Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Relevan terhadap 8 lainnya
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghasilan berupa keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan yang dikecualikan dari objek pajak karena diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4; kriteria keahlian tertentu serta pengenaan Pajak Penghasilan bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1a); harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2;
b c d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d;
kriteria, jangka waktu, dan perubahan batasan dividen yang diinvestasikan, serta ketentuan pengecualian Pajak Penghasilan atas dividen atau penghasilan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f;
penghasilan dari penanaman modal dalam bidang- bidang tertentu yang diterima oleh dana pensiun, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h;
beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l;
sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m;
bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf n;
dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu yang diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf o;
sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan keagamaan, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf p;
biaya promosi dan penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a angkaT;
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h;
biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf n;
pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c;
kelompok harta berwujud, masa manfaat, dan penghitungan pen5rusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) dan ayat (6a);
penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7);
saat dimulainya amortisasi untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1a);
penghitungan amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (2) dan ayat (2al;
batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
penetapan u. penetapan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
r. penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);
pelaksanaan perjanjian pembentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a);
penetapan pihak yang sebenarnya melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose compangl sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3b);
penetapan penjualan atas pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c);
penentuan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3d);
aa. kriteria hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4);
bb. pembentukan dan/atau pelaksanaan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A, diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Ayat (1) Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Nomor Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ayat (la) Ayat (2) Cukup jelas. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan, sedangkan bagi Pengusaha badan berkewajiban melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Dengan demikian, Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan. Fungsi Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Terhadap Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ayat (3) Terhadap Wajib Pajak maupun Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kantor Direktorat Jenderal Pajak selain yang ditentukan pada ayat (1) dan ayat (21, sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Selain itu, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga diwajibkan mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan. Ayat (a) Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ayat (4a) Ayat (4a) Ayat ini mengatur bahwa dalam penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan harus memperhatikan saat terpenuhinya persyaratan subjektif dan objektif dari Wajib pajak yang bersangkutan. Selanjutnya terhadap Wajib pajak tersebut tidak dikecualikan dari pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak maupun Pemerintah berkaitan dengan kewajiban Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri dan hak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena ^pajak, misalnya terhadap Wajib Pajak diterbitkan Nomor pokok Wajib Pajak secara jabatan pada tahun 2008 dan ternyata Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan terhitung sejak tahun 2005, kewajiban perpajakannya timbul terhitung sejak tahun 2005. Ayat (5) Dihapus. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Penggunaan nomor induk kependudukan sebagai identitas Wajib Pajak orang pribadi memerlukan pengintegrasian basis data kependudukan dengan basis data perpajakan yang digunakan sebagai pembentuk profil WEib Pajak, serta dapat digunakan oleh Wajib Pajak dalam rangka pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewaj iban perpajakannya. Data Angka 2
Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
Pemerintah telah melaksanakan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai kalangan, termasuk para akademisi, pengamat ekonomi dan perpajakan, asosiasi pengusaha, organisasi profesi, serikat pekerja, dan para pemuka organisasi sosial dan keagamaan. Selaras dengan hal tersebut, dalam pembahasan di Panja RUU di DPR, juga terdapat berbagai masukan dan usulan dari Fraksi- fraksi dan anggota Panja DPR yang muncul dari penyerapan aspirasi masyarakat. Melalui diskusi dan pembahasan yang sangat konstruktif, Pemerintah dan Panja RUU DPR telah menyepakati substansi RUU yang sungguh- sungguh dapat memenuhi kepentingan Pemerintah untuk melaksanakan reformasi perpajakan dan meningkatkan penerimaan perpajakan, namun tetap dapat menjaga kondisi masyarakat dan dunia usaha, terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah agar tidak terbebani dengan perubahan kebijakan perpajakan ini serta tetap menjaga momentum pemulihan ekonomi yang tertekan akibat Pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pada kesempatan yang sangat baik ini, Pemerintah menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggitingginya kepada para pimpinan dan anggota DPR yang telah membahas dan menyepakati RUU ini. Sesuai dengan berbagai masukan dari stakeholder, serta usulan DPR, maka judul RUU KUP disepakati berubah menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan menggunakan metodologi omnibus sesuai dengan substansi yang diatur, yang memuat 6 (enam) kelompok materi utama yang terdiri dari 9 BAB dan 19 Pasal, yaitu mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam beberapa UU perpajakan, baik UU Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), UU Pajak Penghasilan (UU PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN), UU Cukai, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan memperkenalkan Pajak Karbon โ (vide halaman 4-5). Setelah dicermati dengan saksama, ternyata batang tubuh UU HPP tidak hanya memuat aturan atau ketentuan baru, melainkan juga melakukan perubahan atas beberapa undang-undang, dengan perincian sebagai berikut: i. BAB I: ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP, terdiri dari 1 pasal (Pasal 1); ii. BAB II: KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN, memuat 1 pasal (Pasal 2) yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU KUP; iii. BAB III: PAJAK PENGHASILAN, memuat 1 pasal (Pasal 3) yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU PPh;
sebab Pemohon akan selalu berhubungan dengan, menggunakan atau menjalankan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perpajakan, termasuk UU HPP, setidak-tidaknya dalam pembuatan SPT Tahunan. Dengan demikian, pembentukan UU HPP secara langsung maupun tidak langsung memberikan akibat bagi Pemohon dalam kehidupan sehari-sehari. Sekedar contoh, sebagai pengguna barang atau jasa (konsumen akhir) Pemohon akan menjadi pihak yang paling terkena dengan adanya perubahan kenaikan tarif PPN mengingat PPN akan ditanggung oleh konsumen sedangkan para pelaku usaha yang menyediakan jasa atau barang tersebut hanyalah memungutnya dari konsumen. Sebagai Wajib Pajak, misalnya, Pemohon akan dikenai pajak penghasilan (PPh), sedangkan terkait dengan pajak karbon, maka Pemohon sebagai pembeli (konsumen mobil) tentunya akan juga terkena efeknya karena harga mobil akan sangat bergantung pada emisi karbon yang dihasilkannya. 21. Dengan peningkatan tarif PPN, pengenaan PPh atau pajak karbon yang diatur dalam UU HPP, maka pembentukan UU HPP tentunya akan sangat berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusional Pemohon khususnya hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin serta hak atas kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dan dilindungi dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin , bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 22. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka kerugian atau potensial kerugian konstitusional Pemohon dimaksud jelaslah sangat spesifik dan faktual serta menurut penalaran yang wajar akan terjadi. Kerugian itu merupakan akibat langsung yang timbul dari pembentukan dan pemberlakuan UU HPP, sehingga terdapat hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian konstitusional yang diderita oleh Pemohon dan berlakunya UU HPP yang dimohonkan uji materinya tersebut. 23. Kerugian atau potensial kerugian konstitusional dimaksud niscaya tidak akan terjadi apabila permohonan ini dikabulkan oleh Mahkamah sebab permohonan
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman ...
Relevan terhadap
Dalam dengan: Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud Menetapkan 1 1. Penyelenggaraan 1 Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Lingkungan Hunian adalah bagian dari Kawasan Permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. Permukiman adalah bagian dari Lingkungan Hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari Permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. 2 3 4 5 6 7 Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Hunian Berimbang adalah Perumahan atau Lingkungan Hunian yang dibangun secara berimbang antara Rumah sederhana, Rumah menengah, dan Rumah mewah. Dana Konversi adalah dana yang berupa dana kelola atau dana hibah yang diperoleh dari pelaku pembangunan sebagai alternatif kewajiban pembangunan Rumah sederhana bersubsidi dalam pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang yang dihitung berdasarkan rumus perhitungan konversi. Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut Sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara Setiap Orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta jual beli. Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan notaris. 8 9 10. 11 12. Pemasaran 12. Pemasaran adalah kegiatan yang direncanakan pelaku pembangunan untuk memperkenalkan, menawarkan, menentukan harga, dan menyebarluaskan informasi mengenai Rumah atau Perumahan dan satuan Rumah susun atau Rumah susun yang dilakukan oleh pelaku pembangunan pada saat sebelum atau dalam proses sebelum penandatanganan ppJB. 13. Prasarana adalah kelengkapan dasar Iisik Lingkungan Hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. 14. Sarana adalah fasilitas dalam Lingkungan Hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. 15. Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan Lingkungan Hunian. 16. Rencana Kawasan Permukiman yang selanjutnya disebut RKP adalah dokumen rencana sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan Lingkungan Hunian di perkotaan dan perdesaan serta tempat kegiatan pendukung yang dituangkan dalam rencana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 17. Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan yang selanjutnya disebut Rp3 adalah dokumen rencana sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan penyediaan perumahan beserta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan sebagai bagian dari perwujudan pemanfaatan tata ruang yang mengacu pada RKp.
Rencana 18. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari rencana tata ruang wilayah provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah kabupatenf kota, rencana pola rLlang wilayah kabupatenfkota, penetapan kawasan strategis kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupatenfkota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. 19. Rencana Detail Tata Ruang KabupatenlKotayang selanjutnya disebut RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. 20. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap bloklzona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 21. Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. 22. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta Sarana dan Prasarana yang tidak memenuhi syarat. 23. Kawasan Siap Bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan Lingkungan Hunian skala besar sesuai dengan rencana tata rlrang.
Lingkungan 24. Lingkungan Siap Bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, Sarana, dan Utilitai Umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan Perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari Kasiba sesuai dengan rencana rinci tata ruang. 25. Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai'dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingah pembangunan perumahan dan Permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat. 26. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat Permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 27. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 28. Perencanaan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses perencanaan Lingkungan Hunian perkotaan, Lingkungan Hunian perdesaan, tempat pendukung kegiatan, Permukiman, Perumahan, Rumah, dan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk menghasilkan dokumen RKp. 29. Pembangunan perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses untuk mewujudkan perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan RKp melalui pelaksanaan konstruksi.
Pemanfaatan 30. Pemanfaatan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses untuk memanfaatkan Perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan rencana yang ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. 31. Pengendalian Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses untuk mewujudkan tertib Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman yang dilaksanakan pada tahap perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan. 32. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. 33. Persetujuan Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung. 34. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau Badan Hukum. 35. Masyarakat adalah orang perseorangan yang kegiatannya di bidang perumahan dan Kawasan Permukiman, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman. 36. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman.
Masyarakat 2 37. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disebut MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh Rumah. 38. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 39. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 40. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas ...
Relevan terhadap
Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (21 Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk merupakan Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor beberapa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang meliputi Impor:
barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umrrm, amal, sosial, atau kebudayaan oleh badan atau lembaga di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan yang:
berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia;
pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
bersifat nonprofit;
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan oleh:
perguruan tinggi;
kementerian atau lembaga pemerintah yang melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; atau
badan atau lembaga berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha dan salah satu kegiatannya melakukan penelitian atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
barang untuk keperluan khusus penyandang disabilitas oleh badan atau lembaga sosial yang mengurus penyandang disabilitas;
peti atau kemasan lain yang berisi ^jenaza}r atau abu ^jenazah;
barang pindahan tenaga kerja Indonesia yang bekeda di luar negeri, mahasiswa yang belajar di luar negeri, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas di luar negeri paling singkat 1 (satu) tahun, jika barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari perwakilan Republik Indonesia setempat;
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan penrndang-undangan di bidang kepabeanan;
barang Impor sementara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Impor sementara;
barang yang dipergunakan oleh kontraktor kontrak kerja sama untuk:
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi meliputi eksplorasi dan eksploitasi; atau
kegiatan penyelenggaraan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung yang meliputi penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi, eksplorasi, eksploitasi, dan pemanfaatan;
barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor;
barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian, kemudian diimpor kembali;
barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang mendapat kemudahan Impor untuk tujuan ekspor;
barang dan bahan atau mesin yang diimpor oleh usaha atau industri mikro, kecil, dan menengah atau konsorsium untuk usaha atau industri mikro, kecil, dan menengah dengan menggunakan kemudahan Impor untuk tujuan ekspor;
barang dalam rangka perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara yang dilakukan oleh kontraktor perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara dengan ketentuan sebagai berikut:
kontraknya ditandatangani sebelum tahun 1990;
kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan Bea Masuk atas Impor barang dalam rangka perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara;
kontraknya tidak mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan atau keringanan Bea Masuk; dan
barang impornya merupakan barang milik negara; dan
barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan bencana alam yang diajukan oleh:
badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
pemerintah pusat dan pemerintah daerah; atau
lembaga internasional atau lembaga asing nonpemerintah. (41 Impor Barang Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan tanpa menggunakan surat keterangan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
Jenis kontrak kerja sama, kriteria barang, dan tata cara untuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pembebasan Bea Masuk dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. BAB VII PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN Pasal 29 (1) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak danlatau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berkenaan dengan:
Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu ^yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu ^yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari ^pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (21; dan
Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu ^yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal LO, tidak dapat dikreditkan.
Pajak (21 Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berkenaan dengan Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (21 dan Pasal 26 ayat (21 dapat dikreditkan jika memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan dalam peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. BAB VIII EVALUASI Pasal 3O (U Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat sementara waktu atau selamanya. (21 Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaa.n negara. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan oleh Menteri. (4) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak danlatau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 31 (1) Atas:
Impor danf atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 25;
pemanfaatan dan Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O dan Pasal 26; darr e. Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3), yang diberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, tetapi Pajak Pertambahan Nilai tersebut telah telanjur dipungut atau dibayar, berlaku ketentuan sebagai berikut: a, bagi Pengusaha Kena Pajak penjual:
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut wajib disetorkan ke kas negara; dan
Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sehubungan dengan penyerahan yang: a) seharusnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; atau b) seharusnya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan jika memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
bagi pihak terpungut:
dalam hal pihak terpungut merupakan Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar dapat dikreditkan ^jika memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan; atau
dalam hal pihak terpungut bukan merupakan Pengusaha Kena Pqiak, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar merupakan pajak yang seharusnya tidak terutang. (2) Pihak terpungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
importir;
pembeli barang;
penerima jasa;
pihak yang memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean; atau
pihak yang memanfaatkan ^jasa dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Pasal 32 (1) Wajib Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dibebaskan atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf k serta ayat (2) huruf a, huruf i, huruf j, dan huruf o atau Pajak Pertambahan Nilai terutang yang tidak dipungut atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf gdan ayat(21huruf b sampai dengan huruf f, apabila dalam ^jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat Impor dan/atau perolehannya, Barang Kena Pajak tersebut:
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya. (21 Dikecualikan dari kewajiban membayar kembali Pajak Pertambahan Nilai atas lmpor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dipindahtangankan:
dari pusat ke cabang atau sebaliknya danf atau antarcabang;
oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhanan nasional, dan perusahaan penyelenggara ^jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional kepada pihak lain atas kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangErn, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, dan/atau kapal tongkang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c dan ayat(21huruf b untuk digantikan dengan kapal dalam ^jenis yang sama dengan ukuran atau kapasitas yang lebih besar; atau
oleh badan usaha milik negara untuk tujuan setoran modal pengganti saham dalam rangka holdingisasi, dengan cara penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan/atau pengambilalihan usaha, jika digunakan sesuai dengan tujuan semula. (3) Holdingisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c merupakan pembentukan perusahaan induk badan usaha milik negara melalui upaya restrukturisasi perusahaan dengan pengalihan saham dari 1 (satu) badan usaha milik negara ke badan usaha milik negara lain dan membentuk satu grup badan usaha milik negara dengan menginduk pada salah satu badan usaha milik negara setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Orang pribadi atau badan yang melakukan importasi Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b, huruf g, huruf h, huruf k, huruf 1, dan huruf m wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah tidak dipungut, apabila dalam ^jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat Impor, Barang Kena Pajak tersebut:
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian maupun seluruhnya. (5) Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (a) wajib dilakukan oleh Wajib Pajak, orang pribadi, atau badan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Barang Kena Pajak tersebut digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian maupun selumhnya. (6) Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) tidak dapat dikreditkan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 33 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut yang diberikan atas Barang Kena Pajak yang mendapatkan pembebasan Bea Masuk sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan Bea Masuk mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai. BAB III IMPOR DAN/ATAU PEI\TYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NII,AI Pasal 6 (1) Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena P4iak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, termasuk yang atas impornya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang;
barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun pembudidayaan, yang kriteria dan/atau perinciannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
^jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
ternak yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, ata.u perikanan;
pakan ternak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
pakan ikan yang memenuhi persyaratan umum dan khusus/teknis dalam Impor pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan; h bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan bahan baku utama pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan; bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan; senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang diimpor oleh:
kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara;
lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; atau
pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 atau angka 2 untuk melakukan Impor tersebut; komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf j angka 1 atau angka 2, yang digunakan dalam pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang akan diserahkan kepada:
j k.
kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol; senjata, amunisi, peralatan militer, dan perlengkapan militer milik negara lain yang diimpor oleh Tentara Nasional Indonesia dalam rangka kegiatan militer sebagai bagian dari kerja sama militer berupa latihan militer bersama; peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan nasional, yang diimpor oleh:
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan;
Tentara Nasional Indonesia; atau
pihak yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia; kendaraan dinas khusus kepresidenan yang diimpor oleh lembaga kepresidenan atau pihak yang ditunjuk oleh lembaga kepresidenan untuk melakukan Impor, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;
FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA o. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, serta barang untuk konservasi alam, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;
barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna;
barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, meliputi:
minyak mentah (crude oil);
gas bumi, berupa gas bumi yang dialirkan melalui pipa, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
panas bumi;
asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (hnlite), grafit, granit/andesit, gtps, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, maffner, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum| tras, yarosit, z,eolit, basal, trakhit, dan belerang, yang batasan dan kriterianya dapat diatur dengan Peraturan Menteri; dan
bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit;
liquified nafiral gos dan compressed natural gas;
barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditqiukan untuk kepentingan umum, yang diberikan pembebasan Bea Masuk;
obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kepentingan masyarakat, yang diberikan pembebasan Bea Masuk; dan
bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan ^jaringan yang diimpor dengan menggunakan anggararl pendapatan dan belanja negara atau Ernggaran pendapatan dan belanja daerah untuk kepentingan masyarakat, yang diberikan pembebasan Bea Masuk. (21 Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, termasuk yang atas perolehannya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang;
barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun pembudidayaan, yang kriteria dan/atau perinciannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
^jangat dan kulit mentah yang tidak disamak;
ternak yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan; FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA f. pakan ternak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
pakan ikan yang memenuhi persyaratan pendaftaran dan peredaran pakan ikan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan;
bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan bahan baku utama pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau perinciannya diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertirnbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;
satuan rumah susun umum milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit/ pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 mz (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 sp (tiga puluh enam meter persegi);
pembangunannya mengacu kepada peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rrmah susun; dan
batasan 4. batasan terkait harga jual satuan rumah susun umum milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh satuan rumah susun umum milik diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan ralryat;
rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta rtrmah pekerja yang batasannya diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan;
listrik, termasuk biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) voltase ampere;
air bersih;
senjata, amunisi, helm antipeluru dan ^jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang diserahkan kepada:
kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
komponen atau bahan yang diperoleh badan usaha milik negara yang bergerak dalam industri pertahanan nasional yang ditunjuk oleh kementerian atau lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf n angka 1 atau angka 2 untuk pembuatan senjata, amunisi, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya, yang akan diserahkan kepada:
kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara; atau
lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
peralatan berikrrt suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional, yang diserahkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional lndonesia;
barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna;
barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara, meliputi: minyak mentah (crude otl);
gas bumi, berupa gas bumi yang dialirkan melalui pipa, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
panas bumi;
asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, Bips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, mafiner, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosit, znolit, basal, trakhit, dan belerang, yang batasan dan kriterianya dapat diatur dengan Peraturan Menteri; dan
bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit; dan
liatified natural gas dan compressed natural gas. Ketentuan mengenai kriteria Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri. 1 (3) Pasal 7 (1) Barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf p dan ayat (21 huruf q merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat. (21 Jenis barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
beras;
gabah; Jagung; sagu; kedelai; garam; daging; telur; susu; buah-buahan; dan sa]rur-sa]ruran. (3) Kriteria dan/atau perincian jenis barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud pada ayat l2l tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 8 (1) Air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf m terdiri atas:
air bersih yang belum siap untuk diminum; dan/atau
air bersih yang sudah siap untuk diminum (air minum), termasuk biaya sambung atau biaya pasang air bersih dan biaya beban tetap air bersih. (21 Biaya sambung atau biaya pasang air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya penyambungan atau biaya pemasangan yang ditagihkan pengusaha kepada pelanggan atas kegiatan penyambungan instalasi air bersih milik pengusaha kepada instalasi air bersih milik pelanggan. (3) Biaya beban tetap air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya yang ditagihkan pengusaha kepada pelanggan yang besarnya tidak dipengaruhi oleh volume pemakaian air bersih.
o b' h.
j.
Air bersih yang sudah siap untuk diminum (air minum) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak termasuk air yang telah diolah dengan perlakuan khusus dan dikemas dalam botol atau kemasan lain serta memenuhi persyaratan air minum (air minum isi ulang). Pasal 9 (1) Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dartlatau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, huruf j, huruf k, dan huruf m serta ayat (21 huruf a, huruf n, huruf o, dan huruf p menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai. {21 ^Pembebasan ^dari ^pengenaan ^Pajak Pertambahan Nilai atas Impor danf atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf i, huruf 1, dan huruf n sampai dengan huruf v serta ayat (2) huruf b sampai dengan huruf m dan huruf q sampai dengan huruf t tidak menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB TV PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DI DAI,AM DAERAH PABEAN DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NII,AI Pasal 1O Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
^jasa pelayanan kesehatan medis;
^jasa pelayanan sosial;
^jasa pengiriman surat dengan prangko;
^jasa keuangan;
^jasa asuransi;
jasa pendidikan;
jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagran tidak terpisahkan dari ^jasa angkutan luar negeri;
jasa tenaga kerja;
jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
^jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum; dan
jasa yang diterima oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrograli, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional. Pasal Ll (U Jasa pelayanan kesehatan medis yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaa.n Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi jasa:
pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat; dan
pelayanan kesehatan hewan/veteriner. (21 Jasa pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi ^jasa:
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya;
pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan; dan
pelayanan yang diberikan oleh selain tenaga kesehatan. (3) Jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a meliputi ^jasa:
dokter umum, dokter spesialis, dokter gigr, dan dokter gigi spesialis;
ahli kesehatan;
kebidanan;
perawat; dan
psikiater, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tenaga kesehatan. (4) Jasa fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b meliputi ^jasa mmah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjut, laboratorium kesehatan, dan sanatorium sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. (5) Jasa pelayanan yang diberikan oleh selain tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf c meliputi ^jasa:
ahli gigi;
dukun bayr;
paramedis;
psikolog; dan Pasal 12 (1) Jasa pelayanan sosial yang ata penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b merupakan jenis pelayanan sosial tertentu yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau organisasi nirlaba. (21 Jenis pelayanan sosial tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ^jasa:
pelayanan panti asuhan dan panti ^jompo;
pemadam kebakaran;
pemberian pertolongan pada kecelakaan;
lembaga rehabilitasi;
penyediaan rumah duka atau ^jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
di bidang olahraga.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi da ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Subjek Pajak PBB yang selanjutnya disebut Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenai kewajiban membayar PBB.
Perbandingan Harga dengan Objek Lain yang Sejenis adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
Nilai Perolehan Baru adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek pajak tersebut.
Nilai Jual Objek Pajak Pengganti yang selanjutnya disebut Nilai Jual Pengganti adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Biaya Investasi Tanaman adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan, dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Hutan Alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.
Hutan Tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan silvikultur intensif.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin memanfaatkan Hutan Produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT), Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) adalah izin usaha untuk membangun Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi melalui kegiatan pengayaan, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HT adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Biaya Produksi Perhutanan adalah seluruh biaya langsung yang terkait dengan kegiatan produksi hasil hutan, sampai di log ponds atau log yards untuk hasil hutan kayu dan/atau sampai tempat pengumpulan hasil panen untuk hasil hutan bukan kayu pada Hutan Alam.
Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang digunakan untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi minyak dan/atau gas bumi.
Wilayah Kerja Panas Bumi adalah wilayah dengan batas- batas koordinat tertentu yang digunakan untuk kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi dengan melalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik.
Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan/atau gas bumi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya digunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak bumi dan/atau gas bumi, panas bumi, mineral, atau batubara, termasuk kegiatan penyelidikan, survei dan studi kelayakan, dalam Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Wilayah Kerja Panas Bumi, wilayah sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, atau wilayah berdasarkan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Eksploitasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan/atau gas bumi, atau panas bumi, dari Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi atau Wilayah Kerja Panas Bumi.
Permukaan Bumi Pertambangan Onshore yang selanjutnya disebut Permukaan Bumi Onshore adalah areal berupa tanah dan/atau perairan darat di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara.
Permukaan Bumi Pertambangan Offshore yang selanjutnya disebut Permukaan Bumi Offshore adalah areal berupa perairan yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara, di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan perairan di dalam Batas Landas Kontinen.
Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara, pada kegiatan Eksplorasi.
Tubuh Bumi Eksploitasi adalah tubuh bumi yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, atau pengusahaan panas bumi, pada kegiatan Eksploitasi.
Operasi Produksi adalah kegiatan usaha pertambangan mineral atau batubara yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan dalam wilayah sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, dan wilayah berdasarkan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Tubuh Bumi Operasi Produksi adalah tubuh bumi yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara, pada kegiatan Operasi Produksi.
Harga Patokan Mineral Logam, yang selanjutnya disebut HPM Logam, adalah harga mineral logam yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, pada suatu titik serah penjualan ( at sale point ) secara Free on Board untuk masing-masing komoditas tambang mineral logam.
Harga Patokan Mineral Bukan Logam, yang selanjutnya disebut HPM Bukan Logam, adalah harga patokan mineral bukan logam yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk masing-masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi, kabupaten atau kota.
Harga Patokan Batuan adalah harga patokan batuan yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk masing- masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi, kabupaten atau kota.
Harga Patokan Batubara, yang selanjutnya disingkat HPB, adalah harga batubara yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, pada suatu titik serah penjualan ( at sale point ) secara Free on Board .
Angka Kapitalisasi adalah angka pengali tertentu yang digunakan untuk mengonversi pendapatan atau hasil produksi satu tahun menjadi NJOP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Rasio Biaya Produksi adalah persentase tertentu yang diperoleh dari rata-rata biaya produksi satu tahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan kotor satu tahun, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penilai Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan penilaian.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan Undang- Undang PBB.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB terutang kepada Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah PBB terutang.
Surat Tagihan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat STP PBB adalah surat untuk melakukan tagihan PBB terutang yang tidak atau kurang dibayar setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Iuran Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut Ipeda adalah pungutan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Badan Riset dan Inovasi Nasional ...
Relevan terhadap
Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dapat ditetapkan sampai dengan Rp0,00 (nol Rupiah) atau 0% (nol persen).
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
kegiatan sosial;
kegiatan keagamaan;
kegiatan kenegaraan;
keadaan di luar kemampuan wajib bayar;
kondisi kahar;
masyarakat tidak mampu;
mahasiswa/pelajar;
instansi pemerintah; dan
usaha mikro, kecil, dan menengah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Badan Riset dan Inovasi Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional.
Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.
Pendapatan Pajak Perdagangan Intemasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Penerimaan Hi bah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. jdih.kemenkeu.go.id 8. Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi kepemerintahan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian/lembaga dan Bendahara Umum Negara.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcome) tertentu pada Bagian Anggaran kementerian/lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hid up orang banyak, dan/ a tau disalurkan langsung kepada penerima manfaat, sesuai kemampuan keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. jdih.kemenkeu.go.id 16. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari TKO yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKO yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antardaerah.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat OAK adalah bagian dari TKO yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah.
Dana Otonomi Khusus adalah bagian dari TKO yang dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai otonomi khusus.
Dana Tambahan lnfrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus bagi provinsi-provinsi di wilayah Papua yang selanjutnya disingkat DTI adalah dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarannya ditetapkan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang diberikan berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan adalah bagian dari TKO yang dialokasikan untuk mendukung urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai keistimewaan Yogyakarta.
Dana Desa adalah bagian dari TKO yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. jdih.kemenkeu.go.id 23. Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari APBN yang diberikan kepada Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja pemerintah daerah dapat berupa pengelolaan keuangan daerah, pelayanan um um pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/ a tau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.
Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran pembiayaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan pembiayaan tahun- tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, di tam bah/ dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. jdih.kemenkeu.go.id 30. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga/Badan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, dan/atau sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi sebesar- besamya kemakmuran rakyat.
Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.
Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dalam hal kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pelaku usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional, dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama.
Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.
Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. jdih.kemenkeu.go.id 38. Pinjaman Kegiatan adalah pmJaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah.
Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian/lembaga dan nonkementerian/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan.
Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara pada saat Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan.
Tahun Anggaran 2024 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari 2024 sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. jdih.kemenkeu.go.id PRE SID.EN Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, Undang-Undang dalam Lembaran memerintahkan ini dengan Negara Republik Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2023 MENTER! SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 140 I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2023 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2024 Pemulihan perekonomian Indonesia semakin menguat dan berkualitas pada tahun 2023. Pemerintah secara resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada tanggal 30 Desember 2022, yang diikuti pencabutan status pandemi di Indonesia pada tanggal 21 Juni 2023. Pencabutan tersebut berdampak positif terhadap performa perekonomian domestik pada semester I tahun 2023 karena aktivitas perekonomian kembali berjalan seperti keadaan prapandemi. World Health Organization juga secara resmi mencabut status pandemi COVID-19 pada tanggal 5 Mei 2023 sehingga pemulihan ekonomi pascapandemi di harapkan akan lebih terakselerasi. Namun, berbagai risiko global masih tereskalasi. Tingkat inflasi di negara maju masih berada di atas target jangka menengah - panjang, sehingga tingkat suku bunga diperkirakan tetap berada di level tinggi untuk jangka waktu yang lama (higher for longery. Agresivitas pengetatan moneter terutama di negara maju berdampak pada volatilitas sektor keuangan, meningkatkan beban utang negara berkembang, serta menekan aktivitas ekonomi global. Kinerja pertumbuhan ekonomi beberapa negara pada triwulan II tahun 2023 cenderung menguat seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, meskipun Eropa masih menunjukan kontraksi. Sementara itu, beberapa indikator terkini menunjukkan situasi yang belum membaik, seperti Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur dan perdagangan intemasional yang tertahan di zona kontraksi. Meskipun terdapat risiko transmisi dari tekanan ekonomi global kepada perekonomian domestik, fundamental ekonomi makro Indonesia masih sehat dan berdaya tahan di tengah gejolak global yang tengah terjadi. Laju inflasi Indonesia masih jauh lebih moderat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Eropa, India, Australia, Filipina, dan Singapura. Indonesia mencatatkan laju pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% (lima persen) dalam 7 (tujuh) kuartal berturut-turut. Bahkan neraca perdagangan mencatatkan surplus selama 38 (tiga puluh delapan) bulan berturut-turut. Pencapaian ini berhasil menempatkan Indonesia kembali sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas yang sebelumnya dicapai di tahun 2020. Selain itu, Indonesia juga berhasil melakukan konsolidasi fiskal dengan kembali kepada defisit kurang dari 3% (tiga persen) Produk Domestik Bruto yang dapat dilakukan di tahun 2022 atau lebih cepat 1 (satu) tahun dari target semula di tahun 2023. Karena itu, arah dan strategi kebijakan APBN tahun 2024 didesain untuk mendorong reformasi struktural dalam rangka percepatan transformasi ekonomi. Dalam rangka mendukung transformasi tersebut, kebijakan APBN tahun 2024 didorong agar lebih sehat dan berkelanjutan melalui: (i) optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha; (ii) penguatan kualitas belanja negara yang efisien, fokus terhadap program prioritas, dan berorientasi pada output/ outcome (spending _bettery; _ dan (iii) mendorong pembiayaan yang prudent, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan berpijak pada kebijakan reformasi struktural dan transformasi ekonomi, serta memperhitungkan berbagai risiko ekonomi global dan potensi pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan, maka asumsi indikator ekonomi makro di tahun 2024 ditargetkan sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi tahun 2024 ditargetkan mencapai 5,2% (lima koma dua persen). Pertumbuhan ekonomi tahun depan akan ditopang oleh stabilitas perekonomian di tahun 2023 dan akselerasi transformasi ekonomi. Terjaganya konsumsi domestik serta kinerja perdagangan intemasional Indonesia diperkirakan akan menguat yang akan mendorong terjaganya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024. Daya beli masyarakat diharapkan tetap terjaga seiring dengan semakin terkendalinya laju inflasi domestik, sedangkan kinerja ekspor diharapkan menguat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi global serta kebijakan hilirisasi yang akan meningkatkan nilai tambah produk-produk eskpor Indonesia. Sementara itu, investasi diperkirakan tetap terjaga seiring dengan dukungan Pemerintah dalam mendukung sektor-sektor terkait termasuk kebijakan hilirisasi mineral. Stabilitas kondisi politik dan sosial di tengah gelaran Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 akan berperan krusial dalam mendorong aktivitas investasi. Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 2,8% (dua koma delapan persen), didukung oleh daya beli masyarakat yang kuat dan kebijakan pengelolaan energi dan pangan yang semakin efisien. Rupiah diperkirakan akan mencapai RplS.000,00 (lima belas ribu rupiah) per dollar Amerika Serikat, dan suku bunga Surat Berharga Negara 10 tahun ditargetkan sebesar 6,7% (enam koma tujuh persen), didukung oleh perbaikan kondisi ekonomi global dan domestik yang mendorong kepercayaan asing dan arus modal masuk ke Indonesia. Harga minyak mentah Indonesia diperkirakan akan mencapai 82 (delapan puluh dua) dollar Amerika Serikat per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 635.000 (enam ratus tiga puluh lima ribu) barel dan 1.033.000 (satu juta tiga puluh tiga ribu) barel setara minyak per hari. Pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan produksi hulu migas nasional. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 diposisikan untuk:
mencapai target-target pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, (2) menyukseskan rangkaian pemilihan umum tahun 2024, dan (3) menciptakan pembangunan yang lebih baik pada tahun akhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 sebagai fondasi yang kokoh dalam melanjutkan estafet pembangunan pada periode 2025-2029. Terna Rencana Kerja Pemerintah diarahkan untuk menjaga kesinambungan dan konsistensi pembangunan tahunan, serta sebagai upaya untuk membaurkan dinamika perubahan lingkungan yang terjadi secara tahunan ke dalam scenario pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah, dengan tetap memperhatikan koridor Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Pemerintah berkomitmen untuk mengembalikan trajectory pertumbuhan ekonomi dan indikator makro lainnya pada kondisi prapandemi COVID-19. Sebagai upaya mewujudkan hal tersebut, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 tetap mendorong transformasi ekonomi sebagai game changer menuju Indonesia Maju. Transformasi ekonomi berorientasi pada peningkatan produktivitas, terutama dalam peningkatan nilai tambah di dalam dan antarsektor ekonomi, dan pergeseran tenaga kerja dari sektor informal yang bernilai tambah relative rendah menuju sektor formal yang bernilai tambah tinggi sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan potensial jangka panjang. Peningkatan produktivitas juga diarahkan untuk menciptakan pembangunan inklusif dan berkelanjutan melalui pertumbuhan dan perkembangan ekonomi; pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan; dan perluasan akses dan kesempatan kerja. Penyusunan tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 dengan mempertimbangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, arahan Presiden, hasil evaluasi pembangunan tahun 2022, evaluasi kebijakan tahun 2023, forum konsultasi publik, kerangka ekonomi makro, agenda Pemilu Tahun 2024, dan dinamika ketidakpastian global serta isu strategis lainnya yang menjadi perhatian. Memperhatikan beberapa koridor tersebut maka tema pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 ditetapkan, yaitu "Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan". Berdasarkan tema dan sasaran pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024, ditetapkan delapan arah kebijakan pembangunan nasional tahun 2024, serta strategi yang melekat pada masing-masing arah kebijakan sebagai berikut:
Pengurangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem, dilaksanakan melalui strategi: (a) memanfaatkan dan memutakhirkan data Registrasi Sosial Ekonomi untuk peningkatan akurasi program perlindungan sosial, (b) konvergensi pelaksanaan program-program perlindungan sosial, (c) intervensi kolaboratif untuk penanggulangan kemiskinan, (d) peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, dan (e) peningkatan kualitas konsumsi pangan;
Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, dilaksanakan melalui strategi: (a) memperkuat penyelenggaraan tata kelola kependudukan, (b) reformasi sistem perlindungan sosial, (c) meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, (d) meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas, (e) meningkatkan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, dan (f) meningkatkan produktivitas dan daya saing;
Revitalisasi industri dan penguatan riset terapan, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan daya saing dan kompleksitas industri yang didukung percepatan hilirisasi dan penguatan rantai pasok, serta (b) menyediakan iklim yang kondusif dalam penyusunan riset nasional;
Penguatan daya saing usaha, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan kualitas teknologi informasi, (b) meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekonomi, (c) mewujudkan investasi yang berkualitas melalui penciptaan iklim investasi yang ramah dan kondusif, (d) meningkatkan daya saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Koperasi, serta (e) meningkatkan modernisasi dan penerapan korporasi untuk daya saing pertanian dan kelautan perikanan;
Pembangunan rendah karbon dan transisi energi, dilaksanakan melalui strategi: (a) melaksanakan pembangunan rendah karbon di lima sektor prioritas (energi berkelanjutan, pengelolaan lahan berkelanjutan, industri hijau, pengelolaan limbah dan ekonomi sirkular, serta karbon biru dan pesisir); (b) konservasi lahan produktif; (c) menguatkan transisi energi melalui pemerataan akses energi berkeadilan; serta (d) meningkatkan layanan tenaga listrik yang merata, berkualitas, berkelanjutan dan berkeadilan, serta perluasan pemanfaatan;
Percepatan pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan akses rumah tangga terhadap perumahan dan permukiman layak huni dan aman, dalam konteks pencegahan maupun pengentasan permukiman kumuh, (b) meningkatkan ketahanan air di tingkat wilayah sungai melalui penerapan pendekatan Simpan Air, Jaga Air, dan Hemat Air, (c) meningkatkan sinergi dan kolaborasi pengelolaan sumber daya air dengan berbagai agenda pembangunan ekonomi dan meningkatkan ketahanan kebencanaan di setiap wilayah, (d) meningkatkan SOM, sarana dan prasarana layanan keselamatan dan keamanan transportasi, dan (e) meningkatkan konektivitas untuk mendukung kegiatan ekonomi dan aksesibilitas menuju pusat pelayanan dasar dan daerah tertinggal, terluar, terdepan, dan perbatasan (3 TP);
Percepatan pembangunan lbu Kota Nusantara, dilaksanakan melalui strategi: (a) membangun gedung pemerintahan dan hunian, dan (b) membangun infrastruktur utama; dan
Pelaksanaan Pemilu tahun 2024, dilaksanakan melalui strategi: (a) mendorong terwujudnya tahapan pemilu/ pemilihan sesuai jadwal, (b) meningkatkan kualitas penyelenggaraan kepemiluan, (c) mengamankan penyelenggaraan Pemilu tahun 2024, dan (d) mendukung penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. Prioritas Nasional (PN) dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 adalah:
Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan;
Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan;
Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing;
Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan;
Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar;
Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim; serta (7) Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transforrnasi Pelayanan Publik. Prioritas Nasional ini dapat di jelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Prioritas Nasional 1, Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan diarahkan untuk mendorong peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pelaksanaannya difokuskan pada pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan energi baru terbarukan; peningkatan kuantitas/ketahanan air untuk mendukung pertumbuhan ekonomi; peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas konsumsi pangan; peningkatan pengelolaan kemaritiman, perikanan dan kelautan; penguatan kewirausahaan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan koperasi; peningkatan nilai tambah, lapangan kerja, dan investasi di sektor riil, dan industrialisasi; peningkatan ekspor bernilai tambah tinggi dan penguatan tingkat komponen dalam negeri; serta penguatan pilar pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Prioritas Nasional 2, Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan diarahkan untuk percepatan transformasi sosial dan ekonomi; penguatan rantai produksi dan rantai nilai di tingkat wilayah untuk meningkatkan .keunggulan kompetitif perekonomian wilayah; memperkuat integrasi perekonomian domestik dan meningkatkan kualitas pelayanan dasar untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah; serta meningkatkan sinergi pemanfaatan ruang wilayah melalui strategi pembangunan. Prioritas Nasional 3, Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing merupakan kunci peningkatan produktivitas untuk mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Prioritas Nasional 3 pada tahun 2024 akan diarahkan pada memperkuat penyelenggaraan tata kelola kependudukan; reformasi sistem perlindungan sosial, terutama untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem; meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta; meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas; meningkatkan kualitas anak, perempuan dan pemuda; mengentaskan kemiskinan, difokuskan pada penguatan akses penduduk miskin dan rentan terhadap aset produktif, pemberdayaan usaha, dan akses pembiayaan untuk mendukung akselerasi peningkatan ekonomi bagi penduduk miskin dan rentan; serta meningkatkan produktivitas dan daya saing. Prioritas Nasional 4, Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan memiliki kedudukan penting dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan negara-bangsa yang maju, modern, unggul, dan berdaya saing. Pelaksanaan Prioritas Nasional 4 akan difokuskan untuk: memperkuat pelaksanaan Gerakan Nasional Revolusi Mental dan pembinaan Ideologi Pancasila; memperkuat pemajuan kebudayaan untuk mengembangkan nilai luhur budaya bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat; mengembangkan moderasi beragama untuk memperkuat kerukunan dan harmoni sosial; serta mengembangkan budaya literasi, kreativitas, dan inovasi dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Prioritas Nasional 5, Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar difokuskan pada pemenuhan infrastruktur pelayanan dasar; peningkatan konektivitas untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi; mendukung pembangunan inklusif dan berkelanjutan terutama di wilayah tertinggal, terpencil, ยท terluar dan perbatasan, serta penyediaan layanan dan pembangunan infrastruktur konektivitas yang merata; peningkatan layanan infrastruktur perkotaan; pembangunan energi dan ketenagalistrikan dalam mendukung transisi energi untuk menuju sistem energi rendah karbon; dan pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, serta pendorong ( enablery teknologi informasi dan komunikasi dalam pertumbuhan ekonomi sebagai bagian dari transformasi digital. Prioritas Nasional 6, Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim difokuskan pada upaya menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk menopang produktivitas dan kualitas kehidupan masyarakat dalam rangka menuju transformasi ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan; serta pembangunan yang berorientasi pada pencegahan, pengurangan risiko, dan tangguh bencana. Pembangunan lingkungan hidup, ketahanan bencana, dan perubahan iklim diarahkan pada kebijakan pengurangan dan penanggulangan beban pencemaran untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, terutama penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun medis pascapandemi COVID-19; penguatan budaya dan kelembagaan yang bersifat antisipatif, responsif dan adaptif untuk membangun resiliensi berkelanjutan dalam menghadapi bencana; serta peningkatan capaian penurunan emisi dan intensitas emisi gas rumah kaca dengan fokus penurunan emisi gas rumah kaca di sektor lahan, industri, dan energi. Prioritas Nasional 7, Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik. Pembangunan bidang politik, hukum, pertahanan, dan keamanan diarahkan antara lain pada: pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan serentak tahun 2024 diarahkan pada penyelenggaraan pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan jadwal; pembangunan kebebasan dan kesetaraan serta kapasitas lembaga demokrasi yang substantial; peningkatan kualitas komunikasi publik; mendukung pelaksanaan pembangunan bidang hukum untuk mewujudkan supremasi hukum dan peningkatan akses terhadap keadilan; mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas, dilakukan perbaikan tata kelola dan birokra~i; serta pembangunan bidang pertahanan dan keamanan. Agar prioritas sasaran pembangunan nasional dan prioritas nasional lainnya tersebut dapat tercapai, Pemerintah perlu melakukan reformasi baik dari sisi pendapatan dan belanja, serta melakukan berbagai inovasi untuk pembiayaan defisit APBN Tahun Anggaran 2024. Oleh sebab itu, konsolidasi dan reformasi fiskal harus terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Dimulai dari penguatan sisi penerimaan negara, perbaikan sisi belanja dan pengelolaan pembiayaan yang prudent dan hati- hati, untuk mewujudkan pengelolaan fiskal yang lebih sehat, berdaya tahan, dan mampu menjaga stabilitas perekonomian ke depan. Reformasi fiskal di sisi penerimaan dijalankan melalui optimalisasi pendapatan yang ditempuh melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset serta inovasi layanan. Dengan demikian, rasio perpajakan dapat meningkat untuk penguatan ruang fiskal, dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta melindungi daya beli masyarakat. Di sisi belanja, reformasi dijalankan melalui penguatan belanja agar lebih berkualitas dengan penguatan spending better. Upaya yang ditempuh melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan multiplier effect yang kuat terhadap perekonomian serta efektif untuk mendukung program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inovasi di sisi pembiayaan difokuskan untuk mendorong pembiayaan yang kreatif dalam pembangunan infrastruktur dengan melibatkan partisipasi swasta melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha, penguatan peran Lembaga Pengelola Investasi, serta pendalaman pasar obligasi negara yang mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2024 dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 1169 /DPD RI/I/2023-2024, tanggal 7 September 2023. Pembahasan Undang-Undang ini dilaksanakan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014. II. PASAL DEMI PASAL
Pemberian Insentif Pajak terhadap Barang yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasil ...
Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral
Relevan terhadap 3 lainnya
Ketentuan mengenai tata cara penghitungan penghasilan neto, kompensasi kerugian, penghasilan kena pajak, dan tarif bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan sesuai denga.n ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, kecuali bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya.
Ketentuan mengenai tata cara penghitungan penghasilan neto, kompensasi kerugian, dan penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan hingga IUPK Operasi Produksi berakhir.
Untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan, penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal serta biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak di bidang Usaha Pertambangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. PRES I DEN
Bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan peru bahan ben tuk U saha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya, berlaku ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah sebagai berikut:
iuran produksi dan iuran tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang berlaku pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan;
penerimaan negara bukan pajak di bidang lingkungan hidup dan kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan; PRES I DEN c. penerimaan negara bukan pajak berupa bagian pemerintah pusat sebesar 4% (empat persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan;
tarif Pajak Penghasilan Badan sebesar 25% (dua puluh lima persen);
pajak bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan; dan
bagian pemerintah daerah sebesar 6% (enam persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara pada saat IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya diterbitkan, hingga IUPK Operasi Produksi berakhir.
Bagian pemerintah daerah sebesar 6% (enam persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan rincian sebagai berikut:
pemerintah provinsi mendapat bagian sebesar 1 % (satu persen);
pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen); dan PRES I DEN c. pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen).
Keuntungan bersih pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf f, merupakan keuntungan bersih setelah dikurangi Pajak Penghasilan Badan bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya setiap tahun sejak berproduksi berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik.
Saat berlakunya ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
ketentuan penerimaan negara bukan pajak berupa bagian pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya;
ketentuan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mulai berlaku sejak awal Tahun Pajak berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya;
ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e mulai berlaku sejak tahun pajak berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya; dan
ketentuan bagian pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kon traknya. PRES I DEN (5) Selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kon traknya, berlaku sebagai berikut:
penerimaan negara bukan pajak lainnya di luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
pajak penghasilan pemotongan dan pemungutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan;
pajak pertambahan nilai dan/ a tau pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
bea meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai;
bea masuk dan bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Kepabeanan;
cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai; dan
pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hingga IUPK Operasi Produksi berakhir.
Pelaksanaan kewajiban perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (5) berlaku bagi pemegang IUPK Operasi Produksi yang 1zmnya diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral sampai dengan tanggal 31Desember2019. PRES I DEN