Pengelolaan Dana Insentif Fiskal atas Pencapaian Kinerja Daerah
Relevan terhadap
Dalam rangka pengelolaan Dana Insentif Fiskal, Menteri selaku pengguna anggaran BUN pengelola TKD menetapkan:
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Pemimpin PPA BUN pengelola TKD;
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan; dan
Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah provinsi/kabupaten/kota penerima alokasi Dana Insentif Fiskal.
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri menunjuk Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri menunjuk pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c:
tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; atau
masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN tidak dapat melaksanakan tugas.
Pejabat pelaksana tugas KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pejabat pelaksana tugas KPA BUN penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN definitif.
Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dalam hal Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c:
telah terisi kembali oleh pejabat definitif; atau
dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPA BUN.
Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mengusulkan penggantian pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Menteri.
Penggantian pelaksana tugas KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Tata Cara Penggunaan Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Permohonan penetapan status Penggunaan BMN diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak BMN diperoleh.
Permohonan penetapan status Penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dokumen sebagai berikut:
untuk BMN berupa tanah, yakni fotokopi dokumen kepemilikan berupa sertipikat;
untuk BMN berupa bangunan:
fotokopi Izin Mendirikan Bangunan atau Persetujuan Bangunan Gedung;
fotokopi dokumen perolehan; dan
fotokopi dokumen lain, termasuk berita acara serah terima perolehan barang;
untuk BMN berupa tanah dan bangunan:
fotokopi dokumen kepemilikan tanah berupa sertipikat;
fotokopi Izin Mendirikan Bangunan atau Persetujuan Bangunan Gedung;
fotokopi dokumen perolehan bangunan; dan
fotokopi dokumen lain, termasuk berita acara serah terima perolehan barang;
untuk BMN selain tanah dan/atau bangunan:
yang memiliki dokumen kepemilikan: a) fotokopi dokumen kepemilikan, termasuk Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor, bukti pemilikan pesawat terbang, bukti pemilikan kapal laut, atau dokumen lain yang setara dengan bukti kepemilikan; dan b) fotokopi dokumen lain, termasuk Surat Tanda Nomor Kendaraan atau berita acara serah terima terkait perolehan barang;
yang tidak memiliki dokumen kepemilikan dengan nilai perolehan paling sedikit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/satuan, yakni fotokopi berita acara serah terima perolehan barang dan dokumen lain;
untuk BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dilakukan pemindahtanganan dengan cara penyertaan modal pemerintah pusat:
fotokopi dokumen penganggaran berupa Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, kerangka acuan kerja, Petunjuk Operasional Kegiatan, dan/atau dokumen lain sesuai peraturan perundang-undangan;
fotokopi hasil reviu atau audit aparat pengawasan intern pemerintah atau Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
fotokopi dokumen kepemilikan berupa sertipikat, untuk BMN berupa tanah;
fotokopi Izin Mendirikan Bangunan atau Persetujuan Bangunan Gedung, untuk BMN berupa bangunan;
fotokopi dokumen perolehan bangunan, untuk BMN berupa bangunan;
berita acara serah terima perolehan barang; dan
fotokopi berita acara serah terima pengelolaan sementara BMN atau dokumen sejenis, dalam hal BMN yang akan dijadikan penyertaan modal pemerintah pusat secara fisik sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang;
dalam hal dokumen penganggaran berupa Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 1 tidak secara tegas menyatakan BMN direncanakan untuk dijadikan penyertaan modal pemerintah pusat, permohonan didukung dengan:
fotokopi kerangka acuan kerja;
fotokopi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga; atau
fotokopi Petunjuk Operasional Kegiatan;
fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf f harus disertai dengan surat keterangan dari pejabat struktural pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan kebenaran fotokopi dokumen tersebut.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c angka 1 dan huruf e angka 3, terhadap BMN berupa tanah yang belum memiliki dokumen kepemilikan berupa sertipikat, dokumen kepemilikan tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa tanah tersebut digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, yang dilengkapi dengan:
fotokopi dokumen kepemilikan/penguasaan, berupa akta jual beli, girik, letter c , berita acara serah terima terkait perolehan barang, ledger jalan, dan/atau dokumen lain sesuai peraturan perundang- undangan;
surat keterangan dari lurah/camat setempat yang memperkuat pernyataan tanggung jawab bermeterai di atas;
surat permohonan pendaftaran hak atas tanah dari satuan kerja pada Kementerian/Lembaga kepada kantor pertanahan; dan/atau
dokumen yang menerangkan penguasaan/kepemilikan tanah.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c angka 2 sampai dengan angka 4, dan huruf e angka 4 dan 5, terhadap BMN berupa bangunan yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan atau Persetujuan Bangunan Gedung, dokumen perolehan, dan/atau dokumen lainnya, dokumen tersebut diganti dengan surat pernyataan tanggung jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa bangunan tersebut digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d angka 1 dan huruf e angka 6, dalam hal dokumen kepemilikan dan/atau dokumen lainnya tidak ada, dokumen tersebut diganti dengan surat pernyataan tanggung jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut merupakan BMN dan digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d angka 2 dan huruf e angka 7, terhadap BMN selain tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki dokumen kepemilikan dengan nilai perolehan paling sedikit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/satuan yang tidak memiliki Berita Acara Serah Terima terkait perolehan barang dan dokumen lainnya, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut merupakan BMN dan digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e angka 3 sampai dengan angka 6 dikecualikan dalam hal tidak terdapat:
fotokopi dokumen kepemilikan;
fotokopi dokumen Izin Mendirikan Bangunan atau Persetujuan Bangunan Gedung;
fotokopi perolehan bangunan; dan/atau
fotokopi dokumen lain, dokumen tersebut diganti dengan surat pernyataan tanggung jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural di lingkungan unit organisasi jabatan pimpinan tinggi madya atau unit organisasi eselon I pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dilakukan pemindahtanganan dengan cara penyertaan modal pemerintah pusat.
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang tetap harus menyelesaikan pengurusan dokumen kepemilikan BMN yang berada dalam penguasaannya, meskipun telah terdapat penetapan status Penggunaan atas BMN bersangkutan yang persyaratannya didasarkan pada pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (7).
Tarif dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5174), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 5 Peraturan Pemerintah ini tanggal I Jamtari2024. mulai berlaku pada Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengeta , memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desemfur 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 163 I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2023 TENTANG TARIF PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKER.IAAN, JASA, ATAU KEGIATAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI I. UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahurl. 2O2l tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat perubahan materi khususnya perubahan tarif pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi. Selanjutnya, dalam rangka mendorong tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap pemenuhan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, perlu memberikan kemudahan teknis pcnghitungan dan administrasi pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, Untuk mewujudkan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur penggunaan tarifefektifyang digunakan untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, selain tarif pajak penghasilan Pasal L7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2l ayat (5) Undang- Undang Pajak Penghasilan, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat ditetapkan berbeda dari tarif pajak penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, melalui Peraturan Pemerintah. Penetapan tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan telah memperhatikan adanya pengurang penghasilan bruto berupa biaya ^jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penerapan tarif efektif ini akan memberikan kemudahan dan penyederhanaan bagi Wajib Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 Peraturan Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tarif ^pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 berupa tarif Pasal 17 ayat ^(1) huruf a dan ^tarif ^efektif yang digunakan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, ^jasa, atau kegiatan, termasuk ^pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia, ^anggota kepolisian negara Republik Indonesia, dan ^pensiunannya. II. PASALDEMI PASAL
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap 2 lainnya
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional.
Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.
Pendapatan Pajak Perdagangan Intemasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Penerimaan Hi bah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. jdih.kemenkeu.go.id 8. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi kepemerintahan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian/lembaga dan Bendahara Umum Negara.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcome) tertentu pada Bagian Anggaran kementerian/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hid up orang banyak, dan/ a tau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. jdih.kemenkeu.go.id 16. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKO yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKO yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat OAK adalah bagian dari TKO yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah.
Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKO yang dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.
Dana Tambahan lnfrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarannya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang diberikan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKO yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta.
Dana Desa adalah bagian dari TKO yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. jdih.kemenkeu.go.id 23. Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari APBN yang diberikan kepada Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja pemerintah daerah dapat berupa pengelolaan keuangan daerah, pelayanan um um pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/ a tau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.
Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun- tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, di tam bah/ dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. jdih.kemenkeu.go.id 30. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Badan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar- besamya kemakmuran rakyat.
Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.
Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dalam hal kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama.
Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. jdih.kemenkeu.go.id 38. Pinjaman Kegiatan adalah pmJaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian/lembaga dan nonkementerian/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.
Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara pada saat Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan.
Tahun Anggaran 2024 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari 2024 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.
Ayat (1) DBH tahun anggaran berjalan yang dialokasikan per daerah telah memperhitungkan penyesuaian DBH sebesar Rp44.179.051.240.000,00 (empat puluh empat triliun seratus tujuh puluh sembilan miliar lima puluh satu juta dua ratus empat puluh ribu rupiah) yang dihitung secara proporsional terhadap pagu alokasi per jenis DBH Pajak dan DBH sumber daya alam, sehingga nilai yang dialokasikan sebesar Rp143.099.927.456.000,00 (seratus empat puluh tiga triliun sembilan puluh sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta empat ratus lima puluh enam ribu rupiah). Ayat (2) SK No 189611 A Huruf a DBH ini terdiri atas DBH Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, termasuk DBH dari Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang pemungutannya bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan dan tidak termasuk Pajak Penghasilan ditanggung Pemerintah. Huruf b Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Dalam hal realisasi penerimaan negara sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2023 belum tersedia, dapat digunakan perkiraan realisasi penerimaan negara. Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang- undangan" adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengalokasian DBH. Ayat (6) Alokasi kinerja diberikan kepada daerah yang mencapai tingkat kinerja tertentu. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan berupa pengalihan kewenangan di bidang kehutanan dari kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pengalokasian DBH Kehutanan Dana Reboisasi kepada provinsi penghasil dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat mempertimbangkan kinerja atas pengelolaan hutan. Ayat (9) Huruf a Cukup jelas. Hurufb Dengan ketentuan ini daerah tidak lagi diwajibkan untuk mengalokasikan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar 0,5% (nol koma lima persen) untuk tambahan anggaran pendidikan dasar. Kebijakan penggunaan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Barat Daya, dan Provinsi Aceh dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Huruf c Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan berupa pengalihan kewenangan di bidang kehutanan dari kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ten tang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas.
Pemerintah dapat memberikan hibah kepada pemerintah asing/lembaga asing dan menetapkan pemerintah asing/lembaga asing penerima untuk pencapaian kepentingan nasional Indonesia.
Pencapaian kepentingan nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan barang/jasa dan/atau penyedia barang/ jasa dalam negeri Indonesia. jdih.kemenkeu.go.id (3) Anggaran pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari penerimaan negara bukan pajak Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan In ternasional. (4) Pemerintah dapat memberikan hibah kepada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2024 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2024.
Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan ...
Relevan terhadap
Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a.
Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan.
Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk barang impor berupa kendaraan bermotor, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal pemindahtanganan dilakukan sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean, tarif dan nilai pabean yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean impor;
dalam hal pemindahtanganan dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean:
tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean impor; dan
nilai pabean yang berlaku pada saat kendaraan bermotor dipindahtangankan;
Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas barang impor yang mengalami keadaan kahar (force majeure), menggunakan tarif dan nilai pabean yang berlaku pada saat dipindahtangankan.
Pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan di kantor pabean tempat pemasukan barang.
Terhadap pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terutang bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika:
pemindahtanganan dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak pemberitahuan pabean;
terjadi keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang; atau
dipindahtangankan kepada sesama penerima pembebasan bea masuk.
Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) berupa kendaraan bermotor, pemindahtanganan yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang.
Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) terjadi keadaan kahar (force majeure) namun barang masih memiliki nilai ekonomis, pemindahtanganan yang dilakukan sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang.
Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha, mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan barang.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
pejabat paling rendah setingkat Dekan, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi;
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama, dalam hal permohonan diajukan oleh Kementerian/Lembaga; atau
pimpinan Badan Usaha, dalam hal permohonan diajukan oleh Badan Usaha.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilampiri dengan:
rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk dan cukai dari:
pimpinan Perguruan Tinggi atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh pimpinan Perguruan Tinggi, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi negeri;
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi swasta;
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari kementerian/ lembaga yang membina Perguruan Tinggi kedinasan, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi kedinasan; atau
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian atau kementerian/ lembaga yang membina Badan Usaha terkait, dalam hal permohonan diajukan oleh Badan Usaha;
dokumen perolehan Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan berupa:
fotokopi surat keterangan dari pemberi hibah/ bantuan (gift certificate) atau surat perjanjian kerjasama, dalam hal Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan berasal dari hibah/bantuan atau kerjasama; atau
fotokopi dokumen pembelian, dalam hal Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan berasal dari pembelian.
Dokumen pembelian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 2 yang diajukan oleh Perguruan Tinggi negeri atau Kementerian/Lembaga harus dilengkapi dengan:
fotokopi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen yang dipersamakan dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, dalam hal pembelian menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
fotokopi surat perjanjian atau kontrak pengadaan barang yang menyebutkan bahwa harga dalam perjanjian atau kontrak pengadaan barang tidak meliputi pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal pembelian dan/atau importasi Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dilaksanakan oleh pihak ketiga.
Contoh format permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Transak ...
Relevan terhadap
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Rekanan sehubungan dengan transaksi:
penjualan barang;
penyerahan jasa; dan/atau
persewaan dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan terutang Pajak Penghasilan Pasal 22.
Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
jasa dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan kepada Rekanan yang merupakan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;
jasa yang pembayarannya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau anggaran pendapatan dan belanja desa yang dibayarkan kepada Rekanan yang merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri termasuk bentuk usaha tetap;
jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang dibayarkan kepada Rekanan yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap;
jasa pelayaran dalam negeri atau jasa penerbangan dalam negeri yang dilakukan oleh Rekanan yang merupakan Wajib Pajak tertentu;
jasa konstruksi; dan/atau
jasa yang dilakukan oleh Rekanan yang merupakan Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu selain jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut atas pembayaran kepada Rekanan baik menggunakan kartu kredit pemerintah maupun cara lainnya dalam mekanisme Uang Persediaan.
Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pihak Lain.
Pihak Lain tidak melakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas:
pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa angkutan umum oleh Rekanan yang merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan melalui Pihak Lain; dan/atau
pembayaran sehubungan dengan transaksi penjualan barang, penyerahan jasa, dan/atau persewaan dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang dilakukan oleh Rekanan yang pembayarannya dilakukan melalui mekanisme Pembayaran Langsung.
Atas penghasilan yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pemotong atau pemungut Pajak Penghasilan selain Pihak Lain.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
Marketplace Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Marketplace Pengadaan adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang memiliki sarana Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang digunakan sebagai wadah bagi rekanan untuk memberikan penawaran barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah.
Ritel Daring Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Ritel Daring Pengadaan adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang memiliki sarana Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang digunakan sendiri untuk memberikan penawaran barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah.
Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah yang selanjutnya disebut Sistem Informasi Pengadaan adalah sistem informasi yang digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi pengadaan barang dan/atau jasa Instansi Pemerintah melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Pihak Lain adalah Marketplace Pengadaan atau Ritel Daring Pengadaan yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi melalui Sistem Informasi Pengadaan, yang telah ditetapkan oleh kepala lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah atau yang telah ditetapkan oleh pejabat Instansi Pemerintah yang bertugas untuk membuat pedoman pengadaan barang dan/atau jasa.
Rekanan adalah Pengusaha yang menyediakan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi adalah surat pemberitahuan masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut Pajak Penghasilan untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis Pajak Penghasilan dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1107 PUT bagi Pihak Lain adalah surat pemberitahuan masa bagi pemungut pajak pertambahan nilai formulir 1107 PUT yang digunakan oleh Pihak Lain sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai untuk melaporkan kewajiban pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan penyetoran atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Pembayaran Langsung adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada bendahara pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Uang Persediaan adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Instansi Pemerintah atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.02/2019 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 ...
Relevan terhadap
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.02/2019 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 567), diubah sebagai berikut:
Angka 38 mengenai Satuan Biaya Pengadaan Kendaraan Dinas yakni dalam butir 38.1 mengenai Satuan Biaya Pengadaan Kendaraan Dinas Pejabat dan butir 38.3 mengenai Satuan Biaya Pengadaan Kendaraan Operasional Bus sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.02/2019 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 567), diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
SATUAN BIAYA PENGADAAN KENDARAAN DINAS 38.1 Kendaraan Dinas Pejabat NO PROVINSI SATUAN BESARAN (1) (2) (3) (4) 38.1 PEJABAT ESELON I Unit Rp702.970.00 0 38.1.2 PEJABAT ESELON II 38.1.2.1 ACEH Unit Rp515.263.00 0 38.1.2.2 SUMATERA UTARA Unit Rp513.709.00 0 38.1.2.3 R I A U Unit Rp450.790.00 0 38.1.2.4 KEPULAUAN RIAU Unit Rp484.095.00 0 38.1.2.5 J A M B I Unit Rp471.615.00 0 38.1.2.6 SUMATERA BARAT Unit Rp482.074.00 0 38.1.2.7 SUMATERA SELATAN Unit Rp515.263.00 0 38.1.2.8 LAMPUNG Unit Rp500.494.00 0 38.1.2.9 BENGKULU Unit Rp482.961.00 0 38.1.2.1 0 BANGKA BELITUNG Unit Rp482.286.00 0 38.1.2.1 1 B A N T E N Unit Rp462.063.00 0 38.1.2.1 2 JAWA BARAT Unit Rp491.745.00 0 38.1.2.1 3 D.K.I. JAKARTA Unit Rp503.860.00 0 38.1.2.1 JAWA TENGAH Unit Rp444.496.00 NO PROVINSI SATUAN BESARAN (1) (2) (3) (4) 4 0 38.1.2.1 5 D.I. YOGYAKARTA Unit Rp488.645.00 0 38.1.2.1 6 JAWA TIMUR Unit Rp472.468.00 0 38.1.2.1 7 B A L I Unit Rp481.803.00 0 38.1.2.1 8 NUSA TENGGARA BARAT Unit Rp488.169.00 0 38.1.2.1 9 NUSA TENGGARA TIMUR Unit Rp519.889.00 0 38.1.2.2 0 KALIMANTAN BARAT Unit Rp475.917.00 0 38.1.2.2 1 KALIMANTAN TENGAH Unit Rp526.588.00 0 38.1.2.2 2 KALIMANTAN SELATAN Unit Rp486.306.00 0 38.1.2.2 3 KALIMANTAN TIMUR Unit Rp523.750.00 0 38.1.2.2 4 KALIMANTAN UTARA Unit Rp523.750.00 0 38.1.2.2 5 SULAWESI UTARA Unit Rp478.289.00 0 38.1.2.2 6 GORONTALO Unit Rp516.850.00 0 38.1.2.2 7 SULAWESI BARAT Unit Rp509.000.00 0 38.1.2.2 8 SULAWESI SELATAN Unit Rp513.850.00 0 38.1.2.2 9 SULAWESI TENGAH Unit Rp526.400.00 0 38.1.2.3 0 SULAWESI TENGGARA Unit Rp481.316.00 0 NO PROVINSI SATUAN BESARAN (1) (2) (3) (4) 38.1.2.3 1 MALUKU Unit Rp525.000.00 0 38.1.2.3 2 MALUKU UTARA Unit Rp532.000.00 0 38.1.2.3 3 P A P U A Unit Rp537.913.00 0 38.1.2.3 4 PAPUA BARAT Unit Rp535.075.00 0 38.3 Kendaraan Operasional Bus NO PROVINSI SATUAN BESARAN (1) (2) (3) (4) 1. Roda 4 dan/atau Bus Kecil Unit Rp466.000.000 2. Roda 6 dan atau Bus Sedang Unit Rp718.252.000 3. Roda 6 dan/atau Bus Besar Unit Rp1.184.787.000 2. Angka 1 mengenai Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan, angka 2 mengenai Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja yang Khusus Mengelola Belanja Pegawai, angka 3 mengenai Honorarium Pengadaan Barang/Jasa, angka 5 mengenai Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), angka 6 mengenai Honorarium Pengelola Sistem Akuntansi Instansi (SAI), angka 18 mengenai Honorarium Tim Penyusunan Jurnal/Buletin/Majalah/Pengelola Website yakni dalam butir 18.1 mengenai Honorarium Tim Penyusunan Jurnal, angka 29 mengenai Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti, dan angka 38 mengenai Satuan Biaya Pengadaan Kendaraan Dinas dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 yang Berfungsi Sebagai Batas Tertinggi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.02/2019 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 567), diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Honorarium diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar, Bendahara Pengeluaran, dan Staf Pengelola Keuangan (SPK)/Bendahara Pengeluaran Pembantu/Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) selaku penanggung jawab pengelola keuangan. Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada setiap satuan kerja, diberikan berdasarkan besaran pagu yang dikelola Penanggung Jawab Pengelola Keuangan untuk setiap Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepada Penanggung Jawab Pengelola Keuangan yang mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA, dapat diberikan honorarium dimaksud sesuai dengan jumlah DIPA yang dikelola dengan besaran didasarkan pagu dana yang dikelola pada masing-masing DIPA. Alokasi honorarium tersebut dibebankan pada masing- masing DIPA.
Untuk membantu PPK dalam pelaksanaan administrasi belanja pegawai di lingkungan satuan kerja, KPA dapat menunjuk PPABP. Besaran honorarium PPABP diberikan mengacu pada honorarium Staf Pengelola Keuangan sesuai dengan pagu belanja pegawai yang dikelolanya.
Ketentuan jumlah SPK diatur sebagai berikut:
Jumlah SPK yang membantu KPA: a) KPA yang merangkap sebagai PPK dan tanpa dibantu oleh PPK lainnya, jumlah SPK paling banyak 6 (enam) orang, termasuk PPABP. b) KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK, jumlah SPK paling banyak 3 (tiga) orang termasuk PPABP.
Jumlah keseluruhan SPK yang membantu PPK dalam 1 (satu) KPA tidak melebihi 2 (dua) kali dari jumlah PPK.
Jumlah SPK untuk PPK yang digabungkan diatur sebagai berikut: a) jumlah SPK tidak boleh melampaui sebelum penggabungan; b) besaran honorarium SPK didasarkan pada jumlah pagu yang dikelola SPK; dan c) dalam hal penggabungan PPK dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya, maka jumlah SPK paling banyak sejumlah SPK tahun sebelumnya.
Jumlah keseluruhan alokasi dana untuk honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan dalam 1 (satu) tahun anggaran paling banyak 10% (sepuluh persen) dari pagu yang dikelola.
Dalam hal Penanggung Jawab Pengelola Keuangan telah diberikan tunjangan fungsional di bidang perbendaharaan, maka diberikan honorarium sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan. Catatan: Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan dapat diberikan kepada pengelola kegiatan yang secara langsung mengelola dan melaksanakan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) dengan ketentuan alokasi honorarium dimaksud berasal dari pagu Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) berkenaan.
Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja yang Khusus Mengelola Belanja Pegawai Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)/Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ditunjuk untuk melakukan pengelolaan belanja pegawai pada kementerian negara/lembaga/satuan kerja sesuai surat keputusan pejabat yang berwenang. Catatan: Dalam hal Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja yang Khusus Mengelola Belanja Pegawai telah diberikan tunjangan fungsional di bidang perbendaharaan, maka diberikan honorarium sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada Satuan Kerja yang Khusus Mengelola Belanja Pegawai.
Honorarium Pengadaan Barang/Jasa a. Honorarium Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh Pengguna Anggaran (PA)/KPA sebagai Pejabat Pengadaan Barang/Jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa melalui penunjukkan langsung/pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Honorarium Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Kelompok Kerja Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh PA/KPA menjadi Panitia Pengadaan Barang/Jasa atau Kelompok Kerja UKPBJ untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Honorarium Pengguna Anggaran Honorarium diberikan kepada Pengguna Anggaran dalam hal:
menetapkan pemenang atas pelelangan atau penyedia pada penunjukan langsung untuk paket pengadaan barang/ konstruksi/jasa lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; atau
menetapkan pemenang pada seleksi atau penyedia pada penunjukan langsung untuk paket pengadaan jasa konsultasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Catatan: Dalam hal Pejabat Pengadaan Barang/Jasa atau anggota Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Kelompok Kerja UKPBJ telah menerima tunjangan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa, maka honorarium tersebut dapat diberikan setelah Pejabat Pengadaan Barang/Jasa atau anggota Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Kelompok Kerja UKPBJ mengerjakan 30 (tiga puluh) paket dan diberikan maksimal sebesar Rp44.000.000,00 (empat puluh empat juta rupiah) per orang per tahun.
Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang untuk mengelola PNBP fungsional dengan ketentuan sebagai berikut:
jumlah petugas penerima PNBP atau anggota paling banyak 5 (lima) orang dan b. jumlah alokasi dana untuk honorarium Pengelola PNBP dalam 1 (satu) tahun paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari target pagu penerimaan PNBP fungsional. Catatan: Dalam hal Pengelola PNBP telah diberikan tunjangan fungsional di bidang perbendaharaan, maka diberikan honorarium sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran Honorarium Pengelola PNBP.
Honorarium Pengelola Sistem Akuntansi Instansi (SAI) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/Anggota Polri/TNI yang diberi tugas melakukan pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada kementerian negara/lembaga sesuai dengan unit akuntansi masing-masing, baik yang dikelola secara prosedur manual maupun terkomputerisasi. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). Ketentuan mengenai jumlah pengelola SAI adalah sebagai berikut:
ditetapkan atas dasar Keputusan Menteri, paling banyak 7 (tujuh) orang; dan
ditetapkan bukan atas dasar Keputusan Menteri, paling banyak 6 (enam) orang. Catatan:
Kementerian negara/lembaga tidak diperkenankan memberlakukan satuan biaya Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dalam pengelolaan SAI.
Dalam hal Pengelola SAI telah diberikan tunjangan fungsional di bidang perbendaharaan, maka diberikan honorarium sebesar 40% (empat puluh persen) dari besaran Honorarium Pengelola SAI.
Honorarium Tim Penyusunan Jurnal/Buletin/ Majalah/Pengelola Website 18.1 Honorarium Tim Penyusunan Jurnal Honorarium tim penyusunan jurnal dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/Anggota Polri/TNI dan Pegawai Non Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan jurnal baik cetak maupun elektronik berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Unsur sekretariat adalah pembantu umum, pelaksana dan yang sejenis, dan tidak berupa struktur organisasi tersendiri. Dalam hal diperlukan, dalam menyusun jurnal nasional/internasional dapat diberikan honorarium kepada mitra bestari ( peer review ) sebesar Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Honorarium Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Honorarium yang diberikan hanya kepada non pegawai Aparatur Sipil Negara yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang/kontrak kerja. Catatan:
untuk satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti dengan melalui jasa pihak ketiga/diborongkan alokasi honorarium dapat ditambah paling banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari satuan biaya, besaran tersebut tidak termasuk seragam dan perlengkapan.
dalam rangka pelaksanaan kewajiban pemberi kerja, dialokasikan iuran/premi jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
dalam satu tahun anggaran, dialokasikan tambahan honorarium sebanyak 1 (satu) bulan sebagai tunjangan hari raya keagamaan.
dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut.
Satuan Biaya Pengadaan Kendaraan Dinas Satuan biaya pengadaan kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan kendaraan operasional bagi pejabat, operasional kantor, dan/atau lapangan serta bus melalui pembelian guna menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga. Bagi satuan kerja baru yang sudah ada ketetapan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pengadaan kendaraan dinasnya dilakukan secara bertahap sesuai dana yang tersedia. Dalam hal kebutuhan kendaraan operasional telah dipenuhi melalui mekanisme sewa kendaraan, maka pengadaan melalui pembelian tidak diperkenankan lagi. Catatan: Satuan biaya pengadaan kendaraan dinas sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri ini tidak diperuntukkan untuk pengadaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Pengadaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dapat mengacu pada harga pasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Angka 9 mengenai Satuan Biaya Pengadaan Bahan Makanan yakni dalam butir 9.1 mengenai Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana/Tahanan dan Anak di Lapas/Rutan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan butir 9.4 mengenai Pengadaan Bahan Makanan Untuk Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS), Petugas Pengamatan Laut, Anak Buah Kapal (ABK) Cadangan pada Kapal Negara, ABK Aktif pada Kapal Negara, dan Petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Vessel Traffic Information Service (VTIS), angka 17 mengenai Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri, dan angka 19 mengenai Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Luar Negeri Pergi Pulang (PP) dalam Penjelasan Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 yang Berfungsi Sebagai Estimasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.02/2019 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2020 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 567), diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
Satuan Biaya Pengadaan Bahan Makanan 9.1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana/ Tahanan dan Anak di Lapas/Rutan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Satuan biaya pengadaan bahan makanan diberikan kepada Narapidana/Tahanan dan Anak. Ketentuan lebih lanjut terkait dengan pengadaan bahan makanan narapidana/ tahanan dan anak mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Catatan: Khusus untuk Lembaga Pembinaan Khusus (LPK) Anak dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan kategori high risk, apabila diperlukan dapat menggunakan mekanisme pengadaan makanan siap saji dengan besaran yang sama.
4 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS), Petugas Pengamatan Laut, Anak Buah Kapal (ABK) Cadangan pada Kapal Negara, ABK Aktif pada Kapal Negara, dan Petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Vessel Traffic Information Service (VTIS) a. Keluarga PMS adalah keluarga petugas penjaga menara suar yang ikut serta mendampingi petugas penjaga menara suar di lokasi tempat bertugas. Satuan biaya pengadaan bahan makanan untuk keluarga penjaga menara suar diberikan kepada istri/suami dan anak (maksimal 2 anak) petugas penjaga menara suar.
Petugas pengamatan laut adalah petugas yang melaksanakan survei hidrografi pada alur pelayaran serta melakukan evaluasi alur dan perlintasan serta memonitoring pelaksanaan Sarana Bantuan Navigasi Pelayaran (SBNP).
ABK Cadangan pada Kapal Negara adalah awak kapal negara yang siaga untuk ditempatkan pada kapal negara pada saat sandar dan bertolak serta bongkar muat.
ABK Aktif pada Kapal Negara adalah awak kapal negara yang ditempatkan dan bekerja di kapal negara pada posisi tertentu pada saat berlayar dan/atau melakukan operasi/patroli pengawasan.
Petugas SROP dan VTIS adalah petugas yang mengoperasikan peralatan di SROP dan VTIS.
Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya taksi perjalanan dinas dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya satu kali perjalanan taksi dari kantor tempat kedudukan menuju bandara/pelabuhan/terminal/stasiun keberangkatan atau dari bandara/pelabuhan/terminal/stasiun kedatangan menuju tempat tujuan di kota bandara/ pelabuhan/terminal/stasiun kedatangan dan sebaliknya. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya taksi perjalanan dinas dalam negeri menggunakan metode at cost (sesuai pengeluaran). Contoh penghitungan alokasi biaya taksi: Seorang pejabat/pegawai negeri melakukan perjalanan dinas jabatan dari Jakarta ke Medan, maka alokasi biaya taksinya sebagai berikut:
Berangkat 1) satuan biaya taksi dari tempat kedudukan di Jakarta ke Bandara Soekarno-Hatta; dan 2) satuan biaya taksi dari Bandara Kualanamu (Sumatera Utara) ke tempat tujuan (hotel/penginapan/kantor) di Medan.
Kembali 1) satuan biaya taksi dari hotel/penginapan (Medan) ke Bandara Kualanamu (Sumatera Utara); dan
satuan biaya taksi dari Bandara Soekarno-Hatta ke tempat kedudukan (Jakarta).
Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Luar Negeri Pergi Pulang (PP) Satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas luar negeri pergi pulang (PP) merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara dari bandara di Jakarta ke berbagai bandara kota tujuan di luar negeri pergi pulang (PP). Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk airport tax dan biaya retribusi lainnya. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas luar negeri menggunakan metode at cost (sesuai pengeluaran).
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Relevan terhadap
Pajak pusat dan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a mencakup kegiatan pengambilan dan/atau penggunaan:
air tanah;
air permukaan;
sarang burung walet;
bukan logam dan batuan;
bahan bakar kendaraan bermotor;
kendaraan bermotor; dan
kegiatan lainnya yang sesuai dengan kriteria dampak lingkungan hidup.
Kriteria dampak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a mencakup:
penyusutan sumber daya alam;
pencemaran lingkungan hidup; dan
kerusakan lingkungan hidup.
Penghitungan bobot yang mencerminkan kriteria dampak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi pertimbangan dalam dasar pengenaan pajak.
Penghitungan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 bersumber dari:
anggaran pendapatan dan belanja negara;
anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau c. sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari pajak dan retribusi lingkungan hidup.
Penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
bupati/wali kota dan/atau pihak lain yang ditunjuk untuk pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi pada wilayah administrasi kabupaten/kota;
gubernur dan/atau pihak lain yang ditunjuk untuk pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi pada lintas wilayah administrasi kabupaten/kota; atau
Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau pihak lain yang ditunjuk untuk pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi pada lintas wilayah administrasi provinsi.
Dana yang digunakan oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c digunakan sebagai dana pendamping penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli ata ...
Relevan terhadap
Pajak Penghasilan dilakukan tanpa Surat Terhadap penjualan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf e dan huruf f yang telah dipungut Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Menteri ini, tidak lagi dilakukan pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undahg Nomor 36 Tahun 2008.
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 · tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
rumah beserta tanahnya, dengan harga jÐal atau harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi);
apartemen, kondominium, dan sejenisnya; dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc; dan / a tau MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA -3- f. kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
Harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan batasan harga jual sehubungan dengan pembelian barang yang tergolong sangat mewah, yaitu jumlah yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual.
Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 2A dan Pasal 28, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Perubahan Rincian Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Perubahan rincian dana bagi hasil tahun anggaran 2022 sebesar Rp130.696.723.927.000 (seratus tiga puluh triliun enam ratus sembilan puluh enam miliar tujuh ratus dua puluh tiga juta sembilan ratus dua puluh tujuh ribu rupiah), yang terdiri atas:
dana bagi hasil pajak penghasilan Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebesar Rp32.597.964.176.935 (tiga puluh dua triliun lima ratus sembilan puluh tujuh miliar sembilan ratus enam puluh empat juta seratus tujuh puluh enam ribu sembilan ratus tiga puluh lima rupiah);
dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan sebesar Rp20.508.062.456.515 (dua puluh triliun lima ratus delapan miliar enam puluh dua juta empat ratus lima puluh enam ribu lima ratus lima belas rupiah);
dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebesar Rp4.506.811.377.550 (empat triliun lima ratus enam miliar delapan ratus sebelas juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus lima puluh rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi sebesar Rp17.090.272.462.960 (tujuh belas triliun sembilan puluh miliar dua ratus tujuh puluh dua juta empat ratus enam puluh dua ribu sembilan ratus enam puluh rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam mineral dan batu bara sebesar Rp51.715.726.546.663 (lima puluh satu triliun tujuh ratus lima belas miliar tujuh ratus dua puluh enam juta lima ratus empat puluh enam ribu enam ratus enam puluh tiga rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam panas bumi sebesar Rp1.328.041.987.271 (satu triliun tiga ratus dua puluh delapan miliar empat puluh satu juta sembilan ratus delapan puluh tujuh ribu dua ratus tujuh puluh satu rupiah);
dana bagi hasil sumber daya alam kehutanan sebesar Rp1.845.282.254.062 (satu triliun delapan ratus empat puluh lima miliar dua ratus delapan puluh dua juta dua ratus lima puluh empat ribu enam puluh dua rupiah); dan
dana bagi hasil sumber daya alam perikanan sebesar Rp1.104.562.665.044 (satu triliun seratus empat miliar lima ratus enam puluh dua juta enam ratus enam puluh lima ribu empat puluh empat rupiah).
Perubahan rincian dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota dihitung secara proporsional berdasarkan rincian dana bagi hasil menurut daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota tahun anggaran 2022 sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 260) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 149).
Rincian dana bagi hasil tahun anggaran 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.