Komite Profesi Akuntan Publik.
Relevan terhadap
Pertimbangan terhadap kebijakan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a paling sedikit diberikan terhadap kebijakan pemberdayaan Akuntan Publik dan KAP untuk:
peningkatan kualitas laporan keuangan;
peningkatan tata kelola yang baik; dan
keperluan perpajakan.
Pertimbangan terhadap kebijakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a paling sedikit diberikan terhadap kebijakan pembinaan Akuntan Publik dan KAP untuk peningkatan:
kompetensi dan kualitas jasa Akuntan Publik; dan
kepatuhan terhadap SPAP.
Pertimbangan terhadap kebijakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a paling sedikit diberikan terhadap kebijakan pengawasan Akuntan Publik dan KAP dalam rangka pengembangan sistem pengawasan yang efektif, transparan, dan berkualitas.
Komite menyampaikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) kepada Menteri.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Baran ...
Relevan terhadap
bahwa untuk memberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor barang yang akan digunakan untuk keperluan penanganan pandemi corona virus disease 2019, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID-19 );
bahwa ketersediaan beberapa jenis barang untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 ( COVID- 19 ) berupa hand sanitizer , produk mengandung desinfektan, serta masker dan pakaian pelindung jenis tertentu, telah mencukupi kebutuhan di dalam negeri dan telah dapat disubstitusi oleh barang produksi di dalam negeri;
bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada sektor industri hand sanitizer , produk mengandung desinfektan, serta masker dan pakaian pelindung jenis tertentu, serta untuk memberikan kepastian hukum dan percepatan pelayanan dalam fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi corona virus disease 2019 ( COVID-19 ), perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID-19 ) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID- 19 );
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi (Revisi 2016). ...
Relevan terhadap
Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap o rang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indo nesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016 MENTERI KEUANGAN REPUB LIK INDONESIA, ttd. SRI MU LYANI INDRAWATI DIREKTUR JENDERA L PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KE MENTERIAN HUKU M DAN HAK ASASI MANUSIA REPUB LIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUB LIK INDONESIA TAHUN 2016 NO MOR 2143 LA MPI RAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUB LIK INDONESIA NO MOR 223/PMK.05/2016 TENT ANG PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PE MERINTAHAN BERBASIS AKRUA L NO MOR 06 TENTANG AKUNTANSI INVESTASI (REVIS! 2016) PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL NOMOR 06 TENTANG AKUNTANSI INVESTASI (REVIS! 2016) STANDAR.AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO 06 AKUNTANSI INVESTASI (REVISI 2016) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHU LUAN 1-5 TU JUAN 1 RUANG LINGKUP DEFINISI 6 BENTUK INVESTASI 7-8 K LASIFIKASI INVESTASI 9-18 PENGAKUAN INVESTASI 19- 21 PENGUKURAN INVESTASI 2 2-38 METODE AKUNTANSI INVESTASI 39-41 PENGAKUAN HASI L INVESTASI 4 2-51 PE LEPASAN INVESTASI 5 2-53 PENGUNGKAPAN 54 TANGGA L EFEKTIF 55 1 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 NOMOR 06 4 AKUNTANSI INVESTASI 5 (REVIS! 2016) 6 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring 7 adalah paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks 8 paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan 9 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 10 PENDAHULUAN 11 TUJUAN 12 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 13 akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya 14 yang harus disajikan dalam lapo ran keuangan. 15 RUANG LINGKUP 16 2. Pernyataan Standar ini mengatur pengakuan, pengukuran, 17 penyajian dan pengungkapan investasi pemerintah dalam laporan 18 keuangan untuk tujuan umum. 19 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelapo ran dalam 20 menyusun lapo ran keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan 21 lapo ran keuangan ko nso lidasian. Pernyataan Standar ini tidak berlaku 22 untuk perusahaan negara/ daerah. 23 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi 24 investasi jangka pendek maupun investasi jangka panjang yang 25 meliputi pengakuan, klasifikasi, pengukuran dan metode 26 akuntansi investasi, serta penyajian dan pengungkapannya pada 27 laporan keuangan. 28 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 29 a: Penempatan uang yang termasuk dalam lingkup setara kas; 3Q b. Pengaturan bersama Uoint arrangements) yang mencakup o peras1 31 bersama Uoint operation) atau ventura bersama Uoint venture); 32 c. Aset tetap yang dikerjasamakan; dan · 33 d. Pro perti investasi. - 9 - 1 Akuntansi untuk pengaturan bersama Uoint arrangements) dan aset tetap 2 yang dikerjasamakan serta pro perti investasi diatur dalam pernyataan 3 standar akuntansi pemerintahan tersendiri. 4 DEFINISI 5 6. Berikut ini adalah pengertian istilah-istilah yang 6 digunakan dalam Pernyataan Standar ini: 7 Biaya perolehan investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan 8 investor (dhi. Pemerintah) berupa kas atau setara kas yang 9 dibayarkan atau nilai wajar suatu aset yang diserahkan 10 berdasarkan pertimbangan tertentu dalam perolehan suatu aset 11 . investasi pada saat perolehannya. 12 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh 13 manf aat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, dan/atau 14 manf aat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan 15 pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 16 Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera 17 dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) 18 bulan atau kurang. 19 Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan 20 untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan. 21 Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak 22 termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki 23 secara tidak berkelanjutan. 24 Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang 25 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 26 Manfaat sosial adalah manf aat yang tidak dapat diukur langsung 27 dengan satuan uang, dapat berupa barang, jasa dan manf aat lain, 28 yang berpengaruh pada peningkatan pelayanan pemerintah 29 misalnya dalam bidang kesehatan, pendidikan, perumahan dan 30 transportasi, pada masyarakat luas maupun golongan masyµrakat 31 tertentu dalam rangka pencapaian tujuan kebijakan sosial 32 pemerintah. 33 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 34 investasi berdasarkan biaya perolehan. -10 - 1 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 2 investasi awal berdasarkan biaya perolehan. Nilai investasi 3 tersebut kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian 4 kepemilikan investor atas kekayaan bersih/ekuitas dari badan 5 usaha penerima investasi (investee) yang terjadi setelah perolehan 6 awal investasi. 7 Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat br; ; w harga 8 seperti nilai yang tertera dalam lembar saham dan obligasi. 9 Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan 10 suatu investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang 11 independen. 12 Nilai wajar adalah nilai di mana suatu aset dapat dipertukarkan 13 atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami 14 dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm's length 15 transaction) 16 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau 17 sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 18 BENTUK INVESTASI · 19 7. Pemerintah melakukan investasi dimaksudkan antma lain 20 untuk mempero leh pengendalian atas suatu badan usaha dalam rangka 21 melaksanakan kebijakan fiskal/publik, untuk mempero leh manfaat 22 eko no mi seperti bunga, dividen dan ro yal ti, dan/atau manfaat so sial 23 dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana untuk investasi jangka 24 pendek dalam rangka manajemen kas. 25 8 . Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan 26 sertifikat atau do kumen lain yang dipersamakan. Hakikat suatu investasi 27 dapat berupa pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka 28 panjang, instrumen ekuitas dan penyertaan saham/ kepemilikan. 29 KLASIFIKASI INVESTASI 30 9. Investasi pemerintah diklasif ikasi menjadi dua yaitu 31 investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi 32 jangka pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan 33 investasi jangka panjang merupakan kelompok aset nonlancar. 34 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik se bagai 35 berikut: 1 a. Dapat segera diperjualbelikan secara be bas/ dicairkan; 2 b. Ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya pemerintah dapat 3 menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas dan membeli 4 investasi tersebut apabila berlebih kas, untuk meningkatkan 5 produktivitas aset; dan 6 c. Berisiko ren dah. 7 11. Jenis investasi yang ti dak termasuk dalam kelo mpo k investasi 8 jangka pendek antara lain adalah: 9 a. Investasi yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan suatu 10 ba dan usaha, misalnya pembelian surat berharga saham untuk 11 menambah kepemilikan modal saham pa da suatu ba dan usaha; 12 b. Investasi yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan 13 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat 14 berharga yang dikeluarkan o leh suatu lembaga baik dalam negeri 15 maupun luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau 16 c. Investasi yang ti dak dimaksu dkan untuk dicairkan dalam memenuhi 17 kebutuhan kas jangka pen dek. 18 12. Investasi yang dapat digo lo ngkan sebagai investasi jangka 19 pen dek, antara lain: 20 a. Depo sito berjangka waktu lebih dari tiga sampai dengan dua belas 21 bulan dan/atau dapat diperpanjang secara o to matis (revolving 22 deposits); 23 b. Surat Utang Negara (SUN) jangka· pendek dan Sertifikat Bank 24 In do nesia (SBI). 25 c. Saham dipero leh dengan tujuan dijual kembali dalam tempo 12 bulan 26 atau kurang setelah tanggal neraca; 27 d. Reksa dana; 28 13. lnvestasi jangka panjang dibagi menurut maksud 29 berinvestasi, yaitu permanen dan nonpermanen. lnvestasi Permanen 30 adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki 31 secara berkelanjutan, sedangkan lnvestasi Nonpermanen adalah 32 investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara 33 tidak berkelanjutan. 34 14. Pengertian istilah berkelanjutan a dalah investasi yang 35 dimaksu dkan untuk dimiliki terus menerus tanpa a da niat untuk 36 memperjualbelikan atau melepas investasi. Se dangkan pengertian istilah 37 ti dak berkelanjutan a dalah kepemilikan investasi yang berjangka waktu 1 lebih dari 1 2 (dua belas) bulan, dimaksudkan untuk tidak dimiliki terus 2 menerus atau ada niat untuk mem perjualbelikan atau menarik kembali. 3 15. Investasi permanen yang dilakukan o leh pemerintah adalah 4 investasi yang tidak dimaksudkan untuk di perjualbelikan, teta pi untuk 5 mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka 6 panjang dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen 7 dapat beru pa: 8 a. Penyertaan Mo dal Pemerintah pada perusahaan negara/ daerah, badan 9 internasio nal dan badan usaha lain yang bukan milik negara; 10 b. Investasi permanen lainnya yang dimiliki o leh pemerintah untuk 11 menghasilkan penda patan atau meningkatkan pelayanan ke pada 12 masyarakat. 13 16. Investasi no npermanen yang dilakukan o leh pemerintah, antara 14 lain beru pa: 15 a. Obligasi atau surat utang jangka pailJang yang dimaksudkan untuk 16 pimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo nya o leh pemerintah; 17 b. Penanaman mo dal dalam pro yek pembangunan yang dapat dialihkan 18 ke pada pihak ketiga; 19 c. Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat 20 se perti bantuan mo dal kerja secara bergulir kepada kelo m po k 21 masyarakat; 22 d. Investasi no n permanen lainnya. 23 1 7. Penyertaan mo dal pemerintah dapat berupa surat berharga 24 (saham) pada suatu persero an terbatas atau no n surat berharga. 25 Penyertaan mo dal pemerintah berupa no n surat berharga yaitu 26 kepemilikan mo dal pada perusahaan bukan persero an terbatas atau 27 lembaga/ o rganisasi tertentu. 28 18 . Investasi permanen lainnya meru pakan bentuk investasi 29 permanen yang tidak da pat diklasifikasikan dalam penyertaan mo dal 30 pemerintah pada perusahaan negara/ daerah, badan internasio nal dan 31 badan usaha lainnya yang bukan milik negara misalnya properti investasi 32 yang tidak tercakup dalam pernyataan standar akuntansi pemerintahan 33 lnl. 34 PENGAKUAN INVESTASI 35 19. Pengeluaran kas untuk memperoleh investasi dan/atau 36 konversi aset untuk memperoleh investasi, dan penerimaan hibah 1 dalam bentuk investasi dapat diakui sebagai investasi · apabila 2 memenuhi kriteria sebagai berikut: 3 a. Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa 4 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut 5 dapat diperoleh pemerintah; 6 b. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara andal 7 (reliable). 8 20. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas untuk 9 mempero leh investasi dan/atau ko nversi aset untuk mempero leh 10 investasi, dan penerimaan hi bah dalam bentuk investasi memenuhi 11 kriteria pengakuan investasi, entitas perlu mengkaji tingkat kepastian 12 mengalirnya manfaat eko no mi dan manfaat so sial atau jasa po tensial di 13 masa yang akan datang berdasarkan bukti - bukti yang tersedia pada saat 14 . pengakuan awal. Kepastian bahwa manfaat eko no mi yang akan datang 15 atau jasa po tensial yang akan dipero leh, memerlukan suatu keyakinan 16 (assurance) bahwa suatu entitas akan mempero leh manfaat dari aset 17 tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul. 18 21. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada 19 paragraf 19 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi 20 pertukaran atau pembelian yang didukung dengan bukti yang 21 menyatakan/ mengidentifikasikan biaya pero lehannya. Dalam hal 22 tertentu, suatu investasi mungkin dipero leh bukan berdasarkan biaya 23 pero lehannya, atau berdasarkan nilai wajar pada tanggal per.olehan. 24 Dalam kasus yang demikian, penggunaan nilai estimasi yang layak dapat 25 digunakan. 26 PENGUKURAN INVESTASI 27 22. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang 28 dapat membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian, 29 nilai pasar dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. 30 Untuk investasi yang tidak memiliki pasar aktif dapat 31 dipergunakan nilai nominal, nilai tercatat atau nilai wajar 32 lainnya. 33 23. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, 34 misalnya saham dan obligasi jangka pendek (ef ek), dicatat sebesar 35 biaya perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga 36 transaksi i ^n vestasi itu sendiri ditambah komisi perantara jual beli, 1 jasa bank, dan biaya lainnya yang timbul dalam rangka perolehan 2 tersebut. 3 24. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh 4 tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasarkan nilai 5 wajar investasi pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga 6 pasar. Apabila tidak ada nilai wajar, maka investasi dinilai 7 berdasarkan nilai wajar aset lain yang diserahkan untuk 8 memperoleh investasi tersebut. 9 25. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, 1 O misalnya dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar 11 nilai nominal deposito tersebut. 12 26. Investasi jangka panjang yang bersif at permanen misalnya 13 penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya 14 meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain 15 yang timbul dalam rangka perolehan investasi tersebut. 16 2 7. Investasi nonpermanen dalam bentuk pembelian obligasi 17 jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk 18 dimiliki berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. 19 28 . Investasi nonpermanen yang dimaksudkan untuk 20 penyehatan/penyelamatan perekonomian, dinilai sebesar nilai 21 bersih yang dapat direalisasikan. 22 29. Investasi nonpermanen untuk penyehatan/ penyelamatan 23 perekonomian misalnya dana talangan dalam rangka penyehatan 24 perbankan. 25 30. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di 26 proyek-proyek pembangunan pemerintah dinilai sebesar biaya 27 pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk 28 perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka 29 pen ye lesaian proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak 30 ketiga. 31 31. Investasi nonpermanen dicatat sebesar nilai bersih yang 32 dapat direalisasikan, jika dan hanya jika investasi tersebut dalam 33 rangka kebijakan nasional yang akan dilepas/dijual atau berupa 34 investasi dalam bentuk tagihan. 35 3 2. Dalam hal investasi dalam rangka kebijakan nasional yang akan 36 dilepas/ dijual, nilai investasi dicatat sebesar nilai pelepasan/ penjualan 37 dikurangi dengan biaya pelepasan. Dalam hal investasi berupa tagihan, 1 nilai investasi dicatat sebesar nilai investasi dikurangi penyisihan tak 2 tertagih. 3 33. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari 4 pertukaran aset pemerintah, maka nilai investasi diakui sebesar 5 nilai wajar aset yang diperoleh. Jika nilai wajar aset yang 6 diperoleh tidak tersedia, nilai investasi diakui sebesar nilai wajar 7 aset yang diserahkan atau nilai buku aset yang diserahkan apabila 8 tidak diketahui nilai wajarnya. 9 34. Investasi dapat dipero leh melalui pertukaran dengan aset 10 no nmo neter atau ko mbinasi aset mo neter dan aset no nmo neter. 11 35. Nilai perolehan investasi dalam valuta asing yang dibayar 12 dengan mata uang asing yang sama harus dinyatakan dalam 13 rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank ¡entral) 14 yang berlaku pada tanggal transaksi. 15 36. Diskonto atau premium pada pembelian investasi 16 diamortisasi selama periode dari pembelian sampai saat jatuh 17 tempo sehingga hasil yang konstan diperoleh dari investasi 18 tersebut. 19 3 7. Disko nto atau premium merupakan penambahan atau 20 pengurangan dari nilai tercatat (carrying value) investasi tersebut. 21 Amo rtisasi disko nto atau premium akan mengurangi disko nto atau 22 premium. Amo rtisasi disko nto atau premium akan diakui sebagai 23 pengurang atau penambah pendapatan bunga dalam lapo ran o perasio nal. 24 Pen dapatan bunga L RA ti dak dipengaruhi o leh amo rtisasi disko nto atau 25 premium. 26 38 . Jika investasi pemerintah yang dicatat dengan nilai no minal 27 atau biaya pero lehan mengalami penurunan nilai, maka penurunannya 28 harus diungkapkan dalam lapo ran keuangan. Penurunan nilai terjadi jika 29 nilai tercatat investasi lebih besar dibandingkan dengan nilai wajar 30 investasi tersebut. 31 METODE AKUNTANSI INVESTASI 32 39. Akuntansi investasi permanen pemerintah dilakukan 33 dengan dua metode yaitu: 34 a. Metode biaya 35 Investasi dicatat sebesar biaya perolehan. Penghasilan atas 36 · investasi tersebut diakui sebesar bagian hasil yang diterima 1 dan tidak mempengaruhi besarnya investasi pada badan 2 usahajbadan hukum yang terkait. 3 b. Metode ekuitas 4 Pengakuan awal aset investasi dicatat sebesar biaya perolehan 5 dan ditambah bagian laba atau dikurangi bagian rugi 6 pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian laba pemerintah 7 dicatat sebagai pendapatan hasil investasi pada laporan 8 operasional dan menambah nilai investasi pemerintah. 9 Dividen tunai pada saat diumumkan dalam RUPS diakui 1 O sebagai piutang dividen dan pengurang investasi pemerintah. 11 Dividen tunai yang telah diterima oleh pemerintah akan 12 mengurangi piutang dividen. Penerimaan dividen tunai tersebut 13 akan dicatat sebagai pendapatan hasil investasi dalam laporan 14 realisasi anggaran. 15 Penyesuaian terhadap nilai investasi juga diperlukan akibat 16 perubahan ekuitas badan usaha penerima investasi (investee), 17 misalnya adanya perubahan yang timbul akibat pengaruh 18 valuta asing serta revaluasi aset tetap. Dampak penyesuaian 19 tersebut akan diakui sebagai penambah atau pengurang ekuitas 20 pemerintah. 21 40. Penggunaan metode pada paragraf 39 didasarkan pada 22 kriteria berikut: 23 a. Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya; 24 b. Kepemilikan 20% sampai dengan 50%, atau kepemilikan kurang 25 dari 20% tetapi memiliki pengaruh yang signif ikan 26 menggunakan metode ekuitas; 27 c. Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas; 28 41. Dalam ko ndisi tertentu, kriteria besarnya persentase 29 kepemilikan saham bukan merupakan fakto r yang menentukan dalam 30 pemilihan meto de akuntansi investasi, tetapi yang lebih menentukan 31 adalah tingkat pengaruh (the degree of influence) atau pengendalian 32 terhadap badan usaha penerima investasi (investee). Ciri - ciri adanya 33 pengaruh signifikan atau pengendalian pada badan usaha penerima 34 investasi (investee), antara lain: 35 a. Kemampuan mempengaruhi ko mpo sisi dewan ko misaris; 36 b. Kemampuan untuk menunjuk atau mengganti direksi; 1 c. Kemampuan untuk mengendalikan mayo ritas suara dalam rapat 2 umum pemegang saham (RUPS). 3 PENGAKUAN HASIL INVESTASI 4 4 2. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka 5 pendek, antara lain berupa bunga deposito dan bunga obligasi, 6 yang telah menjadi hak pemerintah diakui sebagai piutang hasil 7 investasi pada neraca dan pendapatan hasil investasi pada laporan 8 operasional. Penerimaan hasil investasi akan diakui sebagai 9 pengurang piutang hasil investasi pada saat kas diterima. Hasil 1 O investasi yang diterima tunai akan diakui sebagai pendapatan 11 hasil investasi pada laporan realisasi anggaran. 12 43. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka 13 pendek atau investasi jangka panjang nonpermanen berupa 14 pendapatan dividen tunai (cash dividend) diakui sebagai piutang 15 dividen pada neraca dan pendapatan hasil investasi pada laporan 16 operasional pada saat dividen diumumkan dalam RUPS. · 17 Pendapatan dividen tunai (cash dividend) tersebut diakui sebagai 18 pengurang piutang dividen pada neraca pada saat kas diterima. 19 Penerimaan dividen tunai (cash dividend) tersebut akan diakui 20 sebagai pendapatan hasil investasi pada laporan realisasi 21 anggaran. 22 44. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari 23 penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan 24 metode biaya pada saat diumumkan dalam RUPS dicatat sebagai 25 piutang dividen pada neraca dan pendapatan hasil investasi pada 26 laporan operasional. Hasil investasi berupa dividen tunai akan 27 diakui sebagai pengurang piutang dividen pada saat kas dU; 'erima. 28 Penerimaan hasil investasi berupa dividen tunai tersebut akan 29 diakui sebagai pendapatan hasil investasi pada laporan realisasi 30 anggaran. 31 45. Hasil investasi berupa bagian laba yang diperoleh dari 32 penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan 33 metode ekuitas, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi pada 34 laporan operasional dan penambah nilai investasi pemerintah pada 35 neraca. Dividen tunai diakui sebagai piutang dividen dan 36 pengurang investasi pemerintah pada saat diumumkan dalain 1 RUPS. Dividen tunai yang telah diterima pemerintah akan ! mengurangi piutang dividen. Penerimaan dividen tunai tersebut 3 akan dicatat sebagai pendapatan hasil investasi dalam laporan 4 realisasi anggaran. Dividen dalam bentuk saham yang diterima 5 tidak menambah nilai investasi pemerintah, sehingga tidak diakui 6 sebagai pendapatan. Dividen dalam bentuk saham yang diterima 7 akan diungkap dalam catatan atas laporan keuangan. 8 46. Dalam metode ekuitas, pengakuan bagian rugi dalam nilai 9 investasi pemerintah yang disajikan pada neraca dilakukan 10 sampai nilai investasi menjadi nihil. Selisih bagian rugi yang belum 11 diakui dalam investasi pemerintah akan diungkap dalam catatan 12 atas laporan keuangan. 13 4 7. Pada meto de ekuitas, nilai investasi dapat berkurang sehingga 14 menjadi nihil atau negatif karena kerugian yang dipero leh. Jika aki bat 15 kerugian yang dialami, nilai investasi menjadi negatif, maka investasi 16 terse but akan disajikan di neraca se besar nihil, namun nilai negatif 17 terse but akan diungkapkan dalam catatan atas lapo ran keuangan. 18 48 . Pengakuan bagian laba dapat kembali dilakukan ketika 19 bagian laba telah menutup akumulasi rugi yang tidak diakui pada 20 saat nilai investasi negatif disajikan nihil. 21 49. Dalam ko ndisi nilai investasi negatif disajikan nihil, bagian la ba 22 terle bih dahulu digunakan untuk menutup akumulasi rugi. Penam bahan 23 investasi dari pengakuan bagian la ba akan dilakukan setelah akumulasi 24 rugi tertutupi. Hal ini diungkapkan dalam catatan atas lapo ran keuangan. 25 50. Jika akibat kerugian yang dialami, nilai investasi menjadi 26 negatif dan pemerintah memiliki tanggung jawab hukum untuk 27 menanggung kerugian atas badan usaha penerima investasi 28 (investee) tersebut, maka bagian akumulasi rugi diakui sebagai 29 kewajiban. 30 51. Pengakuan bagian la ba pada saat bagian akumulasi rugi diakui 31 se bagai kewaji ban akan mengurangi nilai kewaji ban terse but. Hal ini 32 diungkapkan dalam catatan atas lapo ran keuangan. 33 PELEPASAN INVESTASI 34 5 2. Pelepasan aset investasi pemerintah dapat berbentuk 35 penjualan aset investasi, pertukaran dengan aset lain, kompensasi 1 utang pemerintah, hibah dan donasi, pembebasan utang bagi 2 penerbit efek obligasi, dan lain sebagainya. 3 53. Perbedaan antara hasil pelepasan investasi dengan nilai 4 tercatatnya diakui sebagai surplus/def isit pelepasan investasi. 5 Surplus/defisit pelepasan investasi disajikan dalam taporan 6 operasional. 7 PENGUNGKAPAN 8 54. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan 9 keuangan pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, 1 O antara lain: 11 a. Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi; 12 b. Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen; 13 c. Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun 14 investasi jangka panjang yang memiliki harga pasar; 15 d. Penurunan nilai investasi yang signif ikan dan penyebab 16 penurunan tersebut; 17 e. Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan 18 penerapannya; 19 f. Rekonsiliasi nilai investasi awal dan akhir atas investasi dengan 20 metode ekuitas; 21 g. Investasi yang disajikan dengan nilai nihil dan bagian 22 akumulasi rugi yang melebihi nilai investasi; 23 h. Kewajiban yang timbul dari bagian akumulasi rugi yang melebihi 24 nilai investasi dalam hal pemerintah memiliki tanggung jawab 25 hukum; 26 i. Perubahan klasifikasi pos investasi; 27 j. Perubahan porsi kepemilikan atau pengaruh signifikan yang 28 mengakibatkan perubahan metode akuntansi. 1 TANGGAL EFEKTIF 2 55. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 3 berlaku ef ektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 4 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2017.
Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin untuk Kredit Usaha Rakyat
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang diterima oleh penyalur KUR dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada penerima KUR.
Subsidi Marjin adalah bagian marjin yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara marjin yang diterima oleh penyalur KUR dengan marjin yang dibebankan kepada penerima KUR dalam skema pembiayaan syariah.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada K/L yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Subsidi Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran untuk pembayaran subsidi atas KUR.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden dengan Keputusan Presiden yang diberi kewenangan dalam memberikan arahan terhadap kebijakan program KUR.
Penerima KUR adalah pihak yang memenuhi kriteria untuk menerima KUR sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan KUR.
Penyalur KUR adalah lembaga yang memenuhi persyaratan untuk menyalurkan KUR sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan KUR.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Baki Debet adalah sisa pokok pinjaman/sisa pokok pembiayaan yang wajib dibayar kembali oleh Penerima KUR kepada Penyalur KUR.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Keberatan atas Pasal Pasal 2 ayat (4a) UU Nomor 28 Tahun 2007, Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 42 Tahun 2009, Pasal 9 ayat (8) huruf a UU Nomor 42 Tahun 200 ...
Relevan terhadap
“...Implikasi Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4a) adalah pengenaan cost of taxation yang sangat tinggi, bahkan melebihi sanksi dalam kompromi fiscal Pasal 8 ayat (3) maupun sanksi (minimum) pidana perpajakan. Hal ini terjadi karena sanksi yang dikenakan terhadap pengusaha bukan hanya berupa sanksi yang bersifat eksplisit [misalnya Pasal 13 ayat (2)] tetapi juga sanksi yang bersifat implisit -antara lain berupa menegasikan hak pengkreditan atau penetapan PPN yang kurang bayar atas dasar nilai peredaran bruto % omzet dan bukan mendasar pada nilai tambah. Sejatinya PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah, mekanisme penghitungan PPN berbeda dengan Pajak Penjualan (PPn) yang merupakan pajak atas transaksi/penjualan.” “Sudah seharusnya fungsi sanksi perpajakan diletakkan kembali pada posisi yang seharusnya. Sanksi pidana perpajakan tidak boleh berorientasi pada tujuan jangka pendek, yaitu untuk menghukum PKP yang tidak kooperatif dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, namun sebaliknya, harus berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu untuk mempengaruhi tingkah laku PKP yang tidak kooperatif menjadi PKP yang patuh . “ Sudah seharusnya Pasal 2 ayat (4) maupun Pasal 4 ayat (4a) ditinjau kembali dan segera di amandemen untuk memberikan kepastian hukum dan menjamin keadilan perpajakan. Dengan struktur UU PPh dan UU PPN yang ada saat ini, maka ketentuan asas retroactive hanya cocok untuk diberlakukan terhadap PPh, karena PPh merupakan Secara pajak Iangsung dan bersifat subjektif.” “Sungguh suatu ironi, jika saat ini pemerintah memperjuangkan keberlakuan tax amnesty dengan insentif uang tembusan yang sangat murah (bahkan diberikan pembebasan pajak dan sanksi-sanksinya) bagi para wajib pajak yang jelas tegas melakukan tindakan pidana perpajakan. Sementara Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4a) yang sarat ketidakadilan bahkan menimbulkan cost of taxation yang tinggi justru tidak ditinjau kembali. Terlebih, pada kenyataannya PKP tersebut juga sudah dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif yang berlaku umum (yaitu maksimum 30% untuk PPh Orang Pribadi dan 25% untuk PPh Badan), dan karena pada kenyataannya PKP tersebut tidak pernah memungut PPN kepada pada pembelinya, maka seluruh direct money costs menjadi tanggungannya, termasuk juga sanksi perpajakan baik yang secara eksplisit dan implisit”. (D) KESIMPULAN 69. Bahwa UUD NRI 1945 Pasal 28D ayat (1) hasil Amandemen menegaskan adanya asas kepastian hukum sebagai hak konstitusional setiap orang: “(1) __ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum“.
seimbang merupakan hal yang dapat terjadi dalam ranah implementasi, tidak serta merta terjadi karena inkonstitusionalitas norma. Andaipun dalil Pemohon tersebut benar, undang-undang telah menyediakan instrumen untuk mengajukan keberatan. Sebab, esensi dari norma Pasal a quo tidak dapat dipisahkan atau berkaitan erat dengan esensi norma pasal yang diuji sebelumnya, yang pada hakikatnya pajak yang dapat dikurangkan hanya pajak pemasukan setelah wajib pajak dikukuhkan sebagai PKP, sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya. Dengan demikian dalil Pemohon mengenai Pasal 9 ayat (8) huruf i UU 42/2009 menciptakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan adalah tidak beralasan menurut hukum. [3.16] Menimbang bahwa di samping pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan kembali beberapa pertimbangan Mahkamah dalam memberikan fleksibilitas yang terukur terhadap kebijakan negara dalam mengatur masalah perpajakan, yaitu antara lain: Bahwa mengenai kewenangan negara dalam memungut pajak dan menentukan besaran serta mekanisme pajak, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 004/PUU-II/2004, bertanggal 11 Desember 2004, pada pertimbangannya antara lain menyatakan: … Menimbang bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban semua warga negara maupun orang asing penduduk Indonesia, di mana negara mempunyai kewenangan untuk memaksakan pembayaran pajak terutang yang timbul sejak peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang ditentukan oleh hukum pajak terjadi, yang besarnya pajak terutang sesuai dengan ketentuan hukum pajak yang berlaku. Timbulnya utang pajak bukan sebagai denda atau hukuman terhadap wajib pajak atau karena adanya hubungan perdata antara wajib pajak dengan negara, tetapi semata-mata adanya kewajiban pembayar pajak. Asas keadilan dalam pemungutan pajak salah satu di antaranya adalah: “wajib pajak menghitung sendiri pajak yang harus dibayar (self assessment)” dan “pungut pajak segera setelah hutang pajak timbul dan jangan tunda pemungutannya”, karena penundaan dapat menimbulkan beban yang lebih berat kepada wajib pajak (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 004/PUU-II/2004, bertanggal 11 Desember 2004, hlm. 44). Lebih lanjut, terhadap kewenangan negara dalam memungut pajak tersebut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XVI/2018, bertanggal 9 Mei 2018, pada pertimbangannya antara lain menyatakan:
Tata Cara Permohonan, Permintaan, dan Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda dalam rangka Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai u ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PERMINTAAN, DAN PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DALAM RANGKA PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG CUKAI UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 2. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. 3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah satuan kerja unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan, dan fasilitasi, serta optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah DJBC atau Kantor Wilayah DJBC Khusus. 5. Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. 6. Kantor Bea Cukai adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan yang melaksanakan Penyidikan dan menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 2 (1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan Penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. (2) Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, jdih.kemenkeu.go.id dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pasal 3 (1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada J aksa Agung a tau pejabat yang ditunjuk, sepanjang penyidik belum menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum. (2) Menteri melimpahkan kewenangan permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal. (3) Direktur Jenderal dapat mensubdelegasikan kewenangan permintaan penghentian Penyidikan se bagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai. (4) Kepala Kantor Wilayah dapat melimpahkan wewenang permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk mandat kepada kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. Pasal 4 (1) Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4):
wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang- undangan;
bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pejabat lain. (2) Dalam hal kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian atau pejabat pelaksana tugas yang ditunjuk. (3) Pejabat pelaksana harian atau pejabat pelaksana tugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan. Pasal 5 (1) Perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan:
dalam hal barang kena cukai dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai yang berlaku pada saat dilakukan penegahan; jdih.kemenkeu.go.id b. dalam hal barang kena cukai berupa minuman mengandung etil alkohol yang tidak dapat ditentukan negara asalnya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai minuman mengandung etil alkohol buatan dalam negeri sesuai dengan golongannya yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau selain tembakau iris yang dikemas bukan dalam kemasan untuk penjualan eceran dan cerutu yang tidak dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai terendah yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau berupa tembakau iris yang dikemas bukan dalam kemasan untuk penjualan eceran, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai tertinggi yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau berupa cerutu yang tidak dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai rata-rata cerutu buatan dalam negeri yang berlaku pada saat dilakukan penegahan; atau
dalam hal pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kedapatan asli dan belum digunakan, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai pada pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya. (2) Perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli pada saat Penyidikan. Pasal 6 (1) Dalam Penyidikan terhadap tindak pidana se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), penyidik memberitahukan kepada tersangka bahwa yang bersangkutan dapat mengajukan penghentian Penyidikan di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara dengan membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). (2) Penyidik menuangkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam berita acara pemeriksaan tersangka. Pasal 7 (1) Dalam hal tersangka bermaksud mengajukan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), tersangka menyampaikan surat permohonan penghentian Penyidikan di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada:
Direktur Jenderal, dalam hal Penyidikan dilakukan oleh kantor pusat DJBC; atau
kepala Kantor Bea Cukai, dalam hal Penyidikan dilakukan oleh Kantor Bea Cukai. jdih.kemenkeu.go.id (2) Dalam hal tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) tersangka, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh seluruh tersangka baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. (3) Surat permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan sebelum penyidik menyerahkan tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum. (4) Atas pengajuan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai memberikan tanda terima. (5) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 8 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), DirekturJenderal atau kepala Kantor Bea Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan untuk:
memastikan identitas tersangka;
memastikan pemenuhan ketentuan surat permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam hal tindak pidana dilakukan lebih dari 1 (satu) tersangka;
menentukan pasal pidana yang dilanggar; dan
menghitung besaran sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menyimpulkan dapat atau tidaknya diajukan permin taan penghen tian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara. (3) Untuk melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai melakukan gelar perkara dan dibuatkan berita acara. Pasal 9 (1) Dalam hal hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat dilakukan permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan dan menyampaikan surat persetujuan atas permohonan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada tersangka. (2) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
identitas tersangka;
pasal pidana yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); jdih.kemenkeu.go.id c. besaran sanksi administratif beru.pa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
jangka waktu pembayaran sanksi administratif beru.pa denda; dan
nomor rekening penampungan dana titipan DJBC. (3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meru.pakan dokumen yang dijadikan dasar pembayaran sanksi administratifberu.pa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). (4) Dalam hal hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) tidak dapat dilakukan permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan dan menyampaikan surat penolakan kepada tersangka disertai alasan. (5) Dalam hal tindak pidana cukai dilakukan oleh 1 (satu) tersangka, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) a tau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak surat permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) diterima. (6) Dalam hal tindak pidana di bidang cukai dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) tersangka, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dengan ketentuan:
dalam hal surat permohonan penghentian Penyidikan diajukan secara sendiri-sendiri, surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dan disampaikan paling lama dalamjangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak surat permohonan penghentian Penyidikan yang pertama kali diterima; atau
dalam hal surat permohonan penghentian Penyidikan diajukan secara bersama-sama, surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dan disampaikan paling lama dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak surat permohonan penghentian Penyidikan diterima. (7) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huru.f B dan huruf C yang meru.pakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), tersangka membayar sanksi administratif beru.pa denda sebagaimana dimaksud dalam jdih.kemenkeu.go.id Pasal 2 ayat (2) dengan menyetor ke rekening penampungan dana titipan DJBC. (2) Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diterima oleh tersangka. (3) Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dalam hal tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) tersangka, pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai kesepakatan para tersangka. Pasal 11 (1) Pengelolaan rekening penampungan dana ti ti pan DJBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri mengenai pengelolaan rekening milik satuan kerja lingkup kementerian negara/ lembaga. (2) Kuasa pengguna anggaran/kepala satuan kerja dapat menunjuk pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi Penyidikan sebagai pengelola operasional rekening penampungan dana titipan DJBC. Pasal 12 (1) Tersangka menyampaikan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (4) kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dengan dilampiri surat pernyataan pengakuan bersalah dari tersangka. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) membuat tanda terima atas penyampaian bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukan:
lembar ke-1 untuk tersangka; dan
lembar ke-2 sebagai arsip. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) menyampaikan tanda terima lembar ke-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada tersangka. (4) Surat pernyataan pengakuan bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D dan huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 13 (1) Dalam hal tersangka tidak atau kurang membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sampai denganjangka waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Penyidikan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyidik menyerahkan sanksi administratif berupa denda yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Penuntut Umum melalui penyetoran ke rekening penampungan dana titipan Kejaksaan dengan dibuatkan berita acara pada saat penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti. Pasal 14 (1) Dalam hal tersangka telah membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) menyampaikan bukti pembayaran dan surat pernyataan pengakuan bersalah dari tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) kepada Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai. (2) Berdasarkan penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menyampaikan surat permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan dengan dilampiri:
laporan kejadian;
surat perintah tugas Penyidikan;
surat penetapan tersangka;
surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan;
resume Penyidikan;
surat permohonan penghentian Penyidikan;
surat pernyataan pengakuan bersalah dari tersangka; dan
bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda. (3) Ketentuan pengajuan surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
dalam hal proses Penyidikan dilakukan oleh kantor pusat DJBC, Direktur Jenderal mengajukan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus;
dalam hal proses Penyidikan dilakukan oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai mengajukan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada kepala Kejaksaan Tinggi yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan; atau jdih.kemenkeu.go.id c. dalam hal proses Penyidikan dilakukan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai mengajukan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada kepala Kejaksaan Negeri atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan. (4) Penyampaian surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah bukti pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diterima. (5) Surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 15 Surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
dalam hal Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan mengembalikan berkas permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai mengajukan kembali berkas permin taan penghen tian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara yang telah dilengkapi kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan;
dalam hal Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan menetapkan penghen tian Penyidikan tindak pidana di bi dang cukai untuk kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai melaksanakan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan; atau
dalam hal Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan menolak permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara:
Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menyampaikan surat penolakan permintaan penghen tian Penyidikan tindak pidana di bi dang cukai untuk kepentingan penerimaan negara yang diterbitkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana jdih.kemenkeu.go.id Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan kepada tersangka;
Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai melanjutkan proses Penyidikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
penyidik menyerahkan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) kepada Penuntut Umum melalui penyetoran ke rekening penampungan dana titipan Kejaksaan dengan dibuatkan berita acara pada saat penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti. Pasal 16 (1) Tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilaksanakan dengan:
menyampaikan penetapan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada tersangka;
menyetorkan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) atas nama tersangka dari rekening penampungan dana titipan DJBC ke kas negara sebagai pendapatan denda administratif cukai;
menetapkan barang kena cukai dan/atau barang lain menjadi barang milik negara; dan/atau
mengembalikan barang lain yang tidak ditetapkan menjadi barang milik negara kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak dengan dibuatkan berita acara. (2) Pelaksanaan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara. (3) Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menyampaikan laporan pelaksanaan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan dengan dilampiri berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Laporan pelaksanaan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lama dalam j angka waktu 14 (empat belas) hari sejak penetapan penghentian Penyidikan diterima. (5) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan laporan pelaksanaan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana jdih.kemenkeu.go.id tercantum dalam Lampiran huruf G dan huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 17 (1) Penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b berlaku sebagai dokumen dasar penyetoran sanksi administratif berupa denda dari rekening penampungan dana titipan DJBC ke kas negara sebagai pendapatan denda administratif cukai melalui sistem penerimaan negara secara elektronik. (2) Penyetoran sanksi administratif berupa denda ke kas negara se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) atas nama tersangka. (3) Penyetoran sanksi administratif berupa denda ke kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b. Pasal 18 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap Penyidikan atas tindak pidana dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang terjadi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan belum dilakukan penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum, proses penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 19 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Pengurangan Sanksi Administrasi atas Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan , dan/atau Surat Tagihan Pajak yang Diterbit ...
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka melakukan pembinaan terhadap Wajib Pajak dan untuk mendorong Wajib Pajak membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak terutang dalam surat ketetapan pajak dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun 2015, diperlukan adanya kebijakan di bidang perpajakan berupa pengurangan sanksi administrasi;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994, terhadap hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersebut, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lainnya;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengurangan Sanksi Administrasi atas Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau Surat Tagihan Pajak yang Diterbitkan Berdasarkan Hasil Pemeriksaan, Verifikasi, atau Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan;
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 7 lainnya
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1067, Subdirektorat Kebijakan Investasi dan Hubungan Kelembagaan menyelenggarakan fungsi:
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang investasi;
perumusan dan evaluasi kebijakan investasi pemerintah dan panduan investasi (investment _policy); _ c. penyiapan bahan untuk Komite Investasi Pemerintah Pusat (KIPP);
perumusan tata hubungan serta melaksanakan fungsi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan dengan unit-unit investasi, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, lembaga internasional, dan pemangku kepentingan lainnya atas investasi pemerintah;
pengembangan kebijakan teknis dan prosedur pelaksanaan investasi;
perumusan dan pelaksanaan tata hubungan, fungsi koordinasi, dan fungsi pengawasan kepatuhan internal terhadap pelaksanaan kebijakan teknis dan prosedur pelaksanaan investasi;
sosialisasi dan pembinaan kebijakan teknis dan prosedur pelaksanaan investasi;
pengembangan kapasitas internal;
perumusan, monitoring, evaluasi perencanaan strategis investasi pemerintah, penerusan pmJaman, kredit program dan investasi lainnya; J. penilaian kinerja investasi unit-unit investasi;
penilaian laporan pelaksanaan kegiatan investasi;
pengelolaan data dan model analisis, penyusunan tolok ukur (benchmark) dan asums1, analisis kelayakan investasi di bidang investasi pemerintah, penerusan pinjaman, kredit program dan investasi lainnya; dan
memberikan pertimbangan/rekomendasi kelayakan investasi kepada pimpinan.
Seksi Dampak Kebijakan Perpajakan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penelitian dampak kebijakan perpajakan serta pendistribusian hasil peneli tian.
Seksi Dampak Kondisi Makro Ekonomi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penelitian dampak kondisi makro ekonomi terhadap perpajakan serta pendistribusian hasil penelitian.
Seksi Dampak Kebijakan Umum mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penelaahan dan penelitian dampak kebijakan umum terhadap perpajakan serta pendistribusian hasil penelitian.
Seksi Kebijakan, Pengembangan, dan Perencanaan Strategis Investasi mempunyai tugas melakukan evaluasi dan melakukan perumusan kebijakan investasi pemerintah dan panduan investasi (investment policy) melakukan perumusan perencanaan strategis investasi pemeriritah, penerusan pinjaman, kredit program dan investasi lainnya, melakukan monitoring dan evaluasi perencanaan strategis investasi pemerintah, penerusan pmJaman, kredit program dan investasi lainnya, melakukan penilaian rencana strategis, rencana kerja investasi, dan penilaian kinerja investasi unit-unit investasi, melakukan penilaian laporan pelaksanaan kegiatan investasi, mengembangkan kebijakan teknis, dan prosedur pelaksanaan investasi.
Seksi Hubungan Kelembagaan Eksternal mempunyai tugas melakukan perumusan tata hubungan serta melakukan fungsi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan dengan unit-unit investasi, kementerian/ lembaga, pemerintah daerah, lembaga internasional, dan pemangku kepentingan lainnya atas investasi pemerintah, serta penyiapan bahan Komite Investasi Pemerintah Pusat (KIPP).
Seksi Hubungan Kelembagaan Internal mempunyai tugas melakukan perumusan dan pelaksanaan tata hubungan, fungsi koordinasi, dan fungsi pengawasan kepatuhan internal terhadap pelaksanaan kebijakan teknis dan prosedur pelaksanaan investasi, melakukan perumusan tata hubungan, fungsi koordinasi, dan kepatuhan internal dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Investasi, melakukan perumusan tata lembaga fungsi koordinasi dan mekanisme pelaksanaan tugas dengan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan, melakukan sosialisasi dan pembinaan kebijakan teknis dan prosedur pelaksanaan investasi, serta menyelenggarakan pengembangan kapasitas internal.
Seksi Analisis Kelayakan Investasi mempunyai tugas melakukan pengelolaan data dan model analisis, penyusunan tolok ukur (benchmark) dan asumsi, analisis kelayakan investasi di bidang investasi pemerintah, penerusan pmJaman, kredit program dan investasi lainnya.
Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi