Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Relevan terhadap
Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. ***) (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***) (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. ***)
Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***) (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***) (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***) (4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. ***) BAB VIIB ***) PEMILIHAN UMUM
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu TANGKAS MENANGGULANGI KEDARURATAN 21 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 C OVID-19 yang belum kunjung usai tidak hanya mengorbankan kesehatan masyarakat tapi juga kian berdampak pada ekonomi. Di tengah kecamuk pandemi, pemerintah terus mengadaptasi kebijakan dengan kebutuhan kondisi terkini. Kecepatan pemenuhan anggaran penanganan COVID-19 ini menjadi sebuah keharusan agar pandemi segera terbasmi dari negeri. Simak wawancara Media Keuangan dengan Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara, Kunta 1 Tahun 2020 memberikan fleksibilitas pada pemerintah untuk melakukan berbagai macam kebijakan atau pengelolaan alokasi anggaran supaya bisa cepat bergerak, seperti realokasi dan refocusing belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, termasuk tambahan anggaran yang difokuskan ke tiga hal kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan dunia usaha. Hal tersebut, juga didukung dengan kemungkinan untuk melakukan relaksasi defisit juga. Kita juga melakukan monitoring dan evaluasi berkala secara intensif sehingga kebutuhan di tiga fokus tadi bisa terpenuhi. Koordinasi dengan BI, OJK, dan LPS juga terus dilakukan untuk menjaga kestabilan sektor keuangan. Kebijakan anggaran apa saja yang diambil untuk mendukung sektor kesehatan dalam upaya percepatan penanganan COVID-19? Yang pertama, adalah pembentukan gugus tugas Covid-19 yang didukung pendanaan sekitar Rp3,1 triliun dari pemanfaatan cadangan APBN, yang dimanfaatkan untuk penanganan Kesehatan di masa awal darurat pandemic Covid-19. Selanjutnya, kita memberikan stimulus fiskal berupa tambahan belanja kesehatan Rp75 triliun (dari total stimulus tahap 3 sebesar Rp405 triliun) yang difokuskan pada belanja penanganan Kesehatan (antara lain peralatan, sarpras Kesehatan, dan biaya penggantian klaim perawatan pasien positif Covid-19), insentif dan santunan kematian bagi tenaga medis, dan bantuan iuran peserta BPJS Kesehatan untuk segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas 3. Lalu kita juga lakukan kebijakan realokasi dan refocusing anggaran K/L dan pemda. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan terus memantau perkembangan revisi anggaran K/L untuk penanganan COVID-19 serta pelaksanaan anggarannya. Selain itu, kita juga memberikan insentif fiskal berupa fasilitas perpajakan, khususnya untuk pengadaan peralatan kesehatan dan obat-obatan. Dengan dukungan tersebut, sekarang sudah banyak industri dalam negeri yang bisa memproduksi Alat Pelindung Diri (APD), bahkan ada juga yang bisa memproduksi ventilator pernafasan. Upaya apa yang dilakukan untuk memastikan kecukupan anggaran penanganan COVID-19? Pemerintah akan terus memantau kebutuhan anggaran, dikaitkan dengan proyeksi berapa lama pandemi ini akan terjadi. Semakin lama, dan semakin banyak korban, tentunya akan dibutuhkan lebih banyak anggaran. Sumber pendanaan ini utamanya dari pendapatan dan pembiayaan, serta realokasi dan refocusing anggaran K/L dan TKDD. Pemerintah melalui koordinasi dengan stakeholder terkait akan terus melakukan pemetaan kebutuhan anggaran penanganan Covid-19, dan memperkuat perencanaan dan keakuratan kebijakan kesehatan. Di samping itu, pemerintah akan terus mendorong refocusing anggaran K/L untuk mendukung sektor kesehatan, mengingat apabila pandemi berlangsung lebih lama, maka kegiatan K/L tidak dapat berjalan, dan anggarannya dapat direalokasi untuk mendukung intervensi kesehatan. Berapa total anggaran yang diperoleh setelah refocusing dari K/L dan pemda? Dalam menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya, telah dilakukan kebijakan penghematan anggaran, baik belanja K/L maupun transfer ke daerah dan dana desa. Untuk penghematannya total K/L sekitar Rp145-an triliun dan untuk pemda sekitar Rp94 triliun. Uang ini digunakan sebagai salah satu sumber dana pemberian stimulus yang berfokus ke tiga hal di awal tadi. Penghematan tersebut di luar kebijakan refocusing anggaran K/L dan Pemda untuk mendukung penanganan Kesehatan. Apakah ke depan akan ada peningkatan anggaran kesehatan? Sejak 2019, rasio anggaran kesehatan terhadap APBN sebenarnya sudah lebih dari 5 persen, karena kita meng cover Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), prasarana dan sarana kesehatan, termasuk dana-dana yang di transfer ke daerah. Jadi fokusnya bukan ke persentasenya harus sekian tapi lebih kepada program apa yang mau dijalankan, lalu output dan outcome apa yang mau dituju. Tentu Covid-19 ini menjadi baseline dalam persiapan anggaran kesehatan ke depan. Misal dalam pemenuhan fasilitas kesehatan dan perbaikan JKN, baik dari segi layanan maupun sistemnya. Bagaimana dengan fokus alokasi anggaran kesehatan ke depan? Ke depan anggaran kesehatan difokuskan untuk reformasi kesehatan. Pertama, mempercepat pemulihan dampak Covid-19 melalui peningkatan dan pemerataan fasilitas kesehatan, peralatan kesehatan, dan tenaga kesehatan, serta koordinasi dengan pemda, BUMN/BUMD, dan swasta. Kedua, penguatan sistem kesehatan, baik supply maupun demand. Ketiga, penguatan health security preparedness melalui penguatan kesiapan pencegahan, deteksi, dan respons penyakit, penguatan health emergency framework, dan sistem kesehatan yang terintegrasi. Apa harapan Bapak untuk implementasi kebijakan penanganan pandemi dan ketahanan APBN? Pertama, harapan saya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, serta seluruh lapisan masyarakat terus berlanjut, termasuk sharing the pain dengan pemda itu penting. Gugus tugas penanganan pandemi sebagai implementasi kebijakan satu pintu juga penting dilanjutkan. Kemudian kita juga ingin mendukung dunia usaha untuk kesehatan, sehingga kebutuhan alat kesehatan dan farmasi dalam negeri dapat kita penuhi sendiri. Yang terakhir, dengan adanya pandemi ini seluruh sector kehidupan akan melakukan penyesuaian (yang biasa disebut new normal). Mekanisme bekerja, bentuk interaksi dalam masyarakat, dan sebagainya akan menyesuaikan. Termasuk dalam hal pengelolaan APBN. Seharusnya APBN kita dengan new normal yang kita jalani saat ini, menjadi baseline yang efektif dan efisien dalam proses recovery dan reformasi kebijakan fiskal di tahun 2021 dan tahun-tahun selanjutnya. Wibawa Dasa Nugraha, mengenai optimalisasi anggaran kesehatan untuk atasi kedaruratan. Bagaimana APBN kita memprioritaskan kesehatan masyarakat selama ini? Anggaran Kesehatan dan anggaran Pendidikan menjadi concern Pemerintah selama ini, untuk meningkatkan kualitas SDM. Sejak 2016, Pemerintah menjaga alokasi anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN, karena kesehatan berdampak langsung ke future income orang. Kalau orang sehat, dia akan semakin produktif. Secara tidak langsung, ini juga merupakan investasi Pemerintah di bidang SDM. Dengan adanya pandemi COVID-19 bagaimana prioritas sektor kesehatan dikaitkan dengan ekonomi? Pandemi ini menimbulkan krisis kesehatan lalu berdampak ke krisis ekonomi dan akhirnya bisa berdampak ke krisis keuangan. Karena pandemik ini belum ada obatnya, maka dilakukan pembatasan- pembatasan, seperti physical distancing, work from home, dan PSBB. Maka yang paling terdampak pertama kali dari pandemi ini adalah sektor riil atau informal. Sehingga menimbulkan krisis ekonomi, kalau hal ini tidak segera diatasi akan berakibat pada krisis keuangan. Dengan kata lain, kesehatan, ekonomi dan keuangan ini saling mempengaruhi, tidak dapat dipisahkan. Untuk merespons kondisi tersebut, saat ini Pemerintah memberi stimulus fiscal tahap 3 yang berfokus pada sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan pada dunia usaha. Dengan demikian, bukan hanya kesehatan masyarakat yang tertangani, tetapi masyarakat miskin, rentan miskin, serta dunia usaha yang sosial ekonominya terdampak COVID-19 juga bisa tetap hidup. Sehingga selama masa pandemi, kebutuhan pokok setidaknya dapat terpenuhi, daya beli terjaga dan saat pandemi berakhir, kita bisa segera bangkit kembali. Apa strategi yang dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan yang begitu dinamis di masa darurat ini? Saat ini semuanya berubah serba cepat dan kita harus siap untuk mengantisipasinya. Jangan sampai telat karena risiko kedepannya sangat tinggi. Adanya Perppu Nomor
Rapika Erawati S.H. ...
Relevan terhadap
kebijakan pengaturan dalam PMK SBM tahun anggaran sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119PMK.02/2020 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2021), termasuk masih mempertimbangan pelaksanaan teknis kegiatan di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang antara lain kegiatan-kegiatan yang sebelumnya offline (rapat konsiyering, rapat dalam kantor, dan rapat-rapat lainnya, diklat-diklat) dapat difasilitasi dengan kegiatan yang dilakukan secara online yang mengakibatkan efisiensi dari Kementerian Negara/Lembaga terkait sehingga biaya untuk konsumsi rapat/diklat maupun transportasi rapat/diklat bias berkurang dari Kementerian Negara/Lembaga terkait. Penyesuaian besaran SBM TA 2022 dapat saja dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi inflasi untuk masing-masing item di masing-masing provinsi di Indonesia. Selain itu, penyesuaian SBM TA 2022 dapat juga berasal dari usulan atau hasil koordinasi dengan Kementerian Negara/Lembaga terkait yang akan menggunakan SBM TA 2022. Menurut penulis, beberapa hal penyempurnaan yang dilakukan dalam PMK SBM TA 2022 dari PMK SBM TA 2021 antara lain penyempurnaan norma, yaitu penyesuaian norma honorarium narasumber, penyesuaian norma honorarium Penanggung jawab pengelolaan keuangan, honorarium pengadaan barang/jasa. Honorarium pengelola sistem akuntansi instansi (SAI) dan penyempurnaan besaran yakni penyesuaian uang harian luar negeri di Afrika, penyesuaian indeks bahan makanan Mahasiswa/Siswa Sipil dan mahasiswa Militer/Semi Militer di lingkungan sekolah kedinasan, satuan biaya operasional khusus kepala perwakilan RI di luar negeri, hasil survei BPS. Penyempurnaan norma maupun redaksional tersebut lebih mempertegas pengaturan/penjelasan item-item SBM sehingga diharapkan SBM TA 2022 lebih mudah dipahami dan diimplementasikan oleh Kementerian Negara/Lembaga selaku pengguna SBM TA 2022. Pada prinsipnya PMK SBM 2022 bertujuan untuk menjaga efisiensi anggaran negara, serta membuat standar yang sama untuk seluruh kementerian negara/Lembaga. Dengan adanya PMK SBM TA 2022, penulis berharap bahwa proses perencanaan anggaran di kementerian negara/lembaga dapat menjadi lebih efektif dan efisien dimana sudah ada standar biaya dalam menentukan suatu pelaksanaan kegiatan kementerian negara/Lembaga yang memuat mengenai satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks, namun tetap dengan memperhatikan kualitas pelaksanaan kegiatan dan tugas pada masing- masing kementerian negara/lembaga. PMK SBM TA 2022 dapat diunduh https: //jdih.kemenkeu.go.id/download/a73998d2-c308- 4451-a907-35438a028e80/60~PMK.02~2021Per.pdf
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
enyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan amanat Undang-Undang Dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 (dan amandemen) menjamin hak tiap warga negara untuk mendapat akses pendidikan. Kewajiban pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan lebih jauh diatur dalam ayat ke-4 yang mengharuskan negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Sejak diamanatkan satu dasawarsa silam dalam amandemen UUD 1945, akumulasi porsi anggaran di bidang pendidikan yang tak pernah kurang dari 20 persen itu telah menyentuh angka Rp4.000 triliun. Alokasi untuk anggaran pendidikan saat ini bertenger di urutan teratas sebagai belanja negara paling besar dalam APBN. Untuk tahun 2019, total anggaran di sektor tersebut mencapai Rp508,1 triliun. Setiap tahun alokasinya memiliki tren yang terus meningkat. Dalam RAPBN 2020 angkanya naik menjadi Rp505,8 triliun. Alokasi anggaran pendidikan dengan nilai yang besar tersebut memang tidak langsung dikucurkan ke kementerian/ lembaga terkait (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Sekitar 60 persen akan disalurkan melalui dana alokasi khusus (DAK) nonfisik ke daerah. Penggunaan DAK nonfisik diantaranya untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan tunjangan profesi guru. Desentralisasi dan otonomi daerah, termasuk dalam pengelolaan anggaran pendidikan, merupakan gagasan yang ditawarkan Kemenkeu dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Dengan skema tersebut, Menkeu menitipkan harapan agar pengelolaan anggaran pendidikan bisa lebih dioptimalkan lagi. Pada salah satu acara dalam rangkaian Konferensi Pendidikan Indonesia (30/11) yang dihadirinya, Menkeu berpesan tentang pentingnya langkah nyata dalam penggunaan anggaran pendidikan agar berkontribusi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Akses kunci sukses Kunta Wibawa, Direktur PAPBN Direktorat Jenderal Anggaran menuturkan bahwa porsi anggaran pendidikan utamanya akan digunakan untuk mendukung fokus pemerintah dalam membuka luas akses pendidikan. Sebuah pekerjaan rumah yang paling berat memang untuk menyelenggarakan pendidikan secara merata, mengingat tantangan kondisi geografis yang dimiliki oleh Indonesia. Harapannya, tak ada lagi warga negara yang terhalang kesempatannya mendapat layanan dari fasilitas pendidikan. ”Makanya lebih pada upaya untuk menambah fasilitas sekolah yang terjangkau. Sekolahnya gratis. Lalu, orang mau datang ke sana (untuk belajar),” jelas Kunta. Kesuksesan program pembangunan akses pendidikan oleh pemerintah kepada masyarakat dapat diukur dengan menggunakan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). Menurut rilis resmi Kemendikbud 2018/2019 capaian APK Indonesia untuk jenjang SD, SMP, dan SMA, masing- masing 103,54 persen, 100,8 persen, dan 88,55 persen. Sementara untuk capaian APM, masing-masing sebesar 91,96 persen, 75,64 persen, dan 67,29 persen. Capaian APK dan APM Indonesia tersebut cukup mengecewakan, karena menunjukkan penurunan persentase di tiap kenaikan jenjang pendidikan. Meski belum menggembirakan, berdasarkan data bank dunia, rasio APK dasar dan menengah Indonesia setara dengan kebanyakan negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dengan fokus pemerintah yang ingin segera menghadirkan layanan pendidikan secara merata di seluruh wilayah Indoensia, gap tersebut akan segera tertutup. Memantaskan kualitas pendidikan Memasuki dekade baru, pada 2020 ini pemerintah akan mengerucutkan konsentrasi pengembangan pendidikan dengan menitikberatkan ke akselerasi kualitas. Tentu, itu sejalan dengan rencana besar nasional, menuju Indonesia Emas 2045. Pendidikan berkualitas akan menghasilkan SDM yang berdaya saing tinggi. Harapannya, tak hanya unggul secara nasional tapi juga mendunia. Berbicara tentang peningkatan kualitas, pasti erat kaitannya dengan tiga unsur utama yang diperhatikan pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Tiga unsur tersebut meliputi guru, murid dan kurikulum. Untuk itu, dalam anggaran pendidikan juga dialokasikan dana untuk meningkatkan kesejahteraan guru, pemberian fasilitas bagi murid untuk mengakses pengetahuan, dan penyusunan kurikulum yang tepat sesuai kebutuhan. Agar anggaran tersebut dapat diukur dengan baik efektifitas penggunaannya, Pemerintah pun selalu melakukan pengawasan ketat. Salah satu metode evaluasinya disebut public expenditure review . “Kita lihat, evaluasi, dan diskusikan dengan Bappenas, Kemendikbud, Kementerian Agama, Kemenristekdikti, termasuk Ditjen Perimbangan Keuangan. Kita membuat rekomendasi- rekomendasi perbaikan seperti apa,” jelas Kunta Wibawa. Beragam tantangan di lapangan Praktisi sekaligus pengamat pendidikan, Najelaa Shihab, cukup mengapresiasi sejumlah kebijakan pemerintah, utamanya dalam mendorong akses pendidikan. Najeela melihat pemerintah telah cukup memberi perhatiannya pada masalah ketimpangan kesempatan pendidikan, khususnya untuk anak-anak yang kurang beruntung, baik dari segi geografis maupun status ekonomi dan sosial. ”Wilayah 3T semakin diperhatikan, dan Kartu Indonesia Pintar juga menjadi salah satu solusi untuk membantu anak Indonesia tetap bersekolah. Selain itu, kesempatan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa mengakses pendidikan yang berkualitas juga diharapkan meningkat dengan kebijakan penerimaan peserta didik baru berbasis zonasi,” terangnya. Namun memang harus diakui masalah yang ada di lapangan tidak semudah apa yang tersaji dalam data. Bagaimanapun tiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri. Masalah- masalah kecil dalam pelaksanaan pendidikan di tiap daerah akan menggelinding seperti bola salju jika tidak diperhatikan dan ditemukan solusinya. Nani Rahakbaw, Kepala SMP Negeri 1 Tual, menyampaikan komentarnya terkait biaya operasional sekolah di tempatnya memimpin. Ia menggambarkan dengan kebutuhan biaya fotokopi untuk bahan ujian tengah semester (UTS). “Fotokopi di Tual per lembar 500 rupiah,“ ia melanjutkan, ”Saat UTS fotokopinya bisa jutaan. Kalau di Jawa seribu rupiah bisa dapat banyak, di sini baru dapat dua lembar.” Frederik S, Kepala SD Negeri Inpres 68 Sorong, menceritakan bagaimana sekolah yang dipimpinnya menjadi terfavorit di Sorong. Hal itu tentu saja membuat wali murid berbondong- Pemerintah Pusat 33 MEDIAKEUANGAN 32 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020
MoU Sistem Informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SiMoDIS). 7 Jan 20 Feb Kemenkeu meraih Penghargaan Kinerja Terbaik Pengelolaan Anggaran Tahun 2018 3 Mar 26 Apr 29 Mar 2 Mei Kemenkeu mengadakan Kompetisi Hackathon 2019 Kemenkeu menarik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-Commerce). 18 Feb Menkeu menyatakan apresiasinya terhadap DJBC atas capaian fasilitas Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). 8 Apr Menkeu Sri Mulyani Indrawati mendapatkan penghargaan sebagai The Most Inspiring Woman pada acara Anugerah Indonesia Maju 2018-2019. Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengenalkan dan meninjau pembiayaan Ultra Mikro (UMi) di Garut Menkeu Sri Mulyani Indrawati mewakili Indonesia, hadir dalam pertemuan negara-negara anggota program Southeast Asia Disaster Risk Insurance Facility (SEADRIF) dalam Asian Development Bank Annual Meeting yang ke-52 di Nadi, Fiji. 12 Jun Pemerintah kembali memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2018 4 Jul 6 Jul 18 Agus 12 Sep 2 Okt 14 Nov 9 Des Menkeu menutup Program Sinergi Reformasi DJP, DJBC, DJA 2019 Kemenkeu melalui PKN STAN yang bekerja sama dengan Sabang Merauke, kembali menyelenggarakan Seminggu Bersama Keluarga Kemenkeu (SBKK) Menkeu memberikan tantangan kepada anak muda yang hadir maupun menyaksikan acara Gerakan Nasional 1000 Startup Digital di Istora Senayan Menkeu SMI memberikan apresiasi kepada kementerian dan lembaga (K/L) yang telah berhasil mengelola Barang Milik Negara (BMN) dengan baik lewat BMN Awards. Menkeu meresmikan museum dan perpustakaan Bea Cukai bernama Loka Wistara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Kemenkeu mendapatkan penghargaan sebagai Instansi dengan Penerapan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Terbaik Tahun 2019 Infografik
DPR). Dari berbagai instrumen itu, nanti akan kita dorong, termasuk reformasi kelembagaannya, sehingga bisa fokus dan sangat valid ,” katanya menjelaskan. Terdapat beberapa target indikator yang ingin diraih Indonesia melalui penyusunan dan implementasi RIRN 2017- 2045. Pertama, dari sisi rasio anggaran riset. Kontribusi swasta terhadap belanja riset diharapkan bisa mendekati 75 persen, sedangkan kontribusi pemerintah baik pusat dan daerah diharapkan berada di kisaran 25 persen. Saat ini diketahui, sebanyak 86 persen belanja riset masih didominasi oleh pemerintah. Sementara sisanya sebesar 14 persen berasal dari swasta dan universitas. Tidak hanya itu, RIRN juga menargetkan total belanja riset Indonesia bisa mencapai 1,68 persen dari PDB pada 2025 mendatang, naik dibandingkan belanja saat ini yang hanya sebesar 0,25 persen dari PDB. Kedua, dari sisi SDM. RIRN mematok target rasio kandidat SDM IPTEK terhadap jumlah penduduk Indonesia. Pada 2025 diharapkan terdapat 3.200 orang per 1 juta penduduk, serta 8.600 orang per 1 juta penduduk pada 2045. RIRN menyebutkan, kecukupan jumlah SDM ini perlu dipenuhi agar kontribusi riset bisa berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebab, mereka berpotensi menjadi pelaku ekonomi yang berbasis IPTEK di masa depan. Ketiga, terkait produktivitas periset. Pada 2025 pemerintah menargetkan dari setiap 100 periset, terdapat sedikitnya 8 publikasi internasional bereputasi, serta 22 publikasi internasional bereputasi per 100 periset pada 2045. Untuk mencapai itu semua, pemerintah perlu membangun ekosistem yang ramah bagi kegiatan riset. Selain terkait kelembagaan riset, pemerintah menjalankan sejumlah strategi guna menumbuhsuburkan kegiatan riset. Mulai dari peningkatan kerjasama riset dengan industri, pemberlakuan pengurangan pajak hingga tiga kali lipat bagi perusahaan yang bersedia mengalokasikan anggarannya untuk kegiatan riset ( triple tax deduction ), serta pemberian insentif bagi industri yang melakukan hilirisasi produk-produk hasil riset. Selain itu, guna memunculkan tunas periset baru, pemerintah mendorong peneliti muda di bangku sekolah untuk terlibat dalam banyak kegiatan penelitian. Dimyati juga menuturkan, pemerintah tengah menyiapkan program sertifikasi bagi masyarakat peneliti, yang bukan dari lembaga penelitian, untuk dapat disetarakan. Dana abadi untuk kegiatan riset Sejumlah strategi yang hendak dilakukan guna membangun ekosistem yang ramah bagi kegiatan riset tidak lepas dari kebutuhan anggaran. Sebagaimana diketahui, saat ini, anggaran riset Indonesia ( Gross of Expenditure on Research and Development , GERD) baru mencapai 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pemerintah terus mengupayakan yang terbaik guna meningkatkan anggaran riset menuju jumlah idealnya. Salah satunya melalui dana abadi riset. “Ide dana abadi riset bahwa di dalam anggaran pendidikan kita sebesar 20 persen dari APBN, perlu adanya pemihakan kepada penelitian. Jadi mulai tahun 2019 dialokasikan (dana abadi riset) sekitar Rp1 triliun,” ungkap Menkeu. Dana abadi riset ini menjadi salah satu terobosan pemerintah guna mengatasi keterbatasan anggaran riset. Di luar dana abadi riset, pemerintah pada 2019 telah mengalokasikan anggaran penelitian sebesar Rp35,7 triliun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, sebesar Rp33,8 triliun pada 2018 dan sebesar Rp24,9 triliun pada 2016. Selanjutnya pada 2020, pemerintah kembali mengaloaksikan dana abadi riset. Kali ini, besarannya hingga lima kali lipat dana abadi riset tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp5 triliun. Dengan demikian, total dana abadi riset Indonesia saat ini nyaris mencapai Rp6 triliun. Menristek Bambang Brodjonegoro menyampaikan, nantinya penggunaan dana abadi tersebut ditujukan terutama untuk kegiatan riset dan inovasi yang mendukung tiga hal. Pertama, peningkatan pada nilai tambah sumber daya alam. Kedua, peningkatan substitusi impor dengan produk sama, tapi bernilai tambah atau berharga lebih murah dan mudah didapat. Ketiga, berguna bagi kebutuhan masyarakat, khususnya UMKM dengan teknologi yang tepat guna. Sementara itu, dia menyebutkan, dana abadi riset ditujukan kepada peneliti, perekayasa, atau inovator yang diharapkan menghasilkan produk yang memberikan nilai dan dampak yang besar untuk pembangunan nasional, khususnya pembangunan ekonomi. “Serta penggunaannya akan melewati sistem seleksi yang sangat ketat sehingga benar-benar menghasilkan program yang tepat dan baik,” katanya. Kuatkan koordinasi lembaga riset Sebagaimana diketahui, pengelolaan anggaran riset (selain dana abadi riset) selama ini tersebar di 52 kementerian dan Lembaga (K/L). Dari total 52 K/L tersebut, sebanyak tujuh lembaga dedikatif untuk riset (BPPT, LIPI, Bapeten, LAPAN), sedangkan 45 lainnya merupakan kementerian yang memiliki kegiatan penelitian dan pengembangan. Itu sebabnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati begitu menyoroti pentingnya pemanfaatan anggaran riset secara optimal. Jika (dana riset) dikelola oleh K/L yang mindset -nya hanya birokratis dan bukan dalam rangka menyelesaikan masalah atau meng- adress suatu isu, maka anggaran (riset) yang besar tidak mencerminkan kemampuan dan kualitas untuk bisa menghasilkan riset,” sebutnya. Sehubungan dengan itu Dimyati menyebutkan, dari sekian banyak institusi yang melakukan riset, tidak jarang riset yang dihasilkan saling bertumpang tindih. “(Bahkan), kadang-kadang riset itu betul-betul copy paste dengan riset yang diadakan di litbang K/L. Jadi tidak satu framework ,” ungkapnya. Itu sebabnya, pemerintah membangun Badan RIset dan Inovasi Nasional (BRIN). Badan ini merupakan amanah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2019. Fungsi utama BRIN ialah untuk mengintegrasikan segala kegiatan riset, mulai dari perencanaan, program, anggaran, serta sumber daya secara terpadu. Dengan demikian, segala kegiatan riset baik yang ada di perguruan tinggi, lembaga pnelitian dan pengembangan baik pusat maupun daerah, serta di sejumlah kementerian, tidak berjalan sendiri-sendiri tanpa tujuan. “Hal terpenting adalah menghindarkan dari berbagai tumpang tindih pelaksanaan kegiatan riset, serta menghindarkan inefisiensi penggunaan sumber daya, khususnya anggaran yang relatif masih kecil, namun difokuskan pada kegiatan riset yang dapat memberikan nilai dan dampak yang luas bagi masyarakat bangsa dan negara, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan dating,” jelas Menristek. Nantinya segala program dan anggaran riset sepenuhnya berada di bawah pengawasan BRIN. “Meski demikian, lembaga- lembaga (riset) yang saat ini ada, diharapkan masih tetap eksis. Namun dengan penyesuaian organisasi yang sejalan dengan tugas-tugas yang akan diberikan setelah dikoordinasikan oleh BRIN”, harapnya. 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 KemenristekDIKTI: Rp2,84 triliun KKP: Rp2,37 triliun Kementan: Rp2,13 triliun Kementerian ESDM : Rp1,63 triliun Kemendikbud Rp1,49 triliun Kemenhan Rp1,43 triliun Kemenkes Rp1,27 triliun LIPI Rp1,18 triliun Kemenhub Rp1,05 triliun BPPT Rp0,98 triliun Batan Rp0,81 triliun Kemenag Rp0,79 triliun Lapan Rp0,78 triliun Kemensos Rp0,63 triliun Kemenperin Rp0,59 triliun Kemen PU & Pera Rp0,57 triliun Kemenlu Rp0,48 triliun Kemen LHK Rp0,33 triliun Lemhannas Rp0,31 triliun Kemenkeu Rp0,29 triliun 2016 2017 2018 2019 47 MEDIAKEUANGAN 46 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020
BPHN
Relevan terhadap
Kelola JDHIN Jakarta, BPHN.go.id – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia selaku Pusat Jaringan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN) diberi mandat salah satunya memberikan konsultasi serta pengelolaan teknis dokumentasi dan informasi hukum kepada Anggota JDIHN. Pasal 4 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, menjelaskan yang dimaksud dengan Anggota JDIHN terdiri dari Biro Hukum atau unit kerja yang menyelenggarakan kegiatan berkaitan dengan Dokumen Hukum pada Kementerian Negara, Sekretariat Lembaga Negara, Lembaga Pemerintahan non Kemen terian (LPNK), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Beberapa waktu lalu, tepatnya 30 Juli 2018, Kepala Pusat Dokumentasi Hukum dan Jaringan Informasi Hukum Nasional BPHN, Yasmon memberikan paparan dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) dalam rangka Optimalisasi dan Integrasi Pengelolaan JDIH Secara Elektronik di Wilayah DKI Jakarta, yang digelar Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Anggota JDIHN yang berpartisipasi, diantaranya pengelola JDIH dan perpustakaan di Kementerian Hukum dan HAM, SKPD Pemprov DKI Jakarta, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Perpustakaan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Kejaksaan Negeri, Perpusatakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah DKI Jakarta serta sejumlah Universitas di DKI Jakarta. Merujuk ketentuan Pasal 7 Perpres Nomor 33 Tahun 2012, Pusat JDIHN dan Anggota JDIHN wajib melakukan pengelolaan dokumen dan Informasi Hukum dengan menyediakan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia, dan anggaran. Kegiatan Bimtek pada prinsipnya merupakan upaya BPHN selaku Pusat JDIHN dalam memastikan terciptanya pengelolaan dokumentasi dan informasi hukum yang terpadu dan terintegrasi di berbagai instansi pemerintah dan institusi lain serta menjamin ketersediaan dokumentasi informasi hukum yang lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan mudah. Kerjasama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, selaku instansi vertikal di bidang hukum yang berfungsi sebagai pusat layanan hukum di wilayah DKI Jakarta merupakan kepanjangan tangan dari BPHN selaku Pusat JDIHN dalam hal memberikan pelayanan dokumentasi dan informasi hukum khususnya produk-produk hukum daerah khusus Ibukota Jakarta. Di samping itu, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta wajib melakukan pembinaan dan pengembangan jaringan dokumentasi dan informasi hukum di Biro Hukum, Bagian Hukum Pemerintah Provinsi, Instansi/Lembaga dan Universitas Negeri dan Swasta di wilayah DKI Jakarta yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan kegaitan yang berkaitan dengan dokumen hukum dan perpustakaan hukum. (Sumber: Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta, Diolah) 12 Warta BPHN Tahun V Edisi XXIII September - Desember 2018 Pojok JDIHN
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Mitigasi Bencana Ilustrasi Dimach Putra Teks Mahpud Sujai Peneliti Madya, Badan Kebijakan Fiskal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 I ndonesia merupakan Negara yang berada di Kawasan Cincin Api Pasifik, rangkaian gunung api paling aktif di dunia yang membentang sepanjang lempeng pasifik. Posisi geografis tersebut membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam terutama gempa bumi. Selain itu, bentuk negara yang berupa kepulauan membuat Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia juga memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang sangat tinggi yang bisa berakibat pada bencana tanah longsor di dataran tinggi dan bencana banjir di dataran rendah. Melihat kondisi Indonesia yang rawan bencana menjadikan program mitigasi bencana sangat penting dirancang pemerintah. Dampak Bencana di Indonesia Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang tahun 2019 telah terjadi sebanyak 3.721 bencana alam tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang berdampak pada 477 orang meninggal dunia, 109 orang hilang, 3.415 orang luka-luka dan 6,1 juta orang mengungsi dari tempat tinggalnya. Selain itu, dampak bencana juga menimbulkan kerusakan pada 72.992 rumah, 2011 unit fasilitas umum dan fasilitas kesehatan, 270 kantor pemerintahan dan juga 437 jembatan. Berdasarkan jenis bencana alam yang terjadi, sekitar 97 persen termasuk bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor dan 3 persen adalah bencana geologis seperti gempa bumi dan gunung meletus. Meskipun rendah dari sisi frekuensi, namun bencana geologis memiliki dampak yang sangat besar terutama jika terjadi tsunami dan gempa. Untuk itulah, diperlukan kesadaran ekstra dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah dalam memitigasi bencana alam. Urgensi Program Mitigasi Bencana Program mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi dampak kerusakan dan kehilangan korban jiwa akibat bencana. Memberikan edukasi kepada masyarakat merupakan salah satu aspek terpenting dalam program mitigasi bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukan materi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan. Mitigasi lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah menyiapkan berbagai peralatan pendeteksi bencana, seperti alat pendeteksi banjir maupun tsunami. Dengan demikian, masyarakat dapat mengantisipasi datangnya bencana alam sehingga dampak kerugian baik jiwa maupun materi dapat diminimalisasi. Program mitigasi lain yang dilakukan pemerintah dengan meningkatkan akurasi informasi kebencanaan bagi masyarakat melalui BMKG dan BNPB. Beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia juga disebabkan oleh kerusakan alam dan perubahan iklim seperti banjir dan kebakaran hutan. Program mitigasi bencana perlu disinkronkan dengan program mitigasi perubahan iklim seperti pengurangan kerusakan hutan, restorasi lahan gambut, reboisasi dan penghijauan daerah hulu sungai. Dengan mengarusutamakan mitigasi perubahan iklim, secara langsung akan dapat mengurangi risiko terjadinya bencana alam di Indonesia. Dukungan Anggaran Pemerintah melalui APBN telah mengalokasikan dana penanggulangan bencana. Alokasi dana tersebut terbagi dalam tiga kategori. Pertama, dana kontijensi bencana disediakan dalam APBN untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap Prabencana. Kedua, dana siap pakai (DSP) yang disediakan dalam APBN yang ditempatkan dalam anggaran BNPB untuk kegiatan pada tahap keadaan darurat. DSP juga harus disiapkan oleh pemerintah daerah melalui APBD. DSP harus tersedia sesuai kebutuhan pada saat tanggap darurat. Ketiga, dana bantuan sosial berpola hibah yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan pada tahap Pascabencana. Sepanjang 2019, pemerintah telah mengeluarkan dana lebih dari Rp15 triliun yang berasal dari APBN untuk penanganan bencana baik melalui alokasi anggaran kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun alokasi anggaran lainnya. Pemerintah juga menyediakan dana yang lebih besar untuk penanganan serta mitigasi kebencanaan yang disimpan dalam bentuk DSP yang berada dalam alokasi Bendahara Umum Negara (BUN). Dana khusus untuk bencana alam tersebut termasuk anggaran yang disisihkan pemerintah pusat pada APBN setiap tahunnya. Apabila tidak ada bencana alam dalam skala tertentu, maka dana tersebut akan terus terakumulasi setiap tahunnya. Dana khusus bencana alam ini berbeda dengan dana darurat kebencanaan yang selama ini menjadi salah satu sumber pendanaan kegiatan penanganan bencana alam. Penanggulangan bencana harus dilakukan secara tepat namun tetap memperhatikan tertib administrasi dan akuntabilitas. Terkait dengan hal ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 mengenai pendanaan dan pengelolaan dana penanggulangan bencana. Pemerintah juga komprehensif mendukung penanganan bencana secara tepat waktu dan kualitas dengan tetap akuntabel. Akuntabilitas pembiayaan untuk penanganan bencana sangat penting untuk menghindari potensi penyalahgunaan anggaran yang mungkin timbul akibat dana yang harus keluar dengan cepat untuk keperluan penanganan bencana. Hal ini juga sebagai bentuk transparansi anggaran yang dialokasikan dan tanggung jawab kepada masyarakat. PERAN ANGGARAN DAN KOORDINASI ANTAR LEMBAGA DALAM
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
BOS Kinerja diberikan kepada daerah sejak tahun 2019. Dana BOS Afirmasi dialokasikan untuk mendukung operasional rutin bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah tertinggal. Tujuannya untuk mengejar ketertinggalan kualitas dan kualitas layanan publik. Sementara itu, dana BOS Kinerja diberikan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan layanan pendidikan dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sekolah penerima dana BOS saat ini diverifikasi oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk kemudian ditetapkan Kemdikbud melalui Surat Keputusan (SK). Kebijakan ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan data penerima sehingga dapat diterima sekolah yang benar-benar membutuhkan. Batas akhir pengambilan data dilakukan sekali per tahun setiap tanggal 31 Agustus untuk mencegah keterlambatan APBD-Perubahan. Penyaluran dan Penggunaan Dana BOS Penyaluran BOS Reguler diberikan berdasarkan capaian kinerja penyerapan berupa laporan realisasi penggunaan Opini Dana BOS Disalurkan Langsung ke Sekolah belajar yang memberikan fleksibilitas dan otonomi lebih besar bagi para kepala sekolah sehingga dana BOS dapat digunakan sesuai kebutuhan sekolah termasuk biaya operasional. Namun demikian, sekolah harus tetap memperhatikan ketentuan pengelolaan dana BOS Reguler di sekolah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Alokasi Dana BOS Alokasi DAK Non Fisik BOS dalam APBN tahun 2020 naik sebesar 63,5 persen menjadi Rp54,32 triliun. Peningkatan ini disebabkan oleh perubahan besaran unit cost. Perubahan besaran unit cost untuk SD/MI dari sebelumnya Rp800.000 menjadi Rp900.000 per siswa, untuk SMP/ MTS dari sebelumnya Rp1 juta menjadi Rp1,1 juta per siswa, untuk SMA dari 1,4 juta menjadi Rp1,5 juta per siswa dan untuk SMK dari Rp1,4 juta menjadi Rp1,6 juta per siswa. Sementara itu, untuk Pendidikan Khusus tetap sama yaitu sebesar Rp2 juta per siswa. Dana BOS Afirmasi dan dana melalui aplikasi penggunaan dana BOS yang dikelola oleh Kemdikbud. Selanjutnya, Kemdikbud menyampaikan rekomendasi penyaluran dana BOS Reguler kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Untuk penyaluran tahap I, rekomendasi paling lambat disampaikan bulan Juli dan untuk penyaluran tahap III, rekomendasi paling lambat disampaikan di minggu kedua bulan Desember. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan rekomendasi tidak diterima maka penyaluran Dana BOS Reguler tidak dapat dilakukan. Penggunaan dana BOS Reguler mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler. Sekolah memiliki kewenangan menentukan alokasi penggunaan dana BOS Reguler sesuai prioritas kebutuhan dengan memperhatikan prinsip manajemen berbasis sekolah. Perencanaan pengelolaan dana BOS mengacu pada hasil evaluasi diri sekolah. Alokasi dana BOS Reguler hanya digunakan untuk meningkatkan layanan pendidikan tanpa intervensi atau pemotongan dari pihak manapun. Penggunaannya juga harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara tim BOS sekolah, guru, dan komite sekolah yang dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan dan disertai dengan tanda tangan. Dana BOS juga dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru honorer dan tenaga kependidikan yang telah berdedikasi selama ini. Guru honorer yang dapat dibiayai dari dana BOS ini adalah guru yang statusnya sudah lama dan memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Dana BOS bisa dialokasikan untuk guru honorer maksimal 50 persen dari yang diterimanya (sebelumnya hanya maksimal 15 persen untuk guru honorer di sekolah negeri dan 30 persen di sekolah swasta). Kebijakan baru lainnya adalah tidak ada alokasi dana Ilustrasi Dimach Putra Teks Irfan Sofi Analis Keuangan Pusat dan Daerah, DJPK *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. BOS maksimal maupun minimal untuk pembelian buku dan alat multimedia dari yang sebelumnya dibatasi sebesar 20 persen. Pemberian fleksibilitas penggunaan dana BOS ini harus diikuti dengan pelaporan penggunaan yang lebih transparan dan akuntabel. Selain itu, Pemerintah tetap melakukan pengawasan agar tidak terjadi penyalahgunaan sebab jumlah anggaran cukup besar dengan jumlah penerima yang banyak. Kebijakan alokasi, penyaluran, dan penggunaan yang baru untuk Dana BOS diharapkan mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan kita. Dengan kualitas pendidikan yang baik diharapkan terbentuk Sumber Daya Manusia yang unggul dan mampu bersaing di kancah internasional. MediaKeuangan 36 P emerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyalurkan DAK Non Fisik untuk Biaya Operasional Sekolah (BOS) Tahun 2020 tahap pertama sebesar Rp9,8 triliun langsung dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Sekolah. BOS tahap pertama ini disalurkan langsung ke 136.579 sekolah yang berhak tanpa melalui RKUD Pemerintah Provinsi. Skema penyaluran langsung ini bertujuan memangkas birokrasi dan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/ PMK.07/2020. Penyaluran langsung ini hanya untuk BOS Reguler dan dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama sebesar 30% dari pagu alokasi disalurkan paling cepat bulan Januari. Penyaluran tahap kedua sebesar 40 persen dilakukan paling cepat bulan April dan tahap ketiga sebesar 30 persen dilakukan paling cepat bulan September. Sementara itu, untuk BOS Afirmasi dan Bos Kinerja disalurkan sekaligus paling cepat bulan April dari RKUN ke RKUD. Perubahan skema baru ini juga mendukung program merdeka
Laporan Utama Menyemai Tekad Berkompetisi Mengapa peningkatan investasi dan peningkatan ekspor menempati dua prioritas teratas untuk pengalokasian DID 2020? DID ini kan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk mendorong kinerja Pemerintah Daerah (Pemda) berdasarkan suatu kriteria tertentu yang sejalan dengan prioritas nasional. Pada saat kita lihat kondisi di 2019, ada beberapa hal yang memang harus didorong lebih cepat, antara lain investasi, ekspor, dan pengelolaan sampah. Investasi dan ekspor adalah 2 tools yang sangat substansial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, jadi dimasukkan sebagai top list dalam pembuatan DID. Di 2020 memang investasi dan ekspor ini betul-betul diharapkan bisa menjadi pengungkit perekonomian nasional. Ekonomi nasional itu agregat dari ekonomi daerah. Tentunya harapan kita dengan pemberian insentif ini, daerah-daerah akan berlomba-lomba untuk memperbaiki kinerjanya di bidang- bidang tertentu. Seperti apa kriteria dan batasannya? Sebenarnya sama seperti DID secara umum. Pertama yang kita lihat adalah kriteria utama, mencakup: (1) opini BPK atas laporan keuangan Pemda Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); (2) penetapan Perda APBD tepat waktu; (3) pelaksanaan e-government; dan/atau (4) ketersediaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kalau kriteria utama itu sudah terpenuhi, baru kita lihat poin-poin yang bisa mendapat insentif atau disebut kriteria kinerja. Kategori kinerja meliputi pelayanan publik, mulai dari pendidikan dan lain-lain, sampai kinerja investasi, ekspor, dan pengelolaan sampah. Bagaimana penilaian kinerja investasi dan ekspor daerah? Kinerja dilihat melalui data-data yang diambil dari institusi yang berwenang. Untuk penilaian kinerja investasi, kita pakai indikator nilai investasi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Sedangkan kinerja ekspor diukur melalui nilai ekspor terhadap barang komoditas ekspor yang keluar dari daerah pabean lewat pelabuhan dan/ atau bandara. Lalu kita hitung selisih nilai kinerja selama 2 tahun. Setelah semua data daerah terkumpul, kita akan lihat dia ada di di posisi berapa. Tiap kriteria punya nilai sendiri. Ini yang membedakan dari tahun-tahun sebelumnya, misal kategori ekspor, kalau memang dia hebat di ekspor, dalam arti lolos di atas threshold setelah disandingkan dengan daerah-daerah lainnya, dia akan mendapat insentif. Kita harus benar-benar melihat mana yang memberikan dampak yang signifikan untuk daerahnya dan itu kita lihat secara nasional. Berapa daerah penerima DID kategori kinerja investasi dan ekspor di 2020? Alokasi DID 2020 kategori peningkatan investasi diberikan kepada 5 provinsi, 19 kota, dan 80 kabupaten, dengan total alokasi sebesar Rp1,3 triliun. Lima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Banten. Sementara untuk peningkatan ekspor diberikan kepada empat provinsi, 61 kota, dan 19 kabupaten, dengan total alokasi sebesar Rp1,1 triliun. Empat provinsi itu adalah Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, dan Banten. Alokasi tertinggi di tiap kategori tersebut sebesar Rp14,68 miliar dan rata- rata alokasi sebesar Rp13,34 miliar. Bagaimana dengan kekhawatiran akan ada gap antara daerah yang menerima insentif dan yang tidak? Elemen dari TKDD (Transfer ke Daerah dan Dana Desa) ini kan ada yang sifatnya block grant dan ada yang specific grant. Untuk block grant, kita contohnya ada Dana Alokasi Umum (DAU) yang memang tidak melihat maju atau mundurnya suatu daerah tetapi betul-betul melihat kebutuhan daerah tersebut. Nah, itu bisa diatasi dari situ. Jadi, kalau menurut saya yang umum itu tetap ada, tapi yang khusus (DID) karena ini kan hadiah nih, jadi ya harus lebih selektif. Pelan-pelan kita juga akan coba refocusing ke beberapa kriteria yang betul-betul punya daya ungkit tinggi untuk pembangunan supaya daerah yang dapat itu bisa berbangga. Kendala apa yang dihadapi dalam penyaluran DID? Masalahnya kalau ada yang tidak comply. Dulu, sebelum tahun 2018 itu, pokoknya jumlahnya berapa langsung transfer salur. Mulai 2018, mekanisme penyaluran berubah menjadi berbasis kinerja. Daerah penerima harus menyampaikan Perda APBD dan rencana penggunaan DID tahun berjalan, juga laporan realisasi penyerapan DID tahun anggaran sebelumnya. Jadi, walaupun pemda sudah bagus, tetapi kalau tidak bisa memenuhi syarat penyaluran, ya tentunya dia juga akan punya masalah, bisa nggak disalurkan juga dananya. Apa yang diharapkan dari pemda dengan adanya DID ini? Jadi, harapan kami daerah akan berkompetisi untuk hal yang positif dan level kompetisinya akan meningkat terus. Dengan begitu, daya saing daerah paling tidak akan meningkat sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Ease of doing business dan segala macam indeks yang ada kaitannya dengan investasi juga pasti akan lebih baik. Ini sebenarnya merupakan grass root dari pencapaian nasional. Teks CS. Purwowidhu Foto Resha Aditya P. Astera Primanto Bhakti, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan MediaKeuangan 20 D i tengah kondisi perekonomian global yang diproyeksikan semakin melemah, pemerintah bergegas mengambil langkah antisipasi agar defisit neraca dagang tak semakin melebar. Pemberian stimulan menjadi salah satu opsi agar daerah termotivasi membenahi iklim investasi. Peningkatan investasi dan ekspor dijadikan filtrasi baru dalam kebijakan pemberian insentif daerah di 2020. Simak wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Astera Primanto Bhakti, seputar peran Dana Insentif Daerah (DID) sebagai pendorong pertumbuhan investasi dan ekspor . VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @achintyameswari: Nomor 3, karena dengan terbatasnya ruang gerak kita beberapa bulan terakhir, pandemi menunjukkan bahwa shifting ke teknologi digital makin tak terelakkan jika tak ingin makin tertinggal. Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian Nota Keuangan beberapa waktu yang lalu menyebutkan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk: 1. percepatan pemulihan ekonomi nasional 2. reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing 3. percepatan transformasi ekonomi menuju era digital 4. pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi Jika menjadi Menteri Keuangan, program mana yang akan Anda beri alokasi anggaran terbanyak dan mengapa? @mike_adty: 1. Percepatan PEN karena belum ada kepastian kapan pandemi berakhir. Perlu percepatan dan berlangsungnya kesinambungan program ini untuk mengurangi dampak ekonomi dan imbasnya bagi masyarakat. 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Pilih Mitra Distribusi Anda! Informasi lebih lanjut: www.kemenkeu.go.id/sukukritel djpprkemenkeu @DJPPRKemenkeu DJPPRKemenkeu DJPPRKemenkeu Imbal hasil (fixed rate) 6,05% p.a. Masa Penawaran 28 Agt - 23 Sep 2020 Dapat diperdagangkan Rp Minimum Pemesanan Rp1 juta #InvestasiRakyatPenuhManfaat SR013 SUKUK RITEL SERI Cintai Negeri dengan Investasi Menggandeng Optimisme dan Realitas B agaimana hawa pagi di sekitarmu? Beberapa waktu terakhir, udara dingin sering menusuk badan ketika dini hari menjelang. Puncak musim kemarau nampaknya sudah ada di depan mata. BMKG menuturkan hawa dingin yang terasa saat tengah malam dan bahkan terasa lebih dingin lagi menjelang pagi adalah fenomena penanda puncak musim kemarau tiba. Namun BMKG juga memprediksi puncak kemarau baru akan terjadi di awal September dan udara dingin akan kembali terasa. Itu adalah sebuah prediksi. Dari perkara prediksi cuaca, kita beralih ke prediksi ekonomi di tahun depan. Meski pandemi masih belum berhenti, pemerintah tetap fokus mempersiapkan diri menghadapi tahun 2021 yang sudah di depan mata. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo melalui pidatonya telah menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 pada sidang tahunan MPR/DPR. Nota Keuangan dan RAPBN 2021 berisi prediksi atau asumsi dan target pemerintah yang akan menjadi acuan pelaksanaan berbagai program pemerintah dan pengelolaan keuangan negara di tahun depan. Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menegaskan beberapa program yang menjadi fokus pemerintah untuk tahun 2021 mendatang. Program- program tersebut antara lain percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19; reformasi struktural; percepatan transformasi ekonomi menuju era digital; serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi. Sama halnya dengan ketidakpastian perubahan suhu cuaca antara siang dan malam yang akhir-akhir ini bisa sangat drastis terjadi, RAPBN 2021 ini juga disusun dengan mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia di tahun depan. Meski di tengah situasi yang serba tidak pasti, penyusunan RAPBN 2021 mengusung semangat optimisme namun tetap realistis. Optimisme dan realitas sama-sama diusung dan dituangkan dalam RAPBN 2021. Optimisme tersebut salah satunya terlihat dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang dipatok tumbuh mencapai 4,5 persen - 5,5 persen di tahun depan. Namun demikian, program percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19 tetap terus dilakukan. Nota Keuangan dan RAPBN 2021 adalah dokumen milik bersama, tidak hanya milik Kementerian Keuangan maupun pemerintah saja. Publik atau masyarakat juga diharapkan dapat turut memberikan masukan sekaligus pengawasan dalam pelaksaannya nanti. Di edisi ini, pembaca dapat memperoleh info lebih detil mengenai isi dari RAPBN 2021. Semoga pengalaman pandemi COVID-19 di tahun ini justru menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dan reformasi di berbagai bidang sehingga cita-cita bangsa yaitu mewujudkan Indonesia Maju dapat segera tercapai. Selamat membaca!
Politik di Tangan Milenial 43 MEDIAKEUANGAN 42 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 Teks CS. Purwowidhu MEDIAKEUANGAN 42 Foto Dok. Pribadi Dyah Roro Esti, Anggota DPR RI/ Awardee LPDP P erubahan zaman tak terelakkan. Ada yang berganti, pun ada yang bertahan dalam lintasannya. Namun yang pasti, kepercayaan harus diperjuangkan. Demikian sekelumit ungkapan dari Chairil Anwar, penyair terkemuka Indonesia angkatan ‘45. Mengemban amanah, terlebih dari rakyat bukanlah perkara enteng. Hal ini utamanya dirasakan oleh para wakil rakyat di parlemen. Tak jarang karena ulah segelintir oknum yang mencederai kepercayaan rakyat, stigma terhadap anggota legislatif pun menjadi negatif. Ranah perpolitikan akhirnya tak ayal dicap jahat atau kejam sehingga acapkali kurang diminati sebagai ladang kontribusi diri, khususnya oleh para milenial. Berbeda dari kaum milenial pada umumnya, alih-alih berkarya di bidang lain, Dyah Roro Esti memantapkan jejak untuk terjun ke dunia politik. Melalui fraksi Golkar, ia menebarkan kiprahnya sebagai anggota DPR RI mewakili daerah pemilihan (dapil) Lamongan-Gresik, Jawa Timur. Dibesarkan dalam keluarga yang mafhum berpolitik, dara kelahiran 26 tahun silam ini mengaku banyak belajar dan terisnpirasi dari sosok sang Ayah yang telah puluhan tahun makan asam garam di dunia politik Indonesia. “Sedari kecil, Ayah sering mengajak kami anak-anaknya ke dapil di Tuban-Bojonegoro untuk berkomunikasi dengan masyarakat,” kenangnya. Meski awalnya terbersit rasa takut untuk bergabung dalam perpolitikan, sulung dari dua bersaudara ini akhirnya memberanikan diri untuk maju sebagai calon legislatif pada pemilu tahun 2019 silam. Sosok pembelajar Masuk dalam kategori 10 persen anggota DPR berusia muda pada periode 2019-2024, tak mudah awalnya bagi Esti untuk beradaptasi dengan lingkungan yang mayoritas diisi oleh kolega yang lebih senior dan berusia jauh diatasnya. Namun kondisi tersebut tak membuatnya tawar hati melainkan ia memanfaatkan kesempatan yang ada untuk belajar dari pengalaman para seniornya. Seiring berjalannya waktu, pribadi yang berpandangan terbuka dan tak pernah malu bertanya itu pun dapat menyetarakan diri dengan para koleganya melalui kompetensi, kapabilitas, dan kepedulian yang ditunjukkannya terhadap isu-isu yang dibahas di DPR. “Lama kelamaan senior itu tidak lagi melihat kita sebagai anak kecil, tetapi sebagai kolega __ yang bisa diajak berdiskusi mengenai cara membangun negara agar lebih baik lagi ke depannya,” ungkapnya. Sosok pembelajar ini juga punya perspektif tersendiri dalam menghadapi beragam dinamika kerja sebagai wakil rakyat di DPR. “Saya memandang institusi DPR seperti universitas dengan banyak fakultas. Every day is a learning experience. Setiap komisi punya ranah yang berbeda dan tiap hari kita dipaparkan materi data maupun program pemerintah dan para mitra kerja. Namun perbedaannya, sekarang saya dalam posisi untuk mewakili masyarakat dalam menjalankan tiga fungsi DPR yakni anggaran, legislasi dan pengawasan," ucap anggota Komisi VII DPR tersebut. Menjaga amanah Masa reses DPR selalu dinantikan Esti karena saat itu ia bisa berkomunikasi langsung dengan masyarakat di dapilnya. “Dengan turun ke lapangan, saya selalu merasa dekat dengan masyarakat. Mendengar cerita mereka menjadi penyemangat saya ketika berjuang di DPR,” ujarnya. Tak pelak, adanya pembatasan akibat COVID-19 membawa kesedihan tersendiri bagi Esti dan kehilangan luar biasa akan momen kebersamaan dengan masyarakat. Namun kondisi ini tidak menyurutkan semangatnya. Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, beberapa waktu lalu Esti meninjau beberapa lokasi program sumur bor dalam untuk masyarakat Lamongan yang diperjuangkannya di Komisi VII melalui Kementerian ESDM. Sumur bor tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan 2000 jiwa akan air bersih terutama pada musim kemarau. Esti selalu berfokus agar dirinya dapat membawa banyak manfaat, baik bagi masyarakat di dapilnya maupun masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Baginya, sebuah jabatan atau profesi apapun yang ditekuni merupakan titipan dari Yang Maha Kuasa. Ia merasa keberadaannya di dunia politik melalui kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat merupakan sebuah panggilan yang harus dijalankan seoptimal mungkin untuk kebaikan rakyat. Politik itu, Esti menuturkan, bagus atau tidaknya tergantung dari orang yang menjalaninya. Begitupun dengan amanah. Apabila seseorang sudah sedari awal memiliki tekad dan niat baik untuk membangun bangsa maka itulah yang selanjutnya akan ditekuni dan dikerjakan ketika ia meraih sebuah jabatan. “Tetapi kalau dari awal memang niat kita itu udah jelek, ya ke depannya kita akan we are putting danger in our own life ibaratnya begitu,” pungkasnya. Hati untuk Indonesia Pernah mengecap hidup di luar negeri selama hampir 14 belas tahun lamanya, tidak memadamkan kecintaan Esti pada tanah kelahirannya. Berlatar pendidikan S1 di bidang sosiologi ekonomi dari University of Manchester serta S2 di bidang environmental technology , peraih gelar master dari Imperial College London dengan pendanaan beasiswa LPDP tersebut sejak lama memupuk passion untuk dapat berkontribusi bagi masa depan berkelanjutan untuk Indonesia. Program Persiapan Keberangkatan (PK) LPDP menjadi titik balik Esti dalam membulatkan tekadnya tuk lebih berkarya bagi negeri. Pada program tersebut, ia dipertemukan dengan awardee LPDP lainnya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka saling belajar dan bertukar pengalaman. Perempuan yang dibesarkan di lima negara dan tujuh kota ini pun makin termotivasi dan panggilan jiwanya semakin kuat. ”Apapun yang saya lakukan, itu harus untuk Indonesia, bagaimanapun caranya,” tuturnya mengenang momen itu. Menurut Esti, beasiswa LPDP merupakan wujud nyata negara dalam menciptakan generasi emas menyongsong 2045. Ia bersyukur dan bangga menjadi bagian dari upaya tersebut. Impian Esti untuk berkontribusi bagi orang banyak mulai diwujudkan sepulangnya dari mengenyam studi S2 di Inggris. Pada pertengahan 2016, Esti bersama adiknya, Satya Hangga Yudha yang juga awardee LPDP, mendirikan Yayasan Indonesian Energy and Environmental Institute (IE21), sebuah NGO yang bergerak dalam penanganan krisis lingkungan akibat pemanasan global dan perubahan iklim. Agar Indonesia berkelanjutan Dalam berbagai kesempatan baik di DPR maupun dalam wadah kerja sama antar parlemen dan organisasi internasional, Esti senantiasa mengadvokasikan implementasi percepatan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Salah satu terobosan yang dicapai oleh Komisi VII yang membidangi energi, riset teknologi, dan lingkungan yakni masuknya RUU mengenai energi baru dan terbarukan ke dalam prolegnas tahun 2020. “Berdasrkan Undang-undang Nomor 16/2016 Indonesia sudah berkomitmen untuk mengurangi gas rumah kaca sebesar 29 persen, dan 41 persen dengan bantuan internasional,” ujarnya. Salah satu sektor yang berkontribusi terhadap gas rumah kaca adalah sektor energi. Oleh karena itu, dengan kita mendorong energi baru terbarukan, Esti memaparkan, harapan besarnya bisa mengurangi gas rumah kaca dan membawa Indonesia ke era transisi energi. Di samping bidang energi, Esti berpendapat pengelolaan limbah juga penting diperhatikan untuk keberlanjutan lingkungan yang sehat di Indonesia. “Kita harus memperbaiki sistem pengelolaan sampah, khususnya limbah B3 semasa COVID-19 ini demi Indonesia yang sehat,” pungkasnya. Esti berpesan agar anak muda Indonesia selalu menjadi orang yang proaktif dan tidak takut bertanya. Ia juga mengajak generasi muda untuk introspeksi diri dan bertanya kontribusi apa yang ingin dilakukan bagi Indonesia. “Setiap orang mempunyai peran dalam membangun sebuah bangsa. Perjalanan saya belum tentu sama dengan perjalanan teman-teman yang lain. Yang terpenting adalah kolaborasi dan kerja sama,” ucap sosok yang mengidolakan BJ. Habibie dan Barrack Obama tersebut. Tak lupa ia mengingatkan untuk selalu bertekun menjalani proses yang ada. “Jangan putus asa walaupun kita belum berhasil. Percaya diri saja dan teruslah berjuang untuk insya Allah mencapai apa yang kita inginkan,” tandasnya. Gedung Danadyaksa Cikini Jl. Cikini Raya no. 91 A-D Menteng Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail. lpdp@depkeu.go.id Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI
Bagaimana awal mula lahirnya gerakan Kota Tanpa Sampah? Kota Tanpa Sampah merupakan sebuah inisiatif dan eksperimen sosial yang dimulai sejak awal 2015. Kami coba mengajak warga di sekitar studio kami untuk aktif mengembangkan pengetahuan dan praktik di keseharian yang berkesadaran ekologis dan minim sampah. Riset dan eksperimen bersama warga ini dilakukan untuk melihat produksi sampah di rumahnya. Dari situ, terlihat bahwa persoalan sampah bukan tentang bersih kotor saja. Sampah muncul ketika ada yang salah dari cara kita memproduksi atau mengkonsumsi. Selama ini, permasalahan sampah hanya dilihat di belakang, atau pascakonsumsi dan pascaproduksi. Kita hanya berkutat di seputar bagaimana membersihkan atau melenyapkan sampah yang sudah terlanjur dihasilkan, seperti sampah di jalanan, sungai, laut, atau yang menumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Nah, ini mengapa masalah sampah dari tahun ke tahun tidak selesai, sebab solusinya hanya di persoalan itu saja. Kemudian, kami mengembangkan strategi rumah minim sampah yang mengintervensi di tiga tahap, yaitu tahap pra, saat, serta pascaproduksi dan konsumsi. Namanya strategi pintu depan, strategi pintu tengah, dan strategi pintu belakang. Kami merumuskan modul rumah minim sampah dan menantang warga untuk hidup minim sampah selama 7-14 hari hanya dengan menjalankan strategi tiga pintu tersebut. Hasilnya, sampah bisa dikurangi antara 40-99,9 persen di tiap rumah warga pelopor yang mengikuti eksperimen. Adakah tantangan yang dihadapi dalam memulai gerakan Kota Tanpa Sampah? Tantangannya ada dan rata-rata hampir sama. Warga terlanjur merasa nyaman dan praktis. Hanya dengan membayar Rp25.000, urusan sampah beres. Jadi, mereka berpikir kenapa mesti repot mengurusi sampah. Pendapat lainnya, ini kan tanggung jawab pemerintah, atau ini kan tanggung jawab produsen. Ada juga yang berpikir kalau sampah berkurang, bagaimana nasib pemulung. Banyak pendapat, dan sebenarnya bisa satu persatu kita diskusikan agar ada jalan keluarnya. Selama pandemi ini tercatat terjadi peningkatan sampah. Bagaimana pandangan Anda terhadap kondisi ini? Pada awal pandemi, banyak pihak menggeser urgensinya. Mereka mendahulukan pencegahan dan penanganan COVID-19, mengutamakan masalah kebersihan dan higiene. Sebenarnya ini bisa jadi kesempatan baik untuk mengingatkan kembali usaha dan upaya yang sudah ada. Seharusnya ini direspons bersama oleh semua pihak. Misalnya begini, dalam membuat panduan komprehensif dalam pencegahan dan penanganan COVID-19, kita tidak hanya memasukkan masalah higiene, tetapi juga sekalian memikirkan apa-apa yang dilakukan agar sisa konsumsi dan produksinya tetap minim sampah. Dari sisi pemerintah, dengan kondisi anggaran yang berkurang, seharusnya juga membuat satu skema yang tidak mengalihkan prioritas lain. Bisa jadi, masalah sampah yang dikesampingkan ini akan jadi bencana berikutnya bila konsentrasi hanya di satu masalah saja. Wajar jika di satu dua bulan awal kita kaget dan memilih plastik, misalnya, untuk tujuan kesehatan. Namun, harusnya ada penyesuaian. Kita harus mulai bangkit dan mencari alternatif kemasan atau sistem lain yang tidak terus menerus mengandalkan kemasan sekali pakai. Seharusnya kita tidak terlena dengan keadaan ini. Bangkit lagi bersama-sama, tidak hanya warga, tetapi juga komunitas, produsen, juga pemerintah. Langkah-langkah apa yang perlu dilakukan masyarakat supaya tetap bisa minim sampah selama masa pandemi? Jika terpaksa keluar rumah, gunakan masker yang bisa dipakai ulang. Untuk mengurangi tisu basah, bisa membawa sabun dan handuk kecil atau sapu tangan untuk mencuci tangan. Untuk menjamin higiene, membawa peralatan makan minum sendiri setiap keluar rumah harusnya lebih masuk akal dibanding mengandalkan peralatan makan minum dari makanan/minuman yang kita beli di luar. Dan kalaupun harus membeli makanan/minuman, bisa gunakan wadah sendiri. Untuk masak sehari-hari, bisa membeli di tukang sayur keliling dekat rumah. Siapkan wadah untuk bahan basah seperti ikan, daging, dan tahu. Jangan lupa membawa tas belanja. Kalau saya, kebetulan tukang sayur lewat depan rumah. Jadi, saya keluar rumah membawa baskom untuk wadah belanjaan saya. Apabila terpaksa membeli makanan secara online , pilih pedagang yang tidak mengemas makanan dengan styrofoam dan bisa mengakomodir kemasan minim sampah. Beri pesan agar tidak menggunakan sendok/ garpu plastik. Jika di rumah ada sambal botolan, sampaikan juga kita tidak perlu diberikan saus sambal saset. Seberapa penting upaya mengurangi sampah rumah tangga? Menurut hasil catatan bersama warga yang menjalani program Rumah Minim Sampah, tercatat bahwa sisa konsumsi yang dihasilkan di rumah, sekitar 50 persennya bisa dikomposkan. Berarti, 50 persen sampah bisa diselesaikan di skala rumah atau lingkungan. Jika sisa konsumsi yang dapat dikomposkan bisa diselesaikan di skala rumah atau lingkungan, tentu masalah sampah di tingkat kota, beban tumpukan sampah di TPA, dan juga biaya pengelolaan sampah akan berkurang. Bagaimana strategi mewujudkan rumah minim sampah? Tadi sempat saya sebutkan tentang strategi pintu depan, pintu tengah, dan pintu belakang. Apa sih strategi pintu depan? Jadi ini adalah hal-hal yang dilakukan sebelum kita memproduksi atau mengkonsumsi sesuatu. Kita memikirkan, merencanakan, menghindari, dan mencari alternatif produk agar sisanya tidak jadi sampah. Contohnya, sebelum belanja kita mencatat apa saja yang dibutuhkan dan membawa wadah yang diperlukan. Strategi pintu tengah adalah strategi yang dilakukan sebelum kita memproduksi dan mengkonsumsi sesuatu. Misalnya, memakai yang ada ketimbang membeli baru, memperbaiki barang rusak ketimbang buru-buru membuangnya. Kita memproduksi dan mengkonsumsi secara cermat supaya tidak menghasilkan banyak sampah ataupun sisa. Nah, strategi pintu belakang adalah strategi setelah kita memproduksi atau mengkonsumsi sesuatu, dengan meneruskan sisa produksi atau konsumsi ke siklus berikutnya. Misalnya, apakah sisa tadi masih bisa dikomposkan atau didaur ulang. Yang sudah tidak bisa dikomposkan atau didaur ulang, itulah yang disebut sampah atau residu. Itu yang terpaksa kita kirimkan ke TPA. Apa saja tips agar kita tetap konsisten menjalankan gaya hidup minim sampah? Pertama, kita kenali dulu apa motivasi terbesar kita dalam mengurangi sampah. Itu dijaga atau dijadikan penyemangat. Kemudian, kita mulai dari hal yang paling mudah kita lakukan dan paling bisa konsisten kita lakukan. Ketiga, kita bisa ajak keluarga atau komunitas supaya punya teman untuk melakukan ini bersama. Jadi, bisa saling memotivasi bila kita alami kendala atau tantangan. Selain itu, kita jadi memiliki support system ya dalam berupaya hidup yang minim sampah. Foto Dok. Pribadi Kegiatan sosialisasi wilma terkait kota tanpa sampah