JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
159
78
45
33
16
Publikasi
357
-
Status
182
81
78
Tajuk Entri Utama
228
82
9
9
5
Nomor
Tahun
Tema
7
7
6
6
5
Label
97
70
38
30
27
Tersedia Konsolidasi
2
1
Tersedia Terjemahan
2
-
Ditemukan 357 hasil yang relevan dengan "kebijakan fiskal di era inflasi "
Dalam 0.024 detik
Thumbnail
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | PUTUSAN PENGADILAN
3/PUU-XVI/2018

Pengujian UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1985 tent ...

    Relevan terhadap 1 lainnya

    Halaman 52Tutup

    (3) Desentralisasi menjanjikan tingkat pelayanan yang lebih efisien. Karena pemilih dalam pemilu membayar untuk pelayanan publik di daerah dalam bentuk pajak dan retribusi, mereka merasa bahwa mereka dapat meminta pejabat setempat untuk bertanggung jawab atas pemberian pelayanan pada tingkat kuantitas dan kualitas dikehendaki masyarakat. Masyarakat pemilih tidak puas dengan pelayanan publik, mereka mungkin akan menyingkirkan para pejabat yang melanggar tersebut pada pemilihan umum berikutnya. Penggalian Sumber-Sumber Keuangan Pemerintah Daerah Proses desentralisasi perpajakan dan penyerahan urusan pemerintahan ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah merupakan unsur penting dalam reformasi fiskal, baik di negara maju maupun negara berkembang. Desentralisasi didukung dengan alasan bahwa pemerintah Pusat tidak mungkin dapat memenuhi tuntutan kebutuhan barang dan jasa publik yang secara terus-menerus meningkat. Pemerintah Pusat sering gagal meningkatkan efisiensi fiskal, karena Pemerintah Pusat seringkali mengabaikan perbedaan setempat dalam hal budaya, lingkungan dan kekayaan sumber alam, di samping perbedaan dalam faktor ekonomi dan sosial. Mendekatkan Pemerintah ke masyarakat seharusnya akan meningkatkan akuntabilitas dalam pemberian pelayanan dan juga meningkatkan efisiensi dalam alokasi dengan menutup celah antara pengeluaran dan sumber pendapatan. Dalam era otonomi daerah saat ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya terutama adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pendanaan pemerintahan dan pembangunan daerah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah dalam jumlah besar. Masih terbatasnya basis Pajak Daerah saat ini, khususnya Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Meskipun sejak UU PDRD diterapkan, secara nominal penerimaan pajak daerah terus meningkat, namun persentase kontribusi PAD dalam Pendapatan APBD Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

    Halaman 54Tutup

    lebih baik. Dalam konteks tata kelola organisasi publik, desentralisasi fiskal merupakan kebijakan yang mengkombinasikan pelimpahan wewenang penyelenggaraan fungsi pelayanan publik antar tingkat pemerintahan dengan pengelolaan sumber daya fiskal untuk mendanai fungsi-fungsi tersebut. Tata kelola organisasi publik perlu dikedepankan karena selama lebih dari empat dekade, reformasi ekonomi di berbagai belahan dunia umumnya terfokus pada peranan pasar dan mengecilkan pentingnya organisasi sektor publik dalam capain tujuan yang lebih luas seperti stabilitas ekonomi, kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan penyediaan pelayanan dasar secara memadai bagi rakyat di seluruh pelosok wilayah negara . Dalam konteks tata kelola pemerintahan tersebut, desentralisasi fiskal menempatkan stabilitas ekonomi, kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan penyediaan pelayanan dasar sebagai elemen kunci yang menjadi perhatiannya dengan meningkatkan efisiensi, transparansi dan akuntabilitas. Praktik internasional memperlihatkan bahwa sejumlah negara seperti India, Filipina, Kolombia, Indonesia dan Brazil telah melimpahkan penyelenggaraan sejumlah pelayanan publik pada pemerintah sub-nasional dalam rangka mengurangi beban pemerintah pusat dan lebih mengandalkan tingkat pemerintahan yang lebih rendah yang kerapkali kurang termanfaatkan dan belum menggali potensi penerimaannya secara optimal . Dengan meningkatnya efisiensi yang signifikan, maka desentralisasi fiskal juga akan mendorong terjadinya pertumbuhan. Pada saat yang bersamaan, hal ini akan mengurangi biaya operasional dan informasi dalam pemberian pelayanan dan merampingkan kegiatan sektor publik, yang pada akhirnya akan memfasilitasi konsolidasi fiskal dan meningkatkan kinerja ekonomi makro secara keseluruhan. Pada umumnya di negara berkembang, karena tidak tersedianya sumber pendapatan pada tingkat daerah, maka analisis fiskal antar tingkat pemerintahan dimulai dengan memusatkan fokus pada alokasi pendapatan dan penggalangan alternatif. Pemerintah Daerah umumnya tidak mempunyai sumber daya yang memadai untuk melaksanakan pelayanan yang paling mendasar pada tingkat daerah. Oleh karena itu, syarat utama dalam tanggung jawab pengalokasian sumber pembelanjaan alternatif adalah mengidentifikasi struktur dasar pendapatan yang dapat menjadi sumber daya yang memadai untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memadai dan pemberian layanan. Dengan adanya Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

    Halaman 53Tutup

    masih sangat kecil khususnya pada level Pemerintahan kabupaten/kota, yaitu rata- rata 11% secara nasional. Dana Perimbangan dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya relatif memadai, khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) yakni sekurang-kurangnya sebesar 26 persen dari Penerimaan Dalam Negeri Neto yang tertuang dalam APBN, namun daerah harus lebih kreatif dalam meningkatkan PAD- nya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalam pendanaan Belanja Daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi penopang utama PAD. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan urusan rumah-tangganya sendiri, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pengganti dari UU Nomor 34 Tahun 2000. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, termasuk di dalamnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Sumber Pendapatan Asli Daerah Tantangan kebijakan desentralisasi fiskal di berbagai Negara seperti yang dikemukakan oleh White, dan Smoke (2001), menyangkut 3 hal terutama sebagai berikut: The first challenge relate to the design of sound Intergovernmental organizational arrangement. For example, unclear assignments of functions Among levels of government Threaten to side track decentralization reforms in some countries. The second challenge concerns the development of robust financial mechanisms for channeling money to subnational goverment. In some countries, the failure to allocate sufficient own-source revenues to local government could hamper Reviews their ability to deliver services, for example. The third challenge relates to accountability of local government and the capacity of Reviews their management system. Attenuated accountability and weak management-of both financial and human-resource constraint could effective implementation of decentralized function by subnational entity. Ketiga tantangan tersebut berkaitan erat dengan penerapan kebijakan desentralisasi fiskal sebagai bagian penting dari tata kelola organisasi publik yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    INFRASTRUKTUR Infrastruktur | PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) | PENGEMBANG LISTRIK SWASTA
    173/PMK.011/2014

    Tata Cara Pemberian Jaminan Kelayakan Usaha Kepada Pt Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik dengan Menggunak ...

    • Ditetapkan: 22 Agu 2014
    • Diundangkan: 22 Agu 2014

    Relevan terhadap

    Pasal 20Tutup
    (1)

    Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum.

    (2)

    Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.

    (3)

    Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha.

    (4)

    Dalam hal proses pembahasan untuk penerbitan SJKU, untuk Proyek Pembangkit Listrik Penambahan Kapasitas Pembangkit pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama telah selesai dilakukan di Kementerian Keuangan, namun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Izin Dispensasi belum diterbitkan Menteri Kehutanan, maka Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri Keuangan dapat memberikan konsep final Jaminan Kelayakan Usaha kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk disampaikan kepada PLS.

    Pasal 10Tutup
    (1)

    Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum.

    (2)

    Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.

    (3)

    Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha.

    (4)

    Dalam hal proses pembahasan untuk penerbitan Jaminan Kelayakan Usaha untuk Proyek Pembangkit Listrik Selain Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi telah selesai dilakukan di Kementerian Keuangan, namun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan belum diterbitkan oleh Menteri Kehutanan, maka Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri Keuangan dapat memberikan konsep final Jaminan Kelayakan Usaha kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk disampaikan kepada PLS.

    Pasal 15Tutup
    (1)

    Badan Kebijakan Fiskal c.q. unit pengelola risiko fiskal melakukan evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Hukum.

    (2)

    Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.

    (3)

    Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri Keuangan mengembalikan usulan pemberian Jaminan Kelayakan Usaha.

    (4)

    Dalam hal proses pembahasan untuk penerbitan SJKU, untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi telah selesai dilakukan di Kementerian Keuangan, namun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Dispensasi penggunaan kawasan hutan belum diterbitkan oleh Menteri Kehutanan, maka Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri Keuangan dapat memberikan konsep final Jaminan Kelayakan Usaha kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk disampaikan kepada PLS.

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    BIDANG PERBENDAHARAAN | HIMPUNAN PERATURAN
    PP 44 TAHUN 2020

    Pemberian Gaji, Pensiun, Tunjangan, atau Penghasilan Ketiga Belas Tahun 2020 kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota ...

    • Ditetapkan: 07 Agu 2020
    • Diundangkan: 07 Agu 2020
    Thumbnail
    PUTUSAN PENGADILAN | PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
    05 P/HUM/2018

    Uji materiil terhadap Pasal 1 ayat (2) huruf B PMK No 252/PMK.011/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Gas Bumi yang termasuk dalam jenis barang yang ...

      Relevan terhadap

      Halaman 33Tutup

      ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 33 dari 44 halaman. Putusan Nomor 05 P/HUM/2018 Keterangan Gambar: Apabila LNG merupakan BKP, maka atas penyerahan LNG dari perusahaan pengolah LNG kepada PT PLN dikenai PPN. Akibatnya, tarif dasar listrik lebih mahal. Kenaikan tarif dasar listrik ini akan menimbulkan dampak yang luas baik sosial maupun ekonomi. Dampak ekonomi berupa pelemahan daya beli masyarakat akibat pengeluaran biaya listrik yang meningkat. Harga barang-barang kebutuhan pokok pun turut naik sebagai dampak meningkatnya biaya produksi (biaya listrik). Kedua hal tersebut pada akhirnya berimbas pada peningkatan laju inflasi; Seandainya Pemerintah mengambil langkah untuk menekan harga listrik dengan cara menambah subsidi maka hal itu akan menambah beban Negara yang akibatnya mengurangi subsidi di sektor lain; Akan tetapi, mempertimbangkan kapasitas keuangan Negara serta kebijakan pemberian subsidi yang tepat sasaran, Pemerintah tidak dapat serta merta menaikkan subsidi. Oleh karena itu, pengenaan PPN pada LNG akan berdampak pada naiknya tarif dasar listrik yang harus dibayar konsumen; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33

      Thumbnail
      HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
      208/PMK.02/2020

      Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021

      • Ditetapkan: 18 Des 2020
      • Diundangkan: 21 Des 2020

      Relevan terhadap

      Pasal 1Tutup

      Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

      1.

      Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

      2.

      Revisi Anggaran adalah perubahan nnc1an anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran 2021 dan disahkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2021.

      3.

      Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

      4.

      Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

      5.

      Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/ Lembaga.

      6.

      Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.

      7.

      Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Um um Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.

      8.

      Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. dan pada 9. Kua: sa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 10 . Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA atau PPA/KPA BUN.

      11.

      DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja.

      12.

      Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja Pemerintah Pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 2021.

      13.

      Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian / Lembaga.

      14.

      Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan untuk pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh KPA BUN.

      15.

      Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit orgamsas1 pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani danaAPBN.

      16.

      Penelaahan Revisi Anggaran adalah forum antara Kementerian Keuangan, Kernen terian/ Lembaga, dan dapat melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk memastikan kesesuaian usulan perubahan anggaran dengan pencapaian target-target yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja Pemerintah, rencana kerja Kementerian/Lembaga, dan RKA-K/L DIPA beserta alokasi anggarannya.

      17.

      Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA-K/L per unit eselon I dan program dalam suatu Kementerian/Lembaga yang ditetapkan berdasarkan hasil penelaahan.

      18.

      Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organ1sas1, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.

      19.

      Rumusan Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan program, hasil (outcome), kegiatan, keluaran (output), indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan.

      20.

      Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil ( outcome) dengan indikator kinerj a yang terukur.

      21.

      Prioritas Pembangunan adalah serangkaian kebijakan yang dilaksanakan melalui prioritas nasional, Program prioritas, kegiatan prioritas, dan proyek prioritas.

      22.

      Prioritas Nasional adalah Program/kegiatan/proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.

      23.

      Program Prioritas adalah Program yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Prioritas Nasional.

      24.

      Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II/Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen Kegiatan untuk mencapai keluaran (output) dengan indikator kinerja yang terukur.

      25.

      Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan se buah Satker/unit eselon II dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berupa belanja pegawai operasional dan belanja barang operasional.

      26.

      Pemberian Pinjaman adalah pmJaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

      27.

      Lanjutan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah penggunaan kembali s1sa alokasi anggaran yang bersumber dari pinjainan/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri yang ticlak terserap / ticlak cligunakan pada Tahun Anggaran 2020, termasuk lanjutan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hi bah dan Pemberian Pinjaman sepanjang masih terclapat s1sa alokasi komitmen pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah clalam negeri.

      28.

      Percepatan Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri aclalah tambahan alokasi anggaran yang berasal clari sisa komitmen pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah clalam negeri yang belum clitarik untuk memenuhi kebutuhan penclanaan Kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum terseclia pacla Tahun Anggaran 2021, termasuk percepatan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hi bah clan Pemberian Pinjaman .

      29.

      Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya clisebut Program PEN aclalah rangkaian Kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian clari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat Disease . 2019 penanganan (COVID-19) panclemi clan/atau Corona Virus menghaclapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional clan/ atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.

      30.

      Pengeluaran yang tidak diperkenankan (Ineligible Expenditure) adalah pengeluaran-pengeluaran yang ticlak cliperkenankan clibiayai clari clana pinjaman/hibah luar negeri karena tidak sesuai clengan naskah perjanjian pinjaman clan/ atau hi bah luar negeri .

      31.

      Subsidi Energi adalah subsidi dalam bentuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Tertentu (JBT) dan bahan bakar gas cair (Liquefied Petroleum Gas/LPG) tabung 3 (tiga) kilogram untuk konsumsi rumah tangga, petani sasaran, nelayan sasaran, dan usaha mikro, dan subsidi listrik.

      32.

      Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Y ogyakarta.

      33.

      Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang digunakan untuk mem biayai penyelenggaraan pemerin tahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan inasyarakat.

      34.

      Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta lembaga/badan lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. 35 . Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga adalah pejabat eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

      36.

      Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ lnspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.

      37.

      Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.

      38.

      Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prms1p syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

      39.

      Surat Penetapan Satuan Anggaran Bagian Anggaran 999.08 yang selanjutnya disebut SP SABA 999.08 adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan untuk suatu Kegiatan, yang dilakukan pergeseran anggaran belanjanya dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga. 40 . Sistem Aplikasi adalah sistem informasi atau aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Keuangan untuk mendukung proses penyusunan dan penelaahan anggaran, pengesahan DIPA, dan perubahan DIPA.

      41.

      Sisa Anggaran Kontraktual adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian output yang tercantum dalam DIPA dengan nilai kontrak pengadaan barang/jasa untuk menghasilkan rincian output sesuai dengan volume rincian output yang ditetapkan dalam DIPA.

      42.

      Sisa Anggaran Swakelola adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian output yang tercantum dalam DIPA dengan realisasi anggaran untuk mencapai volume nnc1an output yang sudah selesai dilaksanakan. 43 . Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.

      44.

      Target PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan diterima dalam satu tahun anggaran.

      45.

      Pagu Penggunaan PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan digunakan dalam satu tahun anggaran.

      46.

      Klasifikasi Rincian Output yang selanjutnya disingkat KRO adalah kumpulan atas keluaran ( output) Kementerian/Lembaga (rincian output) yang disusun dengan mengelompokkan atau mengklasifikasikan muatan Rincian Output (RO) yang sejenis/ serumpun berdasarkan sektor/bidang/jenis tertentu secara sistematis. 4 7. Rincian Output yang selanjutnya disingkat RO adalah keluaran ( output) riil yang sangat spesifik yang dihasilkan oleh unit kerja Kementerian/Lembaga yang berfokus pada isu dan/atau lokasi tertentu serta berkaitan langsung dengan tugas dan fungsi unit kerja tersebut dalam mendukung pencapaian sasaran Kegiatan yang telah ditetapkan.

      Thumbnail
      PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | PUTUSAN PENGADILAN
      1/PUU-XVI/2018

      Pengujian UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan P ...

        Relevan terhadap

        Halaman 58Tutup
        1. Bagaimana Pembelahan aset LPS yang berasal dari Program Restrukturisasi Perbankan sesuai Pasal 46 UU PPKSK dengan aset LPS secara keseluruhan dan terhadap permohonan kewenangan hapus buku dan hapus tagih yang diajukan Pemohon terkait dengan aset yang mana? II. Tambahan Keterangan Presiden Menindaklanjuti permintaan Majelis Hakim dalam sidang tanggal 26 Februari 2018 untuk memberikan keterangan tambahan terkait hal-hal tersebut di atas, bersama ini dapat kami berikan penjelasan sebagai berikut: 1) Terkait dengan pertanyaan pertama: Sebagaimana telah disampaikan dalam Keterangan Presiden bahwa: a. Sesuai dengan penjelasan Umum UU LPS, telah ditegaskan bahwa fungsi LPS sangat penting, untuk itu, LPS harus independen, transparan, dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Karena itu, status hukum, governance , pengelolaan kekayaan dan kewajiban, pelaporan dan akuntabilitas LPS serta hubungannya dengan organisasi lain, diatur secara jelas dalam Undang-Undang ini. b. Fungsi LPS telah diatur dalam ketentuan Pasal 4 UU LPS yakni 1) sebagai penjamin simpanan nasabah penyimpan; dan 2) turut aktif dalam memelihara sistem perbankan sesuai kewenangannya. c. Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (3) UU LPS disebutkan mengingat bahwa kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor perbankan dan fiskal, maka di dalam LPS terdapat wakil dari masing-masing otoritas yang berwenang. Keberadaan para wakil otoritas tersebut dimaksudkan untuk bersama-sama merumuskan kebijakan penjaminan yang dapat mendukung kebijakan pada sektor-sektor tersebut. Namun, pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab dan kewenangan LPS tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun. Sebagai contoh dalam melaksanakan tugas penyelesaian bank yang dicabut ijin usahanya, khususnya dalam rangka penjualan/ pengalihan aset bank tersebut, LPS tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan pihak luar termasuk Pemerintah.
        Halaman 66Tutup

        b. Terkait pertanyaan Mahkamah Konstitusi tentang aset yang dimaksud pemohon dalam Permohonannya, sesuai permohonan LPS dan penjelasan di atas, aset yang dimaksud adalah aset di luar Program Restrukturisasi Perbankan dalam hal ini mencakup aset yang berasal dari pelaksanaan fungsi LPS berdasarkan UU LPS termasuk aset yang berasal dari penanganan bank gagal maupun penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik berdasarkan UU PPKSK. III. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka Pemerintah berkesimpulan: 1. Lembaga Penjamin Simpanan dibentuk sebagai badan hukum mandiri yang kekayaannya dipisahkan dari APBN, untuk menjamin simpanan nasabah dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Sebagai suatu badan hukum yang mandiri, UU LPS memberikan kewenangan penuh kepada LPS untuk menjalankan tugas dan fungsinya tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun, termasuk Pemerintah. Untuk itu, LPS juga bertanggung jawab secara penuh atas pelaksanaan tugas dan fungsinya. 2. Kewenangan penuh LPS dilaksanakan oleh Dewan Komisioner sebagai organ tertinggi dan pimpinan LPS untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Keterwakilan unsur otoritas fiskal dan perbankan dalam Dewan Komisioner LPS menjadikan LPS sebagai bagian dari jaring pengaman terhadap sistem perbankan yang merupakan mata rantai dari sistem keuangan nasional. 3. Dalam melaksanakan fungsinya, tak terhindarkan bahwa LPS akan menerima aset berupa piutang yang pada titik tertentu, sebagai langkah akhir setelah dilakukan penagihan secara optimal, harus dihapuskan dari Neraca LPS untuk menjaga tingkat kesehatan LPS sebagai suatu badan hukum, hal yang lazim dilakukan suatu badan hukum dalam menjaga kesehatan keuangannya. 4. Ketentuan pengelolaan aset LPS dalam UU LPS telah memberikan kewenangan penuh bagi LPS untuk menetapkan kebijakan dalam melaksanakan fungsinya termasuk untuk melakukan penghapusan aset setelah dilakukan upaya penagihan secara optimal.

        Halaman 22Tutup

        time value of money adalah nilai waktu dari uang, dimana nilai uang sekarang akan berbeda dengan nilai yang akan datang karena akan mengikuti panjangnya waktu dan tingkat pengembaliannya. Perubahan nilai uang menurut waktu dipengaruhi banyak faktor antara lain tingkat inflasi, perubahan suku bunga, perubahan kebijakan dll. Konsep time value of money dikaitkan dengan penyelesaian kredit bermasalah yaitu bank mendapat pengembalian atau pelunasan kredit dengan cepat akan lebih menguntungkan karena pengembalian uang tersebut dapat digunakan bank dalam menjalankan usaha dan mengembangkan bisnis bank Karenanya bank kerap memberikan potongan/ hair cut / discount (baik terhadap bunga, denda maupun pokok utang) terhadap kredit bermasalah dibandingkan bank hanya mencatat sejumlah besaran utang (pokok, bunga dan denda) dalam neraca bank dengan terus melakukan pengelolaan dan penagihan kredit bermasalah tersebut. Dengan demikian bank tidak berlarut-larut dalam mengurus penyelesaian kredit bermasalah dan dapat lebih berkonsentrasi dalam menjalankan usahanya untuk mengembangkan produk dan ekspansi bisnis bank. Hal ini secara tidak langsung memberikan dampak yang baik dalam membangun sistem perbankan yang sehat dan ekonomi nasional yang stabil. Sedangkan prinsip prompt action adalah bahwa penanganan piutang bermasalah harus dilakukan dengan segera. Hapus buku dan hapus tagih dilakukan terhadap kredit bermasalah sehingga harus ditangani dengan segera/cepat untuk menjaga kesehatan bank, apabila pelaksanaannya tidak segera dilakukan akan menimbulkan biaya penanganan yang terus bertambah ( handling cost ). Upaya tersebut antara lain dengan melakukan hapus buku dan hapus tagih termasuk memberikan potongan/ hair cut / discount (baik terhadap bunga, denda maupun pokok utang). Sebagai contoh sederhana ibarat dokter mengambil langkah medis melakukan amputasi terhadap anggota tubuh pasien untuk dapat bertahan hidup. Berdasarkan pengalaman saya bekerja di dunia perbankan adalah lebih baik bank menerima pembayaran dari kredit macet dengan melakukan hapus buku dan hapus tagih yaitu dengan memberikan potongan/ hair cut / discount sampai dengan 40% daripada bank tetap mencatat dalam neraca bank dan

        Thumbnail
        PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | PUTUSAN PENGADILAN
        59/PUU-XIV/2016

        Pengujuan UU no. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 1 ...

          Relevan terhadap 16 lainnya

          Halaman 237Tutup

          Turki, Swiss, Sri Lanka, Spanyol, Rusia, Portugal, Selandia Baru, Meksiko, Malaysia, Pakistan, Jerman, Finlandia, Kanada, India, Hungaria, Ekuador, Perancis, dan Italia. Selain itu, 45 dari 50 negara bagian di Amerika Serikat bahkan telah mengimplementasikan pengampunan pajak (90%). Sedangkan, pada tahun 2014-2016, terdapat 8 negara lain yang sedang mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak yaitu: Argentina, Fiji, Gibraltar, Honduras, Korea Selatan, Pakistan, Thailand serta Trinidad & Tobago. Lima negara lainnya fokus hanya untuk pengungkapan aset atau harta yang berada di luar negeri, yaitu: Brazil, India, Israel, Malaysia, dan Rusia. Hal ini pada dasarnya menandakan bahwa kebijakan pengampunan pajak adalah sesuatu yang lumrah dilakukan sebagai kebijakan terobosan dalam memperbaiki sistem pajak di berbagai negara. Lebih lanjut lagi, banyaknya negara yang saat ini juga mengimplementasikan pengampunan pajak maupun juga kebijakan pengungkapan harta yang disimpan di luar negeri merupakan indikasi kebijakan tersebut semakin diperlukan sebagai transisi menuju era pertukaran informasi secara otomatis . Masa transisi sebelum era keterbukaan informasi tersebut dibutuhkan baik oleh otoritas maupun wajib pajak. Bagi wajib pajak, pengampunan pajak dapat dijadikan suatu peringatan serta kesempatan ‘terakhir’ . Bagi otoritas pajak, pengampunan pajak dianggap sebagai transisi yang efektif dan efisien, namun sekaligus mengantisipasi adanya kemungkinan bahwa tidak seluruh negara berpartisipasi dalam program pertukaran informasi. Sebagai contoh, walaupun akan menghadapi era pertukaran informasi dengan negara lain, Argentina justru melaksanakan program pengampunan pajak yang dilaksanakan antara 18 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Tujuannya tidak lain memberikan kesempatan kepada wajib pajak, terlebih karena tingkat kepatuhan di Argentina sangat rendah. Rendahnya kepatuhan tersebut lebih disebabkan karena rendahnya tingkat kepercayaan terhadap otoritas pajak. Selain itu, akan datangnya era pertukaran informasi justru dianggap sebagai meningkatnya kemungkinan keberhasilan program pengampunan pajak. Hal yang sama juga mendorong dilakukannya pengampunan pajak di Brazil dan Korea Selatan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

          Halaman 240Tutup

          MK Jerman mempertimbangkan motif utama dari legislasi pengampunan pajakyaitu untuk mengatasi permasalahan fiskal. MK Jerman menyatakan bahwa dengan adanya pengampunan pajak, ke depan tidak ada lagi wajib pajak yang dapat menyembunyikan penghasilannya dari kejaran otoritas pajak. Implikasinya, atas penghasilan yang selama ini disembunyikan tersebut akan dikenakan pajak. Tentu ini akan meningkatkan penerimaan negara karena penambahan subjek pajak dan objek pajak baru untuk basis penerimaan pajak. 3.2. Transisi ke Era Baru Benar bahwa Indonesia pernah melakukan program pengampunan pajak di tahun 1964 dan 1984. Keduanya juga bisa dinyatakan kurang berhasil. Akan tetapi, program tersebut jelas dilaksanakan dalam situasi pajak yang berbeda dengan saat ini. Kegagalan pengampunan pajak di tahun 1964 dikarenakan ketidakstabilan politik di penghujung Orde Lama. Sedangkan program 1984 gagal karena pada saat itu jumlah wajib pajak masih sedikit dan belum terbiasa dengan sistem administrasiyang berlaku. Selain itu, aktivitas penegakan hukum pasca-pengampunan pajak juga tidak berjalan. Lebih lanjut lagi, kedua program tersebut pada dasarnya diimplementasikan dengan tujuan sebagai masa transisi menuju ke sistem pajak yang baru atau dianggap sebagai bagian dari reformasi pajak. Program tahun 1964 dilakukan untuk menggantikan sistem pajak peninggalan Belanda, sedangkan program pengampunan pajak di tahun 1984 dimaksudkan sebagai jembatan menuju era sistem pajak modern dan berbasis self-assessment. Belajar dari kedua program tersebut, justru pengampunan pajak 2016 dapat dijustifikasi sebagai upaya transisi ke era yang baru . Era yang baru tersebut mencakup: (i) pertukaran informasi secara otomatis di tahun 2018; (ii) transformasi kelembagaan otoritas administrasi pajak Indonesia menjadi lebih independen; serta (iii) reformasi pajak secara menyeluruh yang ditandai dengan rencana revisi UU di bidang KUP, PPh, dan PPN. Singkatnya, upaya mengampuni ketidakpatuhan pajak di masa lalu dapat menjadi periode transisi sebelum era transparansi, ‘kuatnya’ upaya penegakan hukum otoritas pajak di masa mendatang, serta perbedaan sistem pemungutan pajak. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

          Halaman 235Tutup

          Lalu, apakah datangnya ketiga era baru tersebut cukup layak untuk ditunggu, sehingga tidak diperlukan kebijakan terobosan lain? Situasi sektor pajak di masa yang akan datang memang sangat menjanjikan, namun pemerintah tidak bisa menunggu seluruh wajib pajak untuk patuh karena hal tersebut tidak dapat diprediksi. Selama menunggu hal tersebut maka akan terdapat free rider dalam sistem fiskal, yang justru akan memberikan beban yang lebih tinggi bagi honest tax payers . 2.3. Pengampunan Pajak sebagai Kebijakan Terobosan Opsi kebijakan berikutnya adalah melakukan suatu kebijakan yang sifatnya terobosan , extra effort, dan tidak mengulang kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah pengampunan pajak. 2.3.1. Konsep Pengampunan pajak dapat diartikan sebagai kemauan untuk memaafkanatau mengampuni dari sisipemerintah kepada wajib pajak atas kesalahan di masa lalu . Upaya memafkan tersebut hanya diberikan jika wajib pajak menuruti atau mau ‘menebusnya’ dengan suatu jumlah yang telah ditentukan ( exchange ). Bentuk pengampunan yang diberikan pemerintah dapat saja berupa pengurangan ataupun penghapusan pajak terutang maupun sanksi administrasi dan pidana pajak ataupun tidak dilakukannya pemeriksaan. Terakhir, pengampunan pajak hanya diberikan secara khusus dalam waktu terbatas dan bagi kelompok wajib pajak dengan kriteria tertentu . Pada umumnya, terdapat empat tujuan utama dilakukannya pengampunan pajak sebagai berikut ini: (i) Meningkatkan penerimaan dalam jangka pendek dan dalam waktu yang relatif cepat. Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung menurun seringkali menjadi faktor pendorong diberikannya pengampunan pajak. Hal ini berdampak pada keinginan pemerintah yang berkuasa untuk memberikan pengampunan pajak dengan harapan pajak yang dibayar oleh wajib pajak selama program pengampunan pajak akan meningkatkan penerimaan pajak; (ii) Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang. Permasalahan kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab pemberian Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id

          Thumbnail
          HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
          58 P/HUM/2020

          Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Penjelasan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajak ...

            Relevan terhadap

            Halaman 109Tutup

            ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 109 dari 129 halaman. Putusan Nomor 58 P/HUM/2020 sama, yaitu berkaitan dengan investasi, pembangunan ekonomi, orientasi ekspor, dan adanya insentif perpajakan di dalamnya; c. Bahwa kehadiran investasi luar negeri melalui penanaman modal asing (PMA) sangat diharapkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Bentuk penanaman modal asing dapat dibagi 3 jenis yaitu: pinjaman luar negeri ( debt ) yaitu berupa pinjaman luar negeri dilakukan oleh pemerintah, penanaman modal asing langsung berupa investasi yang dilakukan oleh perusahaan asing ke suatu negara tertentu ( foreign direct investment /FDI) dan portofolio berupa investasi yang dilakukan melalui pasar modal (Pangestu, 1995). Berbagai riset membuktikan bahwa penanaman modal asing langsung ( foreign direct investment /FDI) memberikan kontribusi positif dalam perkembangan ekonomi suatu negara. Manfaat yang dapat diharapkan oleh suatu negara dari masuknya berupa FDI berupa: (a) peningkatan lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja lokal ( employment ), (b) alih teknologi, (c) pelatihan manajerial, dan (d) akses ke pasar internasional melalui ekspor; d. Bahwa dari sisi investor, penentuan lokasi FDI untuk menenamkan modalnya dapat dibagi atas 2 tahapan yaitu : tahap 1 memilih negara yang memiliki pasar yang besar, akses ke bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, dan sumberdaya lainnya. Tahap berikutnya adalah investor akan mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi dari negara tersebut berupa besaran tarif pajak, kebijakan pemerintah, dan berbagai insentif yang akan di dapatkan. Banyak negara yang memberikan insentif fiskal untuk menarik FDI ke negaranya. Salah satu insentif fiskal yang banyak digunakan negara berkembang untuk menarik FDI adalah Export Processing Zones (EPZs). Peningkatan EPZs saat ini sangat cepat. Pada tahun 1975 hanya terdapat 79 EPZs pada 25 negara, saat ini jumlah EPZs lebih dari 4.800 EPZs di seluruh dunia (UNCTAD, 2019); e. Bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia juga menggunakan EPZs sebagai bagian reformasi ekonominya. Berdasarkan definisi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 109

            Halaman 100Tutup

            ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 100 dari 129 halaman. Putusan Nomor 58 P/HUM/2020 “Terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Bea Masuk Anti Dumping, jika Harga Ekspor dari barang yang diimpor lebih rendah dari Nilai Normalnya dan menyebabkan Kerugian”; f. Bahwa berdasarkan uraian tersebut dia atas, dapat disimpulkan bahwa pengenaan BMAD sepenuhnya merupakan kewenangan dari Pemerintah, termasuk menentukan objek yang dikenakan BMAD dan bagaimana mekanisme pemungutannya. Hal ini selaras dengan penjelasan Termohon di bagian legal standing , bahwa pembebasan BMAD atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas merupakan bentuk dari kebijakan hukum terbuka ( open legal policy ) yang merupakan wewenang sepenuhnya dari pembentuk undang- undang; g. Bahwa pemberian fasilitas fiskal pada Kawasan Bebas, yang di antaranya berupa pembebasan BMAD, diharapkan dapat memberikan dampak positif sebagai berikut: - Mendorong kegiatan lalu lintas perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara; - Memberikan pengaruh dan manfaat besar bagi Indonesia khususnya daerah untuk dapat membuka lapangan kerja seluas- luasnya, meningkatkan kepariwisataan, dan penanaman modal baik asing maupun luar negeri; - Mempercepat pengembangan daerah seiring dengan perwujudan otonomi daerah; h. Bahwa perlu Termohon sampaikan bahwa Pemerintah terus melakukan perlindungan terhadap industri dalam negeri. Terhadap praktek dumping HRP Pemohon juga mengakui bahwa Pemerintah telah mengenakan BMAD, namun Pemohon keliru “memaksakan” pemahamannya bahwa di kawasan Bebas pun harus dikenakan, sedangkan hal tersebut bertentangan dengan prinsip pengenaan pungutan pada wilayah pabean dan pembebasan dari pungutan impor atas wilayah bukan pabean. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 100

            Halaman 29Tutup

            ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 29 dari 129 halaman. Putusan Nomor 58 P/HUM/2020 2. ...."; Selanjutnya Pasal 11 ayat (4) PERPPU Nomor 1/2000 Juncto Undang- Undang Nomor 36/2000 mengatur pula sebagai berikut: “Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberikan pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai, pembebasan pajak penjualan atas barang mewah, dan pembebasan cukai”; 34. Berdasarkan ketentuan di atas, jelas bahwa PERPPU Nomor 1/2000 __ Juncto Undang-Undang Nomor 36/2000 hanya mengatur pembebasan atas bea masuk dan bukan BMAD. Tidak ada ketentuan apa pun dalam PERPPU Nomor 1/2000 Juncto Undang-Undang Nomor 36/2000 yang menyatakan pembebasan atas BMAD, sebagai suatu trade remedies, di Kawasan Bebas. Apabila PERPPU Nomor 1/2000 Juncto Undang- Undang Nomor 36/2000 bermaksud membebaskan pula pengenaan BMAD di Kawasan Bebas, tentunya ketentuan tersebut akan secara spesifik menyebutkan 'bea masuk anti dumping' sebagai salah satu item fiskal yang dibebaskan. Buktinya, PERPPU Nomor 1/2000 Juncto Undang-Undang Nomor 36/2000 menyebutkan secara spesifik PPnBM dan PPN sebagai komponen pajak yang dibebaskan pada suatu Kawasan Bebas, dan bukannya hanya menyebut "Pajak" secara umum; 35. Dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Kepabeanan, jelas disebutkan bahwa BMAD merupakan tambahan __ dari Bea Masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan. Oleh karenanya, jelas bahwa bea masuk anti dumping bukan merupakan bagian dari bea masuk, yang dipungut sebagai tarif pendapatan (revenue tariff). BMAD bukan merupakan revenue tariff, namun adalah protective tariff yang merupakan bentuk kebijakan perlindungan dan pengamanan perdagangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat dan (3) huruf d Undang-Undang Perdagangan: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29

            Thumbnail
            ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA | TAHUN ANGGARAN 2015
            UU 27 TAHUN 2014

            Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.

            • Ditetapkan: 14 Okt 2014
            • Diundangkan: 14 Okt 2014

            Relevan terhadap

            Pasal 29Tutup
            (1)

            Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2015 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2015, apabila terjadi:

            a.

            perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2015;

            b.

            perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

            c.

            keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram; dan/atau

            d.

            keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan.

            (2)

            SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah SAL yang ada di rekening Bank Indonesia yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

            (3)

            Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2015 berakhir.

            Thumbnail
            IMPOR BARANG DAN BAHAN | BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH
            248/PMK.011/2014

            Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa Guna Kepentingan Umum dan Peningkatan Daya Saing In ...

            • Ditetapkan: 24 Des 2014
            • Diundangkan: 24 Des 2014

            Relevan terhadap

            MenimbangTutup
            a.

            bahwa dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum, dikonsumsi oleh masyarakat luas, dan/atau melindungi kepentingan konsumen, peningkatan daya saing industri tertentu di dalam negeri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan pendapatan negara, perlu memberikan fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah kepada industri sektor tertentu;

            b.

            bahwa fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah kepada industri sektor tertentu, telah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan;

            c.

            bahwa dalam rangka pelaksanaan kekuasaaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara, dan selaku Bendahara Umum Negara berwenang untuk menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;

            d.

            bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna Kepentingan Umum Dan Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu;

            • 1
            • ...
            • 15
            • 16
            • 17
            • ...
            • 36
            FAQ
            Prasyarat
            Hubungi Kami
            Kemenkeu Logo

            Hak Cipta Kementerian Keuangan.

            • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
            • Email:jdih@kemenkeu.go.id
            • Situs JDIH Build No. 12824
            JDIH Kemenkeu
            • Profil
            • Struktur Organisasi
            • Berita JDIH
            • Statistik
            • Situs Lama
            Tautan JDIH
            • JDIH Nasional
            • Sekretariat Negara
            • Sekretariat Kabinet
            • Kemenko Perekonomian
            • Anggota Lainnya
            Temukan Kami