai Ekonomi adalah estimasi nilai atas pemanfaatan sumber daya alam secara fisik dan/atau sebagai jasa ekosistem, baik langsung maupun tidak langsung dan/atau nilai yang mencerminkan keberlanjutan akan fungsi dan/atau manfaat sumber daya alam.
Nilai Penggantian Wajar adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian nonfisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas properti.
Nilai Investasi adalah nilai dari suatu aset bagi pemilik atau calon pemilik untuk investasi individu atau tujuan operasional.
Properti adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang memiliki konsep kepemilikan, hak dan kepentingan, nilai, serta dapat membentuk kekayaan.
Bisnis adalah kepemilikan dalam perusahaan yang meliputi penyertaan dalam perusahaan, surat berharga, aset keuangan lainnya, dan aset tak berwujud.
Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat SDA adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas SDA hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman Lelang.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yang selanjutnya disingkat ABMA/T adalah aset yang dikuasai negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T0403/G5/5/66.
Benda Sitaan adalah semua benda yang disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang berwenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan, atau sebagai jaminan untuk melunasi utang pajak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Benda Sita Eksekusi adalah barang rampasan negara yang berasal dari hasil penyitaan dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk membayar denda atau uang pengganti dalam perkara pidana.
Barang Jaminan adalah harta kekayaan milik penanggung utang dan/atau penjamin utang yang diserahkan sebagai jaminan penyelesaian utang.
Barang Rampasan Negara adalah BMN yang berasal dari barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara dan/atau barang hasil sita eksekusi dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan untuk membayar denda atau uang pengganti dalam perkara pidana.
Barang Temuan adalah barang sitaan atau barang yang diduga berasal dari atau terkait tindak pidana, yang tidak diketahui lagi pemiliknya.
Harta Kekayaan Lain adalah harta kekayaan milik penanggung utang atau pihak yang memperoleh hak yang tidak dilakukan pengikatan sebagai jaminan utang namun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi jaminan penyelesaian utang.
Kekayaan Yang Dikuasai Negara adalah kekayaan negara atas bumi, air, udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta kekayaan lainnya dalam wilayah dan yurisdiksi Republik Indonesia yang dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Jasa Ekosistem atau Jasa Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Jasa Ekosistem adalah kontribusi ekosistem terhadap manfaat yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan manusia lainnya, yang terdiri atas jasa penyediaan ( provisioning ), jasa pendukung ( supporting ), jasa pengaturan ( regulating ), dan jasa budaya ( cultural ).
Basis Data adalah kumpulan data dan informasi pendukung lainnya yang berkaitan dengan Penilaian yang disimpan dalam media penyimpanan data.
Entitas adalah suatu unit usaha, dengan aktivitas atau berfokus pada kegiatan ekonomi.
Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
Kerugian Ekonomis adalah kerugian yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa tertentu sebagai bagian dari tindakan korporasi atau atas transaksi material.
Instrumen Keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan dan liabilitas keuangan Ekuitas atau instrumen Ekuitas Entitas lain.
Aset Tak Berwujud yang selanjutnya disingkat ATB adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Kantor Pusat adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal. 38. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah pada Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis, supervisi, pengendalian, evaluasi dan pelaksanaan tugas di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, Penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Direktur Penilaian yang selanjutnya disebut Direktur adalah pejabat unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Penilaian.
Pembiayaan Ultra Mikro.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pembiayaan Ultra Mikro adalah penyediaan dana yang bersumber dari Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah Daerah dan/atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada usaha mikro.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pusat Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat PIP adalah unit pelaksana investasi yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK- BLU) yang mempunyai tugas dan tanggung jawab pelaksanaan Investasi Pemerintah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Trustee adalah Bank yang melakukan kegiatan penitipan dengan pengelolaan atas harta milik pihak yang memiliki dan menitipkan hartanya ( settlor ) berdasarkan perjanjian tertulis antara bank dengan settlor untuk kepentingan pihak yang menerima manfaat.
Penyalur adalah lembaga yang ditunjuk dan memperoleh pembiayaan dari PIP untuk menyalurkan Pembiayaan Ultra Mikro.
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang selanjutnya disingkat LKBB adalah badan usaha bukan bank ataupun bukan perusahaan asuransi, yang kegiatan usahanya langsung ataupun tidak langsung menghimpun dana dari masyarakat dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya untuk pembiayaan usaha.
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah satuan kerja perangkat daerah atau unit kerja pada satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Koperasi adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan/atau Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS).
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Debitur adalah pihak yang menerima Pembiayaan Ultra Mikro dari Penyalur.
Lembaga Linkage adalah lembaga perantara yang melakukan perjanjian kerjasama dengan Penyalur untuk meneruskan pembiayaan kepada Debitur.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Bendahara Umum Negara.
Implementasi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG IMPLEMENTASI ORGANISASI PEMBELAJAR (LEARNING ORGANIZATION) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN. Menetapkan implementasi organisasi pembelajar (learning organization) di lingkungan Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Leaming Organization yang merupakan upaya mewujudkan Kementerian Keuangan sebagai organisasi yang secara sistematis memfasilitasi pemelajar agar mampu berkembang dan bertransformasi secara berkesinambungan guna mendukung pencapaian kinerja Kementerian Keuangan. Setiap unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit organisasi non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan harus mengimplementasikan Leaming Organization dalam rangka memfasilitasi pemelajar sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA. Implementasi Leaming Organization sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA dilaksanakan dengan menerapkan komponen Leaming Organization yang terdiri a tas:
_Strategic Fit and Management Commitment; _ b. _Leaming Function Organization; _ c. _Learners; _ d. _Knowledge Management Implementation; _ e. _Leaming Value Chain; _ f. _Leaming Solutions; _ g. _Leaming Spaces; _ h. Learners' _Performance; _ 1. Leaders' Participation in Leaming Process; dan J. Feedback. Strategic Fit and Management Commitment sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf a merupakan:
kesesuaian antara tujuan organisasi dengan sumber daya yang dimiliki;
kemampuan untuk mengoptimalkan peran sumber daya dalam mencapai kinerja yang ditargetkan; dan
komitmen manajemen dalam mengembangkan, mengevaluasi, dan meningkatkan peran serta setiap elemen organisasi, KELIMA KEENAM KETUJUH KEDELAPAN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dalam pencapaian tujuan organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaming Function Organization sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA hurufb merupakan kemampuan organisasi dalam menerapkan visi, budaya, strategi, dan struktur yang berorientasi pada pembelajaran, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Learners sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf c merupakan pemelajar yang terdiri atas:
individu, yaitu setiap pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan;
tim, yaitu setiap kelompok pejabat dan/atau pegawai dengan tugas tertentu di lingkungan Kementerian Keuangan; dan/atau
organisasi, yaitu setiap unit organisasi Eselon maupun non Eselon di lingkungan Kementerian Keuangan, yang secara berkesinambungan menerapkan budaya belajar serta meningkatkan pengetahuan kolektif guna meningkatkan kinerja organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Knowledge Management Implementation sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf d merupakan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai manajemen pengetahuan (knowledge management) di lingkungan Kementerian Keuangan, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaming Value Chain sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf e merupakan serangkaian proses analisis, desain, implementasi, dan evaluasi untuk melaksanakan pembelajaran yang aplikatif, relevan, mudah diakses, dan berdampak tinggi sesuai kebutuhan organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang KESEMBILAN KESEPULUH KESEBELAS KEDUABELAS MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 5 - merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaming Solutions sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruffmerupakan implementasi model pembelajaran yang terdiri atas:
belajar sendiri _(self-learning); _ b. pembelajaran terstruktur _(structured learning); _ c. belajar di lingkungan sosial/belajar dari orang lain _(social leaming/leamingfrom others); _ clan d. belajar dari pengalaman/belajar sambil bekerja (learning from experience/learning while working}, untuk mendukung tujuan organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaming Spaces sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf g merupakan ketersediaan kesempatan, infrastruktur, clan sumber daya manusia yang mendukung kegiatan belajar, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Learners' Performance sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA hurufh merupakan basil pembelajaran pemelajar dalam meningkatkan kinerja individu, tim, clan organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Leaders' Participation in Leaming Process sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf i merupakan peran penting pimpinan yang selanjutnya disebut Leaders, dalam:
mengomunikasikan clan mendorong individu mewujudkan visi bersama _(shared vision); _ b. memahami kebutuhan pembelajaran organisasi;
membangun iklim yang mendukung proses pembelajaran; clan d. membimbing clan mendorong bawahan clan semua elemen organisasi untuk selalu belajar baik dari setiap aktivitas formal maupun informal, KETIGABELAS KEEMPATBELAS KELIMABELAS KEENAMBELAS KETUJUHBELAS MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Feedback sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf j merupakan penyampaian masukan dan/atau rekomendasi terhadap pelaksanaan seluruh komponen Leaming Organization untuk perbaikan yang berkelanjutan, dengan rincian komponen sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Untuk mendukung implementasi Leaming Organization sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA, unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan _berkoordinasi dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Operasionalisasi implementasi Leaming Organization sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dilakukan sesuai dengan pedoman teknis implementasi _Leaming Organization; _ dan b. terhadap implementasi Leaming Organization dilakukan penilaian tingkat implementasi Leaming Organization oleh Komite Leaming Organization. Ketentuan lebih lanjut mengenai:
pedoman teknis implementasi _Leaming Organization; _ b. penilaian tingkat implementasi Leaming _Organization; _ dan c. Komite Leaming Organization, sebagaimana dimaksud dalam Diktum KELIMABELAS ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan. Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, dan para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Keuangan;
Kepala Lembaga _National Single Window; _ Flt. l d •' ' / '" \ . ,./,; "" ^l ·i.'I,, T ''·. · ,,' f: i' t ,1 1 1 t \ _: ; i> ' lZWNll" MENlf: l(I 1··EUA1,1 ^1 3A.N REPUr: iUK 11-,JUOf\lESI/.\ - 7 - 4. Kepala Biro Umum, para Sekretaris Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Badan di lingkungan Kementerian Keuangan, dan Sekretaris Lembaga _National Single Window; _ 5. Kepala Biro Sumber Daya Manusia, Sekretariat Jenderal;
Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal;
Para Kepala Pusat di lingkungan Ba.clan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN; dan
Para Kepala Balai di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juli 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 283 /KMK.011/2021 TENTANG IMPLEMENT AS! LEARNING ORGANIZATION Di LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN A. Rincian Komponen Strategic Fit and Management Commitment 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan memiliki komitmen untuk mendukung pengembangan sumber d ay a manusia yang sejalan dengan pencapaian tujuan organisasi. 2. Komitmen dan dukungan dalam pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Visi Organisasi Organisasi memiliki visi yang mencakup rencana pengembangan sumber daya manusia secara menyeluruh yang sejalan dengan target kinerja organisasi. b. Budaya Organisasi Organisasi memiliki budaya yang diwujudkan dalam kebijakan dan tercermin dalam aktivitas harian guna memberikan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk senantiasa mengembangkan diri dengan belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar yang dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja.
Strategi Organisasi Organisasi memiliki strategi yang mencakup rencana kebutuhan pengembangan, pola karier, standar kompetensi, dan learning journey bagi seluruh pegawai yang sejalan dengan target kinerja organisasi. d. Struktur Organisasi Organisasi memiliki pimpinan yang mempunyai kewenangan dalam menentukan arah dan kebijakan pengembangan sumber daya manusia yang sejalan dengan target kinerja organisasi. B. Rincian Komponen Leaming Function Organization 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan mewujudkan organisasinya untuk dapat secara akomodatif mendukung pembelajaran sehingga perwujudan Leaming Organization dapat terlaksana secara lebih terarah, sistematis dan berkelanjutan. 2. Dukungan terhadap pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Penerapan Visi Organisasi Organisasi mengelola agar visi yang telah ditetapkan dapat dicapai melalui adanya proses pembelajaran (baik pembelajaran individu, pembelajaran tim, maupun pembelajaran organisasi) yang berkelanjutan. b. Penerapan Budaya Organisasi Organisasi menerapkan program budaya yang mencakup kebiasaan, nilai-nilai, maupun praktik dalam organisasi, khususnya terkait dengan pembelajaran. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - c. Penerapan Strategi Organisasi Organisasi menerapkan strategi yang mencakup rencana aksi, metode, maupun langkah-langkah terkait pembelajaran dalam organisasi untuk mencapai visi dan target kinerjanya.
Penerapan Struktur Organisasi Organisasi melakukan penataan kelembagaan dengan menghilangkan sekat komunikasi antar struktur sehingga mempermudah arus komunikasi serta meningkatkan hubungan dan kolaborasi kerja di dalam organisasi, termasuk komunikasi mengenai pertukaran kebijaksanaan (wisdom), pengetahuan (knowledge), informasi (infonnation), dan data (data). C. Rincian Komponen Learners 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan memelihara dan meningkatkan komitmen belajar pemelajar (termasuk di dalamnya aspek fisik, motivasi, pemikiran, nilai, sikap dan mental, maupun inisiatif dalam upaya pengembangan diri, tim dan organisasi secara menyeluruh dan berkesinambungan) untuk mendukung kinerja organisasi.
Pemeliharaan dan peningkatan komitmen belajar sebagaimana dimaksud dalam pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Individu sebagai Learners Organisasi mendorong individu sebagai Learners untuk:
mengidentifikasi, menyusun dan mengimplementasikan rencana pengembangan individu yang merefleksikan pemahaman utuh atas kebutuhan pengembangan kompetensinya dan mengupayakan pemenuhan kebutuhan pengembangan kompetensi tersebut, terutama atas inisiatif pribadi, dalam rangka budaya belajar berkelanjutan (continuous learning). 2) secara rutin mengalokasikan waktu untuk belajar dari berbagai sumber, baik pembelajaran terstruktur maupun tidak terstruktur untuk mendukung kinerja individu, tim, dan organisasi.
memiliki perspektif dan sikap mental yang positif terhadap tantangan, perubahan dan inovasi serta memiliki motivasi dan inisiatif untuk turut menciptakan sesuatu bagi organisasi secara menyeluruh.
secara aktif mempelajari dan mengimplementasikan hasil belajar, di antaranya yaitu cara-cara baru dalam bekerja yang lebih baik. 5) meningkatkan kinerja tim dan organisasi melalui eskalasi dari implementasi hasil belajarnya. 6) mendokumentasikan implementasi hasil belajar (baik success maupun failure) untuk menjadi lesson learned yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan berbagi pengetahuan dan/atau penyebarluasan lesson learned tersebut ke rekan kerja, tim, maupun organisasi secara menyeluruh, MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 7) dapat menjadi inspirasi, mendorong dan mendukung orang lain untuk berkembang dan mempelajari hal-hal yang baru.
Tim sebagai Learners Organisasi mendukung tim sebagai Learners untuk:
mendorong organisasi mencapai tujuan strategisnya melalui pembentukan kelompok belajar. 2) secara terus-menerus menggerakkan aktivitas belajar di dalam tim dengan metode belajar, seperti: briefing, mentoring, meeting, job rotation, kerja sama tim, inquiry, konsultasi, reading assignment, monitoring, studi banding, belajar dari organisasi lain, belajar dari mitra, dan belajar dari pengalaman.
Organisasi sebagai Learners Organisasi mendorong terwujudnya budaya belajar di tingkat organisasi dengan:
mendorong terjadinya pertukaran, diseminasi, dan pengaplikasian pengetahuan secara kolektif di tingkat organisasi.
memfasilitasi implementasi budaya belajar, melalui: a) dukungan terhadap inovasi guna membangun keyakinan yang mendorong munculnya gagasan-gagasan baru; b) pemberian keamanan secara psikologis guna membangun keyakinan untuk bebas melakukan diskusi-diskusi dengan memperhatikan kode etik yang berlaku; c) penanaman mindset yang mendorong pengembangan budaya belajar organisasi; dan d) pembangunan rasa percaya (trust) bahwa Leaders mendukung adanya ide-ide baru.
membangun komitmen belajar di tingkat organisasi dengan memberikan jaminan keamanan secara psikologis berupa pemberian keyakinan untuk memiliki keberanian dalam mengutarakan pendapat.
organisasi melalui peran para pemimpinnya: a) memfasilitasi dan mendorong pembelajaran di level organisasi melalui dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2) dan angka 3). b) mengalokasikan sumber daya, menetapkan organisasi, memberikan penghargaan, dan anggotanya dalam aktivitas pembelajaran; dan agenda -agenda mendisiplinkan c) menunjukkan toleransi terhadap kesalahan, sabar dan memiliki kemauan menjadi coach, memberikan contoh, menjadi role model, serta mengembangkan gagasan-gagasan untuk melakukan persuasi para anggota organisasi.
agile terhadap perubahan dan memanfaatkan momentum tersebut untuk pembelajaran. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA D. Rincian Komponen Knowledge Management Implementation 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan menerapkan proses manajemen pengetahuan yang meliputi identifikasi, dokumentasi, pengorgan1sas1an, penyebarluasan, penerapan, dan pemantauan. 2. Penerapan proses manajemen pengetahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Identifikasi 1) Organisasi menentukan pengetahuan yang akan didokumentasikan sebagai aset intelektual. 2) Penentuan pengetahuan sebagaimana dimaksud pada angka 1) memenuhi kriteria: a) merupakan pengetahuan di bidang keuangan negara; dan/atau b) terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan.
Organisasi mendukung penyusun aset intelektual untuk melakukan identifikasi aset intelektual, seperti memberikan penugasan dan mendorong inisiatif.
Dokumentasi 1) Organisasi melakukan kegiatan pendokumentasian (knowledge capture) untuk menghasikan aset intelektual melalui metode di antaranya: a) wawancara; b) pengamatan; c) diskusi kelompok terarah; dan/atau d) komunitas belajar ( community of practices). 2) Organisasi menghasilkan aset intelektual yang dituangkan dalam bentuk audio, visual, dan audiovisual. 3) Organisasi mendukung penyusun aset intelektual untuk melakukan dokumentasi aset intelektual, seperti memberikan penugasan atau mendorong inisiatif.
Pengorganisasian 1) Organisasi melakukan kegiatan penataan aset intelektual melalui: a) katalogisasi dan klasifikasi yang didasarkan pada:
bidang keilmuan terkait keuangan negara;
fungsi unit jabatan pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian Keuangan; dan/atau
standar kompetensi jabatan, b) abstraksi, dengan menyusun deskripsi sederhana atas aset intelektual; dan c) pemberian indeks, dengan melakukan mekanisme pengolahan aset intelektual yang dilakukan secara automasi. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2) Organisasi melakukan proses penjaminan mutu secara terstruktur dengan penunjukan panitia penjamin mutu.
Penyebarluasan Organisasi menyediakan aset intelektual pada laman antar muka perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system). e. Penerapan Organisasi memberikan kesempatan untuk melakukan pengaplikasian atau pemanfaatan aset intelektual oleh pengguna perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system) untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersangkutan. f. Pemantauan Organisasi memastikan kesesuaian antara aset intelektual yang terdapat dalam perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system) dengan kebutuhan pengguna perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system). E. Rincian Komponen Leaming Value Chain 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan berpartisipasi secara aktif dalam proses Leaming Value Chain yang meliputi analisis kebutuhan pembelajaran, desain pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Partisipasi aktif dalam proses Leaming Value Chain sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Analisis Kebutuhan Pembelajaran 1) Organisasi selaku unit pengguna berpartisipasi secara aktif dalam analisis kebutuhan pembelajaran yang terdiri atas penyiapan landasan analisis kebutuhan pembelajaran, pertemuan learning council, pengumpulan data analisis kebutuhan pembelajaran, verifikasi Laporan Hasil Pengumpulan Data Analisis Kebutuhan Pembelajaran, dan harmonisasi hasil analisis kebutuhan pembelajaran sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman analisis kebutuhan pembelajaran di lingkungan Kementerian Keuangan.
Organisasi selaku unit pengguna menunjuk pemilik rumpun keahlian (skill group owne71 untuk membantu pelaksanaan analisis kebutuhan pembelajaran termasuk terlibat dalam implementasi hasil analisis kebutuhan pembelajaran.
Desain Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam penyusunan dan/atau pengembangan desain pembelajaran, seperti memberi masukan dan mereviu atas konsep desain pembelajaran. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2) Organisasi menugasi skill group owner untuk memberi masukan kesesuaian antara desain pembelajaran dengan: a) kebutuhan strategis _(learning outcome); _ b) kebutuhan kinerja _(learning output); _ dan c) kebutuhan kompetensi (learning goals). c. Penyelenggaraan Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan pembelajaran pada tahap persiapan dan kegiatan pembelajaran. 2) Partisipasi sebagaimana dimaksud pada angka 1) di antaranya dilakukan dengan pengiriman peserta, penugasan sumber daya manusianya sebagai tenaga pengajar, dan pemberian masukan perbaikan penyelenggaraan.
Organisasi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang dapat dilaksanakan secara mandiri (pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, e-leaming, dan pelatihan jarak jauh) berkoordinasi dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.
Evaluasi Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam proses evaluasi pembelajaran yang meliputi evaluasi penyelenggaraan, evaluasi pengajar, evaluasi hasil pembelajaran peserta, dan evaluasi pascapembelajaran (evaluasi implementasi hasil pembelajaran dan evaluasi dampak pembelajaran).
Partisipasi sebagaimana dimaksud pada angka 1) di antaranya dilakukan dengan memberikan masukan dalam perumusan instrumen evaluasi pascapembelajaran, menindaklanjuti rekomendasi evaluasi, dan menugasi alumni melakukan knowledge sharing. F. Rincian Komponen Leaming Solutions 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan mewujudkan organisasinya untuk memfasilitasi implementasi berbagai model pembelajaran demi mencapai tujuan organisasi yang direncanakan. 2. Fasilitasi implementasi model pembelajaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Belajar sendiri (self-learning) Organisasi memfasilitasi dan memberi kesempatan setiap pegawai untuk berinisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar, memformulasi tujuan belajar, mengidentifikasi sumber pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar, sesuai kebutuhannya secara individu.
Pembelajaran terstruktur (structured learning) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran yang terstruktur baik di dalam kelas (klasikal) MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA maupun di luar kelas yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan.
Belajar di lingkungan sosial/belajar dari orang lain (social learning/ learning from others) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran kolaboratif dalam sebuah komunitas maupun melalui bimbingan di luar kelas, melalui interaksi atau dengan mengobservasi pihak/ orang lain, seperti coaching & mentoring (di luar Dialog Kinerja Individu), knowledge sharing, patok banding (benchmarking), dan keikutsertaan dalam komunitas belajar (community of practices). d. Belajar dari pengalaman/belajar sambil bekerja (learning from experiences/learning while working) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran terintegrasi di tempat kerja melalui praktek langsung seperti magang/ praktek kerj a, detasering (secondment), action learning, gugus tugas, tugas tambahan, pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah. G. Rincian Komponen Leaming Spaces 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan menyediakan learning spaces yang berupa ruangan, peralatan, jaringan internet dan intranet, akses sumber belajar, kesempatan belajar, dan dukungan teknis.
Penyediaan learning spaces sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Ruangan Organisasi memastikan ketersediaan ruangan yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan di lingkungan kantor pada unit kerja, seperti ruang belajar, ruang diskusi, open space, perpustakaan, dan yang sejenis.
Peralatan Organisasi memastikan ketersediaan:
peralatan berupa komputer atau laptop yang mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai;
perangkat lunak untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai, seperti operating system, Microsoft Office, browser, Zoom Meeting, dan yang sejenis; dan
peralatan untuk mendukung pelaksanaan dokumentasi pengetahuan, seperti kamera, microphone, aplikasi penunJang multimedia, dan yang sejenis. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA c. Jaringan Internet dan Intranet Organisasi memastikan ketersediaan jaringan internet, intranet dan jaringan komunikasi lain yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai.
Akses Sumber Belajar Organisasi memastikan ketersediaan akses terhadap sumber belajar untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai, seperti akun Kemenkeu Leaming Center (KLC), akses jurnal EBSCO, kartu keanggotaan perpustakaan, dan yang sejenis.
Kesempatan Belajar Organisasi memberikan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk melakukan kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan secara daring (online) dan luring (offline) pada jam kerja. Contoh daring meliputi mengikuti e-leaming/Pelatihan Jarak Jauh (PJJ)/webinar, mengakses KLC / jurnal nasional/ jurnal internasional/ perpustakaan online, dan kegiatan lainnya yang sejenis. Contoh luring meliputi mengikuti pelatihan/seminar/FGD/magang/diskusi kelompok dan kegiatan lainnya yang sejenis. f. Dukungan Teknis Organisasi menyediakan sumber daya manusia yang dapat memberikan dukungan teknis untuk memastikan:
kelancaran jaringan internet dan intranet sebagai pendukung kegiatan belajar serta berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai;
ketersediaan akses terhadap sumber belajar sebagai pendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai; dan
kelancaran pelaksanaan dokumentasi pengetahuan. H. Rincian Komponen Learners' Performance 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan memastikan hasil pembelajaran Learners dimanfaatkan secara optimal. 2. Pemastian pemanfaatan hasil pembelajaran Learners sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Individual Performance 1) Organisasi memastikan hasil pembelajaran diimplementasikan oleh individu dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. 2) Organisasi memastikan individu memanfaatkan hasil pembelajaran untuk: a) melakukan perbaikan berkelanjutan dan/atau peningkatan kinerja; dan b) menciptakan inovasi.
Team Performance 1) Organisasi memastikan hasil pembelajaran diimplementasikan oleh tim dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2) Organisasi memastikan tim memanfaatkan hasil pembelajaran untuk: a) melakukan perbaikan berkelanjutan dan/atau peningkatan kinerja; dan b) menciptakan inovasi.
Organizational Performance 1) Organisasi memastikan hasil pembelajaran berkontribusi pada peningkatan kinerja organisasi.
Organisasi memastikan terciptanya inovasi dari hasil pembelajaran. 3) Organisasi memanfaatkan inovasi dari hasil pembelajaran pegawai sebagai individu dan tim untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Organisasi menggunakan hasil pembelajaran pegawai sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan karier pegawai. I. Rincian Komponen Leaders' Participation in Leaming Process 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan mendorong Leaders agar mampu menjadi teladan dalam pembelajaran, menyelaraskan visi bersama (shared vision), membimbing dan mendorong seluruh elemen organisasi untuk senantiasa terus-menerus belajar dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 2. Dorongan Leaders sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Leaders as Role Models Organisasi mendorong Leaders untuk menjadi teladan dan menginspirasi bawahan untuk terus menerus belajar dengan:
ikut serta dalam pembelajaran sebagai _Learners; _ 2) berbagi pengetahuan _(knowledge sharing); _ dan 3) menerapkan hasil pembelajaran dalam pekerjaan sehari-hari dalam rangka peningkatan kinerja (transfer of training). b. Leaders as Teachers Organisasi mendorong Leaders untuk berperan sebagai pihak yang mengajarkan pihak lain baik internal maupun eksternal unit kerjanya dalam rangka improvement pelaksanaan pekerjaan dan pencapaian tujuan organisasi.
Leaders as Coaches, Mentors, Counsellors Organisasi mendorong Leaders untuk berperan sebagai coaches, mentors, dan/atau councellors bagi pegawai dengan:
membantu pegawai terkait pekerjaan;
membimbing pegawai dalam menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi melalui self-learning, structured learning, social learning/learning from others, dan learning from experience/learning _while working; _ 3) melakukan supervisi pekerjaan; MEN rrn1 KEUANGAN REPU8LIK IHDONESIA 4) memberikan kesempatan untuk mencoba keahlian baru;
memberikan instruksi yang jelas;
memberikan _feedback; _ dan 7) memberikan reward and recognition. d. Forward-thinking Leadership Organisasi mendorong Leaders untuk menjaga konsistensi keterkaitan kegiatan belajar dengan tujuan strategis organisasi melalui:
memahami kebutuhan pembelajaran dan menyelaraskannya dengan tujuan organisasi;
melibatkan pegawai dalam membangun visi bersama pembelajaran; dan 3) memberikan akses dan kesempatan belajar kepada pegawai baik secara mandiri maupun melalui pembelajaran terintegrasi sesuai dengan kebutuhan kompetensi. J. Rincian Komponen Feedback 1. Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan membudayakan organisasinya untuk memberikan feedback sesuai dengan pengalaman, persepsi dan kondisi nyata saat pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. 2. Budaya pemberian feedback sebagaimana dimaksud pada angka 1 tercermin dalam subkomponen:
Feedback internal 1) Organisasi mendorong pejabat dan/atau pegawainya untuk memberikan feedback atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. 2) Organisasi menindaklanjuti feedback internal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. b. Feedback eksternal 1) Organisasi menelaah feedback eksternal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. 2) Organisasi menindaklanjuti feedback eksternal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Dit ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 28 dari 86 halaman. Putusan Nomor 8 P/HUM/2021 3. Bahwa PPh final merupakan bentuk kekhususan yang mengutamakan penyederhanaan penghitungan pajak sehingga Wajib Pajak lebih mudah memenuhi kewajiban perpajakannya; 4. Bahwa salah satu ketentuan yang mengatur tentang pengenaan tarif final yang merupakan peraturan turunan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, dan perseroan terbatas yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam 1 (satu) Tahun pajak. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada dasarnya merupakan fasilitas untuk mempermudah Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya berupa kemudahan dalam menghitung dan membayar pajak; 5. Bahwa secara faktual, para pelaku UMKM di Indonesia banyak yang belum mampu melaksanakan pembukuan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) sehingga hal tersebut berdampak pada kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan mereka, antara lain ketidakpatuhan dalam mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak setempat, ketidakmampuan dalam menghitung besarnya pajak terutang, ketidakpatuhan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Hal ini mengakibatkan para pelaku UMKM menjadi kelompok Wajib Pajak yang rentan melakukan penghindaran pajak; 6. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu memberikan stimulus kepada masyarakat khususnya pelaku UMKM untuk memiliki kepatuhan sukarela dengan adanya penentuan tarif rendah dan penyederhanaan administrasi perpajakan dengan tarif PPh final sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tersebut Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negen dan pendapatan pajak perdagangan in ternasional.
Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.
Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. Penerimaan Hi bah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga dan Bendahara Umum Negara. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai basil (outcome) tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
1 7. Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak, dan/atau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.
Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. In sen tif Fiskal adalah dana yang bersum ber dari APBN yang diberikan kepada daerah berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja di bidang dapat berupa tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APSN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Sadan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dana Sergulir adalah dana yang dikelola oleh Sadan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Sadan Usaha Milik Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dalam hal kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Sadan Usaha Milik Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
Pinjaman Tunai adalah pmJaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang.
Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pmJaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga dan nonkementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.
Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara pada saat Undang- Undang mengenai APBN ditetapkan.
Tahun Anggaran 2023 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari 2023 sampa1 dengan tanggal 31 Desember 2023.
Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Crash Program adalah optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk pemberian keringanan utang atau moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara.
Keringanan Utang adalah pengurangan pembayaran pelunasan utang oleh Penanggung Utang dengan diberikan pengurangan pokok, bunga, denda, ongkos/biaya lainnya.
Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara adalah penghentian tindakan hukum penagihan Piutang Negara untuk sementara.
Piutang Instansi Pemerintah adalah Piutang Negara yang berasal dari instansi pemerintah pusat yang diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Panitia Urusan Piutang Negara selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, Piutang Negara dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan kekayaan negara, penilaian, Piutang Negara dan lelang.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian dari usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
Penanggung Utang adalah badan dan/atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Penjamin Utang adalah badan dan/atau orang yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh utang Penanggung Utang.
Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/ Subsidi Margin untuk Kredit/Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program P ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Kredit/Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat melalui perbankan, perusahaan pembiayaan, dan lembaga penyalur program kredit pemerintah dan koperasi untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.
Penyalur Kredit/Pembiayaan adalah lembaga penyalur program kredit pemerintah, perbankan, dan perusahaan pembiayaan yang menyalurkan Kredit/Pembiayaan kepada debitur.
Debitur adalah individu/perseorangan baik sendiri maupun dalam kelompok usaha atau badan usaha yang saat ini sedang menerima pembiayaan dari Penyalur Kredit/Pembiayaan dan usahanya terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah adalah badan layanan umum dan badan usaha milik negara yang menyalurkan Kredit/Pembiayaan program Pemerintah di bidang Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disebut BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perkoperasian.
Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang diterima oleh Penyalur Kredit/Pembiayaan dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada Debitur.
Subsidi Margin adalah bagian margin yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara margin yang diterima oleh Penyalur Kredit/Pembiayaan dengan margin yang dibebankan kepada Debitur dalam skema pembiayaan syariah.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga pengatur dan pengawas sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada K/L yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Penyaluran Subsidi Bunga/Subsidi Margin Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disingkat KPA Penyaluran adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menyalurkan anggaran belanja subsidi atas pelaksanaan Program PEN kepada Penyalur Kredit/Pembiayaan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara untuk melakukan pengujian atas surat permintaan pembayaran dan menerbitkan surat perintah membayar.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memperoleh kewenangan sebagai kuasa bendahara umum negara.
Surat Permintaan Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah surat perintah membayar yang diterbitkan oleh PPSPM kepada pihak ketiga atas dasar perikatan atau surat keputusan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Baki Debet adalah sisa pokok pinjaman/sisa pokok pembiayaan yang wajib dibayar kembali oleh Debitur kepada Penyalur Kredit/Pembiayaan.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disebut SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Direktur Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Direktur PKN adalah pejabat eselon II di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan kas negara.
Rekening Virtual adalah nomor identifikasi penerima Subsidi Bunga/Subsidi Margin yang dibuka oleh bank atas permintaan KPA Penyaluran untuk selanjutnya diberikan kepada penerima Subsidi Bunga/Subsidi Margin sebagai nomor rekening tujuan penerima.
Rekening Dana Subsidi Bunga/Subsidi Margin adalah rekening Pemerintah lainnya milik K/L yang dikelola oleh KPA Penyaluran untuk menampung dana Subsidi Bunga/Subsidi Margin.
Maker adalah petugas yang ditunjuk untuk melakukan aktivitas perekaman data tagihan dalam cash management system .
Checker adalah pejabat/pegawai yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas pengujian atau penelitian atas tagihan yang dilakukan Maker .
Approver adalah pejabat yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas persetujuan atas perekaman data yang dilakukan oleh Maker dan/atau atas perekaman data yang telah disetujui oleh Checker serta pembayaran kepada penerima.
Cash Management System yang selanjutnya disingkat CMS adalah sistem aplikasi dan informasi yang menyediakan informasi saldo, transfer antar rekening, pembayaran penerimaan negara dan utilitas, maupun fasilitas-fasilitas lain dalam pelaksanaan transaksi perbankan secara realtime online .
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514);
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 94);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung ...
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMBERIAN PENJAMINAN PEMERINTAH UNTUK PERCEPATAN PENYELENGGARAAN PRASARANA DAN SARANA KERETA CEPAT ANTARA JAKARTA DAN BANDUNG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama pemerintah oleh menteri keuangan baik secara langsung atau secara bersama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 2. Komite Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung yang selanjutnya disebut Komite adalah komite yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden mengenai percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 3. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang selanjutnya disingkat PT KAI adalah Perusahaan Perseroan (Persero) yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah sebagai pimpinan konsorsium badan usaha milik negara dalam rangka percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden mengenai percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 5. Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. 6. Pinjaman PT KAI yang selanjutnya disebut Pinjaman adalah setiap pembiayaan dari kreditur berupa sejumlah uang atau jdih.kemenkeu.go.id tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan Perjanjian Pinjaman. 7. Kreditur adalah lembaga keuangan internasional dan/atau domestik yang memberikan fasilitas Pinjaman kepada PT KAI dalam rangka pendanaan kenaikan dan/atau perubahan biaya ( cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 8. Perjanjian Pinjaman adalah perjanjian yang dibuat antara PT KAI dan Kreditur dalam rangka memperoleh Pinjaman untuk pendanaan kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. 9. Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). 10. Penjamin adalah Pemerintah atau Pemerintah bersama BUPI. 11. Perno hon J aminan adalah PT KAI yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan Penjaminan Pemerintah. 12. Terjamin adalah PT KAI yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah. 13. Penerima Jaminan adalah Kreditur. 14. Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh BUPI dalam rangka kegiatan penjaminan. 15. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 16. Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut. 17. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada bendahara umum negara. 18. Batas Maksimal Penjaminan adalah nilai maksimal yang diperkenankan dalam penerbitan penjaminan terhadap Pinjaman yang diusulkan untuk memperoleh penjaminan pada tahun tertentu. 19. First Loss adalah besaran porsi penjaminan dari BUPI yang mendapat penugasan untuk melakukan Penjaminan Pemerintah. Pasal 2 Penjaminan Pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung dalam Peraturan Menteri ini disediakan dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) sesuai dengan hasil keputusan Komite. Pasal 3 Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan dengan mempertimbangkan prinsip sebagai berikut:
kemampuan keuangan negara; jdih.kemenkeu.go.id b. kesinambungan fiskal; dan
pengelolaan risiko fiskal. Pasal 4 (1) Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan atas keseluruhan dari kewajiban finansial PT KAI terhadap Kreditur berdasarkan Perjanjian Pinjaman. (2) Kewajiban finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pokok Pinjaman;
bunga Pinjaman; dan/atau
biaya lain yang timbul, sehubungan dengan Perjanjian Pinjaman. BAB II TATA CARA PENJAMINAN PEMERINTAH Bagian Kesatu Permohonan Jaminan Pasal 5 (1) Pemohon Jaminan mengajukan permohonan Penjaminan Pemerintah kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (2) Permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah adanya keputusan Komite. (3) Permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan minimal:
keputusan Komite mengenai pemberian dukungan berupa Penjaminan Pemerintah kepada PT KAI untuk mengatasi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung;
alasan diperlukannya Penjaminan Pemerintah;
nilai Pinjaman yang akan dijamin oleh Pemerintah;
calon Kreditur; dan
pernyataan mengenai kebenaran atas segala informasi, keterangan, dan/atau pernyataan yang termuat dalam dokumen permohonan Penjaminan Pemerintah. (4) Permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan melampirkan minimal:
surat keputusan Komite mengenai pemberian dukungan berupa Penjaminan Pemerintah kepada PT KAI untuk mengatasi masalah kenaikan dan/ a tau perubahan biaya ( cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung;
surat pernyataan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara, yang memuat:
persetujuan penerimaan Pinjaman dengan Penjaminan Pemerintah; dan jdih.kemenkeu.go.id 2. pernyataan mengenai kemampuan keuangan dan kemampuan bayar PT KAI atas kewajiban finansial yang timbul dari proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung;
surat pernyataan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan yang menyatakan dukungan kepada PT KAI terkait kebijakan sektor perkeretaapian;
rencana peruntukan pendanaan melalui Pinjaman;
rancangan final Perjanjian Pinjaman;
profil calon Kreditur;
surat yang disampaikan oleh calon Kreditur yang memuat harga Pinjaman serta syarat dan ketentuan (terms and conditions) Pinjaman;
rencana sumber dana pelunasan Pinjaman;
laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh auditor independen;
proyeksi keuangan PT KAI sampa1 dengan masa Pinjaman berakhir;
proyeksi keuangan proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung;
rancangan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar;
persetujuan organ perusahaan Pemohon Jaminan sesuai dengan anggaran dasar mengena1 rencana Pinjaman; dan
surat pertanggungjawaban mutlak atas kesesuaian penggunaan Pinjaman yang ditandatangani oleh direktur utama PT KAI. Bagian Kedua Evaluasi Permohonan Jaminan Pasal 6 (1) Terhadap permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dengan berkoordinasi dengan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan. (2) Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersama dengan BUPI. (3) Dalam melakukan evaluasi bersama dengan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta konfirmasi kapasitas penjaminan BUPI. (4) BUPI menyampaikan konfirmasi atas kapasitas penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan konfirmasi dari Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. (5) Evaluasi dilakukan sejak permohonan Penjaminan Pemerintah dan seluruh lampiran yang menjadi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) jdih.kemenkeu.go.id dan ayat (4), telah diterima secara lengkap dan benar oleh Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. (6) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
memeriksa kelengkapan dokumen dan informasi yang tersedia dalam permohonan Penjaminan Pemerintah beserta seluruh lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
memverifikasi atas kesesuaian dokumen permohonan Penjaminan Pemerintah dengan hasil keputusan Komite; dan
memverifikasi terhadap syarat dan ketentuan (tenns and conditions) di dalam rancangan final Perjanjian Pinjaman. (7) Dalam hal Komite menetapkan persetujuan atas syarat dan ketentuan (tenns and conditions) Pinjaman di dalam surat keputusan Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a, Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara menggunakan keputusan Komite tersebut untuk memverifikasi kesesuaian terhadap syarat dan ketentuan (tenns and conditions) di dalam rancangan final Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c. (8) Dalam hal Komite tidak menetapkan persetujuan atas syarat dan ketentuan (tenns and conditions) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara menggunakan pinjaman Pemerintah dan/atau pinjaman badan usaha milik negara yang mendapatkan penjaminan Pemerintah sebagai pembanding untuk menilai kewajaran syarat dan ketentuan (tenns and conditions) Pinjaman yang dijamin. (9) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara mempertimbangkan Batas Maksimal Penjaminan. (10) Dalam rangka pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat meminta keterangan atau penjelasan dari Pemohon Jaminan. (11) Hasil evaluasi atas permohonan Penjaminan Pemerintah dituangkan dalam berita acara evaluasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (12) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan rekomendasi kepada Menteri mengenai:
penerbitan persetujuan atas syarat dan ketentuan (tenns and conditions) Perjanjian Pinjaman; dan
usulan pihak yang akan melakukan penjaminan, dengan mempertimbangkan konfirmasi atas kapasitas penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (13) Usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf b terdiri atas:
Pemerintah bersama dengan BUPI; atau
Pemerintah. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 7 (1) Dalam hal usulan pihak yang akan melakukan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (13) huruf a disetujui Menteri, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri menetapkan keputusan Menteri mengenai penugasan kepada BUPI untuk melakukan penjaminan bersama dengan Pemerintah. (2) Penugasan kepada BUPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa:
penugasan kepada BUPI untuk melakukan penjaminan dapat memberikan manfaat fiskal; dan
BUPI memiliki kapasitas untuk memberikan porsi jaminan yang akan ditugaskan. (3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat minimal sebagai berikut:
nama Pemohon Jaminan selaku Terjamin;
nama Kreditur yang akan menerima penjaminan;
porsi yang ditanggung oleh BUPI sebagai First _Loss; _ dan d. hak BUPI untuk mendapatkan IJP yang dibayar oleh Terjamin. (4) Penentuan porsi yang ditanggung oleh BUPI dilakukan berdasarkan analisis kapasitas penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. Bagian Ketiga Persetujuan Syarat dan Ketentuan (terms and conditions) Perjanjian Pinjaman Pasal 8 (1) Persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions) Perjanjian Pinjaman diterbitkan oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam bentuk surat yang ditujukan kepada PT KAI berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (12). (2) Persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions) Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki kekuatan hukum apapun yang mengikat Menteri untuk menerbitkan Penjaminan Pemerintah, sebelum dilakukan penelaahan terhadap rancangan final Perjanjian Pinjaman. (3) Persetujuan atas syarat dan ketentuan (terms and conditions) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pemohon Jaminan untuk dilakukan penandatanganan Perjanjian Pinjaman. Bagian Keempat Penerbitan Jaminan Pasal 9 (1) Pemohon Jaminan menyampaikan permohonan penerbitan dokumen penjaminan atas Penjaminan Pemerintah kepada Menteri dalam hal ini Direktur jdih.kemenkeu.go.id Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan melampirkan:
Perjanjian Pinjaman yang telah ditandatangani; dan
dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar. (2) Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan penelaahan untuk melihat kesesuaian antara syarat dan ketentuan (terms and conditions) Perjanjian Pinjaman yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan syarat dan ketentuan (terms and conditions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), berkoordinasi dengan unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan. (3) Dalam melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat melibatkan BUPI. (4) Dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat ketentuan minimal mengenai:
peta risiko gagal bayar;
langkah-langkah mitigasi risiko gagal bayar; dan
upaya terbaik Terjamin untuk memenuhi pembayaran Pinjaman. (5) Dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilampiri surat pernyataan yang ditandatangani oleh direksi Terjamin mengenai kesanggupan Terjamin untuk:
melakukan pemantauan terhadap risiko gagal bayar bersama dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dan/atau BUPI; dan
menandatangani perjanjian penyelesaian Regres dan membayar utang Regres kepada BUPI dan/atau Pemerintah. Pasal 10 (1) Dalam hal syarat dan ketentuan (terms and conditions) dalam Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a telah sesuai dengan persetujuan syarat dan ketentuan (terms and conditions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), diterbitkan dokumen penjaminan (2) Dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
surat jaminan; atau
perjanjian jaminan, sesuai dengan kesepakatan antara Penjamin dan Penerima Jaminan. (3) Dalam hal penerbitan dokumen penjaminan berbentuk surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan ketentuan:
surat jaminan ditandatangani oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang ditujukan kepada wakil yang sah dari Penerima Jaminan; atau
surat jaminan yang ditandatangani oleh Menteri jdih.kemenkeu.go.id dalam hal m1 Direktur J enderal Pengelolaan Pem biayaan dan Risiko bersama dengan wakil yang sah dari BUPI, yang ditujukan kepada wakil yang sah dari Penerima Jaminan. (4) Dalam hal penerbitan dokumen penjaminan berbentuk perjanjian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan ketentuan:
perjanjian jaminan yang ditandatangani oleh Menteri dalam hal m1 Direktur J enderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan wakil yang sah dari Penerima Jaminan; atau
perjanjian jaminan yang ditandatangani oleh Menteri dalam hal m1 Direktur J enderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, wakil yang sah dari BUPI, dan wakil yang sah dari Penerima Jaminan. (5) Dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Terjamin. (6) Atas penerbitan dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur J enderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melaporkan kepada Menteri. (7) Penjaminan Pemerintah melalui dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara penuh (full guarantee), tanpa syarat (unconditionaij, dan tidak dapat dicabut kembali (irrevocable) serta mengikat Penjamin sesuai dengan ketentuan dalam dokumen penjaminan. (8) Penjaminan Pemerintah berlaku sejak tanggal penerbitan dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sampai dengan seluruh kewajiban finansial Terjamin kepada Kreditur berdasarkan Perjanjian Pinjaman terpenuhi. (9) Penjaminan Pemerintah serta merta berakhir atau tidak berlaku dengan berakhirnya atau tidak berlakunya Perjanjian Pinjaman. BAB III DUKUNGAN PEMERINTAH ATAS PENUGASAN BUPI Pasal 11 (1) Dalam rangka penugasan atas Penjaminan Pemerintah, Pemerintah dalam hal ini Menteri memberikan dukungan kepada BUPI berupa:
meningkatkan kredibilitas penjaminan BUPI;
menjaga kecukupan modal BUPI; dan/atau
memastikan penyelesaian piutang Regres sesua1 dengan perjanjian penyelesaian Regres, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam rangka menjaga kecukupan modal BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah dapat memberikan penyertaan modal negara. Pasal 12 (1) Dalam rangka penugasan atas Penjaminan Pemerintah, BUPI dapat mengenakan biaya atas pelaksanaan pemberian penjaminan dalam bentuk IJP kepada Terjamin sesua1 dengan mekanisme korporasi sebagaimana jdih.kemenkeu.go.id dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf d. (2) Jumlah IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan memperhatikan:
porsi penjaminan yang ditanggung;
tingkat risiko Terjamin;
biaya yang dikeluarkan; dan
marjin yang wajar. (3) Dalam hal BUPI telah melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) namun tidak diberikan penugasan untuk melakukan Penjaminan Pemerintah, BUPI dapat mengenakan biaya jasa kepada Terjamin atas pelaksanaan evaluasi penjaminan, yang diperhitungkan terhadap biaya yang dikeluarkan dalam rangka evaluasi dan marjin yang wajar. BAB IV PENYELESAIAN AKIBAT PELAKSANAAN PENJAMINAN PEMERINTAH Bagian Kesatu Klaim atas Penjaminan Pemerintah Pasal 13 (1) Klaim Penjaminan Pemerintah dilaksanakan dalam hal Terjamin selaku penerima Pinjaman berada dalam keadaan tidak mampu untuk memenuhi kewajiban finansial kepada Penerima Jaminan berdasarkan Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2). (2) Terjamin menyampaikan pemberitahuan kepada BUPI atas keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pemberitahuan kepada BUPI mengenai keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada Penerima J aminan atas keadaan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) hari sebelum kewajiban finansial berdasarkan Perjanjian Pinjaman jatuh tempo. (4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditembuskan pula kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko oleh Terjamin. Pasal 14 (1) Berdasarkan keadaan tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Penerima J aminan menyampaikan pengajuan klaim atas Penjaminan Pemerintah secara tertulis kepada BUPI dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, dengan tembusan kepada direksi Terjamin. (2) Pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh Penerima Jaminan setelah Terjamin tidak memenuhi kewajiban finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) pada tanggaljatuh tempo. (3) Pengajuan klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan minimal sebagai berikut: jdih.kemenkeu.go.id a. ketidakmampuan Terjamin untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Pinjaman;
kewajiban Pemerintah selaku Penjamin untuk membayar kepada Penerima Jaminan berdasarkan dokumen penjaminan;
jumlah kewajiban sebagaimana dimaksud pada hurufa;dan d. tujuan pembayaran yang terdiri atas nama dan nomor rekening Penerima Jaminan. (4) Pengajuan klaim atas penjaminan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
Perjanjian Pinjaman;
salinan dokumen penjaminan;
rincian kewajiban yang harus dipenuhi oleh Penjamin; dan
rincian Pinjaman. Pasal 15 (1) BUPI melakukan verifikasi terhadap klaim atas Penjaminan Pemerintah yang diajukan oleh Penerima Jaminan baik untuk porsi BUPI maupun Pemerintah. (2) Dalam rangka melaksanakan verifikasi terhadap klaim atas Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUPI dapat berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan pihak lain terkait. (3) Untuk keperluan verifikasi terhadap klaim atas Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUPI dapat meminta Terjamin untuk menyampaikan surat pernyataan mengenai tidak adanya keberatan dan/atau perselisihan apapun mengenai jumlah klaim yang diajukan. (4) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Terjamin dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permintaan tersebut disampaikan. (5) Verifikasi terhadap klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:
kesesuaian antara jumlah klaim dengan jumlah kewajiban berdasarkan Perjanjian Pinjaman yang menjadi kewajiban Terjamin berdasarkan tagihan dari Penerima J aminan;
tidak adanya keberatan dan/atau perselisihan antara Terjamin dengan Penerima Jaminan mengenai klaim dan/ataujumlah klaim yang diajukan; dan
tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening yang ditujukan Penerima Jaminan. (6) Hasil verifikasi terhadap klaim dituangkan dalam berita acara verifikasi yang ditandatangani oleh Terjamin, Penerima Jaminan, dan BUPI. (7) Berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan salinannya kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (8) Dalam hal hasil verifikasi menunjukkan bahwa Pemerintah perlu melakukan pembayaran klaim untuk jdih.kemenkeu.go.id porsi Pemerintah, KPA turut menandatangani berita acara verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6). (9) Penunjukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan untuk pelaksanaan kewajiban penjaminan Pemerintah. Pasal 16 (1) Pembayaran klaim atas Penjaminan Pemerintah dilakukan apabila hasil verifikasi menunjukkan sebagai berikut:
terdapat kesesuaian antara jumlah klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan kepada Penjamin dan jumlah kewajiban Terjamin yang terhutang berdasarkan Perjanjian Pinjaman; dan
tidak adanya keberatan dari Terjamin dan/atau perselisihan apapun antara Terjamin dengan Penerima Jaminan mengenai klaim dan/atau jumlah klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan. (2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUPI membayar klaim yang menjadi porsi penjaminannya kepada Penerima Jaminan. (3) Apabila jumlah klaim melebihi porsi yang ditanggung oleh BUPI sebagai First Loss, BUPI menyampaikan tagihan atas kelebihan jumlah klaim yang menjadi porsi Pemerintah kepada KPA atas kewajiban Penjaminan Pemerintah. (4) Pemerintah membayar kelebihan klaim dari porsi penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Penerima Jaminan. (5) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran kelebihan klaim dari porsi penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah melalui Menteri dapat menggunakan dana yang bersumber dari dana cadangan penjaminan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (6) Pelaksanaan pembayaran klaim porsi Pemerintah kepada Penerima Jaminan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan untuk pelaksanaan kewajiban penjaminan Pemerintah. Bagian Kedua Pelaksanaan Regres Pasal 17 (1) Dalam hal BUPI telah melaksanakan kewajibannya selaku Penjamin kepada Penerima Jaminan berdasarkan dokumen penjaminan, Terjamin harus memenuhi Regres. (2) Pemenuhan Regres oleh Terjamin kepada BUPI se bagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kemampuan keuangan Terjamin. (3) BUPI menyampaikan surat pemberitahuan Regres kepada Terjamin pada saat atau segera setelah Regres timbul dengan tembusan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan jdih.kemenkeu.go.id usaha milik negara. (4) Setelah surat pemberitahuan Regres disampaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BUPI dan Terjamin menuangkan kesepakatan mengenai penyelesaian Regres dengan pembayaran secara bertahap atau sekaligus ke dalam perjanjian penyelesaian Regres yang ditandatangani oleh wakil yang sah dari kedua belah pihak. (5) Dalam perjanjian penyelesaian Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Terjamin menyatakan dan menyepakati minimal hal-hal sebagai berikut:
pengakuan berutang Terjamin kepada BUPI sebagai akibat dari timbulnya Regres;
jumlah utang yang wajib dibayar Terjamin kepada BUPI;
tingkat bunga;
tahapan pembayaran yang disanggupi Terjamin untuk membayar utangnya kepada BUPI hingga lunas; dan
mekanisme pembayaran yang disetujui untuk melaksanakan tahapan pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf d. (6) Kesepakatan mengenai hal-hal yang perlu diatur dalam perjanjian penyelesaian Regres sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pembayaran klaim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. (7) BUPI dan Terjamin yang memiliki utang Regres melaporkan kesepakatan mengenai penyelesaian utang yang dituangkan dalam perjanjian penyelesaian Regres kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara. (8) Menteri dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pemantauan terhadap penyelesaian Regres, dan melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara untuk memastikan agar penyelesaian Regres sebagaimana tertuang dalam perjanjian penyelesaian Regres dapat diselesaikan oleh Terjamin. Pasal 18 (1) Dalam hal Pemerintah melakukan pembayaran klaim Penjaminan Pemerintah kepada Penerima Jaminan atas porsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), timbul piutang dalam bentuk Regres kepada Terjamin. (2) Ketentuan mengenai penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada BUPI berlaku pula secara mutatis mutandis untuk penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada Pemerintah. (3) Kewenangan untuk melakukan penyelesaian piutang dalam bentuk Regres kepada Terjamin didelegasikan oleh Menteri kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. jdih.kemenkeu.go.id BABV PENGELOLAAN RISIKO Bagian Kesatu Mitigasi Risiko Pasal 19 (1) Terjamin wajib melakukan upaya terbaik untuk melakukan pengelolaan risiko terhadap kemungkinan terjadinya gagal bayar atau segala peristiwa yang mempengaruhi kemampuan Terjamin untuk memenuhi kewajiban finansial. (2) Kewajiban pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sesuai dengan masa berlaku Perjanjian Pinjaman. (3) Terjamin harus melakukan pembaruan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b secara berkala setiap 6 (enam) bulan. (4) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dapat memberikan masukan kepada Terjamin mengenai rancangan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf l dan pembaruan atas dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BUPI turut memberikan masukan kepada Terjamin mengenai rancangan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf 1 dan pembaruan atas dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar yang telah mendapatkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), ditandatangani oleh direksi Terjamin untuk disampaikan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (7) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Terjamin menyampaikan tembusan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada BUPI. Bagian Kedua Pemantauan atas Pengelolaan Risiko Gagal Bayar Pasal 20 (1) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara melakukan pemantauan terhadap pengelolaan risiko gagal bayar yang dilakukan Terjamin sesuai dengan dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6). (2) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BUPI turut melakukan pemantauan terhadap pengelolaan risiko yang dilakukan jdih.kemenkeu.go.id (3) Terjamin sebagaimana dimaksud pada berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. ayat (1), Pengelolaan Direktorat Dalam rangka pemantauan terhadap pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, BUPI, dan Terjamin dapat mengadakan pertemuan secara berkala untuk membahas mengenai pelaksanaan rencana mitigasi risiko gagal bayar sebagaimana tertuang dalam dokumen rencana mitigasi risiko gagal bayar oleh Terjamin. Pasal 21 (1) Terjamin wajib membuka rekening khusus (sinking fund) sebagai mitigasi risiko terhadap Penjaminan Pemerintah. (2) Terjamin wajib menempatkan dan menjaga keutuhan dana di dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal sebesar setara dengan jumlah cicilan pokok dan bunga Pinjaman yang akan jatuh tempo pada 3 (tiga) periode pembayaran kewajiban selanjutnya atas Pinjaman. (3) Dana yang ditempatkan di dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari dana hasil kebijakan Pemerintah dalam rangka memperkuat keuangan PT KAI, dana internal PT KAI, dan/atau sumber dana lainnya. (4) Rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterbitkannya Penjaminan Pemerintah. (5) Dana di dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat digunakan oleh Terjamin untuk membayar Pinjaman atas proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. (6) Dalam hal Terjamin menggunakan dana di dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Terjamin wajib memulihkan keutuhan dana di dalam rekening khusus (sinking fund) sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak dana di dalam rekening khusus (sinking fund) digunakan. (7) Terjamin wajib memberikan akses pada rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (8) Terjamin menyampaikan pemberitahuan mengenai pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (9) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pemberian akses terhadap rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) juga dilakukan oleh Terjamin kepada BUPI. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 (1) Penggunaan kele bihan penyertaan modal negara kepada PT KAI yang ditujukan untuk pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung dapat ditampung dalam rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1). (2) Kelebihan penyertaan modal negara kepada PT KAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan saldo tambahan yang harus dijaga oleh Terjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2). (3) Kelebihan penyertaan modal negara kepada PT KAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pembayaran kewajiban Terjamin atas Pinjaman. (4) Penggunaan kelebihan penyertaan modal negara kepada PT KAI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat dilakukan atas persetujuan Menteri melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. Pasal 23 (1) Terhitung sejak diterbitkannya Penjaminan Pemerintah, Terjamin wajib menyusun laporan secara triwulanan pada periode yang berakhir pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember. (2) Pelaporan secara triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
penggunaan dana dari penarikan atas Pinjaman;
laporan keuangan Terjamin secara triwulanan dan tahunan yang belum diaudit _(unaudited); _ c. kemampuan bayar Terjamin, termasuk proyeksi kemungkinan terjadinya risiko gagal bayar pada Terjamin untuk 1 (satu) tahun ke depan;
laporan arus kas pada saat diperlukan berdasarkan permintaan Pemerintah dan/ a tau BUPI sebelum tanggal jatuh tempo atas pembayaran Pinjaman berdasarkan Perjanjian Pinjaman;
pelaksanaan rencana mitigasi risiko gagal bayar;
pengadaan pembiayaan lainnya;
perkembangan kegiatan operasi PT KAI dan PT Kereta Cepat Indonesia China, termasuk penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung; dan
pelaksanaan dukungan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b dan huruf c. (3) Terjamin menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya. (4) Terjamin wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan jdih.kemenkeu.go.id yang telah diaudit paling lambat 10 (sepuluh) hari kalender sejak diterbitkannya laporan keuangan yang telah diaudit kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara. (5) Dalam hal BUPI mendapatkan penugasan Penjaminan Pemerintah, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga dilakukan oleh Terjamin kepada BUPI. BAB VI PENGANGGARAN DANA CADANGAN PENJAMINAN Pasal 24 (1) Pemerintah melalui Menteri mengalokasikan anggaran kewajiban Penjaminan Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara. (2) Pengelolaan dana cadangan Penjaminan Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penJamman untuk pelaksanaan kewajiban Penjaminan Pemerintah. BAB VII PEMBUKUAN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN PENUGASAN Pasal 25 (1) Dalam melaksanakan penugasan Penjaminan Pemerintah, BUPI menyelenggarakan pembukuan berdasarkan ketentuan mengenai standar akuntansi yang berlaku. (2) Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disajikan sebagai informasi segmen dalam catatan atas laporan keuangan pada laporan keuangan BUPI. Pasal 26 (1) BUPI menyampaikan laporan semesteran dan laporan tahunan atas pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat minimal:
perkembangan Pinjaman;
analisis risiko gagal bayar Terjamin, yang dilengkapi dengan mitigasi risiko;
kepatuhan Terjamin atas pengelolaan rekening khusus (sinking fund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22;
pelaksanaan dukungan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jdih.kemenkeu.go.id perhubungan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b dan huruf c; dan
informasi lain yang dianggap penting. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan dimaksud berakhir. BAB VIII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasa127 (1) Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap:
pelaksanaan pembiayaan serta pemenuhan kewajiban Terjamin; dan
pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah melalui BUPI. (2) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mengadakan pertemuan secara berkala dengan Terjamin dan BUPI untuk membahas dan memberikan masukan mengenai pelaksanaan pengelolaan risiko atas pelaksanaan pembiayaan serta pemenuhan kewajiban Terjamin dan pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah melalui BUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk bahan penyusunan laporan secara berkala dan/atau rekomendasi kepada Menteri. (4) Dalam rangka menjaga kredibilitas dan kemampuan BUPI dalam melaksanakan Penjaminan Pemerintah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko memverifikasi kemampuan BUPI untuk melaksanakan pembayaran klaim dalam hal terdapat pengajuan klaim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SATK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku BUN, serta tidak tercakup dalam sub sistem akuntansi BUN lainnya. 3. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA I jdih.kemenkeu.go.id untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/ lembaga yang bersangkutan. 4. Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan se baik-baiknya. 5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup BUN. 6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. 7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan/atau UAKKPA BUN TK. 8. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh UAP BUNTK. 9. Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran. 10. Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara. 11. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang. 12. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang selanjutnya disingkat DJPK adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perimbangan keuangan. 13. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas f jdih.kemenkeu.go.id merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko. 14. Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal. 15. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan BUN, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara. 16. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. 17. PNBP BUN Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disingkat PNBP BUN PKN adalah PNBP yang berasal dari pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan selaku BUN yang dikelola oleh DJPb. 18. Fasilitas Penyiapan Proyek adalah fasilitas fiskal yang disediakan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Dukungan Kelayakan adalah dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara. 20. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 21. BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/ lembaga. 22. BMN Eks BMN Idle adalah BMN Idle yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang berdasarkan berita acara serah terima. 23. Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/ 1958 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau untuk Orang-Orang Warga Negara dari Negara Asing yang Tidak Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Negara Republik Indonesia jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439 / 1958 tentang Penempatan jdih.kemenkeu.go.id Semua Sekolah/Kursus yang Sebagian atau Seluruhnya Milik dan/atau Diusahakan oleh Organisasi yang Didirikan oleh dan/ a tau Orang- Orang Tionghoa Perantauan (Hoa Kiauw) yang Bukan Warga Negara dari Negara Asing, yang Telah Mempunyai Hubungan Diplomatik dengan Republik Indonesia dan/atau Telah Memperoleh Pengakuan dari Negara Republik Indonesia di Bawah Pengawasan Pemerintah Republik Indonesia jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Organisasi- organisasi dan Pengawasan Terhadap Perusahaan- Perusahaan Orang Asing Tertentu;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962 tentang Larangan Adanya Organisasi yang Tidak sesuai dengan Kepribadian Indonesia, Menghambat Penyelesaian Revolusi atau Bertentangan dengan Cita-Cita Sosialisme Indonesia;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 tentang Keadaan Tertib Nasional jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/ 1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G- 5/5/66 tentang Pengawasan PEPELRADA terhadap Pengambilalihan Sekolah-Sekolah Tionghoa oleh Mahasiswa-Mahasiswa dan Pelajar- Pelajar Setempat. 24. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Pemerintah. 25. Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, baik untuk penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. 26. BMN Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut BMN Hulu Migas adalah semua barang yang berasal dari pelaksanaan kontrak kerja sama antara Kontraktor dengan pemerintah, termasuk yang berasal dari kontrak karya/ contract of work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. 27. BMN yang berasal dari Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat BMN PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli Kontraktor untuk kegiatan usaha pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik pemerintah, termasuk barang kontraktor yang jdih.kemenkeu.go.id pada pengakhiran perjanjian akan dipergunakan untuk kepentingan umum. 28. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank. 29. Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang selanjutnya disebut Aset Eks BPPN adalah kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan yang berasal dari kekayaan eks BPPN. 30. Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan penyertaan modal negara dalam Neraca Pembukaan PT. Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai BMN yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara. 31. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat. 32. Perusahaan Umum Bulog yang selanjutnya disebut dengan Perum Bulog adalah badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2003. 33. Selisih Kurs adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda. 34. Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. 35. Buku Besar Kas adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis kas. 36. Buku Besar Akrual adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis akrual. 37. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan saldo anggaran lebih, dan catatan atas laporan keuangan. 38. Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, s1sa lebih/kurang pembiayaan jdih.kemenkeu.go.id anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam 1 (satu) periode. 39. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 40. Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/ daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam 1 (satu) periode pelaporan. 41. Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 42. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, laporan arus kas, LO, LPE, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih untuk pengungkapan yang memadai. 43. Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi aparat pengawas intern pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. 44. Transaksi Dalam Konfirmasi Penerimaan yang selanjutnya disingkat TDK Penerimaan adalah transaksi penerimaan yang diterima kasnya di kas negara tetapi tidak teridentifikasi dan/atau tidak diakui oleh satuan kerja pada kementerian/lembaga dan bagian anggaran BUN. Pasal 2 Peraturan Menteri m1 mengatur mengenai SATK yang meliputi:
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional;
belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek;
belanja/beban Dukungan Kelayakan;
PNBP yang dikelola oleh DJA;
transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN;
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai; J. utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara; jdih.kemenkeu.go.id 1. belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah. Pasal 3 (1) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
pengeluaran kerja sama internasional yang mencakup pembayaran iuran keikutsertaan pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi internasional dan tidak menimbulkan hak suara di luar ketentuan Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1999 tentang Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia pada Organisasi-Organisasi Internasional, yang dibiayai dari bagian anggaran BUN seperti trust fund dan kontribusi;
pengeluaran perjanjian internasional yang mencakup transaksi yang timbul sebagai akibat dari perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak lain di dunia internasional dan dibiayai dari bagian anggaran BUN; dan
pendapatan dan belanja/beban selisih kurs dan biaya transfer atas pengeluaran untuk keperluan hubungan in ternasional. (2) Belanja/beban Fasilitas Penyiapan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur;
fasilitas untuk penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, proyek dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk penyediaan infrastruktur ibu kota negara melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha dan/atau pembiayaan kreatif;
fasilitas untuk penyusunan dokumen penyiapan penyediaan infrastruktur pada kawasan di ibu kota nusantara;
fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi pemanfaatan BMN dan/atau pemindahtanganan BMN untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara; dan
fasilitas terkait penyiapan proyek atau pengembangan skema pembiayaan lainnya yang mendapat penugasan dari pemerintah. (3) Belanja/beban Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c merupakan kontribusi fiskal dalam bentuk finansial atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha untuk penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat. t jdih.kemenkeu.go.id (4) PNBP yang dikelola oleh DJA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
pendapatan minyak bumi dan gas bumi;
pendapatan panas bumi; dan
setoran lainnya, meliputi setoran sisa surplus dari basil kegiatan Bank Indonesia, surplus, dan/atau bagian dari surplus lembaga. (5) Transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa;
BMN yang berasal dari pertambangan meliputi:
BMN Hulu Migas; dan
BMN PKP2B;
Aset Eks Pertamina;
BMN Eks BMN _Idle; _ e. Aset yang timbul dari pemberian BLBI meliputi:
piutang pada bank dalam likuidasi; dan
Aset Eks BPPN;
Aset lainnya dalam pengelolaan DJKN meliputi:
barang gratifikasi;
BMN yang diperoleh dari pelaksanaan perjanjian kerja sama antara pemerintah Republik Indonesia dengan badan internasional dan/atau negara asing;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan yang dibentuk kementerian/lembaga, seperti unit pelaksana teknis yang dibentuk oleh kemen terian/ lembaga;
BMN yang diperoleh dari pembubaran badan- badan ad _hoc; _ atau 5. BMN yang diperoleh dari pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo;
piutang kepada yayasan supersemar; dan
penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional. (6) Belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f meliputi:
belanja/beban pensiun;
belanja/beban jaminan layanan kesehatan;
belanja/beban jaminan kesehatan menteri dan pejabat tertentu;
belanja/beban jaminan kesehatan utama;
belanja/bebanjaminan kesehatan lainnya;
belanja/bebanjaminan kecelakaan kerja;
belanja/bebanjaminan kematian;
belanja/beban program tunjangan hari tua;
belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog; dan J. pelaporan akumulasi iuran pensiun. jdih.kemenkeu.go.id (7) Pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g meliputi:
pendapatan berupa selisih lebih dalam pengelolaan kele bihan / kekurangan kas;
pendapatan selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN;
pendapatan lainnya dalam pengelolaan kas negara;
belanja/beban berupa selisih kurang dalam pengelolaan kelebihan/kekurangan kas;
belanja/beban selisih kurs terealisasi dalam pengelolaan rekening milik BUN; dan
belanja/beban transaksi pengelolaan kas negara. (8) Transaksi penggunaan PNBP BUN PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h meliputi:
belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN;
perolehan BMN dari belanja/beban penggunaan PNBP BUN PKN; dan
penetapan status penggunaan BMN. (9) Utang perhitungan fihak ketiga pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i merupakan selisih le bih / kurang an tara penerimaan setoran / potongan perhitungan fihak ketiga pegawai dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga pegawru.
Utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j merupakan selisih lebih/kurang antara penerimaan setoran perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dan pembayaran pengembalian penerimaan perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok. (11) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k meliputi:
hasil koreksi atas terjadinya TDK Penerimaan; dan
pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi atas pengelolaan rekening penerimaan negara dalam valuta asing pada KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara. (12) Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf 1 meliputi:
belanja/beban pajak pertambahan nilai real time gross settlement Bank Indonesia;
pembayaran bunga negatif;
pembayaran imbalan jasa pelayanan bank/ pos perseps1;
pembayaran pajak pertambahan nilai atas transaksi real time gross settlement bank operasional; dan
fee bank kustodian. (13) Pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf m merupakan pendapatan dan beban selisih kurs belum terealisasi dalam pengelolaan rekening valuta asing milik kuasa BUN daerah. jdih.kemenkeu.go.id BAB II UNIT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus Pasal 4 (1) SATK merupakan subsistem dari sistem akuntansi BUN. (2) SATK menghasilkan Laporan Keuangan yang terdiri atas:
LRA;
LO; C. LPE;
Neraca; dan
CaLK. (3) Untuk pelaksanaan SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk unit akuntansi yang terdiri atas:
UAKPA BUN TK;
UAKKPA BUN TK;
UAP BUN TK; dan
UAKP BUN TK. (4) SATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan bagian anggaran BUN Transaksi Khusus dengan menggunakan sistem aplikasi terin tegrasi. (5) Sistem aplikasi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan sistem aplikasi yang mengintegrasikan seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan kementerian/lembaga. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 5 UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran keperluan kerja sama internasional dan perjanjian internasional dilaksanakan oleh pusat di BKF yang ditunjuk oleh Kepala BKF;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dilaksanakan oleh direktorat di DJPPR yang menangani pengelolaan dukungan pemerintah dan pembiayaan infrastruktur dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara; dan/atau t jdih.kemenkeu.go.id 2. dilaksanakan oleh unit kerja di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral yang ditunjuk sebagai KPA dalam hal Fasilitas Penyiapan Proyek dilaksanakan melalui kerja sama penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri;
UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya dilaksanakan oleh direktorat di DJA yang menangani pengelolaan PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas;
UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan aset berupa BMN PKP2B; J. UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara; I. UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanganan lumpur Sidoarjo dilaksanakan oleh unit kerja KPA BUN yang ditunjuk di kementerian/lembaga;
UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk t jdih.kemenkeu.go.id program pemulihan ekonomi nasional dilaksanakan oleh direktorat di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi . . 1uran pens1un;
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN dilaksanakan oleh satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan perhitungan fihak ketiga pegawru;
UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh direktorat di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran Pajak Rokok;
UAKPA BUN TK pengelola penerimaan negara dilaksanakan oleh KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara;
UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan dilaksanakan oleh direktorat di DJPb yang menangani pengelolaan pengeluaran keperluan layanan perbankan; dan
UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah dilaksanakan oleh KPPN yang memiliki rekening valuta asing. Bagian Ketiga Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 6 (1) UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b merupakan UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas. (2) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan UAKPA BUN TK BMN Hulu Migas. (3) UAKKPA BUN TK Pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan atas BMN Hulu Migas. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 7 (1) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAP BUN TK atas pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional dilaksanakan oleh BKF;
UAP BUN TK atas:
pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan, dilaksanakan oleh DJPPR;
UAP BUN TK atas pengelola PNBP yang dikelola DJA dilaksanakan oleh DJA;
UAP BUN TK atas pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN dilaksanakan oleh DJKN;
UAP BUN TK atas:
pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pengelola penerimaan negara;
pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pengelola pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, dilaksanakan oleh DJPb; dan
UAP BUN TK atas pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok dilaksanakan oleh DJPK. (2) UAP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK dan UAKKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya. Bagian Kelima Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 8 (1) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dilaksanakan oleh DJPb. (2) UAKP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk menggabungkan Laporan Keuangan seluruh UAP BUN TK. jdih.kemenkeu.go.id BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 9 (1) UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menyelenggarakan akuntansi yang meliputi proses pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi khusus. (2) Penyelenggaraan akuntansi untuk UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, dan UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. (3) Penyelenggaraan akuntansi selain UAKPA BUN TK pada ayat (2) berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), UAKPA BUN TK memproses dokumen sumber transaksi keuangan atas penerimaan dan/atau pengeluaran transaksi khusus. (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setiap bulanan, semesteran, dan tahunan. (3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun setelah dilakukan verifikasi data sistem aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAKPA BUN TK. (4) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), UAKPA BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. Pasal 11 (1) UAKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:
UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf j, huruf k, huruf 1, huruf m, hurufn,hurufo,hurufp,hurufq,hurufr,hurufs, huruf t, huruf u, huruf v, huruf w, dan huruf x menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAP BUNTK; dan jdih.kemenkeu.go.id b. UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h dan huruf i menyampaikan Laporan Keuangan kepada UAKKPA BUN TK. (2) Periode penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanak: an dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (3) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Kedua Tingkat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 12 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), UAKKPA BUN TK menyusun Laporan Keuangan bulanan, semesteran, dan tahunan. (2) Dalam hal UAKKPA BUN TK belum menggunakan sistem aplikasi terintegrasi, penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual. Pasal 13 (1) UAKKPA BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) kepada UAP BUN TK dengan ketentuan sebagai berikut:
LRA dan Neraca disampaikan setiap bulan; dan
LRA, LO, LPE, Neraca, dan CaLK disampaikan setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Ketiga Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 14 (1) Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan UAKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan/atau UAKKPA BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, UAP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan verifikasi data sis tern aplikasi terintegrasi dengan dokumen sumber milik UAPBUNTK. (3) Apabila terdapat perbedaan data atas hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), UAP BUN TK dapat melakukan konfirmasi kepada KPPN mitra kerja dan/ a tau dengan pihak terkait. (4) Dalam hal Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAKKPA BUN TK masih disusun secara manual, UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam Pengelolaan DJKN menyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Laporan Keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada di bawahnya. Pasal 15 (1) UAP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada UAKPBUNTK. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Keempat Tingkat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus Pasal 16 Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan oleh UAP BUN TK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), UAKP BUN TK menyusun Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. Pasal 17 (1) UAKP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 kepada UA BUN. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. BAB IV PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Pernyataan Tanggung Jawab jdih.kemenkeu.go.id Pasal 18 (1) Setiap unit akuntansi pada SATK membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disusunnya dan dilampirkan pada Laporan Keuangan semesteran dan tahunan. (2) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKPA BUN TK, UAKKPA BUN TK, dan UAP BUN TK memuat pernyataan bahwa penyusunan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (3) Pernyataan tanggung jawab yang dibuat oleh UAKP BUN TK memuat pernyataan bahwa penggabungan Laporan Keuangan merupakan tanggung jawabnya, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing- masing unit di bawahnya merupakan tanggung jawab UAP BUN TK, telah disusun berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi secara layak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan. Pasal 19 (1) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKPA BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pengeluaran kerja sama internasional dan perjanjian internasional ditandatangani oleh kepala pusat di BKF yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara ditandatangani oleh direktur di DJPPR yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek penyediaan infrastruktur dengan lembaga internasional dalam pembangunan dan/atau pengembangan kilang minyak di dalam negeri ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk sebagai KPA di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang energ1 dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pembayaran Dukungan Kelayakan ditandatangani oleh pejabat di kementerian/lembaga yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP minyak bumi dan gas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola i jdih.kemenkeu.go.id PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola PNBP panas bumi ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola setoran lainnya ditandatangani oleh direktur di DJA yang mengelola PNBP sumber daya alam dan kekayaan negara dipisahkan;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala pusat atau deputi yang menangani pengelolaan BMN Hulu Migas; J. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN PKP2B ditandatangani oleh kepala pusat yang menangani pengelolaan BMN PKP2B pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola Aset Eks Pertamina ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara; I. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola BMN Eks BMN Idle ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani perumusan kebijakan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset yang timbul dari pemberian BLBI ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola aset lainnya dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang untuk dana antisipasi penanggulangan lumpur Sidoarjo ditandatangani oleh pejabat di unit kerja pada kementerian/lembaga yang ditunjuk selaku KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola piutang kepada yayasan supersemar ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani pengelolaan kekayaan negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK penggantian biaya dan margin yang wajar atas investasi pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional ditandatangani oleh direktur di DJKN yang menangani kekayaan negara yang dipisahkan; jdih.kemenkeu.go.id r. Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan belanja/beban untuk pengelolaan kas negara ditandatangani oleh direktur di DJPb yang menangani pengelolaan kas negara;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK transaksi penggunaan PNBP BUN PKN ditandatangani oleh KPA satuan kerja pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan BUN;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola utang perhitungan fihak ketiga ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK Pengelola utang perhitungan fihak ketiga Pajak Rokok ditandatangani oleh direktur di DJPK yang menangani penyusunan laporan keuangan atas penerimaan dan penyetoran pajak rokok;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan penerimaan negara ditandatangani oleh kepala KPPN yang menangani pengelolaan penerimaan negara selaku kuasa BUN daerah;
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan ditandatangani oleh direktur di DJPb yang ditunjuk sebagai KPA; dan
Pernyataan tanggung jawab UAKPA BUN TK pengelola pendapatan dan be ban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah ditandatangani oleh kepala KPPN selaku kuasa BUN daerah yang memiliki rekening valuta asing. (2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk UAKKPA BUN TK pengelola BMN Hulu Migas ditandatangani oleh kepala biro yang menangani keuangan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. (3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk tingkat UAP BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional ditandatangani oleh kepala BKF;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola:
pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek; dan
pembayaran Dukungan Kelayakan, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko; jdih.kemenkeu.go.id c. Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola PNBP yang dikelola oleh DJA ditandatangani oleh Direktur J enderal Anggaran;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK pengelola transaksi aset dan belanja/beban yang berada dalam pengelolaan DJKN ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara;
Pernyataan tanggung jawab UAP BUN TK Pengelola:
belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun;
pendapatan dan belanja/beban pengelolaan kas negara;
transaksi penggunaan PNBP BUN PKN;
utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara;
belanja/beban pengeluaran untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valuta asing pada kuasa BUN daerah, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk tingkat UAKP BUN TK ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. BABV MODUL SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS Pasal 20 Tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan pada SATK dilaksanakan dengan berpedoman pada Modul SATK sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri 1n1. BAB VI PERNYATAAN TELAH DIREVIU Pasal 21 (1) Untuk meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, dilakukan Reviu atas Laporan Keuangan bagian anggaran BUN pengelolaan transaksi khusus. (2) Reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Reviu atas Laporan Keuangan BUN. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 Dalam hal transaksi layanan perbankan belum memiliki daftar isian pelaksanaan anggaran tersendiri, akuntansi dan pelaporan keuangan atas transaksi tersebut dilaksanakan oleh UAKPA BUN TK pengelola belanja/beban jaminan sosial, belanja/beban selisih harga beras Perum Bulog, dan pelaporan akumulasi iuran pensiun. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2054) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127 /PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1347), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 24 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id