PT SAKAI SALES AND SERVICES ASI
Relevan terhadap
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; 9. haha yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan hunJf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) hunrf i sampai dengan huruf in seha zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; h. Pajak penghasilan; i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan; c) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewaj.iban Perpajakan Pasal 1 1 (1) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi daring wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaifu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadj, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan; (2) Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak selain melaksanakan kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimanar. Halaman 38 dari 111 halaman. Putusan Nomor PUT-007161.15/2023ITP".XllB Tahun 2024 PT Sakai Sales And Services Asia
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum ...
Relevan terhadap
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai tata cara pelaksanaan pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah dalam rangka percepatan penyediaan air minum oleh PDAM.
PDAM yang dapat diberikan Jaminan dan Subsidi Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
PDAM yang berbentuk perusahaan umum daerah; dan b. PDAM yang berbentuk perseroan daerah yang seluruh sahamnya dimiliki oleh 1 (satu) atau beberapa Pemerintah Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga, PDAM sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
menunjukkan kinerja sehat yang dibuktikan oleh hasil evaluasi kinerja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selama 2 (dua) tahun berturut-turut; dan
telah menetapkan tarif rata-rata yang lebih besar dari seluruh biaya rata-rata per unit ( full cost recovery ) sesuai dengan peraturan perundang- undangan selama 2 (dua) tahun berturut-turut sebelum masa penjaminan dan sampai berakhir masa penjaminan.
PDAM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang masih dalam tahap restrukturisasi, harus memenuhi persyaratan program restrukturisasi dan mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Pemberian Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. 2. Bea Meterai adalah pajak atas Dokumen. I 2 3. Dokumen 3. Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. 4. Perjanjian Internasional adalah perjanjian internasional antara Indonesia dengan 1 (satu) atau lebih negara, atau dengan lembaga/organisasi internasional, yang tunduk pada hukum internasional. 5. Organisasi Intemasional adalah organisasi, badan, lembaga, asosiasi, perhimpunan, forum antar- pemerintah atau nonpemerintah yang bertqiuan untuk meningkatkan kerja sama internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama- 6. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas utama atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di Indonesia. 7. Perwakilan Negara Asing adalah perwakilan diplomatik . ^dan/atau ^perwakilan konsuler yang ^diakreditasikan kepada pemerintah Republik Indonesia, termasuk perwakilan tetap/misi diplomatik yang diakreditasikan kepada Sekretariat Association of Soutteast Asian Nations, organisasi internasional yang diperlakukan sebagai perwakilan diplomatik/konsuler, serta misi khusus, dan berkedudukan di Indonesia. 8. Pejabat Perwakilan Negara Asing adalah kepala beserta staf Perwakilan Negara Asing, kecuali staf yang merupakan warga negara Indonesia. 9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 2 (1) Bea Meterai yang terutang dapat diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, baik untuk sementara waktu maupun selamanya. (21 Pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Dokumen:
yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam;
yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial;
dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan; dan/atau
yang terkait pelaksanaan Perjanjian Internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perj anjian Internasional atau berdasarkan asas timbal balik. Pasal 3 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam. (21 Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bencana alam yang telah mendapat status keadaan darurat bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keadaan darurat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi proses siap siaga, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan. (4) Fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai untuk Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai ^jangka waktu pelaksanaan program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam. Pasal 4 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b merupakan Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara:
wakaf;
hibah atau hibah wasiat kepada badan keagamaan atau badan sosial; atau
pembelian yang dilakukan oleh badan keagamaan atau badan sosial. (21 Pelaksanaan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan yang berbentuk badan hukum yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya:
mengurus tempat ibadah; dan/atau
menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan. (4\ Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai bantuan atau sumbangan termasuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
Badan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan yang berbentuk badan hukum yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan:
pemeliharaan orang lanjut usia atau panti jompo;
pemeliharaan anak yatim dan/atau piatu, anak terlantar atau anak orang terlantar, dan anak dari penyandang disabilitas;
pemeliharaanpenyandangdisabilitas;
santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana;
penangananketerpencilan;
penanganan korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi; dan/atau
penanganan ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku. (6) Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdata di Kementerian Agama. (71 Badan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdaftar di Kementerian Sosial atau Dinas Sosial. Pasal 5 Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (21 huruf c terdiri atas Dokumen:
transaksi surat berharga yang dilakukan di pasar perdana berupa formulir konfirmasi penjatahan efek dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
transaksi b. transaksi surat berharga yang dilakukan di bursa efek berupa konfirmasi transaksi dengan nilai paling banyak Rp 1 0. 000.000,00 (sepuluh juta rupiah) ;
transaksi surat berharga yang dilakukan melalui penyelenggara pasar alternatif dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
transaksi surat berharga berupa dokumen konfirmasi pembelian dan/atau penjualan kembali unit penyertaan produk investasi berbentuk kontrak investasi kolektif dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); dan
transaksi surat berharga yang dilakukan melalui layanan urun dana dengan nilai paling banyak RpS.000.000,00 (lima juta rupiah). Pasal 6 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d merupakan Dokumen yang terutang Bea Meterai oleh:
Organisasi Internasional serta Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional; atau
Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing. (21 Pembebasan dari pengenaan Bea Meterai atas Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal Organisasi Internasional serta Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional atau Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Ditetapkan di Jakarta pada tanggal L2 Januari. 2022 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januan2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. L,AOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN DARI PENGENAAN BEA METERAI I. UMUM Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan atas Dokumen sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Bea Meterai. Pasal 3 Undang-Undang Bea Meterai menyebutkan bahwa Dokumen yang dikenai Bea Meterai dapat berupa Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Selain mengatur mengenai Dokumen yang dikenai Bea Meterai, Undang-Undang Bea Meterai juga mengatur mengenai pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. Berdasarkan amanat dari Undang-Undang Bea Meterai, Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai ruang lingkup dan jenis dokumen yang diberi fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. Dokumen- Dokumen yang diberi fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai meliputi Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam, Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial, Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan, dan/atau Dokumen yang terkait pelaksanaan Perjanjian Internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perjanjian Internasional atau berdasarkan asas timbat balik. Peraturan Pemerintah ini disusun sedemikian rupa untuk memberi kepastian hukum sehingga pihak yang dituju dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Ayat Ayat Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan 'sementara waktu" adalah jangka waktu tertentu yang disebutkan secara jelas dalam Peraturan Pemerintah ini. Contoh pemberian fasilitas dari pengenaan Bea Meterai untuk sementara waktu antara lain pembebasan Bea Meterai atas Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan sebagai periode penanganan bencana dan pemulihan kondisi sosial ekonomi akibat bencana alam. Yang dimaksud dengan "selamanya" adalah jangka waktu yang tidak terbatas sepanjang Peraturan Pemerintah ini masih berlaku dan belum dicabut. Contoh pemberian fasilitas dari pengenaan Bea Meterai untuk selamanya antara lain pembebasan Bea Meterai atas Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan sampai dengan Peraturan Pemerintah ini dicabut atau dinyatakan tidak berlaku. (2t Cukup ^jelas.
Bea Meterai yang terutang atas seluruh Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam yang diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai antara lain surat perjanjian jual-beli, akta notaris, dan tanda penerimaan uang. Yang dimaksud dengan ^ubencana alam" adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi
Relevan terhadap
Kegiatan strategis lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf j dan Pasal 3 ayat (1) huruf i meliputi:
pemberian bantuan langsung tunai dalam rangka perlindungan sosial untuk masyarakat, meliputi:
masyarakat di sekitar hutan; dan/atau
masyarakat lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
penguatan perekonomian Daerah, meliputi:
pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah yang terkait produk dari perhutanan sosial;
dukungan standardisasi, sertifikasi, dan pemasaran produk usaha mikro, kecil dan menengah yang terkait produk dari perhutanan sosial;
pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar hutan;
pelatihan keterampilan kerja bagi masyarakat di sekitar hutan;
pemberian bantuan modal usaha bagi masyarakat di sekitar hutan dalam rangka mendorong upaya pelestarian hutan; dan/atau
pengembangan destinasi pariwisata kehutanan; dan c. pemberian insentif atas kinerja pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan dari provinsi meliputi:
kinerja pengelolaan sampah;
kinerja pengelolaan air limbah;
kinerja sanitasi lingkungan; dan/atau
kinerja rehabilitasi hutan dan lahan, kepada kabupaten/kota dan dari kabupaten/kota kepada desa.
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan langsung tunai dalam rangka perlindungan sosial untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, paling kurang dengan mempertimbangkan kriteria;
penerima bantuan;
besaran bantuan;
jangka waktu pemberian bantuan; dan
kondisi pemberian bantuan, dengan memperhatikan dampak pemberian bantuan terhadap peningkatan pengelolaan hutan.
Pelaksanaan kegiatan pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling kurang dengan mempertimbangkan:
indikator kinerja pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan;
kriteria kabupaten/kota atau desa penerima insentif;
mekanisme penilaian kinerja; dan
besaran insentif.
Kegiatan strategis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan kewenangan provinsi/kabupaten/kota.
Pelaksanaan kegiatan strategis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari alokasi:
DBH DR dan Sisa DBH DR Provinsi; atau
Sisa DBH DR Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan langsung tunai dalam rangka perlindungan sosial untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling tinggi 15% (lima belas persen) dari alokasi:
DBH DR dan Sisa DBH DR Provinsi; atau
Sisa DBH DR Kabupaten/Kota.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan Daerah dan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait.
Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran PKB yang disebabkan oleh keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat ^(9) dan/atau kelebihan pembayaran BBNKB kepada gubernur, pengembalian kelebihan pembayaran PKB dan/atau BBNKB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) disetujui, gubernur menerbitkan SKPDLB PKB dan/atau SKPDLB BBNKB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 105. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) disampaikan kepada bupati/wali kota, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) diterbitkan. (4) Gubernur mengembalikan kelebihan pembayaran PKB dan Opsen PKB, atau BBNKB dan Opsen BBNKB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ^paling lama 2 ^(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 5 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Opsen Pajak MBLB Pasal 111 (1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran Pajak MBLB kepada bupati/wali kota, pengembalian kelebihan pembayaran Pajak MBLB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen Pajak MBLB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, bupati/wali kota menerbitkan SKPDLB Pajak MBLB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal lO5. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada gubernur, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan. (4) Gubernur menerbitkan SKPDLB Opsen Pajak MBLB berdasarkan SKPDLB Pajak MBLB, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) diterima. (5) Gubernur dan bupati/wali kota mengembalikan kelebihan pembayaran Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (41, paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 6 Sinergi Pemungutan Opsen Pasal 112 (1) Dalam rangka optimalisasi penerimaan:
PKB dan Opsen PKB; dan
BBNKB dan Opsen BBNKB, Pemerintah Daerah provinsi bersinergi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (21 Dalam rangka optimalisasi penerimaan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersinergi dengan Pemerintah Daerah provinsi. (3) Sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa sinergi pendanaan untuk biaya yang muncul dalam Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, Opsen BBNKB, Pajak MBLB, dan Opsen Pajak MBLB, atau bentuk sinergi lainnya. Pasal 113 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB dan bentuk sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam implementasi kebijakan yang berdampak pada Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, dan Opsen BBNKB, diatur dalam Perkada provinsi di wilayah kabupaten / kota tersebut berada. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen Pajak MBLB dan bentuk sinergi antara kabupaten/kota dan provinsi dalam implementasi kebijakan ^yang berdampak pada Pemungutan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, diatur dalam Perkada kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi. Paragraf 7 Rekonsiliasi Pajak Pasal I 14 (1) Kepala Daerah pada provinsi yang bersangkutan, dan bank tempat pembayaran PKB, BBNKB, dan ^Pajak MBLB melakukan rekonsiliasi data ^penerimaan ^PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB serta Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB setiap triwulan. REPIIBLIK INDONESIA (2) Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencocokkan:
SKPD atau SPTPD;
SSPD;
rekening koran bank; dan
dokumen penyelesaian kekurangan pembayaran Pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. Bagian Kedua Puluh Tiga Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak dan Pemanfaatan Data Paragraf 1 Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Pasal 115 (l) Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kerja sama optimalisasi Pemungutan Pajak dengan:
Pemerintah;
Pemerintah Daerah lain; dan/atau
pihak ketiga. (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi:
pertukaran dan/atau pemanfaatan data dan/atau informasi perpajakan, perizinan, serta data dan/atau informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pengawasan Wajib Pajak bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemanfaatan program atau kegiatan ^peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di bidang perpajakan;
pendampingan dan dukungan kapasitas di bidang perpajakan;
peningkatan pengetahuan dan kemampuan aparatur atau sumber daya manusia di bidang perpajakan;
penggunaan jasa layanan pembayaran oleh pihak ketiga; dan
kegiatan lainnya yang dipandang perlu untuk dilaksanakan dengan didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. (3) Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e dan/atau huruf g. (41 Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf ^g. Pasal 116 (1) Pemerintah Daerah dapat:
mengajukan penawaran kerja sama kepada pihak yang dituju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l ); dan
menerima penawaran kerja sama dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l). (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (21 dituangkan dalam dokumen perjanjian kerja sama atau dokumen lain yang disepakati para pihak.
Khusus untuk bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) huruf a, dokumen perjanjian kerja sama ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama mitra kerja sama. (4) Dokumen perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur ketentuan mengenai:
subjek kerja sama;
maksud dan tujuan;
ruang lingkup;
hak dan kewajiban para pihak yang terlibat;
^jangka waktu perjanjian;
sumber pembiayaan;
penyelesaian perselisihan;
sanksi;
korespondensi; dan
perubahan. Paragraf 2 Penghimpunan Data dan/atau Informasi Elektronik dalam Pemungutan Pajak Pasal 117 (1) Dalam rangka optimalisasi Pemungutan Pajak, Pemerintah Daerah dapat meminta data dan/atau informasi kepada pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan. (2) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data dan/atau informasi yang berkaitan dengan orang pribadi atau Badan yang terdaftar dan memiliki peredaran usaha. BAB IV PAJAK DAN RETRIBUSI DALAM RANGKA MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA DAN BERINVESTASI SERTA EVALUASI RAPERDA DAN PERDA PAJAK DAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Pajak dan Retribusi dalam rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi Paragraf 1 Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 118 (l) Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang telah ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi. (2) Program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proyek strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. (3) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (4) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur:
proyek strategis nasional yang mendapat fasilitas penyesuaian tarif;
jenis Pajak dan/atau Retribusi yang akan disesuaikan;
besaran penyesuaian tarif;
mulai berlakunya penyesuaian tarif;
^jangka waktu penyesuaian tarif; dan
Daerah yang melakukan penyesuaian tarif. Pasal 119 (1) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dikoordinasikan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian. (21 Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diusulkan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian kepada Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 2 Pelaksanaan Pemantauan Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 120 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi mengikuti besaran tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3). (21 Kementerian/lembaga teknis terkait melakukan pemantauan atas pelaksanaan Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4). (3) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Menteri.
Dalam hal jangka waktu penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3) berakhir, tarif yang ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi dapat diberlakukan kembali. Bagian Kedua Evaluasi dan Pengawasan Pajak dan Retribusi Paragraf I Evaluasi Rancangan Perda Provinsi mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 121 (1) Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan gubemur melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD provinsi dan gubernur. REPIJBUK INDONESIA Pasal 122 (1) Evaluasi rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap r€rncangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (41 Evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (6) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangErn Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan hasil evaluasi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3). -to2- (71 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada gubernur, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetujuan atau penolakan. (9) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 123 (1) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (8), disertai dengan alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh gubernur bersama DPRD provinsi dengan memperbaiki rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh gubernur. (3) Dalam hal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. I Paragraf 2 Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/ Kota mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 124 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan bupati/wali kota melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota. Pasal 125 (1) Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri. -to4- (21 Gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling larna 12 (dua belas) hari keg'a terhitung sejak tanggal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/ kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh gubernur dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (4) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 kepada gubernur. (6) Gubernur melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan hasil evaluasi oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3). a, PIT*{FTiII REPI.'BLIK INDONESIA (71 Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetqjuan atau penolakan. (9) Dalam ha1 hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 126 (1) Hasil evaluasi bempa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (8), disertai alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota bersama DPRD kabupaten/ kota dengan memperbaiki rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kembali kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh bupati/wali kota. (3) Dalam hal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Evaluasi Perda mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 127 (1) Kepala Daerah wajib menyampaikan Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang telah ditetapkan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. (4) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41, Perda mengenai Pajak dan Retribusi bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau kebijakan fiskal nasional, Menteri merekomendasikan untuk dilakukan perubahan atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Perda mengenai Pajak dan Retribusi diterima. -to7- Pasal 128 (1) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Menteri berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (5), paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat rekomendasi diterima. (21 Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian Perda mengenai Pajak dan Retribusi;
rekomendasi perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi; dan
rekomendasi penghentian Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi. (3) Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam ^jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima. (41 Dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah. (5) Perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan Perda mengenai Pajak dan Retribusi. Paragraf 4 Pengawasan Pelaksanaan Perda mengenai Pajak dan Retribusi
Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Kebutuhan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b meliputi:
kegiatan nasional dan internasional;
hasil ratifikasi perjanjian internasional;
arahan Presiden;
rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau instansi pemeriksa PNBP;
hasil samping kegiatan Pemerintah;
perubahan organisasi; dan/atau
pelaksanaan putusan atau ketetapan pengadilan atau badan yang memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Kegiatan nasional dan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan/ajang/ event yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan menimbulkan implikasi terhadap PNBP, paling sedikit meliputi penyelenggaraan SEA Games , ASIAN Games , dan annual meeting IMF , serta kegiatan nasional dan internasional lainnya.
Hasil ratifikasi perjanjian internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tarif atas jenis PNBP yang muncul sebagai konsekuensi atas pelaksanaan kesepakatan/perjanjian internasional dalam bidang tertentu, paling sedikit meliputi:
pendaftaran merek internasional berdasarkan protokol Madrid; dan/atau
jasa navigasi penerbangan jelajah atas ruang udara Republik Indonesia yang didelegasikan kepada negara lain.
Arahan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
hasil sidang kabinet;
hasil rapat terbatas;
instruksi atau direktif Presiden;
arahan dalam pidato kenegaraan; atau
arahan yang terdokumentasikan oleh Kementerian/Lembaga.
Rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan dan/atau instansi pemeriksa PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan rekomendasi untuk mengatur atau menyesuaikan jenis dan tarif atas jenis PNBP.
Hasil samping kegiatan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan barang/jasa yang timbul sebagai akibat dari pemberian/pelaksanaan kegiatan Pemerintah dan memiliki nilai untuk ditarifkan, paling sedikit meliputi:
benih atau bibit sisa bantuan benih atau bibit; dan/atau b. buku yang diterbitkan dari pelaksanaan tugas Instansi Pengelola.
Perubahan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f paling sedikit meliputi:
perubahan struktur organisasi Kementerian/Lembaga;
penambahan program studi; dan/atau
pencabutan penerapan PPK-BLU.
Pelaksanaan putusan atau ketetapan pengadilan atau badan yang memiliki kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g paling sedikit meliputi putusan pengadilan untuk mengatur tarif atas jenis PNBP. Paragraf 2 Proses Penyusunan Usulan Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP
Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan E ...
Relevan terhadap
Dalam melaksanakan penugasan untuk memberikan dukungan loss limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) , PT PII dapat mengenakan IJP loss limit kepada LPEI.
IJP loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri.
IJP loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung dengan formula, yaitu besaran IJP loss limit = tarif IJP loss limit x Nilai Penjaminan.
Besaran tarif IJP loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan untuk pertama kali oleh Menteri melalui surat.
Terhadap besaran tarif IJP loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dilakukan evaluasi dan penyesuaian oleh Menteri setiap 3 (tiga) bulan.
Penyesuaian besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ditetapkan melalui surat Menteri.
Besaran tarif IJP loss limit dan penyesuaian besaran tarif IJP loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), ditetapkan dengan memperhatikan:
keputusan mengenai kebijakan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
laporan keuangan PT PII;
kemampuan Pemerintah melalui Menteri dalam menyediakan alokasi belanja pembayaran IJP loss limit ; dan/atau
data dan informasi pendukung lainnya, antara lain proyeksi non performing loan (NPL), besaran porsi penjaminan, batasan loss limit , jangka waktu Pinjaman, biaya overhead dan margin.
IJP loss limit yang dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan belanja subsidi atas pelaksanaan program PEN.
Ketentuan ayat (4) Pasal 22 diubah sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:
Dalam rangka pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), LPEI berhak mendapatkan IJP.
IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), IJP yang dibayarkan sebesar 100% (seratus persen);
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah), IJP yang dibayarkan sebesar 100% (seratus persen); atau
untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan lebih dari Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) sampai dengan Rpl.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), IJP yang dibayarkan:
sebesar 80% (delapan puluh persen) dan 20% (dua puluh persen) dibayarkan oleh Pelaku Usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 April 2021 sampai dengan 31 Juli 2021; atau
sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan 30% (tiga puluh persen) dibayarkan oleh Pelaku Usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 Agustus 2021 sampai dengan 17 Desember 2021.
IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung dengan formula, yaitu besaran IJP = tarif IJP x Nilai Penjaminan.
Tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan untuk pertama kali oleh Menteri melalui surat.
Besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dilakukan evaluasi dan penyesuaian oleh Menteri setiap 3 (tiga) bulan.
Penyesuaian tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ditetapkan melalui surat Menteri.
Tarif IJP dan penyesuaian besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), ditetapkan dengan memperhatikan:
keputusan mengenai kebijakan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
laporan keuangan LPEI;
kemampuan Pemerintah melalui Menteri dalam menyediakan alokasi belanja pembayaran IJP; dan/atau d. data dan informasi pendukung lainnya, antara lain proyeksi non performing loan (NPL), besaran porsi penjaminan, batasan loss limit , dan jangka waktu Pinjaman.
Dalam menetapkan besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Menteri dapat meminta masukan dari pihak yang kompeten dan independen, serta pihak yang terkait lainnya.
IJP yang dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan belanja subsidi atas pelaksanaan program PEN.
Ketentuan ayat (1) Pasal 13 diubah dan ayat (2) dihapus sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pengelolaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan bersama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait, dan Pemerintah Daerah DIY melakukan penilaian kelayakan program dan kegiatan atas usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Penilaian kelayakan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
kesesuaian antara usulan dengan program prioritas nasional;
kesesuaian antara usulan dengan Perdais;
kewajaran nilai program dan kegiatan;
asas efisiensi dan efektivitas; dan
hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Dana Keistimewaan.
Hasil penilaian kelayakan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara penilaian.
Berita acara penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lambat minggu ketiga bulan Februari.
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Berupa Tarif Layanan Kesehatan yang Berlaku pada Rumah Sakit Dr. Johannes Leimena Ambon, Kementerian Ke ...
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa tarif layanan kesehatan pada Rumah Sakit dr. Johannes Leimena Ambon, Kementerian Kesehatan;
bahwa tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Rumah Sakit Umum Pusat dr. Johannes Leimena Ambon belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kesehatan;
bahwa berdasarkan arahan Presiden dalam Rapat Terbatas tentang Evaluasi Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Program Prioritas di Propinsi Maluku diperlukan pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat berbasis maritim di Ambon;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Berupa Tarif Layanan Kesehatan yang Berlaku pada Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Johannes Leimena Ambon, Kementerian Kesehatan;
Tata Cara Pemberian Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Pemanfaatan Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi yang selanjutnya disebut Fasilitas adalah bantuan dan dukungan yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada penanggung jawab pemanfaatan barang milik negara.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Dana Fasilitas adalah dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan Fasilitas.
Penanggung Jawab Pemanfaatan BMN yang selanjutnya disingkat PJPB adalah pengelola barang atau pengguna barang yang bertanggung jawab terhadap pemanfaatan BMN.
Permohonan Fasilitas adalah naskah dinas yang berisi permohonan mengenai penyediaan Fasilitas yang diajukan oleh PJPB kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan yang berisi persetujuan atas pemberian Fasilitas.
Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri Keuangan yang berisi mengenai penugasan khusus kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan Fasilitas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Kesepakatan Induk adalah kesepakatan antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku pemberi Fasilitas dengan Pengguna Barang sebagai PJPB selaku penerima Fasilitas.
Perjanjian untuk Penugasan Khusus yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan direktur utama atau wakil yang sah dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas.
Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara PJPB dengan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas.
Tahap Penyiapan adalah tahap kegiatan yang meliputi penyusunan dokumen kajian peningkatan nilai BMN dan skema pemanfaatan, kajian rekomendasi transaksi, daftar BMN dan/atau dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi, pelaksanaan penjajakan minat pasar, sehingga dapat selaras dengan rencana Pemanfaatan dan/atau segala kajian dan/atau dokumen pendukung lainnya.
Tahap Pelaksanaan Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan untuk pelaksanaan tender pemanfaatan BMN.
Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas penasihat/konsultan di bidang teknis, di bidang keuangan, di bidang hukum dan/atau regulasi, di bidang lingkungan, di bidang properti dan/atau bidang lainnya, baik perorangan, badan usaha, lembaga nasional atau lembaga internasional yang bertugas untuk membantu pelaksanaan Fasilitas.
Hasil Keluaran adalah segala kajian, dokumen, dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi pemanfaatan BMN.
Kajian Peningkatan Nilai BMN dan Skema Pemanfaatan adalah kajian atas upaya peningkatan nilai BMN dan pilihan skema pemanfaatan BMN yang akan digunakan, strategi komunikasi yang tepat, kerangka waktu kerja, rencana keterlibatan pemangku kepentingan.
Kajian Rekomendasi Transaksi adalah kajian yang mencakup rekomendasi transaksi untuk setiap BMN, mekanisme pengumpulan dana atas hasil pemanfaatan BMN, serta pengawasan dan evaluasi.
Data BMN adalah data yang memuat informasi dan penggunaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan berikut fasilitas yang melekat pada tanah dan/atau bangunan yang berada pada PJPB untuk disampaikan dalam rangka penyampaian permohonan Fasilitas kepada Menteri Keuangan.
Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat badan usaha atas BMN yang akan dimanfaatkan.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah Pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang- undangan lainnya.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Menteri adalah Menteri Keuangan.