Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap 3 lainnya
SBIE merupakan jumlah kumulatif dari pengecualian berdasarkan biaya gaji dan pengecualian berdasarkan jumlah tercatat harta berwujud untuk setiap Entitas Konstituen yang bukan merupakan entitas investasi di negara atau yurisdiksi tersebut.
Pengecualian berdasarkan biaya gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung per negara atau yurisdiksi sebesar persentase tertentu dikalikan dengan biaya gaji yang memenuhi syarat bagi pegawai yang memenuhi syarat yang melakukan kegiatan untuk Grup PMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) di negara atau yurisdiksi yang sama dengan tempat Entitas Konstituen pemberi kerja atau Bentuk Usaha Tetap berada.
Biaya gaji yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengeluaran atas:
kompensasi pegawai termasuk gaji, upah, dan pengeluaran lain yang memberikan manfaat pribadi secara langsung dan terpisah kepada pegawai, seperti asuransi kesehatan dan iuran pensiun;
tunjangan pajak penghasilan atas gaji; dan
iuran jaminan sosial tenaga kerja.
Dalam hal biaya gaji yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
dikapitalisasikan dalam harta berwujud yang memenuhi syarat; dan/atau
diatribusikan pada penghasilan pelayaran internasional dan penghasilan pelayaran internasional penunjang yang memenuhi syarat dari Entitas Konstituen; biaya gaji dimaksud tidak dapat diperhitungkan dalam menghitung pengecualian berdasarkan biaya gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pegawai yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pegawai, termasuk pegawai paruh waktu, dari suatu Entitas Konstituen yang merupakan anggota dari Grup PMN dan/atau kontraktor independen yang berpartisipasi pada kegiatan usaha dari Grup PMN di bawah arahan dan kendali dari Grup PMN.
Pengecualian berdasarkan biaya gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan atas biaya gaji yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi pegawai yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang melakukan kegiatan untuk Grup PMN di negara atau yurisdiksi yang berbeda dari lokasi Entitas Konstituen pemberi kerja atau Bentuk Usaha Tetap berlokasi, dengan ketentuan:
pengecualian penuh apabila pegawai yang memenuhi syarat melaksanakan lebih dari 50% (lima puluh persen) kegiatan untuk Grup PMN selama periode yang relevan di negara atau yurisdiksi Entitas Konstituen pemberi kerja atau Bentuk Usaha Tetap; atau
pengecualian secara proporsional sesuai dengan proporsi waktu kerja yang dihabiskan di negara atau yurisdiksi Entitas Konstituen pemberi kerja atau Bentuk Usaha Tetap berada, apabila pegawai yang memenuhi syarat melaksanakan 50% (lima puluh persen) atau kurang dari kegiatannya untuk Grup PMN selama periode yang relevan.
Persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebesar:
10% (sepuluh persen) untuk Tahun Pajak 2023;
9,8% (sembilan koma delapan persen) untuk Tahun Pajak 2024;
9,6% (sembilan koma enam persen) untuk Tahun Pajak 2025;
9,4% (sembilan koma empat persen) untuk Tahun Pajak 2026;
9,2% (sembilan koma dua persen) untuk Tahun Pajak 2027;
9% (sembilan persen) untuk Tahun Pajak 2028;
8,2% (delapan koma dua persen) untuk Tahun Pajak 2029;
7,4% (tujuh koma empat persen) untuk Tahun Pajak 2030;
6,6% (enam koma enam persen) untuk Tahun Pajak 2031;
5,8% (lima koma delapan persen) untuk Tahun Pajak 2032; dan
5% (lima persen) mulai Tahun Pajak 2033.
*EUR60,00 = EUR25,00 (keuntungan harta agregat yang pertama kali dialokasikan sehubungan dengan adanya kerugian harta bersih ) + EUR35,00 (sisa keuntungan harta agregat yang dialokasikan secara merata) d) Contoh Penyesuaian atas Penerapan Konsolidasi Pajak Grup - Eliminasi Transaksi Intra-grup dalam Menyusun Laporan Keuangan Konsolidasi Apabila pemilihan atas Pasal ini dilakukan maka, penghasilan, biaya, keuntungan, dan kerugian dari transaksi antara Entitas Konstituen dieliminasi dari perhitungan Laba atau Rugi GloBE dengan jumlah yang sama dengan seperti eliminasi transaksi intra grup dalam menyusun Laporan Keuangan Konsolidasi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang Dapat Diterima yang digunakan Entitas Induk Utama untuk menyusun Laporan Keuangan Konsolidasi. Banyak transaksi antar Entitas Konstituen menghasilkan penghasilan dari sisi penjual dan beban dari sisi pembeli saat itu juga dan akan menjadi nol dalam perhitungan Laba GloBE Bersih untuk yurisdiksi tersebut. Contoh 1: Bunga akan menjadi beban bagi Entitas Konstituen yang meminjam dan penghasilan bagi Entitas Konstituen yang memberi pinjaman, dan akan terakumulasi pada saat yang sama untuk kedua Entitas Konstituen selama mereka menggunakan standar akuntansi keuangan yang sama. Dalam hal beberapa transaksi yang akan menggeser penghasilan, keuntungan, biaya, atau kerugian ke anggota grup lain diakui dalam tahun pajak berikutnya dalam kaitannya dengan transaksi pihak ketiga. Contoh 2: Persediaan yang dijual dari Entitas Konstituen pembeli ke Entitas Konstituen manufaktur yang diproduksi menjadi produk jadi dan dijual kepada pelanggan pihak ketiga dalam Tahun Pajak berikutnya. Akuntansi konsolidasi Grup PMN harus memperhitungkan seluruh keuntungan dari penjualan kepada pihak ketiga. Namun, apabila persediaan dijual kepada Entitas Konstituen lain yang berada di yurisdiksi yang berbeda, Entitas Konstituen manufaktur harus mengakui keuntungan Grup PMN dari penjualan intragrup tersebut dengan mempertimbangkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha seolah-seolah transaksi tersebut merupakan transaksi dengan pihak ketiga. O. CONTOH PENYESUAIAN KHUSUS UNTUK PERUSAHAAN ASURANSI 1. Contoh Mengenai Penghitungan Kembali Setiap Pengembalian Tertentu Kepada Pemegang Polis Pada Perusahaan Asuransi Pajak yang dibayarkan atas pengembalian pemegang polis dapat dianggap sebagai pajak penghasilan berdasarkan standar akuntansi keuangan. Meskipun pengurangan utang pemegang polis dan pajak atas penghasilan investasi memiliki dampak yang sama dan saling mengimbangi. Pengurangan utang pemegang polis tersebut akan meningkatkan penghasilan sebelum pajak, dan pajak atas penghasilan investasi akan menjadi beban pajak, sesuai standar akuntansi keuangan. Untuk tujuan GloBE, pajak tersebut termasuk dalam Pajak Tercakup yang memengaruhi perhitungan Tarif Pajak Efektif.
Pengecualian berdasarkan jumlah tercatat harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dihitung per negara atau yurisdiksi sebesar persentase tertentu dikalikan dengan jumlah tercatat harta berwujud yang memenuhi syarat yang berada di negara atau yurisdiksi tempat Entitas Konstituen pemilik harta berwujud atau Bentuk Usaha Tetap berada.
Harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
aset tetap;
sumber daya alam;
aset hak-guna; dan
hak dari pemerintah untuk menggunakan harta tak bergerak atau untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang digunakan secara langsung.
Harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d harus berada di negara atau yurisdiksi yang sama dengan negara atau yurisdiksi tempat Entitas Konstituen atau Bentuk Usaha Tetap pemegang hak penggunaan aset berdomisili.
Dikecualikan dari harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu harta berwujud berupa:
properti investasi termasuk tanah atau bangunan;
aset tidak lancar yang dikuasai untuk dijual;
aset yang disewakan secara sewa pembiayaan; dan/atau
harta berwujud yang digunakan dalam menghasilkan penghasilan pelayaran internasional dan penghasilan pelayaran internasional penunjang yang memenuhi syarat.
Persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar:
8% (delapan persen) untuk Tahun Pajak 2023;
7,8% (tujuh koma delapan persen) untuk Tahun Pajak 2024;
7,6% (tujuh koma enam persen) untuk Tahun Pajak 2025;
7,4% (tujuh koma empat persen) untuk Tahun Pajak 2026;
7,2% (tujuh koma dua persen) untuk Tahun Pajak 2027;
7% (tujuh persen) untuk Tahun Pajak 2028;
6,6% (enam koma enam persen) untuk Tahun Pajak 2029;
6,2% (enam koma dua persen) untuk Tahun Pajak 2030;
5,8% (lima koma delapan persen) untuk Tahun Pajak 203;
5,4% (lima koma empat persen) untuk Tahun Pajak 2032; dan
5% (lima persen) mulai Tahun Pajak 2033.
Jumlah tercatat harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan rata-rata dari jumlah tercatat tiap harta berwujud pada awal dan akhir tahun Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk Utama.
Dalam hal SBIE suatu negara atau yurisdiksi lebih besar dari Laba GloBE Bersih suatu negara atau yurisdiksi pada suatu Tahun Pajak, selisihnya tidak dapat diperhitungkan untuk mengurangi Laba GloBE Bersih Tahun Pajak lainnya.
Contoh penerapan SBIE tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Dalam rangka pembayaran gaji dan DAU bulan Januari 2022 yang dananya harus disediakan pada akhir Tahun Anggaran 2O2I, Pemerintah dapat melakukan pinjaman SAL dan latau menggunakan dana dari hasil ^penerbitan SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat ^(1) ^pada akhir Tahun 2021. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan pinjaman SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan SAL. Pasal 31 (1) Investasi pada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional yang akan dilakukan dan/atau telah tercatat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai investasi permanen, ditetapkan untuk dijadikan investasi pada organisasi/ lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional tersebut. (21 Pemerintah . (21 Pemerintah dapat melakukan pembayaran investasi pada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional melebihi pagu yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran 2022 yang diakibatkan oleh selisih kurs, yang selanjutnya dilaporkan dalam APBN perubahan Tahun Anggaran 2022 dan/atau Laporan Keuangan pemerintah Pusat Tahun 2022. (3) Pelaksanaan investasi pada organisasi/lembaga keuangan internasional/badan usaha internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Menteri Keuangan.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional. Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan ^jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar. 1 2 3 4 5 6. Penerimaan 6. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. 7. Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, ^jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 8. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. 9. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. 10. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negaraflembaga dan Bendahara Umum Negara. 11. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcomel tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak, atau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara. 13. Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta. 14. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana transfer umum dan dana transfer khusus. 15. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 16. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 17. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 18. Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Dana 19. Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2l tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 20. Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otopomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Ralryat dilakukan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan. 2I. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta adalah dana yang bersumber dari APBN untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2Ol2 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta. 22. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa atau sebutan lain yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 23. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan. 25. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. 26. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. 27. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. 28. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 29. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 30. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari ApBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara. 31. Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat pMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Badan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Investasi 32. Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar- besarnya kemakmuran ralgrat. 33. Dana Bergulir adalah dana yang diketola oreh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. 34. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oreh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. 35. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dan bank sistemik penerima pinjaman likuiditas khusus dalam hal kementerian negara/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dan bank sistemik penerima pinjaman likuiditas khusus dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama. 36. Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. 37 - Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan uptuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. 38. Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.
Pemberian 39. Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, danf atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. 40. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. 4L. Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. 42. Tahun Anggaran 2022 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2022.
Saldo kas pada Badan Layanan Umum dapat menjadi tambahan investasi pada Bagian Anggaran BUN Investasi Pemerintah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambahan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 33 (1) Pemerintah mengalokasikan pembiayaan investasi kepada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara dengan tujuan pembentukan dana jangka panjang dan/atau dana cadangan dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan proyek strategis nasional dan pengelolaan aset Pemerintah lainnya. (2) Tanah untuk kepentingan proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan status penggunaannya pada kementerian negara/lembaga dengan menggunakan mekanisme pengesahan belanja modal. (3) Dalam hal anggaran pengesahan Belanja modal yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembagi sebagaimana diatur pada ayat (21 belum tersedia mala dapat dilakukan penyesuaian Belanja Negara.
Pelaksanaan (41 Pelaksanaan pengesahan Belanja modal sebagaimana diatur pada ayat (21 dan ayat (3) dilakukan bersamaan dengan mekanisme penerimaan pembiayaan pada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara dan dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun berkenaan. Pasal 34 (1) Pemerintah mengalokasikan pembiayaan investasi jangka panjang nonpermanen untuk memulihkan kemampuan ekonomi Badan Usaha Milik Negara dengan membentuk dana cadangan sebagai Investasi Pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. (21 Dana cadangan investasi Pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dengan menggunakan mekanisme pengesahan pembiayaan. (3) Dalam hal anggaran untuk pengesahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 belum tersedia, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian anggaran pembiayaan. (4) Pelaksanaan pengesahan pengeluaran pembiayaan dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Pasal 35 (1) BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan rlntuk disertakan menjadi tambahan modal Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara, ditetapkan menjadi PMN pada Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara tersebut. (21 Ketentuan mengenai tata cara penetapan PMN untuk BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan menjadi tambahan modal Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
BMN dengan perolehan sampai dengan 31 Desember 2018 yang telah: a b. tercatat pada laporan posisi Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara sebagai BPYBDS atau akun yang sejenis, ditetapkan untuk dijadikan PMN pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas yang didalamnya terdapat saham milik negara tersebut, dengan menggunakan nilai realisasi anggaran yang telah direviu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (4) Pemerintah melakukan penambahan PMN yang berasal dari dana tunai dan piutang Negara pada Badan Usaha Milik Negara/Lembaga/Badan Hukum Lainnya tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. (5) Dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara atau Perseroan Terbatas/Badan Hukum Lainnya yang didalamnya terdapat kepemilikan negara, Pemerintah melakukan penambahan PMN kepada:
PT Bio Farma (Persero);
PT Hutama Karya (Persero);
Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia;
Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta;
PT Varuna Tirta Prakasya (Persero);
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) ; dan
PT Sejahtera Eka Graha, yang berasal dari BMN melalui mekanisme pemindahtanganan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. dipergunakan dan/atau dioperasikan oleh Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas didalamnya terdapat saham milik negara; dan Badan yang (6) Penambah (6) Penambahan PMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 36 (1) Pemerintah dalam mengurus kekayaan negara yang dipisahkan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara atau badan lainnya, akan meningkatkan dan mengoptimalkan manfaat ekonomi, sosial, memperkuat rantai produksi dalam negeri, meningkatkan daya saing, serta memperkuat penguasaan pasar dalam negeri. (2) Pemerintah dalam menangani kekayaan negara yang dipisahkan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, atau badan lainnya, agar menjaga aset yang bersumber dari cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak serta aset bumi, air, dan kekayaan di dalamnya, tetap dikuasai oleh negara sesuai peraturan perundang-undangan. (3) Untuk mengoptimalkan pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan, penyelesaian piutang pada Badan Usaha Milik Negara dilakukan:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perseroan terbatas, badan usaha milik negara, dan perbankan;
memperhatikan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik; dan
Pemerintah melakukan pengawasan penyelesaian piutang pada Badan Usaha Milik Negara tersebut. Pasal 37 (1) Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk:
penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional' b. dukungan penjaminan pada ^program ^Pemulihan Ekonomi Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan; dan/atau
penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara. (21 Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf ^a terdiri atas:
pemberian ^jaminan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara;
pemberian ^jaminan dan subsidi bunga oleh Pemerintah Pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum;
pelaksanaan penjaminan infrastruktur dalam ^proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha;
pemberian dan pelaksanaan ^jaminan Pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada Badan Usaha Milik Negara;
pemberian ^jaminan Pemerintah untuk ^percepatan proyek pembangunan ^jalan tol;
pemberian ^jaminan Pemerintah untuk ^percepatan penyelenggaraan kereta api ringanllight rail transit terintegrasi di wilayah perkotaan;
pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; dan/atau
pemberian ^jaminan Pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastrukturketenagalistrikan. ! (3) Dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
penjaminan pemerintah yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional;
penjaminan pemerintah melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk dalam rangka pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau
penjaminan pemerintah atas pinjaman likuiditas khusus dari Bank Indonesia kepada bank sistemik untuk penanganan permasalahan lembaga ^jasa keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan. (4) Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diakumulasikan ke dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah dan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diakumulasikan ke dalam rekening Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah yang dibuka di Bank Indonesia. (5) Dana yang telah diakumulasikan dalam rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. (6) Dana dalam rekening Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (41 digunakan untuk pembayaran kewajiban penjaminan Pemerintah antarprogram pemberian penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (21dan ayat (3). (71 Dalam hal terjadi tagihan pembayaran kewajiban penjaminan dan/atau penggantian biaya yang timbul dari pelaksanaan kewajiban penjaminan untuk dukungan penjaminan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang bersumber dari Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah melakukan pembayaran melalui Bagian Anggaran 999.99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus).
Pembayaran melalui Bagian Anggaran 999.99 (Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Transaksi Khusus) sebagaimana dimaksud pada ayat (7)', merupakan pengeluaran belanja transaksi khusus yang belum dialokasikan dan/atau melebihi alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN dan/atau APBN Perubahan pada tahun anggaran berjalan. (9) Dana dalam rekening Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (41 digunakan untuk pembayaran atas penugasan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan anggaran Kewajiban Penjaminan dan penggunaan Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah atau Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (71, ayat (8), dan ayat (9) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 38 (1) Pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan, yang selanjutnya dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2022 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2022. (21 Pemerintah dapat melakukan transaksi Lindung Nilai dalam rangka mengendalikan risiko fluktuasi beban pembayaran kewajiban utang, danf atau melindungi posisi nilai utang, dari risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya volatilitas faktor- faktor pasar keuangan. (3) Pemenuhan kewajiban yang timbul dari transaksi Lindung Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dibebankan pada anggaran pembayaran bunga utang dan/atau pengeluaran cicilan pokok utang. (41 Kewajiban (4) Kewajiban yang timbul sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3) bukan merupakan kerugian keuangan ^negara. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan transaksi Lindung Nilai sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 39 (1) Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah ^yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan piutang berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana, serta ^piutang instansi Pemerintah dengan ^jumlah sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan ^pemberian keringanan utang pokok sampai dengan lOOo/o (seratus persen). (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian piutang instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Relevan terhadap
Menteri memberikan arahan kepada LPEI sebagai pedoman penyusunan RJP dan RKAT.
RJP dan RKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana pengelolaan pengembangan kegiatan usaha LPEI dalam jangka waktu tertentu, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai target dan waktu yang ditetapkan.
RKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan Pernyataan Selera Risiko yang merupakan salah satu bentuk mitigasi risiko pelaksanaan RKAT.
Pernyataan Selera Risiko __ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan memperhatikan arahan Menteri, keberlangsungan usaha, strategi bisnis, target usaha, dan faktor risiko.
Penyusunan RJP dan RKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai RJP dan RKAT LPEI.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Rencana Jangka Panjang yang selanjutnya disingkat RJP adalah rencana strategis yang mencakup rumusan mengenai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Rencana Kerja Anggaran Tahunan yang selanjutnya disingkat RKAT adalah penjabaran tahunan dari RJP yang menggambarkan rencana kerja dan anggaran LPEI mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember, termasuk strategi untuk merealisasikan rencana tersebut.
Pembinaan adalah kegiatan pengaturan, pemberian arahan, pemilihan pengurus, penetapan target, dan kegiatan lain yang diperlukan oleh Menteri kepada LPEI untuk kinerja yang lebih baik.
Pengawasan adalah kegiatan pengukuran, penilaian, evaluasi, dan kegiatan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Dewan Direktur adalah Dewan Direktur LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Pembiayaan Ekspor Nasional yang selanjutnya disingkat PEN adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong Ekspor nasional yang dapat berupa Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi dan/atau kegiatan lain yang menunjang ekspor.
Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Penjaminan adalah penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Asuransi adalah asuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang ditunjuk oleh LPEI yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan serta memberikan nasihat kepada Direktur Eksekutif LPEI terhadap penyelenggaraan kegiatan LPEI agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
Tata Kelola adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh LPEI untuk pencapaian tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha dengan memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan usaha, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan praktik yang berlaku umum.
Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha.
Pernyataan Selera Risiko ( Risk Appetite Statement ) adalah pernyataan Dewan Direktur mengenai tingkat risiko yang dapat diterima LPEI dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran yang dikehendaki.
Retensi Sendiri adalah bagian dari jumlah uang ganti rugi atas kerugian atau fasilitas jaminan untuk setiap risiko yang menjadi tanggungan sendiri tanpa didukung reasuransi atau penjaminan ulang.
Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mengumpulkan, mencari, mengolah, dan mengevaluasi data dan informasi mengenai kegiatan LPEI, yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran laporan periodik, menilai kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku serta memastikan bahwa laporan periodik sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Usaha Mikro Kecil Menengah Ekspor yang selanjutnya disingkat UMKM Ekspor adalah UMKM sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang UMKM dan koperasi yang menghasilkan produk untuk diekspor atau berkontribusi pada ekspor.
Usaha Menengah Berorientasi Ekspor yang selanjutnya disingkat UMBE adalah usaha dengan kriteria pelaku usaha yang memiliki nilai penjualan tahunan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional.
LPEI dapat melaksanakan kegiatan lainnya berupa menyediakan jasa konsultasi.
Penyediaan jasa konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
memberikan layanan informasi, konsultasi, pemberdayaan, pengembangan, kapasitas dan dukungan untuk meningkatkan daya saing di pasar global;
memperluas akses pasar pelaku usaha agar dapat melakukan kegiatan Ekspor;
mengatasi hambatan Ekspor dan kegiatan Ekspor berkelanjutan; dan/atau
menjalankan fungsi enabler dalam rangka peningkatan Ekspor nasional.
Dalam melaksanakan kegiatan penyediaan fasilitas jasa konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI wajib memiliki kebijakan jasa konsultasi yang ditetapkan oleh Dewan Direktur.
Kebijakan jasa konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling kurang mencakup aspek aspek sebagai berikut:
penyusunan perencanaan jasa konsultasi;
organisasi dan manajemen jasa konsultasi;
proses persetujuan dan pelaksanaan jasa konsultasi; dan
pemantauan dan pengukuran kinerja jasa konsultasi.
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Kepabeanan, Cukai, dan Perpajakan. ...
Relevan terhadap 5 lainnya
Pelaku Usaha yang akan melakukan pemenuhan kewajiban kepabeanan harus melakukan registrasi kepabeanan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan akses kepabeanan.
Untuk dapat melakukan registrasi kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memiliki NIB. __
Dalam hal Pelaku Usaha yang melakukan pendaftaran untuk memperoleh NIB belum memiliki NPWP, Pelaku Usaha dapat melakukan pendaftaran untuk diberikan NPWP secara elektronik melalui:
Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, untuk Wajib Pajak Badan; atau
OSS yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan.
Dokumen yang dipersyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan NPWP serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terpenuhi, Pelaku Usaha harus menyampaikan kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tanggal terdaftar. __ (4) Dalam hal pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diproses melalui sistem OSS, Pelaku Usaha dapat melakukan pendaftaran untuk dapat diberikan NPWP melalui aplikasi yang tersedia untuk administrasi NPWP di Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur tentang tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan NPWP serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
Pelaku Usaha yang telah mendapatkan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini harus memperoleh keterangan status wajib pajak (KSWP) dengan status valid.
Dalam hal keterangan status wajib pajak (KSWP) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berstatus valid, Pelaku Usaha ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB yang diterbitkan oleh sistem OSS dan berlaku sebagai akses kepabeanan diperlakukan sebagai Pelaku Usaha yang telah melakukan registrasi kepabeanan.
Akses kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk akses kepabeanan sebagai importir dan/atau eksportir.
Tata Cara Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pad ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada Perusahaan Daerah Air Minum;
bahwa terdapat perusahaan daerah air minum yang telah menyelesaikan kerja sama operasional dengan badan usaha dan perlu mendapat optimalisasi penyelesaian piutang Negara;
bahwa terdapat badan usaha milik daerah tertentu yang perlu mendapat optimalisasi penyelesaian piutang Negara sesuai dengan karakteristik penanggung utang.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah pada Badan Usaha Milik Daerah Tertentu;
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak atas Pelayanan Penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang Berla ...
Relevan terhadap
Jenis PNBP kebutuhan mendesak atas pelayanan penerbitan KKPR yang berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional meliputi penerimaan dari:
pelayanan penerbitan KKPR untuk Kegiatan Berusaha; dan
pelayanan penerbitan KKPR untuk Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional.
Jenis PNBP yang berasal dari pelayanan penerbitan KKPR untuk Kegiatan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
pelayanan penerbitan KKKPR; dan
pelayanan penerbitan PKKPR.
Jenis PNBP yang berasal dari pelayanan penerbitan KKPR untuk Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
pelayanan penerbitan KKKPR;
pelayanan penerbitan PKKPR; dan
pelayanan penerbitan RKKPR.
Jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan bagi pelaku usaha non UMK.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencanaan tata ruang.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR.
Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RDTR.
Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat PKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR selain RDTR.
Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat RKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kebijakan nasional yang bersifat strategis dan belum diatur dalam RTR dengan mempertimbangkan asas dan tujuan penyelenggaraan penataan ruang.
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Kegiatan Berusaha adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memerlukan Perizinan Berusaha.
Kegiatan yang Bersifat Strategis Nasional adalah kegiatan pemanfaatan ruang yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah, serta mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan negara yang ditetapkan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat melalui peraturan perundang- undangan.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indeks Jenis Usaha adalah nilai pengali tarif PNBP yang dibedakan berdasarkan jenis usaha permohonan KKPR untuk mengakomodir variasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan jenis usaha.
Indeks Daerah adalah nilai pengali tarif PNBP yang dibedakan berdasarkan lokasi objek permohonan KKPR untuk mengakomodir variasi intensitas pemanfaatan ruang serta dampak yang akan ditimbulkan di skala kabupaten/kota.
Luas Lahan adalah luasan lahan permohonan KKPR dalam satuan Hektar.
Usaha Mikro dan Kecil yang selanjutnya disingkat UMK adalah usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang Mengeriai Suatu Kemitraan Ekonomi ...
Relevan terhadap
Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form JIEPA untuk pengenaan Tarif Preferensi.
Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form JIEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form JIEPA melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, untuk menyerahkan dokumen berupa:
copy through bill of lading/airway bill ; atau
dokumen atau informasi lainnya yang diberikan oleh otoritas pabean dari negara transit atau entitas relevan lainnya, yang membuktikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
SKA Form JIEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat disampaikan secara elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai dengan:
mekanisme e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau __ b. hasil kesepakatan Negara Anggota. __ (2) Dalam hal SKA Form JIEPA disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form JIEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form JIEPA yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan: __ a. tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau __ b. tata cara importasi dan penelitian yang diatur berdasarkan hasil kesepakatan Negara Anggota. __ __
Lembaga Pengelola Investasi
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1 SALINAN 2 Lembaga Pengelola Investasi yang selanjutnya disingkat LPI adalah lembaga yang diberi kewenangan khusus (sui geneis) dalam rangka pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Menteri Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Menteri BUMN adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara. Dewan Pengawas adalah organ LPI yang bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan LPI yang dilakukan oleh Dewan Direktur. Dewan Direktur adalah organ LPI yang bertugas untuk menyelenggarakan pengurusan operasional LPI. Manajer Investasi adalah perusahaan atau badan hukum/lembaga yang telah memperoleh persetujuan atau izin dari otoritas untuk beroperasi sebagai manajer investasi, secara khusus melakukan pengelolaan aset. Dana Kelolaan Investasi (Fund) adalah sarana kendaraan investasi yang antara lain dapat berbentuk dana yang dikelola melalui perusahaan patungan, reksadana atau kontrak investasi kolektif atau bentuk lainnya baik berbadan hukum Indonesia maupun berbadan hukum asing di mana LPI berinvestasi di dalamnya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Peraturan Dewan Pengawas adalah peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan Dewan Pengawas. Peraturan Dewan Direktur adalah peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Direktur dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan Dewan Direktur. 3 4 5 6 7 8 9 10 11.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ne ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form P untuk pengenaan Tarif Preferensi.
Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form P sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus menyerahkan dokumen berupa:
through bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya yang diterbitkan di Palestina; atau
dokumen atau informasi lainnya yang diberikan oleh otoritas pabean dari negara transit atau entitas relevan lainnya, yang membuktikan bahwa barang tidak mengalami kegiatan selain bongkar, muat, dan kegiatan lainnya untuk menjaga kualitas barang di negara transit, kepada Pejabat Bea dan Cukai.
Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check , SKA Form P diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Form P sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Form P terkait dengan __ penyelesaian hal tersebut __ sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembebasan Bea Masuk Dan/ atau Tidak Dipungut Pajak dalam Rangka Impor atas Impor Barang untuk Kegiatan Penyelenggaraan Panas Bumi ...
Relevan terhadap
Pembebasan bea masuk untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat diberikan kepada:
KKOB; atau
Badan Usaha.
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi;
pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi;
pemegang izin panas bumi; atau
pelaku PSPE.
Pelaksanaan impor barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan oleh:
KKOB;
Badan Usaha; atau
Penyedia Barang ( Vendor ). ‘