Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 te ...
Relevan terhadap
• Berikutnya adalah ada fakta-fakta lain yang bisa menjadi sumber pembiayaan pelayanan kesehatan di Indonesia. Subsidi BBM di tahun 2012, di Undang-Undang Nomor 22, sebesar 123 triliun, bila saja separuhnya atau sebagiannya direalokasi untuk jaminan kesehatan, maka akan ada dananya yang cukup melimpah untuk belanja kesehatan. Yang kedua, belanja pegawai di tahun 2012 sebesar Rp 215 triliun yang terdiri dari gaji, tunjangan, honor, vakasi, dan kontribusi sosial jika sebagiannya direalokasikan ke pelayanan kesehatan juga akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Yang ketiga, menaikkan perolehan pajak dari sumber-sumber pajak baru, misalkan dengan menerapkan pajak pada transaksi keuangan, menaikkan tarif pajak PPN 2% sampai 5% dan tambahan pajak atau cukai untuk rokok dan penaikan pajak kepada industri swasta. • Hasil yang kita raih, terkait dengan kesehatan bisa dilihat dari capaian Human Development Index Indonesia pada tahun 2011. Kita berada pada urutan 124 atas 187 negara yang tersurvei. Sungguh ranking yang mengejutkan karena pada tahun 2010 kita berada pada ranking 108 dari 169 negara yang tersurvei. Dan posisi Indonesia ini berada jauh di bawah Singapura yang berada di ranking 26, Brunei Darussalam di ranking 33, Malaysia di ranking 61, Sri Lanka yang berada di atas kita juga di ranking 97, Thailand 103, dan Filipina 112. Dari negara-negara di ASEAN kita kalah dengan beberapa negara yang sepentaran dengan kita. Kita juga mendapati beberapa kondisi kesehatan yang ada di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2010. Kita mendapatkan data yang sangat mencengangkan bagaimana persalinan ibu melahirkan yang menggunakan fasilitas kesehatan hanya 55,4%, sedangkan yang melakukan di rumah dan tempat lainnya 43,2%. • Kemudian kita mempunyai kondisi angka kematian ibu yang sungguh juga cukup memprihatinkan. Dari target Millennium Development Goals tahun 2015 yang akan menurunkan angka kematian ibu sejumlah 102, posisi kita hari ini masih pada angka 226. Kalau tidak ada effort yang sungguh luar biasa, tentu ini akan sulit untuk dicapai. Kondisi kesehatan yang lain, sebagai contoh penguat adalah tempat pelayanan KB. Total dari survei yang dirilis oleh Depertemen Kesehatan, Riskesdas 2010, tempat pelayanan KB yang dipilih oleh masyarakat atau oleh perempuan kita dan
Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. ...
Pengujian UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap UUD Negara RI 1945 ...
Relevan terhadap
Ayat (1) : Untuk memperoleh penetapan sebagai Kawasan Pabean, Pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara atau Tempat Lain mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 21 G. Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai kepada Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai (KWBC) Kalimantan Bagian Barat tembusan Direktur Teknis Kepabeanan, Direktur Penindakan dan Penyidikan, Direktur Perencanaan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai (PPKC), dan Kepala Pusat Kepatuhan Internal (PUSKI) Nomor S-70/BC/2014 tanggal 30 Januari 2014 hal Keberadaan Kawasan Pabean Terkait Pemenuhan Kewajiban Pabean menyatakan:
“Berdasarkan ketentuan tersebut di atas disimpulkan bahwa: pemenuhan kewajiban pabean dianggap sah apabila:
dilakukan di kantor pabean;
ii. kantor pabean tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan iii. penerimaan atas pungutan negara disetorkan ke kas negara b. keberadaan Kawasan Pabean dimaksudkan untuk memudahkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam melakukan pelayanan dan pengawasan kepabeanan, sehingga sahnya pemenuhan kewajiban pabean tidak tergantung adanya kawasan pabean”. H. Angka 2, angka 5, dan angka 6 Surat Plh. Direktur PPKC kepada Kakanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat tembusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor S-441/BC.8/2015 tanggal 21 Mei 2015 hal Penegasan Kewajiban Pabean di Perbatasan Darat Kalimantan Bagian Barat menyatakan: Angka 2 : Kawasan perbatasan darat antar negara yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi merupakan simpul utama transportasi/perdagangan wilayah (domestik) dan internasional, termasuk kegiatan perdagangan impor dan ekspor yang di dalamnya terdapat kewajiban pabean Angka 5 : Kewajiban pabean sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam UU Kepabeanan, termasuk di antaranya pengajuan pemberitahuan pabean, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik barang, pembongkaran, penimbunan, dan pemungutan fiskal Angka 6 : Sesuai dengan Pasal 5 UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 22 Perubahan Atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Kantor Pabean merupakan tempat pemenuhan kewajiban pabean atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean baik melalui pelabuhan laut, Bandar udara termasuk pos lintas batas Negara;
Bahwa pada sekira bulan Agustus 2014 Pemohon dikejutkan dengan dikenakannya Perkara Tindak Pidana Korupsi terhadap dirinya, yang selanjutnya diketahui bahwa dasar persangkaan Tindak Pidana Korupsi a quo adalah adanya kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong dengan menggunakan dokumen PIB, yang menurut penafsiran aparat Penegak Hukum (POLRI dhi. Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Kejaksaan dhi. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat) bahwa Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang berada dibawah Wilayah Pengawasan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong tidak berhak melakukan kegiatan ekspor-impor, dikarenakan para aparat penegak hukum memahami Penjelasan Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan hanya sebatas pada “ Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai”, dengan mengesampingkan frasa “ dan menetapkan kantor pabean” .
Bahwa Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat adalah Kantor yang berada dibawah Direktorat Jenderal dan Bea Cukai yang bertugas untuk terpenuhinya dan/atau dilaksanakannya semua kegiatan dibidang kepabeanan dan dikenal dengan sebutan “Kantor Pabean” sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bahwa wilayah kerja “Kantor Pabean” Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat meliputi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong yang sejak tahun Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 23 1995 sudah melakukan kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB.
Bahwa ketika para aparat Penegak Hukum tidak hati-hati dalam melakukan penafsiran atas penjelasan dalam pasal suatu Undang-undang, dikarenakan Penjelasan pasal suatu Undang-Undang memang tidak begitu detil, yang berakibat terampasnya kemerdekaan seseorang, maka hal demikian ini merugikan hak konstitusional Pemohon serta mengakibatkan terlanggarnya Asas Kepastian Hukum.
Bahwa berdasar pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, Asas-asas umum penyelenggaraan Negara meliputi: (vide bukti tambahan P-21) 1. Asas Kepastian Hukum;
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
Asas Kepentingan Umum;
Asas Keterbukaan;
Asas Proporsionalitas;
Asas Profesionalitas; dan
Asas Akuntabilitas Bahwa berdasar Penjelasan Pasal 3 Angka 1 tentang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, yang dimaksud dengan "Asas Kepastian Hukum" adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. Bahwa dengan ini Pemohon merasa dirugikan ketika dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak mengatur secara tegas terkait kawasan pabean dan kantor pabean sehingga menimbulkan pemaknaan dan atau penafsiran, khususnya oleh para aparat penegak hukum dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang dialami oleh Pemohon.
Bahwa dalam perkara tindak pidana korupsi Nomor 02/Pid.Sus/TP.Korupsi/ 2015/Pn.Ptk para aparat penegak hukum mengadili Pemohon telah melakukan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 24 perbuatan tindak pidana korupsi berdasar pada Penafsiran Subjektif atas suatu penjelasan pasal dalam undang-undang, tanpa mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan yang ada maka Asas Kepastian Hukum pun seakan telah MATI.
Bahwa aparat penegak hukum seakan-akan mengabaikan fakta bahwa PPLB Entikong adalah masuk dalam wilayah kerja KPPBC Entikong, dimana KPPBC Entikong adalah Kantor Pabean yang sejak lahirnya Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah melakukan kegiatan Importasi dengan menggunakan dokumen PIB.
Bahwa sebagaimana bunyi Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, “ Untuk Pelaksanaan dan Pengawasan pemenuhan kewajiban pabean, ditetapkan kawasan pabean, Kantor Pabean, dan pos pengawas pabean ”. Penjelasan: Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean. Penunjukan pos pengawasan pabean dimaksudkan untuk tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean. 22. Bahwa Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terkait Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean, tidak secara tegas menjelaskan tugas dan fungsi kantor pabean, sehingga mengakibatkan akan banyaknya pemaknaan dan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 25 atau penafsiran terkait kawasan pabean atau kantor pabean yang berhak untuk kemudian melakukan kegiatan ekspor impor. __ 23. Bahwa ketika tidak ada batasan dan atau pengertian yang tegas kawasan pabean atau kantor pabean yang berhak melakukan kegiatan ekspor impor sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, hal ini kemudian sangat merugikan hak konstitusional Pemohon yang bertugas selaku Kepala Sie kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong yang meliputi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong.
Bahwa pada faktanya KKPBC Entikong (kantor pabean) meliputi PPLB entikong sudah sejak tahun 1995 sejak Undang-Undang Nomor 10 tentang Kepabeanan lahir sudah melaksanakan kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB, dalam artian sebenarnya Kantor Pabean juga sah untuk melakukan kegiatan impor dengan menggunakan PIB.
Bahwa kemudian pada faktanya juga aparat penegak hukum berpendapat yang berhak melakukan kegiatan ekspor impor hanyalah kawasan pabean dengan dasar pengertian “ Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai” 26. Bahwa kerugian Konsitusional pemohon jelas muncul ketika dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ” Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean”, tidak dimaknai sebagai satu kesatuan klausa, dimana yang berhak melakukan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang serta pengamanan keuangan Negara hanyalah kawasan pabean, dimana ada frasa kantor pabean dalam kalimat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 26 terakhir yang seharusnya dimaknai juga Kantor Pabean juga mempunyai tugas dan fungsi untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan Negara.
Bahwa Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini dirasakan kurang detil dan menimbulkan multitafsir sehingga kemudian menjadikannya bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari Pengelolaan Keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang- undang”, karena sangat merugikan Pemohon, dimana Pemohon sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya selaku Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong periode September 2008 sampai Maret 2011 memiliki kewajiban melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong untuk dapat dilakukannya pemungutan Bea Masuk (BM), PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) dari kegiatan ekspor-impor yang terjadi di PPLB Entikong guna memenuhi APBN untuk membiayai belanja pegawai dan belanja pembangunan di seluruh Indonesia, namun dikarenakan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tidak secara detil menegaskan terkait dimanakah sah nya untuk melakukan kegiatan ekpor impor tersebut, sehingga tugas dan fungsi Pemohon di kantor pabean dalam melakukan kegiatan ekpor impor juga dianggap tidak sah dan atau melanggar hukum.
Bahwa selanjutnya Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini kemudian bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” , hal ini dapat dilihat ketika Bahwa Pemohon selaku Kepala Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 27 Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong periode September 2008 sampai Maret 2011 yang telah bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya untuk melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong guna dilakukannya pemungutan BM, PNBP, dan PDRI untuk memenuhi APBN, seyogianya mendapatkan perlakuan yang adil dan layak, namun hal ini kemudian menjadi bertolak belakang dimana yang didapat pemohon adalah penghukuman terhadap dirinya, dikarenakan tugas dan fungsi yang telah dilakukan Pemohon sebagai kepala sie kepabeanan dan cukai di KPPC Entikong meliputi PPLB Entikong dianggap melanggar hukum, dikarenakan tidak ada penegasan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bahwa ketika Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak dimaknai dengan sempurna, maka mengakibatkan ketika menerapkan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan “ Penetapan kawasan pabean, Kantor Pabean, dan pos pengawasan pabean dilakukan oleh Menteri” juga menjadi tidak lengkap.
Bahwa hal perkara tindak pidana korupsi yang dikenakan pada Pemohon berdasar pada Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan, dimana aparat penegak hukum mendasarkan bahwa PPLB entikong di bawah KPPBC Entikong adalah kawasa pabean, namun dikarenakan belum ada penetapan dari menteri keuangan, maka segala kegiatan ekpor impor yang dilakukan oleh PPLB Entikong dibawah KPPBC Entikong menjadi tidak sah.
Bahwa ketika kembali lagi mengkaji Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ketika memang tiak dimaknai secara mendalam yang akan muncul adalah hanya kawasan pabean yang berhak Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan Negara Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 28 padahal dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tersebut juga terdapat frasa “dan menetapkan kantor pabean”, dengan demikian sebenarnya kantor pabean juga bertugas untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan Negara. Namun dikarenakan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tersebut tidak secara tegas menjelaskan dimanakah kegiatan ekspor impor dapat dilakukan, dikawasan pabean atau di kantor pabean, maka hal ini yang kemudian menjadikan munculnya berbagai pemaknaan dan/atau penafsiran (multitafsir) atas Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bahwa dalam pemeriksaan dipersidangan Perkara Tindak Perkara Korupsi Nomor 02/Pid.Sus/TP.Korupsi/2015/Pn.Ptk pun telah dihadirkan ahli terkait legalitas PPLB Entikong dibawah KPPBC Entikong bisa melakukan kegiatan ekspor - impor, adapun keterangan ahli adalah sebagai berikut: - Dwiyono Widodo (Kasi Impor DJBC), menerangkan bahwa bisa dilakukan impor di PPLB Entikong, dasarnya Pasal 1 Permendag Nomor 36 tahun 1995, yaitu (perdagangan lintas batas tradisional dan luar negeri), penetapan Menkeu untuk Kantor KPPBC Entikong, penugasan Pegawai Skep Menkeu untuk Kepala Kantor dan Skep Dirjen Bea dan Cukai untuk Pejabat yang lain, job description /tupoksi pegawai sesuai PMK Nomor 87 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Kemenkeu, dan ada penerimaan negara yang masuk ke Kas Negara, impor barang di Entikong ada 3, yaitu barang penumpang, lintas batas dan cargo umum, syarat- syarat sebagai importir SIUP, TDP, NPWP dan NIK, kriteria importasi dinyatakan sah, yaitu diajukan ke kantor Bea dan Cukai dasar pasal 5 ayat 1 UU Kepabeanan, tidak ada Tempat Penimbunan Sementara (TPS) bisa dilakukan importasi, alasannya TPS untuk menimbun, kalau di Entikong tidak ada penimbunan untuk apa ada TPS, ada dokumen (PIB, CD, dan KILB) dan dibayar BM, penetapan BM dasarnya adalah Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), penerimaan negara BM, PPN, dan PPh, di KPPBC Entikong ada PIB dengan jalur hijau (contoh impor listrik oleh PT. PLN), selain KPPBC Entikong ada kantor lain yang bisa dilakukan impor Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 29 meskipun belum ada penetapan kawasan pabean, pabean Entikong berarti kawasan pabean Entikong, surat tugas dari Direktur Teknis Kepabeanan, JPU Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UUK “untuk ... kawasan pabean dan pos pengawasan pabean (tanpa kantor pabean)”, Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UUK di KPPBC Entikong sudah sesuai karena barang sudah diajukan PIB, ditunjukkan contoh PIB (importir, pembayaran SSPCP ke loket, petugas siapa aja, SSPCP tanggal sama dengan PIB tanggal 24 Nop 2010 diterima Kasi Perbendaharaan Bonny Yulianto, penyetoran tidak ada masalah, yang penting pembayaran), di UU Kepabeanan tidak dikenal broker atau ekspedisi - Chatibul Umam (Kasi TPS DJBC), menerangkan bahwa bisa dilakukan impor di PPLB Entikong, bisa dilakukan proses importasi tanpa TPS karena TPS diperlukan apabila barang tidak langsung dikeluarkan, kalau langsung keluar berarti tidak diperlukan TPS, perbedaan Entikong dengan tempat lain (kalau pelabuhan besar perlu proses lebih lanjut), selain KPPBC Entikong ada 10 lebih Kantor BC yang bisa dilakukan impor meskipun belum ada penetapan kawasan pabean Atapupu, Jambi, Cilacap, dan Purwokerto, PMK dan Perdirjen tentang Penetapan Kawasan Pabean oleh Kakanwil berdasarkan permohonan Pengelola PPLB lebih dahulu, BC tidak bisa menetapkan kawasan pabean tanpa ada permohonan, persyaratan surat ijin usaha, bukti penguasaan lahan, NPWP, penunujukan sebagai lalu lintas barang dan denah lokasi - Prof. Zudan Arif Fakhrulloh (Staf Ahli Mendagri dan Ahli Hukum Administrasi), menerangkan bahwa diatur di Permendagri Nomor 18/2007 yaitu tradisional/PLB di bawah Bupati untuk Pas dan internasional/PPLB di bawah Gubernur untuk Pas/Paspor dan Ekspor-Impor, sampai saat ini tidak ada larangan dari Gubernur dimana UU Nomor 10/1995 ada BC yang menerima pemberitahuan pabean dan pungutan BM, tetapi yang mempunyai kewenangan satuan adalah instansinya, peran serta BNPP memfasilitasi CIQS: pembangunan besar-besaran sehingga lalu lintas ekspor-impor tidak terganggu karena diyakini ekspor-impor sudah berjalan, permohonan Pengelola PPLB/Gubernur belum ada sampai sekarang (sebagai Kantor sudah diberi kewenangan atributif sudah bisa Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 30 melaksanakan kewenangannya), pejabat yang bertindak dengan ada skep, tupoksi, prosedur impor dijalankan, out put BM/PDRI ada dan sudah dilakukan pemeriksaan instansi vertikal dengan hasil tidak ada penyimpangan berarti tindakannya dilindungi oleh UU. Semua kantor BC diberikan target (pengakuan institusi untuk mendapat pungutan), negara menggarong berarti mengembalikan pembayarannya dan dokumennya dianggap batal, hasil inspektorat dilihat sebagai referensi, Pasal 15-21 UU Nomor 30/2014 kewenangan/prosedur/substansi benar dilindungi hukum (aparat yang jujur), Kantor Pabean unsur sentral di lintas batas sesuai konvensi internasional dan PPLB memberi manfaat dan dampak ekonomi buat masyarakat sekitar;
Bahwa dalam pemeriksaan di persidangan perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor 02/Pid.Sus/TP.Korupsi/2015/Pn.Ptk juga menghadirkan saksi fakta yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
M. Tomi (Kasi Penindakan dan Penyidikan KPPBC Entikong periode September 2008 s.d. Juli 2009), menerangkan bahwa kegiatan ekspor- impor bisa lewat PPLB Entikong, dasarnya pasal 2 dan 5 UU Kepabeanan, tupoksi berdasarkan permenkeu, ada kegiatan penyidikan pelanggaran kepabeanan dan cukai dengan hasil P-21, dibenarkan melakukan penyidikan dan tidak ada larangan, semua importir sudah mempunyai ijin, yaitu SRP dari Bea dan Cukai, API dari Perdagangan, NPWP dari Pajak, tidak mengenal broker, mengetahui bukti PIB Nomor 50 tgl 8 Apr 2009, Abang Mulyadi pengawas pemeriksa, sudah ditandatangani dan stempel importir, PIB Nomor 52 tgl 13 Apr 2009, Dikki pengawas pemeriksa, pengajuan PIB sudah ditandatangani importir, mengetahui sosialisasi Permendag Nomor 56 tahun 2008 dengan hasil pembatasan barang impor tertentu dan untuk KILB tidak berlaku, tidak ada pemberitahuan dari importir kalau perusahaan dipinjam, ada laporan penegahan berupa 15 harian ke kanwil dan kantor pusat.
Wahid Ali Graha (Kasi Penindakan dan Penyidikan KPPBC Entikong periode Agustus 2009 s.d. Oktober 2010), menerangkan bahwa kegiatan ekspor-impor bisa melewati PPLB Entikong, dasarnya Pasal 2 dan Pasal 5 UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 31 tentang Kepabeanan, tupoksi berdasarkan permenkeu, ada kegiatan penyidikan pelanggaran kepabeanan dan cukai dengan hasil P-21, dibenarkan melakukan penyidikan dan tidak ada larangan, semua importir sudah mempunyai ijin, yaitu SRP dari Bea dan Cukai, API dari Perdagangan, NPWP dari Pajak, tidak mengenal broker, mengetahui bukti PIB tanggal 8 Sep 2009 PT. SGB, tanggal PIB dan tanggal tanda tangan importir sama, ditandatangani dan stempel importir, bukan lartas, tidak ada laporan petugas di lapangan kalau ada barang lartas, pengajuan PIB sudah ditandatangani importir, tidak ada pemberitahuan dari importir kalau perusahaan dipinjam, ada penegahan sabu-sabu Mei 2010 dengan info untuk atensi WNI wanita dengan paspor dari luar Kalbar, ada laporan penegahan berupa 15 harian ke kanwil dan kantor pusat.
Kliping berita media massa tentang PPLB Entikong sebagai transaksi ekspor - impor:
Kalbarsatu.com tanggal 6 Desember 2014 dengan judul “PLB Entikong bisa transaksi Ekspor - Impor” intinya Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag RI, Partogi Pangaribuan mengatakan berdasarkan SK Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 1995, perdagangan lintas batas di PLB Entikong dan Badau bisa melakukan transaksi ekspor-impor.
Bahwa Kapolda Kalimantan Barat menyatakan di surat kabar Pontianak Post tanggal 8 Mei 2015 pada artikel dengan judul "Lindungi Masyarakat dari Barang Selundupan" bahwa “Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong sejatinya bukan sebagai jalur lalu lintas barang ekspor-impor. Jika selama ini masyarakat menganggap Permendag Nomor 36/KP/III/95 tentang Perdagangan Lintas Batas Melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong di Propinsi Kalimantan Barat sebagai peraturan yang mengatur perdagangan ekspor-impor, maka anggapan tersebut dinilai salah”;
Bahwa dari uraian-uraian tersebut di atas, jelaslah kalau terdapat perbedaan penafsiran yang sangat tajam terhadap Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dikarenakan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tidak secara tegas menjelaskan fungsi pokok kantor pabean secara rinci dan ketiadaan Penjelasan pada Pasal 5 ayat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 32 (4) tentang penetapan kawasan pabean, kantor pabean dan pos pengawasan pabean.
Bahwa dikarenakan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak secara jelas menegaskan terkait batasan fungsi dan tugas kantor pabean, maka hak ini juga berdampak penafsiran yang beragam atas Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bahwa potensi Kerugian Konstitusional yang lebih besar lagi akan dialami oleh Direktorat Jenderal Bea - Cukai dan Kementerian Keuangan pada khususnya serta Negara Republik Indonesia pada umumnya apabila ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ditafsirkan menjadi Kawasan Pabean mutlak untuk lalu lintas ekspor-impor, sehingga karena sampai saat ini PPLB Entikong belum ada penetapan sebagai Kawasan Pabean oleh Menteri Keuangan maka di PPLB Entikong tidak boleh ada kegiatan impor dengan menggunakan PIB sama sekali, yaitu :
ada lebih dari 10 (sepuluh) KPPBC di seluruh Indonesia, antara lain KPPBC Atapupu, Jambi, Cilacap, dan Purwokerto dengan situasi dan kondisi yang sama persis seperti KPPBC Entikong (belum ada penetapan sebagai Kawasan Pabean dari Menteri Keuangan tetapi sudah dilakukan kegiatan impor dengan menggunakan dokumen PIB) yang berakibat kegiatan impor dengan PIB yang selama ini sudah berjalan dengan baik disana, menjadi tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Dokumen-dokumen PIB yang telah didaftarkan di KPPBC Entikong periode Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM), bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011 tembusan ke Kanwil DJBC Kalbagbar dan Kantor Pusat DJBC, kemudian lembar ke-2 PIB tersebut dikirim ke Biro Pusat Statistik (BPS) untuk data statistik impor dan lembar ke-3 PIB tersebut dikirim ke Bank Indonesia (BI) untuk data devisa impor ke Indonesia menjadi tidak sah;
Pejabat-pejabat KPPBC Entikong lainnya periode Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM), bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011, yang telah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 33 melakukan pelayanan, pengawasan dan pemungutan BM/PDRI/PNBP terhadap importasi dengan menggunakan PIB di PPLB Entikong (karena keputusan Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM), sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai diambil secara prosedural bersama-sama dengan pejabat KPPBC Entikong yang lain berdasarkan arahan Kepala KPPBC Entikong sesuai proses pelayanan/pengawasan barang impor), menjadi bersalah juga;
Pihak-pihak Importir periode Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM) bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011 yang telah melakukan kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB melalui PPLB Entikong menjadi bersalah juga;
Hasil pungutan kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB yang telah didaftarkan ke KPPBC Entikong periode Pemohon (Iwan Jaya, S.H, MM) bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011, berupa BM dan PNBP yang menjadi penerimaan DJBC dan PDRI berupa PPN Impor dan PPh Impor yang menjadi penerimaan DJP, harus dikembalikan oleh Negara kepada importir-importir yang telah membayarnya;
Pejabat Inspektorat II, Inspektorat Jenderal Kemenkeu yang pada tanggal 8 s.d. 22 Desember 2010 telah melakukan audit compliance terhadap KPPBC Entikong termasuk dokumen importasi dengan menggunakan dokumen PIB, dengan hasil tidak ada penyimpangan di KPPBC Entikong, menjadi bersalah juga;
Pejabat-pejabat DJBC dan Kemenkeu yang tidak pernah melarang dan malahan yang ada mengharuskan untuk dilakukannya kegiatan importasi dengan menggunakan dokumen PIB di PPLB Entikong oleh KPPBC Entikong periode Pemohon (Iwan Jaya, SH., MM) bertugas, yaitu September 2008 s.d. Maret 2011, menjadi bersalah juga; Bahwa dasar permohonan Pemohon untuk mengajukan uji Undang-Undang untuk Menegaskan Penafsiran atas penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang telah Pemohon uraikan tersebut di atas adalah berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A dan Pasal 28D ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 34 IV. Petitum Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon memohon agar Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 juncto Pasal 50 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, berkenan untuk memeriksa Permohonan Pemohon dan memutuskan sebagai berikut:
Mengabulkan Permohonan Pengujian Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Menyatakan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mengandung multitafsir dan bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
Menyatakan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan tafsir konstitusional terhadap Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dengan menyatakan: Konstitusional Bersyarat ( conditionally constitutional ) pada masing-masing penjelasan ayatnya: Penjelasan Pasal 5 ayat (3) menjadi berbunyi: Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean. Penunjukkan pos pengawasan pabean diperlukan untuk membantu pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan pabean. __ Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 35 Penjelasan Pasal 5 ayat (4) menjadi berbunyi: Penetapan kawasan pabean dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan pabean sambil menunggu penyelesaian pabeannya. Prosedur penyelesaian kewajiban pabean dapat dilakukan ditempat-tempat yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean atau ditempat lain asalkan ditempat tersebut dapat dilakukan pengawasan pabean. Penetapan kantor pabean bertujuan untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban pabean. Penetapan pos pengawasan pabean diperlukan sebagai tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan dan pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean. 4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). [2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya, Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda Bukti P-1 sampai dengan Bukti P-15, dan Bukti P-18 sampai Bukti P-21 sebagai berikut:
Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan;
Bukti P-3 : Fotokopi Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 36/KP/III/95 tanggal 13 Maret 1995 tentang Perdagangan Lintas Batas Melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong di Provinsi Kalimantan Barat;
Bukti P-4 : Fotokopi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana, Prasarana dan Pelayanan Lintas Batas Antar Negara;
Bukti P-5 : Fotokopi Surat Menteri Dalam Negeri kepada Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan tembusan Presiden Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 36 dan Wakil Presiden Nomor 135.4/2141/SJ tanggal 28 April 2015 hal Penyelesaian Masalah PPLB Entikong;
Bukti P-6.1 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara;
Bukti P-6.2 : Fotokopi Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor P- 20/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara;
Bukti P-7 : Fotokopi Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai kepada Kepala Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat tembusan Direktur Teknis Kepabeanan, Direktur Penindakan dan Penyidikan, Direktur PPKC, dan Kepala PUSKI Nomor S- 70/BC/2014 tanggal 30 Januari 2014 hal Keberadaan Kawasan Pabean Terkait Pemenuhan Kewajiban Pabean;
Bukti P-8 : Fotokopi Surat Plh. Direktur PPKC kepada Kakanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat tembusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor S-441/BC.8/2015 tanggal 21 Mei 2015 hal Penegasan Kewajiban Pabean di Perbatasan Darat Kalimantan Bagian Barat;
Bukti P-9.1 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.01/2008 tanggal 11 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai KPPBC Tipe A4 Entikong;
Bukti P-9.2 : Fotokopi Peraturan Menterti Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tanggal 8 April 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai KPPBC Tipe A3 Entikong;
Bukti P-9.3 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2011 tanggal 18 Agustus 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Keputusan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 37 Dirjen BC Nomor Kep-106/BC/2011 tanggal 15 September 2011 sebagai KPPBC TMP C Entikong;
Bukti P-10 : Fotokopi Importir-importir yang telah dilakukan pelayanan dan pengawasan oleh KPPBC Entikong serta sudah mempunyai persyaratan dari berbagai instansi terkait untuk bisa melaksanakan impor dengan menggunakan PIB di PPLB Entikong (Barang Bukti di Berkas Perkara Iwan Jaya, SH, MM, Nomor 166-171 CV. Rigo Mandiri, CV. Raga Jaya, dan PT. SGB);
Bukti P-11 : Fotokopi Modul Penerimaan Online dari Direktorat PPKC, DJBC ada target penerimaan Bea Masuk KPPBC Entikong setiap tahun untuk memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) (Barang Bukti di Berkas Perkara Iwan Jaya, SH, MM Pledoi Penasehat Hukum, yaitu Bukti PH V-2 s.d. V-5);
Bukti P-12 : Fotokopi Laporan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah TA 2009 KPPBC Tipe A3 Entikong yang ditandatangani pada tanggal 1 Februari 2010 oleh H. Langen Projo selaku oleh Kepala Kantor (Barang Bukti di Berkas Perkara Iwan Jaya, SH, MM, Pledoi Penasehat Hukum, yaitu Bukti PH V- 1);
Bukti P-13 : Fotokopi Laporan Hasil Audit Compliance oleh Inspektorat II, Inspektorat Jenderal, Kemenkeu pada KPPBC Tipe A3 Entikong (Barang Bukti di Berkas Perkara Iwan Jaya, SH, MM, Pledoi Penasehat Hukum, yaitu Bukti PH VI-2);
Bukti P-14 : Fotokopi Kartu Tanda Penduduk a/n. Iwan Jaya (Pemohon Prinsipal) (Nomor KTP. 3175062907750018 18) Bukti P-15 : Fotokopi Kartu Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan a/n. Iwan Jaya (NIP.
.
Bukti P-18 : Fotokopi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.01/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 38 Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai.
Bukti P-19.1 : Fotokopi Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor KEP-126/BC/UP.2/1997 tanggal 24 Maret 1997 dan menjabat sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong;
Bukti P-19.2 : Fotokopi Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor 91/BC/UP.9/2008 tanggal 26 Agustus 2008 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon IV di Lingkungan DJBC sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Tipe Madya Entikong;
Bukti P-19.3 : Fotokopi Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor 48/BC/UP.9/2009 tanggal 16 Juli 2009 tentang Mutasi Para Pejabat Eselon IV di Lingkungan DJBC sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Tipe Madya Entikong;
Bukti P-20 : Fotokopi Surat Penyelesaian PIB (Pemberitahuan Impor Barang) PT. PLN Persero;
Bukti P-21 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Selain itu, Pemohon mengajukan dua orang ahli yang menyampaikan keterangan secara lisan dan tertulis pada sidang tanggal 9 November 2015, yang pada pokoknya sebagai berikut.
Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. Ahli adalah pengajar pada Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Tindakan menetapkan ( beschikken ) terhadap kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean dituangkan dalam bentuk keputusan tata usaha negara ( beschikking ) yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman, yang dimaksud Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) adalah tempat yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 39 ditunjuk pada perbatasan wilayah negara untuk memberitahukan dan menyelesaikan kewajiban pabean terhadap barang yang dibawa oleh pelintas batas. Keberadaan PPLB ditetapkan berdasarkan kesepakatan RI dengan negara tetangga. PPLB paling sedikit terdapat unsur bea dan cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan, yang menyelenggarakan pelayanan di bidang keimigrasian, kepabeanan, karantina, keamanan, dan administrasi pengelolaan, dengan difasilitasi oleh pemerintah daerah. Salah satu PPLB adalah PPLB Entikong yang secara struktural atau kelembagaan merupakan unit pelaksana atau bagian dari Kantor Pabean Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. PPLB Entikong adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Kantor Pabean Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat Undang- Undang kepada organ pemerintahan. Dalam atribusi penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan itu sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris). Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, melainkan hanya ada pelimpahan wewenang. Tanggaung jawab yuridis dalam hal ini berada pada penerima delegasi ( delegataris ) dan bukan pada pemberi delegasi ( delegans ). Mandat terjadi ketiga organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Dalam hal ini tanggung jawab tetap berada di tangan pemberi mandat ( mandans ) dan bukan pada penerima mandat ( mandataris ). PPLB adalah mandataris yang bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat ( mandans ), sehingga tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans . Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 40 Secara kelembagaan PPLB memiliki kedudukan sebagai unit kerja dari kantor pabean, maka keberadaannya tidak memerlukan penetapan Menteri Keuangan. Penetapan demikian diperlukan oleh kantor pabean. Anggapan bahwa PPLB memerlukan penetapan menteri keuangan adalah anggapan uang menyalahi kaidah dalam UU dan menyalahi norma hukum administrasi, karena UU jelas mengatur bahwa yang membutuhkan penetapan ( beschikken ) dari menteri yang dituangkan dalam bentuk keputusan TUN yakni kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean. Masalah muncul ketika Pasal 5 ayat (3) UU Kepabeanan memiliki penjelasan. Menurut UU 12/2011 penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi, sehingga penjelasan hanya memuat uraian mengenai frasa, kata, kalimat, atau padanan kata atau istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma. Kalimat “dan menetapkan adanya kantor pabean” dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) merupakan norma yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk melakukan perbuatan hukum ( rechtshandeling ) dalam bentuk keputusan ( beschikken ) yaitu keputusan tentang penetapan kawasan pabean atau kantor pabean. Hal demikian secara keilmuan salah karena fungsi penjelasan bukan menetapkan norma. Rumusan Pasal 5 ayat (3) telah jelas dan tegas serta tidak mengandung norma samar (vague norm ), sehingga tidak memerlukan adanya penjelasan. Penjelasan itu tidak boleh menyimpangi ketentuan dalam batang tubuh. Dengan demikian penjelasan Pasal 5 ayat (3) akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena masyarakat tidak bisa membedakan mana yang bisa dijadikan dasar hukum, apakah batang tubuh atau keseluruhan bunyi peraturan tersebut. Hal demikian bertentangan dengan asas Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 41 kepastian hukum ( rechtszakerheid beginsel ) yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) sudah jelas, hal yang menjadi masalah adalah penjelasannya. Penjelasan Pasal 5 ayat (3) sesungguhnya tidak diperlukan karena mengandung masalah-masalah hukum. Jika penjelasan suatu UU nyata-nyata mengandung masalah, maka sudah dengan sendirinya penjelasan tersebut tidak berlaku. Kekeliruan penegak hukum bukan pada pemahaman apakah PPLB Entikong membutuhkan penetapan menteri, melainkan karena tidak memahami mekanisme pelimpahan wewenang atau pelaksanaan tugas di dalam lingkup pemerintahan, yaitu tentang atribusi, delegasi, dan mandat. Jika penegak hukum menafsirkan bahwa PPLB harus mendapatkan pengesahan Menteri Keuangan, maka konsekuensi hukumnya adalah semua kegiatan yang telah dan sedang berlangsung di setiap PPLB harus dianggap tidak memiliki keabsahan ( onrechtmatig ) dan perolehan negara dari sektor ini (pungutan bea masuk, PNPB, PDRI, dsb) harus pula dianggap illegal ( onwetmatig ). Untuk memahami delegasi atau mandat harus terlebih dahulu memahami struktur organisasi pemerintahan. Kekeliruan dalam memahami struktur organisasi akan menyebabkan kekeliruan dalam menerapkan apakah suatu tindakan merupakan delegasi atau mandat. Perlu ada ketentuan bahwa kawasan pabean lebih merujuk pada sifat fisik, sementara kantor adalah untuk administrasi.
Drs. Ahmad Dimyati, M.M. Ahli adalah PNS Widyaiswara pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan. Fungsi kawasan pabean dan kantor pabean telah dijelaskan dalam Pasal 1 butir 3 dan butir 4 UU 17/2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan satu kesatuan dengan pasal-pasal lain. Kawasan pabean ditetapkan untuk keperluan pelayanan, kelancaran lalu lintas barang, dan pengawasan. Kawasan pabean merupakan sarana untuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 42 memudahkan penyelesaian kewajiban pabean, barang dibongkar di kawasan pabean sambil menunggu penyelesaian impornya. Hal ini dapat memudahkan penyelesaian kewajiban pabean. Namun demikian keberadaan kawasan pabean tidak mutlak. Pembongkaran dan penimbunan barang dapat juga dilakukan di tempat lain dengan izin pabean. Pasal 10A ayat (1) mengatur bahwa barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) wajib dibongkar di kawasan pabean atau dapat dibongkar di tempat lain setelah mendapat izin kepala kantor pabean. Dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tidak secara tegas menjelaskan dimana pemenuhan kewajiban pabean dapat dilakukan, apakah di kawasan pabean atau di kantor pabean. Hal demikian memunculkan berbagai pemaknaan (multitafsir) atas Penjelasan Pasal 5 ayat (3) UU 17/2006. Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) dijelaskan tujuan penetapan kawasan pabean, yaitu “ Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean ”. Namun penetapan kantor pabean tidak dijelaskan tujuannya, sehingga dapat ditafsirkan tujuan penetapan kawasan pabean sama dengan tujuan penetapan kantor pabean. Pasal 5 ayat (4) UU 17/2006 mengatur bahwa penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean dilakukan oleh menteri. Penjelasan Pasal 5 ayat (4) hanya menyatakan cukup jelas. Tidak adanya penjelasan dapat menimbulkan penafsiran bahwa jika kawasan pabean belum ditetapkan oleh menteri, maka kegiatan impor atau ekspor adalah tidak sah. Penjelasan Pasal 5 ayat (4) diperlukan untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda yang dapat merugikan aparat pabean dalam menjalankan tugasnya. Penetapan kawasan pabean bertujuan untuk memudahkan pengawasan pabean sambil menunggu penyelesaian kewajiban pabeannya. Prosedur penyelesaian kewajiban pabean dapat dilakukan di Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 43 tempat-tempat yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean atau di tempat lain asalkan di tempat tersebut dapat dilakukan pengawasan pabean. Ahli menyimpulkan bahwa:
Pemenuhan kewajiban pabean dianggap sah apabila dilakukan di kantor pabean, yang mana kantor pabean tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Keberadaan kawasan pabean dimaksudkan untuk memudahkan Dirjen Bea dan Cukai dalam melakukan pelayanan dan pengawasan kepabeanan, sehingga sahnya pemenuhan kewajiban pabean tidak tergantung adanya kawasan pabean.
Kurang jelasnya penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan tidak adanya penjelasan Pasal 5 ayat (4) dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda, sehingga pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan aparat pabean berdasarkan Undang-Undang menjadi ilegal dan pungutan yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang yang dilakukan di tempat- tempat yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean menjadi tidak sah. Dalam kasus kawasan lintas batas Entikong, semua barang dari luar negeri, dalam hal ini dari Malaysia, masuknya lewat KLB Entikong agar tidak lewat sembarang tempat. Menurut Undang-Undang walaupun belum ditetapkan, namun tetap sah pengajuan PIB dan pembayaran biaya masuknya untuk kepentingan negara. Perlu menetapkan apa fungsi kantor pabean agar tidak terjadi salah pengertian dengan fungsi dari kawasan pabean. Kantor pabean adalah tempat menyelesaikan kewajiban pabean, sedangkan kawasan pabean adalah sarana saja, yaitu tempat lalu lintas keluar masuk barang impor dan ekspor. Menurut UU Kepabeanan semua barang yang masuk kawasan pabean dianggap sebagai barang impor yang harus disertai dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) dan terutang biaya masuk. Kawasan pabean gunanya adalah untuk lalu lintas barang. Karena barang dari luar daerah pabean masuk ke dalam daerah pabean, maka tidak boleh Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 44 di sembarang tempat untuk melakukan pembongkaran. Jika dilakukan pembongkaran di sembarang tempat akan dikenai pasal pidana penyelundupan. PPLB Entikong belum ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai kawasan pabean, namun hal demikian tidak menjadikan tidak sah pungutan biaya masuk penyelesaian kewajiban pabean. Di luar Jawa banyak PPLB terutama di muara-muara sungai. Di tempat dimaksud tidak ada kegiatan ekspor-impor namun dalam rangka pengawasan, Bea dan Cukai mendirikan pos di sana. Semua kantor pabean maupun pos pengawasan pabean sudah ditetapkan oleh Menteri. Kawasan pabean belum semua ditetapkan oleh Menteri karena persyaratan untuk menetapkan kawasan pabean tersebut harus ada usulan dari pengelola tempat tersebut, dalam hal ini misalnya pos lalu lintas di lintas batas Entikong. Bongkar muat barang harus dilakukan di kawasan pabean. Penetapan kawasan pabean ini dilakukan oleh menteri. Barang tidak boleh dikeluarkan dari kawasan pabean sebelum ada ijin dari pihak Bea dan Cukai. Bisa saja ada kawasan yang belum ditetapkan oleh Menkeu sebagai kawasan pabean, namun tetap boleh dilakukan kegiatan pabean, misalnya tempat khusus untuk bongkar muat impor sapi karena hal demikian tidak dapat dilakukan di pelabuhan pada umumnya. [2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Presiden menyampaikan keterangan __ secara __ lisan dalam persidangan tanggal 28 Oktober 2015, serta menyampaikan keterangan tertulis masing-masing tanpa tanggal, bulan Oktober 2015 yang diterima ddalam Persidangan Mahkamah tanggal 28 Oktober 2015, yang pada pokoknya sebagai berikut. Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Pemohon Sehubungan dengan kedudukan hukum ( legal standing ) Para Pemohon Pemerintah berpendapat: Bahwa Pemerintah perlu menyampaikan keterkaitan kepentingan Pemohon dengan keberlakuan norma dari ketentuan a quo , karena menurut Pemerintah atas permasalahan yang dihadapi oleh Pemohon sejatinya bukanlah permasalahan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 45 konstitusionalitas norma hukum atau constitutional review melainkan masalah penerapan norma hukum yang sesungguhnya apa yang tejadi dalam perkara yang dihadapi oleh Pemohon adalah murni dari kewenangan Penegak Hukum yang mendasari dakwaannya bukan berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang a quo namun didasarkan dari pasal-pasal yang terkait dengan tindak pidana yang didakwakan. Berdasarkan uraian di atas, Pemerintah perlu mempertanyakan kepentingan Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas keberlakuan Penjelasan ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo . Juga apakah terdapat kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, dan apakah ada hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat, Pemohon dalam permohonan inf tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum ( legal standing ), sehingga adalah tepat jika Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard ). Namun demikian, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) atau tidak dalam permohonan Pengujian Undang-Undang a quo , sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Keterangan Pemerintah Atas Materi Permohonan Yang Dimohonkan Untuk Diuji Sebelum Pemerintah memberikan keterangannya atas materi pokok permohonan Pemohon yang diuji, Pemerintah menyampaikan hal-hal sebagai berikut: Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 46 Tahun 1945 bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan. Bahwa dalam upaya untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas pelayanan publik, untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, untuk mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan, perlu pengaturan yang lebih jelas dalam pelaksanaan kepabeanan. Perkembangan yang cepat dalam dunia perdagangan terutama dalam bidang perdagangan interasional menuntut suatu negara untuk membuat suatu peraturan yang mengatur mengenai perdagangan internasional khususnya dalam bidang Kepabeanan. Seperti halnya pengaturan mengenai bea masuk anti dumping, pengendalian impor atau ekspor barang yang sangat dibutuhkan agar kegiatan lalu lintas barang dalam suatu negara dapat berjalan dengan balk sehingga tidak akan mengganggu perekonomian negara tersebut. Atas dasar hal tersebut maka peraturan mengenai bidang Kepabeanan sangat diperlukan oleh suatu Negara dalam menjaga sistem perekonomian nasional dan kegiatan perdagangan intemasionalnya. Selain hal-hal tersebut di atas, peraturan mengenai kepabeanan juga sangat diperlukan untuk mengamankan pendapatan keuangan negara, mengingat pendapatan negara yang berasal dari. bidang kepabeanan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara. Bahwa untuk mencapai dari tujuan berbangsa dan bemegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan alinea IV UUD 1945 Negara telah membentuk Pemerintahan yang mempunyai kekuasaan dalam pengelolaan keuangan Negara. Pemerintah dalam menjalankan salah satu kekuasaannya tersebut telah menunjuk Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Pengelolaan keuangan Negara yang dibentuk secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebagai amanat dari Pasal 23C UUD 1945 mengatur mengenai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 47 terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan Negara yang diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Kementerian Keuangan selaku kuasa Bendahara Umum Negara melakukan pengelolaan keuangan Negara di bidang lalu lintas barang masuk dan keluar wilayah Republik Indonesia dengan menunjuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai unsur pelaksana tugas pokok Kementerian Keuangan dalam bidang Kepabeanan dan Cukai. Selanjutnya dalam menjalankan tugasnya terhadap pengamanan hak negara berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 74 UU Kepabeanan. Adapun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai fungsi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Kepabeanan yaitu sebagai:
Trade Facilitator atau pemberian fasilitas perdagangan dimana tujuan yang diharapkan agar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mampu menjamin kelancaran arus barang, menekan biaya tinggi berkaitan dengan proses penyelesaian barang ekspor dan impor, dan sekaligus mampu menciptakan iklim perdagangan intemasional yang kondusif guna mendukung perekonomian nasional;
Industrial Assistance atau dukungan terhadap industri dalam negeri, dimana tujuan yang ingin dicapai agar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mampu mendukung industri dalam negeri melalui pemberian berbagai fasilitas dan kemudahan kepabeanan, memberikan perlindungan dan membantu peningkatan daya saing industri melalui pencegahan masuknya barang-barang illega/trade, serta membantu peningkatan daya saing produksi dalam negeri.
Revenue Collector atau pemungutan penerimaan Negara, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus mampu mengoptimalkan segala upaya untuk memberikan kontribusi penerimaan Negara dan melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran penerimaan negara, terutama yang berkaitan dengan penerimaan dari pajak lalu lintas barang;
Community Protector atau perlindungan masyarakat, pelaksanaan fungsi ini bertujuan supaya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mampu mencegah dan mengawasi masuknya barang-barang yang dapat merusak mental, moral dan kesehatan masyarakat. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 48 Bahwa UU Kepabeanan mengatur mengenai pemenuhan kewajiban pabean termasuk di dalamnya kewajiban atas pajak lalu lintas barang masuk dan keluar sesuai dengan amanat dalam Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang, oleh karenanya dibentuklah Undang-Undang Kepabeanan sebagai salah satu bagian dari sistem pengelolaan keuangan Negara di Indonesia. Bahwa seiring dengan perkembangan peraturan di bidang kepabeanan dan untuk mengantisipasi adanya pelanggaran dalam bidang kepabeanan, peraturan kepabeanan yang telah ada semenjak diberlakukannya Indische Tarief Wet (Undang-Undang Tarif Indonesia) Staatsblad 1873 Nomor 35, diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Dengan adanya Undang-Undang Kepabeanan yang baru diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dalam dunia usaha. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berfungsi sebagai fasilitator perdagangan harus dapat membuat suatu aturan hukum yang mampu mengantisipasi perkembangan dalam masyarakat guna memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih balk dan lebih cepat. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang- Undang tersebut di atas, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki instansi vertikal yang salah satunya adalah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong yang merupakan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean C di bawah Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Barat yang terletak di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Bagian Barat. Kantor Entikong tersebut telah melakukan pelayanan Kepabeanan kepada pengguna jasa berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. Hal ini diperkuat dengan adanya Border Trade Agreement (BTA) tahun 1970 tentang perjanjian perdagangan lintas batas antara Indonesia-Malaysia yang menyatakan rnasyarakat sekitar Lintas Batas bisa berbelanja ke Malaysia maksimal 600 ringgit per orang/per bulan dengan menggunakan Kartu Identitas Lintas Batas (KILB). Pelaksanaan pelayanan Kepabeanan juga didukung dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 1995 yang menyatakan pada intinya di Entikong terdapat dua jalur perdagangan, yaitu jalur perdagangan tradisional menggunakan Kartu Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 49 Identitas Lintas Batas (KILB) dan jalur perdagangan modern menggunakan tata niaga impor dan ekspor yang berlaku. Pemerintah perlu menyampaikan keterkaitan kepentingan Pemohon dengan keberlakuan norma dari ketentuan a quo , karena menurut Pemerintah atas permasalahan yang dihadapi oleh Pemohon sejatinya bukanlah permasalahan konstitusionalitas norma hukum atau constitusional review melainkan masalah penerapan norma hukum yang sesungguhnya apa yang tejadi dalam perkara yang dihadapi oleh Pemohon adalah murni dari kewenangan Penegak Hukum yang mendasari dakwaannya bukan berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang a quo namun didasarkan dari pasal-pasal yang terkait dengan tindak pidana yang didakwakan. Berdasarkah uraian di atas, Pemerinlah perlu mempertanyakan kepentingan Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas keberlakuan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo . Juga apakah terdapat kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, dan apakah ada hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Oleh Karena itu, Pemerintah berpendapat, Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum ( legal standing ), sehingga adalah tepat jika Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelljk verklaard ). Namun demikian Pemerihtah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) atau tidak dalam permohonan Pengujian Undang-Undang a quo , sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Sehubungan dengan materi permohonan yang diajukan untuk diuji, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangannya sebagai berikut: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 50 Bahwa pengertian dari kawasan pabean berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sedangkan pengertian Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajibah pabean. Selanjutnya pengertian Pos Pengawasan Pabean sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 5 adalah tempat yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor. Bahwa terkait dengan pengertian “pemenuhan kewajiban pabean” berdasarkan PasaI 1 angka 6 didefinisikan sebagai semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam undang- undang kepabeanan. Kewajiban pabean tersebut dibagi dalam dua besaran yaitu kewajiban bersifat administratif dan kewajiban bersifat fisik. Dasar pemenuhan kewajiban bersifat administrasi adalah sebagai berikut:
pemberitahuan pabean adalah kewajiban dalam bentuk administrasi, sebagaimana Pasal 1 angka 7 UU Kepabeanan “ Pemberitahuan pabean adalah pernyataan yang dlbuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang- undang ini (Kepabeanan) ”;
Pelayanan atas kewajiban bersifat administrasi berupa penyampaian pemberitahuan pabean, dilakukan di kantor pabean, sesuai Pasal 5A ayat (2) UU Kepabeanan yang menyatakan bahwa “ Pemberitahuan pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean ”. Dasar pemenuhan kewajiban bersifat fisik adalah sebagai berikut: Berdasarkan Pasal 10A ayat (1) UU Kepabeanan, “ barang impor yang diangkut sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) wajib dibongkar di kawasan pabean atau dapat dibongkar di tempat lain setelah mendapat izin kepala kantor pabean. ” Bahwa keberadaan kawasan pabean dalam pemenuhan kewajiban pabean tidak mutlak ada sebagaimana disebutkan pada Pasal 10A ayat (1) tersebut yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 51 memuat frasa “tempat lain”, yang mengandung arti terdapat tempat lain untuk dilakukan pemenuhan kewajiban pabean. Undang-Undang Kepabeanan juga mengatur tentang jenis pemeriksaan pabean yang meliputi pemeriksaan dokumen (administrasi) dan pemeriksaan fisik sebagaimana Pasal 3 ayat (2) UU Kepabeanan “ Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. ” Dengan demikian berdasarkan sifaf pemenuhan kewajiban pabean, fungsi kantor pabean adalah dalam rangka pemenuhan kewajiban bersifat administratif, sedangkan fungsi kawasan pabean atau tempat lain adalah dalam rangka pemenuhan kewajiban bersifat fisik. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Kepabeanan yang menyatakan, “ Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean. ” Adapun berdasarkan penjelasan Pasal 5 ayat (3) UU Kepabeanan menyatakan: “ Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu-lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undang- undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean. Penunjukan pos pengawasan pabean dimaksudkan untuk tempat pejabat bead an cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean. ” Berdasarkan ketentuan di atas pemenuhan kewajiban pabean ada di kantor pabean. Oleh karena itu dalam rangka pemenuhan kewajiban pabean tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menetapkan adanya Kantor Pabean (dhi. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai). Sedangkan keberadaan Kawasan Pabean atau tempat lain, dan Pos Pengawasan Pabean merupakan pendukung dalam proses pemenuhan kewajiban pabean. Dengan penjelasan tersebut di atas, menurut Pemerintah ketentuan a quo jelas tidak multitafsir karena baik dari substansi maupun penjelasannya sudah menunjukkan secara tegas bahwa pemenuhan kewajiban pabean di Kantor Pabean. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas disimpulkan bahwa dalam proses impor dan ekspor, syarat utama dalam pemenuhan kewajiban kepabeanan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 52 adalah Kantor Pabean. Sedangkan Kawasan Pabean merapakan kelengkapan dalam memudahkan pelayanan dan pengawasan yang tidak mutlak ada dalam pemenuhan kewajiban pabean. Sehubungan dengan petitum Pemohon yang menyatakan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan tafsir konstitusional terhadap Penjelasan Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo dengan menyatakan konstitusional bersyarat ( conditionally constitutional ) pada masing-masing penjelasan ayatnya, Pemerintah berpendapat bahwa:
Berdasarkan teknik penyusunan dalam Lampiran II butir 176 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-Undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. OIeh Karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud, selanjutnya dalam Lampiran II butir 177 Undang-Undang Namor 12 Tahun 2011 yang menyatakan penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.
Hal tersebut juga menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 46/PUU-XII/2014 yang berpendapat sebagai berikut: “ dari sisi pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, penjelasan pasal seharusnya tidak memuat norma, karena penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi Pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. ” Dengan demikian berdasarkan ketentuan di atas, terhadap petitum pemohon menurut Pemerintah bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk dapat mengubah penjelasan dalam Ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo sesuai yang permintaan Pemohon. Hal ini didasarkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 53 kepada persyaratan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (3) UU Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon wajib _menguraikan dengan jelas bahwa: _ b. Materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau baglan undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” 3. Ketentuan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU Kepabeanan justru sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, oleh karena itu Pemerintah tidak sependapat dengan Pemohon untuk merubah atau menambahkan penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU Kepabeanan, karena penjelasan pasal tersebut sudah jelas. Sedangkan masalah yang dihadapi oleh Pemohon sejatinya bukanlah permasalahan konstitusional norma hukum, melainkan masalah implementasi norma hukum (permasalahan hukum pidana) yang dialami Pemohon. Tanggapan/Jawaban Pemerintah Terhadap Keterangan Ahli Pemohon Dan Hakim Mahkamah Konstitusi Dengan memperhatikan secara cermat keterangan para ahli pemohon dan pertanyaan Mahkamah Konstitusi dalam persidangan, Pemerintah memberikan tanggapan sebagai berikut: A. Bahwa terhadap keterangan ahli pemohon yang menyatakan ketentuan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) bertentangan dengan ketentuan Pasal-Pasal yang ada dalam UUD 1945, Pemerintah berpendapat:
Berdasarkan Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, penjelasan hanya berfungsi sebagai tafsir resmi pembentukan Peraturan perundang- undangan atas norma tertentu sehingga penjelasan tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Selanjutnya penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat sebuah norma baru.
Bahwa penjelasan ketentuan a quo sudah sejalan dengan norma batang tubuh yang mengatur pemenuhan kewajiban pabean yang terdapat dalam Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 54 kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean ditetapkan oleh Menteri. B. Bahwa terhadap pertanyaan Hakim Patrialis Akbar, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut: Mengenai Pos Pengawasan, memang ada perbedaan terminologi antara Pos Pengawasan dengan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang ada di Entikong ini, bahwa pengertian Pos Pengawasan Pabean sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 5 Undang-Undang a quo . Biasanya Pos Pengawasan ada di muara-muara yang kecil-kecil, sehingga fungsinya hanya untuk mengawasi berbeda dengan terminologi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang terminologinya dibuat oleh Pemerintah Pusat berdasarkan hasil perjanjian Border Trade Agreement (BTA) tahun 1970 antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia didukung dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 1995. Oleh karena itu, berdasarkan Permen tersebut Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong merupakan bagian dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Entikong. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai struktur organisasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui Surat keputusannya akan menetapkan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terdiri dari Kantor Pusat Bea dan Cukai, Kantor Wilayah Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, serta Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai diikuti dengan kedudukan, tugas, dan fungsi dari masing-masing kantor tersebut. Dalam penetapan kantor- kantor pabean tersebut Kementerian Keuangan selalu melakukan koordinasi dan persetujuan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selanjutnya, dalam penempatan pegawai bea dan cukai selalu merujuk pada kantor bea dan cukai tujuan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang penugasan pegawai yang antara lain mencantumkan identitas pegawai, jabatan, kantor tempat bertugas. Penetapan dalam rangka penugasan pegawai dalam jabatan tersebut dengan mempertimbangkan pemenuhan kualifikasi teknis dan administrasi pegawai yang bersangkutan. Sehingga tidak mungkin ada pegawai bea dan cukai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 55 ditempatkan yang tidak ada kantornya seperti yang tertuang dalam surat keputusan mutasi bagi setiap pegawai Bea Cukai selalu diberikan keterangan tempat dan jabatannya di dalam Surat Keputusan tersebut. Sehingga dengan penunjukan pegawai di tempat tersebut sudah sesuai dengan kewenangan Undang-Undang Kepabeanan. Kesimpulan Terhadap Materi/Muatan Permohonan Pemohon Yang Diuji Berdasarkan keterangan dan argumen di atas, pemerintah berkesimpulan bahwa sesungguhnya pendapat para ahli pemohon lebih mencerminkan adanya usu|an untuk mengubah penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang a quo sesuai dengan yang diinginkan oleh Pemohon, sehingga usulan untuk mengubah penjelasan tersebut bukanlah sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji undang-undang dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Jikapun penjelasan pasal a quo dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, ketentuan a quo tidak mengubah makna atau menghilangkan sama sekali substansi dari ketentuan norma batang tubuhnya. Petitum Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan terhadap ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal _standing); _ 2. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima ( niet onvantkelijk verklaard );
Menerima Keterangan Pemerintah secara keseluruhan;
Menyatakan ketentuan Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak bertentangan dengan Pasal Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 56 23 ayat (1), Pasal 23A, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. [2.4] Menimbang bahwa Pemohon telah menyampaikan kesimpulan yang diterima Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 17 November 2015, yang pada pokoknya tetap pada pendiriannya [2.5] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini;
PERTIMBANGAN HUKUM Kewenangan Mahkamah [3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076, selanjutnya disebut UU Nomor 48/2009), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar; [3.2] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah untuk menguji konstitusionalitas norma Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 57 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661), sehingga Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
badan hukum publik atau privat; atau
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian; [3.4] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 September 2007, serta putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 58 b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; c kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab-akibat ( causal verband ) __ antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut pada paragraf [3.3] dan [3.4] di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon sebagai berikut: [3.6] Menimbang bahwa pada pokoknya Pemohon mendalilkan sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang menjabat sebagai Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, periode September 2008 sampai dengan Maret 2011. Pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya dirugikan karena adanya Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006. Adanya Penjelasan ketentuan a quo mengakibatkan Pemohon disangka/didakwa/dituntut/diputus oleh aparat penegak hukum telah melakukan perbuatan melawan hukum karena melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean oleh Menteri Keuangan. [3.7] Menimbang bahwa kedudukan Pemohon dalam kapasitasnya sebagai perseorangan warga negara, pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPPBC Entikong, telah dibuktikan dengan identitas diri berupa fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), fotokopi Kartu Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai, serta fotokopi Surat Keputusan Dirjen Bea dan Cukai (vide bukti P-14, bukti P-15, bukti P-19.1, bukti P-19.2, dan bukti P-19.3). Bahwa Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh Pemohon, menurut Mahkamah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 59 memiliki hubungan sebab akibat ( causal verband ) berupa timbulnya kerugian konstitusional bagi Pemohon, yaitu Pemohon dikenai sangkaan/dakwaan/tuntutan melawan hukum karena tindakannya melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong yang belum ditetapkan sebagai kawasan pabean dan/atau kantor pabean oleh Menteri Keuangan. Kerugian konstitusional demikian memiliki kemungkinan untuk tidak lagi terjadi seandainya Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon yaitu menyatakan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak ditafsirkan sebagaimana dikehendaki oleh Pemohon (vide petitum pada permohonan). Berdasarkan pertimbangan tersebut, Mahkamah menilai Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo . [3.8] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo , dan Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo maka selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan; Pokok Permohonan [3.9] Menimbang bahwa pada pokoknya Pemohon menyatakan mengalami kerugian konstitusional yang ditimbulkan oleh penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (4) UU 17/2006. Pemohon dikenai sangkaan/dakwaan/tuntutan melawan hukum karena tindakannya melakukan pelayanan terhadap kegiatan ekspor-impor di PPLB Entikong, yang mana PPLB Entikong bukan merupakan kawasan pabean dan/atau kantor pabean, serta belum ditetapkan oleh Menteri. Menurut Pemohon, PPLB Entikong sejak tahun 1995 hingga saat Pemohon bertugas di sana, telah dipergunakan untuk melakukan pemenuhan kewajiban pabean. Tindakan Kepolisian dan Kejaksaan yang menafsirkan bahwa di PPLB Entikong tidak dapat dilakukan pemenuhan kewajiban pabean telah mengakibatkan kerugian bagi Pemohon. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 60 [3.10] Menimbang bahwa meskipun yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon hanya Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006, namun menurut Mahkamah penjelasan kedua ayat tersebut terkait dengan keseluruhan konstruksi/rumusan ketentuan Pasal 5 dan Penjelasan sebagai berikut: “ (1) Pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean dengan menggunakan pemberitahuan pabean. (2) Pemberitahuan pabean disampaikan kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean. (3) Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean, ditetapkan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean. (4) Penetapan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean dilakukan oleh Menteri. ” Adapun Penjelasan Pasal 5 UU 17/2006 mengatur bahwa: “ Ayat (1) Dilihat dari keadaan geografis Negara Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan negara kepulauan, maka tidak mungkin menempatkan pejabat bea dan cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari daerah pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan kewajiban pabean hanya dapat dilakukan di kantor pabean. Penegasan bahwa pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean maksudnya yaitu jika kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk sebagai kantor pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang ini. Dengan demikian, pengawasan lebih mudah dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi kewajiban pabean seperti penyerahan pemberitahuan pabean atau pelunasan bea masuk telah dibatasi dengan penunjukan kantor pabean yang disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan. Pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di kantor pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan kepentingan perdagangan dan perekonomian, atau apabila dengan cara tersebut kewajiban pabean dapat dipenuhi dengan lebih mudah, aman, dan murah. Pemberian kemudahan berupa pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di kantor pabean tersebut bersifat sementara. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 61 Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, Undang-Undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean. Penunjukan pos pengawasan pabean dimaksudkan untuk tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean. Ayat (4) Cukup Jelas. ” Bahwa setelah mencermati Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 5 UU 17/2006 dimaksud, dalam kaitannya dengan permohonan Pemohon, Mahkamah berpendapat bahwa inti permasalahan yang dialami Pemohon adalah adanya penjelasan yang menyatakan bahwa di pos pengawasan pabean tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean [vide Penjelasan ayat (3)]. Pokok permasalahan demikian menurut Pemohon telah merugikan hak konstitusionalnya yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. [3.11] Menimbang bahwa teknik penyusunan Penjelasan Undang-Undang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan khususnya pada Lampiran II angka 176, 177, dan 178. Ketentuan tersebut mengatur sebagai berikut: “ 176. Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 62 177. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma. 178. Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang- undangan. ” Dari ketentuan demikian, Mahkamah berpendapat bahwa bagian penjelasan suatu Undang-Undang muncul dalam konteks bahwa ketentuan dalam batang tubuh Undang-Undang dimaksud tidak cukup mudah dipahami, bahkan memiliki kemungkinan menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan yang dikehendaki oleh batang tubuh Undang-Undang. Penjelasan suatu Undang- Undang harus dibaca setelah membaca batang tubuh Undang-Undang dimaksud. Artinya setelah batang tubuh suatu Undang-Undang dibaca namun tidak ditemukan kejelasan makna atau arti, maka pembacaan dapat diteruskan pada bagian penjelasan Undang-Undang. Dengan demikian, seandainya suatu norma dalam batang tubuh Undang-Undang telah memiliki kejelasan makna/arti maka bagian penjelasan Undang-Undang tidak lagi cukup signifikan untuk dibaca. [3.12] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon terutama mengenai penafsiran atas istilah “pos pengawasan pabean”, dalam kaitannya dengan pemenuhan kewajiban pabean, Mahkamah menilai ketentuan atau pengaturan pos pengawasan pabean pada Pasal 5 telah cukup jelas, terutama mengenai kewenangan pelayanan pabean. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang a quo telah jelas menyatakan bahwa pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean atau tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean. Rumusan Pasal 5 ayat (1) demikian telah jelas menyatakan bahwa pemenuhan kewajiban pabean hanya dapat dilakukan di dua jenis tempat, yaitu a) kantor pabean; dan b) tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean. Dari ketentuan demikian dapat dikatakan bahwa di tempat-tempat selain kantor pabean tidak dapat dilakukan pemenuhan kewajiban pabean sepanjang tempat lain tersebut tidak secara hukum dinyatakan disamakan dengan kantor pabean. Pos pengawasan pabean menurut Pasal 5 ayat (3) tidak sama dengan kantor pabean. Jika pos pengawasan pabean oleh pembentuk Undang-Undang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 63 disamakan dengan kantor pabean, maka rumusan Pasal 5 ayat (3) tentu tidak akan memerinci atau membedakan adanya tiga entitas berupa kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean. Pasal 5 ayat (3) menegaskan keberadaan pos pengawasan pabean dengan menyatakan bahwa “ Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan kewajiban pabean, ditetapkan kawasan pabean, kantor pabean, dan pos pengawasan pabean ”. Ayat (3) tersebut mengatur mengenai dan/atau membedakan antara organ yang melakukan “pelaksanaan” dan organ yang melakukan “pengawasan” pemenuhan kewajiban pabean. Jika Pasal 5 ayat (3) dihubungkan dengan ayat (1) Mahkamah menemukan dua kelompok organ, yaitu a) organ pelaksana pemenuhan kewajiban pabean, yang terdiri dari “kantor pabean” dan “tempat lain yang disamakan dengan kantor pabean”; kemudian b) organ yang melakukan “pengawasan” yaitu “pos pengawasan pabean”. Dari ketentuan tersebut telah jelas bagi Mahkamah bahwa pos pengawasan pabean adalah tempat untuk mengawasi pemenuhan kewajiban pabean, dan bukan merupakan tempat untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban pabean, kecuali jika pos pengawasan pabean tersebut secara hukum telah disamakan dengan kantor pabean. [3.13] Menimbang bahwa dalam kaitannya dengan Penjelasan Pasal 5 ayat (3), Mahkamah justru menemukan bahwa penjelasan dimaksud semakin menguatkan maksud norma Pasal 5 ayat (3) juncto ayat (1), yaitu pada pos pengawasan pabean tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean. Mahkamah tidak menemukan adanya ketidakjelasan makna pada bagian penjelasan jika bagian penjelasan dimaksud dibaca setelah membaca Pasal 5 secara keseluruhan. [3.14] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan telah mengalami perlakuan berbeda, yaitu dianggap melakukan tindakan/perbuatan pidana karena telah melaksanakan pelayanan pemenuhan kewajiban pabean di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, sementara menurut Pemohon praktik yang sama telah dilakukan sejak lama oleh para pejabat pendahulu, dengan landasan berbagai peraturan perundang- undangan di bawah Undang-Undang, namun tidak pernah dipermasalahkan oleh Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 64 penegak hukum. Mahkamah berpendapat bahwa hal demikian bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas norma Undang-Undang, melainkan merupakan permasalahan implementasi atau penerapan norma suatu Undang-Undang, dan karenanya Mahkamah tidak berwenang untuk mengadilinya. [3.15] Menimbang bahwa pengujian konstitusionalitas membutuhkan adanya dasar pengujian untuk menilai norma suatu Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Dasar pengujian tersebut berupa norma hukum yang terkandung di dalam UUD 1945. Dasar pengujian yang dimohonkan oleh Pemohon dalam perkara ini adalah Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 sebagai landasan untuk mendalilkan hak konstitusionalnya yang dirugikan oleh ketentuan yang dimohonkan pengujian. Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23A UUD 1945 pada pokoknya mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta mengatur mengenai hak negara untuk memungut pajak atau pungutan lainnya. Adapun Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 melindungi hak konstitusional warga negara untuk bekerja, mendapat imbalan, serta memperoleh perlakuan adil dan layak, dalam hubungan kerja. Ketentuan-ketentuan UUD 1945 yang diajukan oleh Pemohon sebagai dasar pengujian tersebut, menurut Mahkamah tidak tepat dipergunakan untuk menilai konstitusionalitas Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon. Penjelasan Pasal 5 UU 17/2006 yang dipermasalahkan oleh Pemohon adalah terbatas/spesifik mengenai keberadaan pos pengawasan pabean atau tempat lain yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kewajiban pabean. Hal demikian menurut Mahkamah jelas tidak memiliki korelasi dengan hak konstitusional Pemohon untuk bekerja, karena kedudukan Pemohon sebagai PNS di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah membuktikan bahwa Pemohon tidak terhambat untuk memiliki pekerjaan. [3.16] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah menilai dalil Pemohon mengenai pertentangan antara Penjelasan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 17/2006 dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 tidak beralasan menurut hukum. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 65 4. KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; [4.2] Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo ; [4.3] Permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), d a n Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
AMAR P U T U S AN Mengadili, Menyatakan menolak permohonan Pemohon. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat, selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Manahan MP Sitompul, Patrialis Akbar, dan Suhartoyo, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh tiga, bulan Mei tahun dua ribu enam belas , dan hari Senin, tanggal dua puluh enam, bulan September, tahun dua ribu enam belas , yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal dua puluh sembilan, bulan September, tahun dua ribu enam belas , selesai diucapkan pada pukul 10.37 WIB , oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Anwar Usman, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 66 selaku Ketua merangkap Anggota, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Manahan MP Sitompul, Patrialis Akbar, dan Suhartoyo, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Mardian Wibowo sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Presiden atau yang mewakili dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, tanpa dihadiri Pemohon/Kuasanya. KETUA, ttd. Anwar Usman ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Maria Farida Indrati ttd. Wahiduddin Adams ttd. I Dewa Gede Palguna ttd. Aswanto ttd. Manahan MP Sitompul ttd. Patrialis Akbar ttd. Suhartoyo PANITERA PENGGANTI, ttd. Mardian Wibowo Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Uji materi ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap UUD 1945 ...
Relevan terhadap
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TERHADAP UN ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id mungkin diwujudkan. Perlindungan kepada segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memerlukan keterlibatan aktif dari seluruh bangsa Indonesia, dan khusus untuk pemerintah karena diberi amanah dan amanat untuk memerintah, maka wajib melakukan perlindungan semaksimal mungkin terhadap segenap bangsa Indonesia. Perlindungan terhadap rakyat Indonesia tidak boleh mengalami diskriminasi, tidak boleh dibedakan atas dasar ras, warna kulit dan atau pun alasan kaya dan miskin serta alasan apapun. - Salah satu upaya untuk menciptakan kesejahteraan rakyat adalah meningkatkan kinerja BUMN/D dalam peranannya sebagai “agent of development” terutama melalui penyerapan tenaga kerja, kontribusi pada produksi dan jasa nasional, kontribusi pada pendapatan Negara dalam bentuk dividen dan pajak Negara (PPH, PPN, Bea Masuk, Cukai, Bea Meterai) dan pajak daerah antara lain PBB, BPHTB, PKB, dan BBN-KB. Untuk itu, beberapa BUMN/D harus didorong menjadi perusahaan kelas dunia, dengan tugas utama adalah memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya mensejahterakan rakyat. - Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, BUMN/D merupakan salah satu penggerak utama perekonomian nasional. Dengan berbagai kondisi yang melekat padanya, BUMN/D memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang yang sampai dengan saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Potensi- potensi tersebut antara lain: (a) keberadaan BUMN/D di hampir semua sektor usaha, (b) kepemilikan aset yang besar, (c) brand image BUMN/D, (d) pengalaman usaha BUMN/D, dan (e) profesionalisme SDM. Berbagai upaya yang harus dilakukan Pemerintah dalam rangka meningkatkan peranan BUMN/D dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat terutama melalui peningkatan kontribusi BUMN/D terhadap ekonomi nasional, peningkatan nilai BUMN/D, peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan independensi, peningkatan belanja modal BUMN/D dan peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan BUMN/D. - Tidak berjalannya konsolidasi BUMN/D lebih disebabkan oleh kurang kuatnya komitmen dari stakeholder BUMN/D, khususnya Pemerintah. Bahkan, sejumlah stakeholder justru belum memiliki pemahaman utuh tentang apa, bagaimana, dan urgensi konsolidasi BUMN/D ini. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus.
Relevan terhadap
Belanja/beban pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a antara lain:
Pengeluaran kerja sama internasional yang mencakup pembayaran iuran keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam organisasi internasional dan tidak menimbulkan hak suara di luar ketentuan Keputusan Presiden Nomor 64 tahun 1999 tentang Keanggotaan Indonesia Dan Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia Pada Organisasi-Organisasi Internasional, yang dibiayai dari Bagian Anggaran BUN seperti trust fund dan kontribusi;
Pengeluaran perjanjian internasional yang mencakup transaksi yang timbul sebagai akibat dari perjanjian-perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pihak lain di dunia internasional dan dibiayai dari Bagian Anggaran BUN; dan
Pendapatan dan belanja/beban selisih kurs dan biaya transfer atas Pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional.
Belanja/beban dukungan kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b berupa kontribusi fiskal dalam bentuk tunai atas sebagian biaya pembangunan proyek yang dilaksanakan melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam rangka penyediaan layanan infrastruktur yang terjangkau bagi masyarakat termasuk biaya studi kelayakan dan pembayaran fasilitas penyiapan proyek.
PNBP yang dikelola oleh DJA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c antara lain:
Pendapatan minyak bumi dan gas bumi;
Pendapatan panas bumi; dan
Setoran Lainnya, antara lain setoran dari otorita asahan.
Aset yang berada dalam pengelolaan DJKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d antara lain:
Aset Bekas Milik Asing/Cina;
BMN yang berasal dari Pertambangan antara lain:
BMN Yang Berasal Dari KKKS; dan
BMN Yang Berasal Dari Kontraktor PKP2B.
Aset Eks Pertamina;
BMN Idle yang sudah diserahkan ke DJKN;
Aset yang timbul dari pemberian BLBI antara lain:
Piutang pada Bank Dalam Likuidasi (BDL);
Aset Eks BPPN;
Aset Eks Kelolaan PT PPA; dan
Aset yang Diserahkelolakan kepada PT PPA.
Aset Lain-Lain dalam Pengelolaan DJKN antara lain:
Barang gratifikasi;
BMN dari pembubaran entitas non kementerian negara/lembaga;
Aset yang berasal dari kerjasama internasional; dan
Aset lain-lain dalam penguasaan Pengelola Barang.
Belanja/beban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e antara lain:
Belanja/Beban Pensiun;
Belanja/Beban Jaminan Layanan Kesehatan;
Belanja/Beban Jamkesmen;
Belanja/Beban Jamkestama;
Belanja/Beban JKK;
Belanja/Beban JKM;
Belanja/Beban Program THT;
Belanja/Beban PPN RTGS BI; dan
Belanja/Beban Selisih Harga Beras Bulog.
Pendapatan dan belanja/beban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f antara lain:
Pendapatan berupa Selisih Lebih Dalam Pengelolaan Kelebihan/Kekurangan Kas;
Pendapatan Selisih Kurs Terealisasi dalam Pengelolaan Rekening Milik BUN;
Pendapatan lainnya dalam Pengelolaan Kas Negara;
Belanja/beban berupa Selisih Kurang dalam Pengelolaan Kelebihan/Kekurangan kas;
Belanja/Beban Selisih Kurs Terealisasi dalam Pengelolaan Rekening Milik BUN; dan
Belanja/Beban Transaksi Pengelolaan Kas Negara.
Utang PFK Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g merupakan selisih lebih/kurang antara penerimaan setoran/potongan PFK Pegawai dan pembayaran pengembalian penerimaan PFK Pegawai; dan
Utang PFK Pajak Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h merupakan selisih lebih/kurang antara penerimaan setoran PFK Pajak Rokok dan pembayaran pengembalian penerimaan PFK Pajak Rokok.
Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang.
Relevan terhadap
SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak.
Pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang atas SKPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan SPMKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
: ^! .\\ /': : R: ; ·: MENTER! l<EUANGAN REPLHJLH< iNDOf!ES!A PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK ATAS KESALAHAN PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN Pasal 1 2 (1) Kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dapat berupa:
pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut;
pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak;
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut; atau
pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut.
Kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d dapat berupa:
pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut;
pemungutan Pajak Pertainbahan Nilai yang seharusnya tidak dipungut; atau
pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak dipungut. Pasal 1 3 (1) Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terkait dengan Pajak Penghasilan, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut dengan mengajukan permohonan. MENTER! l<EU/-\l\IG/-\N HEPUBUK fNDOl!ESLl\ (2) Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai, pajak yang seharusnya tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang dipungut, sepanjang pihak yang dipungut bukan Pengusaha Kena Pajak, dengan mengajukan permohonan.
Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terkait dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak yang seharusnya tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang dipungut dengan mengajukan permohonan.
Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terhadap Subjek Pajak Luar Negeri yang memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Subjek Pajak Luar Negeri tersebut melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dengan mengajukan permohonan.
Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terhadap Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Subjek Pajak Luar Negeri tersebut melalui Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan dengan mengajukan permohonan.
Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terhadap orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, pajak yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh orang pribadi atau badan tersebut melalui Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan dengan mengajukan permohonan.
Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha, permohonan diajukan secara langsung oleh pihak yang dipotong atau dipungut. MENTEHI l<EUANGAN HEPUBUI< il\IDOf!ESI/\ (1) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 3 diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 3.
Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) harus dilampiri dengan dokumen berupa:
asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak, atau Faktur Pajak, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Faktur Pajak;
penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Permohonan pengembalian yang diajukan oleh Subjek Pajak Luar Negeri yang memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 3 ayat (4) harus dilampiri dengan dokumen berupa:
asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak;
penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
surat pernyataan Subjek Pajak Luar Negeri bahwa pajak yang dimintakan pengembalian belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang di luar negeri dan/atau belum dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak di luar negeri. MENTER! i<EUAl\IGAN ru: PUBUK f !\IDOl\IES!A (6) Permohonan pengembalian yang diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan yang bertindak untuk dan atas nama Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) harus dilampiri dengan dokumen berupa:
asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak;
penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;
surat permohonan dari Subjek Pajak Luar Negeri;
surat kuasa dari Subjek Pajak Luar Negeri yang dipotong atau dipungut kepada Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan; dan
surat pernyataan Subjek Pajak Luar Negeri bahwa pajak yang dimintakan pengembalian belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang di luar negeri dan/atau belum dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak di luar negeri.
Permohonan pengembalian yang diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) harus dilampiri dengan dokumen berupa:
asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak, atau Faktur Pajak atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Faktur Pajak;
penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
surat kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan. IVH: l!TERI i<EUANG.L\N REPUBLll< 11\JDONES!A (8) Dalam hal pemotong atau pemungut tidak dapat ditemukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 3 ayat (7) dan pihak yang dipotong atau dipungut merupakan Subjek Pajak Luar . Negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia, permohonan dilakukan secara langsung oleh Subjek Pajak Luar Negeri tersebut dan harus dilampiri dengan dokumen berupa:
asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak;
penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
surat pernyataan Subjek Pajak Luar Negeri bahwa pajak yang dimintakan pengembalian belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang di luar negeri dan/atau belum dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak di luar negeri.
Dalam hal pemotong atau pemungut tidak dapat ditemukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 3 ayat (7) dan pihak yang dipotong atau dipungut merupakan orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, permohonan dilakukan secara langsung oleh orang pribadi atau badan tersebut dan harus dilampiri dengan dokumen berupa:
asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak, atau Faktur Pajak atau dokumen lain yang dipersamakan dengan Faktur Pajak;
penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. ( 1 0) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut terdaftar dan kepada pemohon diberikan bukti penerimaan surat. fV!Ef\lTEHI f<EUANGAN REPUBLIK INDONES!A ( 1 1) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat bentuk usaha tetap terdaftar dan kepada pemohon diberikan bukti penerimaan surat.
Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan dan kepada pemohon diberikan bukti penerimaan surat.
Selain penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), ayat (1 1), dan ayat (12), permohonan dapat disampaikan melalui:
pos dengan bukti pengiriman slirat; atau
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Bukti penerimaan surat atau bukti peng1nman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10), ayat ( 1 1), ayat (12), atau ayat (13) merupakan bukti penenmaan surat permohonan. Pasal 1 5 (1) Direktur Jenderal Pajak meneliti kebenaran pembayaran pajak berdasarkan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pas al 14.
Dalam rangka meneliti kebenaran pembayaran pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen dan/atau keterangan kepada pemohon.
Hasil penelitian berupa pengembalian terkait dengan pemotongan a tau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) diberikan dalam hal memenuhi ketentuan:
pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara; b ,,! .. · ^• ^..I ; J), lVlEl\JTER! l<EUANG/'.\f\J HEPUBUK INDOl\lES!/..\ b. dalam hal pajak yang telah disetor sebagaimana climaksucl pada huruf a terkait clengan pemotongan atau pemungutan yang bersifat ticlak final, Pajak Penghasilan tersebut ticlak clikreclitkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang clipotong atau clipungut;
pajak yang dipotong atau clipungut telah clilaporkan oleh pemotong atau pemungut dalam SPT Masa Wajib Pajak pemotong atau pemungut; clan cl. pajak yang clipotong atau clipungut ticlak cliajukan keberatan oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut sebagaimana climaksucl clalam Pasal 25 ayat (1) huruf e Unclang-Undang KUP.
Hasil penelitian berupa pengembalian terkait dengan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana climaksud dalam Pasal 1 3 ayat (2) cliberikan clalam hal memenuhi ketentuan:
pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara;
pajak yang telah clisetor sebagaimana dimaksud pada huruf a ticlak clikreditkan dalam SPT Masa PPN, ticlak dibebankan sebagai biaya clalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak dikapitalisasi clalam harga perolehan;
pajak yang clipungut telah clilaporkan oleh pemungut clalam SPT Masa PPN Wajib Pajak pemungut; clan cl. pajak yang dipungut tidak cliajukan keberatan oleh Wajib Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud clalam Pasal 25 ayat (1) huruf e Undang-Unclang KUP.
Hasil penelitian berupa pengembalian terkait clengan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksucl clalam Pasal 13 ayat (3) cliberikan clalam hal memenuhi ketentuan:
pajak yang seharusnya ticlak terutang telah disetor ke kas negara; lVJENTEF<l l<EUJ.\NG/-\N HEPUBLIK lf\lDOl\lES!A b. pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada buruf a tidak dibiayakan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang dipungut atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan;
pajak yang dipungut telah dilaporkan oleh pemungut dalam SPT Masa PPN Wajib Pajak pemungut; dan
pajak yang dipungut tidak diajukan keberatan oleh Wajib Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) buruf e Undang-Undang KUP.
Hasil penelitian berupa pengembalian terkait dengan kesalaban pemotongan atau pemungutan pajak terhadap Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) dan ayat (5) diberikan dalam hal memenuhi ketentuan:
pajak yang seharusnya tidak terutang telab disetor ke kas negara;
pajak yang dipotong atau dipungut telab dilaporkan dalam SPT Masa Wajib Pajak pemotong atau pemungut;
pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diperhitungkan dengan pajak Subjek Pajak Luar Negeri yang terutang di luar negeri; dan
pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak Subjek Pajak Luar Negeri di luar negeri.
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan basil penelitian.
Dalam hal berdasarkan laporan basil penelitian terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPLB.
Dalam bal berdasarkan laporan basil penelitian tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak yang sebarusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitabuan penolakan kepada pemohon.
Dalam hal atas permohonan kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang telah diterbitkan SKPLB terhadap Subjek Pajak Luar Negeri, Direktur Jenderal Pajak mengirimkan informasi kepada otoritas perpajakan negara domisili Subjek Pajak Luar Negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Mf: NTEHI f<EUANG/.\f\J HEPUBL!K lNDOl\IESI/.\ (1) SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (8) diterbitkan sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak dalam hal pihak yang dipotong atau dipungut merupakan:
Wajib Pajak;
Subjek Pajak Luar Negeri yang memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia; atau
orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia, dan permohonannya diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan.
Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dapat ditemukan, SKPLB diterbitkan atas nama pihak yang dipotong atau dipungut, dengan mengisi kolom Nomor Pokok Wajib Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
pada 9 (sembilan) digit pertama dicantumkan angka 0 (nol) ;
pada 3 (tiga) digit berikutnya dicantumkan angka kode Kantor Pelayanan Pajak tempat permohonan diajukan; dan c. pada 3 (tiga) digit terakhir dicantumkan angka 0 (nol).
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDON ESIA )' setiap - 30 - orang mengetahuinya, memerin tahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 September 2015 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO Pada tanggal 30 September 2015 MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1471 LAMPI RAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR187 /PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG MENTER! KEU/'.\NGAN REPUBUK 11!00NES!A A. FORMAT SURAT PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG: (Surat permohonan ini diperuntukkan bagi Wajib Pajak, bentuk usaha tetap, dan orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal pemotong atau pemungut tidak ditemukan.) Nomor :
.................................... (1) .......... , ..................... (2) Lampiran :
..................................... (3) Hal : Permohonan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak ......... (4) yang Seharusnya Tidak Terutang Yth. Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ................................ . Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPWP Alamat (5) (6) (7) (8) adalah: * ) D a. Pihak yang melakukan pembayaran Pajak .................. (4) D b. Pihak yang dipotong atau dipungut Pajak .. .. .. .. .. ...... .. . (4) atau BUT mewakili pihak yang dipotong atau dipungut Pajak .......................................................................... (4) mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 1 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, a. sebesar : Rp ........... ....... ...... ...... ...... .................... (9) sesuai dengan perhitungan terlampir b. atas ... ...... ... . .. ...... ... ... ....... ....... . .. .... ... ... ... ... ....... .. . .. (10) c. dengan alasan ......................................................... ( 1 1) Sebagai kelengkapan permohonan, terlampir bersama ini disampaikan:
· · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · (12) 2. . .................................................................. (12) 3 . ............................................. · · · · · .... . ............ (12) Demikian surat permohonan kami sampaikan untuk dapat dipertimbangkan. Pemohon, (13) ( ............. . ......... ) Keterangan: * ) pilih yang sesuai MENTER! l<EUANG.t\N REPUBLH< 11\lDONES!A -2- PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG Nomor (1) Diisi dengan nomor surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan administrasi pemohon. Nomor (2) Diisi tempat dan tanggal surat permohonan dibuat. Nomor (3) Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan pada surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang menurut pemohon. Nomor (4) Diisi dengan jenis pajak yang diajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (5) Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (6) Diisi dengan nama pemohon yang mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (7) Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak pemohon yang mengajukan surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan dalam hal pemohon merupakan orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Nomor (7) tidak perlu diisi. Nomor (8) Diisi dengan alamat pemohon yang mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (9) Diisi dengan jumlah pajak yang seharusnya tidak terutang yang dimintakan pengembalian, sesuai lampiran perhitungan besarnya pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (10) : Diisi sesuai dengan data yang ada dalam bukti pembayaran pajak atau bukti pemotongan pajak/bukti pemungutan pajak atau dokumen terkait yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang berupa nomor dokumen dan nama Wajib Pajak yang melakukan pembayaran atau nama pihak yang dipotong atau dipungut. Nomor (11) : Diisi dengan alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. fv1ENTERI KEUAl!GAN REPUBUK INDONESIA N omor (12) : Diisi dengan dokumen yang harus dilampirkan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. Nomor (13) : Diisi dengan tanda tangan dan nama pemohon. l/lENTEHI KEUANGAN REPUBUK INDONES!f\ B. FORMAT SURAT PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG: (Surat permohonan ini diperuntukkan bagi Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan yang bertindak atas nama orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki NPWP atau atas nama Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia.) Nomor :
.................................... (1) .......... , ..................... (2) Lampiran:
..................................... (3) Hal : Permohonan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak........ . (4) yang Seharusnya Tidak Terutang atas nama . ...... . . (5) Yth. Direktur Jenderal Pajak u.p. Kepala Kantor Pelayanan Pajak................................ . Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPWP Alamat (6) (7) (8) (9) adalah pemotong atau pemungut pajak............ . . (4) dan bertindak untuk dan atas nama................ (5) untuk mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009, a. sebesar : Rp ........................................................ (10) sesuai dengan perhitungan terlampir b. atas.... ..... .. . ......... ... . .. ...... ... . ........... ...... ...... ... ... ...... ( 1 1) c. dengan alasan............ ......................................... .. . . (12) Sebagai kelengkapan permohonan, terlampir bersama ini disampaikan: 1 . ................................................................. .. (13) 2 . ................................................................... (13) 3 . .................. ................................................. (13) 4....................... . ...................................... . . · · . · . (13) Demikian surat permohonan kami sampaikan untuk dapat dipertimbangkan. Pemohon, (14) Keterangan: *) pilih yang sesuai !VlENTtn! i<EU.L\l\lG.l\f\I REPUBUt< lf!DONES!/.\ -5- PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG Nomor (1) Diisi dengan nomor surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan administrasi pemohon. Nomor (2) Diisi tempat dan tanggal surat permohonan dibuat. Nomor (3) Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan pada surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang menurut pemohon. Nomor (4) Diisi dengan jenis pajak yang diajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (5) Diisi dengan nama pihak yang dipotong atau dipungut yang mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yaitu orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia. Nomor (6) Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (7) Diisi dengan nama pemotong atau pemungut yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau Subjek Pajak luar Negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia untuk mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (8) Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak pemotong atau pemungut yang mengajukan surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (9) Diisi dengan alamat pemotong atau pemungut yang mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (10) : Diisi dengan jumlah pajak yang seharusnya tidak terutang yang dimintakan pengembalian, sesuai lampiran perhitungan besarnya pajak yang seharusnya tidak terutang. !VIENTERI KEW\l\JGAN HEPUBUf< INDONES!A N omor (11): Diisi sesuai dengan data yarig ada dalam bukti pemotongan pajak atau bukti pemungutan pajak yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang berupa nomor dokumen dan nama pihak yang dipotong atau dipungut. Nomor ( 1 2) : Diisi dengan alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor ( 1 3) : Diisi dengan dokumen yang harus dilampirkan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. Nomor ( 1 4) : Diisi dengan tanda tangan dan nama pemohon. MENTER! l<EUt.\f!G/..\ f\I REPUBLll< INDONESIA C. FORMAT SURAT KUASA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG TIDAK DIWAJIBKAN MEMILIKI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK: SURAT KUASA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
.................................................................................... (1) Alamat ..................................................................................... (2) bertindak sebagai pihak yang dipotong/ dipungut*) dengan bukti pemotongan/pemungutan*) nomor ....................... .......... (3) Dengan ini memberikan kuasa kepada: Nama :
................................................................................. (4) NPWP :
................................................................................. (5) Alamat ................. . ·......................... . .. . .................................... (6) selaku pemotong atau pemungut pajak, untuk bertindak untuk dan atas nama saya mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pemotongan atau pemungutan pajak yang seharusnya tidak terutang kepada Direktur Jenderal Pajak dan menerima pengembalian kelebihan pemotongan atau pemungutan pajak yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pemotongan/pemungutan pajak telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak, saya: D D bersedia untuk memperhitungkan kelebihan pemotongan/pemungutan pajak tersebut dengan utang pajak pemotong atau pemungut pajak. tidak bersedia untuk memperhitungkan kelebihan pemotongan/pemungutan pajak tersebut dengan utang pajak pemotong atau pemungut pajak.
........................ ' .................. (7) Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa, Meterai ................ . ......... .......... (8) ............ ..... ...... . ... ...... (9) Keterangan: *) coret yang tidak perlu MENTER! KEU/.\f!GAN REPUBUK INDONES!A SURAT KUASA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARJ\N PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Diisi dengan nama pihak yang dipotong atau dipungut pajak. Diisi dengan alamat yang dipotong atau dipungut pajak. Diisi dengan nomor bukti pemotongan atau pemungutan pajak. Diisi dengan nama pemotong atau pemungut pajak. Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak pemotong atau pemungut pajak. Diisi dengan alamat pemotong atau pemungut pajak. Diisi dengan kota dan tanggal surat dibuat. Diisi dengan nama dan tanda tangan pemotong atau pemungut pajak. Diisi dengan nama dan tanda tangan pihak yang dipotong atau dipungut pajak serta dibubuhi dengan meterai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. MCNTER! l<EUANGAN REPUl3lll< !NDOl!ESIA D. FORMAT SURAT PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI YANG TIDAK MEMILIKI BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA: (Surat permohonan ini diperuntukkan bagi Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia, baik permohonan diajukan melalui pemotong atau pemungut maupun diajukan sendiri dalam hal pemotong atau pemungut tidak ditemukan.) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT PERMOHONAN PENGEMBALIAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG (APPLICATION FORM FOR CI.AIMING TAX REFUND OF INDONESIA WITHHOWING TAX) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : (!, the undersigned: ) Nama (Name) Alamat : ..................................................................................... (1} . . ............ . ............................. . .. .. . ... ...... . ...... . .. .. . ... . .... . (Address).... ..... .... . .. ..... . .............. . ... Nomor Telepon :
................. (2} (Phone Number) bertindak sebagai: *} D Pemohon Individual D Pengurus/Wakil (3} (the claimant - individual) (the claimant. - management of non individual entity) Informasi Pemohon : (Information of the claimant: ) Nama :
................................................................................. (4} (Name) No. Identitas Pajak (Taxpayer ID No.) Alamat (Address) : ................ . · · · · · · · · ............. · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · . . (5} : · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · ........................................Nomor Telepon :
................. (6} (Phone Number) Negara :
..................... . ................ . .. . ..... .....· · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · (7} (Country /jurisdiction) memohon pengembalian kelebihan pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia sebagai berikut: (to claim refund for the following tax withheld in Indonesia.) No. (No.} 1.
3 .
MENTEHI KEUANGХ.f\J HEPUBUK 11\JDONESIA - 10- N om or dan Tanggal Bukti Jumlah Pajak Potong/ Pungut Di potong/ Dipungu t (Withholding Tax Slip (No. and (Rupiah) Date)) (Tax Withheld) (A) (B) Total (Total) Jumlah Pengembalian yang Diajukan (Rupiah) (Tax Refund Claimed) (C ^) Jumlah pajak sebagaimana pada kolom B pemotong/ pemungut pajak berikut : dipotong/ dipungut oleh (8) {The above tax as mentioned in column B withheld by Indonesia withholding tax agent: ) Nama :
................................................................................ (9) (Name) No. Identitas Pajak (Taxpayer ID No.) : .......................................................................· · · · · ·...(10) Alamat {Address) (11) Alasan pengembalian kelebihan pemotongan/pemungutan pajak :
(Reasons of refund claim: ) Lampiran * ) :
(Document attached: ) D Surat Kuasa D D D D D (Power of Attorney) Surat Keterangan Domisili (Certificate of Domicile) Asli bukti potong sejumlah : (Orignal withholding Tax slip (s) : Dokumen pendukung (Supporting documents) lembar pieces(s)) Pernyataan bahwa kelebihan pemotongan/pemungutan yang dimintakan pengembalian belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang di luar negeri dan/atau belum dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak di luar negeri (Statement of Claimant that the tax claimed has not been utilized to reduce the liable tax in the claimant's country/ jurisdiction not to deduct the taxable income in the claimant's country/ jurisdiction) Salinan/fotokopi Surat Keputusan Persetujuan Bersama (dalam hal permohonan karena Persetujuan Bersama) (Copy of mutual agreement (required only if the tax claimed is resulted from Mutual Agreement Procedure) Pernyataan: (Declaration: ) MENTER! KEUAf\IGAl\f HEPUBUI< !f'JDONESIA Saya menyatakan bahwa informasi yang saya sampaikan adalah sebenar benarnya dan lengkap. (I declare that the information stated in this form is true, correct and complete.) Tempat dan Tanggal (bln/hr / thn) (14) (Place and Date (mm/ dd/ yyyy)) * ) Pilih yang sesua i (Please check the appropriate box) Tanda Tangan ( 1 5) (Signature o f the claimant or individual authorized to sign for the claimant) Jabatan (16) (Capacity in which acting) MENTER! l<EUANGAN REPUBLH< fl\lDONESIA -12- PETUNJUK PENGISIAN SURAT PERMOHONAN PENGEMBALIAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG (INSTRUSCTIONS FOR FILLING APPLICATION FORM FOR CLAIMING TAX REFUND OF INDONESIA TAX WITHHOLDING) Nomor (1) (Number 1) Nomor (2) (Number 2) Nomor (3) (Number 3) Nomor (4) (Number 4) Nomor (5) (Number 5) Nomor (6) (Number 6) Nomor (7) (Number 7) Diisi dengan nama orang yang menandatangani surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Dalam hal pemohon adalah orang pribadi, diisi dengan nama pemohon. Dalam hal pemohon adalah badan, diisi dengan nama pengurus/wakil dari badan tersebut. (Please fill it in with the name of individual who signs this form. For individuals, the name filled in is the Claimant and for non individual entities, the name filled in is the name of individual who act as the management.) Diisi dengan alamat orang yang menandatangani surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. (Please.fill it in with the address of individual who signs the form.) Diisi dengan "-/" pada kotak sesuai dengan status penandatangan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. (Please check the appropriate box.) Diisi dengan nama pemohon yang mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. (Please fill it in with the Claimant's name.) Diisi dengan nomor identitas perpajakan pemohon yang terdaftar di negara domisili. (Please fill it in with the Claimant's taxpayer identification number in country/ jurisdiction where the claimant registered as a taxpayer resident.) Diisi dengan alamat pemohon yang mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. (Please.fill it in with the Claimant's address.) Diisi dengan nama negara/yurisdiksi dimana pemohon terdaftar sebagai pembayar pajak. (Please fill it in with the country/jurisdiction where the claimant registered as a taxpayer resident.) Nomor (8) ( Number 8) Nomor (9) ( Number 9) Nomor (10) ( Number 10) Nomor (11) ( Number 11) Nomor (12) ( Number 12) Nomor (13) ( Number 13) MENTER! KEU/..\ l!G/-\N HEPUBUf< !NDONES!t\ -13- Kolom A diisi dengan nomor clan tanggal yang tertera di bukti pemotongan/ pemungutan pajak, kolom B diisi dengan jumlah pajak yang dipotong atau dipungut sesuai dengan yang tertera pada bukti pemotongan/pemungutan (dalam Rupiah), dan kolom C diisi dengan jumlah pajak yang diajukan pengembalian (dalam Rupiah). Jumlahkan masing-masing kolom B dan C. ( Please fill in the column (A} with the number and date of withholding tax slip(s} issued by withholding tax agent, column (BJ with the amount of tax withheld as stated in the withholding tax slip (in Rupiah) and column (CJ with the amount of tax claimed (in Rupiah}. Please total the amount o f column (BJ and (CJ respectively. ) Diisi dengan nama pemotong atau pemungut pajak. ( Please fill it in with the name of the withholding tax agent. ) Diisi dengan NPWP pemotong atau pemungut pajak. ( Please fill it in with the taxpayer identification number (NPWP) of the withholding tax agent. ) Diisi dengan alamat pemotong atau pemungut pajak. ( Please fill it in with the address of the withholding tax agent. ) Diisi dengan alasan mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan pasal-pasal dalam P3B yang relevan dengan permohonan pengembalian tersebut. Pemohon dapat menyatakan alasan dan argumen bahwa pajak yang dipotong atau dipungut tidak sesuai dengan penerapan P3B. ( Please provide reasons to claim the tax withheld and any articles of the Double Taxation Convention (DTC} which relevant or related to the claim. The Claimant may state his reasons and arguments to support that the tax withheld is not in accordance with the Indonesian income tax law and/ or the DTC. Additional paper may be used by the claimant. ) Diisi dengan "-/" pada kotak sesuai dengan dokumen yang dilam pir kan. ( Please check the appropriate box to declare that the Claimant has completed all the requirements. The failure to present the required attachments will cause the Director General of Taxes to refuse the application. ) a. Surat kuasa dari pemohon kepada pemotong atau pemungut pajak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Surat kuasa ini harus dibubuhi dengan meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ( Power of attorney. The Claimant must provide a specific power of attorney to grant power to the withholding tax agent to submit the application. This document is liable to Indonesian stamp duty according to applicable regulations. ) Nomor (14) (Number 14) Nomor (15) (Number 15) Nomor (16) (Number 16) IVIENTEf1! KEU/.\NGAN HEPUBUI< INDONES!A, -14- b. Surat Keterangan Domisili Subjek Pajak Luar Negeri. Formulir ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dan harus diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh pemohon. (Certificate of Domicile. This form is required to be submitted for the application of the DTC. The form of certificate of domicile, issued by the Directorate General of Taxes and must befilled completely and signed by the Claimant.) c. Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak, sesuai dengan informasi yang diberikan pada nomor (8) . (Original withholding tax slip(s). The Claimant must provide the original withholding tax slips to support information provided in Number 8.) d. Dokumen pendukung sebagaimana pada Lampiran E Peraturan 1n1. (Supporting document as requested in attachment E of this regulation) e. Surat pernyataan pemohon bahwa pajak yang dimintakan pengembalian belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang di luar negeri dan/atau belum dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak di luar negen. (The Claimant statement that the tax claimed has not been utilized to reduce the liable tax nor to deduct the taxable income in calculating the liable tax in the Claimant's country/ jurisdiction.) f. Dalam hal permohonan terkait dengan Persetujuan Bersama, salinan/fotokopi Persetujuan Bersama harus dilampirkan. (In case the tax claimed by the Claimant is resulted from mutual agreement agreed by both Competent Authorities through a Mutual Agreement Procedures, the claimant is required to submit copy of mutual agreement.) Diisi dengan tempat dan tanggal penandatanganan. (Please fill it in with the place and date of signing.) Diisi dengan nama lengkap pemohon atau wakil dan ditandatangani. (Please fill it in with the name of the Claimant for individuals/the person who act as the management for non-Individual entities and his/ her signature.) Diisi dengan nama jabatan penandatangan. (Please fill it in with the capacity of the Claimant or the representative who signs this form.) MENTEHI l<EUJ.\f\IGAl\l RFPUBLli< INDOl\lESIA E. FORMAT SURAT KUASA BAGI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI YANG TIDAK MEMILIKI BENTUK USAf-IA TETAP DI INDONESIA KEPADA PEMOTONG ATAU PEMUNGUT: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERALPAJAK SURAT KUASA PENGEMBALIAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG (POWER OF ATTORNEY FOR CLAIMING TAX REFUND OF INDONESIA WITHHOWING TAX) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : {I, the undersigned: ) Nama :
................................................................................... . (1) (Name) Alamat................................................................................ . . (Address)........................................ Nomor Telepon :
................. (2) (Phone Number) bertindak sebagai: *) D Pemohon Individual D Pengurus/Wakil (3) (the claimant - individual) (the claimant - management of non individual entity) Informasi Pemohon : (Information of the claimant: ) Nama :
................................................................................. (4) (N ame ) No. Identitas Pajak :
........................................................................... . ·.... (5) (Taxpayer ID No.) Alamat :
............................................................................... . (Address)........................................ Nomor Telepon :
................. (6) (Phone Number) Negara :
..........................................· · ·.... . · . . · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · (7) (Country /jurisdiction) dengan ini memberikan kuasa kepada: (herewith give the power of attorney to: ) Nama :
................................................................................ (8) (Name) No. Identitas Pajak :
........................................... . ·.... . . · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · (9) (Taxpayer ID No.) Alamat : (Address) · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · Nomor Telepon :
............... (10) (Phone Number) IVlENTEHI !<EUANGAf\J HEPUBLll< INDONESiA selaku pemotong atau pemungut pajak, untuk bertindak untuk dan atas nama saya untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pemotongan/ pemungutan pajak di Indonesia, termasuk untuk melengkapi lampiran-lampiran yang dibutuhkan kepada Direktur Jenderal Pajak, dan menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak. (as the withholding tax agent, to act on my behalf to lodge the application for claiming tax refund of Indonesia tax withholding, including the required attachments to the Director General of Taxes, and to receive the tax refund approved by the Director General of Taxes.) Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pemotongan/pemungutan pajak telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak, saya: (In terms of the application for claiming tax refund on Indonesin withholding tax is approved by the Director General of Taxes, I· D bersedia untuk memperhitungkan kelebihan pemotongan/pemungutan pajak tersebut dengan utang pajak pemotong atau pemungut pajak. D (am willing to calculate the tax refund as the payment of the withholding agent tax liability) tidak bersedia untuk memperhitungkan kelebihan pemotongan/pemungutan pajak tersebut dengan utang pajak pemotong atau pemungut pajak. (am not willing to calculate the tax refund as the payment of the withholding agent tax liability) Surat Kuasa ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. (This power of attorney is made to be used for the purposes so indicated.) Tempat dan Tanggal (bln/hr/thn) ( 1 1) (Place and Date (mm/ dd/ yyyy)) Tanda tangan penerima kuasa (12) (Signature of the proxy) *) Pilih yang sesuai (Please check the appropriate box) Tanda tangan kuasa a tau mewakili pemberi yang (13) (Signature of the claimant or individual authorized to sign on behalf of the claimant) Jabatan (14) (Capacity in which acting) Nomor (1) (Number 1) Nomor (2) (Number 2) Nomor (3) (Number 3) Nomor (4) (Number 4) Nomor (5) (Number 5) Nomor (6) (Number 6) Nomor (7) (Number 7) Nomor (8) (Number 8) MENTER ! KEU,J'.\f\JGJ.\1\1 REPUBUK I N DOf\IES!A - 1 7- PETUNJUK PENGISIAN SURAT KUASA PENGEMBALIAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG (INSTRUCTIONS FOR FILLING FORM OF POWER OF ATTORNEY ) Diisi dengan nama orang yang menandatangani surat kuasa pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Dalam hal pemohon adalah orang pribadi, diisi dengan nama pemohon. Dalam hal pemohon adalah badan, diisi dengan nama pengurus/wakil dari badan tersebut. (Please fill it in with the name of individual who signs the form. For individuals, the name filled in is the Claimant and for non individual entities, the name filled in is the name of individual who act as the management.) Diisi dengan alamat orang yang menandatangani surat kuasa pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. (Please fill it in with the address of individual who will sign the power of attorney.) Diisi dengan "-../ " pada kotak sesuai dengan status penandatangan surat kuasa pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. (Please check the appropriate box.) Diisi dengan nama pemohon yang mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Jika pemohon adalah orang pribadi, maka diisi sesuai dengan nama pada nomor (1). (Please fill it in with the Claimant's name. If the Claimant is an individual, the name is as it is filled in Number 1.) Diisi dengan nomor identitas perpajakan pemohon yang terdaftar di negara domisili. (Please fill it in with the Claimant's taxpayer identification number in country/ jurisdiction where the claimant registered as a taxpayer resident.) Diisi dengan alamat pemohon yang mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. (Please fill it in with the Claimant's address.) Diisi dengan nama negara/yurisdiksi dimana pemohon terdaftar sebagai pembayar pajak. (Please fill it in with the country/jurisdiction where the claimant registered as a taxpayer resident.) Diisi dengan nama pemotong atau pemungut pajak. (Please fill it in with the name of the withholding tax agent.) Nomor (9) ( Number 9) Nomor ( 1 0) ( Number 10) Nomor ( 1 1) ( Number 11) Nomor ( 1 2) ( Number 12) Nomor (13) ( Number 13) Nomor (14) ( Number 14) MENTER! l<EUANGAN HEPUBUt< INDONESIA - 18- Diisi clengan NPWP pemotong atau pemungut pajak. ( Please fill it in with the taxpayer identification number (NPWP) of the withholding tax agent. ) Diisi clengan alamat pemotong atau pemungut pajak. ( Please fill it in with the address of the withholding tax agent. ) Diisi clengan tempat clan tanggal penanclatanganan. ( Please fill it in with the place and date of signing. ) Diisi clengan nama penerima kuasa clan clitanclatangani. ( Please fill it in with the name of the person who receives the power of attorney and his/ her signature. ) Diisi clengan nama pemberi kuasa atau yang mewakili dan ditandatangani serta dibubuhi clengan meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ( Please fill it in with the name of the Claimant, or the representative of non individual claimant, and his/ her signature. The Power of Attorney is liable to Indonesian stamp duty according to the applicable regulations.) Diisi dengan nama jabatan penandatanganan. ( Please fill it in with capacity of the Claimant who signs this form. In case the signor is the representative, please fill in the capacity of the signor. ) M ENTER ! KEUANGAN REPUBUI< f N DONESlf ..\ F. DOKUMEN PENDUKUNG BAGI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN TERKAIT DENGAN P3B (SUPPORTING DOCUMENT(S) RELATED TO INCOME ACQUIRED IN DOUBLE T AXATION CONV ENTION):
Dokumen yang berkaitan dengan jenis penghasilan: (Document(s) related to the earned income: ) a. Bunga: (Interest income) 1) perjanjian pemberian atau penyediaan pinjaman/hutang; (the loan agreement) 2) jurnal pencatatan penerimaan bunga; (the recording journal of the receipt of income) 3) rekening bank penerimaan dan penggunaan penghasilan; dan (the bank statement that showing the receipt and the use of income; and) 4) notice of interest computation;
dividen: (dividend income) 1) dividend declaration dari perusahaan yang membayar dividen; (a declaration of dividend distribution issued by the Indonesian entity who paid the dividend) 2) rekening bank penerimaan dan penggunaan penghasilan; dan (the bank statement that showing the receipt and the use of income; and ) 3 ) surat keterangan dari pembayar dividen yang menyatakan bahwa pemohon adalah pemegang saham yang berhak menerima dividen; (a statement letter made by the company who distributed the dividend mentioning that the claimant is the rightful owner of dividend) c. royalti, sewa, dan penghasilan lain dari penggunaan harta; (royalties, rent and other income related to the use of or for the right to use asset, property or equipment) 1) perjanjian yang terkait dengan penyediaan harta; (the related agreement) 2) jurnal pencatatan penerimaan penghasilan; (the recording journal of the receipt income) 3 ) rekening bank penerimaan dan penggunaan penghasilan; dan (the bank statement that showing the receipt and the use of income; and) 4) notice of income computation;
imbalan jasa, baik dilakukan oleh individu maupun badan: (income from services, rendered by individual or non individuan 1) perjanjian pemberian /penyediaan jasa; (non related service agreement) M E NTEHI l<EUANG/.\N HEPUBUK f N DON ESIA 2) pernyataan Subjek Pajak Luar Negeri bahwa Subjek Pajak Luar Negeri tidak menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap; dan (a statement letter made by the claimant mentioning that claimant conducted business or activities in Indonesia not through a permanent establishment, and) 3) surat keterangan dari Pemotong/ Pemungut Pajak mengenai lamanya pelaksanaan pemberian/ penyediaan jasa di Indonesia; (a statement letter issued by the Indonesian withholding tax agent mentioning that the claimant rendered services in Indonesia for a period not more than the period stipulated in the DTC to constitute a permanent establishment) e. penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham perusahaan di Indonesia: (gain from the alienation of shares) 1) perjanjian penjualan atau pengalihan saham; dan (the agreement related to the alienation of shares o fa company situated in Indonesia; and) 2) akta pemindahan hak atas saham yang dijual atau dialihkan dari perusahaan di Indonesia yang sahamnya dijual atau dialihkan; (Notary deed on transfer of right of the alienated shares) f. premi asuransi dan premi reasuransi: (insurance or reinsurance premium) 1) polis asuransi/reasuransi; dan (the insurance policy; and) 2) notice o f premium computation;
branch pro fit bentuk usaha tetap: (branch profit of permanent establishment) 1 ) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bentuk usaha tetap; dan (the annual income tax return of the related permanent establishment that situated in Indonesia; and) 2) surat keterangan Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang menerangkan alasan pemotongan pajak atas branch profit; (a statement letter issued by the permanent establishment who acts as the withholding tax agent concerning the ground of the tax withholding) h. penghasilan lainnya: (other income) 1) pernyataan Pemotong/Pemungut Pajak bahwa Subjek Pajak Luar Negeri adalah pemilik sah atas penghasilan; dan (a statement letter issued by the Indonesian withholding tax agent mentioning that the Claimant is the rightful owner of the income; and) 2) penjelasan Subjek Pajak Luar Negeri mengenai substansi penghasilan; dan (a description by the claimant regarding the substance of income, including the underlying transaction; and) l/l ENTEH ! l<EUANGAN HEPU BUK I N DONESIA 2. Dokumen tambahan bagi Subjek Pajak Luar Negeri selain Orang Pribadi, yaitu: (Additional documents for the claimant -non individual entity) a. nama, alamat, kewarganegaraan, dan informasi nnc1 mengenai dewan direksi; (name, address, nationality and other detailed inf onnation of board or directors) b. identitas dan informasi rinci mengenai pemegang saham; (name, address, shares and other detailed inf01mation concerning the shareholders) c. jumlah pegawai dan informasi rinci mengenai tugasnya; (number of employees and detailed job description) d. penjelasan atas investasi yang menimbulkan penghasilan; (description of investment which generates the income related to the tax claimed) e. penggunaan atau rencana penggunaan penghasilan yang bersumber dari Indonesia untuk penghasilan berupa bunga, dividen dan royalty; dan (the use of the plan of use of income generated by the investment; and) f. laporan keuangan dan surat pemberitahuan pajak untuk tahun yang mencakup saat terjadinya transaksi dan 2 (dua) tahun sebelumnya. (the Claimant's financial statements and reported income tax return for year when the payment occurred and for the 2 (two) years before). iVl ENTEHI !<E UANGAN R E P U B U I< ! !\I DON ESLL\ G. FORMAT LAPORAN HASIL PENELITIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG: LAPORAN HASIL PENELITIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG Nomor Tanggal : ........................ . . (1) :
....................... . . (2) I. UMUM A. DATA PERMOHONAN 1 . Surat Permohonan Wajib Pajak / Pihak yang dipotong atau dipungut:
Nomor b. Tanggal 2. Nama Wajib Pajak / pihak yang di po tong/ dipungut 3. NPWP / NPWP pihak yang dipotong atau dipungut 4. KLU Wajib Pajak / pihak yang dipotong atau dipungut 5. Alamat Wajib Pajak / pihak yang : .................................... (3) :
................................... (4) : .................................... (5) : .................................... (6) : .................................... . . (7) dipotong a tau dipungut :
...................... . ... . ...... . . (8) 6. Nama pemotong/pemungut :
.. ........................... ...... (9) 7. NPWP pemotong/pemungut :
............................... . . ( 1 0) 8 . KLU pemotong/pemungut :
............................... . . ( 1 1) 9. Alamat pemotong/pemungut :
............................... . . ( 1 2) 1 0. Jenis Pajak yang Diajukan Permohonan: *) [ ] PPh OP/PPh Badan [ ] PPh Pasal 2 1 [ ] PPh Pasal 22 [ ] PPh Pasal 23 [ ] PPh Pasal 26 [ ] PPh Pasal 4 ayat (2) [ ] PPN [ ] PPnBM 1 1 . Masa/Tahun Pajak :
............................... . . ( 1 3) B. DATA/INFORMASI YANG TERSEDIA ................................................................................................. . . ( 1 4) C. DAFTAR LAMPIRAN M E NTER ! KEUANGA.N REPUBL!K l f\l DONESIJ\ . ... ... . .... ........... . ..................................... ...... . ... . ....... . ................... ( 1 5) II. URAIAN HASIL PENELITIAN ......................................................................................................... . (16) III. KESIMPULAN DAN USUL ...................... ... ........ . ..................................................................... ... ( 1 7) ............. . . , · · · · · ·............ . ( 1 8) Kepala Seksi, Peneliti, ................................. (20)................................ . (19) Kepala Kantor, . .... ...... .... .... . ............. (2 1) Keterangan: *) pilih yang sesuai !/lE f\JTEHI l<E UANG/.\f\J HEPUBUK i f\J DON ES!A -24- PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG Nomor (1) : Diisi dengan nomor laporan hasil penelitian pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (2) Diisi tanggal laporan hasil penelitian pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dibuat. Nomor (3) Diisi dengan nomor surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan administrasi pemohon. Nomor (4) Diisi tanggal surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan administrasi pemohon. Nomor (5) Diisi dengan nama Wajib Pajak atau pihak yang dipotong atau dipungut yang mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (6) Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pokok Wajib Pajak pihak yang dipotong atau dipungut yang mengajukan surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan dalam hal pemohon merupakan orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak memiliki perwakilan atau bentuk usaha tetap di Indonesia Nomor (6) tidak perlu diisi. Nomor (7) Diisi dengan KLU Wajib Pajak atau pihak yang dipotong atau dipungut yang mengajukan surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak. Nomor (8) Diisi dengan alamat Wajib pajak atau pihak yang dipotong atau dipungut yang mengajukan surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (9) Diisi dengan nama pemotong atau pemungut pajak dalam hal yang mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pihak yang dipotong atau dipungut. Nomor ( 1 0) : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak pemotong atau pemungut pajak dalam hal yang mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pihak yang dipotong atau dipungut. M E: NTEHI l<E U/\NGAN HEPUBUI< f N OONESi,L\ Nomor (1 1) : Diisi dengan KLU pemotong atau pemungut, dalam hal yang mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pihak yang dipotong atau dipungut. Nomor (12) : Diisi dengan alamat pemotong atau pemungut, dalam hal yang mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pihak yang dipotong atau dipungut. Nomor (13) : Diisi masa atau tahun pajak yang diajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor ( 1 4) : Diisi sesuai dengan keseluruhan data atau informasi yang tersedia terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (15) : Diisi sesuai dengan keseluruhan dokumen yang dilampirkan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor (16) : Diisi dengan uraian penelitian terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Nomor ( 1 7) : Diisi dengan kesimpulan dan usul atas hasil penelitian kebenaran data berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, termasuk informasi produk hukum. Nomor ( 1 8) : Diisi dengan tempat dan tanggal laporan hasil penelitian pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, termasuk informasi produk hukum dibuat. Nomor ( 1 9) : Diisi dengan nama, Nomor Induk Pegawai peneliti, dan ditandatangani. Nomor (20) : Diisi dengan nama, Nomor Induk Pegawai Kepala Seksi, dan ditandatangani. Nomor (21) : Diisi dengan nama, Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dan ditandatangani. /\ ' '· M E i\ITE HI l<f. U . .1 \NGAf! REPU BL!K I N DONES!A -26- H. FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN PENOLAKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG: Nomor Sifat Hal KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ......... .. . ............................ ........ ... .... ... (1) : ........................ . (2) .............. . ...... ...... . . (3) : Segera : Pemberitahuan Penolakan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang Yth . ................................... .
................ . .........................(4) Sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang Saudara ajukan dengan Nomor .. ............... (5) tanggal .... .. .............. (6) , dengan ini disampaikan bahwa permohonan Saudara tidak dapat disetujui karena :
............. .......... ................. .. . ................................. . · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · ..................................................................... . . (7) Demikian disampaikan, atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih .
............................ (8) !VI E l\JTE HI !<E UANGAN Hf.PUl1UI< I N DO!\I ES!A SURAT PEMBERITAHUAN PENOLAKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Diisi dengan nama dan alamat Kantor Pelayanan Pajak. Diisi dengan nomor surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan administrasi pemohon. Diisi dengan tanggal surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan administrasi pemohon. Diisi dengan nama dan alamat pemohon. Diisi dengan nomor surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan administrasi pemohon. Diisi tanggal surat permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan administrasi pemohon. Diisi dengan alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang tidak disetujui. Diisi dengan jabatan, nama, NIP, dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak serta cap jabatan. M E NTER! l<E U/NGt\N REPUBUK 11!DONESLl\ I. FORMAT SURAT PENUNJUKAN NOMOR REKENING BANK DI INDONESIA: SURAT PENUNJUKAN NOMOR REKENING BANK / LETTER OF DESIGN ATION OF BANK ACCOUNT NUMBER Saya yang bertanda tangan di bawah ini: (I, the undersigned) Nama :
......................................................................(1) (Name) Nomor Identitas Pajak (Taxpayer's ID Number) Alamat (Address) : .......................................................................(2) : .......................................................................(3) dengan ini menunjuk nomor rekening bank dengan rincian sebagai berikut: (hereby designate the bank account number with the details as follows) Nomor Rekening (Rp).................................................................... . . (4) (Designated bank account number (Rp)} Nama Bank :
................................................................... . (5) (Designated bank) Nama (Name) Alamat (Address) : .................................................................... . (6) : .................................................................... . (7) untuk menerima transfer pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak. (to receive wire transfer of the tax refund approved by the Director General of Taxes.) Demikian surat penunjukan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. (This statement is made for the purposes so indicated.) Pemilik nomor rekening, ................................. (10) ( Signature of the owner of bank account } ......................... , .................. (8) (Place and Date (mm/ dd/ yyyy)) Meterai (Stamp duty) ............................................(9) ( Signature of the claimant or individual authorized to sign on behalf of the claimant ) Nomor (1) (Number 1) Nomor (2) (Number 2) Nomor (3) (Number 3) Nomor (4) (Number 4) Nomor (5) (Number 5) Nomor (6) (Number 6) Nomor (7) (Number 7) Nomor (8) (Number 8) M E NTER! !<EU/\NGM! REPUBUI< ! l \lDOl' ESIA -29- PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENUNJUKAN NOMOR REKENING (INSTRUCTION FOR FILLING LETTER OF DESIGNATION OF BANK ACCOUNT NUMBER) Diisi dengan nama pemohon. Dalam hal pemohon adalah orang pribadi, diisi dengan nama pemohon. Dalam hal pemohon adalah badan, diisi dengan nama pengurus/wakil dari badan terse but. (Please fill it in with the name of the claimant. For individuals, the name filled in is the Claimant and for non individual entities, the name filled in is the name of individual who act as the management.) Diisi dengan nomor identitas perpajakan penandatangan yang terdaftar di negara domisili. (Please fill it in with the Claimant's taxpayer identification number in country/jurisdiction where the claimant is registered as a tax payer.) Diisi dengan alamat pemohon. (Please fill it in with the address ofthe Claimant.) Diisi dengan nomor rekening dalam mata uang Rupiah. Nomor rekening harus sama dengan nomor rekening yang tertera dalam rekening koran. (Please fill it in with bank account number in Rupiah. The bank account number must be the same as the bank account number stated on bank statement.) Diisi dengan nama bank yang ditunjuk. (Please fill it in with the name of the designated bank.) Diisi dengan nama pemilik rekening bank yang ditunjuk di Indonesia. Nama pemilik rekening bank harus sama dengan nama yang tertera dalam rekening koran. (Please fill it in with the name of the owner of the designated bank account in Indonesia. The name of the owner of the designated bank account must be the same as the name stated on bank statement) Diisi dengan alamat pemilik rekening yang ditunjuk. (Please fill it in with the address of the owner of the designated bank account.) Diisi dengan tempat dan tanggal penandatanganan. (Please fill it in with the place and date of signing.) Nomor (9) (Number 9) Nomor ( 1 0) (Number 10) , . MENTER! KEUANGAN REPUBL ·IK INDONESIA -30- Diisi dengan nama pemohon dan ditandatangani serta dibubuhi dengan meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Please fill it in with the name of the Claimant for individuals/the person who act as the management f or non-Individual entities and his/ her signature. This letter of designation is liable to Indonesian stamp duty according to the applicable regulations.) Diisi dengan nama pemilik nomor rekening bank yang ditunjuk. (Please fill it in with the name of the owner of the designated banlc account and his/ her signature. ) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttcl . BAMBANG P. S . BRODJONEGORO •
PUU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
dibebani oleh berbagai pajak dan retribusi (PPN, PPh, corporate tax , royalty , PBB, Retribusi/Bea Masuk, dan sebagainya) sehingga dengan pengenaan PKB/BBNKB alat berat mengakibatkan pajak berganda (double taxation) . Alat-alat berat tidak menggunakan bahan bakar bersubsidi malah membantu pemerintah menggunakan bahan bakar dengan harga kekinian/harga industri sehingga menghemat pengeluaran subsidi pemerintah. 42. Pihak pemerintah sendiri sesungguhnya telah menyadari kesalahannya, sebagaimana terlihat dari rekomendasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, pada tanggal 9 Juli 2002 yang menulis surat kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia, perihal Pungutan PKB dan BBNKB, yang pada pokoknya mendukung usul dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) melalui surat nomor 067/APBI/VI/2002 tanggal 12 Juni 2002, agar Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 khususnya mengenai pungutan PKB dan BBNKB ditinjau kembali. Alasannya karena kendaraan bermotor dan alat-alat berat hanya dioperasikan di wilayah pertambangan tidak di jalan umum. Di samping itu pengusaha Kuasa Pertambangan (KP), Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya (KK) telah dikenakan berbagai jenis pajak bea dan iuran sehingga dengan adanya tambahan pajak baru tersebut akan menambah beban yang sangat berat terhadap investor pertambangan dan akan sangat mengganggu bagi terciptanya iklim investasi yang kondusif di Indonesia. 43. Pada tanggal 16 Maret 2005, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2005 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pajak Kendaraan Bermotor, dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU 34/2000, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, karena alat- alat berat dan alat besar kendaraan bermotor yang tidak menggunakan jalan umum tidak dapat dikenakan objek pajak kendaraan bermotor. 44. Pada tanggal 9 Agustus 2008, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Muhamad S. Hidayat, menulis surat kepada Menteri
Konstitusi agar mendapatkan keadilan dan kejelasan atas Undang-Undang yang berlaku. Keterangan dari saksi Pemerintah bahwa ada pembayaran pajak kendaraan bermotor untuk alat berat di Riau dan NTB adalah tidak benar. Anggota- anggota APAKSI yang bekerja di Caltex maupun RAPP Riau tidak membayar pajak kendaraan bermotor untuk alat berat. Mungkin yang dimaksud oleh saksi tersebut adalah pajak kendaraan bermotor untuk truk berat (heavy truck) yang memang memakai jalan umum dan membayar pajak kendaraan bermotor. Menyalahkan alat berat sebagai faktor perusak jalan umum sebenarnya adalah kurang tepat. Karena faktor mutu jalan juga merupakan salah satu faktor utama cepatnya jalan itu rusak. Contoh konkret yang dapat kami sampaikan adalah jalan umum di negara-negara tetangga kita Malaysia dan Thailand yang sering kita kunjungi. Alat berat disana juga diangkut dengan trailer dari satu proyek ke proyek lain melalui jalan umum, tetapi alat berat tidak dikenakan pajak kendaran bermotor dan jalan-jalan mereka tidak rusak seperti yang kita lihat di Indonesia, khususnya di beberapa daerah di Kalimantan. Kami mengharapkan pemerintah agar membangun infrastruktur jalan yang bermutu tinggi karena salah satru faktor high cost economy di Indonesia adalah sarana angkutan yang kurang memadai. Hal lain yang perlu kami sampaikan bahwa tidak semua alat berat bekerja dan menetap pada suatu proyek, khusunya alat berat atau pun alat konstruksi yang dirental dalam waktu jangka pendek. Alat berat selalu berpindah-pindah wilayah, misalnya dari Kaltim ke Kalsel, dari Jawa ke Kaltim, ke Sulawesi . Oleh karena itu, akan terjadi pembangunan pajak daerah yang tumpang- tindih dan berganda karena alat berat sudah dikenakan pajak. Kami melihat bahwa pengenaan pajak penghasilan PPH dan pajak penambahan nilai sudah tepat dan lebih adil dan jelas dalam pelaksanaannya daripada pengenaan pajak kendaraan bermotor. Setiap melakukan kontrak kerja dan penyewaan alat berat, kita telah sepakat dengan penyewa atau proyek. Bahwa penyewa dan proyek yang membayar PPN, sedangkan pemilih alat berat yang membayar PPH. Oleh karena itu, apabila pengenaan PKB saat ini dapat menimbulkan masalah dan perselisihan antara pemilik alat dan penyewa juga.
atau wealth adalah all form of marketable wealth yang tidak sekadar bumi dan bangunan. Capital atau wealth , itu adalah properti yang tidak menghasilkan revenue the wealthing atau tempat kita tinggal, lent , dan capital . Dan capital yang terakhir ini mencakup business capital , cash and deposit with bank , financial asset , dan social capital . Business capital itu adalah kita bisa bedakan antara fixed capital , premises plant machinery , floating capital , dan financial capital . capital taxes ini adalah kalau kita cermati dari berbagai literatur, merupakan salah satu pajak tertua di dunia yang sudah ada sejak zaman Romawi. Yang mula sekali dikenakan memang adalah tanah dan tempat tinggal atau bumi dan bangunan. Perkembangan ekonomi dan perkembangan teknologi membuat cakupannya itu semakin luas. di Indonesia, cakupannya tetap masih bumi dan bangunan. Jadi, kita memang masih sangat ketinggalan dibandingkan dengan banyak negara di dunia. Isu pajak berganda ( double taxation ) atau bahkan multiple taxation . kalau kita mengutip Adam Smith sejak lebih dari 200 tahun yang lalu sampai sekarang, mereka menyatakan bahwa tidak mungkin memang kita menghindari double atau multiple taxation . Tidak mungkin kita bisa murni 100% dalam kehidupan di dunia ini menghindari double taxation . Itu hanya mungkin kalau di dunia ini hanya ada satu jenis pajak. Beberapa ahli ekonom dan public finance specialist , sejak 200 tahun yang lalu sampai sekarang, memang menyatakan bahwa adalah hal yang tidak mungkin di dalam hidup sehari-hari untuk 100% menghindari terjadinya pajak berganda. Itu hanya dimungkinkan kalau di dunia ini hanya ada satu jenis pajak. Jadi, misal mungkin membayar PBB, membayar pajak kendaraan bermotor, juga membayar PPN kalau melakukan transaksi, juga membayar income tax . Jadi, kalau melihat dari siapa yang membayar, memang banyak sekali jenis pajak yang kita bayar. Melihat basisnya juga bisa begitu, banyak bisa dijumpai contoh sehari-hari. D ouble taxation atau multiple taxation praktis yang murni, praktis sulit dihindari. lalu isu diskriminasi. Bahwa salah satu prinsip desentralisasi yang kita gunakan adalah memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengenakan tarif pajak sesuai batasan yang ditetapkan, atau bahkan untuk tidak menerapkan tarif sama sekali.
Pengujian UU Nomor 3 2015 tentang Perubahan atas UU 27 Tahun 2014 tentang APBN 2015
Relevan terhadap
Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya untuk melaksanakan amanat konstitusi “untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat” , Pemerintah diwajibkan meng- addressat -kan lagi PIP kepada PT. SMI, dan akhirnya PT. SMI menjadi penerima akhir addressat -nya. PT. SMI dapat disebut menjadi penerima akhir addressat karena PT. SMI adalah BUMN, yaitu BUMN pemilik “kekayaan negara yang dipisahkan”, yang setiap saat sesuai dengan mekanisme pasar dapat menjual “dirinya sendiri” (saham kepemilikannya) kepada “siapapun” tanpa melalui mekanisme APBN. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 8 Yang dimaksud dengan “siapapun” diatas dapat berupa perseorangan maupun perseroan, baik lokal maupun interlokal, dalam negeri maupun luar negeri, asing maupun tidak asing, dan model inilah yang biasa dikenal dengan istilah “SWASTANISASI” , swastanisasi pusat investasi pemerintah. Dan karenanya ketentuan Pasal 23A UU 3/2015 yang dimohonkan diujikan oleh Pemohon menurut Pemohon adalah acara addressat meng-addressat- kan yang salah, alias “SALAH ALAMAT” . B.22c. Jika Pemohon tidak mematuhi ketentuan yang menurut Pemohon ”salah alamat” tersebut (misalnya Pemohon menghalang-halangi secara langsung ketentuan tersebut dengan upaya misalnya dengan “menggembok pintu” Kantor Presiden agar Presiden tidak dapat ngantor dan tidak dapat menandatangani Peraturan Pemerintah sebagai peng-halal-an dilakukannya transaksi yang salah alamat tersebut), maka negara dapat memaksakan ketentuan itu kepada Pemohon dan Pemohon dapat dikenakan sanksi jika tidak mematuhinya, sebagaimana substansi pertimbangan dalam pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XII/2014 (tersebut pada poin B.22 di atas). Dan negara akan memaksakan ketentuan itu kepada Pemohon dan Pemohon dikenakan sanksi karena tidak mematuhinya dengan sanksi yang ada pada peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya menghukum Pemohon dengan pasal Penghinaan Kepada Presiden. Dan inilah potensi kerugian konstitusional Pemohon yang berupaya menegakkan bahwa negara ini adalah negara hukum. B.22d.PIP adalah “milik” Pemohon sebagai warga negara Republik Indonesia (konsepsi kepemilikan kolektif seluruh rakyat yang dikelola oleh Pemerintah), karenanya PIP adalah milik rakyat yang pengelolaannya ada didalam mekanisme APBN, dan ketika itu berubah karena ketentuan Pasal a quo menjadi “kekayaan negara yang dipisahkan” (pengelolaannya diluar mekanisme APBN), maka Pemohon secara langsung juga akan terikat dan wajib untuk turut mematuhi ketentuan addressat tersebut. Dan secara langsung inilah kerugian konstitusional Pemohon jika pasal a quo diberlakukan, kerugian Pemohon yang sedang melaksanakan kewajiban menjunjung hukum dengan tidak ada kecualinya. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 9 B.23. Maka Pemohon mengajukan permohonan ini karena Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk memaksakan kewajiban menjunjung tinggi hukum dan/atau sebagai lembaga peradilan yang berwenang mengadili setiap Undang-Undang yang pemohon anggap tidak sesuai dengan UUD 1945. B.24. Bahwa Pemohon beranggapan bahwa Pasal 23A Undang-Undang a quo yang diujikan tersebut adalah BERTENTANGAN dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, selengkapnya alasan akan pemohon jelaskan alasannya dalam Pokok Permohonan dalam permohonan ini. B.25. Adapun secara sederhana alasan permohonan Pemohon tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
Bahwa Pemohon memiliki kewajiban konstitusional untuk menjunjung hukum, dan jika ada ketentuan yang menginjak hukum diberlakukan, maka kewajiban konstitusional Pemohon secara langsung akan dirugikan, karena kewajiban itu menuntut paksaan dan sanksi moril kepada Pemohon jika ikut dan/atau turut serta mendiamkan dan membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi dan terus berlangsungnya.
Selain itu bahwa Undang-Undang yang mohon diujikan dalam permohonan ini adalah tentang APBN Republik Indonesia, yang menyangkut kepentingan seluruh warga negara Republik Indonesia, maka karenanya Pemohon memiliki kepentingan konstitusional secara langsung terhadap pengujian ini.
Bahwa Pasal 23A Undang-Undang a quo terkait secara langsung dengan keberadaan dan/atau penampakan PT. Sarana Multi Infrastruktur (selanjutnya disebut PTSMI).
Bahwa Pemohon beranggapan bahwa PTSMI telah menginjak hukum Republik Indonesia, PTSMI telah melakukan konspirasi kejahatan korporat yang SISTEMATIK, TERENCANA dan MASIF terhadap seluruh warga negara Republik Indonesia dengan menggunakan utang luar negeri Republik Indonesia untuk kepentingan bisnis sebuah perusahaan swasta (PT.INDONESIA INFRASTRUCTURE FINANCE, selanjutnya disingkat PTIIF) yang jelas-jelas mayoritas sahamnya dimiliki oleh institusi-institusi asing, dengan kata lain bahwa PTSMI Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 10 telah menggunakan utang luar negeri Republik Indonesia untuk kepentingan bisnis institusi-institusi asing di republik ini.
Bahwa jika pasal a quo diberlakukan, maka PTSMI akan menjadi entitas/institusi yang akan menjadi penerima pertama manfaat ekonomi sekaligus penikmati hasil pertama dari ketentuan a quo .
Dan jika pasal a quo diberlakukannya, maka jelas Pemohon dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan karena itu akan memberi ruang bagi PTSMI untuk melakukan penginjakan hukum selanjutnya yang lebih dahsyat lagi di republik ini, peninjakan hukum demi kepentingan bisnis institusi-institusi asing;
Bahwa desain bisnis PTSMI berpotensi menjadi praktik bisnis yang tidak Pancasilais dan/atau tidak konstitusional, yang jelas-jelas telah dilarang oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU- XI/2013.
Dan fakta menunjukkan bahwa PTSMI juga telah menjalankan praktek bisnis yang tidak Pancasilais dan/atau tidak konstitusional tersebut.
Bahwa pemberlakuan pasal a quo adalah kerugian konstisusional seluruh warga negara Indonesia, termasuk Pemohon. Dan jika ketentuan tersebut tidak diberlakukan, maka kerugian konstitusional seluruh warga negara Indonesia (paling tidak kerugian konstisusional Pemohon) tidak akan terjadi lagi, minimal akan sedikit berkurang kerugian konstitusional tersebut. Pelanggaran terhadap norma hukum dan pemerintahan tentu akan menyebabkan terjadinya ketidak-komprehensif-annya jalannnya pemerintahan dan ujungnya akan meyebabkan tidak efektifnya pengelolaan republik ini. Dan akhir dari semuanya adalah dapat mengganggu upaya pencapaian tujuan Negara Republik Indonesia. Karenanya dalam situasi adanya gangguan terhadap pencapaian tujuan Negara Republik Indonesia inilah maka kewajiban Pemohon untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya sebagai warga negara Inodesia sebagaimana yang dimaksud dalam norma Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Dan jika kewajiban pemohon ini dihalang-halangi oleh siapa pun juga, maka itu artinya hak konstitusional Pemohon juga telah dirugikan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 11 “Pemohon berkeyakinan bahwa kepastian hukum dan berjalannya sistem bernegara yang komprehensif merupakan prasyarat utama bagi tercapainya tujuan Negara Republik Indonesia”. Sikap membiarkan atau mendiamkan saja pelanggaran substantif dan adanya ketidakpastian hukum terhadap persoalan yang sebenarnya ada dan aktual dalam bidang hukum dan pemerintahan di Republik Indonesia jelas itu adalah kerugian bagi seluruh warga negara, dan Pemohon sangat yakin bahwa Mahkamah Konstitusi tidak akan pernah membiarkan hak-hak konstitusional warga negara dirugikan oleh apapun juga. B.26. Bahwa Kementerian Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 ( bukti P.22) memang membentuk PT. IIF, Kementerian Keuangan membentuk perusahaan swasta dan memberikan utang negara untuk perusahaan swasta PT. IIF tersebut dengan “perantara” PT. SMI: UKURAN KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN Semula: Cakupan perluasan modal lembaga pembiayaan infrastruktur Menjadi: Pendirian perusahaan pembiayaan infrastruktur Semula TARGET: Perluasan modal lembaga pembiayaan infrastruktur yang lebih besar sehingga mencakup XX.XX Menjadi TARGET: Beroperasinya secara efektif perusahaan pembiayaan infrastruktur PT IIFF B.27. Bahwa institusi World Bank dan Asian Development Bank (ADB) terlibat secara aktif sejak awal “mengatur” dan “mengarahkan” pemanfaatan utang negara itu untuk PT. IIF melalui PT. SMI, selengkapnya dapat dilihat pada bukti P.11, P.12, P.13, P.15, P.1 dan P.2. B.28. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah pula membahas keberadaan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dalam perkara Nomor 2/SKLN-X/2012 B.29. Terdapat ketidakkonsistenan, di satu sisi dalam perkara Nomor 2/SKLN- X/2012 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah (Kemenkeu) berjuang sekuat tenaga berupaya untuk menjadikan saham kecil sebuah perusahaan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 12 swasta menjadi saham milik negara, sementara disisi lain dalam APBNP 2015 (UU 3/2015) muncul ketentuan Pasal 23A (yang Pemohon mohon di- uji-kan dalam perkara ini) menunjukkan bahwa Pemerintah (Kemenkeu) dengan begitu mudahnya melepas kepemilikan negara menjadi “kekayaan negara yang dipisahkan” dan masuk kedalam upaya swastanisasi kekayaan milik negara, yang dampaknya luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara. B.30. Bahwa dalam pembahasan perkara Nomor 2/SKLN-X/2012 tersebut mempertegas pula ketentuan Pasal 24 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: “Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR” . Bahwa sangat tegas pula Closing Statement Ketua BPK (Hadi Poernomo) dalam perkara tersebut: “/BPK berpendapat bahwa pembelian saham 7% PT NNT tertutup oleh PIP adalah penyertaan modal pemerintah pada perusahaan swasta tertutup yang ini terjadi pertama kali di bumi kita , dalam keadaan normal, pemerintah menanamkan saham pada perusahaan tertutup ” . Sebagai catatan : Mahkamah memutuskan bahwa BPK tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk diajukan sebagai Termohon dalam perkara ini, karenanya pendapat BPK di atas (terkait ketentuan Pasal 24 ayat (7) UU 17/2003) tetap merupakan kewenangan BPK. B.31. Bahwa Pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi pada Perkara Nomor 62/PUU-XI/2013 juga secara tegas telah menyebutkan bahwa: [3.23]... Bahwa, menurut Mahkamah, pemisahan kekayaan negara dimaksud dilihat dari perspektif transaksi bukanlah merupakan transaksi yang mengalihkan suatu hak, sehingga akibat hukumnya tidak terjadi peralihan hak dari negara kepada BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya. Dengan demikian kekayaan negara yang dipisahkan tersebut masih tetap menjadi kekayaan negara. Terkait dengan kewenangan BPK untuk memeriksa, menurut Mahkamah, oleh karena masih tetap sebagai keuangan negara dan BUMN atau BUMD sesungguhnya adalah milik negara dan, sebagaimana dipertimbangkan di atas, adalah juga kepanjangan tangan negara maka tidak terdapat alasan bahwa BPK tidak berwenang lagi memeriksanya. [3.18]... Pemisahan kekayaan negara tidak dapat diartikan sebagai putusnya kaitan negara dengan BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya. Pemisahan kekayaan negara pada BUMN, BUMD, atau nama Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 13 lain yang sejenisnya hanyalah dalam rangka memudahkan pengelolaan usaha dalam rangka bisnis sehingga dapat mengikuti perkembangan dan persaingan dunia usaha dan melakukan akumulasi modal, yang memerlukan pengambilan keputusan dengan segera namun tetap dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya . B.32. Bahwa berdasarkan dua poin di atas dapat disimpulkan bahwa BPK memiliki kewenangan penuh untuk menilai pengelolaan utang negara yang dilakukan oleh PT. SMI tersebut, dan agar konsisten dengan penilaian BPK di atas maka dapat disebutkan: “/BPK berpendapat bahwa pembelian saham PT IIF tertutup oleh PT. SMI adalah penyertaan modal pemerintah pada perusahaan swasta tertutup yang ini terjadi pertama kali di bumi kita , dalam keadaan normal, pemerintah menanamkan saham pada perusahaan tertutup .” . B.33. Karenanya secara substansi apa yang dilakukan oleh World Bank, Asian Development Bank (ADB), Kemenkeu dan PT. SMI yang menggunakan utang negara untuk kepentingan perusahaan swasta PT. IIF adalah tidak sesuai dengan norma pengelolaan keuangan yang baik dan benar di republik ini, dan itu artinya bertentangan dengan norma hukum di republik ini, dan secara langsung bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. B.34. Bahwa PT. SMI adalah perusahaan baru, dan BPK BELUM PERNAH melakukan pemeriksaan secara khusus terhadap PT. SMI, karenanya “isi perut” dan pengelolaan keuangan yang ada di dalam PT. SMI masih merupakan misteri bagi bangsa ini, masih seperti kucing dalam karung. Karenanya, jika PIP “diserahkan” kepada PT. SMI seperti membeli kucing dalam karung. B.35. Bahwa sebenarnya hubungan antara Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dengan keberadaan PT. SMI telah telah memberikan kesimpulan yang substansinya sangat jelas bahwa PIP lebih baik tidak “disatukan” dengan PT. SMI sehingga dapat saling mendukung dalam situasi sulit (terlampir sebagai bukti P.18 ): Kajian Analisis Atas Penyempurnaan Model Bisnis Project Development Facility di Kementerian Keuangan __ B. Penyempurnaan Project Development Facility Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 14 Dalam merumuskan skema penyiapan proyek KPS yang diharapkan dapat memenuhi harapan-harapan dimaksud, muncul 2 (dua) opsi utama yang menjadi bahan pertimbangan. Dua opsi adalah sebagai berikut:
Opsi pertama adalah perluasan terhadap penugasan PT SMI berdasarkan KMK 126 Tahun 2011;
Opsi kedua adalah penujukan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai institusi yang mengelola dana penyiapan proyek. D. Simpulan 3. Dalam pembahasan perumusan teridentifikasi beberapa skema PDF sebagai berikut:
Sekretariat PDF di Kementerian Keuangan & PT SMI sebagai pengelola PDF b. Sekretariat PDF di Kementerian Keuangan & tanpa pengelola PDF c. Sekretariat PDF di PDF Fund & PT SMI sebagai pengelola PDF d. Sekretariat PDF di PDF Fund & PT SMI sebagai pengelola PDF e. Sekretariat PDF di pengelola PDF f. Sekretariat di PDF Fund & pengelola PDF 4. Alternatif BLU PIP sebagai PDF Fund dengan Sekretariat PDF di PDF Fund serta di pengelola PDF ( front office ) merupakan pilihan terbaik. C. ALASAN PERMOHONAN C.1. LATAR BELAKANG C.1.1. Bahwa pada tanggal 15 Januari 2010, KEMENTERIAN KEUANGAN (selanjutnya disebut KEMENKEU) telah menandatangani naskah perjanjian Utang Luar Negeri ( Loan Agreement-Loan Number 7731-ID; selanjunya disebut Loan Agreement , terlampir sebagai bukti P.3). Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 15 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 16 C.1. 2. Bahwa perjanjian Loan Agreement yang ditandatangani tersebut secara langsung telah menjadikan Republik Indonesia memiliki utang kepada WORLD BANK Group (selanjutnya disebut World Bank ) c.q. International Bank for Reconstruction and Development (selanjutnya disebut IBRD) Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 17 sebesar US$100,000,000 (seratus juta Dollar Amerika Serikat). Dan Republik Indonesia berkewajiban membayar utang tersebut, mencicilnya selama 24,5 tahun. Jadwal pembayaran utang selengkapnya dapat dilihat pada halaman 16.
Peruntukan duit hasil ngutang dari Loan Agreement untuk PTSMI secara substantif niat dan perbuatannya ADALAH BERTENTANGAN, MELANGGAR, MELAWAN DAN/ATAU MENGINJAK-INJAK HUKUM DI REPUBLIK INDONESIA [ketentuan dari 24 ayat (7) UU 17/2003, Pasal 6 PP 44/2005 dan Pasal 1 ayat (23) PP 2/2006].
Bahwa World Bank , Kemenkeu dan PTSMI sejak awal telah merencanakan peruntukan duit hasil ngutang dari Loan Agreement untuk PTSMI dan kemudian diserahkan untuk kepentingan PTIIF. Dengan kata lain bahwa telah terjadi konspirasi kejahatan korporasi yang SISTEMATIS, TERENCANA dan MASSIF untuk menginjak-injak hukum di republik ini.
Bahwa World Bank sebenarnya telah mengetahui bahwa tindakannya memberikan dan/atau mengalokasikan duit hasil ngutang dari Loan Agreement untuk PTIIF tersebut adalah bertentangan, melanggar dan/atau melawan ketentuan dari Pasal 24 ayat (7) UU 17/2003, Pasal 6 PP 44/2005 dan Pasal 1 ayat (23) PP 2/2006, dan karena ke-tahuan-nya tersebut World Bank kemudian “menyembunyikan” rencananya dengan memberikan utang MELALUI entitas penghubung TERGUGAT II. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 29 4. Bahwa IFC sebagai salah satu pemegang saham PTIIF adalah institusi yang satu group dengan World Bank . dengan kata lain bahwa World Bank sebenarnya sedang memberikan utang untuk dirinya sendiri, alias “keluar kantung kiri- masuk ke kantung kanan”. Tindakan World Bank dengan cara konyol tersebut adalah jalan bagi World Bank agar dapat turut menikmati keuntungan dari operasionalnya bisnis PTIIF, World Bank mendapatkan keuntungan ganda, bunga utang plus keuntungan bisnis dari pengelolaan utang tersebut.
Bahwa saham miliK PTSMI (berbadan hukum RI) di entitas PTIIF (berbadan hukum RI) pada saat pendiriannya hanya sebesar 40,3 %, sementara bagian saham yang 59,7% -nya adalah milik entitas yang berbadan hukum non-RI. Dengan kata lain sebenarnya PTIIF adalah milik asing, 59,7% !!!!!:
Dan yang lebih menyedihkannya lagi, bahwa pada tanggal 19 Maret 2012, PTSMI telah menjual 6% saham miliknya di PTIIF kepada Sumitomo Mitsui Banking Corporation (badan hukum asing), sehingga akhirnya komposisi kepemilikan saham PTSMI pada saat pendiriannya yang hanya 40,3 % sekarang semakin menurun sehingga hanya tinggal tersisa 34,3 % saja, dan sebaliknya justru saham milik asing yang semakin meningkat dari 59,7% SEKARANG TELAH MENJADI 65,7 % !!!. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 30 Hal ini semakin memperjelas bahwa PTIIF sebenarnya adalah milik asing, UTANG RI UNTUK SWASTA ASING !!. Dan PTSMI sebagai bapak kandungnya justru malah terlibat transaksi nista tersebut, dia telah menjual anak kandungnya kepada pihak asing, PTSMI harus bertanggung jawab !!. Bagaimana dengan transaksi penjualan “barang milik negara” (saham 6%) yang dilakukan oleh PTSMI tersebut apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum di republik ini ??, apakah itu telah disetujui oleh DPR RI sebagai representasi mata dan telinga kepentingan seluruh rakyat republik ini ?? MANA BUKTINYA ?!. #Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan PTSMI kepada Jepang melalui penjualan saham barang milik negara dan lainnya yang dilaksanakan secara serampangan dan tidak seksama serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya tersebut, kami lampirkan sebagai Lampiran 7.
Bahwa kesimpulan atas telah dilakukannya konspirasi kejahatan korporasi tersebut adalah fakta substantif yang menunjukkan parahnya perbuatan yang telah dilakukan oleh PTSMI, bahwa duit ngutang seluruh Rakyat Indonesia ternyata diperuntukkan bukan cuma untuk kepentingan perusahaan swasta saja, TETAPI ternyata untuk PERUSAHAAN SWASTA “MILIK” ASING !!. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 31 8. Bahwa PTIIF merupakan perusahaan swasta “milik” asing yang berorientasi keuntungan, dan dalam operasionalnya, keuntungan tersebut kemudian akan dibagi sesuai dengan besarnya saham pemiliknya, 65,7% KEUNTUNGAN TERSEBUT UNTUK ASING !!. RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NGUTANG KEPADA ASING UNTUK DIGUNAKAN OLEH ASING ITU SENDIRI DAN UNTUK KEPENTINGANNYA SENDIRI ?!. Si asing dapat keuntungan ganda, untung dari bunga utang yang dibayar RI PLUS untung deviden dari operasional entitas PTIIF. TRAGIS !!, sepertinya ada yang salah dengan republik ini, sepertinya kita sedang dibodohi, dan lebih bodohnya lagi jika kita hanya diam terbengong -bengong bodoh dan sadar bahwa kita sebenarnya telah dibodohi. Entahlah nurani WNI mana yang kuat melihat perbuatan PTSMI membodohi bangsa ini, kalau kuat, itu artinya the golden way - nya Mario Teguh sepertinya cuma gombalan pepesan kosong di siang hari bolong. C.2.19. Bahwa tindakan PTSMI menandatangani Loan Agreement sebagai INDUK dari munculnya Project Agreement secara jelas menunjukkan bahwa PTSMI adalah EKSEKUTOR ATAU PELAKSANA LAPANGAN dari perilaku menginjak hukum di republik ini. C.2.20. Bahwa tindakan PTSMI membuat dan menandatangani Project Agreement yang menyebabkan seluruh rakyat RI jadi ngutang kepada World Bank tersebut adalah KESALAHAN YANG SANGAT-SANGAT FATAL. Tindakan PTSMI yang notabene adalah pengguna uang negara tersebut jelas sangat mengerikan, sangat tidak terpuji dan sangat membahayakan serta jelas-jelas telah merontokkan funndamental perekonomian Republik Indonesia, yaitu menambah utang secara serampangan, ngawur dan menginjak hukum !!. Dan yang jelas PTSMI TELAH membuat anak cucu seluruh rakyat Republik Indonesia menerima surat tagihan utang dan beban pembayarannya. Dan mengingat usia PTSMI yang sekarang ini mau diwafatkan dengan mengelola duit PIP (Pusat Investasi Pemerintah) sebagaimana Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 32 ketentuan pasal a quo , maka dapat dipastikan bahwa PTSMI telah WAFAT IN PEACE saat utang tersebut lunas pada tahun 2033 nanti. Mengingat agenda wafat itu, dapat dipastikan bahwa PTSMI dapat lepas tangan begitu saja dan tidak lagi menanggung pembayaran utang tersebut sebagaimana tanggungan seluruh anak cucu Indonesia dari sabang hingga Merauke. C.2.21. Secara sederhana fakta menginjak hukum dan pemerintahan yang dilakukan oleh PTSMI tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar G.1 Gambar G.2 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 33 Gambar G.3 C.3. KERUGIAN KONSTITUSIONAL C.3.1. Bahwa dalam kehidupan kesehariannya seluruh rakyat Republik Indonesia telah MEMBAYAR BERBAGAI MACAM jenis pajak, cukai dan retribusi negara RI (selanjutnya disingkat Pajak). Rakyat di-Pajak dari mulai konsumsi barang kebutuhan pokok sehari- harinya (dari mulai sembako hingga kolor) yang telah dikenakan Pajak, bahkan ketika itu masih dalam proses produksi dan belum sampai ke pasar (bahan bakunya di -Pajak, pabriknya di-Pajak, gaji buruhnya di-Pajak, suplier di-Pajak, grosirnya di-Pajak, pengecernya di-Pajak), kemudian rakyat di-Pajak ketika mau berangkat membeli kebutuhan itu di pasar (angkutan umumnya di-Pajak, Ojek dan Becak-pun di-Pajak), kemudian rakyat di-Pajak lagi ketika membeli kebutuhan itu (Ppn), kemudian rakyat di-Pajak lagi lagi ketika mau membawa kebutuhan itu kembali ke rumahnya, dan rakyat di-Pajak ketika menggunakan kebutuhan itu di-rumahnya (Pph & PBB). Bahkan saat Pemohon mengajukan Permohonan kepada Mahkamah Konstitusi RI ini pun alat bukti yang diajukan Pemohon juga di-Pajak (PNBP bea materai). Kesemuanya hasil pembayaran Pajak dari rakyat tersebut kemudian diterima negra dan dimasukkan sebagai Penerimaan Negara dalam Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 34 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Republik Indonesia (APBN RI). C.3.2. Pembayaran Pajak dari rakyat dalam APBNP 2015 (terlampir sebagai bukti P.16): Pembayaran Pajak dari rakyat itu adalah 85% dari total penerimaan APBNP 2015: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 35 C.3.3. Dan menariknya untuk operasional negara ini, rakyat harus membayar: Kekurangan rencana akan belanja sebesar 222,5 Triliun itu akan ditutupi darimana lagi kalau bukan dari meningkatkan penerimaan dari Pajak rakyat tersebut. #menarik ketika rakyat selalu dilihat sebagai target, isi saku rakyat dijadikan target bancakan, isi saku anak cucu seluruh rakyat menjadi potensi pemasukan saku negara untuk membayar “jasa” pengelolaan saku negara itu sendiri. C.3.4. Dan APBNP 2015 juga menunjukkan bahwa kinerja “terbaik” seluruh BUMN se- republik ini (BUMN adalah payung-nya PTSMI) itu hanya “berkontribusi” mengurangi beban negara “hanya” sebesar 36,9 Triliun saja, dan itu hanya 2,4% saja dari kinerja terbaik setoran rakyat. Cukup menggelikan sebenarnya jika menilai kinerja terbaik seluruh BUMN yang mentereng-mentereng di republik ini itu, menyedihkan ketika angka kinerjanya bahkan angkanya kurang dari angka zakat minimal rakyat saja (angka zakat minimal 2,5%), itu baru angka kinerja BUMN kelas Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 36 satu, bagaimana dengan angka kinerja PTSMI sebagai BUMN kw 3 kelas sekian itu ?!, bisa dipastikan 0% = NOL PERSEN angkanya !!. Karenanya jelas aneh, jika disatu sisi saat ditanyakan kinerja angka setor-nya, PTSMI pasti mencoba terus berlindung dibalik mantra- mantra standard “tugas suci-nya” sebagai BUMN yang berbisnis tidak mencari keuntungan, sementara disisi lain gembar-gembor menunjukkan kinerja “ke-kapitalis-annya” saat meminta duit 2 Triliun dari APBN, bahkan sekarang ngelunjak meminta duit 18,3 Triliun dari duit rakyat yang ada di PIP. Inilah pola kesalahan berpikir, kontradiksi pola berpikir, standar ganda, ngaku miskin ketika minta duit rakyat tetapi ngaku kaya ketika berhadapan cuap-cuap didepan rakyat seakan-akan adalah dewa penyelamat yang diturunkan dari langit untuk mensejahterakan rakyat, padahal duit yang disakunya itu adalah duit dari rakyat juga. Mereka sebenarnya cuma mau “numpang makan” saja dari duit rakyat itu, cuma mau menghidupkan kompor di dapur rumahnya saja, ngebulin asap dapur rumahnya saja dengan alasan kebulan asap dapur itu adalah hasil kerja lebay-nya, cuma meningkatkan kesejahteraannya saja dengan alasan itu dari hasil gaji-nya, menyedihkan, kontradiksi dengan pernyataan Presiden RI pada Pembukaan Konferensi Asia Afrika 2015, DI JCC, Jakarta, 22 April 2015. ”The world that we inherited today is still fraught with global injustice, inequality and violence. Global injustice and inequality are clearly on display before us. __ When hundreds of people in the northern hemisphere enjoy the lives of super rich, while more than 1.2 billion people in the southern hemisphere struggle with less than 2 dollars per day, then global injustice becomes more visible before our eyes ”. C.3.5. Dan mungkin cara berpikir kontradiktif seperti inilah yang dikenal dalam dunia Psikologi sebagai kecenderungan gangguan mental Psikopat. Dan karenanya inilah pula urgensi kenapa Pemohon mengajukan Permohonanan pengujian norma atas pasal a quo tersebut, kewajiban rakyat menjunjung hukum dan pemerintahan di republik ini dari rongrongan korporasi-korporasi psikopat. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 37 C.3.6. Fakta angka diibawah pasti dapat semakin memperjelas kontradiksi itu (APBP 2015) #nyetor cuma 36,9 Triliun, tapi minta 70,4 Triliun ?!, untuk melaksanakan “tugas suci” mensejahterakan rakyat ?!, untuk disejahterakan maka rakyat harus nombok 33,5 Triliun ?!, untuk membayar gaji dan fasilitas kesejahteraan para aparatur pengelola BUMN itu sendiri ?!, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia ?!, “..untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa..”. Entah kemana perginya nurani berbangsa di republik ini ?!. “ We also feel the global injustice when a group of established nations are reluctant to recognize that the world has changed. The view that the world economic problems can only be solved by the World Bank, the International Monetary Fund, and the Asian Development Bank, is an outdated view ”. (Pidato Presiden RI, 22/04/2015) C.3.7. Disatu sisi: (APBP 2015) Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 38 Sementara disisi lain: Menarik ketika ternyata uang rakyat yang akan diberikan kepada PTSMI itu ternyata jumlahnya hampir sama besarnya dengan total pembayaran PBB seluruh rakyat di republik ini. Bumi, tanah dan air rakyat hanya untuk PTSMI ?!. Entah kemana perginya nurani republik ini ketika tukang ojek dan buruh- buruh pabrik non-UMR di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung harus membayar PBB tiap meter persegi rumah petak kontrakan 3x2m-nya. Entah kemana perginya nurani bangsa ini ketika petani- petani miskin di Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung harus membayar PBB bagi tiap jengkal sawah dan ladangnya yang berada diatas bukit terjal yang itupun mereka harus berjalan kaki selama 4 jam setiap harinya untuk dapat merawat sawah dan ladangnya itu. Entah kemana perginya nurani Sila Pertama Pancasila ketika seluruh Sajadah yang diletakkan di tiap rumah warga negara republik ini harus membayar PBB untuk tiap centimeter persegi sajadah tersebut. IRONIS, karena faktanya ternyata pembayaran PBB itu semua hanya untuk membayar kenikmatan kehidupan aparatur PTSMI serta fasilitas gagah-gagahan di kertas-kertas kapitalis prospektus bisnis PTSMI saat cuap-cuap di depan para rentenir-rentenir asing agar turut serta menambahi utang negara republik ini. Semuanya cuma numpang makan dari uang receh di saku kecil rakyat. #mungkin Pidato Presiden RI di depan kepala-kepala negara lain saat pembukaan Konfrensi Asia Afrika di atas ada baiknya ditambahkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 39 satu paragraf lagi jika Presiden RI akan ber-pidato di depan konfrensi rakyat kere di republik ini : “ We also feel the Indonesian injustice when a group of established Company are reluctant to recognize that the Indonesia has changed. The view that the Indonesia economic problems can only be solved by the World Bank, the PTSMI, and the PTIIF, is an very-very outdated view ”. (WNI, 28 Juni 2015) C.3.8. Bahwa utang luar negeri Republik Indonesia dibayarkan kepada para rentenir global melalui APBN RI, demikian juga dengan pembayaran utang luar negeri RI pada Loan Agreement utang negara untuk PTSMI. Sehingga menjadi jelas bahwa uang dari bermacam- macam Pajak yang dibayarkan oleh Pemohon dalam kehidupannya adalah uang yang digunakan APBN untuk membayar utang negara yang digunakan oleh PTSMI. C.3.9. Karenanya jika utang negara RI dilakukan dengan cara menginjak hukum, maka artinya Pemohon harus membayar untuk tindakan menginjak hukum tersebut. Dan jika Pemohon mendiamkan saja penginjakan hukum tersebut, maka secara langsung secara substantif dan normatif bahwa Pemohon artinya telah terlibat, menjadi bagian dan melindungi acara penginjakan hukum tersebut. C.3.10. Bahwa uang pembayaran pajak dari Pemohon itu juga digunakan untuk membayar operasional berjalannya pemerintahan republik ini. Karenanya jika utang negara RI dilakukan dan dibayarkan dengan cara menginjak- injak uang pembayaran pajak dari Pemohon yang niatnya agar pemerintahan republik ini dapat berjalan dengan baik, maka artinya Pemohon harus keluar uang untuk membayar suatu tindakan menginjak- injak pemerintahan republik ini dan/atau Pemohon menjadi terlibat menghancurkan sendiri pemerintahan republik ini. C.3.11. Tentu ini suatu hal yang sangat-sangat konyol, acara menginjak hukum yang dilakukan oleh orang lain tetap harus dibayar oleh Pemohon, bayangkan bahwa perbuatan hukum itu saja jelas jelas- jelas telah merugikan Pemohon secara langsung, dan konyolnya sudah dirugikan tetap saja Pemohon harus membayar untuk kerugian yang dialami karena acara penginjakan hukum yang dilakukan oleh orang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 40 lain itu, Pemohon sudah jatuh tertimpa tangga namanya, konyol jika Pemohon harus membayar untuk itu. Apapun alasannya, tentu ada yang salah dengan substansi normatif bernegara di republik ini jika Pemohon harus membayar untuk kerugian ber-warga negara itu, dan karena keanehan acara itulah maka sekarang ini Pemohon hanya dapat meminta perlindungan kepada Konstitusi republik ini, meminta perlindungan kepada Mahkamah Konstitusi. Semoga fakta-fakta dibawah ini dapat memperjelas KE-SPESIFIK-AN YANG PASTI AKAN TERJADI pada pos pengeluaran APBN republik ini: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 41 spesifik akan terjadi?! pasti terjadi pada anak cucu pemohon, anak cucu yang me angani-menghabiskan dan yang menikmati utang itu, anak cucu para penonton utang, anak cucu bagian cleaning service PTSMI, anak cucu pembantu rumah tangga pegawai Mahkamah Konstitusi, anak cucu Hakim Konstitusi, seluruh anak cucu republik ini. Dan sebagai pertimbangan Pemohon melampirkan tagihan utang dari World Bank kepada seluruh anak cucu Indonesia (terlampir sebagai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 42 bukti P.23), semoga deretan daftar menu tagihan yang pasti akan terjadi itu dapat membuka mata hati kita semua agar jangan lagi “bermain-main” dengan nasib seluruh anak cucu rakyat Indonesia, janganlah lagi tergoda membebani generasi penerus republik ini dengan tagihan pembayaran utang psikopat itu. C.3.11. pinjaman negara yang dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif?! Sulit untuk menyebutkan yang mana utang yang dapat disebut utang yang produktif itu, karena faktanya menunjukkan bahwa setelah utang tersebut masuk ke Indonesia kemudian “diputar” dalam bentuk rupiah, kemudian menghasi lkan rupiah, tetapi pembayaran utang tersebut masih tetap dalam bentuk dollar (USD$), devaluasi kenaikan nilai tukar itu terus terjadi tiap penetapan APBN. Sulit menyebutkan jika ada utang yang produktif, karena faktanya devaluasi kenaikan nilai tukar dollar terhadap rupiah itu dalam kasus PTSMI ini saja hingga 30% (tiga puluh persen), tahun 2010 saat utang itu dimasukkan ke APBN dan diserahkan ke PTSMI dan diserahkan ke PTIIF, nilai satu dollar di APBN masih di angka Rp.9.000,00 (sembilan ribu rupiah) tetapi saat harus membayar utang itu nanti, APBNP 2015 saja harus mengeluarkan dana untuk membeli satu dollar senilai Rp.12.500,00 (dua belas ribu lima ratus rupiah), artinya “keuntungan” putaran utang negara di PTSMI dan PTIIF itu pasti telah habis “dimakan” oleh devaluasi nilai tukar dollar terhadap rupiah, itupun baru tahun 2015, bagaimana dengan tahun-tahun berikutnya ?!. Dan parahnya lagi, utang tersebut ternyata bukan digunakan dengan sekuat tenaga oleh PTSMI dan PTIIF, mereka hanya bertindak sebagai “investor” saja, karena faktanya duit utangan itu malah ditempatkan di perbankan sebagai simpanan alias deposito mereka, dan justru perbakan-lah yang memutar duit itu. Dan ketika duit itu masuk ke perbankan, duit itu dipinjamkan lagi ke rakyat dengan bunga membludak naik hingga 400% (dari 6% naik menjadi 24%), artinya saat rakyat ingin “mencicipi” duit utang itu, rakyat harus menanggung beban bunga utang itu hingga 5 kali lipat, membayar bunga utang 6% ke World Bank plus membayar bunga Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 43 utang 24% ke perbankan. Bagaimana dengan PTSMI ?!, PTSMI menikmati selisih bunga deposito beban rakyat itu. Bukti L.7: # 90% duitnya di-deposito-kan di perbankan nasional ?!, 80% pendapatan dari penempatan di perbankan nasional ?! Bagaimana dengan PTIIF ?!, sama saja, duit utang itu juga dijadikan beban rakyat, dapat dilihat Laporan Tahunan 2013 - PTIIF (bukti P.7): Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 44 # 90% duitnya di-deposito-kan di perbankan ?! 80% pendapatan dari penempatan di perbankan nasional ?!. C.3.11. Kemudian bagaimana dengan hubungan antara utang negara yang disimpan disaku perbankan dan diputar oleh perbankan ?!, jangankan PTSMI dan PTIIF, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) itu sendiri pernah diingatkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tentang duit “ngetem” itu dalam Laporan BPK terkait Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Atas Kegiatan Perencanaan Investasi Pemerintah Yang Dikelola Pusat Investasi Pemerintah Pada Kementerian Keuangan Tahun 2012 (terlampir sebagai bukti P.17): # Karenanya, jika ketentuan pasal a quo tetap diberlakukan, maka sepertinya Pemohon telah didudukkan secara langsung di meja judi para rentenir penambah beban rakyat. # Fakta-fakta lainnya terkail permainan “petak umpet” ala PTSMI-PTIIF Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 45 C.4. POTENSI KERUGIAN KEDEPAN C.4.1. Bahwa rencana penyerahan asset PIP kepada PTSMI ketentuan Pasal a quo adalah rencana yang prematur, terburu-buru dan tanpa perencanaan yang matang, persis sama seperti saat perencanaan utang dari ADB untuk PTIIF dan PTSMI pada 10 tahun yang lalu, karena faktanya utang itu sendiri adalah asal tandatangan saja (bukti P.14): Pinjaman IIFF ini belum efektif karena masih terdapat beberapa persyaratan pengefektifan yang belum terpenuhi yakni: a) Belum diperolehnya izin usaha PT IIF; b) Belum diperolehnya persetujuan Menteri Hukum dan HAM atas akta pendirian PT IIF; c) Belum ditunjuknya CEO dan CFO PT IIF; d) Belum ditunjuknya enviromental and social staff ; e) Manual operasi PT IIF belum berlaku. # belum terpenuhi semua ?! asal tandatangan saja, teknis-nya NOL BESAR !! C.4.2. Terkait dengan rencana “mendadak 20 triliun” sebagaimana ketentuan pasal a quo , Pemohon melampirkan satu kajian tentang “isi perut” terkait skenario teknis trio Kemenkeu-PIP-PTSMI (terlampir sebagai bukti P.18), dan kajian itu sendiri menyimpulkan bahwa: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 46 C.4.3. Kemudian ada juga Laporan BPK terkait Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Atas Kegiatan Perencanaan Investasi Pemerintah Yang Dikelola Pusat Investasi Pemerintah Pada Kementerian Keuangan Tahun 2012 juga memberikan berbagai rekomendasi “penyempurnaan” PIP, tetapi tidak ada satupun rekomendasi itu yang mengarahkan untuk menyerahkan duit rakyat yang ada di PIP itu kepada PTSMI, padahal saat pemeriksaan itu berlangsung sebenarnya PTSMI telah beroperasi, dan jika itu memang dipandang oleh BPK perlu menyerahkan duit itu kepada PTSMI, maka tentu BPK telah merekomendasikannya. C.4.4. Dan secara khusus BPK belum pernah memeriksa PTSMI, karenanya upaya untuk menyerahkan duit PIP kepada PTSMI tersebut jelas prematur dan terburu -buru. C.4.5. Karenanya jika ketentuan pasal a quo diberlakukan, maka Pemohon jelas ngeri- ngeri tidak sedap karena “keremang-remangan” pengelolaan yang ada, jangankan duit PTSMI yang “remang-remang” pengelolaannya karena merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, duit rakyat di PIP yang jelas-jelas itu saja masih tetap “remang-remang” pengelolaannya. Mengerikan jika duit rakyat diletakkan sebagai taruhan di meja judi rentenir global. C.4.6. Fakta juga menunjukkan bahwa sebenarnya PTSMI selama beroperasinya telah terlibat secara aktif dalam bisnis “perdagangan air”, bisnis yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konsitusi (melalui Putusan Nomor85/PUU-XI/3013 perihal pengujian UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air) sebagai bisnis yang Inkonstitusional alias bisnis yang tidak Pancasilais. Bahwa PTSMI terlibat secara aktif Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 47 dalam bisnis tersebut sebagai “aktor utama” dalam Proyek SPAM Umbulan Jawa Timur (terlampir sebagai bukti P.19): C.4.7. Selain itu proses penetapan “acara mendadak 20 Triliun” untuk PTSMI sebagaimana ketentuan pasal a quo itu jelas nampak prematur, mendadak muncul begitu saja pada awal tahun 2015, kemudian diajukan oleh Menkeu ke DPR RI dan kemudian ditetapkan sebagai Pasal a quo. Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi XI DPR RI dengan Kemenkeu pada 5 Februari 2015 (terlampir sebagai bukti P.20) memutuskan meminta bebarapa syarat kepada Kemenkeu dan PTSMI. Tanggal 10 Februari 2015 PTSMI menyampaikan jawaban kepada Komisi XI DPR RI (terlampir sebagai bukti P.21), sebuah jawaban sebanyak 6 lembar kertas kuarto. Dan tanggal 6 Maret 2015 ditetapkan-lah Pasal 23A APBNP 2015. Hanya dalam waktu 1 bulan pasca RDP terakhir itu ternyata “mampu” melewati berbagai proses, dari mulai proses harmonisasi dengan Komisi VI DPR RI sebagai mitra Kemen BUMN, pembahasan dan penetapan di Badan Anggaran DPR RI hingga pembahasan dan penetapan di Badan Legislasi DPR RI. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 48 Sebuah kecepatan yang sempurna, cukup satu bulan, 20 Triliun untuk PTSMI, cukup 6 lembar kertas jawaban, 20 Triliun kekayaan negara berubah menjadi kekayaan yang dipisahkan. Karenanya wajar jika Pemohon menjadi su’udzon dan semakin ngeri-ngeri tak sedap dengan “acara mendadak 20 Triliun” untuk PTSMI itu, jangan-jangan ini penyelundupan anggaran, penyelundupan yang resmi terhadap APBNP 2015. C.4.8. Dan yang lebih menariknya lagi, tanggal 14-15 Mei 2015 di Gorontalo, Menkeu dan sdr. Fadel M. sebagai Ketua Komisi XI DPR RI (Fadel M. adalah anggota DPR RI dari daerah pemilihan Gorontalo) mulai mengenalkan “acara mendadak 20 triliun” untuk PTSMI itu, Menkeu kunker sekaligus menyampaikan janji-janji indah untuk Gorontalo, didampingi wakil rakyat Gorontalo: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 49 C.4.9. Akan menjadi mengerikan bagi Pemohon jika ternyata benar bahwa proses munculnya hingga ditetapkannya pasal a quo adalah sebuah proses transaksional. Jika memang itu yang terjadi, maka Pemohon jelas akan kehilangan kesempatan ikut “mencicipi” duit 20 Triliun untuk PTSMI itu karena wakil rakyat Pemohon di DPR RI (dari daerah pemilihan Kabupaten Bandung) bukanlah Ketua Komisi XI DPR RI, bahkan Pemohon tidak memiliki wakil rakyat di Komisi XI DPR RI. C.4.10. Karenanya ini jelas kejahatan HAM berat, diskriminasi bagi penikmat 20 Triliun, INKONSTITUSIONAL !! karena UUD 1945 jelas-jelas telah menegaskan bahwa Pemohon yang warga Kabupaten Bandung (walaupun bukan anggota apalagi Ketua Komisi XI DPR RI) tetap bersamaan kedudukannya dengan warga Gorontalo di dalam hukum dan pemerintahan untuk ikut mencicipi duit 20 Triliun itu. C.4.11. Inilah urgensi Pemohonan ini, Negara Indonesia adalah negara hukum. C.4.12. Bahwa sejak kecil Pemohon telah diajarkan oleh keluarga, lingkungan dan sekolah untuk mematuhi hukum dan jangan pernah menginjak hukum dan/atau bekerjasama dalam acara menginjak hukum. Dan secara normatif bahwa Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 telah secara tegas menyebutkan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. C.4.13. Bahwa UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi di RI dan pondasi dalam pedoman utama kelangsungan hidup bangsa ini telah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 50 mewajibkan Pemohon untuk menjujung tinggi hukum RI. Bahwa UUD 1945 yang tidak terlepas dari Pembukaan UUD 1945 adalah merupakan wujud dari tujuan dan tegaknya harga diri serta kedaulatan bangsa ini. Dengan kata lain, acara menginjak hukum adalah perbuatan meruntuhkan harga diri dan kehormatan bangsa ini, sekaligus menghancurkan kedaulatan bangsa ini. C.4.13a. Bahwa PT. SMI adalah perusahaan yang berbadan hukum Republik Indonesia, dan aparatur pengelola PT. SMI adalah Warga Negara Indonesia. C.4.13b. Bahwa jika fakta-fakta konkret menunjukkan bahwa pengelolaan PT. SMI dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka itu artinya bertentangan dengan norma Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. C.4.13c. Bahwa jika fakta-fakta konkret menunjukkan bahwa aparatur PT. SMI melakukan pengelolaan dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka itu artinya bertentangan dengan norma Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. C.4.13d. Bahwa jika fakta-fakta konkret diatas terpenuhi, maka secara langsung artinya norma pada Pasal 23A UU 3/2015 tersebut bertentangan dengan norma- norma pada batu uji [Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945]. C.4.13e. Karenanya Pemohon membutuhkan tafsiran, kepastian dan keadilan hukum terhadap aplikasi konkret dari norma-norma batu uji tersebut dari Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penegakan hukum dan keadilan, pengawal konstitusi Republik Indonesia. C.4.13f. Selain tafsiran, kepastian dan keadilan hukum terhadap aplikasi konkret dari norma-norma batu uji tersebut hal ini diharapkan pula dapat menjadi dasar untuk mengurangi polemik ketidakkonsistenan dan ketidakkomprehensifan pengelolaan republik ini, misalnya polemik lembaga negara manakah yang sebenarnya lebih berwenang untuk memberikan penyuluhan tentang konstitusi, apakah lembaga Mahkamah Konstitusi ataukah MPR RI ?, apakah substansi dan aplikasi konkret “Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara” berbeda dengan “Empat Pilar MPR RI” ?, apakah program “Sosialisasi Empat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 51 Pilar MPR RI” perlu dikeluarkan dari DIPA APBN MPR RI ?. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 52 C.4.14a. Bahwa PT. SMI adalah perusahaan yang berbadan hukum Republik Indonesia, dan aparatur pengelola PT. SMI adalah warga negara Indonesia. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 53 C.4.13b. Bahwa jika fakta-fakta konkret menunjukkan bahwa pengelolaan PT. SMI dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka itu artinya bertentangan dengan norma Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. C.4.13c. Bahwa jika fakta-fakta konkret menunjukkan bahwa aparatur PT. SMI melakukan pengelolaan dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka itu artinya bertentangan dengan norma Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. C.4.13d. Bahwa jika fakta-fakta konkret diatas terpenuhi, maka secara langsung artinya norma pada Pasal 23A UU 3/2015 tersebut bertentangan dengan normanorma pada batu uji [Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945]. C.4.13e. Karenanya Pemohon membutuhkan tafsiran, kepastian dan keadilan hukum terhadap aplikasi konkret dari norma-norma batu uji tersebut dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai lembaga penegakan hukum dan keadilan, pengawal konstitusi Republik Indonesia. C.4.13f. Selain tafsiran, kepastian dan keadilan hukum terhadap aplikasi konkret dari norma-norma batu uji tersebut hal ini diharapkan pula dapat menjadi dasar untuk mengurangi polemik ketidakkonsistenan dan ketidakkomprehensifan pengelolaan republik ini, misalnya polemik lembaga negara manakah yang sebenarnya lebih berwenang untuk memberikan penyuluhan tentang konstitusi, apakah lembaga Mahkamah Konstitusi ataukah MPR RI ?, apakah substansi dan aplikasi konkret “Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara” berbeda dengan “Empat Pilar MPR RI” ?, apakah program “Sosialisasi Empat Pilar MPR RI” perlu dikeluarkan dari DIPA APBN MPR RI ?. (gambar termuat dalam permohonan) C.4.14. Bahwa konspirasi penginjakan hukum yang telah dilakukan secara SISTEMATIK, TERENCANA dan MASSIF yang telah dilakukan oleh World Bank , Kemenkeu, PTSMI dan PTIIF dengan menjadikan PTSMI sebagai eksekutor langsung dari penginjakan hukum itu adalah perbuatan yang melecehkan dan merusak tatanan hukum dan kedaulatan bangsa ini, infiltrasi asing terhadap bangsa ini, penjajahan terselubung. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 54 C.4.15. Bahwa harga diri, kehormatan bangsa dan kedaulatan serta kewajiban menjunjung tinggi hukum bagi bangsa ini tidaklah dapat dinilai dengan materi “remeh temeh”. Harga diri, kehormatan dan kedaulatan adalah harta benda milik diri yang paling berharga di muka bumi ini. Dan rakyat RI sendiri sebenarnya pernah merasakan beratnya konsekuensi tersebut. RI diwajibkan Pengadilan Amerika Serikat untuk membayar ganti rugi lebih dari Rp.2,8 triliun kepada Karaha Bodas Company LLC yang berbadan hukum Cayman Islands, tetapi sahamnnya dimiliki Caithness Energy, Florida Power & Light dan Tomen Corp berbadan hukum US. Dari perkara Karaha Bodas Company ini menunjukkan bahwa Hakim-hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat ternyata sangat menghargai dan memuliakan warga negaranya, siapapun yang merugikan warga negaranya pasti akan mereka hukum. Warga negara Amerika yang merasakan dirugikan oleh siapapun juga dimuka bumi ini dipersilahkan menuntut keadilan, dan putusan mereka tidak akan terpengaruh oleh apapun juga. Kemuliaan bagi tiap sen dollar pajak, cukai, materai dan retribusi yang telah dibayarkan oleh warga negara Amerika untuk menghidupi aparatur hukum mereka, peradilan, hakim dan mahkamah agung mereka. Bahwa ganti rugi yang wajib dibayarkan RI dalam perkara KBC tersebut artinya pembayaran itu (melalui institusi apapun yang membayarnya, misalnya Pertamina) tetaplah artinya Pemohon juga yang membayarnya, membayar harga diri, kehormatan dan kedaulatan karena terlanjur di-putuskan-kan sebagai bangsa yang tidak taat hukum. C.4.16. Bahwa tahun 2013 hingga hari ini Churchill Mining PLC (Churchill) yang berbadan hukum Inggris sedang berperkara di pengadilan ICSID- arbitrase internasional, Churchill menuntut RI mengganti rugi sebesar Rp.15 triliun. Dan jika dikabulkan itu artinya yang membayarnya nanti jelas adalah Pemohon juga. Entah mengapa begitu luar biasanya orang-orang asing dimuliakan dimeja mahkamah peradilan mereka, peradilan penuh kemuliaan, penghargaan atas harga diri dan kehormatan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 55 Dan menariknya dalam perkara Churchill dan tuntutan ganti rugi 12 triliun-nya tersebut, sebenarnya Churchill bukanlah hanya sedang mengadili atau memperkarakan sejenis perkara sengketa bisnis atau dunia per-saudagar-an saja, karena sebenarnya perkara itu sendiri telah diputuskan oleh Mahkamah Agung RI. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 56 Sederhananya, Churchill di ICSID sebenarnya sedang menuntut Pengadilan Negeri Kalimatan Timur, Pengadilan Tinggi TUN-Jakarta dan Mahkamah Agung RI. CHURCHILL SEDANG MENUNTUT HUKUM DI INDONESIA. Pengadilan Indonesia sedang diadili di pengadilan ICSID yang berada dalam yuridiksi negara Singapura. Ini fakta bahwa sebenarnya Putusan MAHKAMAH AGUNG RI SEDANG DIADILI DI PERADILAN WORLD BANK. Hubungan antara World Bank-ICSID-IBRD-IFC adalah sebagaimana yang disampaikan mister Roberto Dañino Zapata ( Secretary General of ICSID and Senior Vice President and General Counsel of the World Bank ) dalam acara First Annual Conference “Interpretation Under The Vienna Convention On The Law of Treaties ”, di London pada 17 January 2006: “ As you know, the expression “World Bank Group” is short-hand for five international organizations: The International Bank for Reconstruction and Development (IBRD),the International Development Association (IDA), International Finance Corporation (IFC), the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), Finally, the International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID). the four financial institutions of the World Bank Group are headed by the same President while, in the ICSID, the General Counsel of IBRD hastraditionally been elected by the Administrative Council to serve as theSecretary General of ICSID. the personnelworking for ICSID is in its entirety employed by IBRD, though assigned toICSID ”. Sederhananya bahwa Sekjen IBRD adalah Sekjen ICSID, Karyawan IBRD adalah juga karyawan ICSID. Dalam kasus Churchill di ICSID artinya Putusan Pengadilan Kalimatan Timur, Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta dan Putusan Mahkamah Agung RI sedang diadili oleh World Bank. HUKUM INDONESIA SEDANG DIADILI OLEH PERADILAN WORLD BANK GROUP. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 57 Apapun pendapat hakim pengadilan dan MAHKAMAH AGUNG RI, pakar hukum dan ahli penghalus bahasa, tetapi FAKTANYA bahwa disaat warga Indonesia telah dibodohi oleh World Bank, disaat itu juga institusi Pengadilan di Indonesia sebenarnya sama saja nasibnya, sedang diadili di peradilan World Bank , sedang dikerjain World Bank , # Arghhh!! : @!?<”<>%$%j; ; d#^4o$?!! C.4.17. Sebagai catatan akhir fakta (terlampir sebagai bukti P-22) menunjukkan: KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 40/KMK.01/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2010-2014 PROGRAM 100 HARI Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 58 DIREKTORAL JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Fakta menunjukkan bahwa memang Loan Agreement itu memang dimaksudkan untuk PTIIF, sebuah perusahaan swasta, perusahaan yang mayoritas sahamnya milik asing, seluruh anak cucu Indonesia menanggung utang mereka. Dan yang pasti semoga saat pendirian PT. Sarana Multi Infrastruktur yang kemudian biasa disingkat disingkat PT. SMI sebenarnya bukanlah singkatan yang sama dengan Menkeu itu sendiri : Sri Mulyani Indrawati alias SMI, yang “kebetulan” saat ini menjadi pembesar di World Bank . Semoga PTSMI bukanlah berhala- pemberhalaan aparat Kemenkeu kepada mantan menterinya. D. PETITUM Berdasarkan alasan-alasan yang telah disampaikan diatas, Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar memeriksa, mengadili dan memutuskan permohonan a quo dengan amar:
Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Menyatakan Pasal 23A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 59 Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 adalah bertentangan bertentangan dengan UUD 1945.
Menyatakan Pasal 23A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. [2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-23 sebagai berikut:
Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015;
Bukti P-3 : Fotokopi Loan Agreement-Loan Number 7731-ID;
Bukti P-4 : Fotokopi Project Agreement Loan Number 7731-ID;
Bukti P-5 : Fotokopi Laporan Tahunan PT. SMI Tahun 2009;
Bukti P-6 : Fotokopi Laporan Tahunan PT. SMI Tahun 2010;
Bukti P-7 : Fotokopi Laporan Tahunan PT. IIF Tahun 2013;
Bukti P-8 : Fotokopi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Bukti P-9 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas;
Bukti P-10 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 60 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri;
Bukti P-11 : Fotokopi Report Nomor AB4691: Private Infrastructure Financing & Support Facility Project - Appraisal Stage;
Bukti P-12 : Fotokopi Report Nomor AB4696: Private Infrastructure Financing & Support Facility Project - Concept Stage;
Bukti P-13 : Fotokopi Asian Development Bank (ADB) ^* Proposed Loan and Equity Investment Republic of Indonesia: Indonesian Infrastructure Financing Facility Company Project;
Bukti P-14 : Fotokopi Kemenkeu: Laporan Pinjaman Pemerintah Tahun 2010;
Bukti P-15 : Fotokopi Report Nomor AC4407: Private Infrastructure Financing & Support Facility Project - Integrated Safeguards Data Sheet - Concept Stage ;
Bukti P-16 : Fotokopi APBNP 2015 : Penerimaan Perpajakan;
Bukti P-17 : Fotokopi BPK RI, Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Atas Kegiatan Perencanaan Investasi Pemerintah Yang Dikelola Pusat Investasi Pemerintah Pada Kementerian Keuangan Tahun 2012;
Bukti P-18 : Fotokopi Novijan Janis (Kepala Subbidang Risiko Ekonomi Keuangan, dan Sosial pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal): Kajian Analisis Atas Penyempurnaan Model Bisnis Project Development Facility di Kementerian Keuangan, 2013;
Bukti P-19 : Fotokopi Panitia Lelang Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Sistem Penyediaan Air Minum (Kps Spam) Umbulan, Ringkasan Eksekutif Pra-Studi Kelayakan (Memorandum Informasi): Proyek Kerjasama Pemerintah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 61 Swasta Sistem Penyediaan Air Minum (Kps-Spam) Umbulan, 2012;
Bukti P-20 : Fotokopi Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI dengan Kemenkeu, 5 Februari 2015;
Bukti P-21 : Fotokopi Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI dengan PT.SMI: 10 Februari 2015;
Bukti P-22 : Fotokopi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/20 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010–2014;
Bukti P-23 : Fotokopi Daftar Tagihan Utang World Bank kepada Republik Indonesia; [2.3] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam Berita Acara Persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini;
PERTIMBANGAN HUKUM Kewenangan Mahkamah [3.1] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 62 [3.2] Menimbang bahwa permohonan a quo adalah permohonan pengujian konstitusionalitas Undang-Undang, in casu pengujian Pasal 23A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015, Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669, selanjutnya disebut UU APBN- P 2015) terhadap UUD 1945. Dengan demikian, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo . Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
badan hukum publik atau privat;
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
kedudukan atau kualifikasinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 dalam kedudukan atau kualifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a yang dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; [3.4] Menimbang pula bahwa berkenaan dengan kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional, Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007, serta putusan-putusan selanjutnya, berpendirian bahwa kerugian Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 63 hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab-akibat ( causal verband ) __ antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.5] Menimbang bahwa dalam permohonan a quo, Pemohon menjelaskan kedudukan hukum ( legal standing ) sebagai berikut:
Bahwa Pemohon adalah organisasi kepemudaan Mahasiswa Pancasila (MAPANCAS) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung yang telah mendapatkan surat tugas khusus dari Dewan Pimpinan Daerah MAPANCAS Jawa Barat dan diketahui Dewan Pimpinan Pusat MAPANCAS;
Bahwa Pemohon mendalilkan memiliki hak konstitusional yang diberikan UUD 1945. Menurut Pemohon hak konstitusionalnya tersebut telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 23A UU APBN-P 2015 sebagaimana diuraikan di atas, dengan alasan yang pada pokoknya:
Bahwa Pemohon memiliki kewajiban konstitusional untuk menjunjung hukum, dan jika ada ketentuan yang menginjak hukum diberlakukan, maka kewajiban konstitusional Pemohon secara langsung akan dirugikan, karena kewajiban itu menuntut paksaan dan sanksi moril kepada Pemohon jika ikut dan/atau turut serta mendiamkan dan membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi dan terus berlangsung;
Undang-Undang a quo adalah tentang APBN yang menyangkut kepentingan seluruh warga negara Republik Indonesia maka karenanya Pemohon memiliki kepentingan konstitusional secara langsung terhadap pengujian Undang-Undang a quo ; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 64 c. Bahwa Pasal 23A Undang-Undang a quo terkait secara langsung dengan keberadaan dan/atau penampakan PT. Sarana Multi Infrastruktur (selanjutnya disebut PTSMI) yang menurut Pemohon telah menginjak hukum Republik Indonesia. PTSMI telah melakukan konspirasi kejahatan korporat yang sistematik, terencana, dan masif terhadap seluruh warga negara Republik Indonesia dengan menggunakan utang luar negeri Republik Indonesia untuk kepentingan bisnis sebuah perusahaan swasta (PT. Indonesia Infrastructure Finance, selanjutnya disingkat PTIIF) yang jelas-jelas mayoritas sahamnya dimiliki oleh institusi-institusi asing. Dengan kata lain, bahwa PTSMI telah menggunakan utang luar negeri Republik Indonesia untuk kepentingan bisnis institusi-institusi asing di republik ini;
Bahwa jika pasal a quo diberlakukan, maka PTSMI akan menjadi entitas/institusi yang akan menjadi penerima pertama manfaat ekonomi sekaligus penikmat hasil pertama dari ketentuan a quo ;
Bahwa jika pasal a quo diberlakukan, maka jelas Pemohon dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan karena itu akan memberi ruang bagi PTSMI untuk melakukan penginjakan hukum selanjutnya yang lebih dahsyat lagi di republik ini, penginjakan hukum demi kepentingan bisnis institusi- institusi asing;
Bahwa desain bisnis PTSMI berpotensi menjadi praktik bisnis yang tidak Pancasilais dan/atau tidak konstitusional, yang jelas-jelas telah dilarang oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 85/PUU- XI/2013;
Bahwa pemberlakuan pasal a quo adalah kerugian konstitusional seluruh warga negara Indonesia, termasuk Pemohon dan jika ketentuan tersebut tidak diberlakukan maka kerugian konstitusional seluruh warga negara Indonesia (paling tidak kerugian konstitusional Pemohon) tidak akan terjadi lagi, minimal akan sedikit berkurang kerugian konstitusional tersebut; [3.6] Menimbang bahwa berdasarkan syarat-syarat sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.3] dan paragraf [3.4] serta dihubungkan dengan dalil Pemohon Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 65 sebagaimana dijelaskan pada paragraf [3.5] di atas , Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
Bahwa Pemohon, sebagai organisasi kepemudaan, yaitu MAPANCAS, dalam hal ini secara spesifik MAPANCAS Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung, mendalilkan dirinya sebagai badan hukum privat. Namun demikian, bukti-bukti yang diajukan Pemohon sama sekali tidak ada hubungan dan tidak menjelaskan keberadaan Pemohon sebagaimana didalilkan yaitu sebagai badan hukum melainkan bukti-bukti yang menerangkan keberadaan Pemohon sebagai organisasi kepemudaan;
Bahwa pada sidang pemeriksaan pendahuluan tanggal 18 Agustus 2015, Panel Hakim telah memberikan nasihat kepada Pemohon yang intinya mengingatkan bahwa organisasi kepemudaan bukanlah badan hukum privat. Lagi pula, kerugian sebagaimana diterangkan Pemohon dalam permohonannya bukanlah kerugian hak konstitusional badan hukum privat dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan badan hukum privat. Oleh karenanya Panel Hakim menasihatkan agar Pemohon memperbaiki permohonannya, khususnya mengenai uraian perihal kedudukan hukum ( legal standing ) agar disesuaikan dengan kualifikasi Pemohon, dalam hal ini sebagai organisasi kepemudaan, sehingga uraian perihal kerugian hak konstitusional Pemohon pun harus disesuaikan relevansinya dengan kualifikasi Pemohon sebagai organisasi kepemudaan dimaksud, setidak- tidaknya dengan memberikan penjelasan yang merujuk pada ketentuan dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga-nya yang dapat menggambarkan adanya kerugian hak konstitusional sebagaimana yang didalilkan;
Bahwa Pemohon dalam perbaikan permohonannya, yang diterima dalam persidangan Mahkamah tanggal 31 Agustus 2015, dan diperiksa dalam sidang perbaikan permohonan pada tanggal 31 Agustus 2015, Pemohon tidak lagi mendalilkan dirinya sebagai badan hukum privat melainkan sebagai organisasi kepemudaan. Namun demikian, dalam perbaikan permohonan dimaksud, Mahkamah tidak menemukan sama sekali uraian yang dapat membawa Mahkamah pada pendapat bahwa setidak-tidaknya terdapat korelasi antara kerugian hak konstitusional Pemohon dengan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 66 kualifikasi Pemohon sebagai organisasi kepemudaan melainkan hanya tambahan uraian yang menerangkan bahwa Pemohon (MAPANCAS) telah terdaftar di Kementerian Dalam Negeri Nomor 258/D.III.2/V/2010 dan penjelasan bahwa Pemohon ( in casu MAPANCAS Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung) telah mendapatkan “Surat Tugas” dari Dewan Pimpinan Daerah MAPANCAS Jawa Barat yang diketahui oleh Dewan Pimpinan Pusat MAPANCAS untuk mengajukan permohonan a quo . Dengan tambahan uraian demikian, Pemohon kemudian mendalilkan dirinya telah memenuhi syarat kedudukan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK (vide Perbaikan Permohonan, halaman 2);
Bahwa karena tidak jelasnya uraian perihal kedudukan hukum Pemohon sebagaimana diuraikan pada angka 3) di atas, padahal prima facie Mahkamah menganggap permohonan ini cukup penting, Mahkamah mencoba mencari kaitan antara kedudukan hukum Pemohon dengan kerugian hak konstitusional Pemohon dalam alasan-alasan permohonan dengan maksud agar permohonan a quo memenuhi syarat untuk dilanjutkan pemeriksaannya ke tahapan pemeriksaan persidangan. Namun demikian, ternyata Pemohon dalam alasan-alasan permohonannya justru menerangkan dalil-dalil berkenaan dengan praktik yang dikatakan telah dilakukan oleh PT. Sarana Multi Infrastruktur. Dengan demikian, menurut Mahkamah, permohonan a quo sesungguhnya bukanlah pengujian konstitusionalitas norma Undang-Undang melainkan persoalan penerapan norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; [3.7] Menimbang, oleh karena telah nyata bagi Mahkamah bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam permohonan a quo sehingga Mahkamah tidak perlu memeriksa pokok permohonan maka dengan berdasar pada Pasal 54 UU MK, tidak ada urgensinya bagi Mahkamah untuk mendengar keterangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 67 4. KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; [4.2] Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo ; [4.3] Pokok permohonan tidak dipertimbangkan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), serta Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076).
AMAR PUTUSAN Mengadili , Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Patrialis Akbar, Aswanto, Manahan M.P Sitompul, dan Suhartoyo, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Selasa, tanggal satu, bulan September, tahun dua ribu lima belas , yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal dua puluh, bulan Oktober, tahun dua ribu lima belas , selesai diucapkan pukul 15.43 WIB , oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Patrialis Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 68 Akbar, Aswanto, dan Manahan M.P Sitompul, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Syukri Asy’ari sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Presiden atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, dan tanpa dihadiri oleh Pemohon. KETUA, ttd. Arief Hidayat ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Anwar Usman ttd. I Dewa Gede Palguna ttd. Maria Farida Indrati ttd. Wahiduddin Adams ttd. Patrialis Akbar ttd. Aswanto ttd. Manahan M.P Sitompul PANITERA PENGGANTI, ttd. Syukri Asy’ari Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194 ...
Relevan terhadap
pokoknya bahwa pengenaan pajak yang tertuang pada Pasal 42 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah (PDRD) terhadap Pasal 28D ayat (1) juncto Pasal 28 I ayat (2) dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sama sekali tidak bertentangan, namun justru sebaliknya, yakni sejalan dengan UUD 1945. Bahwa pengenaan pajak panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran ( fitness center ) adalah sebagai bentuk “ Income regulation ”, yakni pengenaan pada seseorang yang terkena wajib pajak karena kemampuan daya beli pada suatu produk. Hal ini juga sebagai bentuk keadilan yang dikenakan pada warga Negara karena kemampuannya membeli produk tertentu. 5. Keterangan Dr. Hefrizal Handra Dr. Hefrizal Handra menyampaikan beberapa argumentasi, yaitu: pertama terkait dengan Pasal 28D ayat (1) di mana karena UU PDRD Pasal 42 ayat (2) huruf i, para Pemohon menganggap bahwa kedudukan hukumnya menjadi tidak sama dengan penyedia prasarana dan sarana untuk kegiatan olahraga dan pengolahraga di bidang olah raga lainnya. Dengan kata lain, penerapan pajak hiburan terhadap jasa pusat kebugaran yang berbayar, mengakibatkan secara hukum, pemohon diperlakukan berbeda dengan penyedia sarana dan prasarana olahraga lainnya yang berbayar. Dalam praktek perpajakan, perlakuan berbeda terhadap kelompok usaha sejenis sudah terjadi dengan pertimbangan prinsip keadilan, efisiensi dan efektifitas penerimaan pajak negara. Sebagai contoh adalah perlakuan berbeda yang terjadi terhadap barang yang dijual oleh pengecer kecil dan pengecer besar di mana penjualan pengecer besar dikenai PPN sementara pengecer kecil tidak. Dua usaha sejenis (pengecer) diperlakukan berbeda oleh peraturan perpajakan karena pertimbangan lain seperti omset (skala usaha), segmen konsumen (pembeli), dan efisiensi dan efektifitas perpajakan. Perbedaan perlakuan yang tidak boleh terjadi menurut saya adalah dua pengecer (retail) yang sama besarnya dikenai pajak secara berbeda. Contoh lain adalah penjual/pembeli produk hasil pertanian seperti padi, jagung, sayuran
dalam rangka " Income regulation ", yakni pengenaan pajak pada panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran ( fitness center ) adalah sebagai bentuk pengenaan pajak yang dikenakan karena seseorang memiliki kemampuan daya beli pada tingkat tertentu sehingga mampu mengkonsumsi jenis produk tertentu (dalam hal ini panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran ( fitness center ). Hal inilah yang mendasarkan pengenaan pajak tersebut; Pengenaan pajak yang tertuang pada Pasal 42 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD) terhadap Pasal 28D ayat (1) juncto Pasal 28 I ayat (2) dan Pasal 28H ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sama sekali tidak bertentangan, namun justru sebaliknya, yakni sejalan dengan UUD 1945. Bahwa pengenaan pajak panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center) adalah sebagai bentuk " Income regulation ", yakni pengenaan pada seseorang yang terkena wajib pajak karena kemampuan daya beli pada suatu produk. Hal ini juga sebagai bentuk keadilan yang dikenakan pada warga Negara karena kemampuannya membeli produk tertentu; 4. Dr. Hefrizal Handra Para Pemohon menganggap bahwa kedudukan hukumnya menjadi tidak sama dengan penyedia prasarana dan sarana untuk kegiatan olahraga dan pengolahraga di bidang olah raga lainnya. Dengan kata lain, penerapan pajak hiburan terhadap jasa pusat kebugaran yang berbayar, mengakibatkan secara hukum, pemohon diperlakukan berbeda dengan penyedia sarana dan prasarana olahraga lainnya yang berbayar; Sepanjang pengetahuan ahli dalam praktek perpajakan, perlakuan berbeda terhadap kelompok usaha sejenis sudah terjadi dengan pertimbangan prinsip keadilan, efisiensi dan efektifitas penerimaan pajak negara. Sebagai contoh adalah perlakuan berbeda yang terjadi terhadap barang yang dijual oleh pengecer kecil dan pengecer besar di mana penjualan pengecer besar dikenai PPN sementara pengecer kecil tidak. Dua usaha sejenis (pengecer) diperlakukan berbeda oleh peraturan perpajakan karena pertimbangan lain seperti omset (skala usaha), segmen konsumen (pembeli), dan efisiensi dan efektifitas perpajakan. Perbedaan perlakuan yang tidak boleh terjadi menurut saya adalah dua pengecer (retail) yang sama besarnya dikenai pajak secara