Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusan ...
Relevan terhadap 2 lainnya
KPBU IKN dilaksanakan dengan tujuan: kebutuhan pendanaan khususnya untuk pembangunan dan Ibu Kota a b Nusantara secara berkelanjutan dalam penyediaan Infrastruktur melalui peran serta dana swasta; mewu.judkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu; menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha pelaksana dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan prinsip persaingan usaha secara sehat; dan/atau memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana dalam Penyediaan Infrastruktur. c d b
Berdasarkan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat ^(1) dan/atau hasil identifrkasi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), PJPK menetapkan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat ^(2) huruf b. Pasal 21 (1) Hasil identifrkasi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dituangkan dalam dokumen identilikasi. (21 Penatausahaan dokumen hasil kegiatan perencanaan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dilakukan berbasis elektronik secara bertahap. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses/mekanisme perencanaan KPBU IKN termasuk tetapi tidak terbatas pada penetapan daftar rencana KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Paragraf 5 Penganggaran KPBU IKN Pasal 22 Penganggaran KPBU IKN sslag4imana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (21 huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
PJPK menganggarkan dana perencanaan, penyiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjian KPBU IKN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
PJPK menganggarkan dana pengembalian investasi kepada Badan Usaha Pelaksana dalam rangka KpBU IKN dalam APBN dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, kapasitas liskal nasional dan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri. Paragraf 6 Penyiapan KPBU IKN Pasal 23 (1) Penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan oleh PJPK dengan menrusun dokumen yang memuat antara lain:
prastudi kelayakan;
rencana Dukungan Pemerintah dan jaminan Pemerintah;
penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana; dan
ketersediaan tanah untuk KPBU IKN, dalam hal proyek Infrastruktur membutuhkan lahan. (2) Penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi oleh Menteri atau badan usaha atau lembaga/organisasi internasional berdasarkan kesepakatan dengan Kepala Otorita lbu Kota Nusantara. (3) Penyiapan KPBU IKN yang difasilitasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan salah satu bentuk Dukungan Pemerintah. (4) Penyiapan KPBU IKN yang difasilitasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (21 perlu memperhatikan kesinambungan fiskal nasional. PasaL24 (1) Penatausahaan dokumen penyiapan KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) dilakukan berbasis elektronik secara bertahap. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
b proses/mekanisme penyiapan KPBU IKN, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaa.n pembangunan nasional; dan tata cara pengadaan badan usaha atau lembaga/organisasi internasional dalam rangka pemberian fasilitas penyiapan KPBU IKN, diatur dalam peraturan Lembaga yang urusan pemerintahan di Pasal 25 (1) Transaksi KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, dilakukan oleh PJPK dengan kegiatan paling sedikit:
pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
penandatanganan perjanjian KpBU IKN; dan
pemenuhan pembiayaan penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha ^pelaksana. (21 Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ay.at (l) huruf a, dilaksanakan setelah PJPK menyelesaikan penJrusunan dokumen kegiatan lingkungan hidup, penetapan lokasi dan pengadaan lahan, pengajuan penjaminan serta Duliungan Pemerintah dan izir: pemanfaatan BMN dan/atau BMD, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (3) Perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditandatangani oleh pJpK dengan Badan Usaha Pelaksana. bidang kebiiakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Paragraf 7 Transaksi KPBU IKN Pasal 26 (1) Pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
setelah Badan Usaha Pelaksana menandatangani perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Badan Usaha Pelaksana harus memperoleh pembiayaan untuk KPBU IKN paling lama 4 (empat) bulan sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian KPBU IKN;
perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dinyatakan terpenuhi apabila: l) perjanjian pinjaman untuk membiayai KPBU IKN telah ditandatangani; dan 2l sebagian pinjaman sslagairnan4 dimaksud pada angka 1), telah dapat dicairkan untuk memulai pekerj aan konstruksi;
dalam hal perolehan pembiayaan untuk KPBU IKN terbagi dalam beberapa tahapan, perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dinyatakan terpenuhi apabila: l) perjanjian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan konstruksi Infrastruktur telah ditandangani; dan 2l sebagian pinjaman sebagaimana dimaksud pada angka l) telah dapat dicairkan untuk memulai pekerj aan konstruksi; (2t (3) d. dalam hal terlampauinya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a Badan Usaha Pelaksana belum memperoleh pembiayaan, Badan Usaha Pelaksana dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu kepada PJPK disertai dengan penambahan nilai jaminan;
perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf d, diberikan paling lama 2 (dua) bulan;
dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf e terlampaui dan Badan Usaha Pelalsana tidak memperoleh pembiayaan, perjanjian KPBU IKN dinyatakan berakhir; dan C. ^dalam ^hal ^perjanjian ^KPBU IKN ^berakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf f, PJPK dapat melaksanakan pengadaan ulang Badan Usaha Pelaksana. Dalam rangka mempercepat pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, Badan Usaha Pelaksana dapat menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan/atau lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai:
proses/mekanisme transaksi KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah rekomendasi dari Menteri; pengadaan untuk Badan Usaha Pelaksana diatur dalam peraturan Lembaga yang urusErn pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah; dan/atau b c Paragraf 8 Pelaksanaan Perjanjian KPBU IKN berkoordinasi dengan urusan perolehan pembiayaan dalam rangka KPBU IKN diatur dalam peraturan menteri yang urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah berkoordinasi dengan Lembaga yang urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 27 (l) Dalam hal perolehan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c terpenuhi, Badan Usaha Pelaksana dan PJpK melaksanakan tahapan perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d. (21 Pada masa konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana, Badan Usaha pelaksana menyerahkan laporan hasil konstruksi penyediaan Infrastruktur yang paling sedikit memuat perkembangan dan informasi nilai wajar konstruksi Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha pelaksana kepada PJPK setiap semester dan/atau saat diperlukan PJPK. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses/mekanisme pelaksanaan perjanjian KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (l), diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional setelah Lembaga pemerintahan yang di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, dan Menteri. setelah mendapat rekomendasi dari Pasal 28 (1) Dalam hal jangka waktu perjanjian KPBU IKN telah berakhir, Badan Usaha Pelaksana menyerahkan aset KPBU IKN kepada PJPK atau ditentukan lain berdasarkan Peraturan Menteri. (21 Penyerahan aset KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian KPBU IKN paling sedikit memuat:
kondisi aset yang dialihkan;
tata cara pengalihan aset;
status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada ^pJpK;
status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga; dan
pembebasan PJPK dari segala tuntutan hukum yang timbul setelah penyerahan aset sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tata kelola yang berlaku. Paragraf 9 Pengembalian Investasi Badan Usaha Pasal 29 (1) PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan yang wajar Badan Usaha pelaksana. (21 Pengembalian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Penyediaan Infrastruktur dapat dilakukan melalui skema:
pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif (user pagmentl;
Auailabilitg Pagment; dan/atau
bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 30 (1) Untuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana yang bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (21 huruf a, PJPK menetapkan tarif awal atas Penyediaan Infrastruktur. (2) Tarif awal dan penyesuaiannya ditetapkan untuk memastikan pengembalian investasi yang meliputi:
penutupan biaya modal;
biaya operasional; dan
keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu. Pasal 31 (1) Dalam hal berdasarkan pertimbangan PJPK, tarif awal dan penyesuaiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3O ayat (21 belum dapat ditetapkan untuk mengembalikan seluruh investasi Badan Usaha Pelaksana, tarif dapat ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna. (21 Untuk tarif yang ditentukan berdasarkan kemampuan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Pelaksana dapat diberikan Dukungan Pemerintah sehingga Badan Usaha Pelaksana dapat memperoleh investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Dalam hal KPBU IKN dengan skema pengembalian investasi bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif diprakarsai oleh PJPK, dapat diberikan Dukungan Pemerintah yang bersumber dari APBN dalam bentuk dukungan sebagian konstruksi, Dukungan Kelayakan, dan/atau dukungan penjaminan infrastruktur. Pasal 32 (1) Untuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana yang bersumber dari Auailabilitg Pagment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, PJPK menganggarkan dana Auailabilitg Pagment urftuk Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelaksana pada masa operasi selama jangka waktu yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama dengan memperhatikan kapasitas fiskal PJPK. (21 Penganggaran dana Auailabilitg Pagment sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhitungkan:
biaya modal;
biaya operasional; dan/atau
keuntungan yang wajar Badan Usaha Pelaksana. Pasal 33 (1) Dalam hal dibutuhkan untuk memastikan kelayakan proyek, proyek KPBU IKN dengan skema pengembalian investasi yang bersumber dari Auailabilitg Pagment, dapat diberikan dukungan yang bersumber dari APBN. (2) Bentuk dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) termasuk tetapi tidak terbatas pada penjaminan infrastruktur, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau Dukungan Kelayakan. Paragraf 10 Prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN Pasal 34 (1) PJPK melakukan pembayaran AuailabilitA PdAment kepada Badan Usaha Pelaksana apabila telah terpenuhinya kondisi sebagai berikut:
Infrastruktur yang dikerjasamakan telah dibangun dan dinyatakan siap beroperasi; dan
PJPK menyatakan bahwa Infrastruktur telah memenuhi indikator layanan Infrastruktur sebagaimana diatur dalam Perjanjian KPBU IKN. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Auailability Pagment diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 35 (1) PJPK memprakarsai Penyediaan Infrastruktur yang akan dengan badan usaha melalui (2t skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN. Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1), badan usaha dapat mengajukan prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN kepada PJPK. Penyediaan Infrastruktur yang dapat diprakarsai badan usaha yaitu yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
tercantum dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan/atau Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara;
layak secara ekonomi dan finansial; dan
c. badan usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. (4) Badan usaha pemrakarsa wajib menyusun studi kelayalan atas Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diusulkan. Pasal 36 (l) Badan usaha pemrakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN dapat diberikan alternatif kompensasi sebagai berikut:
pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen);
pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh badan usaha pemrakarsa terhadap penawar terbaik {right to matcfi; atau
pembelian prakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh PJPK atau oleh pemenang proses pengadaan. l2l ^Pemberian ^kompensasi ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (l), dicantumkan dalam persetqluan PJPK. (3) Dalam hal badan usaha pemrakarsa telah mendapatkan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh studi kelayakan dan dokumen pendukungnya, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya beralih menjadi milik PJPK. (41 PJPK dapat mengubah atau melakukan terhadap studi kelayakan dan pendukungnya. dokumen PRES!OEN REPUELIK INDONES Pasal 37 (1) Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diprakarsai badan usaha dapat diberikan jaminan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. l2l ^Skema ^pengembalian ^investasi Badan Usaha Pelaksana untuk Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN yang diprakarsai badan usaha dapat bersumber dari pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif atau bersumber dari Auailabilitg Payment sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 11 Dukungan Pemerintah Pasal 38 Dalam rangka mendukung KPBU IKN, Menteri, menteri, kepala kmbaga, kepala daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memberi Dukungan Pemerintah sesuai dengan kewenangan dan kebutuhan proyek. Pasal 39 Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 terdiri atas:
dukungan dari Kementerian, Lembaga, pemerintah daerah, dan/atau Otorita Ibu Kota Nusantara; dan/atau
dukungan dari Menteri dengan tetap memperhatikan kapasitas fiskal nasional, antara lain berupa:
fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi KPBU IKN;
Dukungan Kelayakan;
insentifperpajakan; 4l penjaminan Pemerintah; dan/atau
Pemanfaatan BMN. Pasal 40 (1) Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b angka 4) dilaksanakan melalui rangkaian proses penjaminan infrastruktur yang dilakukan dengan mekanisme satu pelaksana oleh badan usaha penjaminan infrastruktur (single uindow policAl. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a diatur oleh menteri, kepala Lembaga, kepala daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
bentuk dan tata cara pemberian Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 41 (l) Dalam rangka mempercepat Penyediaan Infrastruktur di Ibu Kota Nusantara, perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan dapat bertindak sebagai penyedia pembiayaan infrastruktur. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan pembiayaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan nasional dan kmbaga yang urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Bagran EtrEIEtrN REPIIBLIK INDONESIA Bagian Ketujuh Pajak Khusus dan Pungutan Khusus IKN Pasal 42 (1) Dalam rangka pendanaan untuk Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. (21 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (3) Pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai Pajak Khusus IKN dan Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. (4) Dasar pelaksanaan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/atau Pungutan Khusus IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia. Paragraf 1 Pajak Khusus IKN Pasal 43 Jenis Pajak Khusus IKN yang dapat dipungut oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 terdiri atas:
Pajak Kendaraan Bermotor;
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Pajak Alat Berat;
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
Pajak Air Permukaan;
Pajak Rokok;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas:
Makanan dan/atau Minuman;
Tenaga Listrik;
Jasa Perhotelan;
Jasa Parkir; dan
Jasa Kesenian dan Hiburan. j. Pajak Reklame;
PajakAirTanah; L Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan
Pajak Sarang Burung Walet.
KPBU IKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (21 huruf b dilakukan berdasarkan prinsip:
kemitraan, yaitu kerja sama antara pemerintah dengan Badan Usaha Pelaksana dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan persyaratan yang mem kebutuhan kedua belah pihak; kemanfaatan, yaitu penyediaan layanan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah dengan Badan Usaha Pelaksana untuk memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagr masyarakat; bersaing, yaitu pengadaan mitra kerja sama Badan Usaha Pelaksana dilakukan melalui tahapan pemilihan yang adil, terbuka, dan transparan, serta memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat; pengendalian dan pengelolaan risiko, yaitu kerja sama penyediaan layanan infrastruktur dilakukan dengan penilaian risiko, pengembangan strategi pengelolaan, dan mitigasi terhadap risiko; efektif, yaitu kerja sarna penyediaan layanan infrastruktur mampu mempercepat pembangunan sekaligus kualitas pelayanan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur; dan efisien, yaitu kerja sama penyediaan layanan infrastruktur mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui dukungan dana swasta. c d e f. Pasal 15 (l) Infrastruktur lbu Kota Nusantara yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur berdasarkan Peraturan Pemerintah ini mencakup Infrastruktur Ibu Kota Nusantara yang tercantum dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. (21 Infrastruktur Ibu Kota Nusantara yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penahapan pembangunan, yang memuat paling sedikit: rencana proyek/aktivitas/ guna lahan; indikasi skema pembiayaan; dan indikasi waktu tersedianya layanan Infrastruktur.
Paragraf 2 Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN Pasal 16 (1) Dalam pelaksanaan Ke{a Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN, menteri, kepala Lembaga, direksi badan usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai tugas dan fungsinya bertindak sebagai PJPK. (21 Dalam hal terjadi peralihan kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Negara yang sebelumnya dilaksanakan oleh Kementerian/ Lemba ga menjadi dilakukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan perubahan PJPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. SIDEN !NDONES (3) Dalam bertindak sebagai PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri, kepala Lembaga, direksi badan usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara bertugas dan bertanggung jawab sebagai penyedia dan/atau penyelenggara Infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Tahap Pelaksanaan KPBU IKN
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Kementerian Koperasi dan Usaha Keci ...
Relevan terhadap
Tarif layanan pembiayaan dana bergulir dengan pola syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan tarif pembiayaan dana bergulir dalam bentuk imbal hasil sesuai dengan prinsip syariah.
Imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk persentase nisbah (bagi hasil) dan/atau persentase margin untuk pembiayaan dana bergulir dengan pola syariah baik penyaluran tanpa melalui lembaga perantara maupun penyaluran melalui lembaga perantara.
Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tarif layanan tertinggi yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempertimbangkan evaluasi tarif yang dilakukan secara periodik oleh Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang paling sedikit meliputi:
kinerja penerima pembiayaan;
imbal hasil kepada debitur dan/atau anggota koperasi;
tujuan pembiayaan; dan/atau
wilayah penyaluran.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tarif pembiayaan dana bergulir dengan pola syariah diatur dalam perjanjian antara Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan koperasi, pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan/atau Lembaga perantara.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit memuat:
jangka waktu pembiayaan;
pengembalian pokok pembiayaan;
pembayaran bagi hasil pembiayaan;
pembayaran jasa pembiayaan;
sanksi;
peninjauan kembali pembiayaan;
jaminan;
tingkat nisbah (bagi hasil) dan/atau margin pada debitur; dan/atau
denda.
Pengelolaan Barang Milik Negara Hulu Minyak dan Gas Bumi
Relevan terhadap
bahwa untuk pengelolaan barang milik negara yang berasal dari pelaksanaan Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.06/2019 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
bahwa untuk menyikapi perkembangan bisnis dan meningkatkan dukungan pemerintah pada industri hulu minyak dan gas bumi, serta untuk mendorong peningkatan investasi dalam negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.06/2019 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi perlu ditinjau kembali;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 104 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Hulu Minyak dan Gas Bumi;
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan ...
Relevan terhadap 1 lainnya
Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form IC-CEPA untuk pengenaan Tarif Preferensi.
Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/ Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form IC-CEPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, untuk menyerahkan dokumen berupa:
copy through bill of lading yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor, dokumen pengangkutan, dokumen pergudangan, atau dokumen komersial lain yang berkaitan; atau
dokumen atau informasi lainnya, apabila ada, yang diberikan oleh otoritas pabean di negara selain Negara Anggota atau entitas relevan lainnya yang membuktikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
SKA Form IC-CEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat disampaikan secara elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai dengan:
mekanisme e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
hasil kesepakatan Negara Anggota.
Dalam hal SKA Form IC-CEPA disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form IC-CEPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form IC-CEPA yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:
tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
tata cara importasi dan penelitian yang diatur berdasarkan hasil kesepakatan Negara Anggota.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antar Negara-Negara Anggota D-8 ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Terhadap barang impor yang pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum dikeluarkan dari TPB, PLB, Kawasan Bebas, atau KEK ke TLDDP, dapat diberikan Tarif Preferensi.
Untuk dapat diberikan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK harus menyerahkan lembar asli SKA Form D-8 paling lambat 4 (empat) bulan sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan:
SKA Form D-8 dibuat sesuai dengan ketentuan Pasal 7; dan
SKA Form D-8 dibuat terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.
Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota untuk tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), apabila dimintakan pembuktiannya, Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus menyerahkan dokumen berupa:
through bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor yang menunjukkan keseluruhan rute perjalanan dari Negara Anggota pengekspor, termasuk kegiatan transit dan/atau transhipment , sampai ke Daerah Pabean;
dokumen atau informasi lainnya yang diberikan oleh otoritas kepabeanan dari negara selain Negara Anggota atau entitas relevan lainnya; atau
dokumen pendukung yang membuktikan pemenuhan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2), kepada Pejabat Bea dan Cukai.
Tarif Preferensi dapat diberikan atas Barang Originating tertentu dari Negara Anggota, yang diimpor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap yang disebabkan tidak dapat dilakukan dalam satu kali pengiriman dengan pertimbangan transportasi ( Importation by Instalments ).
Barang Originating tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sebagai 1 (satu) jenis barang untuk menentukan kriteria asal barang ( origin criteria ), dengan memperhatikan Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS) butir 2 (a), dan termasuk dalam struktur klasifikasi Harmonized System (HS) Bagian XVI dan XVII atau pos 73.08 dan 94.06 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor.
Tarif preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai sebelum penyampaian pemberitahuan pabean impor pertama.
Untuk mendapatkan tarif preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK menyampaikan permohonan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan.
Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, terhadap Barang Originating tersebut dapat menggunakan 1 (satu) SKA Form D-8 yang sama untuk keseluruhan pengiriman yang dilaksanakan secara bertahap tersebut.
Penyerahan SKA Form D-8 sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan bersamaan dengan pemberitahuan pabean impor yang pertama kali disampaikan kepada Kantor Pabean tempat pemasukan.
Penyampaian pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud ayat (8) dilakukan dengan mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form D-8 dalam setiap pemberitahuan pabean impor yang diajukan dalam setiap pengiriman.
Pemasukan barang impor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat persetujuan.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya jangka waktu persetujuan pemasukan barang impor dalam keadaan belum dirakit, terbongkar atau terurai, dan dikirimkan secara bertahap, berdasarkan permohonan oleh Importir, Penyelenggara/ Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
Tata cara permohonan dan penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas Barang Originating tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) tercantum dalam Lampiran huruf A angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pemeriksaan Pajak
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Undang-Undang Akses Informasi Keuangan adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Lengkap adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang mencakup seluruh pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
Pemeriksaan Terfokus adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terfokus pada satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam.
Pemeriksaan Spesifik adalah Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.
Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang pengenaannya sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak bumi dan bangunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Pajak Penjualan adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1968 tentang Perobahan/Tambahan Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Seorang Kuasa yang selanjutnya disebut Kuasa adalah seorang yang menerima surat kuasa khusus dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
Wakil Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Wakil adalah wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan yang merupakan objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan minyak dan gas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan mineral atau batubara, dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya.
Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Wajib Pajak telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang dilampiri dengan lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Surat Pemberitahuan Objek Pajak.
Pemeriksa Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik ( electronic mail ), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi.
Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak termasuk media penyimpan data dan akses data yang dikelola secara elektronik dan benda lain yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk Data Elektronik dan benda-benda lain.
Pembahasan Temuan Sementara adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan sementara Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara untuk memberikan keyakinan bahwa temuan telah didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi hasil pengujian Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang, dan perhitungan sementara dari sanksi dan/atau denda administratif.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang dan perhitungan sanksi dan/atau denda administratif.
Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir adalah laporan yang berisi penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak atau surat ketetapan pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya denda administratif, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai wewenang melaksanakan tugas dan fungsi Pemeriksaan yang menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pajak.
Standar Pemeriksaan adalah standar yang digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai acuan dalam melaksanakan Pemeriksaan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Per ...
Relevan terhadap
Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi kriteria dan syarat sebagai berikut:
berskala industri kecil atau industri menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atau ayat (2);
melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan bahan baku untuk tujuan ekspor;
dalam hal seluruh atau sebagian bahan baku sebagaimana dimaksud pada huruf b berasal dart luar daerah pabean:
telah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling singkat 2 (dua) tahun; atau
telah memiliki kontrak penjualan ekspor dalam hal badan usaha melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b kurang dart 2 (dua) tahun;
dalam hal seluruh bahan baku sebagaimana dimaksud pada huruf b berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, badan usaha telah memenuhi realisasi ekspor paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari hasil penjualan tahunan selama jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir;
merupakan badan usaha yang Qerdiri send _ iri, bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil lain, usaha menengah lain, atau usaha besar;
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi yang berlaku untuk waktu paling singkat selama 2 (dua) tahun untuk tempat melakukan kegiatan produksi dan tempat penyimpanan Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Hasil Produksi;
bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang yang dibe1ikan:
fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4); dan
fasilitas pembebasan Mesin dan/atau Barang Contoh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan
bersedia bertanggungjawab dalam hal terjadi penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan.
Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hams mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik afau lokasi kegiatan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
Nomor Induk Berusaha ;
jenis, nomor, dan tanggal izin usaha beserta perubahannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
jenis, nomor, dan tanggal bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi;
nomor dan tanggal kontrak penjualan ekspor , dalam hal badan usaha melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kurang dari 2 (dua) tahun;
daftar rencana Barang dan/atau Bahan;
daftar rencana Hasil Produksi;
daftar rencana hasil . produksi tujuan ekspor yang berasal dari tempat lain dalam daerah pa bean;
daftar badan usaha penerima subkontrak, dalam hal terdapat proses produksi yang alrnn disubkontrakkan;
data jumlah investasi, tenaga kerja, aset, utang, dan permodalan;
data indikator kinerja utama (key performance indicator) yang ditargetkan oleh badan usaha untuk mengukur manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari pemanfaatan fasilitas KITE IKM, seperti peningkatan pajpk penghasilan badan, peningkatan investasi, dan peningkatan tenaga kerja; dan
tanggal kesiapan untuk pemeriksaan lokasi serta dilakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria.
Dalam hal izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dapat menunjukkan informasi mengenai skala industri, badan usaha harus menyertakan dokumen yang dapat menunjukkan informasi mengenai kekayaan bers i h, nilai investasi , atau hasil penjualan tahunan.
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam
Relevan terhadap
Pengeiolaan BMKT bukan ODCB sebagaiman.a dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dilakukan melalui:
Pengangkatan BMKT; dan/atau
Pemanfaatan BivIKT. BAB II PENGANGKATAN BENDA MUATAN KAPAL TENGGELAM Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan di:
wilayah perairan; atau
zona tambahan. (2) Pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud pada avat (1) dilakukan pada titik koordinat lokasi BMKT dengan radius 500 (lima ratus) meter. Pasal 5 (1) Pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan oleh Pelaku Usaha melalui perizinan berusaha. t2) ^Perizinan ^berusaLra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuarr peraturan perundang-undangan di bidang perizinan berusaha berbasis risiko. Pasal 6 (1) Pengangkatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan melalui tahapan:
pengambilan BMKT; dan
pemindahan BMKT. (2) Pengangkatan BMKI' sebagaima.na dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan penanganan BMKT. Bagian Eagian Kedua Pengambilan Benda Muatan Kapal Tenggelam Pasal 7 (1) Pengambilan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan melalui penyeiaman oleh penyelam yang mertriliki sertifikat spesialisasi penyelaman teknik. (2) Penyelaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
kondisi BMKT;
ekosistem lcrut; dan
keselamatan manusia. (3) Sertifikat spesialisasi penyelaman teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga. yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. {41 ^Pengambilan ^BMKT ^dilaksanakan sesuai derrgan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan. Bagian Ketiga Pemindahan Benda Muatan Kapal Tenggelam Pasal 8 (1) Pemindahan BMKT sebagaimana dimaksud daiam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan dari kapal ke tempat penyimpanan. (2) Pemindahan BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara hati-hati untuk mencegah kerusakan BMKT.
Pemindahan a. pengepakan; dan
pengangkutan. (4) Pemindahan BMKT dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga.n mengenai standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan. Pasal 9 (1) Penanganan BMKT sebagaimana dimaksuci dalam Pasal 6 ayat (2) dilakuka-n di:
kapal; dan
gudang penyimpanan. (2) Penanganan BMKT di kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hur: uf a dilakukan dengan cara:
pembersihan;
perendaman; dan
pengepakan. (3) Penanganan BMKT di gudang penyimpanan sebagaimana dimaksuri pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara:
perendaman lanjutan;
pengklasifikasian;
perrberia-n identitas; dan
penyirnpanan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. 7 Pasal 10 (1) Pengambilan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan pemindahan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal I ayat (1) harus dilakukan pencatatan dan pendokumentasian. (21 Pencatatan dan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pihak yang melakukan pengambilan BMKT. (3) Pencatata.n dan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2l.dilakukan verifikasi. (4) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
pengecekan ulang ^jenis dan ^jumlah barang yang dilakukan pengambilan dan pemindahan; dan
pemeriksaan kesesuaian terhadap pencatatan dan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan dan pendokumentasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 1 I Kewenangan Pengarrgkatan BMKT bukan ODCB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilaksanaken sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PEMANFAATAN BENDA MUATAN KAPAL TF]NGGELAM Pasai 12 Pemanfaatan BMKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan secara:
insitu a. irtsitu; atau
penjualan melalui lelang. Pasal 13 (1) Pemanfaatan BMKI yang dilakukan secara insittt sebagaimana dimaksud dalam Pasal L2 hur-uf a dilakukan pada lokasi penemuan BMKT. (2i Pemanfaatan BMKT secara insitu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
pengelolaan kawasan konservasi; dan/atau
pengelolaan wisata bahari. (3) Pengelolaan kawasan konservasi dan/atau pengelolaan wisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diiaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. Pasal 14 (1) Pemanfhatan BMKT yang dilakukan secara penjualan melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan tertradap BIVIKT yang diangkat dan tidak dimanfaatkan secara insitu. (2) Penjualan melalui lelang BMKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kantor pelayanan yang membidangi lelang negara sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan di bidang lelang atas permohonan Menteri. (3) Penjualan melalui lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan penilaian BMKT. (4) Peniiaian BMKT sebagaimana. dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik yang ditunjuk oleh Menteri. 9 (5) Penilai pemerintah sebagaimana dimaksud pada alrat (4) merupakan pegawai negeri sipil di lingkungarr pemer: intah yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan penilaian, t"ermasuk atas hasil penilaiannya secara independen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Penilai publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4i merupakan penilai selain penilai pemerintah yang mempunyai izin praktik penilaian dan menjadi anggota asosiasi penilai yang diakui oleh Pemerintah Pusat. Pasal 15 (1) Hasil bersih dari penjualan melalui ielang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diserahkan kepada Menteri selaku penjual. (21 Hasil bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil penjualan setelah dikurangi dengan bea lelang sesuai dengan ketentuan di bidang lelang. (3) Hasil bersih dari penjualan meialui lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pembagian bersih dengan ketentuan:
45o/o (empat puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat; dan
55o/o (lima puluh lima persen) untuk Pelaku Usaha. (41 Menteri selaku penjual menyetorkan hasii pembagian bersih yang diberikan kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke kas negara.
Dalam 10 (5) Dalam hal BMKT tidak terjual dalam 3 (tiga) kali pelaksanaan penjualan melalui lelang, BMKT dapat dibagi dalam bentuk barang. (6) Pembagian dalam bentuk barang sebagaimana dimaksurl pada ayat (5) dilakukan dengan ketentuan:
45o/o (empat puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat; dan
55% (lima puluh lima persen) untuk Pelaku Usaha. (7) Pem.bagian daiarrr bentuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan berdasarkan jumlah barang dengan klasifikasi dan kualitas yang sama sesuai dengan nilai yang tertuang dalam laporan peniiaian. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
terhadap BMKT yang telah diangkat oleh perrrsahaan sebelum berlakunya PeratLrran Presiden ini, namun belum diselesaikan status pemanfaatannya antara Pemerintah Pusat dan perusahaan, dilakukan pengkajian oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cagar budaya;
BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf ^a. ditetapkan sebagai ODCB atau bukan ODCB berdasarkan pengkajian oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan; n penetapan 11 c. penetapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan diterima oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan;
dalam hal BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf b ditetapkan sebagai:
ODCB maka pengelolaannya dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebudayaan; atau
bukan ODCB maka pengelolaannya dilakr.rkan oleh kementerian yang menyelenggarakan Llrlrsan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;
dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf c BMKT belum ditetapkan seba.gai ODCB atau bukan ODCB, terhadap BMKT tersebut ditetapkan menjadi brrkan ODCB;
terhadap BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf d, pemanfaatannya dilakukan meialui pembagian BMKT dalam bentuk barang dengan ketentuan 50% (lima puluh persen) menjadi bagian Pemerintah Pusat dan 50% (lima puluh ^persen) menjadi milik perusahaan berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik;
penyelesaian pembagian BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf f dilakukan dalarn ^jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan;
pembagian BMKT sebagaimana dimaksud dalam huruf f dilaksanakan oleh Menteri setelah BMKT dipilih sebagai koleksi negara; dan
BMKT yang menjadi bagian Pemerintah Rrsat dilakukan:
penetapan sebagai barang milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang i<euangan; dan f atau 2. peiualan melalui lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang. BAB V KETENTUAN PENUTUP
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran pada Kementerian Sekretariat Negara ...
Relevan terhadap
Terhadap kegiatan tertentu dan/atau pengguna jasa tertentu dapat diberikan tarif layanan sampai dengan Rp0,00 (nol Rupiah) dari tarif layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
kegiatan kenegaraan dan kepemerintahan;
untuk kepentingan umum, sosial, dan keagamaan;
menjalankan misi khusus dari pemerintah; dan/atau d. kegiatan tingkat regional, nasional dan/atau internasional yang tidak bersifat komersial.
Pengguna jasa tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pemberian tarif layanan sampai dengan Rp0,00 (nol Rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran pada Kementerian Sekretariat Negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Direktur Utama Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran pada Kementerian Sekretariat Negara.