Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Kepabeanan, Cukai, dan Perpajakan. ...
Relevan terhadap 5 lainnya
Pelaku Usaha yang akan melakukan pemenuhan kewajiban kepabeanan harus melakukan registrasi kepabeanan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan akses kepabeanan.
Untuk dapat melakukan registrasi kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memiliki NIB. __
Dalam hal Pelaku Usaha yang melakukan pendaftaran untuk memperoleh NIB belum memiliki NPWP, Pelaku Usaha dapat melakukan pendaftaran untuk diberikan NPWP secara elektronik melalui:
Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, untuk Wajib Pajak Badan; atau
OSS yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan.
Dokumen yang dipersyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan NPWP serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terpenuhi, Pelaku Usaha harus menyampaikan kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tanggal terdaftar. __ (4) Dalam hal pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diproses melalui sistem OSS, Pelaku Usaha dapat melakukan pendaftaran untuk dapat diberikan NPWP melalui aplikasi yang tersedia untuk administrasi NPWP di Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur tentang tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan NPWP serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
Pelaku Usaha yang telah mendapatkan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini harus memperoleh keterangan status wajib pajak (KSWP) dengan status valid.
Dalam hal keterangan status wajib pajak (KSWP) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berstatus valid, Pelaku Usaha ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB yang diterbitkan oleh sistem OSS dan berlaku sebagai akses kepabeanan diperlakukan sebagai Pelaku Usaha yang telah melakukan registrasi kepabeanan.
Akses kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk akses kepabeanan sebagai importir dan/atau eksportir.
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan ...
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang Mengeriai Suatu Kemitraan Ekonomi ...
Relevan terhadap
Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form JIEPA untuk pengenaan Tarif Preferensi.
Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form JIEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form JIEPA melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, untuk menyerahkan dokumen berupa:
copy through bill of lading/airway bill ; atau
dokumen atau informasi lainnya yang diberikan oleh otoritas pabean dari negara transit atau entitas relevan lainnya, yang membuktikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
SKA Form JIEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat disampaikan secara elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai dengan:
mekanisme e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau __ b. hasil kesepakatan Negara Anggota. __ (2) Dalam hal SKA Form JIEPA disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form JIEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form JIEPA yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan: __ a. tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau __ b. tata cara importasi dan penelitian yang diatur berdasarkan hasil kesepakatan Negara Anggota. __ __
Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke Daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang selanjutnya disebut DBH DR adalah bagian Daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan dana reboisasi.
Sisa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi Provinsi yang selanjutnya disebut Sisa DBH DR Provinsi adalah selisih lebih antara DBH DR yang telah disalurkan oleh Pemerintah kepada pemerintah provinsi dengan realisasi penggunaan DBH DR yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan selama satu periode tahun anggaran dan/atau beberapa tahun anggaran.
Sisa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Sisa DBH DR Kabupaten/Kota adalah DBH DR yang merupakan bagian kabupaten/kota sampai dengan tahun anggaran 2016, yang masih terdapat di rekening kas umum daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Rancangan Kegiatan dan Penganggaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat RKP DBH DR adalah rencana kegiatan dan penganggaran yang dapat dibiayai oleh DBH DR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan diselaraskan dengan program kerja Pemerintah Daerah pada tahun anggaran berjalan.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat IIUPH adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.
Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari hutan negara.
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Kesatuan Pengelola Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Hasil Hutan Kayu adalah benda-benda hayati yang berupa hasil hutan kayu yang dipungut dari hutan alam.
Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati selain kayu baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya yang berasal dari hutan negara.
Forestry and Other Land Use Net Sink 2030 yang selanjutnya disebut FOLU Net Sink 2030 adalah upaya pengendalian perubahan iklim dengan sasaran pengurangan laju deforestasi, pengurangan laju degradasi hutan, pengaturan pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan secara lestari, Perhutanan Sosial, rehabilitasi hutan dengan rotasi reguler dan sistematis, rehabilitasi hutan non rotasi pada kondisi lahan kritis dan menurut kebutuhan lapangan, tata kelola restorasi gambut, perbaikan tata air gambut, perbaikan dan konservasi mangrove, konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta pengembangan berbagai instrumen kebijakan baru, pengendalian sistem monitoring, evaluasi dan pelaksanaan komunikasi publik.
Dukungan Pemerintah untuk Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Serta Pembiayaan Kreatif Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Infrastruktur di Ibu Ko ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu yang merupakan uraian lebih lanjut dari Rencana Induk lbu Kota Nusantara.
Pembiayaan Kreatif ( creative financing ) adalah berbagai skema pembiayaan yang bersumber dari dana swasta maupun dana dari para pemangku kepentingan non pemerintah yang dapat dikombinasikan dengan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Barang Milik Negara.
Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disebut PJPK adalah menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam rangka pembiayaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut KPBU IKN adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dengan mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh PJPK, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan/atau perangkat lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Layanan Infrastruktur yang selanjutnya disebut Layanan adalah layanan publik yang disediakan oleh badan usaha pelaksana KPBU IKN kepada masyarakat selaku pengguna selama berlangsungnya masa pengoperasian Infrastruktur oleh badan usaha pelaksana KPBU IKN berdasarkan Perjanjian KPBU IKN.
Penyediaan Infrastruktur Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disingkat Penyediaan Infrastruktur IKN adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan Infrastruktur IKN dan/atau kegiatan pengelolaan Infrastruktur IKN dan/atau pemeliharaan Infrastruktur IKN dalam rangka meningkatkan kemanfaatan Layanan Idi Ibu Kota Nusantara.
Perjanjian Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur IKN yang selanjutnya disebut Perjanjian KPBU IKN adalah perjanjian antara PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka Penyediaan Infrastruktur IKN.
Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri Keuangan, menteri, kepala lembaga, kepala daerah, direksi badan usaha milik negara, direksi badan usaha milik daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial dan efektivitas Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN dan Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).
Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan adalah Dukungan Pemerintah yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka penyusunan dokumen penyiapan Penyediaan Infrastruktur IKN pada kawasan di Ibu Kota Nusantara.
Fasilitas Pengembangan Proyek adalah Dukungan Pemerintah yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada PJPK dalam rangka penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk Penyediaan Infrastruktur IKN.
Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek KPBU IKN oleh Menteri Keuangan.
Pemanfaatan BMN adalah Dukungan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang diberikan untuk Penyediaan Infrastruktur IKN melalui KPBU IKN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Dokumen Identifikasi adalah kajian awal yang dilakukan oleh PJPK untuk memberikan gambaran mengenai perlunya penyediaan suatu Infrastruktur IKN kebutuhan tertentu serta manfaatnya, apabila dikerjasamakan dengan badan usaha pelaksana melalui KPBU IKN.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Hasil Keluaran adalah seluruh kajian, dokumen, dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi, konstruksi, serta operasi proyek melalui skema KPBU IKN atau Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).
Panitia KPBU IKN adalah tim atau unit yang dibentuk atau ditunjuk oleh menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, atau Kepala Otorita Ibu Kota Negara untuk membantu dalam pelaksanaan proses perencanaan, persiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjian kerja sama, serta perumusan kebijakan dan/atau koordinasi yang diperlukan.
Badan Usaha Pelaksana KPBU IKN yang selanjutnya disebut dengan Badan Usaha Pelaksana adalah perseroan terbatas yang didirikan oleh badan usaha hasil pengadaan.
Pengadaan Badan Usaha Pelaksana adalah rangkaian kegiatan dalam rangka mendapatkan mitra kerja sama bagi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU IKN melalui tender atau penunjukan langsung.
Prastudi Kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU IKN.
Studi Kelayakan ( Feasibility Study ) adalah kajian yang dilakukan oleh badan usaha calon pemrakarsa untuk KPBU IKN atas mekanisme prakarsa Badan Usaha untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh surat penetapan sebagai pemrakarsa dari PJPK.
Tahap Pra Penyiapan adalah kegiatan pendampingan penelaahan permohonan atas dokumen Penyediaan Infrastruktur IKN dan/atau penyusunan kelengkapan dokumen terkait Penyediaan Infrastruktur IKN sebelum dilanjutkan dalam tahap penyiapan.
Tahap Penyiapan adalah kegiatan penyusunan dokumen Prastudi Kelayakan, dokumen Dukungan Pemerintah, dokumen penetapan tata cara pengembalian investasi, dokumen ketersediaan tanah, dan dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi.
Tahap Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan, untuk melaksanakan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, penandatanganan perjanjian, dan pemenuhan pembiayaan oleh Badan Usaha Pelaksana.
Tahap Pelaksanaan Perjanjian adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Transaksi yang mencakup antara lain masa konstruksi dan masa penyediaan Layanan.
Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri yang berisi persetujuan penggunaan atas penyediaan pemberian fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Kesepakatan Induk untuk Penyediaan dan Pelaksanaan Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan atau Fasilitas Pengembangan Proyek yang selanjutnya disebut Kesepakatan Induk adalah kesepakatan antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku pemberi fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sebagai penerima fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi, yang berisi prinsip dan ketentuan dasar mengenai penyediaan dan pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang harus ditaati oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sebagai konsekuensi dari disetujuinya permohonan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan wakil yang sah dari lembaga internasional sehubungan dengan kerja sama pelaksanaan Fasilitas Pengembangan Proyek.
Perjanjian untuk penugasan yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang mengatur secara rinci mengenai hak dan kewajiban dari badan usaha milik negara tersebut sehubungan dengan pelaksanaan penugasan.
Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang mengatur paling sedikit tentang hak dan kewajiban antara pelaksana fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sehubungan dengan pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas tenaga ahli, konsultan, dan penasehat, di bidang teknis, keuangan, hukum dan/atau regulasi, lingkungan dan/atau sektor jasa lainnya, baik berupa perorangan atau badan usaha atau lembaga yang bertugas untuk membantu pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri Keuangan yang berisi penugasan kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.
Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi antara PJPK dengan potensial investor dan/atau lenders untuk mengetahui minat, pendapat, dan/atau masukan mereka atas rancangan proyek KPBU IKN yang akan dikerjasamakan.
Konsultasi Publik adalah proses interaksi antara PJPK dengan masyarakat termasuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan efektivitas KPBU IKN dan/atau Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).
Penetapan Penggunaan Dukungan Pemerintah untuk Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Penetapan Dukungan Pemerintah IKN adalah rapat yang dilaksanakan untuk melakukan penelaahan format dan substansi Hasil Keluaran yang dapat berupa pertimbangan risiko bagi penyusunan struktur proyek, struktur pembiayaan, dan/atau struktur penjaminan, penetapan Hasil Keluaran, penetapan kebijakan penggunaan Dukungan Pemerintah berdasarkan Hasil Keluaran, dan/atau penyusunan rekomendasi atas penggunaan Dukungan Pemerintah.
Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang ditimbulkan oleh risiko infrastruktur dan tertuang dalam Perjanjian KPBU IKN untuk dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan pemerintah.
Penjaminan Pemerintah adalah Penjaminan Infrastruktur yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan bersama- sama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur.
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah badan usaha yang didirikan oleh pemerintah pusat dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Pemerintah serta telah diberikan modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perjanjian Penjaminan Pemerintah adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban Menteri Keuangan dengan BUPI yang bersama-sama bertindak selaku penjamin atas Risiko Infrastruktur berdasarkan jenis risiko yang sama atas pembagian nilai jaminan atau berdasarkan jenis risiko yang berbeda, dengan penerima jaminan, dalam rangka Penjaminan Pemerintah.
Risiko Infrastruktur adalah peristiwa yang mungkin terjadi pada proyek kerja sama selama berlakunya Perjanjian KPBU IKN yang dapat memengaruhi secara negatif investasi Badan Usaha Pelaksana dan/atau badan usaha yang meliputi ekuitas dan pinjaman dari pihak ketiga.
Penerima Jaminan adalah Badan Usaha Pelaksana yang menjadi pihak dalam Perjanjian KPBU IKN.
Regres adalah hak penjamin untuk menagih PJPK atas apa yang telah dibayarkan kepada Penerima Jaminan dalam rangka memenuhi kewajiban finansial PJPK dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut ( time value of money ).
Pembayaran Ketersediaan Layanan ( Availability Payment) yang selanjutnya disebut Availability Payment adalah pembayaran secara berkala oleh PJPK kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya Layanan yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU IKN.
Dana Availability Payment adalah dana yang disediakan oleh PJPK sesuai dengan prinsip untuk tidak membagi risiko penerimaan proyek dengan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka pelaksanaan Availability Payment sesuai Perjanjian KPBU IKN.
Komitmen Pelaksanaan Pembayaran Availability Payment adalah surat yang berisi pernyataan mengenai komitmen PJPK untuk memastikan tersedianya Dana Availability Payment selama berlakunya kewajiban pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU IKN.
Penyedia Pembiayaan Infrastruktur adalah badan yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara di lingkungan Kementerian Keuangan dan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi.
Menteri adalah Menteri Keuangan.
Penjaminan Pemerintah pada Penyediaan Infrastruktur IKN melalui KPBU IKN diberikan terhadap Risiko Infrastruktur yang diakibatkan oleh:
tindakan atau tiadanya tindakan PJPK atau pemerintah selain PJPK dalam hal-hal yang menurut hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa PJPK atau pemerintah selain PJPK memiliki kewenangan atau otoritas untuk melakukan tindakan tersebut;
kebijakan PJPK atau pemerintah selain PJPK;
keputusan sepihak dari PJPK atau pemerintah selain PJPK; dan
ketidakmampuan PJPK dalam melaksanakan suatu kewajiban yang ditentukan kepadanya oleh Badan Usaha Pelaksana berdasarkan Perjanjian KPBU IKN ( breach of contract ).
Risiko Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diputuskan melalui Penetapan Dukungan Pemerintah IKN.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ne ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form P untuk pengenaan Tarif Preferensi.
Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form P sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus menyerahkan dokumen berupa:
through bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya yang diterbitkan di Palestina; atau
dokumen atau informasi lainnya yang diberikan oleh otoritas pabean dari negara transit atau entitas relevan lainnya, yang membuktikan bahwa barang tidak mengalami kegiatan selain bongkar, muat, dan kegiatan lainnya untuk menjaga kualitas barang di negara transit, kepada Pejabat Bea dan Cukai.
Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check , SKA Form P diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Form P sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Form P terkait dengan __ penyelesaian hal tersebut __ sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Relevan terhadap
LPEI dapat melaksanakan kegiatan lainnya berupa menyediakan jasa konsultasi.
Penyediaan jasa konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
memberikan layanan informasi, konsultasi, pemberdayaan, pengembangan, kapasitas dan dukungan untuk meningkatkan daya saing di pasar global;
memperluas akses pasar pelaku usaha agar dapat melakukan kegiatan Ekspor;
mengatasi hambatan Ekspor dan kegiatan Ekspor berkelanjutan; dan/atau
menjalankan fungsi enabler dalam rangka peningkatan Ekspor nasional.
Dalam melaksanakan kegiatan penyediaan fasilitas jasa konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI wajib memiliki kebijakan jasa konsultasi yang ditetapkan oleh Dewan Direktur.
Kebijakan jasa konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling kurang mencakup aspek aspek sebagai berikut:
penyusunan perencanaan jasa konsultasi;
organisasi dan manajemen jasa konsultasi;
proses persetujuan dan pelaksanaan jasa konsultasi; dan
pemantauan dan pengukuran kinerja jasa konsultasi.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Rencana Jangka Panjang yang selanjutnya disingkat RJP adalah rencana strategis yang mencakup rumusan mengenai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Rencana Kerja Anggaran Tahunan yang selanjutnya disingkat RKAT adalah penjabaran tahunan dari RJP yang menggambarkan rencana kerja dan anggaran LPEI mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember, termasuk strategi untuk merealisasikan rencana tersebut.
Pembinaan adalah kegiatan pengaturan, pemberian arahan, pemilihan pengurus, penetapan target, dan kegiatan lain yang diperlukan oleh Menteri kepada LPEI untuk kinerja yang lebih baik.
Pengawasan adalah kegiatan pengukuran, penilaian, evaluasi, dan kegiatan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Dewan Direktur adalah Dewan Direktur LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Pembiayaan Ekspor Nasional yang selanjutnya disingkat PEN adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong Ekspor nasional yang dapat berupa Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi dan/atau kegiatan lain yang menunjang ekspor.
Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Penjaminan adalah penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Asuransi adalah asuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai LPEI.
Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang ditunjuk oleh LPEI yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan serta memberikan nasihat kepada Direktur Eksekutif LPEI terhadap penyelenggaraan kegiatan LPEI agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
Tata Kelola adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh LPEI untuk pencapaian tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha dengan memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan usaha, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan praktik yang berlaku umum.
Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha.
Pernyataan Selera Risiko ( Risk Appetite Statement ) adalah pernyataan Dewan Direktur mengenai tingkat risiko yang dapat diterima LPEI dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran yang dikehendaki.
Retensi Sendiri adalah bagian dari jumlah uang ganti rugi atas kerugian atau fasilitas jaminan untuk setiap risiko yang menjadi tanggungan sendiri tanpa didukung reasuransi atau penjaminan ulang.
Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mengumpulkan, mencari, mengolah, dan mengevaluasi data dan informasi mengenai kegiatan LPEI, yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran laporan periodik, menilai kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku serta memastikan bahwa laporan periodik sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Usaha Mikro Kecil Menengah Ekspor yang selanjutnya disingkat UMKM Ekspor adalah UMKM sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang UMKM dan koperasi yang menghasilkan produk untuk diekspor atau berkontribusi pada ekspor.
Usaha Menengah Berorientasi Ekspor yang selanjutnya disingkat UMBE adalah usaha dengan kriteria pelaku usaha yang memiliki nilai penjualan tahunan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional.
Dalam menjalankan Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional, LPEI dapat menyediakan fasilitas bagi transaksi atau proyek tidak dapat dibiayai oleh perbankan atau tidak dapat diberikan fasilitas oleh lembaga jasa keuangan lain ( non bankable ) dengan kriteria antara lain:
badan usaha/perorangan yang:
belum memenuhi pengalaman usaha yang cukup;
tidak memiliki agunan yang cukup;
memiliki laporan keuangan kurang dari 2 (dua) tahun; dan/atau
berkedudukan di luar negeri untuk fasilitas Pembiayaan seperti buyer’s credit dan/atau overseas financing .
pasar tujuan ekspor termasuk negara dengan kategori non-tradisional dan/atau termasuk negara dengan tingkat risiko tinggi/tidak layak investasi ( non investment grade ) yang ditetapkan oleh lembaga rating yang kredibel; dan/atau
aspek lainnya yang memiliki risiko tinggi, namun mempunyai prospek untuk peningkatan ekspor nasional.
Besaran persentase Pembiayaan Ekspor atas transaksi atau proyek non bankable , tetapi mempunyai prospek untuk meningkatkan Ekspor nasional, ditetapkan dengan memperhatikan Pernyataan Selera Risiko dan target dalam RKAT.
Dalam hal dibutuhkan segera oleh negara, transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan tanpa memperhatikan Pernyataan Selera Risiko dan target dalam RKAT, sepanjang mendapat persetujuan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kategori transaksi atau proyek non bankable sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Dewan Direktur setelah dikonsultasikan kepada Menteri.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil ...
Relevan terhadap
bahwa ketentuan mengenai tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersifat volatil dan kebutuhan mendesak pada Kementerian Perhubungan, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan;
bahwa berdasarkan evaluasi atas pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan dan sebagai pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk menjaga keberlangsungan badan usaha perkeretaapian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, perlu dilakukan penyesuaian jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dengan melakukan perubahan terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan;
Kemudahan Proyek Strategis Nasional
Relevan terhadap 1 lainnya
Kemudahan dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri melakukan:
koordinasi perencanaan dan penganggaran antar kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha, dan/atau pihak lainnya dengan lingkup tugas dan fungsi berkaitan dengan upaya percepatan penyediaan Proyek Strategis Nasional;
penetapan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan Proyek Strategis Nasional;
penJrusunan prioritas Proyek Strategis Nasional;
fasilitasi penyiapan Proyek Strategis Nasional; e f o b h 1 pemantauan dan pengendalian pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan Proyek Strategis Nasional; fasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan proyek Strategis Nasional; fasilitasi penyelesaian permasalahan dalam perizinan Berusaha dan pengadaan tanah bagi Proyek Strategis Nasional; koordinasi Nasional; optimasi pemanfaatan Proyek Strategis koordinasi penetapan strategi kebijakan dan persetujuan atas penanganan dampak sosial yang diajukan oleh menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota; evaluasi dan pembinaan pelaksanaan Panel Konsultan dan Panel Badan Usaha yang dibentuk oleh kementerian/lembaga; koordinasi perencanaan, pengembangan, dan penetapan skema aiternatif pembiayaan untuk proyek Strategis Nasional; dan/atau pelaporan perkembangan pelaksanaan proyek Strategis Nasional kepada Presiden.
Pengelolaan Insentif Fiskal
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal.
Pemantauan terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
laporan rencana penggunaan;
penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan
laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.
Evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
kebijakan pengalokasian Insentif Fiskal;
mekanisme penyaluran Insentif Fiskal;
realisasi penyaluran Insentif Fiskal; dan
penggunaan dan hasil keluaran Insentif Fiskal.
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan pagu indikatif Insentif Fiskal yang ditetapkan oleh Menteri dan kebijakan Pemerintah.
Penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan penilaian kinerja Pemerintah Daerah.
Penghitungan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya; dan
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibagikan kepada:
Daerah berkinerja baik; dan
Daerah Tertinggal berkinerja baik.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak memperhitungkan Daerah Tertinggal yang tercantum dalam Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a digunakan antara lain untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah.
Insentif Fiskal yang digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
infrastruktur;
perlindungan sosial;
dukungan dunia usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah; dan/atau
penciptaan lapangan kerja.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
perjalanan dinas.