Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ...
Relevan terhadap
Ketentuan mengenai imbal jasa penjaminan, subsidi bunga, dan fasilitas lainnya untuk pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh Komite Kebijakan.
Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2022
Relevan terhadap
Undang-Undang Tahun 2OO9 Kesehatan Nomor 36 tentang POKOK MATERI MUATAN Pengaturan upaya kesehatan sekolah yang dilaksanakan di tingkat pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, perguruan tinggi baik pendidikan formal, informal, dan nonformal. PEMiTAKARSA Kemerrterian Kesehatan Kementerian Keuangan Pasal 33 a1'at (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara NO DASAR PEMBENTUKAN 1. Kewenangan dan Sumber Pemberian Pinjaman;
Kebijakan Pemberian Pinjaman;
Pinjaman kepada Pemda, BUMN, dan BUMD; 4 . Pinjaman kepada Pemerintah/ Lembaga Asing;
Pinjaman kepacla Perusahaan Swasta;
Pembayaran Kembali dan Mata Uang; dan
Penatausahaan, Pelaporan, dan Monev.
Rancangan NC 15 JUDUL Rancarrgan Peraturan Peme; irrtah tentang FerubaLian atas Peraturan Pcmerintah Nomor 48 Tahun 2Ol9 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran Badan Usaha dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui Pipa DASAR PEMBENTUKAN POKOK IVIATtrRI MUATAN PEMRN K\RSA Kementerian Keuangan Kementerian Keuangan Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2OOl tentang Minyak dan Gas Bumi Pengaturan mengenai sanksi administratif berupa denda dan jangka waktu surat tagih atas keterlambatan pembayaran kewajiban PNBP oleh Badan Usaha.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2O2l tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 1. Penambahan Penyertaan Modal Negara; dan
Besaran nilai Penambahan Penyertaan Modal Negara.
TUDUL Rancarlgarr Peraturan Pemerirrtah tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) DAL]1'.R PEMBENTUKAN UnCang-Undang Nomor 9 Tahun 2Ol8 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak POKOI( VIATtrRI IUUATAN PEhIRAKARSA Kementerian Keuangan Kementerian Parirvisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif i7.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sertifikasi Kompetensi Kerja di Bidang Kepariwisataan
Undang-Undang Tahun 2OO9 Ketenagalistrikan Nomor 30 tentang Perr,rbahan pengaturan yang dapat mempermudah ketentuan usaha ekspor tenaga listrik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rancangan Pemerintah Perubahan Pemerintah Peraturan tentang atas Peraturan Nomor 79 Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2OOT tentang Energi Perubahan pengaturan antara lain sasaran penyediaan energi primer dan pemanfaatan energi final, sasaran Kebijakan Energi Nasional termasuk bauran energi primer, kelembagaan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral FRES I DEN REFUBLIK INDONESIA -2- NO. JUDUL Tahun 2Ol4 tentang Kebijakan Energi Nasional Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penanganan Terhadap Saksi Pelaku yang Bekerja Sama Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pe: merintah Nomor 12 Tahun 2Ol7 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah DASAR PEMBENTUKAN POKOK MATERI MUATAN PEMRAKARSA Kementerian Hukum dan Hak Asasi I{annsia Kementerian Dalam Negeri pendanaan, harga, pengawasan. subsidi, insentif, dan u 4 Pasal 10A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2Ol4 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 1. Tata cara pemberian penanganan secara khusus bagi Saksi Pelaku; dan
Tata cara pemberian penghargaan bagi Saksi Pelaku. Pasal 383 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor' 9 Tahun 2015 tentang 1. Perubahan pengaturan mengenai pembinaan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Perubahan pengaturan mengenai pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; dan
Perubahan pengaturan penjatuhan sanksi administratif bagi kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota DPRD, dan daerah FRES IDEN REFUELIK INDONESIA -3- 5 NO JUDUL Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah DASAR PEMBENTUKAN POKOK MATERI MUATAN PEMRAI{-ARSA Kernerrlerian Agraria Can't'ata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 6 Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Negeri Semarang yang melakukan pelarrggaran administratif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Perubahan pengaturan mengenai:
Formasi jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);
Syarat usia pengangkatan PPAT;
Rangkap jabatan PPAT dengan Notaris;
Masa jabatan PPAT;
Daerah kerja PPAT;
Pembuatan akta PPAT secara digital/elektronik; 7 . Uang jasa PPAT; dan
Kemandirian tata kelola dan pengambilan keputusan yang akan dinriliki oleh Universitas setelah menjadr Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH); Pasal 66 ayat (2\
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap 7 lainnya
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Program Pengelolaan Subsidi dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran guna memberikan manfaat yang optimal bagi pengentasan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masyarakat. Ayat (3) Ayat (3) Yang dimaksud dengan "asumsi dasar ekonomi makro" adalah harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah. Yang dimaksud dengan "parameter" adalah semua variabel yang memengaruhi perhitungan subsidi, antara lain: besaran subsidi harga, volume konsumsi BBM bersubsidi, volume konsumsi LpG tabung 3 kg, Harga Indeks Pasar (HIP) LPG tabung 3 kg, volume penjualan listrik bersubsidi, susut jaringan, dan volume pupuk bersubsidi. Dalam rangka melaksanakan program pengelolaan subsidi yang lebih tepat sasaran mulai Tahun 2022, Pemerintah dapat mengarahkan pelaksanaan subsidi LPG dan listrik dengan berbasis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKSI secara bertahap. Ayat (a) Cukup jelas
Pemerintah menyusun laporan:
pelaksanaan APBN Semester Pertama Tahun Anggaran 2022; dan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2022, sesuai dengan ketentuan peraturan peruIndang-undangan. Pasal 4 1 Pasal 4 1 (1) Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2022 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dan/atau kebijakan keuangan negara dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2O tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O2O tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID- 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, dibahas bersama Dewan Perwakilan Ralryat dengan Pemerintah dalam rangka pen5rusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2022, apabila terjadi:
perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam APBN Tahun Anggaran 2022;
perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram; dan/atau
keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. (2) Perkembangan indikator ekonomi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan perubahan pokok- pokok kebijakan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
penurunan pertumbuhan ekonomi paling sedikit 3% (tiga persen) di bawah asumsi yang telah ditetapkan;
deviasi asumsi ekonomi makro lainnya paling sedikit 3Oo/o (tiga puluh persen) dari asumsi yang telah ditetapkan; dan/atau
penurunan penerimaan perpajakan ^paling sedikit ^30% (tiga puluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan. (3) SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan SAL yang ada di rekening Bank Indonesia ^yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. (4) Dalam hal dilakukan penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2022 untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat sebelum Tahun Anggaran 2022 berakhir.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PUSAT. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas menjalankan fungsi Bendahara Umum Negara. 2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat yang selanjutnya disingkat SiAP adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan, dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Kuasa BUN. 3. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat SABUN adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan pos1s1 keuangan, dan operasi keuangan yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN dan pengguna anggaran bagian anggaran BUN. 4. Kuasa BUN adalah pejabat yang memperoleh kewenangan untuk dan atas nama BUN melaksanakan fungsi pengelolaan uang negara. 5. Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan ke bij akan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara.
Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disebut Dit. APK adalah unit eselon II pada kantor pusat DJPb yang bertugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. 7. Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Dit. PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat DJPb yang bertugas untuk merumuskan serta melaksanakan ke bij akan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan kas negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. 8. Kantor Wilayah DJPb yang selanjutnya disebut Kanwil DJPb adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan koordinasi, pembinaan, supervisi, asistensi, bimbingan teknis, dukungan teknis, monitoring, evaluasi, analisis, kajian, penyusunan laporan, dan pertanggungjawaban di bidang perbendaharaan dan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. 9. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal DJPb yang bertugas untuk melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan BUN, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas negara. 10. Rekening Kuasa BUN Daerah adalah rekening milik BUN pada bank/ pos mitra KPPN selaku Kuasa BUN di daerah. 11. Rekening Kuasa BUN Pusat adalah rekening milik BUN pada bank mitra Dit. PKN selaku Kuasa BUN Pusat. 12. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang disusun oleh pemerintah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan. 13. Laporan Arus Kas yang selanjutnya disebut LAK adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. 14. Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disebut LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 15. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 16. Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disebut CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih untuk pengungkapan yang memadai. 1 7. Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/ defisit dan pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 18. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BUN yang selanjutnya disingkat UABUN adalah unit akuntansi pada Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN dan sekaligus melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN. 19. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat KPPN yang selanjutnya disebut UAKBUN- Daerah adalah unit akuntansi Kuasa BUN yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat KPPN. 20. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa BUN Tingkat Kantor Wilayah yang selanjutnya disebut UAKKBUN-Kanwil adalah unit akuntansi yang mengoordinasikan dan membina akuntansi dan pelaporan keuangan Kuasa BUN Daerah/KPPN dan menggabungkan laporan keuangan seluruh Kuasa BUN Daerah/KPPN. 21. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat Pusat yang selanjutnya disingkat UAKBUN- Pusat adalah unit akuntansi Kuasa BUN yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat Kuasa BUN Pusat. 22. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN yang selanjutnya disingkat UAP BUN adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas akuntansi dan pelaporan keuangan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan di bawahnya. 23. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Akuntansi Pusat yang selanjutnya disebut UAP BUN AP adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang menggabungkan Laporan Keuangan Kuasa BUN Pusat, koordinator Kuasa BUN kantor wilayah, dan Kuasa BUN Daerah (KPPN khusus penerimaan dan KPPN khusus pinjaman dan hi bah). 24. Rekonsiliasi adalah proses pencocokkan data transaksi keuangan yang di proses dengan beberapa sistem/ subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. 25. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah Inspektorat Jenderal/ Inspektorat Umum/ Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga. 26. Sistem Aplikasi Terintegrasi adalah sistem aplikasi yang mengintegrasikan seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan dan pelaksanaan pendapatan dan belanja negara dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan kementerian/lembaga. 27. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari daftar isian pelaksanaan anggaran. 28. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara berdasarkan SPM. 29. Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disingkat PIPK adalah pengendalian yang secara spesifik dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa Laporan Keuangan yang dihasilkan merupakan laporan yang andal dan disusun sesua1 dengan standar akuntansi pemerintahan. BAB II UNIT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Pasal 2 (1) SiAP merupakan subsistem dari SABUN. (2) Untuk pelaksanaan SiAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk unit akuntansi dan pelaporan keuangan yang terdiri atas:
KPPN selaku UAKBUN-Daerah;
Kanwil DJPb selaku UAKKBUN-Kanwil;
Dit. PKN selaku UAKBUN-Pusat; dan
DJPb selaku UAP BUN AP. (3) KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak termasuk KPPN Khusus Investasi. (4) UAP BUN AP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilaksanakan oleh Dit. APK. (5) Penanggung jawab unit akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepala KPPN, untuk UAKBUN-Daerah;
Kepala Kanwil DJPb, untuk UAKKBUN-Kanwil;
Direktur Pengelolaan Kas Negara, untuk UAKBUN- Pusat; dan
Direktur Jenderal Perbendaharaan, untuk UAP BUN AP. (6) SiAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan Kuasa BUN dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi. (7) Laporan Keuangan Kuasa BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (8) Selain Laporan Keuangan Kuasa BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (6), unit akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menghasilkan LRA sebagai laporan manajerial. (9) LRA sebagaimana dimaksud pada ayat (8) merupakan LRA satuan kerja mitra kerja masing-masing unit akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN Bagian Kesatu Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara Tingkat Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Pasal 3 (1) UAKBUN-Daerah memproses data transaksi:
penerimaan dan pengeluaran kas yang melalui Rekening Kuasa BUN Daerah;
penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak melalui Rekening Kuasa BUN Daerah namun menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku harus mendapatkan penihilan/ pengesahan dari KPPN; dan/atau
penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak melalui rekening Kuasa BUN Daerah namun mempengaruhi Neraca UAKBUN-Daerah. (2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
penerimaan kas yang melalui rekening Kuasa BUN Daerah yang dapat berupa pendapatan negara, pengembalian belanja, dan penenmaan pembiayaan;
pengeluaran kas penyaluran dana SP2D untuk belanja, pengeluaran pembiayaan, dan pengeluaran non anggaran melalui Rekening Kuasa BUN Daerah; dan/atau
penerimaan non anggaran dan pengeluaran non anggaran yang dapat berupa penerimaan kiriman uang atau pengeluaran kiriman uang atau pengeluaran kiriman uang untuk pemindahbukuan dana antar rekening kas negara dan penerimaan retur. (3) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb terdiri atas:
penerimaan dan potongan pada SPM dengan jumlah yang sama sehingga jumlah pembayarannya nihil;
pendapatan dan belanja pada satuan kerja badan layanan umum;
pendapatan dan belanja yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang pada kemen terian / lembaga;
pendapatan/ penerimaan pembiayaan dan belanja yang bersumber dari hibah atau pinjaman dalam/ luar negeri yang oleh pihak pemberi pinjaman dan hibah dalam/luar negeri tidak disalurkan melalui rekening milik BUN namun langsung digunakan untuk mendanai pengeluaran satuan kerja; dan/atau
penerimaan dan pengeluaran lainnya yang menurut ketentuan perundang-undangan harus mendapat pengesahan dari KPPN. (4) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
transaksi pengeluaran transitoris atas SP2D uang persediaan/ tambahan uang persediaan yang mempengaruhi Kas di Bendahara Pengeluaran UAKBUN-Daerah;
transaksi penerimaan pengembalian dana uang persediaan /tambahan uang persediaan yang disetor melalui modul penerimaan negara yang mempengaruhi kas di bendahara pengeluaran UAKBUN-Daerah; dan/atau
transaksi penerimaan transitoris/pengeluaran transitoris atas SP2D retur yang mempengaruhi utang pihak ketiga pada UAKBUN-Daerah. (5) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan transaksi yang terjadi pada UAKBUN Daerah yang tidak mengelola rekening retur. (6) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disajikan sebagai utang pihak ketiga UAKBUN-Daerah. (7) J enis transaksi penerimaan dan pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pendapatan;
belanja;
transfer ke daerah;
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan;
penerimaan transitoris dan pengeluaran transitoris;
pengembalian; dan/atau
selisih kurs. Pasal 4 (1) Transaksi penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dicatat secara bruto sebesar nilai yang tercantum dalam dokumen sumber pada saat:
kas diterima di Rekening Kuasa BUN Daerah;
kas keluar dari Rekening Kuasa BUN Daerah;
terbit dokumen pengesahan transaksi penerimaan dan pengeluaran oleh KPPN;
terbit SP2D untuk SPM dengan potongan yang jumlah pembayarannya nihil;
kas keluar dari rekening Kuasa BUN Pusat, untuk pengeluaran yang melalui Rekening Kuasa BUN Pusat namun mempengaruhi Neraca UAKBUN- Daerah; atau
kas masuk ke Rekening Kuasa BUN Pusat atau Kuasa BUN Daerah lainnya, untuk penerimaan yang tidak melalui rekening Kuasa BUN Daerah bersangkutan namun mempengaruhi Neraca UAKBUN-Daerah. (2) Pengaruh terhadap aset, kewajiban, dan ekuitas yang timbul akibat transaksi penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan di dalam Neraca UAKBUN-Daerah. (3) Penyajian dalam Neraca UAKBUN-Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pengaruh transaksi penerimaan dan pengeluaran yang melalui rekening Kuasa BUN Daerah terhadap Neraca UAKBUN-Pusat atau UAKBUN-Daerah lainnya. Pasal 5 (1) UAKBUN-Daerah menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Daerah berdasarkan pemrosesan data transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1). (2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan Rekonsiliasi dan analisis atau telaah Laporan Keuangan. (3) Dalam hal UAKBUN-Daerah belum dapat melakukan rekonsiliasi eksternal dengan UAKPA pada periode berjalan, UAKBUN-Daerah tetap dapat menyusun Laporan Keuangan. (4) Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (5) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (6) Analisis atau telaah Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai analisis atau telaah Laporan Keuangan di lingkup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. Pasal 6 (1) UAKBUN-Daerah menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) kepada UAKKBUN-Kanwil setiap bulan, semesteran, dan tahunan. (2) UAKBUN-Daerah KPPN khusus penerimaan dan UAKBUN-Daerah KPPN khusus pinjaman dan hibah menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) kepada UAP BUN AP setiap bulan, semesteran, dan tahunan. t www.jdih.kemenkeu.go.id (3) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Kedua Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Bendahara Umum Negara Tingkat Kantor Wilayah Pasal 7 (1) UAKKBUN-Kanwil menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil berdasarkan hasil pemrosesan data gabungan dan Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Daerah di wilayah kerjanya. (2) Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan Rekonsiliasi dan analisis atau telaah LaporanKeuangan. (3) Dalam hal UAKBUN-Daerah belum dapat melakukan Rekonsiliasi eksternal dengan U AKPA pada periode berjalan, UAKKBUN-Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dapat menyusun Laporan Keuangan. • (4) Laporan Keuangan tingkat UAKKBUN-Kanwil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (5) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (6) Analisis atau telaah Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai analisis atau telaah Laporan Keuangan di lingkup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. Pasal 8 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan konsolidasian tingkat UAP BUN AP, UAKKBUN-Kanwil menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) kepada UAP BUN AP setiap triwulan, semesteran, dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Ketiga Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara Umum Negara Tingkat Pusat \ Pasal 9 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan, UAKBUN-Pusat memproses data transaksi:
penerimaan dan pengeluaran kas yang melalui rekening Kuasa BUN Pusat; dan
penerimaan dan pengeluaran pada SPM atau dokumen yang dipersamakan, dengan potongan, yang pembayarannya melalui rekening Kuasa BUN Pusat. (2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
penerimaan kas melalui Rekening Kuasa BUN Pusat;
pengeluaran kas penyaluran dana SP2D untuk belanja, transfer, pengeluaran pembiayaan, pengeluaran non anggaran melalui rekening Kuasa BUN Pusat; dan/atau
penerimaan non anggaran atau pengeluaran non anggaran. (3) Transaksi penerimaan non anggaran atau pengeluaran non anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
transaksi untuk _dropping; _ b. transaksi untuk penihilan;
transaksi untuk optimalisasi kas;
transaksi untuk pemenuhan dana SAL;
transaksi reimbursement (penggantian) atas pengeluaran kas di rekening kas umum negara; dan/atau
transaksi replenishment atas pengisian kas di rekening kas umum negara. (4) Transaksi penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
pendapatan;
belanja;
transfer ke daerah;
penerimaan dan pengeluaran pembiayaan;
penerimaan dan pengeluaran transitoris;
pengembalian; dan/atau
selisih kurs. Pasal 10 (1) Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas pada UAKBUN-Pusat dicatat secara bruto sebesar nilai yang tercantum dalam dokumen sumber pada saat:
kas diterima di rekening Kuasa BUN Pusat; atau
kas keluar dari rekening Kuasa BUN Pusat. (2) Transaksi penerimaan pada UAKBUN-Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dicatat sebesar bruto dalam hal proses untuk menghasilkan pendapatan belum selesai, yang dapat berupa transaksi setoran pendapatan atas penerimaan negara bukan pajak minyak dan gas bumi. (3) Pengecualian atas transaksi penerimaan negara bukan pajak minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk teknis akuntansi penerimaan bukan pajak dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. (4) Pengaruh terhadap aset, kewajiban, dan ekuitas yang timbul akibat transaksi penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan di dalam Neraca UAKBUN-Pusat. (5) Penyajian dalam Neraca UAKBUN-Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk pengaruh transaksi penerimaan dan pengeluaran yang melalui rekening Kuasa BUN Pusat terhadap Neraca UAKBUN- Daerah. Pasal 11 (1) UAKBUN-Pusat menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Pusat berdasarkan pemrosesan data transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10. (2) Laporan Keuangan tingkat UAKBUN-Pusat se bagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan Rekonsiliasi dan analisis atau telaah Laporan Keuangan. (3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi. dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (5) Analisis atau telaah Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai analisis atau telaah Laporan Keuangan di lingkup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. Pasal 12 (1) UAKBUN-Pusat menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) kepada UAP BUN AP setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. Bagian Keempat Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Akuntansi Pusat Pasal 13 (1) UAP BUN AP menyusun Laporan Keuangan tingkat UAP BUN AP berdasarkan data gabungan dan informasi Laporan Keuangan dari UAKBUN-Daerah KPPN Khusus Penerimaan, UAKBUN-Daerah Khusus Pinjaman dan Hibah, UAKKBUN-Kanwil, dan UAKBUN-Pusat. (2) Laporan Keuangan tingkat UAP BUN AP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun setelah dilakukan Rekonsiliasi dan analisis atau telaah Laporan Keuangan. (3) Laporan Keuangan tingkat UAP BUN AP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Neraca;
LAK;
LPE; dan
CaLK. (4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (5) Analisis atau telaah Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai analisis atau telaah Laporan Keuangan di lingkup sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. (6) Dalam hal :
UAKBUN-Daerah belum dapat menyusun LPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf c;
UAKKBUN-Kanwil belum dapat menyusun LPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf c; dan/atau
UAKBUN-Pusat belum dapat menyusun LPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf c; LPE disusun oleh UAP BUN AP. Pasal 14 (1) Untuk penyusunan Laporan Keuangan konsolidasian tingkat UABUN, UAP BUN AP menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) kepada UABUN setiap semesteran dan tahunan. (2) Penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan BUN. BAB IV TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING Pasal 15 (1) Kuasa BUN menyajikan transaksi dalam mata uang asing pada Laporan Keuangan dengan menggunakan mata uang rupiah. (2) Aset dan kewajiban moneter dalam mata uang asing disajikan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal pelaporan. (3) Kuasa BUN menyajikan dan mengungkapkan pengaruh selisih kurs di dalam Laporan Keuangan.
Pengaruh selisih kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai perlakuan akuntansi atas selisih kurs pada rekening milik BUN. BABV PENGENDALIAN INTERN ATAS PELAPORAN KEUANGAN Pasal 16 (1) Untuk memberikan keyakinan memadai bahwa pelaporan keuangan dilaksanakan dengan pengendalian intern yang memadai, setiap unit akuntansi dan pelaporan keuangan menerapkan PIPK. (2) Penerapan PIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada lingkup Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat. (3) Untuk menjaga efektivitas penerapan PIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penilaian PIPK yang dilaksanakan oleh tim penilai pada setiap unit akuntansi dan pelaporan keuangan. (4) Hasil penilaian PIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam laporan hasil penilaian PIPK. (5) Untuk memberikan keyakinan terbatas kepada pimpinan mengenai efektivitas penerapan PIPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), APIP melakukan reviu penerapan PIPK berdasarkan laporan hasil penilaian PIPK. (6) Penerapan, penilaian, dan reviu PIPK dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman penerapan, penilaian, dan reviu pengendalian intern atas pelaporan keuangan pemerintah pusat. BAB VI PERNYATMN TANGGUNG JAWAB Pasal 17 (1) Setiap unit akuntansi dan pelaporan keuangan pada SiAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) membuat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan yang disusunnya dan dilampirkan pada saat penyampaian Laporan Keuangan. (2) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh penanggungjawab unit akuntansi dan pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4). (3) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pernyataan bahwa pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. (4) Pernyataan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam Laporan Keuangan. BAB VII MODUL SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PUSAT Pasal 18 SiAP dilaksanakan sesuai dengan Modul Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VIII PERNYATAAN TELAH DIREVIU Pasal 19 (1) Untuk meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, dilakukan reviu atas Laporan Keuangan bagian anggaran BUN pengelolaan uang negara pada SiAP. (2) Reviu atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai reviu atas Laporan Keuangan BUN. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (Berita Negara Repulik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2046) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (Berita Negara Repulik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2140), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 21 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Penetapan Jenis Satuan Barang Yang Digunakan Dalam Pemberitahuan Pabean Impor
Relevan terhadap
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1671);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.04/2012 tentang Pemberitahuan pabean Dalam rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 331) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.04/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.04/2012 tentang Pemberitahuan pabean Dalam rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 408);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1685) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PKM.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 256);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 316);
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 981) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor; Memperhatikan :
Surat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perdagangan nomor HK.01.01/859/M- DAG/SD/12/2023 tanggal 13 Desember 2023 hal Penyampaian Salinan Peraturan Menteri Perdagangan di Bidang Impor;
Surat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perdagangan nomor HK.01.01/135/M- DAG/SD/3/2024 tanggal 5 Maret 2024 hal Penyampaian Salinan Peraturan Menteri Perdagangan di Bidang Impor;
Penyelenggaraan Penataan Ruang
Relevan terhadap 6 lainnya
Pasal 160 (1) Penilaian perwujudan RTR dilakukan secara periodik dan terus-menerus. (2) Penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan dilaksanakan 1 (satu) tahun sebelum peninjauan kembali RTR. (3) Pelaksanaan penilaian perwujudan RTR dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dalam hal terdapat perubahan kebijakan yang bersifat strategis nasional yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 161 Penilaian perwujudan RTR Pusat dan Pemerintah kewenangannya. dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan Pasal 162 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 sampai dengan Pasal 161 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Pemberian Insentif dan Disinsentif Paragraf 1 Umum Pasal 163 Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 huruf c diselenggarakan untuk:
meningkatkan a meningkatkan upaya Pengendalian Pemanfaatan Ruarrg dalam rangka mewujudkan Tata Ruang sesuai dengan RTR; memfasilitasi kegiatan Pemanfaatan Ruang agar sejalan dengan RTR; dan meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan RTR. Pasal 164 (1) Insentif dan disinsentif dapat diberikan kepada pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk mendukung perwujudan RTR. (21 Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk:
menindaklanjuti pengendalian implikasi kewilayaha.n pada zona kendali atau zor^a yang didorong; atau
rnenindaklanjuti implikasi kebijakan atau rencana strategis nasional. Paragraf 2 Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif Pasal 165 (1) Insentif merupakan perangkat untuk mernotivasi, mendorong, memberikan daya ta.rik, dan/atau membei-ikan percepatan terhadap kegiatan Pemanfaatan Ruang yang memiliki nilai tambah pada zona yang perlu didorong pengembarigannya. (21 Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ber upa:
insentif liskal; dan /atatr b. insentif nonfis; kal.
c Sl( No 093638 A Pasal 166 (1) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (2) huruf a dapat berupa pemberian keringanan pajak, retribusi, dan/atau penerimaan negara bukan pajak. (21 Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Cilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 167 Insentif nonfiskal sebagaimana oimaksud rlalam Pasal 165 ayat (21huruf b dapat berupa:
peinberian kompensasi;
subsidi;
imbalan;
sewa ruang;
Llrun saham;
fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
penyedia-an prasararla dan arana;
penghargaan; dan latau i. prrblikasi atau promosi. Pasal 168 (1) Insentif dapat diberikan oleh:
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah;
Pemerintah Daerah kepada Pemertntah Daerah lainnya; dan
Pemet'intah R.rsat dan/atau Pemerintah Daerah .kepada Masyarakat. (2) insentif'dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
subsidi;
pen_n*ediaan prasarana dan sarana di daerah;
pemberian kompensasi;
penghargaan; dan I atau e. publikasi atau promosi daerah. (3) Insentif dari Perrrerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa:
pemberian kompensasi;
pemberian penyediaan prasarana dan sarana;
penghargaan; dan /atarr d. publikasi atau promosi daerah. l4l ^Insentif ^dari ^Pemerintah Pusat ^dan/atau ^Pemerintah Daerah kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurrf c dapat berupa:
pemberian keringanan pajak dan/atau retribusi;
subsidi;
pemberian kompensasi;
imbalan;
sewa ryang;
urun saham;
fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
penyediaan prasarana dan sarana;
penghargaan; dan latau j. publikasi atau prornosi. Pasal 169 Jenis, besaran, dan mekanisme pemberian keringanan pajak, retribusi, dan/atau penerimaan negara bukan pajak sebagaimana Cimaksud dalam Pasal i66 ayat (1) paling sedikit mempertimbangkan :
^jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang;
tingkat kerentanan atau ketrerlanjutan kawasan atau bangunan; dan
nilai tambah kawasan. Pasal 170 (1) Pemberian koinpensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 hrrruf a merupakan perangkat balas jasa kepada Masyarakat atas penyediaan prasarana, fasilitas publik tertentu, dan/atau ruang terbuka publik yang melebrhi ketentuan minimal yang dipersyaratkan. (2) Bentuk, besaran, da he pemberian kompensasi paling sedikit mempertimbangkan:
^jenis kegiatan Pemanfaatan Rua.ng;
nilai ^jasa yang diberikan; dan
kebutuhan penerima kompensasi. Pasal 171 (1) Subsidi sebagairnana dimaksud dalam Pasal 167 huruf b merupakan bantuan finansial dan/atau nonfinansial atas dukungan terhadap perwujudan lcomponen ruang tertentu yang diprioi'itaskan atau rehabilitasi kawasan pasca bencana alam. (21 Bentuk, besaran, dan mekanisme subsidi paling sedikit nrernpertimbangkan :
skala kepentingan;
dampak program pembangunan prioritas;
kapasitas kelernbagaan; dan
kebutuhan ^penei'irna subsidi. Pasal 172 (1) Irrrbalan sebagaimana dir.eaksu 'dalam Pasal t67 hurrrf c nrerupakan perangkat balas jasa terhadap kegiat.an Pemanfaatan Ruaag yang memberikan nilai tambah pada jasa lingkungan. (2) Besaran dan mekanisme i: nbalan paling sedikit mernpertimbangkan:
^jenis kegiatan Pernanfaatan Ruang;
kebutuhan penerima imbalan;
nilai tambah terhadap jasa lingkungan; dan
biaya upaya pelestarian lingkunga.n hidup. Pasal 173 (1) Sewa ruang sebagaimar,.a dimaksud dalam Pasal 167 huruf d mempakan llenyewaan tanah dan/atau ruang milik negara dan/atau daerah kepada Masyarakat dengan tarif di bawah harga normal dalam ^jangka waktu tertentu. (2) Besaran dan mekanisme sewa ruang paling sedikit mempertimbangkan:
peningkatan nilai kemanfaatan rLr.ang;
biaya dan manfaat;
ketersediaan sumber daya;
kapasitas kelembagaan; dan
kebutuhan p: nerirna. Pasal 174 (1) Urun saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf e merupakan penyertaan saham oleh Pemerinte-h hrsat dan/alau Pemerintah Daerah untuk perrgembangan kegiaton Pernanfeatan Ruang di lokasi tertentu. (21 Besaran dan mekanisme urun saham paling sedikit mempertimbangkan:
nilai iatan Pemanfaatan Ruang terhadap pengernbangan wilayah dan kawasan;
nilai aset dan peluang pengembangan;
biaya dan manfaat;
cl. kapasitas kelembagaan; dan
kebutuhan penerima.
Pemberian keringanan pajak, retribusi, dan/atau penerimaan negara bukan pajak bertujuan untuk memberikan daya tarik fiskal dan mengurangi beban pajak atau retribusi pemilik dan/atau ^pengguna lahan dan bangunan yang memiliki nilai keunikan, nilai llerentAnan, dan/atau nilai tambah serta mendukung ^percepatan ^perw'ujudan RTR. Keringanan pajak, retribusi, dan/atau penerimaan negara bukan pajak dapat diberikan kepada pelaku kegiatan Pernanfaatan Ruang yang mendukung pengembangan kawasan yang memenuhi kriteria antara lain:
pengembangan Pasal Pasal a. pengembangan baru;
dapat memberi dampak positif terhadap pengembangan ekonomi wilayah atau kepentingan umum;
dilindungi atau dilestarikan; atau
rentan mengalami perubahan Pemanfaatan Ruang. t70 Pemberian kompensasi bertujuan untuk mendorong peran Masyarakat dalam penyediaan prasarana, fasilitas publik tertentu, dan/atau ruang terbuka publik yang melebihi ketentuan minimal yang dipersyaratkan, dan meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan Masyarakat dalam percepatan perwujudan RTR. Pemberian kompensasi dapat diberikan pada pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang yang mendukung pengembangan kawasan yang memenuhi kriteria antara lain:
mempunyai integrasi antarmoda transportasi;
dilindungi atau dilestarikan; dan/atau
mempunyai daya dukung dan daya tampung mencukupi. Bentuk kompensasi dapat berupa tambahan danf atau pengalihan intensitas Pemanfaatan Ruang, pemberian barang kebutuhan, penyediaan prasarar,a dan sarana, danf atau uang. Jenis kompensasi paling sedikit mempertimbangkan ^jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang, kebutuhan penerima kompensasi, dan efektivitas bentuk kompensasi. t7t Subsidi diberikan sebagai bentuk bantuan atas dukungan percepatan pembangunan dan perwujudan kegiatan Pemanfaatan Ruang prioritas pada lokasi tertentu dan sebagai bantuan dalam percepatan perwujudan rLlang pasca bencana alam. Subsidi dapat diberikan pada Pemerintah Daerah yang mendukung pengembangan kawasan yang memenuhi kriteria antara lain: Pasal a. dikembangkan untuk mewujudkan ^program ^pembangunan prioritas;
kawasan dengan kerentanan tertentu; dan/atau
kawasan rehabilitasi ^pasca bencana alam. Subsidi sebagai dukungan finansial dapat ^berupa ^uang ^dan/atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Subsidi sebagai dukungan nonfinansial dapat ^berupa ^program pembangunan di daerah. 172 Imbalan diberikan kepada pelaku kegiatan Pemanfaatan ^Ruarlg yang memberikan ^jasa lingkungan hidup di lokasi tertentu ^sebagai ^bentuk imbal ^jasa lingkungan atas terjaminnya kualitas ^ftrngsi ^lingkungan hidup. Imbalan diberikan untuk memberikan daya tarik bagi ^kegiatan Pemanfaatan Ruang yang menduktrng ^perwujudan ^fungsi ^lindung kawasan di lokasi tertentu serta mendorong dan ^meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan Masyarakat dalam ^per"wujudan clan petestarian daya dul: ung dan daya ^tampung lingkungan ^hidup di kawasarr kritis lingkungan. Imbalan dapat berupa pengalihan hak membangUr, ^penyediaan prasar€rna dan sara.na pendukung pelestarian lingkungan ^hidup, uang dan/atau bentuk lain ^yang dapat dihilai ^dengan uang. Imbalan dapat diberikan pada pelaku kegiatan ^Pemanfaatan ^Ruang yang mendukung pengembangan kawasan ^yang memenuhi ^kriteria antara lain:
diiindungi atau dilestarikan; L). memberikan ^jasa lingkungan hidup; atau
merupakan kawasan kritis lingkurtgan. Bentrrk imbalan paling sedikit merrrpertimbangkan:
^jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang;
kebutuhan peneiima; dan Pasal Jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang ^pada kawasan ^yang ^memenuhi kriteria merupakan kegiatan Pemanfaatan Ruang ^yang ^menjaga dan/atau nrengelola lingkungan hidup untuk raempertahankan dan/atau meningkatkan kualitas ^jasa lingkungan hidup berupa:
pemulihan lingkungan hidup;
konservasi;
perlindungan tata air;
penyerapan dan penyimpanan karbon;
pelestarian keinCahan alam; dan
kegiatan lainnya.sesuai dengan peikembangan dan kebutultan penyediaan jasa lingkungan hidup tJi" ruang diberikan untuk mengoptimalkan pemaniaatan barang milik negara dan/atau barang milik daerah dalam mendorong perwujudan RTR, memberikan kemudahan dan daya tank bagi pengembangan kawasan baru yang sulit berkembang, Cimana asetnya banyak dikuasai pernerinttih. Jenis barang milik negara clan/atau barang milik claerah dapat berupa tanah dan/atau bangunan. Jenis barang rnilik negara dan/atau barang milik daerah meinpertimbangkan ketersediaan aset pemerintah dan ^jenis aset yang dibutuhkau untuk pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang. Sewa ruang dapat diberikan pada pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang yang mendukung pengembangan kawasan yang memenuhi kriteria antara lain:
beru dikembangkan dan/atau sulit dikembangkan dimana asetnya banyak dimiliki premerintah;
dapat rnemberi dampak positif terhadap ^pengenrbangan ekonomi wilayah a.tau kepentingan umum; Pasal 174 Urun saham dilekukan untuk memperkriat ^atau ^meningkatkan modal dan/atau saham kegiatan Pemanfaatan ^Ruang ^yang ^perlu didorong perwujudannya, meningkatkan ^peran ^Masyarakat ^rierta menciptakan rasa memrliki Masyarakat terhadap ^guna ^lahan tertentu, dan rnencegah alih fungsi lahan ^pada kawasan ^tertentu yang disebabkan oleh keterbatasan sumber daya. Urun saham dapat Ciberikan pada ^pelaku ^kegiatan ^Pemanfaatan Ruang yang mendukung pengembangan kawasan ^yang ^memenuhi kriteria antara lain:
kurang berkqmbang; dan latanu b. memiliki peluang berkembang da lnampu ^mgndorong perwujudan kawasan di sekitarnya. Pasal 175 Fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan ^Ruang diberikan untuk Pemanfaatan Ruang baik ^Pemanfaatan ^Ruang ^di darat maupun Pemanfaatan Ruang di Laut. Fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan ^Penre.nfaatan ^Ruang dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyelenggara Lelang
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman Lelang.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Direktur Lelang yang selanjutnya disebut Direktur adalah Pejabat Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Lelang.
Kantor Wilayah DJKN yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
Kepala Kantor Wilayah DJKN yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah pejabat instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
Pejabat Lelang Kelas II adalah orang perorangan yang berasal dari swasta/umum yang diangkat sebagai Pejabat Lelang oleh Menteri.
Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat kedudukan Pejabat Lelang Kelas II.
Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang Lelang.
Penyelenggara Lelang adalah KPKNL, Kantor Pejabat Lelang Kelas II, atau Balai Lelang yang menyelenggarakan Lelang.
Pembeli adalah setiap orang atau instansi yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang Lelang oleh Pejabat Lelang.
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 15. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Pengguna Jasa adalah Pembeli yang menggunakan jasa Penyelenggara Lelang.
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang selanjutnya disingkat PMPJ adalah prinsip yang diterapkan Penyelenggara Lelang dalam rangka mengetahui profil dan Transaksi Pengguna Jasa dengan melakukan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri ini.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
Proliferasi Senjata Pemusnah Massal adalah penyebaran senjata nuklir, biologi, dan kimia.
Pemblokiran adalah tindakan mencegah pentransferan, pengubahan bentuk, penukaran, penempatan, pembagian, perpindahan, atau pergerakan dana untuk jangka waktu tertentu.
Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.
Transaksi Keuangan adalah transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.
Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:
Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Penyelenggara Lelang karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Pemilik Manfaat ( Beneficial Owner ) adalah setiap orang yang:
memiliki hak atas dan/atau menerima manfaat tertentu yang berkaitan dengan Transaksi Pengguna Jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung;
merupakan pemilik sebenarnya dari harta kekayaan yang berkaitan dengan Transaksi Pengguna Jasa;
mengendalikan Transaksi Pengguna Jasa;
memberikan kuasa untuk melakukan Transaksi;
mengendalikan Korporasi; dan/atau
merupakan pengendali akhir dari Transaksi yang dilakukan melalui Korporasi atau berdasarkan suatu perjanjian.
Orang yang Populer Secara Politis atau Politically Exposed Person yang selanjutnya disingkat PEP adalah orang perseorangan yang memiliki atau pernah memiliki kewenangan publik pada:
lembaga yang memiliki kewenangan di bidang eksekutif, yudikatif, legislatif;
negara asing/yurisdiksi asing; atau
organisasi internasional.
Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
tulisan, suara, atau gambar;
peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; dan
huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Evaluasi Kepatuhan adalah serangkaian kegiatan lembaga pengawas dan pengatur serta PPATK untuk memastikan kepatuhan pihak pelapor atas kewajiban pelaporan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan mengeluarkan ketentuan atau pedoman pelaporan, melakukan audit kepatuhan, memantau kewajiban pelaporan, dan mengenakan sanksi.
Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan hari Jumat, kecuali Hari Kerja yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari libur nasional dan/atau cuti bersama.
Petunjuk Teknis Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara Elektronik
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN MAKSIMUM PENCAIRAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah.
Satuan Kerja Penghasil PNBP yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran yang dananya bersumber dari PNBP.
Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disebut MP PNBP adalah batas tertinggi pencairan anggaran belanja negara yang sumber dananya berasal dari PNBP pada DIPA yang dapat digunakan, ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Modul Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disebut Modul MP PNBP adalah sistem yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk memproses usulan Maksimum Pencairan PNBP yang diajukan oleh Satuan Kerja dan/atau Kementerian / Lembaga. / 9. Direktur Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pejabat Eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelaksanaan anggaran, pengelolaan kas dan investasi, pembinaan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum, dan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Direktur Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Direktur adalah pejabat Eselon II di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pelaksanaan anggaran.
Kepala Subdirektorat Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Kepala Subdirektorat adalah pejabat eselon III atau yang disetarakan di bawah Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pelaksanaan angggaran.
Kepala Seksi Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Kepala Seksi PA adalah pejabat Eselon IV atau yang disetarakan di bawah Subdirektorat Pelaksanaan Anggaran yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dari standardisasi teknis di bidang pelaksanaan anggaran.
Kepala Kan tor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah pejabat Eselon II di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pembinaan, supervisi, asistensi, bimbingan teknis, dukungan teknis, monitoring, evaluasi, analisis, kajian, penyusunan laporan, dan pertanggungjawaban di bidang perbendaharaan berdasarkan peraturan perundang- undangan.
Kepala Bidang Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kepala Bidang adalah pejabat Eselon III atau yang disetarakan di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi di bidang pelaksanaan anggaran pemerintah pusat, penganggaran, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta melaksanakan penyusunan reviu atas pelaksanaan dan analisis kinerja anggaran belanja pemerintah pusat.
Kepala Seksi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Kepala Seksi Kanwil adalah pejabat Eselon IV atau yang disetarakan di bawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Operator Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Operator PA adalah pegawai pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran ditunjuk untuk melakukan proses mengunduh, meneliti, dan menyampaikan permohonan pengesahan MP PNBP pada Modul MP PNBP. Wilayah Direktorat Jenderal 17. Operator Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Operator Kanwil adalah pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditunjuk untuk melakukan proses mengunduh, meneliti, dan menyampaikan permohonan Kantor pengesahan MP PNBP pada Modul MP PNBP.
Administrator Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut Administrator PA adalah pejabat/pegawai pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang bertugas untuk melakukan pengelolaan referensi pada Modul MP PNBP.
Administrator Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Administrator Kanwil adalah pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang bertugas untuk melakukan pengelolaan referensi pada Modul MP PNBP. / 20. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan.
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
Relevan terhadap
Telaah makro pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dilakukan dengan menyusun kajian/analisis yang diarahkan pada:
akurasi, pengendalian, proyeksi, dan akuntabilitas pelaksanaan anggaran Belanja K/L untuk peningkatan kredibilitas dan kesinambungan fiskal; dan b. efektivitas kebijakan fiskal terhadap pencapaian tujuan makro ekonomi pada konteks regional.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan secara triwulanan, semesteran, dan tahunan.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan untuk:
memperoleh gambaran kondisi dan karakteristik pelaksanaan anggaran Belanja K/L;
menemukan pola ideal pelaksanaan anggaran Belanja K/L;
mengukur kontribusi dan pengaruh pelaksanaan anggaran Belanja K/L terhadap perekonomian; dan
merekomendasikan perbaikan dan pengembangan kebijakan pelaksanaan anggaran.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan dengan menggunakan data dan informasi terkait:
penyerapan;
capaian fisik;
hasil dari aktivitas reviu belanja, pemantauan dan evaluasi kinerja, serta pembinaan dan pengendalian pelaksanaan anggaran; dan
indikator lainnya.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal diperlukan, KPPN menyediakan data telaah makro pelaksanaan anggaran;
Kanwil DJPb menyusun kajian/analisis di tingkat regional; dan
Direktorat Pelaksanaan Anggaran mengumpulkan hasil aktivitas telaah makro pelaksanaan anggaran Kanwil DJPb dan penyusunan kajian/analisis di tingkat nasional.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan dengan melibatkan Satker dalam bentuk koordinasi dan konfirmasi untuk memastikan validitas data dan informasi, serta menjamin kualitas hasil telaah makro pelaksanaan anggaran.