Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Penataan Ruang.
Relevan terhadap
Ayat (1) Strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dirumuskan dengan mempertimbangkan kemampuan teknologi, data dan informasi, serta pembiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal II dan Pasal 14. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat 11 memperhatikan antara lain:
kepentingan nasional dan Daerah Tingkat I;
arah dan kebijaksanaan penataan ruang wilayah tingkat Nasional dan Propinsi Daerah Tingkat I;
pokok permasalahan Daerah Tingkat II dalam mengutamakan kepentingan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
keselarasan dengan aspirasi masyarakat;
persediaan dan peruntukan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya;
daya dukung dan daya tampung lingkungan;
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II lainnya yang berbatasan. Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II adalah kebijaksanaan yang menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam jangka waktu perencanaan. Ayat (2) Sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan pengelolaan lingkungan, penatagunaan air, penatagunaan tanah, dan penatagunaan udara merupakan satu kesatuan dalam Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Ayat (3) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk menetapkan lokasi kegiatan pembangunan dalam menetapkan ruang serta dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan selalu sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II yang sudah ditetapkan. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II disusun dengan perspektif ke masa depan dan untuk jangka waktu 10 tahun. Apabila jangka waktu 10 tahun Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II berakhir, maka dalam penyusunan rencana tata ruang yang baru hak yang telah dimiliki orang dan masyarakat yang jangka waktunya melebihi jangka waktu rencana tata ruang tetap diakui seperti, Hak Guna Bangunan yang jangka waktunya 20 tahun, dan Hak Guna Usaha yang jangka waktunya 30 tahun. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan dalam waktu kurang dari 10 tahun apabila strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan perlu ditinjau kembali dan atau disempurnakan sebagai akibat dari penjabaran Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan dinamika pembangunan. Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan yang diperlukan untuk mencapai strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang yang ditetapkan pada 10 tahun dilakukan minimal 5 tahun sekali. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dijabarkan ke dalam program pemanfaatan ruang 5 tahunan sejalan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Program pemanfaatan ruang tersebut dijabarkan lagi ke dalam kegiatan pembangunan tahunan sesuai dengan tahun anggaran. Ayat (6) Cukup jelas
Rumah Susun
Relevan terhadap
Perhimpunan penghuni mempunyai tugas pokok :
mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disusun oleh pengurus dalam rapat umum perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2);
membina para penghuni ke arah kesadaran hidup bersama yang serasi, selaras, dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya;
mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
menyelenggarakan tugas tugas administratif penghunian;
menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan pengelola dalam pengelolaan rumah susun dan lingkungannya;
menyelenggarakan pembukuan dan administratif keuangan secara terpisah sebagai kekayaan perhimpunan penghuni;
rnenetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Setiap penghuni berhak :
memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama secara aman dan tertib;
mendapatkan perlindungan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
memilih dan dipilih menjadi Anggota Pengurus Perhimpunan Penghuni;
Setiap penghuni berkewajiban a. mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran;
memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Setiap penghuni dilarang :
melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban, dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya;
mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan rumah susun yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni
Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara
Relevan terhadap
bahwa untuk meningkatkan efisiensi ^\ dan produktivitas Badan Usaha Mi lik Negara, pemindahtanganan akti va tetap Badan Usaha Milik Negara perlu diatur oleh Menteri · Keqangŏn;
bahwa sehubungan den g an hal tŐrse but pada huruf a diatas, dipandang perlu untuk menetapkan pedoman pe . mindahtanganan akti va tetap B·adan Usaha Milik Negara dalam suatu Ke putusan Menteri Keuangan. Mengingat 1. P a s a l 17 Undang-Undang Da s a r 1945;
Kitab Undang-undang Hukum Dagang ( Stbl. 1847 Nomor 23) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan di tambah, terakhir dengan Undang undang Nomor 4 Tahun 1971 (Lembar an Negara Tahun 1971 Nomor 20, Tam bahan Lembaran Negara Nomor 2959);
Undang-undang Perbendaharaan Indo nesia (ICW) Stbl. 1925 Nomor 448 ;
Indonesische Bedrijvenwet ( Stbl. 1927 Nomor 419) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang No - . mor 12 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 49) ;
Undang-undang N: ->mor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lem baran Negara Tahun 1960 Nomor 59, Tambahőn Lembaran Negara Nomor 1989); WARTA PERUNDANG-UNDANGAN H-2 6. Peraturan Pemerintah Pengganti Un.dang u ndang Nomor 21 Tahun 196 0 . t entang Bank Pembangunan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 65, Tambah a n Lembaran Negara Nomor 1996).;
Undang-undang Namer 17 Talmn 1968 ten tang Bank Negara Indonesia 1946 (Lembar an Negara Tahun . 1968 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2870);
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1968 ten tang Bank Dagang Negara (Lembaran Nega ra Tahun 1968 Nomor 71, Tambahan Lembar an Negara Nomor 28 7 1 ) ; 9. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1968 ten- · · tang Bank ·Bumi Daya (Lembaran Negara T €l hun 196-8 Nqmoi; 72, Tambahan Lembara ii Negara . Nomor · 2s72);
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1968 ten tang Bank · Tabungan Negara (Lembaran Ne gara Tahun 1968 Nomor 73, Tambahan Lem baran Negara Nomor 2873);
Undang-undarig Nomor 21 Tahun . 1968 ten tang Bank Rakyat Indonesia (Lembaran Ne gara Tahun 1268 Nomor 74, Tambahan Lem: baran Negara _ Nomor 2874);
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1968 ten tang Bank Ekspbr Impor Indonesia (Lem - baran Negara Tahun 1968 Nomor 75, Tam bahan LÑmbaran Negara Nomor 2875); · 13. tlndang-undang Nontor ( Tahun !969 · t)n tang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomur 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara men j adi Undang-undang (Lembaran Negara Ta hun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Ne gara Nomor 2904) ; · \ WARTA PERUNDANG-UNDANGAN H-3 14.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Ta hun 1969 tentang Perus haan Per: seroan (PERSRRO) . (Lemb.aran Negara Tahun 1969 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2894) ; Peraturan Pemerii: itah Nomor 3 Ta hun 1983 tentang Tatacara Pembi- naan dan Pe: ngawasan Perusahaan ), Jawata: h -(PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Persero a n (PERSERO)(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomo ǯ3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3246) ; · Keputusan Presiden Nomor 64/M Ta hun 1988 ; · - Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/1ǰ1K.00/1989 tanggal 28 Juni 1989 .. tentang PeDZingkatan Efi . si ensi dan Produktivitas Badan Usa ha Milik Negara ; - 18. · Keputusan Menteri Keuangan · Nomor 741/KMK.00/1989 .- tanggal 28 Juni' 1989 tentang Rencana Jangka Pan j-ang PerHsahaah, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta Pelimpahan Kewenangan Pengarnbil an Keputasan· Memperhati-: Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1$,n _. ,.. l,970 t entan_g , , PDz _ njualan Ddzn Atau Pemindahtanganan Barang-barang Yang Dirniliki/DiǴuasai Negara ; - lnstruksi Presiden Nornor S Tahun 1988 tentang Pedoman Penyehatan dan Pengelolaan adan . Usaha Milik Negara. MEMUTIJSKAN Menetapkan : KEPUWSAN MENTER! KEUANGAN . REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PEMINDAH - TANGANAN AKTIVA TETAP BADAN USAHA MILIK N G A RA. www.jdih.kemenkeu.go.id WARTA PERUNDANG-UNDANGAN BAB I KETENTUAN UMTJM
Rumah Susun
Relevan terhadap
Ayat (1) Penghuni satuan rumah susun tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian-bersama, benda- bersama, dan tanah-bersama. Untuk menjamin ketertiban, kegotongroyongan, dan keselarasan sesuai dengan kepribadian Indonesia dalam mengelola bagian-bersama, benda- bersama, dan tanah-bersama, maka dibentuk perhimpunan penghuni yang mengatur dan mengurus kepentingan bersama. Ayat (2) Perhimpunan penghuni berdasarkan Undang-undang ini berkedudukan sebagai badan hukum, yang susunan organisasi, hak dan kewajibannya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan penghuni dapat mewakili para penghuni atau pemilik satuan rumah susun baik di dalam maupun di luar pengadilan. Ayat (3) Perhimpunan penghuni dibentuk terutama untuk mengatur penghunian dan pengelolaan rumah susun. Kegiatannya perlu diserasikan dengan kegiatan kelembagaan RT dan RW yang bergerak di bidang kemasyarakatan. Ayat (4) Perhimpunan penghuni mempunyai tugas dan wewenang pengelolaan yang meliputi penggunaan, pemeliharaan, dan perbaikan terhadap bangunan, bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama. Untuk pelaksanaannya, perhimpunan penghuni dapat membentuk badan pengelola apabila jumlah satuan rumah susun masih dalam batas dapat ditangani sendiri, atau menunjuk badan pengelola yang profesional sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Badan pengelola bertanggung jawab kepada perhimpunan penghuni. Ayat (5) Cukup jelas
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TTD SOEHARTO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 75 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN I. UMUM Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Di samping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa perumahan merupakan masalah nasional, yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air, terutama di daerah pekotaan yang berkembang pesat. Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat perlu ditangani secara mendasar, menyeluruh, terarah, dan terpadu, oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan keikutsertaan secara aktif usaha swasta dan swadaya masyarakat. Pembangunan perumahan yang telah dirintis sejak Pelita I perlu ditingkatkan dan dikembangkan, khususnya perumahan dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk :
memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia.
mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna. Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah pekotaan yang berpenduduk padat sedangkan tanah yang tersedia sangat terbatas, perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya. Pengertian Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi dalam satu-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian-bersama dari bangunan tersebut serta benda- bersama dan tanah-bersama yang di atasnya didirikan rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak pemilikan atas satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur dengan undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia. Dengan undang-undang ini diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi:
hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah;
hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun;
hak bersama atas benda-benda;
hak bersama atas tanah. yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan. Pengaturan dan pembinaan rumah susun merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang setinggi-tingginya, sebagian urusan tersebut dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan asas pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Untuk menggalakkan usaha pembangunan rumah susun dan memudahkan pihak-pihak yang ingin memiliki satuan rumah susun; Undang-undang ini mengatur kemungkinan untuk memperoleh kredit konstruksi dan kredit pemilikan rumah dengan menggunakan lembaga hipotik atau fidusia. Khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang ingin memiliki satuan rumah susun, mendapatkan prioritas dan kemudahan-kemudahan baik langsung maupun tidak langsung agar harganya dapat terjangkau. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan-persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat. Untuk menjamin keselamatan bangunan, keamanan, dan ketenteraman serta ketertiban penghunian, dan keserasian dengan lingkungan sekitarnya, maka satuan rumah susun baru dapat dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghuni satuan rumah susun tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah- bersama, karena kesemuanya merupakan kebutuhan fungsional yang saling melengkapi. Satuan rumah susun yang merupakan milik perseorangan dikelola sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan orang banyak. Penggunaan dan pengelolaannya harus diatur dan dilakukan oleh suatu perhimpunan penghuni yang diberi wewenang dan tanggung jawab. Oleh karena itu penghuni rumah susun wajib membentuk perhimpunan penghuni, yang mempunyai tugas dan wewenang mengelola dan memelihara rumah susun beserta lingkungannya, dan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata tertib penghunian. Perhimpunan penghuni oleh Undang- undang ini diberi kedudukan sebagai badan hukum dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik, dan dengan wewenang yang dimilikinya dapat mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam lingkungan rumah susun. Perhimpunan penghuni dapat membentuk atau menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian-bersama, benda-bersama, tanah-bersama, dan pemeliharaan serta perbaikannya. Dana yang dipergunakan untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan rumah susun, diperoleh dari pemungutan iuran dari para penghuninya. Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung ber tingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu dalam pembangunan rumah susun yang digunakan bukan untuk hunian yang fungsinya memberikan lapangan kehidupan masyarakat, misalnya untuk tempat usaha, pertokoan, perkantoran, dan sebagainya, ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini diberlakukan dengan penyesuaian menurut kepentingannya. Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok-pokok saja, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan yang lain. II. PASAL DEMI PASAL
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Penetapan "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan" dan " Undang_Undang ...
Relevan terhadap
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN "PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SUMATERA SELATAN" DAN ,UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 16 TAHUN 1955 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 3 TAHUN 1950 (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1955 NO. 52)" SEBAGAI UNDANG-UNDANG. Pasal I. Peraturan-peraturan yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 3 tahun 1950 tentang pembentukan Daerah tingkat I Sumatera Selatan dan Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1955 (Lembaran-Negara tahun 1955 No. 52) ditetapkan sebagai Undang-undang dengan beberapa perubahan dan tambahan sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB 1. KETENTUAN UMUM. Pasal 1.
Wilayah yang meliputi Keresidenen Palembang, Bengkulu, Lampung dan Bangka-Biliton dibentuk sebagai Daerah Tingkat I Sumatera Selatan.
Untuk selanjutnya dalam Undang-undang ini "Daerah tingkat I Sumatera Selatan" disebut "Daerah". Pasal 2.
Pemerintah Daerah berkedudukan di kota Palembang.
Jika perkembangan keadaan di daerah menghendakinya, maka setelah mendengar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tempat kedudukan Pemerintah Daerah dengan keputusan Menteri Dalam Negeri dapat dipindahkan ke lain tempat dalam wilayah Daerahnya.
Dalam keadaan darurat, tempat kedudukan itu untuk sementara waktu oleh Dewan Pemerintah Daerah dapat dipindahkan ke lain tempat. Pasal 3.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 7 ayat (2) Undang-undang No.1 tahun 1957 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdiri dari 35 orang anggota.
Jumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah terdiri dari 5 orang, dalam jumlah mana tidak termasuk Kepala Daerahnya. BAB II. TENTANG URUSAN RUMAH TANGGA DAERAH. Pasal 4. Urusan tata usaha Daerah.
Daerah dengan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, menyelenggarakan segala sesuatu yang perlu untuk melancarkan jalannya pemerintahan Daerahnya, antara lain :
menyusun dan menyelenggarakan sekretariat serta pembagiannya menurut yang diperlukan;
menyelenggarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan kepegawaian, perbendaharaan, pemeliharaan harta dan milik Daerah, serta lain-lain hal untuk melancarkan pekerjaan Daerah.
Penyusunan urusan-urusan Daerah termaksud dalam Undang-undang ini dilakukan menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri-menteri yang bersangkutan.
Guna melancarkan jalannya pekerjaan, maka Daerah menjalankan atau mengusahakan supaya dijalankan semua petunjuk- petunjuk tehnis yang diberikan oleh Menteri-menteri yang bersangkutan.
Dewan Pemerintah Daerah mengusahakan agar Menteri yang bersangkutan dapat mengetahui jalannya hal-hal yang dijalanan oleh Daerah, dengan mengirimkan laporan berkala kepada Menteri yang bersangkutan tentang hal-hal yang termasuk urusan rumah tangga dan kewajiban Daerah.
Dewan Pemerintah Daerah mengusahakan supaya kepala atau pemimpin dinas-dinas teknis masing-masing memenuhi panggilan dari Menteri yang bersangkutan untuk mengadakan pembicaraan bersama tentang urusan-urusan teknis yang termasuk pekerjaan kepala atau pemimpin urusan Daerah itu masing-masing. Pasal 5.
Dengan tidak mengurangi kemungkinan penambahan kewenangan pangkal Daerah, Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus hal-hal yang telah ditetapkan dalam Peraturan-peraturan Pemerintah:
mengenai urusan pertanian (Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1951 - Lembaran-Negara tahun 1951 No. 60);
mengenai, urusan kehewanan (Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1951 - Lembaran-Negara tahun 1951 No. 61);
mengenai urusan perikanan darat (Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1951 - Lembaran-Negara tahun 1951 No. 62);
mengenai urusan bimbingan dan perbaikan sosial (Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1958 - Lembaran-Negara tahun 1958 No.
;
mengenai urusan kesehatan (Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1952 - Lembaran-Negara tahun 1952 No. 82);
mengenai urusan pekerjaan umum (Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1953 - Lembaran-Negara tahun 1953 No. 31);
mengenai urusan perindustrian-kecil (Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1954 - Lembaran-Negara tahun 1954 No. 24);
mengenai urusan perikanan laut, kehutanan dan karet rakyat (Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 1957 -Lembaran-Negara tahun 1957 No. 169);
mengenai urusan perumahan (Peraturan Pemerintah No. 6 tahun dengan ketentuan, bahwa di mana dalam Peraturan-peraturan Pemerintah itu masih disebut "Propinsi" harus dibaca "Daerah tingkat I".
Penambahan kewenangan pangkal dari Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 31 ayat (3) dan (4) Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Pasal 6. A. Pengambilan benda tambang tidak tersebut dalam pasal 1 "Indische Mijnwet".
Pemerintah Daerah diberi hak menguasai benda-benda tambang (delfstoffen) yang tidak disebut dalam pasal 1 ayat (1) "Indische Mijnwet", Staatsblad 1899 No. 214jo. Staatsblad 1919 No. 4 yang terdapat di tanah-tanah Negeri bebas (Vrij Landsdo- mein).
Dalam menjalankan kewenangan yang dimaksud dalam ayat (1) di atas berlaku mutatis mutandis ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam peraturan tentang syarat-syarat umum mengenai pemberian izin mengambil benda-benda tambang dimaksud, yang dimuat dalam Staatsblad 1926 No. 219 (sejak beberapa kali diubah dan ditambah).
Semua surat-surat izin tentang pengambilan benda-benda tambang yang telah dikeluarkan sebelumnya berlaku Undang-undang ini, sepanjang dapat dipandang masih berlaku, sesudah mulai berlakunya Undang-undang ini tetap berlaku dan dapat ditarik kembali atau diganti dengan surat izin baru oleh Dewan Pemerintah Daerah.
Dewan Pemerintah Daerah tidak memberi izin tentang pengambilan benda-benda tambang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini kepada siapa saja, atau menarik kembali izin yang lama, apabila tentang hal-hal itu belum diperoleh pertimbangan dari Kepala Jawatan Pertambangan, kecuali mengenai izin yang diberikan kepada penduduk asli untuk mengambil benda-benda tambang itu dari tempat-tempat yang luasnya tidak lebih dari 3 hektare, yang dikerjakan dengan kekuatan tenaga manusia dan dipakai untuk keperluannya sendiri.
Pada waktu mulai berlakunya Undang-undang ini, maka bagi Daerah tidak berlaku lagi ketentuan-ketentuan tentang hal penyerahan hak-hak kekuasaan pemberian izin pengambilan benda-benda tambang dimaksud kepada "Hoofden van Gewestelijk Bestuur" di luar Jawa yang dimaksud dalam Staatsblad 1926 No. 137 dan sepanjang mengenai keputusan Gubernur Jenderal dahulu tanggal 26 Januari 1935 No. 21, dimuat dalam Staatsblad 1935 No. 42, maka peraturan ini tidak berlaku lagi bagi Daerah, sesudah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut diganti dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah yang ditetapkan oleh Daerah itu. B. Perhubungan dan lalu-lintas jalan. Pemerintah Daerah menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban tentang urusan lalu-lintas jalan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dengan "Wegverkeersordonnantie" dan "Wegverkeers-verordening" Staatsblad 1933 No. 86 dan Staatsblad 1936 No. 431 sebagaimana bunyinya Staatsblad-Staatsblad tersebut sekarang, setelah diubah dan ditambah jo. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 No. 28). C. Penangkapan ikan di pantai. Pemerintah Daerah menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban mengenai penangkapan ikan di pantai yang menurut ketentuan dalam pasal 7 ayat (2) dari "Kustvisscherijordonnantie" Staatsblad 1927 No. 144, sejak telah diubah dan ditambah, paling akhir dengan Staatsblad 1940 No. 25, dahulu dapat diatur dengan "gewestelijke keuren". D. Pengawasan yang bersangkutan dengan izin perusahaan yang menimbulkan gangguan. Dewan Pemerintah Daerah menjalankan kekuasaan yang menurut ketentuan pasal 10 ayat (2) sub b "Hinder-ordonnantie" (Staatsblad 1926), sejak telah diubah dan ditambah, dahulu dijalankan oleh "Gouverneur". E. Hal sumur boor.
Daerah diberi hak untuk mengatur hal-hal tentang pembikinan sumur boor oleh pihak lain dari Negara yang ditetapkan dalam ordonnantie tanggal 10 Agustus 1912 Staatsblad No. 430 yang sejak telah ditambah dan diubah.
Pada waktu mulai berlakunya peraturan-daerah dimaksud dalam ayat (1), maka ordonnantie Staatsblad No. 430 tahun 1912 tersebut, berhenti berkekuatan bagi wilayah Daerah yang bersangkutan.
Dewan Pemerintah Daerah tidak memberikan izin untuk pembikinan sumur boor, dengan tiada pertimbangan dari Jawatan Geologie. F. Hal penguburan mayat.
Dengan tidak mengurangi kewenangan, hak, tugas dan kewajiban daerah-daerah tingkat bawahan dalam wilayah daerahnya. Daerah diberi hak mengatur hal-hal yang dahulu telah diatur dalam ordonnantie tentang penguburan mayat, tanggal 15 Desember 1864 (Staatsblad 1864 No. 196) sebagaimana bunyinya ordonnantie ini sesudah diubah dan ditambah.
Jika Daerah mempergunakan haknya yang tercantum dalam ayat (1), maka bagi Daerah yang bersangkutan itu, ordonnantie tersebut berhenti berkekuatan pada waktu peraturan-daerah yang ditetapkan oleh Daerah itu, mulai berlaku. Pasal 7. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam pasal 5 di atas, Pemerintah Daerah dengan mengingat ketentuan yang di- maksud dalam pasal 38 Undang-undang No. 1 tahun 1957 berhak pula mengatur dan mengurus hal-hal termasuk kepentingan daerahnya yang tidak diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat, kecuali apabila kemudian oleh peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya diadakan ketentuan lain. BAB III. TENTANG HAL-HAL YANG BERSANGKUTAN DENGAN PENYERAHAN, KEKUASAAN, CAMPUR TANGAN DAN PE GAN DAN PEKERJAAN-PEKERJAAN YANG DISERAHKAN KEPADA DAERAH. Pasal 8. Tentang pegawai-pegawai Daerah.
Dengan tidak mengurangi hak untuk mengangkat pegawai Daerah termasuk dalam pasal 53 Undang-undang No.1 tahun 1957, maka untuk menyelenggarakan hal-hal yang termasuk urusan rumah tangga dan kewajiban Daerah, setelah mendengar Dewan Pemerintah Daerah, dengan keputusan Menteri yang bersangkutan dapat :
diserahkan pegawai Negara untuk diangkat menjadi pegawai Daerah;
diperbantukan pegawai Negara untuk dipekerjakan kepada Daerah.
Dengan mengingat peraturan-peraturan yang ada mengenai pegawai Negara, maka dengan keputusan Menteri yang bersangkutan dapat diadakan ketentuan-ketentuan tentang kedudukan pegawai Negara yang diserahkan atau diperbantukan kepada Daerah.
Pemindahan pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah ke daerah swatantra lain, diatur oleh Menteri yang bersangkutan sesudah mendengar pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Pemindahan pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah di dalam wilayah Daerahnya, diatur oleh Dewan Pemerintah Daerah dan diberitahukan kepada Menteri yang bersangkutan.
Penetapan dan kenaikan pangkat dan gaji dari pegawai yang diperbantukan menurut ketentuan dalam ayat (1) sub b di atas diselenggarakan oleh Kementerian yang bersangkutan dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah.
Kenaikan gaji berkala, pemberian istirahat, baik istirahat tahunan, istirahat besar maupun istirahat karena sakit/hamil dan sebagainya dari pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah diputus oleh Dewan Pemerintah Daerah menurut peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai Negara dan diberitahukan kepada Menteri yang bersangkutan. Pasal 9. Tentang hal tanah, bangunan, gedung dan lain-lain sebagainya.
Tanah, bangunan, gedung dan barang-barang tidak bergerak lainnya milik Pemerintah, yang dibutuhkan oleh Daerah untuk memenuhi tugas kewajibannya menurut Undang-undang ini, diserahkan kepada Daerah dalam hak milik atau diserahkan untuk dipakai atau diserahkan dalam pengelolaan guna keperluannya.
Barang-barang inventaris, dan barang bergerak lainnya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga dan kewajiban Daerah, diserahkan kepada Daerah dalam hak milik.
Segala hutang-piutang yang bersangkutan dengan hal-hal yang diserahkan kepada Daerah, mulai saat penyerahan tersebut menjadi tanggungan Daerah, dengan ketentuan, bahwa penyelesaian soal-soal yang timbul mengenai hal itu dapat diminta pada Pemerintah Pusat.
Untuk penyelenggaraan tugas kewajiban Daerah, Kementerian yang bersangkutan, menyerahkan kepada Daerah, sejumlah uang yang ditetapkan dalam ketetapan Menteri yang bersangkutan, sekedar perbelanjaannya yang dimaksud sebelum diselenggarakan oleh Daerah termasuk dalam, anggaran belanja Kementerian yang bersangkutan itu. BAB IV. TENTANG KEUANGAN DAERAH. Pasal 10. Pemerintah Daerah mengatur keuangan daerahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 56 sampai dengan 61 Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan menurut Undang-undang No. 32 tahun 1956 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta aturan-aturan kelanjutan dan pelaksanaannya. BAB V. KETENTUAN PERALIHAN. Pasal 11. Semua peraturan daerah termasuk pula "Keuren en reglementen van politie" sebagai dimaksud dalam Staatsblad 1938 No. 618 jo. Staatsblad Pemerintah Daerah dan yang masih berlaku sampai saat mulai berlakunya Undang-undang ini, sepanjang peraturan-peraturan dimaksud mengatur hal-hal yang berdasarkan Undang-undang ini termasuk tugas kewajiban Daerah, berlaku terus dalam daerah hukumnya semula sebagai peraturan Daerah, dan dapat dicabut, ditambah atau diubah oleh Pemerintah Daerah. BAB VI. KETENTUAN PENUTUP.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Relevan terhadap
Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ***) (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***) (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***) (4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. ***) BAB VIIB ***) PEMILIHAN UMUM
Pribadi
Relevan terhadap
1 Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN HIGHER FOR LONGER THE FED TERHADAP ARUS MODAL DI INDONESIA Penulis: Cahyaning Tyas Anggorowati Pengolah Data Hukum Perjanjian Senior, Biro Hukum (Pegawai Tugas Belajar Program Magister di Universitas Indonesia) A. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, kebijakan suatu negara akan berpengaruh terhadap kebijakan negara lain di dunia. Salah satunya adalah kebijakan terkait suku bunga the Fed . Kebijakan the Fed dalam menaikkan the federal funds rate tentunya akan mendapatkan perhatian dari berbagai bank sentral di negara lain di dunia. Bank sentral di berbagai dunia akan bereaksi dengan menyesuaikan kebijakan moneter di masing-masing negaranya. Fenomena Higher for Longer the Fed saat ini menjadi topik diskusi bagi banyak ekonom di dunia, termasuk di Indonesia. Fenomena Higher for Longer the Fed terjadi ketika the Fed menaikkan the federal funds rate , hal tersebut kemudian berdampak pada kenaikan suku bunga secara keseluruhan, sehingga individu maupun industri akan menghadapi biaya pinjaman yang mahal dalam menjalankan operasional bisnis. Namun demikian suku bunga yang tinggi juga akan mendorong peningkatan dalam tabungan suatu negara. Suku bunga yang tinggi akan dipandang baik ketika mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sebaliknya, akan dipandang buruk pada saat terjadi inflasi. Fenomena Higher for Longer juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik yang terus berlangsung sehingga menyebabkan berlanjutnya kenaikan harga pangan dan energi (inflasi global). Kenaikan suku bunga yang berlangsung lama tentunya akan berdampak pada banyak pelaku usaha, baik bisnis, pemerintah, maupun ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak dari kenaikan suku bunga pinjaman adalah terjadinya risiko downside atas investasi di Indonesia. Indonesia saat ini sedang menghadapi kebutuhan modal yang tinggi untuk membiayai berbagai macam proyek infrastruktur yang telah direncanakan oleh pemerintah dalam cakupan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembiayaan PSN tersebut dapat berasal dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha, maupun pendanaan pihak ketiga (swasta). Hal ini tentunya membutuhkan analisis mendalam atas kebijakan suku bunga yang akan berdampak pada minat investor dalam menanamkan modal ke Indonesia.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Mitigasi Bencana Ilustrasi Dimach Putra Teks Mahpud Sujai Peneliti Madya, Badan Kebijakan Fiskal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 I ndonesia merupakan Negara yang berada di Kawasan Cincin Api Pasifik, rangkaian gunung api paling aktif di dunia yang membentang sepanjang lempeng pasifik. Posisi geografis tersebut membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam terutama gempa bumi. Selain itu, bentuk negara yang berupa kepulauan membuat Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia juga memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang sangat tinggi yang bisa berakibat pada bencana tanah longsor di dataran tinggi dan bencana banjir di dataran rendah. Melihat kondisi Indonesia yang rawan bencana menjadikan program mitigasi bencana sangat penting dirancang pemerintah. Dampak Bencana di Indonesia Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang tahun 2019 telah terjadi sebanyak 3.721 bencana alam tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang berdampak pada 477 orang meninggal dunia, 109 orang hilang, 3.415 orang luka-luka dan 6,1 juta orang mengungsi dari tempat tinggalnya. Selain itu, dampak bencana juga menimbulkan kerusakan pada 72.992 rumah, 2011 unit fasilitas umum dan fasilitas kesehatan, 270 kantor pemerintahan dan juga 437 jembatan. Berdasarkan jenis bencana alam yang terjadi, sekitar 97 persen termasuk bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor dan 3 persen adalah bencana geologis seperti gempa bumi dan gunung meletus. Meskipun rendah dari sisi frekuensi, namun bencana geologis memiliki dampak yang sangat besar terutama jika terjadi tsunami dan gempa. Untuk itulah, diperlukan kesadaran ekstra dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah dalam memitigasi bencana alam. Urgensi Program Mitigasi Bencana Program mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi dampak kerusakan dan kehilangan korban jiwa akibat bencana. Memberikan edukasi kepada masyarakat merupakan salah satu aspek terpenting dalam program mitigasi bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukan materi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan. Mitigasi lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah menyiapkan berbagai peralatan pendeteksi bencana, seperti alat pendeteksi banjir maupun tsunami. Dengan demikian, masyarakat dapat mengantisipasi datangnya bencana alam sehingga dampak kerugian baik jiwa maupun materi dapat diminimalisasi. Program mitigasi lain yang dilakukan pemerintah dengan meningkatkan akurasi informasi kebencanaan bagi masyarakat melalui BMKG dan BNPB. Beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia juga disebabkan oleh kerusakan alam dan perubahan iklim seperti banjir dan kebakaran hutan. Program mitigasi bencana perlu disinkronkan dengan program mitigasi perubahan iklim seperti pengurangan kerusakan hutan, restorasi lahan gambut, reboisasi dan penghijauan daerah hulu sungai. Dengan mengarusutamakan mitigasi perubahan iklim, secara langsung akan dapat mengurangi risiko terjadinya bencana alam di Indonesia. Dukungan Anggaran Pemerintah melalui APBN telah mengalokasikan dana penanggulangan bencana. Alokasi dana tersebut terbagi dalam tiga kategori. Pertama, dana kontijensi bencana disediakan dalam APBN untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap Prabencana. Kedua, dana siap pakai (DSP) yang disediakan dalam APBN yang ditempatkan dalam anggaran BNPB untuk kegiatan pada tahap keadaan darurat. DSP juga harus disiapkan oleh pemerintah daerah melalui APBD. DSP harus tersedia sesuai kebutuhan pada saat tanggap darurat. Ketiga, dana bantuan sosial berpola hibah yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan pada tahap Pascabencana. Sepanjang 2019, pemerintah telah mengeluarkan dana lebih dari Rp15 triliun yang berasal dari APBN untuk penanganan bencana baik melalui alokasi anggaran kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun alokasi anggaran lainnya. Pemerintah juga menyediakan dana yang lebih besar untuk penanganan serta mitigasi kebencanaan yang disimpan dalam bentuk DSP yang berada dalam alokasi Bendahara Umum Negara (BUN). Dana khusus untuk bencana alam tersebut termasuk anggaran yang disisihkan pemerintah pusat pada APBN setiap tahunnya. Apabila tidak ada bencana alam dalam skala tertentu, maka dana tersebut akan terus terakumulasi setiap tahunnya. Dana khusus bencana alam ini berbeda dengan dana darurat kebencanaan yang selama ini menjadi salah satu sumber pendanaan kegiatan penanganan bencana alam. Penanggulangan bencana harus dilakukan secara tepat namun tetap memperhatikan tertib administrasi dan akuntabilitas. Terkait dengan hal ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 mengenai pendanaan dan pengelolaan dana penanggulangan bencana. Pemerintah juga komprehensif mendukung penanganan bencana secara tepat waktu dan kualitas dengan tetap akuntabel. Akuntabilitas pembiayaan untuk penanganan bencana sangat penting untuk menghindari potensi penyalahgunaan anggaran yang mungkin timbul akibat dana yang harus keluar dengan cepat untuk keperluan penanganan bencana. Hal ini juga sebagai bentuk transparansi anggaran yang dialokasikan dan tanggung jawab kepada masyarakat. PERAN ANGGARAN DAN KOORDINASI ANTAR LEMBAGA DALAM