Pedoman Pengelolaan Barang Milik Negara dengan Menggunakan Sistem Informasi Manajemen Aset Negara;
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan BMN.
Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN.
Evaluasi Kinerja adalah kegiatan evaluasi untuk mengukur performa/kinerja BMN.
Pengawasan dan Pengendalian adalah kegiatan pemantauan, penertiban, dan investigasi terhadap BMN, pengelolaan BMN, dan pejabat/pegawai yang melakukan pengelolaan BMN.
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing.
Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Sistem Informasi Manajemen Aset Negara yang selanjutnya disingkat SIMAN adalah sistem informasi yang digunakan untuk mendukung proses pengelolaan BMN secara elektronik berbasis internet.
Modul Administrasi Sistem adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk mengelola sistem SIMAN yang paling sedikit meliputi pengelolaan Pengguna SIMAN ( User ), pengaturan Hak Akses modul, pengaturan referensi Pengelola Barang dan Pengguna Barang, dan pengaturan alur kerja sistem ( system workflow ).
Modul Master Aset adalah bagian dari SIMAN yang merupakan kumpulan data dan informasi pendukung BMN seluruh Kementerian/Lembaga.
Modul Dasbor (Dashboard) yang selanjutnya disebut Modul Dashboard adalah bagian dari SIMAN yang berfungsi untuk menampilkan dan memvisualisasikan seluruh data dan/atau informasi pelaksanaan pengelolaan BMN.
Modul Perencanaan adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan BMN.
Modul Pengelolaan adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan pengelolaan BMN yang meliputi Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan BMN.
Modul Asuransi adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk penyusunan, penetapan BMN, penyusunan klaim, dan pelaporan BMN yang diasuransikan.
Modul Inventarisasi adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk persiapan, pelaksanaan, pelaporan, dan tindak lanjut hasil Inventarisasi BMN.
Modul Evaluasi Kinerja adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk persiapan, pelaksanaan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, dan tindak lanjut hasil evaluasi kinerja BMN.
Modul Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut Modul SBSN adalah bagian dari SIMAN yang digunakan dalam rangka persiapan, penyampaian usulan, tindak lanjut usulan daftar nominasi aset, penetapan, dan penggunaan BMN menjadi aset SBSN.
Modul BMN Idle adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pelaksanaan pengelolaan BMN Idle dan BMN eks BMN Idle .
Modul Pengawasan dan Pengendalian yang selanjutnya disebut Modul Wasdal adalah bagian dari SIMAN yang digunakan untuk pemantauan, penertiban, investigasi, dan pelaporan hasil Pengawasan dan Pengendalian BMN.
Pengguna SIMAN ( User ) adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sebagai Administrator, Supervisor, Koordinator, Analis, dan peran lainnya yang ditetapkan oleh Pengelola Barang untuk menggunakan SIMAN.
Administrator yang selanjutnya disebut Admin adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi teknis administrasi SIMAN.
Supervisor adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan supervisi/pengujian/pemeriksaan atas pekerjaan Koordinator.
Koordinator adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan supervisi/pengujian/pemeriksaan atas pekerjaan Analis.
Analis adalah pejabat/pegawai pada instansi terkait yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan analisis/pengujian/pemeriksaan.
Hak Akses adalah hak yang diberikan kepada Pengguna SIMAN ( User ) untuk melaksanakan Pengelolaan BMN secara elektronik berbasis internet menggunakan SIMAN.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Pengguna Lainnya adalah pihak lain selain Pengelola Barang dan Pengguna Barang yang diberikan Hak Akses oleh Pengelola Barang untuk menggunakan SIMAN.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur PKKN adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi perumusan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN, kekayaan negara lain-lain, dan piutang negara.
Direktur Transformasi dan Sistem Informasi yang selanjutnya disebut Direktur TSI adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi perumusan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi dan sistem informasi.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit organisasi eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktorat Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKKN adalah unit organisasi eselon II pada DJKN yang mempunyai tugas merumuskan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang BMN, kekayaan negara lain-lain, dan piutang negara.
Direktorat Transformasi dan Sistem Informasi yang selanjutnya disebut Direktorat TSI adalah unit organisasi eselon II pada DJKN yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi dan sistem informasi.
Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Unit Akuntansi Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAPB adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN pada Pengguna Barang.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I yang selanjutnya disingkat UAPPB-EI adalah unit yang membantu Pengguna Barang dalam melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat Unit Eselon I Pengguna Barang.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah yang selanjutnya disingkat UAPPB-W adalah unit yang membantu Pengguna Barang dalam melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat wilayah atau unit kerja lain yang ditetapkan sebagai UAPPB-W oleh Pengguna Barang.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAKPB adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja/Kuasa Pengguna Barang.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ...
Relevan terhadap
Peraturan Pemerintah ini diundangkan. mulai berlaku pada tanggal Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3O Mei 2024 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Mei 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 89 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2024 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA I. UMUM Bahwa pemberian kepastian investasi melalui deregulasi kebijakan dan debirokratisasi di sektor Mineral dan Batubara terus dilakukan dalam bentuk penyesuaian ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu bentuk debirokratisasi yang dilakukan adalah penyesuaian ketentuan batasan lingkup dan definisi dari RKAB yang diharapkan dapat mewujudkan penyederhanaan tata waktu dan pelaksanaan evaluasinya. Selain itu, sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam pelaksanaan program hilirisasi nasional yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan diperlukan suatu instrumen yang menjamin investasi hilirisasi yang telah dilakukan dalam bentuk pemberian ^jaminan kepastian ^jangka waktu kegiatan usaha di bidang pertambangan sesuai dengan parameter evaluasi yang harus terlebih dahulu dilakukan pemenuhan kriteria dan persyaratannya. Dengan pengaturan kembali substansi mengenai RKAB serta penyesuaian ketentuan IUPK yang telah diterbitkan sebelum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Peraturan Pemerintah ini, diharapkan dapat menjadi bentuk nyata upaya Pemerintah dalam penyempurnaan tata kelola di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran ralgrat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup ^jelas. Angka 2 Pasal 22 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "mendapat dukungan" antara lain dalam bentuk kerja sama atau dukungan teknis/operasional dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (a) Huruf a Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan publik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang saham. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Angka 3 Pasal 48 Ayat (1) Konservasi Mineral dan Batubara dilakukan melalui peningkatan status keyakinan data dan informasi geologi berupa sumber daya dan/atau cadangan termasuk penemuan cadangan baru pada WIUP Operasi Produksi. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas Ayat (5) Cukup ^jelas Ayat (6) Cukup ^jelas Angka 4 Pasal 54 Cukup ^jelas. Angka 5 Pasal 56 Ayat (1) Huruf a Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownef dengan pemegang IUP, minimal kepemilikan pemegang IUP 3O% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas. Huruf b Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownefl dengan pemegang IUP, minimal kepemilikan pemegang IUP 30% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas. Angka 3 Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas Angka 6 Pasal 79 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan "mendapat dukungan" antara lain dalam bentuk kerja sa.ma atau dukungan teknis/operasional dari perrrsahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan publik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang saham. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Angka 7 Cukup ^jelas. Angka 8 Pasal 83A Ayat (1) Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf ^j Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pemerintah Pusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara berwenang melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas. Penawaran WIUPK secara prioritas dimaksudkan guna memberikan kesempatan yang sama dan berkeadilan dalam pengelolaan kekayaan alam. Selain itu, implementasi kewenangan Pemerintah tersebut juga ditujukan guna pemberdayaan (empoweing) kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan. Yang dimaksud dengan "organisasi kemasyarakatan keagamaan" adalah organisasi kemasyarakatan keagamaan yang salah satu organnya menjalankan kegiatan ekonomi serta bertujuan pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat/ umat. Ayat (2) Cukup ^jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan "dipindahtangankan" adalah larangan untuk pemindahtanganan dalam hal izin telah diberikan. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Angka 9 Pasal 1O4 Cukup ^jelas. Angka 1O Pasal 1O9 Cukup ^jelas. Angka 11 Pasal 1 1 1 Ayat (1) Huruf a Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsungl adalah kesamaan penerima manfaat akhir (beneficial ownefl dengan pemegang IUPK, minimal kepemilikan pemegang IUPK 3O% (tiga puluh persen). Huruf b Angka 1 Yang dimaksud dengan "kepemilikan saham secara tidak langsung" adalah kesamaan penerima manfaat akhir lbeneficial ownefl dengan pemegang IUPK, minimal kepemilikan pemegang IUPK 3O% (tiga puluh persen). Angka 2 Cukup ^jelas Angka 3 Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas. Angka 12 Pasal 12O Cukup ^jelas. Angka 13 Pasal 162 Cukup ^jelas. Angka 14 Pasal 177 Cukup ^jelas. Angka 15 Pasal 180 Cukup ^jelas. Angka 16 Pasal 183 Cukup ^jelas. Angka 17 Angka 17 Pasal 195A Yang dimaksud dengan "IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian" mengikuti ketentuan yang tercantum dalam surat keputusan IUPK Operasi Produksi dan termasuk perubahannya. Pasal 195El Cukup ^jelas Pasal II Cukup ^jelas.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ^yang dimaksud ^dengan:
Pertambangan adalah sebagian atau ^seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, ^pengelolaan ^dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, ^pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 3 Menetapkan 2. Mineral ^. L2. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut IUPK, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. 13. Surat lzin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan ^jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu. 14. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. 15. Izin Pengangkutan dan Penjualan adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, dan menjual komoditas tambang Mineral atau Batubara. 16, lzin Usaha Jasa Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUJP, adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha ^jasa pertambangan inti yang berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan Usaha Pertambangan. 17. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan Pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. 18. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. 19. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.
Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. 2I. Konstruksi adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. 22. Penambangan adalah kegiatan untuk memproduksi Mineral dan/atau Batubara dan Mineral ikutannya. 23. Pengolahan adalah upaya meningkatkan mutu komoditas tambang Mineral untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari sifat komoditas tambang asal untuk dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri. 24. Pemurnian adalah upaya untuk meningkatkan mutu komoditas tambang Mineral melalui proses fisika maupun kimia serta proses peningkatan kemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda dari komoditas tambang asal sampai dengan produk logam sebagai bahan baku industri. 25. Pengembangan dan/atau Pemanfaatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu Batubara dengan atau tanpa mengubah sifat fisik atau kimia Batubara asal. 26. Pengangkutan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk memindahkan Mineral dan/atau Batubara dari daerah tambang dan/atau tempat Pengolahan dan/atau Pemurnian sampai tempat penyerahan. 27. Penjualan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk menjual hasil Pertambangan Mineral atau Batubara. 28. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang Pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Badan .
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah BUMN yang bergerak di bidang Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 30. Badan Usaha Swasta Nasional adalah badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang kepemilikan sahamnya IOOo/o (seratus persen) dalam negeri. 31. Badan Usaha Milik Daerah, yang selanjutnya disebut BUMD, adalah BUMD yang bergerak di bidang Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 32. Jasa Pertambangan adalah ^jasa penunjang ^yang berkaitan dengan kegiatan Usaha Pertambangan. 33. Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP atau pemegang SIPB. 34. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi Mineral dan/atau Batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. 35. Wilayah Pertambangan Ra[<yat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat. 36. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus, ^yang selanjutnya disebut WUPK, adalah wilayah ^yang telah memiliki ketersediaan data, ^potensi, dan/atau informasi geologi yang dapat diusahakan untuk kepentingan strategis nasional.
36a. Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK. 37. Koperasi adalah badan hukum ^yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, ^yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 2 38. Masyarakat adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan Usaha Pertambangan. 39. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya yang selanjutnya disebut RI(AB adalah rencana kerja dan anggaran biaya pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang meliputi aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan. 40. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik lndonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 41. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 42. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan ayat (3) huruf d Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Relevan terhadap
Ayat (1) Penerusan SBSN tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kapasitas pendanaan Penerima Penerusan SBSN dalam mendukung percepatan pembangunan khususnya dalam penyediaan infrastruktur, mendukung pengembangan investasi dan kerja sama ekonomi, serta untuk penguatan terhadap pelaksanaan kebijakan strategis Pemerintah lainnya. Penggunaan dana APBN dalam Penerusan SBSN ini dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan yang dapat dilakukan paling banyak sebesar alokasi yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Margin dalam Penerusan SBSN tersebut merupakan tambahan kewajiban pembayaran, di luar pembayaran pokok/ nominal pembiayaan, yang dibebankan kepada Penerima Penerusan SBSN berdasarkan Perjanjian Penerusan SBSN. Tata cara pembayaran dan mekanisme perhitungan besaran margin tersebut dilakukan dengan mengikuti ketentuan kesesuaian syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Hurufb Yang dimaksud dengan "Proyek tidak dalam status bermasalah" yaitu tidak dalam status bermasalah baik secara hukum maupun teknis konstruksi. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "Proyek tidak dalam status bermasalah" yaitu tidak dalam status bermasalah baik secara hukum, teknis konstruksi, maupun teknis operasional pemanfaatannya. Huruf c Audit dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan/atau pihak yang berwenang untuk memastikan nilai investasi dan status permasalahan Proyek baik terkait aspek hukum, teknis konstruksi, maupun operasional pemanfaatannya. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Penggunaan dana APBN dalam rangka Penerusan SBSN kepada BUMN melalui pemberian pmJaman dan/atau lnvestasi Pemerintah dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan yang merupakan sumber investasi yang dapat dilakukan paling banyak sebesar alokasi yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Investasi langsung dalam bentuk pemberian pmJaman, terbatas hanya dapat digunakan untuk melakukan pembiayaan dalam rangka pelaksanaan Proyek/kegiatan pada BUMN itu sendiri. Hurufb Yang dimaksud dengan "kerja sama investasi" termasuk antara lain penyertaan pembiayaan berdasarkan pembagian atas basil usaha profit/ revenue sharing. Huruf c Bentuk investasi langsung lainnya merupakan investasi yang bersifat non permanen. Ayat (5) BUMN yang ditunjuk oleh Menteri sebagai operator investasi Pemerintah merupakan BUMN yang ditunjuk atau ditetapkan sebagai pelaksana fungsi operasional dari kegiatan Investasi Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan ...
Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Pemimpin BLU menyampaikan RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Menteri/Pimpinan Lembaga c.q. pejabat eselon I yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pembina teknis paling lambat pada akhir Desember, 2 (dua) tahun sebelum tahun pelaksanaan RBA.
RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi:
produktivitas, paling sedikit meliputi perbandingan antara hasil yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ), peningkatan kualitas dan kuantitas layanan, target pendapatan, serta rasio sumber daya manusia;
efisiensi, paling sedikit meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan, proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional, serta proporsi per jenis belanja;
inovasi, paling sedikit meliputi adanya ide/gagasan untuk meningkatkan layanan utama dan penunjang, optimalisasi aset, penggunaan teknologi informasi, serta modernisasi BLU; dan
keselarasan/kesesuaian, paling sedikit meliputi kesesuaian dengan RSB, kesesuaian dengan indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU, dan prioritas pembangunan.
Dalam melakukan analisis RBA, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU.
Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi:
besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU;
besaran rencana belanja; dan
informasi kesesuaian indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU.
BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
Kementerian Negara/Lembaga tetap bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan yang didelegasikannya kepada BLU dan menjalankan peran pengawasan terhadap kinerja BLU dan pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan.
BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian Negara/Lembaga dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari Kementerian Negara/Lembaga sebagai instansi induk.
Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
Layanan BLU dapat diarahkan untuk menghasilkan manfaat yang mendukung stabilisasi ekonomi dan fiskal.
Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga.
BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan Praktik Bisnis yang Sehat.
Dalam rangka mewujudkan konsep bisnis yang sehat, BLU harus senantiasa meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang dapat berupa kewenangan merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan.
Besaran, Persyaratan, dan Tata Cara Pengenaan Tarif Sampai Dengan 0% (nol persen) atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementeri ...
Relevan terhadap
bahwa jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Keuangan telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2018 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Keuangan;
bahwa dalam upaya mendukung kebijakan Pemerintah untuk mendorong petumbuhan ekonomi terkait penjualan barang dengan cara lelang dan upaya mendukung penyelenggaraan kegiatan pemerintahan terkait penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan tindak pidana, perlu memberikan dorongan terhadap pengembangan lelang sebagai instrumen jual beli khususnya Lelang Noneksekusi Sukarela atas objek lelang berupa produk UMKM, dan Lelang Noneksekusi Sukarela Terjadwal Khusus, serta Lelang Eksekusi atas benda sitaan dalam penanganan tindak pidana yang perkaranya belum memperoleh kekuatan hukum tetap ( inkracht ) dengan pengenaan tarif sampai dengan 0% (nol persen) atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa Bea Lelang;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, Menteri Keuangan selaku Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak berwenang mengatur besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sampai dengan 0% (nol persen) setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Besaran, Persyaratan, dan Tata Cara Pengenaan Tarif Sampai Dengan 0% (nol persen) atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Keuangan;
Cipta Kerja
Relevan terhadap 7 lainnya
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Termasuk dalam kebijakan nasional yang bersifat strategis antara lain pengembangan infrastruktur, pengembangan wilayah, dan pengembangan ekonomi. Angka 21
Dana Insentif Daerah untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Periode Kedua pada Tahun 2022
Relevan terhadap
Kategori penggunaan PDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, berdasarkan data:
anggaran belanja barang dan jasa dalam APBD Tahun Anggaran 2022;
anggaran belanja modal dalam APBD Tahun Anggaran 2022;
RUP PDN melalui penyedia per bulan Oktober tahun 2022; dan
transaksi RUP PDN melalui penyedia periode bulan Januari sampai dengan minggu kedua bulan Oktober tahun 2022.
Kategori percepatan belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, berdasarkan data:
anggaran belanja daerah dalam APBD Tahun Anggaran 2022; dan
realisasi belanja daerah periode bulan Januari sampai dengan bulan Oktober tahun 2022.
Kategori dukungan belanja daerah terhadap penurunan kemiskinan, pengangguran, dan stunting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, berdasarkan data:
tingkat pengangguran terbuka;
tingkat kemiskinan;
prevalensi stunting ;
realisasi belanja daerah fungsi ekonomi;
realisasi belanja daerah fungsi perlindungan sosial; dan
realisasi Tagging Stunting .
Kategori penurunan inflasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d, berdasarkan data inflasi bulan Agustus tahun 2022 dan bulan Oktober tahun 2022 per provinsi dan per kabupaten/kota.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, ayat (2), dan ayat (3) huruf d, huruf e, dan huruf f, bersumber dari Kementerian Keuangan.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d bersumber dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan data tahun 2021 yang bersumber dari Kementerian Kesehatan.
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4) merupakan data tahun 2021 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik.
Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan