Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran PKB yang disebabkan oleh keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat ^(9) dan/atau kelebihan pembayaran BBNKB kepada gubernur, pengembalian kelebihan pembayaran PKB dan/atau BBNKB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen PKB dan/atau Opsen BBNKB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) disetujui, gubernur menerbitkan SKPDLB PKB dan/atau SKPDLB BBNKB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 105. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) disampaikan kepada bupati/wali kota, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) diterbitkan. (4) Gubernur mengembalikan kelebihan pembayaran PKB dan Opsen PKB, atau BBNKB dan Opsen BBNKB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ^paling lama 2 ^(dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 5 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Opsen Pajak MBLB Pasal 111 (1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kelebihan pembayaran Pajak MBLB kepada bupati/wali kota, pengembalian kelebihan pembayaran Pajak MBLB termasuk memperhitungkan pengembalian kelebihan pembayaran Opsen Pajak MBLB. (21 Dalam hal permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, bupati/wali kota menerbitkan SKPDLB Pajak MBLB dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal lO5. (3) Salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada gubernur, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan. (4) Gubernur menerbitkan SKPDLB Opsen Pajak MBLB berdasarkan SKPDLB Pajak MBLB, pada hari penerbitan atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak salinan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) diterima. (5) Gubernur dan bupati/wali kota mengembalikan kelebihan pembayaran Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB kepada Wajib Pajak berdasarkan SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (41, paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Paragraf 6 Sinergi Pemungutan Opsen Pasal 112 (1) Dalam rangka optimalisasi penerimaan:
PKB dan Opsen PKB; dan
BBNKB dan Opsen BBNKB, Pemerintah Daerah provinsi bersinergi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (21 Dalam rangka optimalisasi penerimaan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersinergi dengan Pemerintah Daerah provinsi. (3) Sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa sinergi pendanaan untuk biaya yang muncul dalam Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, Opsen BBNKB, Pajak MBLB, dan Opsen Pajak MBLB, atau bentuk sinergi lainnya. Pasal 113 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB dan bentuk sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam implementasi kebijakan yang berdampak pada Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, dan Opsen BBNKB, diatur dalam Perkada provinsi di wilayah kabupaten / kota tersebut berada. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemungutan Opsen Pajak MBLB dan bentuk sinergi antara kabupaten/kota dan provinsi dalam implementasi kebijakan ^yang berdampak pada Pemungutan Pajak MBLB dan Opsen Pajak MBLB, diatur dalam Perkada kabupaten/kota di dalam wilayah provinsi. Paragraf 7 Rekonsiliasi Pajak Pasal I 14 (1) Kepala Daerah pada provinsi yang bersangkutan, dan bank tempat pembayaran PKB, BBNKB, dan ^Pajak MBLB melakukan rekonsiliasi data ^penerimaan ^PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB serta Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB setiap triwulan. REPIIBLIK INDONESIA (2) Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencocokkan:
SKPD atau SPTPD;
SSPD;
rekening koran bank; dan
dokumen penyelesaian kekurangan pembayaran Pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. Bagian Kedua Puluh Tiga Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak dan Pemanfaatan Data Paragraf 1 Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Pasal 115 (l) Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kerja sama optimalisasi Pemungutan Pajak dengan:
Pemerintah;
Pemerintah Daerah lain; dan/atau
pihak ketiga. (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi:
pertukaran dan/atau pemanfaatan data dan/atau informasi perpajakan, perizinan, serta data dan/atau informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pengawasan Wajib Pajak bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pemanfaatan program atau kegiatan ^peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di bidang perpajakan;
pendampingan dan dukungan kapasitas di bidang perpajakan;
peningkatan pengetahuan dan kemampuan aparatur atau sumber daya manusia di bidang perpajakan;
penggunaan jasa layanan pembayaran oleh pihak ketiga; dan
kegiatan lainnya yang dipandang perlu untuk dilaksanakan dengan didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. (3) Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e dan/atau huruf g. (41 Kerja sama yang dapat dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf ^g. Pasal 116 (1) Pemerintah Daerah dapat:
mengajukan penawaran kerja sama kepada pihak yang dituju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l ); dan
menerima penawaran kerja sama dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (l). (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (21 dituangkan dalam dokumen perjanjian kerja sama atau dokumen lain yang disepakati para pihak.
Khusus untuk bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) huruf a, dokumen perjanjian kerja sama ditetapkan oleh Kepala Daerah bersama mitra kerja sama. (4) Dokumen perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur ketentuan mengenai:
subjek kerja sama;
maksud dan tujuan;
ruang lingkup;
hak dan kewajiban para pihak yang terlibat;
^jangka waktu perjanjian;
sumber pembiayaan;
penyelesaian perselisihan;
sanksi;
korespondensi; dan
perubahan. Paragraf 2 Penghimpunan Data dan/atau Informasi Elektronik dalam Pemungutan Pajak Pasal 117 (1) Dalam rangka optimalisasi Pemungutan Pajak, Pemerintah Daerah dapat meminta data dan/atau informasi kepada pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan. (2) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data dan/atau informasi yang berkaitan dengan orang pribadi atau Badan yang terdaftar dan memiliki peredaran usaha. BAB IV PAJAK DAN RETRIBUSI DALAM RANGKA MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA DAN BERINVESTASI SERTA EVALUASI RAPERDA DAN PERDA PAJAK DAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Pajak dan Retribusi dalam rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi Paragraf 1 Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 118 (l) Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang telah ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi. (2) Program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa proyek strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. (3) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (4) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit mengatur:
proyek strategis nasional yang mendapat fasilitas penyesuaian tarif;
jenis Pajak dan/atau Retribusi yang akan disesuaikan;
besaran penyesuaian tarif;
mulai berlakunya penyesuaian tarif;
^jangka waktu penyesuaian tarif; dan
Daerah yang melakukan penyesuaian tarif. Pasal 119 (1) Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dikoordinasikan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian. (21 Penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi untuk program prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diusulkan oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian bidang perekonomian kepada Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 2 Pelaksanaan Pemantauan Penyesuaian Tarif Pajak dan Retribusi Pasal 120 (1) Pemerintah Daerah melaksanakan Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi mengikuti besaran tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3). (21 Kementerian/lembaga teknis terkait melakukan pemantauan atas pelaksanaan Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4). (3) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Menteri.
Dalam hal jangka waktu penyesuaian tarif Pajak dan/atau Retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (3) berakhir, tarif yang ditetapkan dalam Perda mengenai Pajak dan/atau Retribusi dapat diberlakukan kembali. Bagian Kedua Evaluasi dan Pengawasan Pajak dan Retribusi Paragraf I Evaluasi Rancangan Perda Provinsi mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 121 (1) Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan gubemur melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD provinsi dan gubernur. REPIJBUK INDONESIA Pasal 122 (1) Evaluasi rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap r€rncangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (41 Evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (6) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangErn Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan hasil evaluasi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3). -to2- (71 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada gubernur, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetujuan atau penolakan. (9) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 123 (1) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (8), disertai dengan alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh gubernur bersama DPRD provinsi dengan memperbaiki rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh gubernur. (3) Dalam hal rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. I Paragraf 2 Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/ Kota mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 124 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan bupati/wali kota melalui surat permohonan evaluasi dengan melampirkan paling sedikit:
latar belakang dan penjelasan paling sedikit memuat:
dasar pertimbangan penetapan tarif Pajak dan Retribusi;
proyeksi penerimaan Pajak dan Retribusi berdasarkan potensi; dan
dampak terhadap kemudahan berusaha, dan b. berita acara/naskah persetujuan bersama antara DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota. Pasal 125 (1) Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dilakukan oleh gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri. -to4- (21 Gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling larna 12 (dua belas) hari keg'a terhitung sejak tanggal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diterima secara lengkap. (3) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/ kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh gubernur dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (4) Evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 kepada gubernur. (6) Gubernur melakukan sinkronisasi antara hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang disampaikan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan hasil evaluasi oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3). a, PIT*{FTiII REPI.'BLIK INDONESIA (71 Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang telah disinkronisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima, dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri. (8) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetqjuan atau penolakan. (9) Dalam ha1 hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 126 (1) Hasil evaluasi bempa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (8), disertai alasan penolakan dan rekomendasi perbaikan, dan ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota bersama DPRD kabupaten/ kota dengan memperbaiki rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi sesuai dengan rekomendasi perbaikan. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disampaikan kembali kepada gubernur, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat hasil evaluasi diterima oleh bupati/wali kota. (3) Dalam hal rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (21 telah sesuai dengan rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Evaluasi Perda mengenai Pajak dan Retribusi Pasal 127 (1) Kepala Daerah wajib menyampaikan Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang telah ditetapkan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan. (21 Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri melakukan evaluasi atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. (4) Evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian antara Perda mengenai Pajak dan Retribusi dengan kebijakan fiskal nasional. (5) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41, Perda mengenai Pajak dan Retribusi bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau kebijakan fiskal nasional, Menteri merekomendasikan untuk dilakukan perubahan atas Perda mengenai Pajak dan Retribusi kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Perda mengenai Pajak dan Retribusi diterima. -to7- Pasal 128 (1) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Menteri berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (5), paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal surat rekomendasi diterima. (21 Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
pelanggaran dan/atau ketidaksesuaian Perda mengenai Pajak dan Retribusi;
rekomendasi perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi; dan
rekomendasi penghentian Pemungutan Pajak dan/atau Retribusi. (3) Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam ^jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima. (41 Dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan sanksi kepada Kepala Daerah. (5) Perubahan Perda mengenai Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan Perda mengenai Pajak dan Retribusi. Paragraf 4 Pengawasan Pelaksanaan Perda mengenai Pajak dan Retribusi
Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
Relevan terhadap
Program peningkatan kualitas bahan baku untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
pelatihan peningkatan kualitas tembakau;
penanganan panen dan pasca panen;
penerapan inovasi teknis; dan/atau
dukungan sarana dan prasarana usaha tani tembakau.
Program pembinaan industri untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1 meliputi kegiatan:
pendataan dan pengawasan kepemilikan atau penggunaan mesin pelinting rokok dan pemberian sertifikat/kode registrasi mesin pelinting rokok;
penyediaan/pemeliharaan fasilitas pengujian bahan baku tembakau dan produk hasil tembakau bagi industri kecil dan menengah;
penyediaan/pemeliharaan sarana dan/atau prasarana pengolahan limbah industri bagi industri hasil tembakau kecil dan menengah;
pembinaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pada usaha industri hasil tembakau kecil dan menengah;
pembentukan, pengelolaan, dan pengembangan sentra industri hasil tembakau; dan/atau
penyediaan/pemeliharaan infrastruktur konektivitas yang mendukung industri hasil tembakau.
Program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 1 meliputi kegiatan:
pemberian bantuan; dan
peningkatan keterampilan kerja.
Program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada:
buruh tani tembakau dan/atau buruh pabrik rokok b. buruh pabrik rokok yang terkena pemutusan hubungan kerja; dan/atau
anggota masyarakat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
bantuan langsung tunai; dan/atau
bantuan pembayaran iuran jaminan perlindungan produksi tembakau bagi petani tembakau.
Kegiatan peningkatan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:
pelatihan keterampilan kerja;
bantuan modal usaha; dan/atau
bantuan bibit/benih/pupuk dan/atau sarana dan prasarana produksi kepada petani tembakau dalam rangka diversifikasi tanaman.
Pelaksanaan program peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan program pembinaan lingkungan sosial untuk bantuan bibit/benih/pupuk dan/atau sarana dan prasarana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
Pelaksanaan program pembinaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan Daerah dan/atau ketentuan dari kementerian negara/lembaga terkait dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah serta mempertimbangkan asas keadilan.
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah paling kurang dengan mempertimbangkan kriteria penerima bantuan, besaran bantuan, jangka waktu pemberian bantuan, dan kondisi pemberian bantuan. Paragraf 2 Bidang Penegakan Hukum
Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2019
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1 . Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2 . Revisi Anggaran adalah perubahan rincian anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran 3. 20 1 9 dan disahkan dalarn Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 20 1 9 . Kernen terian Kernenterian Negara adalah yang selanjutnya disebut perangkat Pernerintah yang rnernbidangi urusan tertentu dalarn pernerintahan. 4 . Lernbaga adalah orgamsas1 non-Kernenterian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk rnelaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Anggaran Bendahara Urnurn Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelornpokkan dalarn bagian anggaran Kernenterian/ Lernbaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pernegang kewenangan penggunaan anggaran Kernenterian / Lernbaga.
Pernbantu Pengguna Anggaran Bendahara Urnurn Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kernen terian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang rnernperoleh kuasa dari PA untuk rnelaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran Kernenterian/ Lernbaga yang bersangkutan. dan pada 9 . Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Urnurn Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari rnasing-rnasing PPA BUN baik di kantor pusat rnaupun kantor daerah atau satuan kerja di Kernenterian/ Lernbaga yang rnernperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk rnelaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/ KPA. 1 1 . DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, nncian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi se bagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja. 1 2 . Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja pemerintah pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 20 1 9 . 1 3 . Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/ L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kernen terian/ Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian/ Lembaga. 1 4 . Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rmcian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan untuk pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh KPA BUN. 1 5. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian/ Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.
Penelaahan Revisi Anggaran adalah forum antara Kementerian Keuangan dan Kementerian/ Lembaga untuk memastikan kesesuaian usulan perubahan anggaran dengan pencapaian target-target yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja pemerintah, rencana kerja Kementerian/ Lembaga, dan RKA-K/ L DIPA beserta alokasi anggarannya. 1 7. Kesesuaian adalah keterkaitan atal.l relevansi antara objek dengan instrumen yang digunakan. 1 8 . Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA-K/ L per unit eselon I dan program dalam suatu Kementerian/ Lembaga yang ditetapkan berdasarkan hasil penelaahan. 1 9 . Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit orgamsas1, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.
Rumusan Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan program, hasil (outcome), kegiatan, keluaran (output) , indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan. 2 1 . Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/ Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/ Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil (outcome) dengan indikator kinerja yang terukur.
Prioritas Pembangunan adalah serangkaian kebijakan yang dilaksanakan melalui prioritas nasional, program prioritas, kegiatan prioritas, dan proyek prioritas.
Prioritas Nasional adalah program/kegiatan/ proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.
Program Prioritas adalah Program yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Prioritas Nasional. 25 . Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau penugasan tertentu Kementerian/ Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai keluaran (output) dengan indikator kinerja yang terukur.
Kegiatan Prioritas adalah Kegiatan yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Program Prioritas.
Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan adalah Program/ Kegiatan/keluaran (output) yang ditetapkan oleh Pemerintah setelah rencana kerja pemerintah ditetapkan dan/atau ditetapkan pada Tahun Anggaran 20 1 9 . 2 8 . Proyek Prioritas adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis dan jangka waktu tertentu untuk mendukung pencapaian Prioritas Pembangunan. 29 . Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesua1 dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-K/ L dan pengesahan DIPA, dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi anggaran.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. 3 1 . Lanjutan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah penggunaan kembali s1sa alokasi anggaran yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri yang tidak terserap / tidak digunakan pada Tahun Anggaran 20 1 8, termasuk lanjutan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hibah dan Pemberian Pinjaman.
Percepatan Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah tambahan alokasi anggaran yang berasal dari sisa komitmen pinjaman/ hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri yang belum ditarik untuk memenuhi kebutuhan pendanaan Kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada Tahun Anggaran 20 19, termasuk percepatan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hibah dan Pemberian Pinjaman.
Ineligible Expenditure adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan dibiayai dari dana pinjaman/ hibah luar negeri karena tidak sesuai dengan naskah perjanjian pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Subsidi Energi adalah subsidi dalam bentuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Tertentu (JBT) dan bahan bakar gas cair (Lique fied Petroleum Gas/ LPG) tabung 3 (tiga) kilogram untuk konsumsi rumah tangga dan usaha mikro, dan subsidi listrik.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Y ogyakarta.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerin tahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta lembaga/ badan lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. 38 . Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama/ Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian/ Lembaga adalah Pejabat Eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada bagian anggaran Kernen terian/ Lembaga. 39 . Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/ Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 4 1 . Sistem Aplikasi adalah sistem informasi atau aplikasi yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan untuk mendukung proses penyusunan dan penelaahan anggaran, pengesahan DIPA, dan perubahan DIPA. 42 . Sisa Anggaran Kontraktual adalah selisih lebih antara alokasi anggaran keluaran (output) yang tercantum dalam DIPA dengan nilai kontrak pengadaan barang/jasa untuk menghasilkan keluaran (output) sesuai dengan volume keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA.
Sisa Anggaran Swakelola adalah selisih lebih antara alokasi anggaran keluaran (output) yang tercantum dalam DIPA dengan realisasi anggaran untuk mencapai volume keluaran (output) yang sudah selesai dilaksanakan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk pendapatan Sumber Daya Alam, pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan, pendapatan PNBP lainnya, dan pendapatan Badan Layanan Umum.
Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kredit U saha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit pembiayaan modal kerja dan/atau investasi yang dananya bersumber dari Bank Pelaksana kepada debitur yang diberikan fasilitas subsidi bunga oleh Pemerintah yang terdiri dari kredit mikro, ritel, dan tenaga kerja Indonesia.
Bank Pelaksana adalah Bank Umum yang melaksanakan Program KUR yang ditetapkan/ ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah se bagai penyalur KUR.
Subsidi Bunga KUR yang selanjutnya disebut dengan Subsidi Bunga adalah subsidi berupa bagian bunga yang menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang. diterima oleh Bank Pelaksana dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada peserta KUR.
Perjanjian Kerjasama Pembiayaan KUR adalah perjanjian antara Kuasa Pengguna Anggaran atas ilama Menteri Keuangan mewakili pemerintah dengan Bank Pelaksana.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut dengan Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden melalui Keputusan Presiden yang bertugas memberikan arahan kebijakan program KUR. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 6. Rencana Tahunan Pembiayaan KUR yang selanjutnya disingkat RTP-KUR adalah rencana pembiayaan KUR yang dibuat oleh Bank Pelaksana untuk periode 1 (satu) Tahun Anggaran.
Pengguna Anggaran adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari Pengguna Anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang selanjutnya disingkat BPKP adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Praktik Bisnis yang Sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat PPK-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan Praktik Bisnis yang Sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan keuangan BLU, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Pemerintah adalah pemerintah pusat.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas bidang tugas BLU yang bersangkutan.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertanggung jawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu BLU.
Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut Satker adalah setiap kantor atau satuan kerja di lingkungan Pemerintah yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang atau kuasa pengguna anggaran/barang.
Pejabat Pengelola BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Pengelola adalah pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil yang bertanggung jawab terhadap kinerja operasional dan keuangan BLU, yang terdiri dari pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis, yang sebutannya dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada BLU yang bersangkutan.
Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola BLU dalam menjalankan pengelolaan BLU.
Pemimpin BLU adalah Pejabat Pengelola BLU yang bertugas sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU.
Pejabat Keuangan BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Keuangan adalah Pejabat Pengelola yang berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan BLU.
Pejabat Teknis BLU yang selanjutnya disebut Pejabat Teknis adalah Pejabat Pengelola yang berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing pada BLU.
Sekretaris Dewan Pengawas BLU yang selanjutnya disebut Sekretaris Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang diangkat untuk mendukung penyelenggaraan tugas Dewan Pengawas.
Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengawas untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas.
Pegawai BLU yang selanjutnya disebut Pegawai adalah pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil yang mendukung kinerja BLU sesuai dengan kebutuhan BLU.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Rencana Strategis Bisnis BLU yang selanjutnya disingkat RSB adalah dokumen perencanaan lima tahunan yang disusun oleh Pemimpin BLU dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU yang selanjutnya disingkat RBA adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
RBA Definitif adalah RBA yang telah disesuaikan dengan RKA-K/L dan Peraturan Presiden mengenai Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang telah disahkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Petikan BLU yang selanjutnya disebut DIPA Petikan BLU adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran per Satker BLU yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan Satker BLU.
Pola Anggaran Fleksibel adalah pola anggaran yang belanjanya dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.
Persentase Ambang Batas adalah besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam DIPA Petikan BLU.
Ikhtisar RBA adalah ringkasan RBA yang berisikan program, kegiatan dan sumber pendapatan, dan jenis belanja serta pembiayaan sesuai dengan format RKA-K/L dan format DIPA Petikan BLU.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Rekening Operasional BLU adalah rekening lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan atau membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.
Rekening Operasional Penerimaan BLU adalah Rekening Operasional BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.
Rekening Operasional Pengeluaran BLU adalah Rekening Operasional BLU yang dipergunakan untuk membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari penerimaan negara bukan pajak BLU pada Bank Umum.
Rekening Pengelolaan Kas BLU adalah rekening lainnya milik BLU yang dapat berbentuk deposito pada Bank Umum dan/atau rekening pada bank kustodian untuk penempatan idle cash yang terkait dengan pengelolaan kas BLU.
Rekening Dana Kelolaan BLU adalah rekening lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung dana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam Rekening Operasional BLU dan Rekening Pengelolaan Kas BLU pada Bank Umum, untuk menampung dana yang dapat berasal dari alokasi Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, salah satunya dana bergulir dan/atau dana yang belum menjadi hak BLU.
Beauty Contest adalah metode pemilihan penyedia jasa lainnya dengan mengundang seseorang/pelaku usaha untuk melakukan peragaan/pemaparan profil perusahaan yang dilakukan karena alasan efektivitas dan efisiensi dengan berpedoman pada aturan yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU.
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah dan/atau hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Piutang BLU adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada BLU dan/atau hak BLU yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah Panitia yang bersifat interdepartemental dan bertugas mengurus Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
Penanggung Utang kepada BLU yang selanjutnya disebut Penanggung Utang adalah badan atau orang yang berutang kepada BLU menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun termasuk badan atau orang yang menjamin seluruh penyelesaian utang penanggung utang.
PSBDT adalah Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih.
Pinjaman BLU yang selanjutnya disebut Pinjaman adalah semua transaksi yang mengakibatkan BLU menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga BLU tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Perjanjian Pinjaman adalah naskah perjanjian atau naskah lain yang dipersamakan yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman antara BLU dengan pemberi Pinjaman.
Aset BLU adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh BLU sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dalam satuan uang, dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Aset Lancar BLU adalah Aset BLU yang diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek yang diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca, dan/atau berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi, meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang usaha, piutang lain-lain, persediaan, uang muka, dan biaya dibayar di muka.
Aset Tetap BLU adalah Aset BLU yang berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan Pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset Lainnya BLU adalah Aset BLU selain Aset Lancar BLU, investasi jangka panjang BLU, dan Aset Tetap BLU.
Kerja Sama Operasional yang selanjutnya disingkat KSO adalah pendayagunaan Aset BLU dan/atau aset milik pihak lain dalam rangka tugas dan fungsi BLU, melalui kerja sama antara BLU dengan pihak lain yang dituangkan dalam naskah perjanjian.
Kerja Sama Sumber Daya Manusia dan/atau Manajemen yang selanjutnya disebut KSM adalah pendayagunaan Aset BLU dan/atau aset milik pihak lain dengan mengikutsertakan sumber daya manusia dan/atau kemampuan manajerial dari BLU dan/atau pihak lain, dalam rangka mengembangkan kapasitas layanan dan meningkatkan daya guna, nilai tambah, dan manfaat ekonomi dari Aset BLU.
Mitra KSO atau KSM yang selanjutnya disebut Mitra adalah pihak lain yang melakukan perikatan dengan BLU dalam rangka KSO atau KSM.
Tugas dan Fungsi BLU adalah kegiatan/aktivitas yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola dan/atau Pegawai pada BLU dalam rangka memberikan dan/atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan struktur organisasi dan tata kerja pada BLU yang telah ditetapkan Menteri/Pimpinan Lembaga.
KSO Tanah dan Bangunan adalah pendayagunaan atas tanah dan/atau gedung dan bangunan milik BLU untuk digunakan BLU dan/atau Mitra, sesuai dengan perjanjian.
KSO Aset Selain Tanah dan/atau Bangunan adalah pendayagunaan atas aset selain tanah dan/atau bangunan yang dikuasai atau dimiliki oleh BLU untuk digunakan BLU dan/atau Mitra, sesuai dengan perjanjian.
Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Dana Kelolaan adalah dana yang dikelola oleh BLU yang bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Investasi Pemerintah.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan Surat Perintah Membayar.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPPN yang menyatakan bahwa Surplus Anggaran dan/atau Dana Kelolaan telah disetor dan dibukukan KPPN.
Tata Kelola yang Baik pada BLU yang selanjutnya disebut Tata Kelola yang Baik adalah suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan BLU berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran, untuk pencapaian penyelenggaraan kegiatan BLU yang memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan BLU, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan Praktik Bisnis yang Sehat.
Nilai Omzet adalah jumlah seluruh pendapatan operasional yang diterima oleh BLU yang berasal dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, dalam satu tahun anggaran.
Nilai Aset adalah jumlah aset yang tercantum dalam neraca BLU pada akhir suatu tahun buku tertentu.
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh Pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang- undangan.
Pengawasan Intern adalah suatu kegiatan pemberian keyakinan dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional BLU, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola BLU.
Satuan Pengawasan Intern BLU yang selanjutnya disingkat SPI adalah unit kerja BLU yang menjalankan fungsi Pengawasan Intern.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Gaji adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap yang diterima oleh Pejabat Pengelola dan Pegawai setiap bulan.
Honorarium adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap, yang diterima oleh Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Anggota Komite Audit setiap bulan.
Tunjangan Tetap adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji, yang diterima oleh pimpinan BLU setiap bulan.
Insentif adalah imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar Gaji/Honorarium, yang diterima oleh Pejabat Pengelola, Pegawai, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Anggota Komite Audit.
Hari Raya adalah Hari Raya Idul Fitri.
Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KM.11/2021 tentang Penilaian Tingkat Implementasi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) dan ...
Relevan terhadap
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, dan para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Keuangan;
Kepala Lembaga _National Single Window; _ 5. Kepala Biro Umum, para Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Inspektorat Jenderal, dan para Sekretaris Badan di lingkungan Kementerian Keuangan; MENTER I KEUANGAN REPUBLIK IND ON E S I A 6. Kepala Biro Sumber Daya Manusia, Sekretariat Jenderal;
Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal;
Para Kepala Pusat di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
Sekretaris Lembaga _National Single Window; _ 10. Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN; dan
Para Kepala Balai di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 September 2022 a.n. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN, ttd. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 2/KM.11/2022 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 2/KM.11/2021 TENTANG PENILAIAN TINGKAT IMPLEMENT AS ! ORGANISASI PEMBELAJAR (LEARNING ORGANIZATION) DAN KOMITE LEARNING ORGANIZATION DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN PENILAIAN TINGKAT IMPLEMENTASI ORGANISASI PEMBELAJAR (LEARNING ORGANIZATION) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN A. Komposisi Penilaian Formula perhitungan nilai akhir tingkat implementasi Leaming Organization tiap Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan Unit non-Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan: Nilai Akhir = 40% Hasil Rata-rata Survei + 30% Hasil Rata-rata Self Assessment+ 30% Hasil Rata-rata Penilaian Komite. B. Indikator Penilaian Terdapat 24 (dua puluh empat) indikator dengan metode survei dengan jumlah pertanyaan sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) pertanyaan survei, 23 (dua puluh tiga) indikator dengan metode self-assessment, dan 7 (tujuh) indikator yang dinilai menggunakan metode penilaian komite. Detail metode penilaian untuk setiap komponen sebagai berikut: Indikator Self Assessment Penilaian No. Komponen Subkomponen Survei Sekre UEl Unit Sampel Penilaian (SAUEl) ($AUS) Komite 1. Strategic Fit and Management 4 4 2 2 0 0 Commitment No. Komponen 2. Leaming Function Organization 3. Learners 4. Knowledge Management Implementation 5. Leaming Value Chains 6. Leaming Solutions 7. Leaming Spaces 8. Learners' Performances 9. Leaders' Participation in Leaming Process 10. Feedback TOTAL MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Subkomponen Indikator Penilaian 4 5 3 3 6 11 4 11 4 5 6 4 3 5 4 4 2 2 40 54 Self Assessment Survei Sekre UEl Unit Sampel Penilaian (SAUEl) (SAUS) Komite 2 2 0 1 3 0 0 0 6 5 0 0 0 5 3 3 3 0 1 1 4 0 0 0 1 1 1 2 3 0 1 0 0 2 0 0 24 17 6 7 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Indikator, metode penilaian, formula perhitungan, pertanyaan survei dan bukti dukung untuk setiap subkomponen:
Komponen Strategic Fit and Management Commitment - . , Sub Komponen Indikator Metode Formula Bukti Dukung Visi Organisasi memiliki visi yang Tidak - - Organisasi mencakup rencana diukur pengembangan sumber daya manusia secara menyeluruh yang sejalan dengan target kinerja organisasi. Budaya Organisasi memiliki budaya yang Survei - Hasil survei Organisasi diwujudkan dalam kebijakan untuk memberikan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk senantiasa mengembangkan diri. Strategi Organisasi memiliki strategi yang SAUEl Terdapat dokumen:
Dokumen pernyataan Organisasi mencakup rencana kebutuhan a. Standar kompetensi teknis kelengkapan standar pengembangan, pola karier, jabatan kompetensi teknis jabatan standar kompetensi, dan Leaming 1) lengkap seluruh jabatan dan beberapa sampel Journey bagi seluruh pegawai (nilai 80); Sub Komponen Indikator yang sejalan dengan target kinerja organisasi.
. 1_ , i · ·,,, • : -- • " MENTERIKEUANGAN REPUBLIK I ND O N ES I A - Metode Formula 2) tidak lengkap (nilai 50); atau 3) tidak ada (nilai 0); dan b. Leaming Journey/ Kemenkeu Leadership Development Program 1) lengkap (nilai 20);
sebagian (nilai 10); atau
tidak ada (nilai 0). Bukti Dukung standar kompetensi teknis jabatan;
Dokumen pernyataan kelengkapan Leaming Journey/ Kemenkeu Leadership Development Program dan beberapa sampel Leaming Journey/ Kemenkeu Leadership _Development Program; _ dan/atau C. Dokumen lain dengan substansi yang memuat strategi mencakup rencana kebutuhan pengembangan, pola karir, standar kompetensi, dan Leaming Journey. Sub Komponen Struktur Organisasi lndikator Pimpinan memberikan arahan/kebijakan terkait - . pengembangan sumber daya manusia yang sejalan dengan target kinerja organisasi. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA Metode SAUEl Survei ., -· - · Formula - - Terdapat arahan terkait pengembangan sumber daya manusia yang sejalan dengan target kinerja organisasi yang dilaksanakan pada:
Januari s.d. Juli (nilai 100);
Agustus (nilai 50); C. setelah Agustus (nilai 25); dan d. tidak terdapat arahan (nilai 0). - Bukti Dukung Nota Dinas/ Notula Rapat/ Undangan/Video Kegiatan Hasil Survei 2. Komponen Leaming Function Organization == Sub I Indikator I Komponen Penerapan Visi Organisasi mengelola agar visi Organisasi yang telah ditetapkan dapat dicapai melalui adanya proses pembelajaran yang berkelanjutan. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONES I A ·· - - .. Metode Formula Penilaian Dalam entry meeting dan Leaming Komite Council Meeting (LCM):
Pimpinan Unit Eselon I hadir dalam LCM dan menindaklanjutinya dengan menyampaikan arahan strategis terkait pengembangan SDM di dalam entry meeting (nilai 100);
Pimpinan Unit Eselon I hadir pada entry meeting atau LCM dan memberikan arahan (nilai 50); C. Tidak terdapat perwakilan Pimpinan Unit Eselon I yang hadir dalam entry meeting atau LCM (nilai 0) Bukti Dukung ' a. Notula LCM/Rekaman LCM;
Notula entry meeting/ rekaman entry meeting. Sub - Indikator Komponen Penerapan Organisasi menerapkan Budaya program budaya yang Organisasi mencakup kebiasaan, nilai- h MENTER1KEUANGAN REPUBLIK INDOt-.ESIA Metode Formula SAUEl Dalam menindaklanjuti LCM:
Pimpinan Unit Eselon I menyampaikan arahan* dan memonitor terkait tindak lanjut hasil LCM (nilai 100);
Arahan dan proses monitoring dilakukan oleh pejabat selain Pimpinan Unit Eselon I (nilai 50); C. tidak terdapat arahan dan proses monitoring (nilai 0). *Arahan: arahan strategis terkait pengembangan SDM kepada pegawai sebagai tindak lanjut hasil LCM melalui sharing session atau townhall. Survei - Bukti Dukung a. N askah Din as masukan LCM;
Naskah Dinas penyampaian arahan hasil LCM; C. Dokumen monitoring arahan pimpinan terkait hasil LCM. Hasil survei Sub Indikator Komponen nilai, maupun praktik dalam organisasi, khususnya terkait dengan pembelajaran. Penerapan Organisasi menerapkan Strategi strategi yang mencakup Organisasi rencana aksi, metode, maupun langkah-langkah terkait pembelajaran dalam organisasi dalam rangka mencapai visi dan target kinerjanya. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONcSIA Metode Formula ·- SAUEl a. Terdapat Skill Group Owner (SGO) yang ditunjuk dan ditugaskan secara resmi oleh organisasi (nilai 25);
Terdapat output dari unit/ dedicated unit (baik terstruktur atau ad hoc) yang bertugas memfasilitasi implementasi manajemen pengetahuan (nilai 25); C. Terdapat kebijakan implementasi manajemen talenta (nilai 25); Bukti Dukung Terdapat dokumen pendukung kegiatan berupa surat tugas, nota dinas, undangan, notula rapat, rekaman rapat, atau dokumen pendukung lainnya yang menggam barkan:
dokumen penunjukkan/ penugasan SGO;
dokumen output yang dihasilkan oleh unit yang memfasilitasi manajemen Sub Indikator Komponen ., Penerapan Organisasi merancang struktur struktur organisasi serta organ1sas1 infrastruktur lainnya yang mempermudah hubungan/ kolaborasi serta mengalirnya informasi di dalam organisasi. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK I NDONES I A Metode Formula d. Terdapat keterlibatan dalam pelaksanaan Leaming Value Chain (nilai 25);
Ada penugasan kepada person in charge (nilai 25);
Hanya ada disposisi (nilai 15);
^Tidak ada penugasan (nilai 0). Survei - - Bukti Dukung pengetahuan pada tahun penilaian; C. dokumen kebijakan implementasi manajemen talenta;
dokumen pelaksanaan pembelajaran non- pelatihan di Unit Eselon I. Hasil survei 3. Komponen Learners Sub Indikator Komponen Individu Individu mengim plemen tasikan Sebagai rencana pengembangan individu, Learners melaksanakan pembelajaran, memiliki motivasi belajar, dan mendukung orang lain untuk belajar. Tim Sebagai Tim saling mendukung dalam Learners pembelajaran untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi Organisasi mendorong Sebagai pertukaran informasi, Learners memfasilitasi implementasi budaya belajar, membangun komitmen belajar, dan agile terhadap perubahan. MENTEkl Kt:
UANGAN REPUBLIK l"IDONE: SIA - 10 - Metode Survei - Survei - Survei - Formula Bukti Dukung Hasil survei Hasil survei Hasil survei 4. Komponen Knowledge Management Implementation Sub Komponen Indikator Identifikasi Terdapat kegiatan identifikasi pengetahuan yang akan didokumentasikan sebagai aset intelektual. MENTER! t<EUANGAN REPUBLIK INDONES I A Metode Formula SAUEl Tersedia dokumen: a. Knowledge Mapping 1) untuk setiap rumpun dan jenjang jabatan yang akan dilakukan _knowledge capture; _ atau 2) berdasarkan tema Aset Intelektual (AI), yaitu di bidang keuangan negara dan/atau pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan (nilai 50).
Terdapat daftar pengetahuan kritis (pengetahuan yang menentukan keberhasilan Buk.ti Dukung Dokumen pendukung: a. Knowledge Mapping 1) untuk setiap rumpun dan jenjang jabatan yang akan dilakukan _knowledge capture; _ atau 2) berdasarkan tema aset intelektual, yaitu di bidang keuangan negara dan/atau pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan.
Daftar pengetahuan kritis Sub Komponen - - lndikator -- Dokumentasi Terdapat kegiatan pendokumen tasian pengetahuan untuk menghasilkan Aset Intelektual. l \ MENTER1KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Survei - Formula dan kinerja organisasi) (nilai SO). SAUEl Tersedia dokumen:
Dokumen administrasi proses pengumpulan Aset lntelektual (AI), baik AI baru (melalui knowledge capture) atau AI yang sudah ada sebelumnya (nilai 40);
Realisasi jumlah AI yang dikumpulkan s.d. Q3 tahun berjalan sesuai hasil identifikasi pengetahuan dengan formula dan rincian sebagai berikut. Bukti Dukung Hasil survei a. Dokumen administrasi kegiatan pengumpulan AI (undangan/ surat tu gas/ daftar hadir / dokumentasi kegiatan/ script story _board); _ b. _Knowledge Mapping; _ C. Daftar pengetahuan kritis; dan
Dokumen rekapitulasi jumlah AI di Unit Eselon I. Sub Komponen -· Indikator ME N TER I KEUANGAN REPUBLIK I NDONES I A Metode Formula Bukti Dukung - )umlah Al yang dikumpulkan s. d. Q3 tahun berjalan sesuai dengan hasil identifikasi pengetahuan x100% Target jumlah AI yang dikumpulkan s. d. Q3 tahun berjalan sesuai dengan hasil identifikasi pengetahuan 1) realisasi 100% (nilai 60) 2) realisasi 80 - 99% (nilai 50) 3) ^realisasi 60 - 79% (nilai 40) 4) realisasi 40 - 59% (nilai 30) 5) realisasi 20 - 39% (nilai 20) 6) realisasi 5 - 19% (nilai 10) 7) ^realisasi di bawah 5% (nilai 5) Sub Komponen Indikator .. . - - - Pengorganisasian Terdapat kegiatan penyimpanan dan pengorganisasian aset I ) , ' ••tt, ""'"''' ME NT ER IK EUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula 8) tidak ada pengumpulan AI (nilai 0) Keterangan: Target j umlah AI yang dikumpulkan s.d. Q3 tahun berjalan adalah 3,75% (5% dalam setahun) dari jumlah pengetahuan yang teridentifikasi dalam knowledge mapping dan/atau daftar pengetahuan kritis dengan pembulatan angka ke bawah. Survei - SAUEl Tersedia bukti bahwa:
Aset intelektual (AI) yang dikumpulkan dalam proses Bukti Dukung - Hasil Survei a. Rekapitulasi jumlah AI yang berasal dari Unit Eselon I pada aplikasi Sub Komponen Indikator - -- intelektual dalam Knowledge Management System (KMS). MENTERIKEUANGAN REPUB LI K INDONESI A Metode Formula - dokumentasi pengetahuan s.d Q3 tahun berjalan, dipublikasikan dalam aplikasi manajemen pengetahuan, contohnya: KMS pada KLC2, Bitrix24, kompatriot (nilai 50).
Seluruh AI dipublikasikan 100% (nilai 50);
publikasi 80 - 99% (nilai 40); 3 ^) ^publikasi 60 - 79% (nilai 30);
publikasi 40 - 59% (nilai 20);
publikasi di bawah 39% (nilai 10);
tidak ada publikasi AI dalam aplikasi " Bukti Dukung manajemen pengetahuan s.d. Q3 tahun berjalan;
Surat keputusan panitia penjaminan mutu/ surat penunjukan tim reviewer/ pen j aminan mutu; dan C. Rekapitulasi bulanan jumlah AI yang berasal dari Unit Eselon I pada aplikasi manajemen pengetahuan. Sub Komponen - Indikator _, " ' - - Penyebarluasan Organisasi menyediakan Aset Intelektual pada knowledge management system untuk dapat diakses oleh Pengguna MENTERIKEUANGAN REPUBLIK I N DO N ESIA Metode Formula manajemen pengetahuan (nilai 0).
Penunjukan tim reviewer / penjaminan mutu di Unit Eselon I (nilai 25); C. Penambahan bulanan jumlah AI yang berasal dari Unit Eselon I pada aplikasi manajemen pengetahuan (nilai 25). Survei - SAUEl Sebanyak minimal 40% dari AI yang dipublikasikan dalam aplikasi manajemen pengetahuan pada periode s.d Q3 tahun berjalan merupakan AI yang dapat diakses oleh Bukti Dukung Hasil survei Rekapitulasi bulanan jumlah AI yang berasal dari Unit Eselon I pada KMS. Sub Komponen lndikator knowledge management system. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA · - Metode - Formula seluruh pegawai Kementerian Keuangan (level 3) dan/atau masyarakat umum (level 4), serta turut dipublikasikan pada KMS yang dikelola oleh BPPK.
minimal 40% dari AI turut dipublikasikan dalam KMS (nilai 100);
30 - 39% Al dipublikasikan dalam KMS (nilai 80);
20 ^- 29% AI dipublikasikan dalam KMS (nilai 60);
10 - 19% AI dipublikasikan dalam KMS (nilai 40); 5 ^) ^Ada, namun kurang dari 10% AI dipublikasikan dalam KMS (nilai 10);
tidak ada publikasi AI dalam KMS (nilai 0). Bukti Dukung - Sub Komponen Penerapan Pemantauan Indikator - Terdapat kegiatan pemanfaatan Aset Intelektual dalam knowledge management system untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi. Terdapat kegiatan pemutakhiran untuk memastikan kesesuaian an tara a set in telektual yang terdapat dalam knowledge management system dengan kebutuhan pengguna knowledge management system sesuai dinamika dan kebutuhan organisasi. If £ 'IA r 4 - - 1 ., r ( f ' 1: cw_ ., J MENTERI KEUANGAN REPUBLIK I NDONES IA - 18 - Metode Formula - - • Survei - Survei - SAUEl Terdapat kegiatan pemantauan Aset Intelektual (AI) yang berasal dari Unit Eselon I pada aplikasi manajemen pengetahuan agar selalu update (nilai 100). Bukti Dukung . Hasil survei Hasil survei a. Surat tugas, kertas kerja review, hasil review atau dokumen lain yang menunjukkan bahwa terdapat pemantauan secara berkala di tahun berjalan; dan
Screenshot aplikasi manajemen pengetahuan /bukti lain yang dapat menunjukkan permintaan update AI kepada penyusun AI. Sub Komponen Indikator 5. Komponen Leaming Value Chains Sub Komponen Indikator Analisis Organisasi berpartisipasi Kebutuhan aktif dalam analisis - Pembelaj aran kebutuhan pembelajaran. Metode Formula Bukti Dukung Survei - Hasil survei Metode Formula/ Pertanyaan Survei Bukti Dukung Penilaian Tersedia dokumen: Nota dinas penyampaian Komite penyampaian laporan hasil laporan hasil a. pengumpulan data pengumpulan data analisis kebutuhan pembelajaran yaitu analisis kebutuhan hingga 31 Mei tahun n-1 (nilai pembelajaran Unit Eselon 100); I dan Unit non-Eselon b. penyampaian laporan hasil yang bertanggung jawab pengumpulan data analisis langsung kepada Menteri kebutuhan pembelajaran yaitu Keuangan (data diperoleh bulan Juni s.d. Juli tahun n-1 dari Pusdiklat). (nilai 50); C. menyampaikan setelah bulan Juli tahun n-1 atau tidak menyampaikan laporan hasil Sub Komponen - - Indikator MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei pengumpulan data analisis kebutuhan pembelajaran (nilai 0) SAUEl a. Ketersediaan Standar Kompetensi Teknis Jabatan (SKTJ) untuk 90% Jabatan di Unit Eselon I (nilai 100);
Ketersediaan SKTJ untuk 70 s.d. 89% jabatan di Unit Eselon I (Nilai 75); C. Ketersediaan SKTJ untuk 50 s.d. 69% jabatan di Unit Eselon I (Nilai 50) d. Ketersediaan SKTJ untuk kurang dari 50% jabatan di unit Eselon I (Nilai 0) Bukti Dukung Dokumen SKT J Sub Komponen - Indikator MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei SAUEl Jumlah Usulan Program Pembelajaran Strategis dengan Dokumen Pendukung Lengkap xlOO J umlah Usulan Program Pembelajaran Strategis a.
Bukti Dukung Dokumen rencana strategis organisasi, kinerja organisasi, perubahan proses bisnis organisasi, perkembangan teknologi yang mempengaruhi proses bisnis organisasi, perubahan peraturan perundang-undangan mempengaruhi proses bisnis organisasi, Bukti Arahan khusus dari Menteri Keuangan, N otula Leaming Council Meeting, dan/ atau Charter IS RBTK Sub Komponen . . Indikator . . - Desain Organisasi berpartisipasi Pembelajaran aktif dalam penyusunan MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode SAUS SAUEl SAUEl Formula/ Pertanyaan Survei Jumlah pegawai yang tepat waktu dalam pengisian Dialog Kinerja lndividu 00 Jumlah pegawai unit sampel xl a. Pembahasan pengembangan SDM sebagai alternatif solusi pada setiap DKO K-One (nilai 100);
Pembahasan pengembangan SDM sebagai alternatif solusi pada dua dari tiga DKO K-One (nilai 75) C. Pembahasan pengembangan SDM sebagai alternatif solusi pada satu dari tiga DKO K-One (nilai 50) Program Pembelajaran strategis yang dievaluasi s.d. Level 3 dan/atau Level 4 -- - Bukti Dukung Data ketepatan waktu pegawai dalam melakukan pengisian dialog kinerja individu diam bil dari e- Performance Notula Dialog Kinerja Organisasi K- One periode Triwulan I s.d. Triwulan III Data diperoleh dari a. Hasil Leaming Council Meeting Sub Komponen Indikator dan/atau pengembangan desain pembelajaran. MENTERIKEUAN G AN REP U BLIK I ND O NE SI A Metode Formula/ Pertanyaan Survei a. 40% pembelajaran strategis dievaluasi s.d. level 3 atau level 4 (nilai 100);
20% pembelajaran strategis dievaluasi s.d. level 3 atau level 4 (nilai 50); C. Tidak ada pembelajaran strategis yang dievaluasi s.d. level 3 atau level 4 (nilai 0). Penilaian Dinilai dari 2 unsur: Komite a. Kesesuaian penugasan/ kehadiran Skill Group Owner (SGO) di dalam pembahasan desain pembelajaran program pembelajaran strategis (nilai 100);
Jumlah SGO yang sesuai SK - - Bukti Dukung b. Hasil Analisis Kebutuhan Pelatihan (AKP) Reguler; C. Telaah AKP Insidental;
Kalender Pembelajaran;
Kerangka Acuan Program. Data diperoleh dari a. SK Penunjukan SGO b. Notula Rapat Desain Pembelajaran Strategis C. Daftar Hadir Rapat Desain Pembelajaran Strategis Sub Komponen Indikator - Penyelenggaraan Organisasi berpartisipasi Pem belaj aran aktif dalam penyelenggaraan pembelajaran (selain pelatihan, kursus, penataran, e-leaming, dan pelatihan jarak jauh). ( - ) ' ;
/ - . : ,, . · ·: : . , !:
.- ' "1'' ' , •• MENTER1KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei Jumlah SGO yang sesuai SK x100% jumlah SGO yang hadir SAUS Jumlah pegawai yang menyusun !DP Jumlah pegawai unit Sampel SAUEl a. Unsur A:
terdapat dokumentasi kegiatan non-pelatihan atau laporan pelaksanaan kegiatan (nilai 100);
terdapat laporan kegiatan pelaksanaan kegiatan non- pelatihan (nilai 75); Bukti Dukung d. Pengajuan kebutuhan pembelajaran insidental/ telaahan AKP insidental Data diperoleh dari:
Individual Development Plan (IDP) Pegawai;
Daftar Pegawai.
Dokumentasi kegiatan atau laporan pelaksanaan kegiatan yang ditandatangani pejabat yang berwenang;dan b. Dokumen rekapitulasi evaluasi peserta yang ditandatangani oleh Sub Komponen Indikator MENTER! KEUANGAN REPUB LI K INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei 3) terdapat dokumentasi kegiatan pelaksanaan (nilai 25); dan
tidak terdapat dokumentasi kegiatan atau laporan pelaksanaan kegiatan (nilai 0).
Unsur B:
terdapat rekapitulasi evaluasi peserta beserta rencana tindak lanjut hasil evaluasi peserta kegiatan pembelajaran non- pelatihan (nilai 100);
terdapat rekapitulasi evaluasi peserta (nilai 50);
tidak terdapat rekapitulasi evaluasi peserta (nilai 0). Buk.ti Dukung pejabat yang berwenang. Sub Komponen lndikator MENTERI K!:
UANGAN REPUBLIK ll'IDONESIA Metode SAUS Formula/ Pertanyaan Survei Nilai = rata-rata nilai unsur Adan unsur B Kegiatan pembelajaran non pelatihan meliputi (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.01/2018): benchmarking, secondment, magang/praktik kerja, seminar/ konf erensi / sarasehan, workshop/lokakarya, dan bimbingan teknis. Jumlah dokumentasi hasil belajar (dan/atau _pembelajaran $erintegrasi) xlOO Jumlah pegawa1 unit sampel Buk: ti Dukung Data diperoleh dari:
Leaming joumal/inovasi baru;
Daftar pegawai. Sub Komponen Evaluasi Pembelajaran .-. - · - - Indikator . ^. ^- Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam proses evaluasi pembelajaran. Metode Penilaian Komite Formula/ Pertanyaan Survei Bukti Dukung a. Unsur A: Kertas kerja dengan nilai 1) hadir, sesuai dengan dari Pusdiklat. kompetensinya dan berkontribusi (nilai 100);
hadir, tidak sesuai kompetensi dan berkontribusi (nilai 80); 3 ^) ^hadir, sesuai dengan kompetensi dan tidak berkontribusi (nilai 60); 4 ^) ^hadir, tidak sesuai kompetensi dan tidak berkontribusi (nilai 40);
tidak hadir (nilai O); dan
jika Pusdiklat tidak mengundang Unit Eselon I terkait maka (nilai N /A). Catatan unsur A: Pada proses pembahasan leading indicator dan tools evaluasi. Sub Komponen Indikator MENTERI Kl: : UAI\IGAN REPUBLIK I N0 O NE S A Metode Formula/ Pertanyaan Survei 1) keterwakilan kehadiran skill group owner/pengajar dalam tiap rapat/ Focus Group Discussion/ kegiatan penyusunan instrumen diwakili minimal 1 (satu) orang skill group owner /pengajar; dan
nilai akhir adalah rata-rata nilai seluruh rapat/ Focus Group Discussion /kegiatan penyusunan instrumen evaluasi pelatihan yang dinilai.
Unsur B:
ada PIC yang ditunjuk (nilai 25);
PIC komunikatif (nilai 25);
^data yang diberikan lengkap (nilai 25); dan
^tepat waktu (nilai 25). Bukti Dukung Sub Komponen " -- Indikator - 6. Komponen Leaming Solutions Sub Komponen Indikator Belajar Sendiri (Self- Tingkat implementasi self- Leaming) learning oleh pegawai. Pembelajaran Organisasi Terstruktur merencanakan, ( Structured Leaming) memfasilitasi, dan memberikan kesempatan MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONES I A - 29 Metode F ormula / Pertanyaan Survei Catatan unsur B: perspektif Pusdiklat pemilik program. Nilai total= (60% x rata-rata unsur A) + (40% x rata-rata unsur B). Metode Formula/ Pertanyaan Survei Survei - Penilaian a. Unsur A Komite Bukti Dukung Bukti Dukung Hasil survei Q3 tahun berjalan; Sub Komponen lndikator kepada pegawai untuk melakukan pembelajaran terstruktur. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei Realisasi Total Peserta Pelatihan AKP Strategis s. d. Q3 tahun berjalan Total Target Peserta Pelatihan ^xlOO AKP Strategis pada Kalender Pembelajaran revisi terakhir pada periode s. d. Q3 tahun berjalan Bukti Dukung b. Kalender pelatihan revisi terakhir s.d Q3 tahun berjalan; C. Kerangka Acuan Pembelajaran (KAP) pelatihan strategis dan/atau yg dinilai evaluasi level 3;
Surat pengiriman usulan peserta;
CV dan rekomendasi peserta. Sub Komponen Indikator - MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei b. Unsur B Realisasi Total Peserta Pelatihan Non - AKP Strategis dan Non - Open Access s. d. Q3 tahun berjalan x100 Total Target Peserta Non - AKP Strategis dan Non - Open Access pada Kalender Pembelajaran revisi terakhir pada periode s. d. Q3 tahun berjalan C. Unsur C Untuk program pembelajaran yang bersifat strategis clan/ atau program pembelajaran yang dievaluasi s.d. minimal level 3. Terbagi kepada 2 butir: Bukti Dukung Sub Komponen - · Indikator -· { r-1 . . •; !! \ \ ,,,,,11, 11,10\ -· l{..a_ } .i MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONES,A Metode Formula/ Pertanyaan Survei 1) Pengiriman usulan peserta Jumlah pengiriman usulan peserta tepat waktu xSO jumlah pengiriman usulan peserta 2) Peserta yang sesuai dengan persyaratan jumlah peserta yang sesuai dengan persyaratan x509 jumlah peserta Formula = (40% x Unsur A) + (30% x Unsur B) + (30% Unsur C) Catatan: maksimal nilai 100. Survei - Bukti Dukung Hasil survei Sub Komponen Indikator - Belajar di Tingkat implementasi Lingkungan social learning/ learning Sosial/Belajar dari from others oleh pegawai. Orang Lain ( Social Leaming/ Leaming From Others) Belajar dari Tingkat implementasi Pengalaman / Belaj ar learning from Sambil Bekerja experiences/ learning while (Leaming From working oleh pegawai. Experiences/ Leaming While Working) MENTERIKEUANGAN RE P UBLIK I N DONESIA - 33 Metode Survei SAUS - Formula/ Pertanyaan Survei jml pegawai yang melakukan learning from experiences atau learning while working 100 50% jumlah pegawai unit sampel x Catatan: Nilai maksimal adalah 100 learning from experiences/ learning while working merupakan aktivitas pembelajaran terintegrasi di tempat kerj a melalui praktik langsung seperti magang/praktik kerja, detasering (secondment), action leaminq, gurus tugas, tue: as Bukti Dukung Hasil survei Rekapitulasi jumlah pegawai yang melaksanakan: action learning, secondment, on the job training, dan learning while working, yang ditandatangani oleh pejabat yang mengelola kepegawaian. Sub Komponen Indikator . .
Komponen Leaming Spaces . Sub Komponen Indikator Ruangan Organisasi memastikan ketersediaan ruangan yang memadai untuk kegiatan pembelajaran dan berbagi pengetahuan di setiap unit kerja. Peralatan Organisasi memastikan ketersediaan peralatan yang memadai untuk kegiatan oembelaiaran dan berba!li MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei tambahan, pertukaran antara BuktiDukung pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah. Metode Formula/ Pertanyaan Survei Bukti Dukung Survei - Hasil survei Sub Komponen - Indikator pengetahuan di setiap unit kerja. Jaringan Internet Organisasi memastikan dan Intranet ketersediaan j aringan internet dan intranet yang memadai untuk kegiatan pembelajaran dan berbagi pengetahuan di setiap unit kerja. Akses Sumber Organisasi memastikan Belajar ketersediaan akses terhadap sumber belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawru. Kesempatan Belajar Organisasi memberikan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk melakukan kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan secara daring \ MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 35 Metode Formula/ Pertanyaan Survei Survei - Survei - Buk.ti Dukung - Hasil survei Hasil survei Sub Komponen Indikator ( online) dan luring ( offiine) pad a jam kerj a. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK I ND O NES I A Metode Formula/ Pertanyaan Survei Bukti Dukung Dukungan Teknis Organisasi menyediakan Survei - Hasil survei sumber daya manusia yang dapat memberikan dukungan teknis untuk memastikan kelancaran kegiatan pembelajaran dan berbagi pengetahuan.
Komponen Learners' Performances Sub Komponen Indikator Metode Individual Organisasi memastikan Penilaian Performance hasil pembelajaran Komite diimplementasikan oleh individu dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya serta memanfaatkan hasil pembelajaran untuk Formula/ Pertanyaan Survei Unsur A jwnlah alumni pelatihan yang menerapkan materi pembelajaran OOOfc . l I l . l '/ xl 0 ; um a 1 a umm pe ati wn yang mengikuti evaluasi pascapenibelaj a ran Bukti Dukung Hasil Evaluasi Level 3 terhadap Unit Eselon I terse but. Contoh: lulus diklat 100 Sub Komponen Indikator melakukan perbaikan berkelanjutan. , ^, , ^. ,., tt•U•"• MENTERIKELJANGAN REPUBL IK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei Unsur B jml alumni pelatihan pada UE ^I yang lolos s.d. level 3 OO% jml alumni pelatihan pada U E ^I xl 0 yang memenuhi syarat untuk dilakukan evaluasi pascapembelajara.n level 3 Catatan unsur B: Persentase peserta yang mengalami peningkatan perilaku kerja. Nilai = rata-rata unsur Adan unsur B. Jika Unit Eselon I tidak memiliki peserta yang mengiku ti pelatihan dengan evaluasi s.d. level 3 maka nilai =0 Bukti Dukung lulus menerapkan 80 meningkat perilaku 50 unsur A: 80 / 100 unsur B: 50 / 80. Sub Komponen Indikator Team Organisasi memastikan Performance hasil pembela ^j aran diimplementasikan oleh tim dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya serta memanfaatkan hasil pembelajaran untuk melakukan perbaikan berkelan ^j utan dan/atau peningkatan kiner ^j a dan menciptakan inovasi. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei SAUEl Unsur A (Nilai 50): Jumlah Output dari Project ^- ^ based team - . x100% - Jumlah Target Output dan Tim yang dibentuk Unsur B (Nilai 30) Jumlah Knowledge Capture dari kegiatan Tim - x100% Jumlah Tim yang dibentuk Unsur C (Nilai 20) Jumlah lnovasi yang berasal dari - kegiatan Tim xlOO<J« - Jumlah Tim yang dibentuk Nilai = Unsur A + Unsur B + Unsur C Bukti Dukung a. SK tim;
Output tim (dokumen/ screenshoot/b ukti pendukung lainnya yang menu ^nj ukkan hasil kerja tim ^) untuk bukti dukung unsur A ^;
Dokumen/ screenshoot/ bukti pendukung lainnya yang menunjukkan hasil knowledge capture untuk bukti dukung unsur B ^;
SK ^/ Surat Keterangan/Dokumen lainnya yang menunjukkan bukti inovasi untuk bukti dukung unsur C . Sub Komponen Indikator MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei Keterangan:
Team yang dimaksud adalah tim ad-hoc/task force yang bukan pekerjaan rutin dan merupakan tim baru yang dibentuk pada tahun penilaian LO.
Realisasi output dan Target Output Tim yang dihitung hanya Output dan Tim pada periode 1 Jan-10 Desember.
Output tim yang dihasilkan pada periode Q4 dapat diusulkan sampai dengan minggu kedua Desember 4. Tim lintas UEl dapat diakui oleh setiap UE 1 yang terlibat Bukti Dukung Sub Komponen Indikator Organizational Hasil pembelajaran Performance berkontribusi pada peningkatan kinerja organisasi. Organisasi memastikan terciptanya inovasi dari hasil pembelajaran dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerja organ1sas1. MENTERIKEUANGAN Metode Formula/ Pertanyaan Survei Penilaian alumni pelatihan pada UE I Komite yang meningkat kinerjanya x100 alumni pelatihan pada U EI yang m . emenuhi syarat dilakukan e v aluasi . pascapembelajaran (level 4) Jika Unit Eselon I tidak memiliki peserta yang mengikuti pelatihan dengan evaluasi s.d. level 4, maka nilai = 0 SAUS a. Organisasi memiliki kebijakan yang dapat mendorong terciptanya inovasi (nilai 10);
Terdapat inovasi yang bermanfaat meningkatkan kinerja individu (nilai 20); Bukti Dukung Hasil Evaluasi Level 4 terhadap Unit Eselon I terse but. Catatan: pelaksanaan evaluasi pascapembelajaran pada tahun berjalan. Adanya dokumen yang menjelaskan ketercapaian dari setiap kriteria pada formula, misalnya: kerangka acuan kegiatan/tenn of reference, laporan inovasi, surat keterangan, dan Sub Komponen Indikator MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei C. Terdapat inovasi yang bermanfaat meningkatkan kinerja organisasi (nilai 20);
Terdapat inovasi yang telah direplikasi di tempat lain (nilai 30); dan
Keterkaitan inovasi dengan proses pembelajaran (self learning, structured learning, learning from others, dan/atau learning from experiences) (nilai 20). Catatan: Inovasi merupakan gagasan kreatif pegawai atau sekelompok pegawai yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah dan / a tau perbaikan metode dan proses kerja yang telah diimplementasikan dan memberikan manfaat bagi pemangku Bukti Dukung dokumen sejenis yang relevan. Sub Komponen - Indikator Organisasi menggunakan hasil pembelajaran pegawai sebagai salah satu pertim bangan dalam pengembangan karier pegawai. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. Survei - 9. Komponen Leaders' Participation in Leaming Process Sub Komponen Indikator Metode Formula/ Pertanyaan Survei Leaders as Role Organisasi mendorong Survei - Models Leaders untuk menjadi teladan dan menginspirasi bawahan untuk terus menerus belajar dengan ikut serta dalam pembelajaran sebagai Learners, berbagi Bukti Dukung Hasil survei Bukti Dukung Hasil survei Sub Komponen Indikator pengetahuan (knowledge sharing), dan menerapkan hasil pembelajaran dalam pekerjaan sehari-hari dalam rangka peningkatan kinerja ( transfer of training). Leaders as Organisasi mendorong Coaches, Leaders un tuk berperan Mentors, sebagai coaches, mentors, Counsellors dan/atau councellors bagi pegawai. Leaders as Organisasi mendorong Teachers Leaders untuk berperan sebagai pihak yang mengaj ar kan pihak lain baik internal maupun eksternal unit kerjanya dalam rangka improvement pelaksanaan pekeri aan dan \ MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 43 - Metode Formula/ Pertanyaan Survei Survei - SAUS a. Jika unit sampel terdapat Pejabat Eselon I dan/atau Eselon II menggunakan formula: Bukti Duk: ung Hasil survei Dokumen yang diperlukan undangan/surat tugas ceramah/ surat tugas mengajar pelatihan/kartu mengajar / flyer/poster kegiatan. Sub Komponen Indikator pencapaian tujuan organisasi. f . · ••.,,., u nu \ ·• ,. MENTERIK E UANGA N Metode Formula/ Pertanyaan Survei jumlah leaders (Eselon I-11) definirif = 600/( ( yang menjadi narasumber 0 jwnlah leaders x100) b. (Eselon I-II) definirif jumlah leaders (Ese/on III - IV) definitif 40 _% (ya119 ,rumjadi narasumber xl00) ; umlah leaders (Eselon lll - IV) definitif Jika unit sampel tidak terdapat pejabat Eselon I dan Eselon II menggunakan formula: jumlah ieaders (Eselon lll - lV ) definitif _ .rang m,mjadi na,-asumber x100 jumlail leade1·s (Bselon Ill-I V ) definitif Bukti Dukung + Sub Komponen Indikator Fonuard-thinking Organisasi mendorong Leadership Leaders untuk menjaga konsistensi keterkaitan kegiatan belajar dengan tujuan strategis organisasi. MENTERIKEUANGAN REPUBLIK IN DONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei Catatan: Jika tidak ada Eselon I dan II maka nilai 100% dari Eselon III dan IV. Macam pembelajaran sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.01/2018 tentang Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lingkungan Kementerian Keuangan. Survei - Bukti Dukung Hasil survei 10. Komponen Feedback - Sub Komponen Indikator Feedback Organisasi mendorong Internal pejabat dan/atau pegawainya untuk memberikan feedback atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi Leaming Organization dan menindaklanjutinya. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei SAUEl a. Terdapat arahan tindak lanjut terhadap hasil learning organization tahun sebelumnya dibuktikan dengan naskah din as/ paparan / notula/ rekaman kegiatan (Semester 1) (nilai 100);
Terdapat arahan tindak lanjut terhadap hasil learning organization tahun sebelumnya dibuktikan dengan naskah dinas/paparan/notula/ rekaman kegiatan (pada Q3 tahun berjalan) (nilai 50); C. Terdapat arahan tindak lanjut terhadap hasil learning organization tahun sebelumnya dibuktikan dengan naskah dinas / paparan / Buk: ti Dukung Naskah dinas/paparan/notula/ rekaman kegiatan. - Sub Indikator Komponen Feedback Organisasi menelaah Eksternal feedback eksternal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi learning organization dan menindaklanjutinya. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Metode Formula/ Pertanyaan Survei notula/ rekaman kegiatan (pada Q4 tahun berjalan) (nilai 25); dan
Tidak terdapat arahan (0). SAUEl jml feedback atas pelaksanaan LO pada tahun sebelumnya yang telah dilaksanakan dan sesuai pada tahun berjalan xlOO jml feedback Catatan: Persentase jumlah feedback atas pelaksanaan learning organization pada tahun sebelumnya yang telah dilaksanakan pada tahun berjalan oleh unit. Bukti Dukung a. Matrik tindak lanjut atas feedback penilaian learning organization tahun n-1;
Hasil penilaian learning organization tahun n-1; dan C. Dokumen pendukung lain (surat tugas, nota dinas, undangan, notula, dll.) sesuai dengan kegiatan pada matrik tindak lanjut feedback penilaian _ _ , Sub Komponen Indikator ,,,- ta'it 'f'f an sesuai dengan aslinya, , l l> A , __ R EP, , . __ , C ^D·sBadan < 'b. \ I ' -B GH1 an Umum t ) : ii- ,,.,, <- 1 , '-: : : S HERMANTO NI 0210 199402 1 002 ,_ - • " ' MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDO N E S IA - 48 - - Metode Formula/ Pertanyaan Survei I - BuktiDuk.ung learning organization tahun n-1.
n. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN, ttd. ANDIN HADIYANTO
Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.
Subsidi Bunga KUR yang selanjutnya disebut Subsidi Bunga adalah subsidi berupa bagian bunga yang menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang diterima oleh penyalur KUR dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada penerima KUR.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden dengan Keputusan Presiden yang diberi kewenangan dalam memberikan arahan terhadap kebijakan program KUR.
Penerima KUR adalah individu/perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha produktif sebagaimana ditetapkan oleh Komite Kebijakan.
Penyalur KUR adalah bank atau lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk untuk menyalurkan KUR.
Perjanjian Kerjasama Pembiayaan KUR yang selanjutnya disebut Perjanjian Kerjasama adalah perjanjian tertulis antara kuasa pengguna anggaran atas nama Menteri Keuangan mewakili pemerintah dengan Penyalur KUR.
Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
Bagian Anggaran yang selanjutnya disingkat BA adalah kelompok anggaran menurut nomenklatur kementerian negara/lembaga dan menurut fungsi BUN.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pengelolaan Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh Menteri Keuangan
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Aset eks BPPN yang selanjutnya disebut Aset adalah kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan yang berasal dari kekayaan eks BPPN.
Aset Kredit adalah Aset berupa tagihan Bank Asal terhadap Debiturnya, pinjaman Pemerintah yang disalurkan melalui BPPN, tagihan yang berasal dari Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham; dan/atau tagihan Pemerintah dalam bentuk lainnya.
Asset Transfer Kit yang selanjutnya disingkat ATK adalah Media atau Dokumen Pengalihan Aset Kredit dari Bank Asal kepada BPPN.
Aset Kredit ATK adalah Aset Kredit yang didukung Media atau Dokumen Pengalihan Aset Kredit dari Bank Asal kepada BPPN, tercatat dalam Sistem Aplikasi Pengganti Bunisys, dan yang dokumennya berada dalam pengelolaan Menteri Keuangan.
Aset Kredit Non ATK __ adalah Aset Kredit yang tidak didukung Media atau Dokumen Pengalihan Aset dari Bank Asal kepada BPPN, yang dokumennya berada dalam pengelolaan Menteri Keuangan.
Aset Properti adalah Aset berupa tanah dan/atau bangunan serta hak atas satuan rumah susun yang dokumen kepemilikannya dan/atau peralihannya berada dalam pengelolaan Menteri dan/atau tercatat dalam Daftar Nominatif.
Aset Inventaris adalah Aset berupa barang selain tanah dan/atau bangunan, termasuk kendaraan bermotor, yang semula merupakan aset milik BPPN atau milik Bank Asal, baik yang berasal dari barang modal maupun Barang Jaminan Diambil Alih (BJDA).
Aset Saham adalah Aset berupa bukti kepemilikan suatu Perseroan Terbatas.
Aset Obligasi adalah Aset berupa surat utang jangka menengah-panjang yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pemegang obligasi.
Aset Reksadana adalah Aset berupa unit penyertaan sebagai bukti investasi dalam portofolio efek reksadana melalui manajer investasi.
Aset Nostro dan Penempatan Antarbank yang selanjutnya disebut Aset Nostro adalah Aset berupa saldo rekening giro Bank Asal, baik dalam rupiah maupun valuta asing di Bank Indonesia dan/atau bank lain.
Aset Transferable Member Club adalah Aset berupa bukti keanggotaan/member suatu klub.
Bank Asal adalah bank yang masuk dalam program penyehatan dengan status Bank Beku Operasi (BBO), Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), Bank Take Over (BTO), dan Bank Rekapitalisasi yang telah mengalihkan asetnya kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) q.q. Pemerintah Republik Indonesia.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktur adalah pejabat eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Direktorat adalah unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal yang memiliki kewenangan, tugas, dan fungsi di bidang pengelolaan kekayaan negara.
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.
Kantor Pelayanan adalah unit vertikal pelayanan pada Kantor Wilayah.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Penilai Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilai Publik adalah penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi penilai yang diakui oleh Pemerintah.
Tim Koordinasi Penanganan Penyelesaian Tugas-Tugas Tim Pemberesan BPPN, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah, dan Penjaminan Pemerintah terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi adalah Tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.01/2006 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanganan Penyelesaian Tugas-Tugas Tim Pemberesan Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah, dan Penjaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat, dan telah dibubarkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 213/KMK.01/2008 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran Tim Koordinasi Penanganan Penyelesaian Tugas-Tugas Tim Pemberesan BPPN, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah, dan Penjaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Debitur adalah orang perorangan atau badan hukum yang berutang menurut peraturan, perjanjian, atau sebab apapun kepada Bank Asal.
Debitur Pengguna Akhir ( End User ), yang selanjutnya disebut End User , adalah Debitur penerima kredit yang tergabung dalam SPV.
Obligor adalah pemegang saham pengendali Bank Asal yang berutang menurut peraturan, perjanjian, atau sebab apapun kepada BPPN c.q. Pemerintah Republik Indonesia.
Penilaian adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu atas objek tertentu pada saat tanggal Penilaian.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan Aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Nilai Limit adalah nilai terendah atas pelepasan Aset dalam Lelang.
Harga Dasar adalah harga terendah atas pelepasan Aset dalam penjualan tidak melalui Lelang.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.
Sewa adalah pemanfaatan Aset Properti oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Daftar Nominatif adalah dokumen yang dibuat oleh Bank Asal atau BPPN yang memuat daftar Aset Kredit, Aset Properti, dan Aset Inventaris.
Dokumen Aset adalah Dokumen Aset Kredit, Aset Properti, Aset Inventaris, Aset Saham, Aset Obligasi, Aset Reksadana, Aset Nostro, dan Aset Transferable Member Club. 37. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan Aset.
Verifikasi adalah kegiatan untuk melakukan pemeriksaan mengenai kebenaran hasil Inventarisasi.
Sistem Aplikasi Pengganti Bunisys yang selanjutnya disingkat SAPB adalah sistem yang memuat informasi antara lain mengenai saldo ( outstanding ) utang saat pengakhiran tugas BPPN.
Wahana Tujuan Khusus ( Special Purpose Vehicle ) yang selanjutnya disingkat SPV adalah Debitur yang menjadi induk dari Debitur Pengguna Akhir ( End User ).
Saldo ( outstanding ) Utang yang selanjutnya disebut Outstanding Utang adalah jumlah seluruh kewajiban Debitur yang belum diselesaikan.
Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat PKPS adalah penyelesaian atas kredit, fasilitas, dan manfaat lainnya yang diterima oleh eks Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan grupnya ( affiliated loans ) dari Bank Dalam Penyehatan (BDP) dan/atau pembebanan seluruh/sebagian kerugian BDP kepada eks PSP.
Master Refinancing and Notes Issuance Agreement yang selanjutnya disingkat MRNIA adalah suatu perjanjian antara eks PSP BTO/BBO dan Pemerintah (diwakili oleh Menteri Keuangan dan Ketua BPPN) untuk menyelesaikan kewajiban eks PSP BTO/BBO, dengan cara penyerahan aset ( asset settlement ) dari PSP kepada BPPN yang nilainya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kewajiban yang harus diselesaikan, disertai jaminan pribadi sebesar nilai kewajiban yang harus diselesaikan oleh PSP.
Akta Pengakuan Utang yang selanjutnya disingkat APU adalah suatu perjanjian antara eks PSP BTO atau BBKU dan Ketua BPPN (atau pejabat BPPN yang mewakili) untuk menyelesaikan kewajiban PSP BTO atau BBKU disertai dengan jaminan aset.
Nominee adalah nama perorangan yang digunakan oleh Bank Asal dalam mengambil alih jaminan utang dan/atau dicantumkan dalam dokumen kepemilikan barang.
Masa Tenggang adalah jangka waktu tertentu yang diperlukan oleh penyewa untuk keperluan renovasi, perubahan, atau penambahan bangunan atas Aset Properti yang disewa sebelum dapat dimanfaatkan sesuai peruntukan Sewa.
Restrukturisasi Aset Kredit adalah upaya perbaikan terhadap kondisi Aset Kredit yang dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Kustodi adalah tempat penyimpanan dokumen.
Penghapusan Secara Bersyarat adalah kegiatan untuk menghapuskan piutang negara dari pembukuan Pemerintah Pusat dengan tidak menghapuskan hak tagih negara.
Penghapusan Secara Mutlak adalah kegiatan penghapusan piutang negara setelah Penghapusan Piutang Negara Secara Bersyarat dengan menghapuskan hak tagih negara.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan ...
Tata Cara Pengelolaan Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas be ban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 3. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 4. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. 5. Kementerian Keuangan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 6. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian Perencanaan adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. 7. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 8. Proyek adalah kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga yang pembiayaannya bersumber dari penerbitan SBSN dalam APBN. 9. Kementerian Negara yang selanjutnya Kementerian adalah perangkat Pemerintah membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. disebut yang jdih.kemenkeu.go.id 10. Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. 11. Pemrakarsa Proyek adalah Kementerian/Lembaga dan/atau penerima penerusan SBSN yang menyampaikan usulan Proyek. 12. Indikasi Proyek adalah usulan Proyek yang disampaikan oleh Pemrakarsa Proyek se bagai bagian dari rancangan awal rencana kerja Pemerintah Kementerian/Lembaga. 13. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan pembiayaan dan risiko. 14. Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi penganggaran. 15. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan pembiayaan dan risiko. 16. Batas Maksimal Penerbitan adalah nilai maksimal nominal penerbitan SBSN yang digunakan untuk pembiayaan Proyek. 1 7. Daftar Prioritas Proyek adalah daftar Proyek yang berdasarkan penilaian Kementerian Perencanaan dinyatakan siap dan layak untuk diusulkan pembiayaannya melalui SBSN pada tahun anggaran tertentu kepada Menteri. 18. Rencana Penarikan Dana adalah dokumen yang memuat proyeksi penarikan dana Proyek selama masa pelaksanaan Proyek yang disusun oleh Pemrakarsa Proyek. 19. Rupiah Murni Pendamping SBSN yang selanjutnya disingkat RMP SBSN adalah dana rupiah murni yang disediakan Pemerintah untuk mendampingi alokasi pembiayaan Proyek yang bersumber dari hasil penerbitan SBSN. 20. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran bendahara umum negara. 21. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dan digunakan se bagai acuan oleh pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. 22. Pemantau Proyek SBSN yang selanjutnya disebut Pemantau Proyek adalah seluruh pihak baik individu I\ jdih.kemenkeu.go.id maupun institusi yang melakukan pemantauan dan/atau kegiatan kunjungan atas pelaksanaan Proyek di lokasi pelaksanaan Proyek. 23. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah kerjasama antara Pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. 24. Rekening Khusus SBSN adalah rekening yang dibuka oleh Menteri pada Bank· Indonesia atau bank umum syariah untuk menampung dan menyalurkan dana hasil penerbitan SBSN. BAB II PERSIAPAN PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN Pasal 2 (1) Pemerintah dapat menerbitkan SBSN untuk membiayai Proyek. (2) Kewenangan penerbitan SBSN untuk membiayai Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri. (3) Penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk Proyek yang telah mendapatkan alokasi dalam APBN. Pasal 3 (1) Sebelum dimulainya penerbitan SBSN untuk pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Keuangan c.q. DJPPR menyiapkan langkah- langkah koordinasi terkait aspek kebijakan dalam rangka penyiapan rencana pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran yang direncanakan, yang meliputi:
aspek prioritas pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran berkenaan sesuai rencana pembangunan jangka menengah nasional dan/atau dokumen perencanaan pembangunan lainnya;
aspek belanja dan penganggaran untuk pembiayaan Proyek pada tahun anggaran berkenaan, termasuk indikasi atau prakiraan ketersediaan anggaran untuk tahun anggaran yang direncanakan; dan
aspek pengelolaan pembiayaan Proyek, termasuk evaluasi pembiayaan Proyek tahun anggaran sebelumnya dan rencana kerja pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran yang direncanakan. (2) Koordinasi terkait aspek kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat pada jdih.kemenkeu.go.id triwulan IV sebelum tahun pengalokasian Proyek dalam APBN. (3) Koordinasi terkait aspek kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan oleh Kementerian Keuangan c.q. DJPPR bersama dengan:
Kementerian Perencanaan terkait aspek prioritas pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
DJA terkait aspek belanja dan penganggaran bagi pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (4) Hasil koordinasi terkait aspek kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman dalam operasional penyiapan rencana pembiayaan Proyek, yang meliputi:
bahan masukan dan pertimbangan dalam rapat koordinasi penyusunan bahan pagu rancangan APBN untuk penyiapan rencana pembiayaan Proyek tahun anggaran yang direncanakan; dan
bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan rencana kerja program pengelolaan pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran yang direncanakan. Pasal 4 (1) Pimpinan Kementerian/Lembaga menyampaikan Indikasi Proyek kepada Menteri dan Menteri Perencanaan paling lambat pada minggu kedua bulan Januari dalam tahun pengalokasian Proyek dalam APBN. (2) Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
Proyek yang bersumber dari daftar rencana Proyek jangka menengah yang telah disusun oleh Kementerian/ Lembaga; dan
komitmen Proyek tahun jamak Kementerian/ Lembaga bersangkutan yang belum terselesaikan. (3) Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk proyek yang telah dan/ a tau akan diusulkan untuk dibiayai melalui sumber dana selain SBSN. (4) Dalam hal Proyek penerusan SBSN, Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disampaikan oleh pemimpin PPA BUN yang bertanggung jawab atas kegiatan pengelolaan penerusan SBSN. Pasal 5 (1) Sebelum dimulainya penyusunan bahan pagu rancangan APBN, Kementerian Keuangan c.q. DJPPR menyelenggarakan rapat koordinasi dalam rangka:
menyampaikan pokok-pokok kebijakan dalam pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran yang direncanakan sesuai hasil koordinasi terkait aspek ke bij akan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
mendapatkan konfirmasi atas Indikasi Proyek yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan jdih.kemenkeu.go.id c. menyampaikan tindak lanjut untuk peny1apan rencana pengganggaran Proyek dalam rancangan APBN. (2) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh DJPPR bersama DJA, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek. BAB III BATAS MAKSIMAL PENERBITAN Pasal 6 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani strategi dan portofolio pembiayaan menyusun Batas Maksimal Penerbitan. (2) Batas Maksimal Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
kebutuhan riil pembiayaan Proyek berdasarkan Indikasi Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
kemampuan membayar kembali;
batas maksimal kumulatif utang; dan
risiko utang. (3) Direktur Jenderal mengajukan Batas Maksimal Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan penetapan Menteri, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah Menteri menerima Indikasi Proyek dari Kementerian/Lembaga. (4) Batas Maksimal Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri kepada Menteri Perencanaan.
(2) (3) BAB IV PENGANGGARAN PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN Bagian Kesatu Penyusunan Pagu Indikatif Rancangan APBN Pasal 7 Pada triwulan I tahun pengalokasian Proyek dalam APBN, Kementerian Keuangan c.q. DJPPR menyelenggarakan rapat koordinasi/trilateral meeting I untuk menyusun bahan pagu indikatif Rancangan APBN yang bersumber dari SBSN. Rapat koordinasi/ trilateral meeting I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh DJPPR bersama DJA, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/ Lembaga calon Pemrakarsa Proyek. Kernen terian / Lem baga cal on Pemrakarsa Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
Kementerian/Lembaga yang telah menyampaikan Indikasi Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan/atau jdih.kemenkeu.go.id b. Kementerian/Lembaga yang telah menyampaikan usulan secara tertulis untuk pembiayaan Proyek kepada Menteri dan/atau Menteri Perencanaan. Pasal 8 (1) Bahan pagu indikatif rancangan APBN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disusun dengan mempertimbangkan:
Batas Maksimal Penerbitan;
kesesuaian dan kesiapan pelaksanaan Proyek; dan
kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/ Lembaga bersangkutan periode sebelumnya. (2) Kesesuaian dan kesiapan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikonfirmasi berdasarkan Indikasi Proyek yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga, untuk paling sedikit aspek:
kesesuaian Proyek dengan prioritas nasional, fokus kebijakan fiskal, urgensi, dan aspek strategis dari pembangunan Proyek;
kesiapan pelaksanaan Proyek, yang mencakup paling sedikit:
kesiapan lahan Proyek, dengan kriteria tidak memiliki permasalahan hukum termasuk permasalahan status kepemilikan;
organisasi kerja untuk pelaksanaan Proyek, termasuk kesiapan untuk tender/ pengadaan barang dan jasa;
rencana jadwal waktu pelaksanaan Proyek, khususnya: a) waktu pelaksanaan tender/ pengadaan untuk fisik Proyek/konstruksi; b) waktu dimulainya pelaksanaan fisik Proyek/konstruksi; dan c) waktu penyelesaian fisik Proyek/ konstruksi. 4) aspek administrasi dan perizinan termasuk rekomendasi teknis dari Lembaga yang berwenang dalam hal diperlukan; dan
output dan outcome yang akan dihasilkan dari pelaksanaan Proyek, dan dampaknya terhadap pencapaian target pembangunan dan/atau perekonomian nasional. (3) Kesesuaian Proyek dengan prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mempertimbangkan prioritas pembiayaan Proyek sesuai hasil koordinasi terkait aspek kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (4) Tender/pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2) harus sudah mulai dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah dokumen pelaksanaan anggaran untuk Proyek ditetapkan. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dokumen penzman dan/atau rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 4) harus sudah tersedia pada saat dokumen pelaksanaan anggaran untuk Proyek ditetapkan. Pasal 9 (1) Kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/ Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c, meliputi:
tingkat realisasi penyerapan dana Proyek;
tingkat penyelesaian fisik Proyek;
aspek penatausahaan, pengawasan, dan pemantauan atas pelaksanaan Proyek;
aspek pengelolaan hasil pembiayaan Proyek; dan
pemenuhan kewajiban pengembalian untuk Proyek penerusan SBSN. (2) Dalam hal kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/ Lembaga se bagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki catatan yang baik, Kementerian/Lembaga dimaksud dapat diusulkan untuk memperoleh penambahan alokasi anggaran Proyek. (3) Dalam hal kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/ Lembaga se bagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki catatan kinerja yang tidak baik, Kementerian/Lembaga dimaksud dapat diusulkan untuk memperoleh pengurangan alokasi anggaran Proyek dan/atau bentuk sanksi yang lain termasuk penundaan pemberian alokasi anggaran Proyek. (4) Penundaan pemberian alokasi anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada satuan kerja Kementerian/Lembaga yang memiliki catatan kinerja tidak baik dengan disertai adanya Proyek dengan status bermasalah dan/atau mangkrak termasuk mengalami permasalahan hukum yang belum terselesaikan pada saat dilaksanakarinya penyusunan bahan pagu rancangan APBN untuk tahun berkenaan. Pasal 10 (1) Direktur Jenderal menyampaikan hasil rapat koordinasi untuk menyusun bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) kepada:
Direktur J enderal Anggaran se bagai bahan penyusunan pagu indikatif rancangan APBN; dan
Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan dan Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Daftar Prioritas Proyek. (2) Bahan penyusunan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai pagu indikatif rancangan APBN dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara dan/atau aspek kebijakan fiskal yang terkait penyusunan rancangan APBN. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 11 (1) Dalam hal kondisi keuangan negara dan/atau aspek fiskal tidak memungkinkan untuk dipenuhinya seluruh usulan bahan pagu indikatif se bagaimana dimaksud dalam Pasal 10, bahan pagu indikatif rancangan APBN dapat dilakukan penyesuaian. (2) Penyesuaian usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus terlebih dahulu dilakukan pembahasan dalam rapat koordinasi perencanaan anggaran yang diselenggarakan oleh DJA dan dihadiri paling sedikit oleh Direktur Jenderal, Direktur Jenderal Anggaran, Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan, dan Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan. (3) Penyesuaian usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
berdasarkan hasil rapat koordinasi perencanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DJA menyampaikan kepada DJPPR permintaan tertulis mengenai perlunya penyesuaian usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN. b. berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, DJPPR menyelenggarakan rapat koordinasi yang dihadiri Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek dalam rangka penyesuaian bahan pagu indikatif rancangan APBN. c. Direktur Jenderal menyampaikan hasil penyesuaian bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada:
Direktur Jenderal Anggaran untuk ditetapkan sebagai pagu indikatif rancangan APBN; dan
Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan dan Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Daftar Prioritas Proyek. Pasal 12 (1) Proyek yang telah masuk dalam usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat dilakukan penyesuaian dan/ a tau perubahan oleh Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek sampai dengan sebelum ditetapkannya alokasi pagu anggaran rancangan APBN, dengan ketentuan:
usulan penyesuaian dan/ a tau perubahan usulan Proyek disampaikan melalui surat pimpinan Kementerian/Lembaga kepada Menteri dan Menteri Perencanaan; jdih.kemenkeu.go.id b. usulan penyesuaian dan/atau perubahan usulan Proyek dilakukan pembahasan dalam rapat koordinasi untuk menyusun bahan pagu anggaran rancangan APBN yang bersumber dari SBSN;
usulan penyesuaian dan/ a tau perubahan usulan Proyek tidak menyebabkan penambahan jumlah nilai pagu indikatif rancangan APBN untuk Kementerian/ Lembaga bersangkutan; dan
usulan penyesuaian dan/ a tau perubahan usulan Proyek dimungkinkan adanya pergeseran pagu rancangan APBN antar unit eselon I tanpa menambah jumlah nilai pagu indikatif untuk Kementerian/ Lembaga bersangkutan. (2) Penyesuaian dan/atau perubahan usulan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa perubahan atas:
lokasi pelaksanaan Proyek;
ruang lingkup Proyek;
pengurangan atau penambahan Proyek; dan/atau
pengurangan atau penambahan paket pekerjaan Proyek. Bagian Kedua Penyusunan Pagu Anggaran Rancangan APBN Pasal 13 (1) Pada triwulan II tahun pengalokasian Proyek dalam APBN, Kementerian Keuangan c.q. DJPPR menyelenggarakan rapat koordinasi/ trilateral meeting II untuk menyusun bahan pagu anggaran rancangan APBN yang bersumber dari SBSN. (2) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh DJPPR bersama DJA, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek yang telah masuk dalam pagu indikatif rancangan APBN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). (3) Penyusunan bahan pagu anggaran rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan di antaranya:
Batas Maksimal Penerbitan;
pagu indikatif rancangan APBN untuk pembiayaan Proyek;
kesiapan pelaksanaan Proyek; dan
indikasi pembiayaan Proyek yang disampaikan oleh Kementerian Perencanaan. (4) Kesiapan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dikonfirmasi kepada Kementerian/ Lembaga berdasarkan rincian Proyek yang sudah ada dalam pagu indikatif rancangan APBN, untuk paling sedikit aspek:
dokumen administrasi un tuk kesiapan lahan Proyek; jdih.kemenkeu.go.id b. rekomendasi teknis, perizinan, dan dokumen administrasi lain yang terkait untuk pelaksanaan pembangunan Proyek;
organisasi kerja pelaksanaan Proyek, termasuk kesiapan untuk tender/ pengadaan barang dan jasa;
rencana jadwal waktu pelaksanaan Proyek, khususnya:
waktu pelaksanaan tender/ pengadaan un tuk fisik Proyek/konstruksi;
waktu dimulainya pelaksanaan fisik Proyek/ konstruksi; dan
waktu penyelesaian fisik Proyek/ konstruksi;
Rencana Penarikan Dana yang memuat target waktu dan jumlah penarikan dana untuk setiap bulan; dan
penjelasan dalam hal terdapat penyesuaian dan/atau perubahan usulan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. (5) Dalam rangka mendukung kesiapan pelaksanaan Proyek, Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek menyusun matriks kesiapan pelaksanaan Proyek yang memuat informasi mengenai aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf e sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (6) Matriks kesiapan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Kementerian/ Lembaga sebagai bagian dari kelengkapan rapat koordinasi penyusunan bahan pagu anggaran rancangan APBN. (7) Rencana Penarikan Dana se bagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 14 (1) Direktur Jenderal menyampaikan hasil rapat koordinasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 13 kepada:
Direktur Jenderal Anggaran sebagai bahan penyusunan pagu anggaran rancangan APBN; dan
Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan dan Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan, sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Daftar Prioritas Proyek. (2) Dalam hal indikasi pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf d belum disampaikan oleh Kementerian Perencanaan, penyusunan bahan pagu anggaran rancangan APBN mengacu pada pagu indikatif rancangan APBN dan/atau bahan pagu anggaran rancangan APBN hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Bahan penyusunan pagu anggaran rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai pagu anggaran rancangan APBN dengan jdih.kemenkeu.go.id mempertimbangkan kondisi keuangan negara dan/atau aspek kebijakan fiskal yang terkait penyusunan rancangan APBN. Pasal 15 (1) Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek dapat mengusulkan alokasi dana RMP SBSN untuk mendukung pelaksanaan Proyek. (2) Dana RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
alokasi belanja barang yang merupakan satu kesatuan dengan Proyek; dan/atau
alokasi belanja modal, termasuk belanja modal aset tidak berwujud yang merupakan satu kesatuan dengan pencapaian output Proyek. (3) Dana RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibatasi maksimal sebesar 5% (lima persen) dari total alokasi SBSN pada Proyek yang bersangkutan. (4) Dana RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari hasil penerbitan SBSN dan dikelola dalam Rekening Khusus SBSN. (5) Dana RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diusulkan pengalokasiannya dalam APBN setelah mendapatkan rekomendasi dari unit teknis yang memiliki kewenangan. (6) Rekomendasi dari unit teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat disusun dalam bentuk reviu anggaran yang diberikan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah Kementerian/ Lembaga Pemrakarsa Proyek. (7) Tata cara pengusulan, pengalokasian, pembayaran, dan pengelolaan Proyek yang dibiayai melalui RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti tata cara pengusulan, pengalokasian, pembayaran, dan pengelolaan Proyek yang dibiayai melalui SBSN. Bagian Ketiga Pengalokasian Anggaran Proyek Pasal 16 (1) Menteri mengalokasikan anggaran Proyek dalam rancangan APBN atau rancangan APBN perubahan berdasarkan Daftar Prioritas Proyek SBSN yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan. (2) Dalam hal Daftar Prioritas Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disampaikan oleh Menteri Perencanaan kepada Menteri, pengalokasian anggaran Proyek dalam rancangan APBN mengacu pada pagu anggaran rancangan APBN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3). (3) Pengalokasian anggaran Proyek dalam rancangan APBN atau rancangan APBN perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Proyek yang pendanaannya bersumber dari penerusan SBSN dilakukan setelah diterbitkannya persetujuan penerusan SBSN oleh Menteri. jdih.kemenkeu.go.id (4) Setelah Undang-Undang APBN ditetapkan, Kementerian/ Lembaga menyusun rencana kerja dan anggaran untuk Proyek yang dibiayai melalui sumber dana SBSN sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran Kementerian/ Lembaga. (5) Rencana kerja dan anggaran untuk Proyek yang dibiayai melalui sumber dana SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di antaranya memuat:
nama dan lokasi satuan kerja Kementerian/Lembaga pelaksana Proyek;
nama dan lokasi Proyek;
nilai alokasi Proyek;
ruang lingkup Proyek; dan
rincian paket pekerjaan/kegiatan Proyek, sesuai bahan penyusunan pagu anggaran rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3). (6) Alokasi anggaran Proyek yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Pasal 17 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN memberikan nomor kode pembiayaan/ register pembiayaan Proyek berdasarkan pagu anggaran yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3). (2) Direktur Jenderal menyampaikan nomor kode pembiayaan/register sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk proses penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran. Pasal 18 (1) Tata cara pengalokasian pagu anggaran Proyek dalam DIPA Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran. (2) Pengalokasian pagu anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pembiayaan tahun jamak (multi years) atau tahun tunggal (single year). Pasal 19 (1) Alokasi anggaran Proyek yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dapat dilakukan perubahan pada tahun berjalan melalui revisi dan/atau rekomposisi anggaran Proyek. (2) Revisi dan/ a tau rekomposisi anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam rangka:
lanjutan/luncuran pelaksanaan Proyek tahun anggaran sebelumnya; jdih.kemenkeu.go.id b. pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek tahun anggaran berkenaan yang sudah tidak digunakan; dan/atau
rekomposisi pendanaan antartahun anggaran untuk percepatan atas pelaksanaan Proyek tahun jamak. (3) Revisi dan/atau rekomposisi anggaran Proyek se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentlian peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran. BABV PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN KINERJA PROYEK Pasal 20 (1) Kernen terian / Lem bag a Pemrakarsa Proyek melaksanakan Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pelaksanaan APBN. (2) Proyek dengan pembiayaan tahun jamak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dapat terdiri dari paket pekerjaan yang pelaksanaannya bersifat tahunan dan/ a tau bersifat tahun jamak. (3) Proyek dengan pembiayaan tahun tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) hanya terdiri dari paket pekerjaan yang pelaksanaannya bersifat tahunan. Pasal 21 (1) Penggunaan jenis kontrak untuk pelaksanaan paket pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penganggaran. (2) Jenis kontrak untuk pelaksanaan paket pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa jenis kontrak tahunan atau jenis kontrak tahun jamak. (3) Paket pekerjaan tahunan dalam Proyek dengan pembiayaan tahun jamak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) diberikan nomor kode pembiayaan/ register Proyek tahun jamak. (4) Dalam hal paket pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak terselesaikan sampai dengan akhir masa kontrak dalam tahun anggaran berkenaan, penyelesaian sisa pekerjaannya dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya sepanjang bukan merupakan pembiayaan tahun jamak periode tahun terakhir. (5) Penyelesaian sisa pekerjaan untuk paket pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui mekanisme pemberian kesempatan untuk penyelesaian pekerjaan Proyek paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan. (6) Tata cara penyelesaian pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan pembayaran kegiatan yang dibiayai melalui penerbitan SBSN. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 Alokasi dana non kontraktual pada Proyek dengan jenis kontrak tahun jamak se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) yang tidak dan/atau belum direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya sesuai dengan periode kontrak tahunjamak Proyek. Pasal 23 (1) Dalam rangka mendukung pencapaian target kinerja pelaksanaan Proyek, Kernen terian/ Lembaga Pemrakarsa Proyek dapat melakukan langkah pengelolaan kinerja melalui:
pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek yang sudah tidak digunakan; dan/atau
percepatan pelaksanaan Proyek tahun jamak. (2) Pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, di antaranya dilakukan untuk:
pekerjaan tarn bah ( contract change _order); _ b. optimalisasi sisa anggaran;
percepatan pembiayaan;
percepatan pelaksanaan Proyek kontrak tahun jamak;
penyesuaian harga atau eskalasi Proyek kontrak tahun jamak;
penyesuaian harga atau eskalasi khusus yang disebabkan perubahan kebijakan perpajakan atau kenaikan harga bahan bakar minyak; dan/atau
perbaikan cacat mutu dan/atau penanganan situasi darurat (force majeure). (3) Percepatan pelaksanaan Proyek tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui pergeseran anggaran dalam rangka rekomposisi pendanaan antartahun anggaran. (4) Pergeseran anggaran untuk percepatan pelaksanaan Proyek tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui:
peminjaman pagu; dan/atau
pemanfaatan sisa kontraktual. (5) Peminjaman pagu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
merupakan percepatan pelaksanaan Proyek kontrak tahun jamak tahun anggaran berikutnya ke tahun anggaran berkenaan; dan
alokasi anggaran untuk pelaksanaan Proyek bersumber dari penundaan pelaksanaan Proyek kontrak tahun jamak lain dari tahun anggaran berkenaan ke tahun anggaran berikutnya. (6) Pelaksanaan pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan percepatan pelaksanaan Proyek tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan revisi dokumen pelaksanaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 24 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan pengelolaan kinerja pelaksanaan Proyek, yang paling sediki t beru pa:
pengelolaan atas perkembangan kinerja pelaksanaan Proyek, termasuk pengelolaan kinerja sebelum efektif berlakunya dokumen pelaksanaan anggaran/ pra DIPA;
pengelolaan atas pelaksanaan pembayaran/ pencairan dana Proyek, termasuk kesesuaian Rencana Penarikan Dana Proyek;
pengelolaan administrasi penganggaran Proyek, termasuk langkah revisi dan rekomposisi anggaran Proyek dalam rangka pemanfaatan sisa kontrak dan/atau dana tidak terserap·untuk optimalisasi dan percepatan Proyek, pelaksanaan lanjutan/luncuran Proyek, serta penundaan dan penghentian pembayaran;
pengelolaan risiko pelaksanaan anggaran Proyek termasuk mitigasi risiko kinerja penyerapan anggaran dan aspek fiskal dalam rangka penerusan SBSN;dan e. koordinasi pengelolaan dana Rekening Khusus SBSN dan/atau pembiayaan pendahuluan Proyek. (2) Dalam rangka pengelolaan kinerja pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan kegiatan di antaranya:
melakukan pembekalan teknis kepada Kementerian/ Lembaga sebelum dimulainya pelaksanaan Proyek;
melakukan reviu kinerja atas pelaksanaan Proyek bersama Kementerian/Lembaga, yang dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester;
melakukan dialog kinerja bersama Kementerian/ Lembaga dengan kinerja pelaksanaan Proyek rendah, yang dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
melakukan peng1s1an Rekening Khusus SBSN berdasarkan Rencana Penarikan Dana Proyek dari Kementerian/Lembaga, yang dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulan;
memfasilitasi kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka optimalisasi dan percepatan Proyek termasuk pemanfaatan sisa kontrak dan/ a tau dana tidak terserap;
memfasili tasi kepada Kernen terian / Lem baga dalam rangka pelaksanaan langkah akhir tahun anggaran;
memfasilitasi kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka pelaksanaan penyelesaian lanjutan/luncuran Proyek; dan
melakukan pengembalian s1sa dana Rekening Khusus SBSN. jdih.kemenkeu.go.id BAB VI PEMBIAYAAN PENGADAAN LAHAN MELALUI PENERBITAN SBSN Pasal 25 (1) Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek dapat mengusulkan alokasi pembiayaan pengadaan lahan yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan Proyek melalui penerbitan SBSN. (2) Alokasi pembiayaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan pada Proyek yang bersifat tahun jamak. (3) Pembiayaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi satu kesatuan pembiayaan Proyek. (4) Pembiayaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk alokasi anggaran untuk ganti rugi pengadaan tanah bagi Proyek yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan/atau melalui Lembaga lain yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Lahan yang dapat diusulkan untuk mendapatkan alokasi pembiayaan pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi kriteria kesiapan lahan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b. (6) Alokasi anggaran untuk ganti rugi pengadaan tanah bagi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk Proyek pada tahun berjalan dapat dilakukan melalui pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek yang sudah tidak digunakan dengan terlebih dahulu melakukan revisi dokumen pelaksanaan anggaran. (7) Tata cara dan pelaksanaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII DUKUNGAN PENGEMBANGAN PEMBIAYAAN KREATIF Pasal 26 (1) Proyek dapat diintegrasikan dan menjadi bagian dari pelaksanaan anggaran untuk proyek yang dibiayai selain melalui penerbitan SBSN (blended financing), termasuk dengan proyek KPBU, proyek dengan pendanaan dari daerah, badan usaha milik negara, dan/atau sumber dana lainnya. (2) Integrasi Proyek dengan proyek KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
partisipasi Pemerintah melalui belanja Kementerian/ Lembaga untuk pembangunan Proyek yang akan menjadi bagian dari paket proyek KPBU; atau
dukungan kelayakan dalam bentuk alokasi belanja Kementerian/ Lembaga untuk pelaksanaan pembangunan atau konstruksi sebagai bagian dari dukungan teknis proyek KPBU. jdih.kemenkeu.go.id (3) Integrasi Proyek dengan proyek yang dibiayai selain melalui penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) .dilaksanakan dengan ketentuan:
seluruh proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengelolaan Proyek dilakukan dengan mengikuti seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang SBSN; dan
output pembiayaan melalui sumber dana SBSN dicatat sebagai aset SBSN dan tidak dapat dipindahtangankan sampai dengan jatuh tempo SBSN. Pasal 27 (1) Menteri dapat melakukan penerusan SBSN kepada pemerintah daerah atau badan usaha milik negara. (2) Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui mekanisme:
pinjaman daerah;
pemberian pinjaman kepada badan usaha milik negara; dan
investasi pemerintah. (3) Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 28 (1) Proyek dapat dilaksanakan untuk proyek yang hasil pembiayaannya akan diserahkan kepada pihak lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Pembiayaan Proyek yang hasil pembiayaannya akan diserahkan kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya untuk:
penyerahan kepada daerah guna dukungan pelaksanaan tugas pembantuan dan/atau dekonsentrasi;
pelaksanaan program hibah jalan/jembatan daerah; dan
penggantian atas aset yang berupa bangunan dan/ a tau konstruksi milik daerah yang terdampak dari proses pembangunan Proyek. (3) Tata cara atau mekanisme penyerahan objek hasil pembiayaan Proyek kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kewajiban atas fungsional dan keberlanjutan pengelolaan aset hasil pembiayaan tersebut setelah penyerahan objek hasil pembiayaan Proyek dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id BAB VIII PENATAUSAHMN,PEMANTAUAN,EVALUASIDAN PELAPORAN ATAS PEMBIAYMN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN Bagian Kesatu Penatausahaan, Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan oleh Pemrakarsa Proyek Pasal 29 Pemrakarsa Proyek melakukan penatausahaan Proyek, yang paling sedikit berupa:
pengelolaan administrasi terhadap:
perencanaan dan pengusulan Proyek;
pelaksanaan Proyek;
pengawasan dan pemantauan atas pelaksanaan Proyek;
pengelolaan objek hasil pembiayaan Proyek; dan
kewajiban pengembalian untuk Proyek penerusan SBSN. b. pengelolaan risiko termasuk langkah percepatan penyelesaian pelaksanaan Proyek. Pasal 30 (1) Pemrakarsa Proyek melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Proyek yang dibiayai melalui SBSN. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tahapan:
pelaksanaan, yang meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap:
perkembangan realisasi penyerapan dana;
pencapaian fisik Proyek;
permasalahan yang dihadapi;
tindak lanjut yang diperlukan; dan
penyelesaian pekerjaan Proyek. Pasal 31 Pemrakarsa Proyek menyusun laporan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dalam bentuk:
laporan pelaksanaan Proyek; dan
laporan penyelesaian pekerjaan Proyek. Pasal 32 (1) Laporan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a memuat rekapitulasi realisasi penyerapan dana dan data pendukung berupa:
perkembangan pencapaian fisik Proyek yang mencakup perbandingan antara rencana penyelesaian pekerjaan Proyek dan realisasi pelaksanaannya; dan
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Proyek serta tindak lanjut yang diperlukan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara:
(2) a. satuan kerja pelaksana Proyek meng1s1 form pelaporan yang terdapat pada sistem aplikasi pengelolaan kinerja Proyek SBSN secara bulanan;
unit eselon I Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengkonsolidasikan hasil pengisian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk keseluruhan satuan kerja dan menyampaikannya secara tertulis kepada Menteri u.p Direktur Jenderal;
penyampaian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan setiap triwulan, paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya;
dalam hal tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana dimaksud pada huruf c merupakan hari libur atau hari yang diliburkan, penyampaian form pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya; dan
penyampaian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d dilakukan sesuai dengan ketentuan dan format laporan tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 33 Untuk Proyek bersifat tahunan yang belum terselesaikan sampai dengan berakhirnya kontrak pada tahun anggaran berjalan, dapat diberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan pembayaran kegiatan yang dibiayai melalui penerbitan SBSN. Laporan pelaksanaan Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a atas Proyek bersifat tahunan yang belum terselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara:
satuan kerja pelaksana pelaporan yang terdapat pengelolaan kinerja Proyek dan Proyek meng1s1 form pada sistem aplikasi SBSN secara bulanan;
unit eselon I Kementeriari/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengkonsolidasikan hasil pengisian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk keseluruhan satuan kerja dan menyampaikannya secara tertulis kepada Menteri melalui Direktur Jenderal paling lama 15 (lima belas) hari kalender setelah berakhirnya penyelesaian pekerj aan Proyek. Pasal 34 (1) Laporan penyelesaian pekerjaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b memuat paling sedikit:
salinan berita acara serah terima pekerjaan; dan
salinan pengajuan usulan penetapan status penggunaan Proyek yang mengacu pada ketentuan jdih.kemenkeu.go.id peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. (2) Laporan penyelesaian pekerjaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri u.p. Direktur Jenderal paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah tahun anggaran pelaksanaan keseluruhan Proyek berakhir. Bagian Kedua Penatausahaan, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan oleh Kernen terian Keuangan Pasal 35 (1) Menteri melakukan penatausahaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan mengenai realisasi penyerapan serta aspek keuangan lain atas pelaksanaan Proyek. (2) Kegiatan penatausahaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit terdiri atas:
pengelolaan pelaksanaan pembayaran dana Proyek, termasuk kesesuaian Rencana Penarikan Dana Proyek;
pengelolaan administrasi penganggaran Proyek, termasuk langkah revisi dan rekomposisi anggaran Proyek;
pengelolaan risiko pelaksanaan anggaran Proyek termasuk langkah optimalisasi, percepatan, pelaksanaan luncuran/lanjutan, serta penundaan atau penghentian pembayaran Proyek, serta mitigasi risiko kinerja penyerapan anggaran dan aspek fiskal dalam rangka penerusan SBSN; dan
pengelolaan Rekening Khusus SBSN dan/atau pembiayaan pendahuluan Proyek. Pasal 36 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan kegiatan penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35. (2) Kegiatan penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan kinerja atas pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Pasal 37 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Proyek melakukan pemantauan terhadap realisasi penyerapan dana Proyek dengan mendasarkan pada:
laporan hasil pemantauan dan evaluasi oleh Pemrakarsa Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31; dan
Rencana Penarikan Dana Proyek. jdih.kemenkeu.go.id (2) Pemantauan terhadap realisasi penyerapan dana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
membandingkan antara Rencana Penarikan Dana Proyek dan realisasi penyerapan dana Proyek; dan
membandingkan antara total nilai alokasi anggaran Proyek dan realisasi nilai kontraktual Proyek, untuk tingkat Kementerian/Lembaga dan/atau penerima penerusan SBSN maupun secara rinci untuk tingkat satuan kerja Kementerian/Lembaga. (3) Dalam hal diperlukan, pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan unit-unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. Pasal 38 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Proyek melakukan evaluasi terhadap realisasi penyerapan dana Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 37. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
"baik" untuk Proyek dengan persentase kesenjangan antara rencana dan realisasi kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) yang berarti realisasi penyerapan dana Proyek telah sesuai atau lebih cepat dari jadwal yang direncanakan;
"kurang" untuk Proyek dengan persentase kesenjangan antara rencana dan realisasi mencapai 25% (dua puluh lima perseratus) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima perseratus) yang berarti realisasi penyerapan dana Proyek lebih lambat dari jadwal yang direncanakan; atau
"rendah" untuk Proyek dengan persentase kesenjangan antara rencana dan realisasi sebesar lebih dari 75% (tujuh puluh lima perseratus) yang berarti realisasi penyerapan dana Proyek sangat lam bat dari jadwal yang direncanakan. (3) Evaluasi terhadap realisasi penyerapan dana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap triwulan atau dalam hal diperlukan. (4) Metode penghitungan terhadap kesenjangan penyerapan dana Proyek mengacu pada penghitungan tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen sumber paling sedikit berupa laporan pelaksanaan pekerjaan Proyek yang disampaikan oleh satuan kerja pelaksana Proyek melalui sistem aplikasi pengelolaan kinerja Proyek. Pasal 39 (1) Hasil evaluasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berupa laporan hasil evaluasi atas pelaksanaan Proyek. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN sebagai bahan untuk penyusunan rekomendasi kepada Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan terhadap Kementerian/Lembaga dengan kriteria penilaian "kurang" dan "rendah". BAB IX REKOMENDASI TINDAK LANJUT HASIL PEMANTAUAN PROYEK Pasal 40 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN menyusun rekomendasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2). (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat usulan kepada Pemrakarsa Proyek untuk mengambil langkah percepatan pelaksanaan penyelesaian Proyek. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pemrakarsa Proyek oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. Pasal 41 Rekomendasi sebagai tindak lanjut hasil pemantauan Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 40, disusun dengan paling sediki t mem pertim bangkan:
evaluasi atas realisasi penyerapan dana pelaksanaan anggaran Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1); dan
perkembangan pengelolaan kinerja pelaksanaan Proyek di antaranya berupa:
perkembangan pelaksanaan tender/ pengadaan dan rencana pemanfaatan sisa kontrak;
pengelolaan administrasi penganggaran Proyek, termasuk langkah revisi dan rekomposisi dalam rangka optimalisasi dan percepatan Proyek, pelaksanaan lanjutan/luncuran serta pelaksanaan penyelesaian pekerjaan Proyek;
perkembangan pengelolaan dana Rekening Khusus SBSN dan/atau pembiayaan pendahuluan Proyek, serta pemenuhan administrasi kewajiban pembayaran Proyek;
pemenuhan administrasi persetujuan dan rekomposisi pembiayaan tahunan Proyek yang bersifat kontrak tahun jamak; dan
pengelolaan risiko pelaksanaan anggaran Proyek termasuk mitigasi risiko kinerja penyerapan anggaran Proyek. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 42 (1) Dalam hal Proyek memiliki kriteria "rendah" untuk realisasi penyerapan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf c dan/atau berpotensi tidak selesai, dapat dilakukan pemantauan Proyek secara langsung di lapangan ( on site visit). (2) Dalam rangka pemantauan Proyek secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemantau Proyek harus menyusun kertas kerja pemantauan Proyek yang memuat paling sedikit:
identifikasi permasalahan;
saran dan rekomendasi pemecahan masalah; dan
rencana tindak lanjut oleh Kementerian/Lembaga. (3) Kertas kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditandatangani oleh pejabat pembuat komitmen atau kuasa pengguna anggaran satuan kerja pelaksana Proyek dan pejabat atau pegawai yang ditugaskan melakukan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 43 (1) Pemantauan Proyek secara langsung di lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilakukan dengan ketentuan:
Pemantau Proyek dilarang memberikan arahan yang dapat menyebabkan perubahan output, desain konstruksi, dan/atau desain pekerjaan Proyek;
Kementerian/Lembaga dan/atau penyedia jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek dilarang memberikan uang, barang, jasa, dan/atau bentuk lainnya kepada Pemantau Proyek sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
Pemantau Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) dilarang meminta dan/atau menerima segala pem berian dari Kementerian/Lembaga dan/atau penyedia jasa terkait dengan pelaksanaan pemantauan Proyek baik yang berupa uang, barang, jasa, dan/atau bentuk lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengena1 pemberantasan tindak pidana korupsi. (2) Dalam rangka pemantauan Proyek secara langsung di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/ Lembaga pelaksana Proyek harus menyusun dan menatausahakan buku catatan (log book) yang memuat data kunjungan Pemantau Proyek berupa:
tanggal pemantauan Proyek;
nama dan instansi Pemantau Proyek;
keperluan dilakukannya pemantauan Proyek; dan
hasil tindak lanjut yang disarankan. jdih.kemenkeu.go.id (3) Pemantau Proyek harus mengisi buku catatan (log book) yang telah disediakan oleh Kementerian/Lembaga pelaksana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BABX PENYELESAIAN DAN/ATAU PEMBATALAN PEMBIAYAAN Pasal 44 (1) Menteri dan Menteri Perencanaan dapat menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan Kernen terian/ Lembaga Pemrakarsa Proyek mengenai penyelesaian dan/ a tau pembatalan pembiayaan Proyek dalam hal:
penyerapan anggaran rendah; dan/atau
penggunaan anggaran tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Rekomendasi mengenai langkah penyelesaian dan/atau pembatalan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan bersama oleh Menteri dan Menteri Perencanaan. (3) Penetapan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk surat bersama Menteri dan Menteri Perencanaan setelah melalui proses pembahasan bersama antara Pemrakarsa Proyek, Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan. (4) Pemrakarsa Proyek bertanggungjawab secara mutlak atas Proyek yang direkomendasikan untuk dilakukan penyelesaian dan/atau pembatalan pembiayaan. Pasal 45 (1) Direktur Jenderal menyampaikan penetapan penyelesaian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Anggaran. (2) Direktur Jenderal Perbendaharaan menindaklanjuti penetapan penyelesaian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan menyampaikan surat permintaan penghentian pembayaran kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara untuk menghentikan penerbitan surat perintah pencairan dana Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI PENGELOLAAN OBJEK HASIL PEMBIAY AAN PROYEK Pasal 46 Pengelolaan objek hasil pembiayaan Proyek dilaksanakan oleh Pemrakarsa Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 47 Pemrakarsa Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilarang untuk memindahtangankan atau menghapuskan objek hasil pembiayaan Proyek sampai dengan waktu jatuh tempo SBSN. Pasal 48 (1) Ketentuan mengenai larangan pemindahtanganan objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 dikecualikan dalam hal pemindahtanganan dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk un tuk pelaksanaan penerusan SBSN atau penyerahan objek hasil pembiayaan Proyek yang akan diserahkan kepada pihak lain. (2) Ketentuan mengenai larangan penghapusan objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dikecualikan dalam hal kondisi objek hasil pembiayaan Proyek sudah rusak atau musnah. (3) Tata cara pemindahtanganan atau penghapusan objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 49 (1) Dalam hal dilakukan pemindahtanganan atau penghapusan atas objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pemerintah melakukan penggantian dasar penerbitan SBSN dengan menggunakan dasar penerbitan SBSN lain yang memenuhi persyaratan dan mempunyai nilai paling sedikit sama dengan objek hasil pembiayaan Proyek yang dipindahtangankan atau dihapuskan. (2) Tata cara penggantian dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 50 Pemrakarsa Proyek wajib membuat penanda aset SBSN dengan mencantumkan informasi sumber dana SBSN dan tahun pendanaan Proyek pada papan nama Proyek pada saat pelaksanaan pembangunan Proyek dan prasasti peresmian Proyek. Pasal 51 (1) Objek hasil pembiayaan Proyek, wajib dilakukan pendaftaran dan/atau pencatatan sebagai BMN. (2) Pendaftaran dan/atau pencatatan sebagai BMN atas objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pengelolaan BMN. (3) BMN yang merupakan objek hasil pembiayaan Proyek dapat diberikan penanda khusus di dalam sistem informasi pengelolaan BMN. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 52 (1) Kementerian/Lembaga menyampaikan laporan pengelolaan objek hasil pembiayaan Proyek kepada Menteri u.p. Direktur Jenderal dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara. (2) Laporan pengelolaan objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
laporan pendaftaran dan/atau pencatatan Proyek sebagai BMN; dan
laporan manfaat hasil pelaksanaan pembangunan Proyek. (3) Laporan pendaftaran dan/atau pencatatan Proyek sebagai BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan pada saat pendaftaran dan/atau pencatatan Proyek se bagai BMN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), dan paling sedikit mencantumkan:
kode satuan kerja;
kode barang;
nomor urutan pendaftaran; dan
nilai perolehan. (4) Laporan manfaat hasil pelaksanaan pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan paling lambat pada tahun ke-2 setelah tahun selesainya pelaksanaan Proyek, dan paling sedikit mencantumkan:
kode satuan kerja;
nama Proyek;
tahun pembiayaan; dan
manfaat dari hasil pembangunan Proyek. (5) Manfaat dari hasil pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d meliputi manfaat yang diterima oleh perekonomian dan/atau masyarakat/ lingkungan, di antaranya:
manfaat yang bersifat umum, antara lain:
penenmaan negara;
penyerapan tenaga kerja; dan
peningkatan mutu/kualitas/kapasitas. b. manfaat yang bersifat khusus untuk masing-masing sektor proyek, antara lain:
kemantapan jalan dan jembatan atau jaringan irigasi, air baku, pengamanan pantai-rawa, dan pengendalian banjir;
penghematan waktu tempuh dan peningkatan keselamatan transportasi; dan
peningkatan produktivitas perindustrian, pertanian, perikanan, dan riset-teknologi. (6) Laporan manfaat hasil pelaksanaan pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan dengan cara:
satuan kerja pelaksana Proyek atau unit kerja pada eselon I Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengisi form pelaporan yang terdapat pada sistem aplikasi pengelolaan kinerja Proyek SBSN; dan jdih.kemenkeu.go.id b. unit eselon I Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengkonsolidasikan hasil pengisian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk keseluruhan satuan kerja dan menyampaikannya secara tertulis kepada Menteri u.p. Direktur Jenderal. Pasal 53 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan pengukuran terhadap pencapaian target output dan outcome dari hasil pelaksanaan Proyek. (2) Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah selesainya proses pembangunan Proyek dan berdasarkan dampak sosial ekonomi yang dihasilkan dari hasil pem bangunan Proyek. (3) Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan realisasi output dan outcome dari hasil pelaksanaan Proyek berdasarkan laporan manfaat hasil pelaksanaan pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dengan target output dan outcome yang akan dihasilkan dari pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c. (4) Hasil pengukuran terhadap pencapaian target output dan outcome dari hasil pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bagian dari evaluasi program pembiayaan Proyek dan bahan masukan untuk proses perencanaan pembiayaan Proyek. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 54 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
perencanaan, pengusulan, dan pengalokasian anggaran Proyek yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.08/2019 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan selesainya pelaksanaan Proyek; dan
pengelolaan terhadap Proyek dan/atau objek hasil pembiayaan Proyek yang telah dialokasikan dalam APBN, dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 55 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.08/2019 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1145); dan jdih.kemenkeu.go.id b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembiayaan Proyek/Kegiatan melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1055) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.08/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.08/2016 tentangTata Cara Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembiayaan Proyek/ Kegiatan melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 50), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 56 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id