Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa oleh Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandem ...
Relevan terhadap
bahwa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah berdampak pada produktivitas sektor industri tertentu, ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, yang berakibat pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara, serta stabilitas ekonomi;
bahwa untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui peningkatan produktivitas sektor industri tertentu, menjamin ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri, dan penyerapan tenaga kerja, guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penerimaan negara, dan stabilitas ekonomi, perlu memberikan insentif fiskal berupa bea masuk ditanggung Pemerintah kepada industri tertentu yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengatur lebih lanjut kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa oleh Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Tahun 2021;
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut BM DTP adalah fasilitas bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan alokasi dana yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan.
Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang selanjutnya disebut Industri Sektor Tertentu adalah industri yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) yang layak untuk diberikan BM DTP sesuai dengan kebijakan Pembina Sektor Industri.
Pembina Sektor Industri adalah menteri/pimpinan lembaga yang membina Industri Sektor Tertentu.
Barang dan Bahan adalah barang jadi, barang setengah jadi, dan/atau bahan baku, termasuk suku cadang dan/atau komponen, yang diolah, dirakit, atau dipasang untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
Belanja Subsidi BM DTP adalah alokasi anggaran belanja subsidi BM DTP dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) untuk memberikan dukungan kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kemampuan negara.
Bagian Anggaran Pengelolaan Belanja Subsidi (BA.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran 999.07 yang selanjutnya disingkat PPA BUN BA 999.07 adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara 999.07.
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat Eselon 1 di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran Bendahara Umum Negara.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Kuasa Pengguna Anggaran Belanja Subsidi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disebut KPA BM DTP adalah pejabat pada kementerian negara/ lembaga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan anggaran belanja subsidi bea masuk ditanggung pemerintah.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA Bendahara Umum Negara.
Gudang Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan ( kitting ), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang- barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus Pengusaha Gudang Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat.
Pengusaha di Gudang Berikat merangkap Penyelenggara di Gudang Berikat yang selanjutnya disebut PDGB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat yang berada di dalam Gudang Berikat milik Penyelenggara Gudang Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat.
Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Penyelenggara PLB sekaligus Pengusaha PLB yang selanjutnya disebut Pengusaha PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB.
Pengusaha di PLB merangkap Penyelenggara di PLB yang selanjutnya disebut PDPLB adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan PLB yang berada di dalam PLB milik Penyelenggara PLB yang statusnya sebagai badan usaha yang berbeda.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan/atau cukai.
Pengusaha Kawasan Bebas adalah pengusaha yang berkedudukan dan/atau mempunyai tempat kegiatan usaha di Kawasan Bebas dan telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Pelaku Usaha KEK adalah pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usaha di KEK.
Pemberitahuan Pabean Impor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean impor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Aplikasi KEK adalah sistem elektronik yang terdiri dari Sistem Indonesia National Single Window , Sistem Komputer Pelayanan Bea dan Cukai, dan aplikasi lain yang mengotomasikan proses bisnis kegiatan pemasukan, perpindahan, dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh Kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh KPA Bendahara Umum Negara yang memuat jaminan atau pernyataan bahwa seluruh pengeluaran telah dihitung dengan benar.
Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, perubahan penggunaan Barang dan Bahan untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha, diekspor, atau penghapusan dari aset perusahaan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mempunyai tugas dan fungsi merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi di bidang fasilitas kepabeanan.
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 20 ...
Relevan terhadap 1 lainnya
bahwa untuk penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, perlu dilakukan penyesuaian kriteria penerima insentif pajak dan ditujukan untuk sektor yang masih membutuhkan dukungan agar menjadi daya ungkit perekonomian secara luas;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 belum menampung kebutuhan penyesuaian kriteria penerima insentif, sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) dan Pasal 17D ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 9 ayat (4d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019;
Surat Pemberitahuan Masa PPN yang dapat diberikan insentif pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN bagi Wajib Pajak dengan kode klasifikasi lapangan usaha yang ditambahkan berdasarkan Peraturan Menteri ini, meliputi Surat Pemberitahuan Masa PPN beserta pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk Masa Pajak Oktober 2021 sampai dengan Masa Pajak Desember 2021 dan disampaikan paling lambat tanggal 31 Januari 2022.
Surat Pemberitahuan Masa PPN yang dapat diberikan insentif pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN, meliputi Surat Pemberitahuan Masa PPN beserta pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN, dengan ketentuan:
untuk Masa Pajak Januari 2021 sampai dengan Masa Pajak Juni 2021 bagi PKP yang mendapatkan insentif berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, disampaikan paling lambat tanggal 31 Juli 2021; dan
untuk Masa Pajak Juli 2021 sampai dengan Masa Pajak Desember 2021 bagi PKP yang mendapatkan insentif berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, disampaikan paling lambat tanggal 31 Januari 2022.
Lampiran Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak yang Mendapatkan Insentif Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor, Lampiran Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak yang Mendapatkan Insentif Pengurangan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Lampiran Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak yang Mendapatkan Insentif Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergo ...
Relevan terhadap
bahwa untuk tetap mempertahankan daya beli masyarakat di sektor industri kendaraan bermotor guna mendorong dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional, perlu dilakukan penyesuaian kebijakan di bidang perpajakan mengenai pajak penjualan atas barang mewah atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor tertentu yang ditanggung Pemerintah tahun anggaran 2021;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 belum dapat menampung kebutuhan penyesuaian kebijakan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga perlu diubah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021;
Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan ...
Relevan terhadap
Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
Wajib Pajak orang pribadi; dan
Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas termasuk perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang, atau badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dengan peredaran bruto atas penghasilan dimaksud tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan;
Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus yang menyerahkan jasa yang sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4);
Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:
Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya; atau
Pasal 75 dan Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus beserta perubahan atau penggantinya; dan
Wajib Pajak bentuk usaha tetap.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap 2 lainnya
Pemerintah mengalokasikan pembiayaan investasi jangka panjang nonpermanen untuk memulihkan kemampuan ekonomi Badan Usaha Milik Negara dengan membentuk dana cadangan sebagai Investasi Pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. Dana cadangan investasi Pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dengan menggunakan mekanisme pengesahan pembiayaan.
(4) (1) (2) (3) Dalam hal anggaran untuk pengesahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian anggaran pembiayaan. Pelaksanaan dilaporkan d Pusat. peng alam esahan Laporan pengeluaran Keuangan pembiayaan Pemerintah
Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:
penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional;
dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau
penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara.
(3) Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pemberian jaminan Pemerintah dalam percepatan pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan batu bara; rangka tenaga b. pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah Pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum;
pelaksanaan proyek kerja usaha; penjaminan infrastruktur sama Pemerintah dengan dalam badan d. pemberian dan pelaksanaan jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lem baga keuangan in ternasional kepada Badan Usaha Milik Negara;
pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan proyek pembangunan jalan tol;
pemberian percepatan ringan/light perkotaan; jaminan Pemerintah untuk penyelenggaraan kereta api rail transit terintegrasi di wilayah g. pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; dan/atau
pemberian percepatan Jamman Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
penjaminan Pemerintah yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau
penjaminan Pemerintah melalui badan usaha penJamman yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
(5) (6) (7) (8) (9) Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diakumulasikan ke dalam rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah dan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diakumulasikan ke dalam rekening dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah yang dibuka di Bank Indonesia. Dana yang telah diakumulasikan dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. Dana dalam rekening dana cadangan penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah antarprogram pemberian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). Dalam hal terjadi tagihan pembayaran kewajiban penjaminan dan/atau penggantian biaya yang timbul dari pelaksanaan kewajiban penjaminan untuk dukungan penjaminan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah melakukan pembayaran melalui Bagian Anggaran 999.99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus). Pembayaran melalui Bagian Anggaran 999.99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus) sebagaimana dimaksud pada ayat (7), merupakan pengeluaran belanja transaksi khusus yang belum dialokasikan dan/atau melebihi alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN dan/atau APBN Perubahan pada tahun anggaran berjalan. Dana dalam rekening dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran atas penugasan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(11) (1) (2) (3) (4) (5) Dana yang telah diakumulasikan ke dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat ditempatkan ke dalam instrumen investasi Pemerintah. Penggunaan anggaran Kewajiban Penjaminan dan penggunaan dana cadangan penjaminan Pemerintah atau dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah se bagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negen dan pendapatan pajak perdagangan in ternasional.
Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.
Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. Penerimaan Hi bah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga dan Bendahara Umum Negara. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai basil (outcome) tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
1 7. Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak, dan/atau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKD yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKD yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.
Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKD yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. In sen tif Fiskal adalah dana yang bersum ber dari APBN yang diberikan kepada daerah berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja di bidang dapat berupa tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APSN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Sadan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dana Sergulir adalah dana yang dikelola oleh Sadan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Sadan Usaha Milik Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dalam hal kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Sadan Usaha Milik Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
Pinjaman Tunai adalah pmJaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang.
Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pmJaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga dan nonkementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.
Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara pada saat Undang- Undang mengenai APBN ditetapkan.
Tahun Anggaran 2023 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari 2023 sampa1 dengan tanggal 31 Desember 2023.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu Yang Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan daya beli masyarakat di sektor industri kendaraan bermotor guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, perlu diberikan dukungan Pemerintah terhadap sektor industri kendaraan bermotor tersebut;
bahwa untuk mewujudkan dukungan Pemerintah bagi sektor industri kendaraan bermotor dan keberlangsungan dunia usaha sektor industri kendaraan bermotor sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu diberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor tertentu yang ditanggung Pemerintah;
bahwa belum terdapat pengaturan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Ditanggung Pemerintah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor tertentu sehingga perlu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021;
Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA ...
Relevan terhadap
bahwa untuk lebih mendorong percepatan pemulihan ekonomi dan meningkatkan kerjasama ekonomi secara komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara- Negara EFTA, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement between The Republic of Indonesia and The EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara- Negara EFTA);
bahwa berdasarkan modalitas yang telah disepakati dalam persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif sebagaimana dimaksud dalam huruf a, telah dijadwalkan skema penurunan tarif bea masuk untuk Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA;
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator)
Relevan terhadap
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PENGAKUAN ...... (2)...... SEBAGAI OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR). Memberikan pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) kepada: Nama Perusahaan :
..... (2) ..... . NPWP :
..... (6) ..... . Yang beralamat di :
..... (7) ..... . Operator Ekonomi :
..... (8) ..... . Kepada Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU mendapat perlakuan kepabeanan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator). Kepada Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU diberikan sertifikat. Pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU berlaku selama 5 (lima) tahun. Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 1 I jdih.kemenkeu.go.id Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:
....... (9) ..... . 2. . ...... (9) ..... . 3. dst 4. Yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan. DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, jdih.kemenkeu.go.id Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor (11) - 108 - PETUNJUK PENGISIAN diisi nomor Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. diisi nama Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. diisi nomor surat permohonan pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. diisi tanggal surat permohonan pengakuan se bagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory ini. diisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. diisi alamat lengkap Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan se bagai Operator Ekonomi Bersertifikat ยท (Authorized Economic Operatory. diisi jenis Operator Ekonomi yang mengajukan permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. diisi pihak-pihak yang diberikan salinan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. diisi tanggal, bulan, dan tahun Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. diisi nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk untuk dan atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai menandatangani Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operatory. t / jdih.kemenkeu.go.id G. CONTOH FORMAT SERTIFIKAT OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA MINISTRY OF FINANCE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIRECTORATE GENERAL OF CUSTOMS AND EXCISE SERTIFIKAT CERTIFICATE Ref. (Nomor Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai) AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR (AEO) diberikan kepada Awarded to (Nama Perusahaan) (J enis Operator) mulai tanggal / starting from ...... I ...... I ..... . sampai dengan tanggal /to ...... / ...... I ..... . Nomor / _Number: _ ............................. . Tanggal/Bulan/Tahun/ Date/Month/Year (Nama dan ttd) DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DIRECTOR GENERAL CUSTOMS AND EXCISE jdih.kemenkeu.go.id H. CONTOH FORMAT LAPORAN AUDIT INTERNAL LAPORAN AUDIT INTERNAL jdih.kemenkeu.go.id KOP PERUSAHAAN Nomor Perihal _: _ Surat Pengantar Laporan Hasil Audit Internal Kepada Yth.:
Dalam ketentuan Pasal 21 Peraturan Menteri Keuangan Nomor ..... Tahun 2023 tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) diatur bahwa salah satu bentuk dari tanggung jawab AEO yakni:
melakukan Audit Internal secara periodik; dan
menyampaikan hasil Audit Internal kepada Direktur dan Client Manager. Pelaksanaan audit internal dan penyampaian laporan audit internal tersebut merupakan salah satu bentuk pemenuhan tanggung jawab sebagai Operator Ekonomi. Bersertifikat (Authorized Economic Operator), dan akan menjadi bahan monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh Client Manager dan Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk dapat dilakukan penilaian atas pemenuhan kondisi dan persyaratan sebagai AEO. 2. Sebagai bentuk pemenuhan tanggung jawab sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) dan untuk tetap menjaga agar kondisi dan persyaratan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) tetap terpenuhi, PT ....... sebagai penerima Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor ....... tentang ...... dengan jenis operator ........... , sudah melaksanakan audit internal terkait kondisi dan persyaratan Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator), dengan rincian sebagai berikut:
Periode Audit b. Jadwal audit c. Tim Audit d. Mekanisme Audit (audit internalnya dilakukan terintegrasi dengan audit lainnya atau tersendiri) 3. Merujuk pada hasil audit internal Perusahaan tersebut butir 2, Tim Auditor menyimpulkan bahwa PT ....... :
review atas hasil penilaian yakni ..... b. umpan balik dari pihak manajemen ..... c. rekomendasi yang direncanakan untuk ditingkatkan ke depan ..... sehingga. masih/tidak*) memenuhi kondisi dan persyaratan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator). 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan Laporan Audit Internal Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) PT ..... periode .... untuk memenuhi tanggung jawab kami sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator). Demikianlah surat pengantar m1 kami sampaikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatian dan kerjasamanya yang baik kami ucapkan terima kasih. Tim Auditor, 1. (nama & ttd) 2. (nama & ttd) (ttd) 3. (nama & ttd) Pimpinan Perusahaan ) caret yang tidak perlu jdih.kemenkeu.go.id KONDISIDAN PERIHAL PERTANYAI\N* l\lASIH PERUBAHAN/ KETERANGAN** PERSYARATAN {penjelasan (penjelasan TERPENUHI PENAMBAHAN/ (BUKTI, (penjelasan merujuk pada merujuk merujuk pada (YA/TIDAK)* PENINGKATAN* PENJELASAN, SAQ) padaSAQ) SAQ) DAN LAIN-LAIN) 1. Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan peraturan lain ketentuan peraturan perundang-undangan terkait 2. Sistem pengelolaan data perdagangan 3. Kemampuan Keuarigan 4. Sistem Konsultasi, Kerjasama dan Komunikasi 5. Sistem pendidikan, pelatihan dan kepedulian 6. Sistem pengelolaan kean1anan dan keselamatan a. Pertukaran informasi, akses dan kerahasiaan b. Keamanan kargo C. Keamanan pergerakan barang d. Keamanan lokasi e. Keamanan pegawai f. Keamanan mitra dagang g. Manajemen krisis dan pemulihan insiden 7. Pengukuran, analisis dan peningkatan * WAJIB DIISI PADA KOLOM YANG SESUAI ** KETERANGAN DIISI DENGAN BUKTI MISAL : DOKUMEN (PROSEDUR, INSTRUKSI KERJA, CONTOH DOKUMEN LAINNYA), TANGKAPAN LAYAR, DAN LAIN-LAIN), UNIT /PIC, ATAU KETERANGAN LAINNYA YANG RELEVAN KESIMPULAN:
review atas hasil penilaian 2. umpan balik dari pihak manajemen 3. rekomendasi yang direncanakan untuk ditingkatkan ke depan Tim Auditor, 1. ( nama & ttd ) 2. ( nama & ttd ) 3. ( nama & ttd ) jdih.kemenkeu.go.id I. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI MENGENAI PEMBEKUAN PENGAKUAN SEBAGAI OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR ...... (1) ..... . TENTANG PEMBEKUAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang Mengingat Menetapkan KESATU KEDUA KETIGA KEEMPAT NOMOR ...... (2) ...... TENTANG PENGAKUAN ...... (3) ..... .
SEBAGAI OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR) DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, bahwa ...... (3) ...... telah ...... (4) ...... , sehingga pengakuan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator') berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor ..... (2)..... tentang Pengakuan ..... (3)...... Sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator') harus dibekukan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pembekuan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan 1. Cukai Nomor ...... (2) ...... tentang Pengakuan ..... (3) ...... Sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized _Economic Operator'); _ Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor ...... (5) ...... tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized _Economic Operator'); _
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Operator Ekonomi adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan barang secara internasional dalam fungsi rantai pasokan global. 2. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operato'f1 yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang telah mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu. 3. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. 4. Importir adalah Orang yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. 5. Eksportir adalah Orang yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. 6. Pengangkut adalah Orang, kuasanya, atau yang bertanggungjawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang. 7. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama Importir atau Eksportir. 8. Manufaktur adalah Orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk memproduksi barang. jdih.kemenkeu.go.id 9. Konsolidator adalah badan usaha yang melaksanakan pengumpulan (konsolidasi) barang ekspor sebelum dimasukkan ke kawasan pabean untuk dimuat ke sarana pengangkut. 10. Validasi adalah serangkaian kegiatan untuk memeriksa, menguji serta mengkonfirmasi berbagai macam data dan/ a tau informasi atas Operator Ekonomi yang dilakukan secara holistik atas risiko terkait dengan kepatuhan dan keamanan rantai pasok perdagangan internasional. 11. Validasi Dokumen adalah serangkaian kegiatan penilaian risiko terkait kondisi dan persyaratan AEO dengan melakukan pemeriksaan dan observasi data dan/atau informasi atas permohonan untuk memperoleh pengakuan sebagai AEO atau dalam rangka monitoring dan evaluasi. 12. Validasi Lapangan adalah serangkaian kegiatan penilaian risiko terkait kondisi dan persyaratan AEO dengan melakukan kunjungan ke lokasi (on-site visit) Operator Ekonomi dengan melakukan pemeriksaan dan o bservasi data dan/atau informasi atas permohonan untuk memperoleh pengakuan sebagai AEO atau dalam rangka monitoring dan evaluasi. 13. Sistem Pengendalian Internal yang selanjutnya disingkat SPI adalah sistem yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/ aktivitas bisnis Operator Ekonomi, pergerakan dokumen pemberitahuan, proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan pen era pan peraturan kepabeanan dan/atau cukai. 14. Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web. 15. Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) adalah kesepakatan antara 2 (dua) atau lebih administrasi kepabeanan yang menjelaskan situasi kondisi dimana program-program AEO diakui dan diterima oleh pihak-pihak administrasi kepabeanan yang melakukan kesepakatan. 16. Audit Internal adalah audit yang dilakukan oleh pihak internal AEO secara mandiri (self audit), dalam rangka menjaga pemenuhan kondisi dan persyaratan yang ditentukan. 17. Forum Panel adalah kegiatan diskusi untuk menyepakati Operator Ekonomi menjadi AEO. 18. Validator adalah pejabat bea dan cukai yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan Validasi terhadap Operator Ekonomi. 19. Manajer Pelayanan Operator Ekonomi (Client Manager) yang selanjutnya disebut Client Manager adalah Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk khusus oleh Kepala Kantor Pabean untuk melakukan tugas memberikan pelayanan komunikasi, konsultasi, bimbingan, dan monitoring terhadap program AEO. jdih.kemenkeu.go.id 20. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. 21. Direktur J enderal adalah Direktur J enderal Bea dan Cukai. 22. Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat J enderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang program kepatuhan AEO, pengguna jasa kepabeanan prioritas, dan asistensi Operator Ekonomi. 23. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan terten tu un tuk melaksanakan tug as terten tu berdasarkan Undang-U ndang Kepabeanan. BAB II OPERATOR EKONOMI Pasal 2 Operator Ekonomi yang dapat diberikan pengakuan sebagai AEO terdiri atas:
Manufaktur;
Eksportir;
Importir;
PPJK;
Pengangkut; clan/ atau f. pihak lainnya yang terkait dengan fungsi rantai pasokan global, meliputi namun tidak terbatas pada Konsolidator, perusahaan yang melakukan kegiatan sebagai tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, dan perusahaan di kawasan bebas. BAB III KONDISI DAN PERSYARATAN SEBAGAI AEO Pasal 3 (1) Untuk memperoleh pengakuan sebagai AEO, Operator Ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut:
tidak pernah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan clan/ a tau cukai serta perpajakan; dan
memiliki laporan keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir. (2) Selain persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Operator Ekonomi harus memenuhi kondisi dan persyaratan sebagai berikut:
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait;
sistem pengelolaan data perdagangan; I jdih.kemenkeu.go.id c. kemampuan keuangan;
sistem konsultasi, kerjasama, dan komunikasi;
sistem pendidikan, pelatihan dan kepedulian;
sistem pengelolaan keamanan dan keselamatan; dan
sistem pengukuran, analisis dan peningkatan. (3) Rincian lebih lanjut mengenai pemenuhan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (4) Pemenuhan kondisi dan persyaratan se bagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbeda untuk setiap jenis Operator Ekonomi tergantung pada peran dan tanggung jawab Operator Ekonomi dalam rantai pasok perdagangan internasional. BAB IV PENGAKUANSEBAGAIAEO Bagian Kesatu Pengajuan Permohonan Pengakuan Sebagai AEO Pasal 4 (1) Untuk dapat memperoleh pengakuan sebagai AEO, Operator Ekonomi mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Direktur. (2) Permohonan yang dilakukan oleh Operator Ekonomi dapat berupa:
permohonan baru; atau
permohonan perubahan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dan ditandatangani oleh pimpinan Operator Ekonomi dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a disampaikan dengan dilampiri:
daftar pertanyaan mengenai informasi umum tentang Operator Ekonomi dan formulir isian penilaian mandiri kualitatif (self-assessment questionnaire) yang telah diisi lengkap;
surat pernyataan kesediaan untuk menjadi AEO yang telah ditandatangani oleh pimpinan Operator Ekonomi; dan
laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik periode 2 (dua) tahun terakhir. (2) Daftar pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dokumen pendukung berupa:
struktur organisasi dari Operator Ekonomi;
standar prosedur operasional (standard operating procedure) tentang kegiatan Operator Ekonomi yang mencerminkan SPI atas kondisi dan persyaratan AEO; jdih.kemenkeu.go.id c. tata letak kantor/pabrik/gudang;
akta pendirian perusahaan dan/atau akta perubahan terakhir;
surat penunjukan manajer AEO yang telah ditandatangani oleh p1mpman Operator Ekonomi; dan
dokumen pendukung lainnya. (3) Untuk dapat memberikan gambaran positif perusahaan, permohonan yang disampaikan oleh Operator Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampiri dengan dokumen lain yang terkait dengan manajemen kepatuhan dan/ a tau keamanan berupa:
keputusan mengenai penetapan fasilitas kepabeanan yang dimiliki;
sertifikat/pengakuan sebagai AEO dari negara lain;
surat keterangan fiskal yang memuat informasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kepatuhan Wajib Pajak selama periode tertentu untuk memenuhi persyaratan memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu; dan/atau
dokumen lainnya, seperti profil Operator Ekonomi ( company profile), sertifikat dari orgamsas1 internasional untuk standardisasi, kode internasional keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan (International Ship and Port Facility Security Code), dan/atau Regulated Agent/Known Consignor . . (4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) sampai dengan ayat (3), disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat J enderal Bea dan Cukai. (5) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) disampaikan secara tertulis dan/atau melalui media elektronik. (6) Daftar pertanyaan dan formulir isian penilaian mandiri kualitatif (self-assessment questionnaire) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (7) Surat pernyataan kesediaan untuk menjadi AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kedua Penilaian dan Penelitian atas Permohonan Pengakuan Sebagai AEO Pasal 6 (1) Validator melakukan penilaian dan penelitian terhadap pemenuhan kondisi dan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dengan cara:
penelitian administrasi;
Validasi Lapangan; dan
Forum Panel. (2) Penilaian terhadap pemenuhan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi Operator Ekonomi, termasuk industri kecil dan menengah. (3) Dalam proses penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Operator Ekonomi menyiapkan data dan informasi yang dibutuhkan oleh Validator. Pasal 7 Penelitian administrasi atas permohonan AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan dengan:
meneliti berkas permohonan dan kelengkapan dokumen; dan
Validasi Dokumen. Pasal 8 (1) Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 . . (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama:
2 (dua) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); atau
3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis dan/atau melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5). (3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan terdapat kekurangan dokumen yang dipersyaratkan, permohonan dikembalikan kepada Operator Ekonomi untuk dilengkapi. (4) Dalam hal penelitian berkas permohonan melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan AEO dinyatakan diterima. Pasal 9 (1) Berkas permohonan dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) atau ayat (4) yang telah dilakukan penelitian dan dinyatakan diterima, dilakukan Validasi Dokumen. I jdih.kemenkeu.go.id (2) Validasi Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti berkas permohonan dan informasi yang relevan serta menguji kesesuaian informasi, dengan potensi risiko atas pemenuhan kondisi dan persyaratan AEO. (3) Direktur meminta Operator Ekonomi untuk melakukan pemaparan terkait dengan pemenuhan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima. (4) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara virtual dan/atau fisik. (5) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menghasilkan rekomendasi berupa:
Perbaikan atas potensi risiko terkait pemenuhan kondisi dan persyaratan AEO; dan/atau
Validasi Lapangan. (6) Dalam hal hasil pemaparan berupa rekomendasi perbaikan, Direktur menyampaikan kepada Operator Ekonomi untuk ditindaklanjuti. (7) Operator Ekonomi menyampaikan tindak lanjut rekomendasi berupa perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Direktur, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal rekomendasi perbaikan diterima. (8) Operator Ekonomi dapat meminta perpanjangan penyampaian tindak lanjut sebelum jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada Direktur untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan disertai alasan. (9) Direktur dapat meminta kepada Operator Ekonomi untuk memaparkan kembali tindak lanjut atas rekomendasi yang telah disampaikan. Pasal 10 (1) Operator Ekonomi yang telah dilakukan Validasi Dokumen ditindaklanjuti dengan Validasi Lapangan. (2) Validasi Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim Validasi berdasarkan surat tugas. (3) Validasi Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara fisik ( on-site) di lokasi Operator Ekonomi atau hybrid berdasarkan manajemen risiko. (4) Dalam pelaksanaan Validasi Lapangan, Direktur dapat melibatkan Kantor Pabean yang terkait dengan kegiatan operasional Operator Ekonomi. (5) Dalam pelaksanaan Validasi Lapangan, Validator dapat melibatkan unit terkait dan/atau kementerian/lembaga lain. Pasal 11 (1) Setelah melakukan Validasi Lapangan, tim Validasi membuat laporan untuk disampaikan kepada Direktur Jenderal melalui Direktur. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berisi kesimpulan dan/ a tau rekomendasi perbaikan. (3) Dalam hal laporan berupa rekomendasi perbaikan, Direktur menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada Operator Ekonomi dengan salinannya disampaikan kepada Kantor Pabean terkait. (4) Operator Ekonomi harus menyelesaikan seluruh rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penyampaian rekomendasi. (5) Dalam hal Operator Ekonomi memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi, jangka waktu penyelesaian seluruh rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dihitung sejak tanggal surat penyampaian rekomendasi Validasi Lapangan atas lokasi terakhir. (6) Dalam hal Operator Ekonomi tidak dapat menyelesaikan seluruh rekomendasi perbaikan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5), Operator Ekonomi dapat mengajukan permohonan perpanjangan penyelesaian rekomendasi perbaikan paling banyak 1 ( satu) kali, disertai dengan alasannya. (7) Direktur dapat memberikan persetujuan perpanjangan penyelesaian rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 12 (1) Operator Ekonomi harus memberitahukan hasil perbaikan sebagai tindak lanjut dari rekomendasi perbaikan kepada Direktur. (2) Direktur dapat meminta Operator Ekonomi untuk memberikan pemaparan atas hasil perbaikan sebagai tindak lanjut dari rekomendasi perbaikan. Pasal 13 .(1) Direktur Jenderal atau Direktur melakukan Forum Panel un tuk menetapkan Operator Ekonomi menj adi AEO. (2) Forum Panel dapat dihadiri oleh perwakilan unit di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, unit terkait, dan/atau kementerian/lembaga terkait. (3) Hasil pelaksanaan Forum Panel dapat berupa:
persetujuan pengakuan Operator Ekonomi menjadi AEO; atau
rekomendasi perbaikan. (4) Dalam hal hasil pelaksanaan Forum Panel berupa rekomendasi perbaikan, Direktur menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada Operator Ekonomi untuk ditindaklanjuti. (5) Direktur dapat melakukan penilaian lanjutan berdasarkan manajemen risiko atas hasil tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4). / jdih.kemenkeu.go.id Pasal 14 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak ditindaklanjuti dengan Validasi Lapangan dalam hal:
Operator Ekonomi menyampaikan surat pembatalan permohonan pengakuan sebagai AEO; atau
tindak lanjut perbaikan atas hasil Validasi Dokumen yang dilakukan Operator Ekonomi telah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) a tau ayat (8). (2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak ditindaklanjuti dengan proses sertifikasi dalam hal:
Operator Ekonomi menyampaikan surat pembatalan permohonan pengakuan sebagai AEO; atau
tindak lanjut perbaikan atas hasil Validasi Lapangan yang dilakukan Operator Ekonomi telah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) atau ayat (7). (3) Direktur Jenderal atau Direktur menyampaikan pemberitahuan permohonan yang tidak ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau ayat (2) huruf b dengan menyebutkan alasan. Bagian Ketiga Permohonan Perubahan Pengakuan Sebagai AEO Pasal 15 Operator Ekonomi yang telah memperoleh pengakuan sebagai AEO dapat mengajukan permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dalam hal terdapat perubahan:
jenis Operator Ekonomi;
lokasi;
nama entitas; dan / a tau d. lainnya. Pasal 16 (1) Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilampiri:
surat permohonan perubahan yang ditandatangani oleh pimpinan AEO; dan
dokumen pendukung lainnya. (2) Permohonan perubahan dan dokumen pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat J enderal Bea dan Cukai. (3) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dan/ a tau melalui media elektronik. jdih.kemenkeu.go.id (4) Bentuk dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada contoh format dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 17 (1) Tim Validasi melakukan penelitian dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) terhadap permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) berdasarkan manajemen risiko. (2) Jangka waktu pelaksanaan penelitian dan penilaian terhadap permohonan perubahan dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu penelitian dan penilaian terhadap permohonan pengakuan sebagai AEO. (3) Dalam hal hasil penelitian dan penilaian menunjukkan permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) memenuhi kondisi dan persyaratan, permohonan perubahan AEO dapat disetujui. Bagian Keempat Persetujuan Pengakuan dan Sertifikat Pengakuan AEO Pasal 18 (1) Direktur Jenderal memberikan persetujuan atas:
permohonan pengakuan sebagai AEO berdasarkan hasil Forum Panel se bagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a; atau
permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (2) Atas persetujuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai AEO dengan jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak pelaksanaan Forum Panel. (3) Atas penerbitan keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan sertifikat pengakuan sebagai AEO. (4) Keputusan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Sertifikat pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id (1) (2) (3) Bagian Kelima Masa Berlaku Keputusan Dan Sertifikat AEO Pasal 19 Keputusan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) berlaku selama 5 (lima) tahun. Keputusan pengakuan dimaksud pada ayat (1) (lima) tahun berdasarkan oleh Direktur. se bagai AEO sebagaimana dapat diperpanjang setiap 5 hasil evaluasi yang dilakukan Dalam hal Operator Ekonomi telah diberikan pengakuan se bagai AEO dan dilakukan perubahan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, tanggal jatuh tempo masa berlaku atas perubahan mengikuti pengakuan awal. BABV PERLAKUAN TERTENTU TERHADAP AEO Pasal 20 (1) Operator Ekonomi yang telah memperoleh pengakuan sebagai AEO diberikan perlakuan kepabeanan tertentu. (2) Perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa perlakuan kepabeanan bersifat umum dan/ a tau khusus. (3) Perlakuan kepabeanan bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada semua jenis operator, yang meliputi namun tidak terbatas pada:
diakui sebagai partner Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
mendapat layanan khusus dalam bentuk layanan yang diberikan Client Manager, c. prioritas untuk diikutsertakan dalam program baru yang dirintis oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
mendapatkan layanan konsultasi dan/atau asistensi kepabeanan di luar jam kerja Kantor Pabean. (4) Perlakuan kepabeanan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sesuai dengan jenis operator tertentu, yang meliputi namun tidak terbatas pada:
memperoleh predikat sebagai perusahaan berisiko rendah;
penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko sesuai ketentuan yang berlaku;
prioritas untuk mendapatkan penyederhanaan prosedur kepabeanan;
prioritas untuk mendapatkan layanan kepabeanan;
pelayanan khusus di bidang kepabeanan untuk kelancaran pengeluaran dan/atau pemasukan arus barang dari dan/atau ke Kawasan Pabean di pelabuhan bongkar dan/atau muat dengan mempertimbangkan manajemen risiko; dan / a tau I jdih.kemenkeu.go.id (5) f. kemudahan yang diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan ketentuan peraturan perundang- undangan. Selain perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4), AEO juga mendapat perlakuan berupa:
kemudahan yang disepakati bersama administrasi kepabeanan negara lain Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik Recognition _Arrangement); _ dan/ a tau dengan dalam (Mutual b. kemudahan yang diberikan instansi pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI TANGGUNG JAWAB AEO Pasal 21 (1) AEO bertanggungjawab untuk:
mempertahankan dan/ a tau meningkatkan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan
mengembangkan dan menjaga nilai-nilai etika dan/atau akuntabilitas dalam praktik perdagangan. (2) Untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, AEO harus:
menunjuk manajer yang menangani kegiatan AEO;
melakukan monitoring mandiri atas kondisi dan persyaratan AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
melakukan perbaikan dan menyampaikan laporan dalam hal terdapat perubahan yang berdampak pada atau memengaruhi kondisi dan persyaratan AEO kepada Direktur dan Client Manager, d. melakukan Audit Internal secara periodik;
meningkatkan pemahaman terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
menyampaikan hasil Audit Internal kepada Direktur dan Client Manager, g. melakukan komunikasi secara intensif dengan Client Manager, dan h. memasang logo AEO di lokasi yang telah ditetapkan sebagai AEO. Pasal 22 (1) Audit Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d dilakukan sekali dalam 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai AEO. (2) Audit Internal yang dilakukan untuk menguji pemenuhan kondisi dan persyaratan AEO. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 23 (1) AEO menunjuk tim untuk pelaksanaan Audit Internal. (2) Hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil Audit Internal. (3) Laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berisi:
review atas hasil penilaian kondisi dan persyaratan AEO;
umpan balik dari pihak manajemen; dan
rekomendasi yang direncanakan untuk ditingkatkan ke depan. (4) Laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Direktur dan Client Manager dengan menggunakan surat pengantar yang ditandatangani oleh pimpinan AEO. (5) Laporan hasil Audit Internal dapat disampaikan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). (6) Laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VII MANAJERAEO Pasal 24 (1) Manajer AEO ditunjuk oleh Operator Ekonomi yang sudah memperoleh pengakuan sebagai AEO dengan surat penunjukan dari pimpinan AEO. (2) Manajer AEO yang ditunjuk setidaknya memiliki pengetahuan yang cukup terkait ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai serta pemahaman yang baik terkait pemenuhan kondisi dan persyaratan AEO. (3) Manajer AEO yang ditunjuk dapat lebih dari 1 (satu) orang, menyesuaikan dengan kebutuhan AEO dengan mempertimbangkan jumlah lokasi AEO atau berdasarkan pertimbangan lain. (4) Dalam hal pegawai yang ditunjuk sebagai manajer AEO mengalami perubahan karena tidak lagi bekerja pada AEO atau hal lainnya, pimpinan AEO menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur dan Client Manager. (5) Manajer AEO mempunyai tugas, antara lain:
melakukan komunikasi dengan Client Manager dan Pejabat Bea dan Cukai yang menangani AEO; dan
memastikan tanggung jawab AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 terpenuhi. jdih.kemenkeu.go.id BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 25 (1) AEO dilakukan monitoring dan evaluasi. (2) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
untuk memastikan kondisi dan persyaratan serta pelaksanaan tanggung jawab sebagai AEO tetap terpenuhi;
sebagai dasar untuk menerbitkan permintaan tindak lanjut perbaikan, menerbitkan pembekuan sebagai AEO, dan/atau menerbitkan pencabutan pengakuan sebagai AEO;
sebagai dasar untuk rekomendasi perubahan atau perpanjangan pengakuan sebagai AEO; dan
sebagai dasar rekomendasi untuk dilakukan pengawasan di bidang kepabeanan dan/ a tau cukai. Pasal 26 (1) Direktur dan/atau Kepala Kantor Pabean melakukan monitoring terhadap AEO. (2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
analisis data dan/ a tau informasi dari pihak internal dan eksternal secara manual dan/atau elektronik;
Validasi Dokumen atas laporan perubahan- perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c;
Validasi Dokumen atas laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
Validasi Lapangan; dan/atau
komunikasi dan koordinasi dengan manajer AEO pada Operator Ekonomi. (3) Kepala Kantor Pabean dapat menunjuk Client Manager untuk melakukan monitoring terhadap AEO. (4) Dalam hal monitoring dilakukan oleh Kantor Pabean, hasil monitoring disampaikan kepada Direktur dan/atau AEO. (5) Monitoring yang dilakukan oleh Kantor Pabean dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang belum memiliki kualifikasi sebagai Validator. Pasal 27 (1) Direktur melakukan evaluasi terhadap AEO berdasarkan hasil monitoring. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
analisis mendalam; dan/atau
Validasi Lapangan. (3) Pengakuan sebagai AEO yang akan jatuh tempo dapat diperpanjang apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan kondisi dan persyaratan masih terpenuhi. jdih.kemenkeu.go.id (4) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyimpulkan bahwa terdapat fakta terjadinya hal yang memengaruhi SPI atas kondisi dan persyaratan AEO, Direktur menyampaikan surat kepada AEO untuk ditindaklanjuti. (5) Tindak lanjut perbaikan atas hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat Direktur. Pasal 28 (1) Dalam melakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 27 ayat (2) huruf b, Validasi Lapangan dapat dilakukan dengan:
virtual/ _remote; _ b. fisik _(on-site); _ atau c. kombinasi (hybrid). (2) AEO menyiapkan data maupun informasi yang dibutuhkan oleh Validator selama proses evaluasi. BAB IX PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN PENGAKUAN AEO Pasal 29 (1) Pengakuan sebagai AEO dilakukan pembekuan dalam hal:
tidak memenuhi persyaratan umum sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b;
tidak memenuhi kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
tidak melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
tidak menyampaikan tanggapan atas permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5);
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan tidak melakukan kegiatan di bidang kepabeanan dan/atau cukai untuk jenis AEO yang melakukan proses bisnis di bidang kepabeanan dan/ a tau cukai;
diduga melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan dengan bukti permulaan yang cukup berdasarkan rekomendasi penyidik; dan/atau
terdapat suatu kondisi tertentu dimana barang yang terkait rantai pasokan global dapat membahayakan keamanan, kesehatan masyarakat dan/atau lingkungan. (2) Pada masa pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), AEO tidak mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, kecuali konsultasi terkait pembekuan. (3) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e dilakukan paling lama 12 (dua belas) bulan. jdih.kemenkeu.go.id (4) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan huruf g dilakukan paling lama sampai dengan masa berlaku keputusan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berakhir. (5) Pembekuan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pembekuan pengakuan sebagai AEO dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 30 (1) Pencabutan pembekuan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dalam hal berdasarkan hasil evaluasi:
telah memenuhi kembali persyaratan umum sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b;
telah memenuhi kembali kondisi dan persyaratan sebagai AEO se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
telah melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
telah menyampaikan tanggapan atas permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5);
telah kembali melakukan kegiatan di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf f berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau penyidikan atas tindak pidana dihentikan; dan / a tau g. telah mengatasi atau menyelesaikan kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf g. (2) Dalam hal AEO telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan pembekuan pengakuan sebagai AEO. (3) Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan pembekuan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 31 (1) Pengakuan sebagai AEO dicabut dalam hal:
mengajukan permohonan pencabutan pengakuan sebagai AEO;
tidak memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a; jdih.kemenkeu.go.id c. telah dilakukan 3 (tiga) kali pembekuan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir;
dalam jangka waktu pembekuan, AEO tidak melakukan tindak lanjut perbaikan atas hasil evaluasi;
dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan/atau
terdapat perubahan legalitas entitas AEO. ยท(2) Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Dalam hal pengakuan sebagai AEO telah dicabut, Operator Ekonomi dapat mengajukan permohonan pengakuan sebagai AEO kembali paling cepat 2 (dua) tahun setelah tanggal pencabutan, kecuali pencabutan pengakuan sebagai AEO dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (f). BABX KETENTUAN LAIN-LAIN Bagian Kesatu Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) Pasal 32 (1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) dengan administrasi kepabeanan negara lain dalam rangka pelaksanaan program AEO. (2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengamankan rantai pasok perdagangan global dan fasilitasi perdagangan. (3) Proses Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) dilakukan berdasarkan tahapan yang disepakati dengan administrasi kepabeanan negara lain. (4) Tahapan dalam Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat meliputi:
persiapan Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition _Arrangement); _ dan b. proses Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement). (5) Proses Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) dapat mencakup:
komparasi program;
site validation _observations; _ c. negosiasi teks; dan
implementasi. jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kedua Pendampingan ( Coaching Clinic) Pasal 33 (1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pendampingan ( coaching clinic) kepada Operator Ekonomi yang berminat untuk menjadi AEO, sebelum memperoleh pengakuan sebagai AEO. (2) Pendampingan (coaching clinic) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penjelasan tentang gambaran menyeluruh terkait dengan AEO; dan / a tau b. bimbingan teknis terkait dengan permohonan AEO, termasuk pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dokumen dalam proses pengajuan AEO. (3) Dalam hal memerlukan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Operator Ekonomi mengajukan permohonan pendampingan ( coaching clinic) kepada Direktur. (4) Pelaksanaan pendampingan (coaching clinic) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara fisik dan/atau virtual. Bagian Ketiga Lain-lain Pasal 34 Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk teknis dalam memberikan pengakuan Operator Ekonomi sebagai AEO. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
permohonan pengakuan sebagai AEO yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini; dan
Keputusan Direktur Jenderal mengenai pengakuan sebagai AEO yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227 /PMK.04/2014 tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku keputusan. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227 /PMK.04/2014 tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1922), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 37 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Relevan terhadap
Instrumen Pendanaan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:
Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup;
Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup; dan c. Dana Amanah/Bantuan Konservasi.
Instrumen Pendanaan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi mekanisme penerapan instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi dan/atau instrumen Insentif dan/atau Disinsentif.
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang diterapkan sebagai Insentif dan/atau Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c meliputi:
pengembangan sistem Label Ramah Lingkungan Hidup;
Pengadaan Barang dan Jasa Ramah Lingkungan Hidup;
penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
pengembangan sistem Lembaga Jasa Keuangan yang ramah lingkungan hidup;
pengembangan sistem Perdagangan Izin Pembuangan Limbah dan/atau Emisi;
pengembangan Asuransi Lingkungan Hidup;
pengembangan sistem Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup; dan
sistem Penghargaan Kinerja di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Instrumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai Insentif untuk melakukan kegiatan yang berdampak positif pada sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup dalam bentuk:
pemberian keringanan kewajiban;
pemberian kemudahan dan/atau pelonggaran persyaratan pelaksanaan kegiatan;
pemberian fasilitas dan/atau bantuan;
pemberian dorongan dan bimbingan;
pemberian pengakuan dan/atau penghargaan; dan/atau f. pemberitahuan kinerja positif kepada publik.
Instrumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berfungsi sebagai Disinsentif agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup dalam bentuk:
penambahan kewajiban;
penambahan dan/atau pengetatan persyaratan pelaksanaan kegiatan; dan/atau
pemberitahuan kinerja negatif kepada publik.
Instrumen Insentif dan/atau Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau Setiap Orang ke arah Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup.
Pendanaan Lingkungan Hidup adalah suatu sistem dan mekanisme pengelolaan dana yang digunakan bagi pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Insentif adalah upaya memberikan dorongan atau daya tarik secara moneter dan/atau non moneter kepada Setiap Orang maupun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar melakukan kegiatan yang berdampak positif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup.
Disinsentif adalah pengenaan beban atau ancaman secara moneter dan/atau non moneter kepada Setiap Orang maupun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup.
Neraca Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Neraca SDA dan LH adalah gambaran mengenai cadangan/aset sumber daya alam dan lingkungan hidup serta perubahannya.
Neraca Arus Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Neraca Arus SDA dan LH adalah gambaran aliran input alam dari lingkungan ke dalam ekonomi dan aliran limbah dari ekonomi ke lingkungan.
Produk Domestik Bruto dan Produk Domestik Regional Bruto yang mencakup Penyusutan Sumber Daya Alam dan Kerusakan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut PDB dan PDRB LH adalah perhitungan alternatif dari produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang memperhitungkan penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup.
Jasa Lingkungan Hidup adalah manfaat dari ekosistem dan lingkungan hidup bagi manusia dan keberlangsungan kehidupan yang diantaranya mencakup penyediaan sumber daya alam, pengaturan alam dan lingkungan hidup, penyokong proses alam, dan pelestarian nilai budaya.
Penyedia Jasa Lingkungan Hidup adalah Setiap Orang, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah yang menjaga dan/atau mengelola lingkungan hidup untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kualitas Jasa Lingkungan Hidup.
Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup adalah Setiap Orang, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah yang menggunakan Jasa Lingkungan Hidup.
Kompensasi/Imbal Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah adalah pengalihan sejumlah uang dan/atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang antara Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup dengan Penyedia Jasa Lingkungan Hidup melalui perjanjian terikat berbasis kinerja untuk meningkatkan Jasa Lingkungan Hidup.
Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup adalah pengalihan sejumlah uang dan/atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang antar orang atau kelompok masyarakat sebagai Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup dan Penyedia Jasa Lingkungan Hidup melalui perjanjian terikat berbasis kinerja untuk meningkatkan Jasa Lingkungan Hidup.
Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup adalah dana yang disiapkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan untuk pemulihan kualitas lingkungan hidup yang rusak dan/atau cemar karena kegiatannya.
Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup adalah dana yang disiapkan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah untuk menanggulangi dan memulihkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Dana Amanah/Bantuan Konservasi adalah dana yang berasal dari sumber hibah dan donasi untuk kepentingan konservasi lingkungan hidup.
Pengadaan Barang dan Jasa Ramah Lingkungan Hidup adalah pengadaan barang dan jasa yang memprioritaskan barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup.
Perdagangan Izin Pembuangan Limbah dan/atau Emisi adalah jual beli kuota limbah dan/atau emisi yang diizinkan untuk dibuang ke media lingkungan hidup antar penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan.
Lembaga Keuangan dan Pasar Modal yang selanjutnya disebut Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Asuransi Lingkungan Hidup adalah produk asuransi yang memberikan perlindungan pada saat terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Label Ramah Lingkungan Hidup adalah pemberian tanda atau label pada produk yang ramah lingkungan hidup.
Penghargaan Kinerja di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kegiatan untuk memberikan penghargaan terhadap kinerja dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional ...
Relevan terhadap
bahwa pelaksanaan Proyek Strategis Nasional perlu lebih dioptimalkan untuk memaksimalkan dampak Proyek Strategis Nasional bagi percepatan pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan pemulihan ekonomi nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional; Mengingat 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 4l sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2018 Nomor lO7);