Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset Berupa Barang Milik Negara yang Berasal Dari Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. ...
Relevan terhadap
Daftar Rincian Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) disusun oleh unit Eselon II pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melakukan pembinaan terhadap Kontraktor PKP2B.
Daftar Rincian Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai:
nilai perolehan aset Kontraktor PKP2B;
keterangan bahwa bukti perolehan aset Kontraktor PKP2B disimpan oleh masing-masing Kontraktor PKP2B dan dapat dipergunakan untuk keperluan pemeriksaan dan keperluan administrasi lainnya; dan
surat pernyataan tentang kesesuaian rincian dan nilai aset dengan bukti perolehan aset yang dibuat Kontraktor PKP2B; dan
disertai dengan lampiran berupa:
data detail per Aset dalam bentuk Arsip Data Komputer (ADK) yang sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai: a) mutasi aset; b) nomor aset; c) deskripsi aset; d) kategori aset; e) nama Kontraktor PKP2B; f) tanggal, bulan, dan tahun perolehan aset; g) harga perolehan aset; h)Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan i) nilai buku aset;
surat pernyataan tentang kesesuaian rincian dan nilai aset Kontraktor PKP2B dengan Dokumen Sumber; dan
Laporan Keuangan Kontraktor PKP2B: a) tahun berkenaan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik; atau b) tahun sebelumnya yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, dalam hal laporan keuangan tahun berkenaan belum selesai diaudit,jika diperlukan.
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Uji materi ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap UUD 1945 ...
Relevan terhadap
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.02/2016 tentang Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Kegiatan Us ...
Pengalokasian Anggaran Transfer Ke Daerah.
Relevan terhadap
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun:
Indikasi Kebutuhan Dana DBH SDA; dan
Rencana Dana Pengeluaran DBH SDA, berdasarkan perkiraan penerimaan SDA yang dibagihasilkan, setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Anggaran, Badan Kebijakan Fiskal, dan kementerian/instansi terkait.
Indikasi Kebutuhan Dana DBH SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu pertama bulan Maret tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara.
Rencana Dana Pengeluaran DBH SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Juni tahun anggaran sebelumnya untuk digunakan sebagai dasar penyusunan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN.
Penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana dan Rencana Dana Pengeluaran DBH SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) termasuk perubahan pagu anggaran akibat adanya perubahan rencana penerimaan SDA. Bagian Kedua Penyediaan Data Pasal 22 (1) Berdasarkan pagu yang ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan surat penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil SDA Pertambangan yang meliputi:
surat penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi periode tahun anggaran bersangkutan untuk masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota penghasil;
surat penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil SDA Pertambangan Panas Bumi periode tahun anggaran bersangkutan untuk masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota penghasil; dan
surat penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian daerah penghasil SDA Pertambangan Umum periode tahun anggaran bersangkutan untuk masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota penghasil. (2) Surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas menyampaikan data estimasi distribusi revenue dan entitlement Pemerintah per KKKS kepada Direktur Jenderal Anggaran setelah berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan. (5) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan data PBB Migas yang dirinci per KKKS untuk masing-masing PBB Minyak Bumi dan PBB Gas Bumi kepada Direktur Jenderal Anggaran sebagai faktor pengurang dalam penghitungan PNBP SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi.
Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan:
data perkiraan PNBP SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi per KKKS yang sudah diperhitungkan dengan data perkiraan komponen pengurang pajak dan pungutan lainnya; dan
data perkiraan PNBP SDA Pertambangan Panas Bumi per pengusaha yang sudah diperhitungkan dengan data perkiraan komponen pengurang pajak dan pungutan lainnya, kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Data perkiraan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya secara lengkap dokumen berupa:
faktor pengurang PBB, reimbursement Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi per KKKS dan Pertambangan Panas Bumi per pengusaha yang diperhitungkan untuk PNBP SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dan Pertambangan Panas Bumi menggunakan data realisasi PBB Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dan Pertambangan Panas Bumi tahun anggaran sebelumnya;
surat penetapan daerah penghasil dan dasar penghitungan bagian daerah SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dan Pertambangan Panas Bumi untuk masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota periode tahun anggaran bersangkutan; dan
data estimasi distribusi revenue dan entitlement Pemerintah per KKKS untuk SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dan per pengusaha untuk SDA Pertambangan Panas Bumi.
Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan data realisasi PNBP SDA Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan Gas Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi yang sudah diperhitungkan dengan data faktor pengurang pajak dan pungutan lainnya kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Menteri Kehutanan menyampaikan data realisasi PNBP dari Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi sektor Kehutanan dan data pendukung lainnya kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan data realisasi PNBP dari Iuran Tetap (Land-rent) dan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalty) sektor Pertambangan Umum dan data pendukung lainnya kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Data realisasi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) disampaikan paling lambat akhir bulan Agustus untuk bahan rekonsiliasi data dalam rangka perhitungan DBH SDA untuk penyaluran triwulan III.
Data realisasi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) disampaikan paling lambat minggu ketiga bulan Oktober untuk bahan rekonsiliasi data dalam rangka perhitungan DBH SDA untuk penyaluran triwulan IV.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian a ...
Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
Relevan terhadap
^Semua penerimaan yang berasal dari pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang Milik Negara kepada Pihak Lain merupakan penerimaan negara bukan pajak yang harus disetor ke rekening kas umum negara.
^Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan umum pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjan ...
Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan Lain Kontraktor Berupa Uplift atau Imbalan Lain yang Sejenis dan/atau Penghasil ...
Relevan terhadap
Saat terutangnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah pada saat pembayaran, pada saat pengalihan Participating Interest , atau pada saat diberikannya persetujuan pengalihan Participating Interest oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, tergantung peristiwa mana yang lebih dahulu terjadi.
Atas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib dipotong oleh Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest dengan menggunakan format formulir bukti potong sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terdaftar sebagai Wajib Pajak pada saat terutangnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Penghasilan yang terutang wajib disetor sendiri oleh Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Kontraktor yang mengalihkan Participating Interest .
Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang tidak disetorkan oleh Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pajak Penghasilan yang terutang dimaksud wajib dipotong, disetorkan, dan dilaporkan oleh Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest pada saat setelah terdaftar sebagai Wajib Pajak sesuai perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal pengalihan Participating Interest dilakukan secara tidak langsung dan tidak mengubah Nomor Pokok Wajib Pajak, Kontraktor yang mengalihkan Participating Interest wajib menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.02/2018 tentang Klasifikasi Anggaran
PUU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap
dibebani oleh berbagai pajak dan retribusi (PPN, PPh, corporate tax , royalty , PBB, Retribusi/Bea Masuk, dan sebagainya) sehingga dengan pengenaan PKB/BBNKB alat berat mengakibatkan pajak berganda (double taxation) . Alat-alat berat tidak menggunakan bahan bakar bersubsidi malah membantu pemerintah menggunakan bahan bakar dengan harga kekinian/harga industri sehingga menghemat pengeluaran subsidi pemerintah. 42. Pihak pemerintah sendiri sesungguhnya telah menyadari kesalahannya, sebagaimana terlihat dari rekomendasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, pada tanggal 9 Juli 2002 yang menulis surat kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia, perihal Pungutan PKB dan BBNKB, yang pada pokoknya mendukung usul dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) melalui surat nomor 067/APBI/VI/2002 tanggal 12 Juni 2002, agar Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 khususnya mengenai pungutan PKB dan BBNKB ditinjau kembali. Alasannya karena kendaraan bermotor dan alat-alat berat hanya dioperasikan di wilayah pertambangan tidak di jalan umum. Di samping itu pengusaha Kuasa Pertambangan (KP), Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya (KK) telah dikenakan berbagai jenis pajak bea dan iuran sehingga dengan adanya tambahan pajak baru tersebut akan menambah beban yang sangat berat terhadap investor pertambangan dan akan sangat mengganggu bagi terciptanya iklim investasi yang kondusif di Indonesia. 43. Pada tanggal 16 Maret 2005, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2005 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pajak Kendaraan Bermotor, dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU 34/2000, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, karena alat- alat berat dan alat besar kendaraan bermotor yang tidak menggunakan jalan umum tidak dapat dikenakan objek pajak kendaraan bermotor. 44. Pada tanggal 9 Agustus 2008, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Muhamad S. Hidayat, menulis surat kepada Menteri
Bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bapak Purnomo Yusgiantoro pada tanggal 9 Juli 2002, telah menulis surat kepada Menteri Keuangan perihal pungutan PKB dan BBNKB yang pada pokoknya mendukung usul dari Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia APBI melalui Surat Nomor 67 APBI 2002, tanggal 12 Juni 2002, agar Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 khususnya mengenai pungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama ditinjau kembali. Alasannya karena alat-alat berat hanya dioperasikan di wilayah pertambangan, tidak di jalan umum. Di samping itu, telah dikenakan berbagai jenis bea dan iuran sehingga dengan adanya tambahan pajak baru akan menambah beban yang dapat menganggu terciptanya iklim investasi yang kondusif di Indonesia. Pada tanggal 16 Maret 2005, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2005 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2002 tentang pajak kendaraan bermotor dengan alasan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Peraturan Pemeritah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah karena alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tidak dapat dikenakan objek pajak kendaraan bermotor. Pada tanggal 19 Agustus 2008, Ketua Umum Kadin, Bapak Muhammad S. Hidayat menulis surat kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri perihal peninjauan ulang, pengklasifikasian alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai kendaraan bermotor, dimana pada pokoknya surat tersebut menyampaikan keresahan para asosiasi sektoral antara lain APAKSI, APBI, Aspindo, Indonesian Mining Association, PABI, dan lain-lain. Dalam pertemuan dengan Kadin Indonesia pada tanggal 7 Agustus 2008 atas ketidakpastian hukum sehubungan dengan segera akan dilaksanakannya perda pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor untuk alat berat dan alat beasar. Kadin meminta kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk tidak memasukkan alat-alat berat dan alat-alat besar dalam klasifikasi kendaraan bermotor.
APBI, IMA, dan PAABI yang disampaikan kepada pimpinan Kadin pada tanggal 27 Agustus 2008 mengenai persoalan penarikan pajak terhadap alat-alat berat, maka Kadin segera bertindak dengan mengirimkan surat mengenai sikap Kadin kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri perihal peninjauan ulang, pengkalsifikasian alat-alat berat sebagai kendaraan bermotor. Yaitu, tertanggal 29 Agustus 2008, yang ditandatangani oleh Ketua Umum Kadin pada saat itu, yaitu Bapak Muhammad Sulaiman Hidayat. Isi surat tersebut pada pokoknya, meminta kepada menteri keuangan dan menteri dalam negeri agar tidak memasukkan alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai klasifikasi kendaraan bermotor, dengan alasan sebagai berikut. Alat-alat berat bagi industri pertambangan, jasa pertambangan, infrastruktur, maupun industri lainnya sejatinya adalah merupakan alat produksi. Dan pada umumnya, alat-alat berat hanya beroperasi di dalam pertambangan atau area industri, yang mana kebanyakan ini dibangun sendiri oleh investor tanpa pernah sekalipun menggunakan jalan umum yang dibangun oleh negara. Terkait dengan rencana pemerintah untuk mengkonversi bahan bakar minyak ke batubara, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), dan program mix energy dalam peningkatan industri kelistrikan yang saat ini dibutuhkan negara, maka niscaya kebijakan semacam di atas dapat menghambat kontribusi sektor pertambangan, khususnya usaha jasa pertambangan sebagai operator pelaksanaan kegiatan pertambangan, infrastruktur, dan industri lainnya. Dengan penerapan pajak kendaraan bermotor yang harus dikenakan pada alat-alat berat dan alat besar. Sebagai informasi pemberlakuan regulasi ini akan berdampak terhadap sekitar 1.400 perusahaan, padahal alat-alat berat ini juga dimiliki oleh industri lain, seperti infrastruktur, perkebunan, kehutanan, konstruksi, dan lain-lain. Dan serta akan meningkatkan cost production yang pada akhirnya akan mengurangi minat investor untuk berinvestasi, dan bila terpaksa pun pada akhirnya akan terbebani pada end user , serta pada akhirnya memberikan dampak besar pada perekonomian nasional. Isi surat yang merupakan sikap Kadin tersebut sejalan dengan sikap Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral,