Tata Cara Optimalisasi Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri dan Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Mil ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat dan/atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perjanjian PPLN adalah kesepakatan tertulis antara pemerintah dan penerima penerusan pinjaman luar negeri untuk penerusan pinjaman luar negeri.
Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi yang selanjutnya disebut Perjanjian Pinjaman RDI adalah perjanjian pinjaman yang dananya bersumber dari rekening dana investasi kepada badan usaha milik negara/perseroan terbatas/badan hukum lainnya.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.
Badan Hukum Lainnya yang selanjutnya disingkat BHL adalah badan hukum yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan selain BUMN/Perseroan yang menerima pinjaman bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri dan/atau rekening dana investasi.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Direktur adalah pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang sistem manajemen investasi termasuk pemberian pinjaman.
Kualitas Piutang Negara adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh BUMN/ Perseroan/BHL.
Penjadwalan Kembali adalah perubahan jangka waktu pinjaman yang mengakibatkan perubahan terhadap besarnya pembayaran atas utang pokok, bunga/biaya administrasi, biaya komitmen, denda, dan biaya lainnya yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
Perubahan Persyaratan adalah perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pinjaman yang tertuang dalam Perjanjian PPLN atau Perjanjian Pinjaman RDI, namun tidak termasuk perubahan jangka waktu pinjaman.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal penilaian.
Debt to Asset Swap adalah pembayaran sebagian atau seluruh kewajiban BUMN/Perseroan/BHL melalui penyerahan aset dan dicatat sebagai pengurang utang.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN/Perseroan, dan dikelola secara korporasi.
Penghapusan adalah tindakan menghapus Piutang Negara dari daftar tagihan pemerintah dengan menerbitkan keputusan dari pejabat negara yang berwenang untuk membebaskan BUMN/Perseroan/BHL dari tanggung jawab administrasi dan pembayaran kembali kepada pemerintah.
Cut-off Date yang selanjutnya disingkat CoD adalah tanggal acuan yang dijadikan sebagai dasar perhitungan pembebanan Piutang Negara pada BUMN/Perseroan/BHL.
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang selanjutnya disingkat RKAP adalah dokumen perencanaan strategis yang mencakup rumusan mengenai sasaran dan tujuan yang hendak dicapai perusahaan dalam jangka waktu satu tahun ke depan.
Rencana Perbaikan dan Kinerja yang selanjutnya disingkat RPK adalah dokumen yang berisi rencana tindak perbaikan kinerja yang ditinjau dari berbagai aspek, yang akan dilakukan BUMN/Perseroan/BHL untuk meningkatkan pendapatan agar dapat memenuhi kewajiban pembayaran Piutang Negara.
Uji Tuntas adalah proses penilaian, pemeriksaan, dan investigasi terhadap data dan fakta dari catatan perusahaan dalam rangka evaluasi kondisi pertumbuhan dan perkembangan BUMN/Perseroan/BHL.
Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental dan bertugas mengurus Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang selanjutnya disingkat BPKP adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Jaminan adalah aset BUMN/Perseroan/BHL baik berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud sebagai agunan bagi pelunasan utang, yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada pemerintah terhadap kreditur lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Bunga/Biaya Administrasi yang selanjutnya disebut Bunga adalah beban yang timbul sebagai akibat atas penarikan pokok pinjaman sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian pinjaman.
Penghapusan Secara Bersyarat adalah penghapusan yang dilakukan dengan menghapuskan pembukuan tanpa menghapuskan hak tagih negara atas Piutang Negara pada BUMN/Perseroan/BHL.
Penghapusan Secara Mutlak adalah penghapusan yang dilakukan setelah Penghapusan Secara Bersyarat dengan menghapuskan hak tagih negara atas Piutang Negara pada BUMN/Perseroan/BHL.
Menteri Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Menteri BUMN adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
Kontrak Manajemen Tahunan Direksi yang selanjutnya disebut Kontrak Manajemen adalah kontrak yang berisikan target-target pencapaian indikator kinerja utama ( key performance indicator ) direksi untuk memenuhi segala target yang ditetapkan oleh rapat umum pemegang saham/Menteri BUMN dalam satu tahun.
Tata Cara Pembayaran Perjanjian dalam Valuta Asing yang Dananya Bersumber dari Rupiah Murni
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN PERJANJIAN DALAM VALUTA ASING YANG DANANYA BERSUMBER DARI RUPIAH MURNI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian/ lembaga. 3. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian/ lembaga yang bersangkutan. 4. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA/ KPA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. t jdih.kemenkeu.go.id 5.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 7. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan fungsi kuasa BUN. 8. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. 9. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas bebanAPBN. 10. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran. 11. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menenma, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor / Satker kemen terian / lembaga. 12. Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu. 13. Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/ penerima hak lainnya atas dasar kontrak kerja, surat keputusan, surat tugas, atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung. 14. Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS. 15. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat jdih.kemenkeu.go.id mendesak dalam jangka waktu tertentu melebihi pagu UP yang telah ditetapkan. 16. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. 1 7. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. 18. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 19. Surat Perintah Bayar yang selanjutnya disingkat SPBy adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK atas nama KPA yang berguna untuk mengeluarkan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran kepada pihak yang dituju. 20. Dalam Negeri adalah di dalam batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 21. Luar Negeri adalah di luar batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 22. Valuta Asing yang selanjutnya disebut Valas adalah mata uang selain rupiah yang diterima dan diakui sebagai alat pembayaran sah dalam perdagangan internasional. 23. Valuta Setempat adalah mata uang yang diterima dan diakui sebagai alat pembayaran sah di negara setempat. 24. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/ jasa oleh kemen terian / lembaga/ Satker perangkat daerah/institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. 25. Komitmen dalam bentuk Valas yang selanjutnya disebut Komitmen adalah perjanjian berupa kontrak Pengadaan Barang/ Jasa atau penetapan keputusan yang pembayarannya dilakukan dalam Valas. 26. Perjanjian/Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan penyedia barang/jasa atau pelaksanaan swakelola. 27. Data Kontrak adalah informasi terkait dengan perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. 28. Data Supplier adalah informasi terkait dengan pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN yang memuat paling kurang informasi pokok, informasi lokasi, dan informasi rekening. 29. Letter of Credit yang selanjutnya disingkat L/C adalah janji tertulis dari bank penerbit L/C (issuing bank) yang bertindak atas permintaan pemohon ( applicant) atau atas namanya sendiri untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atau eksportir atau kuasa eksportir t jdih.kemenkeu.go.id (pihak yang ditunjuk oleh beneficiary/ supplier) sepanjang memenuhi persyaratan L/C. 30. Surat Pernyataan Kesanggupan Penyedia Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat SPKPBJ adalah pernyataan yang diterbitkan/dibuat oleh penyedia barang/jasa yang memuat jaminan atau pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan kepada negara dalam hal penyedia barang/ jasa tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Kontrak/bentuk perikatan lainnya. 31. Surat Persetujuan Pembukaan L/C yang selanjutnya disingkat SPP L/C adalah surat persetujuan pembukaan L/C dari KPPN selaku kuasa BUN atas permohonan Satker untuk membuka L/C di Bank Indonesia dalam hal terdapat pengadaan barang atau jasa yang mensyaratkan L/C atas beban rupiah murni. 32. Nota Disposisi yang selanjutnya disebut Nodis adalah surat yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang merupakan data realisasi penggunaan rupiah murni dan sekaligus berfungsi se bagai pengan tar dokumen kepada Satker. 33. Rupiah Murni adalah alokasi dana dalam APBN yang tidak berasal dari pinjaman dan/atau hi bah Luar Negeri. 34. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN. 35. Rekening Obligo Penampungan Sementara dalam Valuta Asing yang selanjutnya disebut Rekening Obligo adalah rekening penampungan yang dibuka di Bank Indonesia sebagai issuing bank untuk menampung dana Rupiah Murni dalam rangka pembayaran tagihan L/C. 36. Beneficiary Bank adalah bank yang bertindak sebagai advising dan/atau negotiating bank sebagai tujuan pembayaran L/C di Luar Negeri atas dana yang berasal dari Rekening Obligo. 37. Bank Operasional adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku BUN atau pejabat yang diberi kuasa untuk menjadi mitra Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau KPPN. 38. Bank Operasional Valuta Asing yang selanjutnya disebut BO Valas adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku BUN atau pejabat yang diberi kuasa, untuk menjadi mitra Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau KPPN, yang menangani transaksi dalam Valas. 39. Sistem Informasi adalah sistem yang dibangun, dikelola, dan/atau dikembangkan oleh Kementerian Keuangan guna memfasilitasi proses perencanaan dan jdih.kemenkeu.go.id I i I I penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, dan/atau monitoring dan evaluasi anggaran yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara. 40. Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 41. Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunications yang selanjutnya disingkat SWIFT adalah jaringan komunikasi global yang memfasilitasi pertukaran pesan finansial (financial messaging) secara internasional antar bank. BAB II KOMITMEN DALAM VALUTA ASING Bagian Kesatu Pembuatan Komitmen Pasal 2 (1) Pengajuan tagihan kepada negara dalam bentuk Valas yang dananya bersumber dari Rupiah Murni dilakukan berdasarkan Komitmen. (2) Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar timbulnya hak tagih kepada negara atas beban DIPA. (3) Pembuatan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
penetapan keputusan; atau
Kontrak. (5) Penetapan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dibuat oleh:
pejabat pembina kepegawaian;
KPA;
PPK; atau
pejabat berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Penetapan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dapat berupa:
surat keputusan;
surat perintah;
surat tugas;
surat keterangan; dan/atau
surat perjalanan dinas. (7) Penetapan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dibuat dalam Valas dengan ketentuan:
standar biaya yang digunakan ditetapkan dalam Valas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
penenma pembayaran berkedudukan di Luar Negeri. (8) Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat berupa: f jdih.kemenkeu.go.id a. Kontrak yang dibuat di Dalam Negeri dengan ketentuan:
Kontrak melalui tender/ seleksi internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pengadaan Barang/ J asa pemerintah; atau
Kontrak selain angka 1 yang dilakukan dengan penyedia yang berkedudukan di Luar Negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pengadaan Barang/Jasa; atau
Kontrak yang dibuat di Luar Negeri mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri. Pasal 3 (1) Komitmen berupa penetapan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a hanya dapat membebani 1 (satu) tahun anggaran. (2) Komitmen berupa Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dapat berupa Kontrak tahun tunggal atau Kontrak tahun jamak. (3) Ketentuan atas Kontrak tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kontrak tahun jamak. Bagian Kedua Pendaftaran dan Pengelolaan Data Kontrak dan Data Supplier dalam Valuta Asing Pasal 4 (1) PPK melakukan pendaftaran Data Kontrak dan Data Supplier pada Sistem Informasi. (2) Pendaftaran Data Kontrak dan Data Supplier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Kontrak ditandatangani. (3) Dalam hal terdapat perubahan/ adendum atas Kontrak yang telah didaftarkan, PPK menyampaikan perubahan/ adendum Data Kontrak ke Sistem Informasi paling lama 5 (lima) hari kerja setelah penandatanganan perubahan/ adendum Kontrak. (4) Ketentuan mengenai pendaftaran dan pengelolaan Data Kontrak dan Data Supplier mengacu pada Peraturan Menteri mengenai pelaksanaan sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan Peraturan Menteri mengenai pelaksanaan sistem SAKTI. BAB III ALOKASI ANGGARAN Pasal 5 (1) Alokasi anggaran Rupiah Murni untuk pembayaran tagihan atas Komitmen sebagaimana dimaksud dalam f jdih.kemenkeu.go.id Pasal 2 ayat (1) dialokasikan dalam DIPA dengan nilai ekuivalen Valas. (2) Anggaran yang dialokasikan dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan batas tertinggi pengeluaran negara yang tidak dapat dilampaui. (3) Dalam hal alokasi anggaran dalam DIPA tidak mencukupi untuk membayar tagihan atas Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA melakukan revisi DIPA sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 6 KPA/PPK memperhatikan alokasi anggaran dalam DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dalam mata uang rupiah sebelum membuat Komitmen dengan pihak penyedia barang/jasa atau penerima pembayaran. BAB IV TATA CARA PEMBAYARAN TAGIHAN DALAM VALUTA ASING Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Pembayaran tagihan atas belanja negara dalam bentuk Valas yang dibebankan pada DIPA dilakukan berdasarkan pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). (2) Tata cara pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 8 (1) Pembayaran tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan dengan mekanisme:
non-L/C; atau
L/C. (2) Pembayaran tagihan atas Komitmen yang dibebankan pada DIPA sumber dana badan layanan umum mengacu pada Peraturan Menteri mengenai pedoman pengelolaan keuangan badan layanan umum. (3) Pembayaran tagihan atas Komitmen yang dibebankan pada DIPA Bagian Anggaran BUN, mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pencairan APBN bagian atas beban anggaran BUN pada KPPN. t jdih.kemenkeu.go.id Bagian Kedua Mekanisme Non-L/C Paragraf 1 Umum Pasal 9 Pembayaran tagihan dengan mekanisme non-L/C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dapat dilakukan melalui:
Pembayaran LS; dan/atau
UP/TUP. Pasal 10 (1) Pembayaran tagihan atas Komitmen berdasarkan penetapan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dilakukan dengan mekanisme non-L/C. (2) Pembayaran tagihan atas Komitmen berupa penetapan keputusan dengan mekanisme non-L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah:
keputusan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mulai berlaku; dan/atau
pemenuhan prestasi atas penetapan keputusan. Pasal 11 (1) Pembayaran tagihan atas Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dapat dilakukan melalui mekanisme non-L/C. (2) Pembayaran tagihan atas Kontrak melalui mekanisme non-L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah barang/jasa diterima. (3) Dalam hal Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mensyaratkan pembayaran dilakukan terlebih dahulu, pembayaran dapat dilakukan sebelum barang/ jasa diterima. (4) Pembayaran yang mensyaratkan pembayaran terlebih dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah penyedia barang dan/atau jasa menyampaikan dokumen jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan. Pasal 12 Tata cara pembayaran tagihan sebelum barang/jasa diterima untuk Kontrak yang dibuat di Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) huruf a mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima. Pasal 13 Dokumen jaminan untuk pembayaran tagihan sebelum barang/jasa diterima atas pembayaran Kontrak yang dibuat di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) huruf b berupa:
surat jaminan; atau I jdih.kemenkeu.go.id b. SPKPBJ. Pasal 14 (1) Surat jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a diterbitkan oleh:
bank;
perusahaan asuransi; atau
perusahaan penjaminan. (2) Penerbit surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan dari penerbit surat jaminan di Dalam Negeri. (3) Bentuk, pengelolaan jaminan, dan tata cara klaim atas jaminan yang diterbitkan oleh penerbit surat jaminan di Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima. (4) Dalam hal suratjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat { 1) tidak dapat diterbitkan oleh penerbit surat jaminan di Dalam Negeri, surat jaminan diterbitkan oleh penerbit di Luar Negeri. (5) Surat jaminan yang diterbitkan oleh penerbit di Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
masa berlaku surat jaminan paling singkat sampai dengan berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak;
surat jaminan paling sedikit mempunyai nilai yang sama dengan nilai pembayaran kepada penyedia barang/ j asa; dan
isi surat jaminan minimal memuat informasi:
nama dan alamat penerima jaminan { _obligee); _ 2. penyedia barang/jasa yang ditunjuk terjamin _(principaij; _ 3. hak penjamin;
nama paket Kontrak pekerjaan;
nilai suratjaminan dalam angka dan huruf;
kewajiban pihak penjamin untuk mencairkan surat jaminan dengan segera kepada penerima jaminan { _obligee); _ 7. masa berlaku surat jaminan;
masa pembayaran dari penjamin kepada penerimajaminan _(obligee); _ dan 9. masa pengajuan klaim oleh penerimajaminan atau kuasanya. (6) Tata cara klaim atas surat jaminan yang diterbitkan oleh penerbit di Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengikuti praktik bisnis internasional yang lazim. Pasal 15 (1) Dalam hal suratjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a tidak dapat diperoleh, dokumen jaminan untuk pembayaran tagihan sebelum barang/jasa diterima menggunakan dokumen jaminan ( jdih.kemenkeu.go.id SPKPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b. (2) SPKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi:
nomor penerbitan SPKPBJ;
nama direksi/pimpinan penyedia barang/jasa yang menandatangani SPKPBJ;
jabatan yang menandatangani SPKPBJ;
nama penyedia barang/ jasa penerbit SPKPBJ;
alamat penyedia barang/jasa penerbit SPKPBJ;
nama Satker yang berkewajiban melakukan pembayaran;
jumlah pembayaran dalam angka dan huruf;
tanggal Kontrak;
nomor Kontrak; J. ura1an kegiatan/pekerjaan sesuai dengan Kontrak;
tempat, tanggal, bulan, dan tahun penerbitan SPKPBJ;
tanda tangan direksi/pimpinan penyedia barang/jasa yang menandatangani SPKPBJ;
klausul yang menyatakan bahwa penyedia barang/jasa bertanggungjawab penuh untuk menyelesaikan prestasi pekerjaan sebagaimana diatur dalam Kontrak; dan
klausul yang menyatakan bahwa penyedia barang/ j asa bersedia un tuk mengembalikan/ menyetorkan kembali uang ke Kas Negara sebesar nilai sisa pekerjaan yang belum ada prestasinya dalam hal terdapat kelalaian atau wanprestasi. (3) SPKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
surat persetujuan oleh pejabat setingkat eselon I yang memuat persetujuan bahwa pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa hanya dapat dilakukan di Luar Negeri dan pembayarannya dilakukan sebelum barang/jasa diterima;
reviu dari aparat pengawas internal pemerintah yang minimal menyatakan bahwa:
Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri dimaksud merupakan prioritas kementerian/lembaga dan merupakan kebutuhan mendesak untuk mendukung pencapaian output kegiatan dalam DIPA;
Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri dimaksud telah memperhatikan pnns1p efektivitas dan efisiensi belanja kementerian/lembaga berkenaan;
tidak terdapat penyedia lain yang dapat memenuhi spesifikasi barang/jasa yang ditentukan dan bersedia dibayar setelah barang/ jasa diterima;
tidak terdapat perusahaan yang dapat menerbitkan surat jaminan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan ! jdih.kemenkeu.go.id 5. pembayaran sebelum barang/jasa diterima dipersyaratkan sama untuk semua mitra bisnis penyedia barang/jasa bersangkutan; dan
surat keterangan tanggung jawab mutlak dari KPA yang minimal menyatakan bahwa KPA bertanggungjawab apabila terjadi kerugian negara atas pembayaran yang telah dilakukan sebelum barang/jasa diterima dan mengambil langkah- langkah hukum untuk menuntut pengembalian atas hak negara kepada penyedia barang/ jasa dalam hal terjadi wanprestasi. Pasal 16 Dalam hal dokumen jaminan untuk Kontrak di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dapat diperoleh, pembayaran dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima sepanjang dipersyaratkan dalam Kontrak dengan melampirkan:
surat persetujuan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang memuat persetujuan bahwa pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa hanya dapat dilakukan di Luar Negeri dan pembayarannya dilakukan sebelum barang/ jasa diterima; dan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b dan huruf c. Paragraf 2 Mekanisme Non-L/C melalui Pembayaran Langsung dalam bentuk Valuta Asing Pasal 17 (1) Pembayaran tagihan melalui mekanisme non-L/C dapat dilakukan dengan Pembayaran LS dalam bentuk Valas ke rekening penerima pembayaran dengan ketentuan sebagai berikut:
rekening penerima pembayaran telah didaftarkan sebagai Data Supplier di Sistem Informasi;
untuk Komitmen dalam bentuk Kontrak, Data Kontrak telah didaftarkan pada Sistem Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
penyaluran dana kepada rekening penerima pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a mengacu pada Peraturan Menteri mengenai penyaluran dana surat perintah pencairan dana melalui sistem perbendaharaan dan anggaran negara; dan
peraturan negara setempat/ negara tujuan memungkinkan penyedia barang/ jasa atau penerima pembayaran menerima transfer pembayaran dari negara lain dalam Valas. (2) PPK wajib memastikan rekening penerima pembayaran yang didaftarkan sebagai Data Supplier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat menerima Valas sesuai dengan Komitmen. f jdih.kemenkeu.go.id (3) Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diprioritaskan melalui BO Valas yang telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (4) Dalam hal penyaluran dana melalui BO Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan, penyaluran dana dilakukan melalui Bank Indonesia atau Bank Operasional yang telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pembayaran tagihan atas Komitmen ke penerima pembayaran dapat dilakukan melalui UP/TUP. Pasal 18 (1) Pembayaran LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 ayat (1) diajukan oleh Satker melalui SPM-LS dalam bentuk Valas kepada KPPN. (2) KPPN menerbitkan SP2D atas SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah terpenuhinya pengujian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (3) Nilai ekuivalen mata uang rupiah pada SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan nilai kurs pada Sistem Informasi. (4) Satker membukukan transaksi Pembayaran LS dalam bentuk Valas berdasarkan nilai kurs yang digunakan dalam penerbitan SP2D oleh KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Pengenaan biaya SWIFT atas transaksi penyaluran SP2D Pembayaran LS dalam bentuk Valas dibebankan pada DIPA BUN sepanjang tidak diatur lain dalam perJanJian. Paragraf 3 Mekanisme Non-L/C melalui Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan Pasal 19 (1) Pembayaran melalui mekanisme UP/TUP untuk pembayaran tagihan atas Komitmen dapat berupa:
UP/TUP dalam mata uang rupiah yang ditukarkan oleh Satker ke Valas; dan/atau
UP/TUP dalam bentuk Valas. (2) UP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada:
Satker perwakilan dan atase teknis; dan/atau
Satker selain huruf a yang berkedudukan di Luar Negeri. (3) TUP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada:
Satker perwakilan dan atase teknis;
Satker selain huruf a yang berkedudukan di Luar Negeri; dan/atau jdih.kemenkeu.go.id c. Satker Dalam Negeri yang memiliki unit teknis di Luar Negeri. (4) Mekanisme pemberian UP/TUP dalam bentuk Valas pada Satker perwakilan dan atase teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pelaksanaan APBN pada perwakilan Indonesia di Luar Negeri. (5) Pembayaran UP/TUP dalam bentuk Valas yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada 1 (satu) penerima pembayaran di Luar Negeri tidak dibatasi besaran nilainya. (6) Dalam hal dibutuhkan, Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c yang telah memiliki UP/TUP dalam mata uang rupiah dapat diberikan TUP dalam bentuk Valas secara.terpisah. (7) Biaya SWIFT atas penyaluran dana SP2D UP /TUP dalam ben tuk V alas dari Kas Negara ke rekening Bendahara Pengeluaran dibebankan pada DIPA BUN sepanjang tidak diatur lain dalam perjanjian. (8) Biaya SWIFT yang ditimbulkan dalam rangka pembayaran tagihan atas Komitmen melalui UP /TUP dari Bendahara Pengeluaran/BPP kepada rekening tujuan/penerima hak dibebankan kepada DIPA Satker sepanjang tidak diatur lain dalam perjanjian. Pasal 20 (1) Mekanisme pembayaran tagihan atas Komitmen melalui UP/TUP dalam mata uang rupiah yang ditukarkan oleh Satker ke Valas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dengan cara:
transfer bank antar-valuta; atau
penukaran Valas secara tunai, berdasarkan SPBy dari PPK. (2) Transfer bank antar-valuta seb?-gaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan memperhatikan kemampuan bank tempat rekening Bendahara Pengeluaran/BPP dibuka. (3) Penukaran Valas secara tunai sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:
pembayaran tagihan atas Komitmen ke rekening penenma hak tidak dapat dilakukan menggunakan kartu kredit pemerintah atau transfer bank antar-valuta; dan
UP/TUP tunai dalam mata uang rupiah di Bendahara Pengeluaran/BPP mencukupi untuk dilakukan penukaran ke V alas sesuai dengan Komitmen. (4) SPBy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen tagihan yang mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (5) Nilai kurs rupiah yang digunakan untuk pembayaran tagihan atas Komitmen melalui UP /TUP dalam mata f jdih.kemenkeu.go.id uang rupiah yang ditukarkan sendiri oleh Satker ke Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kurs transaksi yang didapatkan pada saat pembelian/penukaran/transfer Valas. (6) Bukti pembelian/penukaran/transfer Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampirkan sebagai dokumen pertanggungjawaban UP /TUP kepada PPK. Pasal 21 (1) UP /TUP dalam bentuk Valas diberikan kepada Satker dengan ketentuan sebagai berikut:
penyaluran dana UP/TUP dari Kas Negara kepada rekening Bendahara Pengeluaran dalam Valas dilakukan melalui BO Valas dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai penyaluran dana surat perintah pencairan dana melalui sistem perbendaharaan dan anggaran negara; dan
rekening Bendahara Pengeluaran dibuka pada Bank yang sama dengan BO Valas sebagaimana dimaksud pada huruf a. (2) Dalam hal penyaluran dana menggunakan BO Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dapat dilakukan, penyaluran dana dilakukan melalui Bank Indonesia atau Bank Operasional yang telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (3) Dalam hal tidak terdapat Bank yang sama dengan BO Valas di negara tempat kedudukan Satker/unit teknis di Luar Negeri, rekening Bendahara Pengeluaran/BPP dibuka pada Bank lainnya yang mempunyai lokasi terdekat dengan kedudukan Satker /unit teknis di Luar Negeri yang dapat menerima penyaluran Valas dari Indonesia. (4) UP/TUP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki nilai ekuivalen dalam mata uang rupiah dan dicatat berdasarkan kurs pada Sistem Informasi. (5) Dalam hal Valuta Setempat berbeda dengan Valas UP/TUP, PPK dapat memerintahkan Bendahara Pengeluaran/BPP untuk melakukan transfer bank antar-valuta atau penukaran Valas UP/TUP ke dalam V aluta Setempat. (6) Ketentuan mengenai transfer/ penukaran mata uang rupiah ke Valas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan transfer bank antar-valuta atau penukaran dari Valas UP /TUP ke Valuta Setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Pasal 22 (1) Satker di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b dapat diberikan UP dalam bentuk Valas berdasarkan persetujuan Kepala KPPN. (2) UP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling tinggi sebesar: I jdih.kemenkeu.go.id a. 1/4 (satu per empat) dari pagu DIPA untuk belanja barang dan modal yang dapat dicairkan; dan
kebutuhan belanja pegawai setiap bulan. (3) Besaran UP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pagu yang masih diblokir dan/atau yang akan dibayar melalui mekanisme Pembayaran LS. (4) Besaran UP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk anggaran dengan sumber dana PNBP diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari maksimum pencairan PNBP yang telah disetujui. (5) Bendahara Pengeluaran melakukan penggantian UP yang telah digunakan sepanjang pagu DIPA tersedia. (6) Penggantian UP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk belanja barang dan modal. (7) Penggantian UP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) untuk belanja pegawai diajukan setiap bulan. (8) Penggantian UP yang bersumber dari dana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan memperhatikan maksimum pencairan PNBP yang telah disetujui. Pasal 23 (1) KPA pada Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dapat mengajukan TUP dalam bentuk Valas kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak atau tidak dapat ditunda. (2) Untuk KPA pada Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf c dapat mengajukan TUP dalam bentuk Valas untuk pembayaran tagihan atas Komitmen pada unit teknis di Luar Negeri. (3) TUP dalam bentuk Valas pada unit teknis di Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat digunakan untuk membayar tagihan dalam mata uang rupiah untuk Satker Dalam Negeri. (4) TUP dalam bentuk Valas dipertanggungjawabkan dengan memperhitungkan kecukupan pagu dalam mata uang rupiah yang akan dikonversi ke dalam Valas. (5) Pertanggungjawaban TUP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP dan dapat dilakukan secara bertahap. (6) Sisa TUP dalam bentuk Valas yang tidak habis digunakan dalam 3 (tiga) bulan harus disetor ke Kas Negara. Pasal 24 (1) Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA, dalam hal:
4 (empat) bulan sejak SP2D UP dalam bentuk Valas diterbitkan belum dilakukan pengajuan penggantian UP atau penihilan UP; dan/atau f jdih.kemenkeu.go.id b. 3 (tiga) bulan sejak SP2D TUP dalam Valas diterbitkan belum dilakukan pertanggungjawaban a tau penihilan TUP. (2) Berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana ayat (1), KPA Satker dapat mengajukan surat 1z1n perpanjangan UP/TUP kepada Kepala KPPN. (3) Dalam hal setelah 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, belum dilakukan pengajuan penggantian UP/PTUP/surat izin perpanjangan UP/TUP, Kepala KPPN memotong besaran maksimum UP tunai rupiah murni Satker sebesar 25% (dua puluh lima persen) untuk periode paling singkat 1 (satu) tahun anggaran. (4) Kepala KPPN memotong besaran maksimum UP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/ a tau menyetorkan ke Kas Negara. (5) Penyampaian surat pemberitahuan kepada KPA se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal pertanggungjawaban UP/TUP dengan sumber dana PNBP tidak dapat dilakukan akibat ketidakcukupan maksimum pencairan PNBP. Pasal 25 (1) Sisa UP /TUP dalam bentuk Valas disetorkan dalam mata uang yang sama dengan pada saat pencairan awal UP/TUP. (2) Dalam hal sisa UP /TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih berbentuk Valuta Setempat, PPK memerintahkan Bendahara Pengeluaran/ BPP menukarkan kembali Valas dimaksud ke dalam Valas sesuai dengan UP /TUP awal. (3) Dalam hal terdapat selisih kurs pada ekuivalensi mata uang atas penukaran kembali Valuta Setempat ke Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selisih kurs dimaksud dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal kurs penukaran kembali menyebabkan selisih kurang pada kas di Bendahara Pengeluaran, selisih terse but dipertanggungjawabkan dengan akun belanja karena rugi selisih kurs uang persediaan satker; dan
dalam hal kurs penukaran kembali menyebabkan selisih lebih pada kas di Bendahara Pengeluaran, selisih lebih tersebut disetorkan sebagai PNBP dengan akun pendapatan dari untung selisih kurs uang persediaan satker dengan menggunakan surat setoran bukan pajak atau bukti penyetoran penerimaan negara lainnya. (4) Dalam hal terdapat selisih kurs pada ekuivalen mata uang rupiah atas setoran sisa UP/TUP dalam Valas antara Satker dengan pembukuan KPPN, selisih kurs dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal nilai mata uang rupiah atas setoran UP /TUP pada Satker nilainya kurang dari sisa I jdih.kemenkeu.go.id UP/TUP dalam mata uang rupiah sebagaimana tercantum dalam pembukuan KPPN, selisih kurang dalam mata uang rupiah tersebut dicatat dengan akun belanja karena rugi selisih kurs UP Satker; dan
dalam hal nilai mata uang rupiah atas setoran UP/TUP pada Satker nilainya lebih dari sisa UP/TUP dalam mata uang rupiah sebagaimana tercantum dalam pembukuan KPPN, selisih lebih dalam mata uang rupiah tersebut dicatat sebagai PNBP dengan akun pendapatan dari untung selisih kurs UP Satker. (5) Pengalokasian akun belanja karena rugi selisih kurs UP Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Bagian Ketiga Mekanisme Pembayaran dengan L/C Paragraf 1 Umum Pasal 26 (1) Pembayaran tagihan kepada negara dengan mekanisme L / C se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal penyedia barang/jasa mensyaratkan pembayaran dengan L/C dalam Kontrak. (2) Satker melakukan pendaftaran atas Kontrak yang mensyaratkan pembayaran dengan L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPPN paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Kontrak ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Paragraf 2 Pembukaan L/C Pasal 27 (1) Berdasarkan Data Kontrak dan Data Supplier yang telah terdaftar pada Sistem Informasi, Satker menyampaikan surat permintaan persetujuan pembukaan L/C kepada KPPN sebesar nilai Kontrak sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Berdasarkan surat permintaan persetujuan pembukaan L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPN melakukan pengujian atas ketersediaan pagu berdasarkan data Kontrak. (3) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai, KPPN menerbitkan SPP L/C sebesar nilai Kontrak kepada Satker dan Bank Indonesia. (4) SPP L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam I jdih.kemenkeu.go.id Lampiran huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 28 (1) Berdasarkan ringkasan pendaftaran Kontrak yang telah terdaftar di Sistem Informasi dan SPP L / C dari KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), Satker menyampaikan surat permohonan penerbitan L/C kepada Bank Indonesia sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur mengenai transaksi L / C di Bank Indonesia. (2) Dalam hal Bank Indonesia menyetujui surat permohonan penerbitan L/C yang diajukan Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia menyampaikan salinan L/C kepada KPPN dengan tembusan Satker . (3) Dalam hal Bank Indonesia menolak surat permohonan penerbitan L/C yang diajukan Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia menyampaikan surat penolakan penerbitan L/C disertai dengan alasan penolakan kepada KPPN dan Satker. Paragraf 3 Pembayaran L/C Pasal 29 (1) Penyedia barang/ jasa mengajukan tagihan kepada Beneficiary Bank beserta dokumen lain yang dipersyaratkan dalam L/C. (2) Beneficiary Bank mengirimkan tagihan beserta dokumen lain yang dipersyaratkan dalam L/C se bagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia. (3) Berdasarkan dokumen yang diterima dari Beneficiary Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia melakukan pemeriksaan dokumen L / C sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam peraturan Anggota Dewan Gubernur mengenai transaksi L / C di Bank Indonesia. (4) Bank Indonesia menerbitkan dan menyampaikan pemberitahuan kepada KPA Satker dan KPPN paling lama 5 (lima) hari kerja setelah menerima dokumen tagihan dari Beneficiary Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
konfirmasi tindak lanjut pembayaran dalam hal hasil pemeriksaan dokumen L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan belum sesuai; atau
permin taan pengisian rekening o bligo dalam hal hasil pemeriksaan atas dokumen L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sesuai. I jdih.kemenkeu.go.id Pasal 30 (1) Berdasarkan pemberitahuan berupa konfirmasi tindak lanjut pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5) huruf a, PPK melakukan pengujian secara materiil terhadap barang/jasa yang telah diterima. (2) Pengujian secara materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (3) Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum sesuai, PPK menerbitkan surat penolakan pembayaran L/C kepada Bank Indonesia. (4) Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai atau telah diterbitkan pemberitahuan berupa permintaan peng1s1an Rekening Obligo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5) huruf b, PPK menerbitkan SPP-LS dengan memperhatikan kebenaran Rekening Obligo sebagai tujuan pembayaran. (5) SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada PPSPM dilampiri dengan:
ringkasan Kontrak pada Sistem Informasi;
salinan SPP L/C dari KPPN;
salinan L/C dari Bank Indonesia;
bukti pemberitahuan dari Bank Indonesia; dan
surat setoran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (6) Berdasarkan surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia menyampaikan informasi penolakan kepada Beneficiary Bank. Pasal 31 (1) PPSPM melakukan pengujian formal atas SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) beserta kelengkapannya. (2) Dalam hal SPP-LS dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai, PPSPM menerbitkan SPM-LS kepada KPPN dilampiri dengan surat setoran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (3) Penerbitan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) dan SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui Sistem Informasi. Pasal 32 (1) Berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, KPPN melakukan penelitian dan pengujian sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. (2) Dalam hal hasil penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi persyaratan, KPPN menerbitkan dan mengirimkan data SP2D senilai tagihan atas beban rekening pengeluaran di Bank f jdih.kemenkeu.go.id Indonesia ke Rekening Obligo paling lama 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya SPM-LS. (3) Bank Indonesia mentransfer dana dari Rekening Obligo ke Rekening Beneficiary Bank sebesar nilai tagihan atas beban rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam peraturan Anggota Dewan Gubernur mengenai transaksi L/C di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah menerima data SP2D dari KPPN. (4) Berdasarkan transfer dana yang telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia menyampaikan Nodis kepada Satker dan KPPN. (5) Berdasarkan Nodis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Satker mencatat realisasi L/C pada Sistem Informasi. Pasal 33 (1) Satker melakukan pencocokan nilai SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan realisasi L/C pada Sistem Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5). (2) Dalam hal berdasarkan hasil pencocokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih, Satker memberitahukan KPPN dan Bank Indonesia untuk mendapatkan penyelesaian dan tindak lanjut. Pasal 34 (1) Selisih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) yang belum diselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran, harus dilakukan penyelesaian dan tindak lanjut paling lambat pada masa penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat unaudited tahun berkenaan. (2) Penyelesaian dan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diungkapkan secara memadai di dalam catatan atas laporan keuangan pada laporan keuangan kementerian/lembaga dan laporan keuangan pemerintah pusat. (3) Laporan keuangan kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan instansi. (4) Laporan keuangan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. Pasal 35 Segala biaya yang dikenakan atas pembukaan, perubahan, dan pembayaran L/C dibebankan pada DIPA Satker sepanjang tidak diatur lain dalam perjanjian. Pasal 36 Jangka waktu penyelesaian pembayaran tagihan mulai dari pemberitahuan dari Bank Indonesia berupa permintaan pengisian Rekening Obligo sebagaimana dimaksud pada I jdih.kemenkeu.go.id Pasal 29 ayat (5) huruf b sampai dengan ditransfernya dana ke rekening Beneficiary Bank se bagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja. Pasal 37 (1) Dalam hal terdapat keterlambatan pembayaran tagihan L/C sesuaijangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang disebabkan oleh peristiwa di luar kuasa para pihak, seluruh biaya yang timbul berupa kerugian, klaim, penalti dan/atau bank charges dapat dibebankan pada DIPA Satker bersangkutan sepanjang tidak diatur lain dalam Kontrak. (2) Keadaan di luar kuasa para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa keadaan kahar sebagaimana diatur dalam Kontrak dan/atau mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 disebabkan oleh kesalahan/kelalaian, seluruh biaya yang timbul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggungjawab pihak yang melakukan kesalahan / kelalaian dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tuntutan ganti kerugian negara. BABV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 38 Komitmen dalam bentuk Valas berupa Kontrak tahunan dan Kontrak tahun jamak atas beban DIPA mulai Tahun Anggaran 2024 yang ditetapkan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pembayarannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 39 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 263/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pembayaran Perjanjian dalam Valuta Asing yang Dananya Bersumber dari Rupiah Murni (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2061), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 40 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. I jdih.kemenkeu.go.id
Penilaian Usulan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran Pengelolaan Investasi Pemerintah ...
Relevan terhadap
Penilaian atas usulan IKD BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dilakukan terhadap dokumen pendukung yang disusun oleh KPA BUN, paling sedikit berupa kajian pendirian.
Penilaian atas usulan IKD BUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b dilakukan terhadap dokumen pendukung yang disusun oleh KPA BUN, paling sedikit terdiri atas:
rencana kerja dan anggaran perusahaan;
rencana jangka panjang;
laporan keuangan triwulanan, semesteran, dan tahunan;
kajian atas usulan IKD BUN;
Ketentuan mengenai dokumen pendukung bagi penambahan PMN pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c angka 1 dan Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c angka 2 berlaku secara mutatis mutandis terhadap dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Selain dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penilaian dilakukan pula terhadap realisasi PMN yang pernah diterima oleh BUMN/Perseroan Terbatas, dalam hal sebelumnya pernah menerima PMN.
Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c angka 3 dan angka 4 dilakukan terhadap dokumen pendukung berupa kajian dan dokumen pendukung lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Aspek Penilaian
Tata Cara Pengelolaan Iuran dan Pelaporan Penyelenggaraan Program Tabungan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Apara ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Tabungan Hari Tua yang selanjutnya disingkat THT adalah tabungan yang bersumber dari iuran peserta dan iuran pemerintah beserta pengembangannya yang diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai pada saat yang bersangkutan berhenti, baik karena mencapai usia pensiun maupun bukan karena mencapai usia pensiun.
Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah perlindungan atas risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja selama masa dinas berupa perawatan, santunan, dan tunjangan cacat.
Jaminan Kematian yang selanjutnya disebut JKM adalah perlindungan atas risiko kematian bukan akibat kecelakaan kerja dan bukan karena dinas khusus berupa santunan kematian.
Kekayaan Yang Diperkenankan adalah kekayaan yang diperhitungkan dalam tingkat solvabilitas.
Pengelola Program adalah badan hukum yang mengelola program THT, JKK, dan JKM bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan.
Bursa Efek adalah bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pasar modal.
Surat Berharga Negara adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia termasuk surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Manajer Investasi adalah manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pasar modal.
Reksa Dana adalah reksa dana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai pasar modal.
Anak Perusahaan adalah Perseroan Terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pengelola Program.
Pemberi Kerja adalah penyelenggara negara yang mempekerjakan Pegawai Aparatur Sipil Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap 7 lainnya
Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Badan Usaha harus memenuhi kriteria:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
memiliki Penanaman Modal yang belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus; atau
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu; dan
memiliki komitmen untuk merealisasikan penanaman modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);
berstatus sebagai badan hukum Indonesia; dan
memiliki Penanaman Modal yang belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan industri di kawasan industri dan perusahaan kawasan industri; dan
pemberitahuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan untuk penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.
Dalam hal Pelaku Usaha melakukan Penanaman Modal pada KEK yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha juga harus memenuhi komitmen untuk merealisasikan rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
Untuk dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha pada:
Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) dan memilih untuk diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b;
Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah); atau 3. Kegiatan Lainnya di KEK;
berstatus sebagai badan hukum Indonesia; dan
Penanaman Modal yang diajukan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan belum pernah diterbitkan:
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan industri di kawasan industri dan perusahaan kawasan industri; dan
pemberitahuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan untuk penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.
Dalam hal Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (4), Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir.
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Paragraf 5 Prosedur Pengajuan Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan
Ketentuan larangan impor dan ekspor ke dan dari KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai larangan impor dan ekspor.
Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan, kecuali instansi teknis yang berwenang menerbitkan kebijakan pembatasan menyatakan secara khusus bahwa ketentuan pembatasan dimaksud berlaku di KEK.
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya.
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke:
Pelaku Usaha di KEK lain;
TPB;
Kawasan Bebas; dan/atau
perusahaan penerima fasilitas pembebasan dan pengembalian di luar KEK, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan di bidang impor yang berlaku di tempat tujuan. Paragraf 11 Monitoring, Evaluasi, Audit Perpajakan, Audit Kepabeanan dan Cukai, dan Sanksi
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Dewan Nasional adalah dewan yang dibentuk di tingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK.
Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk di tingkat provinsi untuk membantu Dewan Nasional dalam penyelenggaraan KEK.
Administrator KEK adalah bagian dari Dewan Kawasan yang dibentuk untuk setiap KEK guna membantu Dewan Kawasan dalam penyelenggaraan KEK.
Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum yang berupa Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan usaha patungan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
Pelaku Usaha adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha di KEK.
Pembangunan adalah pendirian kawasan, perusahaan, atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
Pengembangan adalah pengembangan kawasan, perusahaan, atau pabrik yang telah ada, meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi barang dan/atau jasa.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Kegiatan Utama adalah bidang usaha beserta rantai produksinya yang menjadi fokus kegiatan KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional.
Kegiatan Lainnya adalah bidang usaha di luar Kegiatan Utama di KEK.
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, atau Izin Usaha bagi Badan Usaha dan Perizinan Berusaha bagi Pelaku Usaha pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan atau fasilitas Pajak Penghasilan .
Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Aktiva Tetap Berwujud adalah aktiva berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun dan/atau dirakit lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, dan tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan atau dipindahtangankan.
Aktiva Tak Berwujud adalah aktiva tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang digunakan dalam operasi perusahaan, dan tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan atau dipindahtangankan.
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau cukai.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk surat/ keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau komitmen.
Izin Usaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada Badan Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau komitmen.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disebut OSS adalah Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
Barang Modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan barang modal yang dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang modal tersebut.
Bahan Baku Usaha Habis Pakai adalah barang yang waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan dan/atau fungsinya jika sudah dipergunakan, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal.
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan, atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Pemberitahuan Jasa Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PJKEK adalah pemberitahuan yang digunakan dalam pemanfaatan jasa ke dan dari KEK.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Penyampaian Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara Investasi Pemerintah Tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran pada Kementerian Badan Usaha Mi ...
Relevan terhadap
Neraca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b menyajikan nilai kepemilikan negara pada Perusahaan Negara se besar total nilai kepemilikan negara yang tercan tum pada Ikh tisar LKPN -: Posisi Keuangan.
Ikhtisar LKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) disusun oleh UAKPA BUN berdasarkan LKPN yang disajikan oleh Perusahaan Negara.
Ben tuk dan isi dari Ikh tisar LKPN se bagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan format yang tercantum dalam Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dikecualikan bagi UAKPA BUN dari ketentuan melampirkan Ikhtisar LKPN dan LKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dalam hal:
Perusahaan Negara memiliki periode pelaporan yang berbeda dengan periode pelaporan investasi b. pemerintah; atau Perusahaan Negara tidak menerbitkan LKPN karena alasan tertentu, termasuk namun tidak terbatas pada kondisi kesulitan likuiditas, proses likuidasi, dan kondisi lain yang menyebabkan Perusahaan Negara tidak menerbitkan LKPN.
Penyederhanaan Registrasi Kepabeanan
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Perizinan Berusaha Terintegrasi 8ecara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disebut 088 adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh lembaga 088 untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupatijwali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Keterangan Status Wajib Pajak adalah informasi yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak terkait validitas NPWP dan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak.
Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non perseorangan yang melakukan usaha danjatau kegiatan pada bidang tertentu.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Eksportir adalah orang perseorangan a tau badan hukum yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa Importir atau Eksportir.
Pengangkut adalah orang a tau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang danjatau orang, danjatau yang berwenang melaksanakan kontrak pengangkutan dan menerbitkan dokumen pengangkutan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perhubungan.
Pengusaha dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone yang selanjutnya disebut Pengusaha dalam FTZ adalah badan usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan.
Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah badan usaha yang memperoleh ijin dari instansi terkait untuk menyelenggarakan pos berupa layanan surat, dokumen, dan/ a tau paket sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disebut Pengusaha TPS adalah badan usaha yang mengusahakan bangunan danjatau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
PenyelenggarajPengusaha Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disebut Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah Pelaku U saha yang melakukan kegiatan pengelolaan bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut Perusahaan Penerima Fasilitas KITE adalah Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor berupa pembebasan danjatau pengembalian bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ahli Kepabeanan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kepabeanan dan memiliki Sertifikat Ahli Kepabeanan yang dikeluarkan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan.
Izin Komersial atau Operasional adalah 1zm yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupatijwali kota setelah Pelaku U saha mendapatkan izin usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/ a tau komitmen. ~I 17. Komitmen adalah pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi persyaratan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional.
Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran.
Pengguna J a sa adalah Pelaku U saha yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Pengguna Jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
Pengguna Jasa Kepabeanan adalah Pengguna Jasa yang telah mendapatkan Akses Kepabeanan.
Registrasi Kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Pengguna Jasa ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan Akses Kepabeanan.
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web. 24. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya 25.
kewajiban pabean Kepabeanan. Direktur Jenderal Cukai. Pejabat Be a dan Jenderal Be a dan tertentu untuk sesua1 dengan Undang-Undang adalah Direktur J enderal Be a Dan Cukai adalah pegawm Direktorat Cukai yang ditunjuk dalam jabatan melaksanakan tug as tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Menteri Keuangan sebagai Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan ...
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan terkait dengan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diatur dalam:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-Pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.02/2017 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan- Pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 919);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah kepada Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 853) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.08/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah kepada Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1122);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1419);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Pers (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 946);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2044) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2141);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.09/2015 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 42);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Belanja Pensiun yang Dilaksanakan PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 613);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 657) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.02/2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1300);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1816) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 221/PMK.05/2016 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2157);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2054) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1347);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan dan Subsidi Bunga Kredit Perumahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 340) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan dan Subsidi Bunga Kredit Perumahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 110);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Pupuk (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 641);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Layanan Pos Universal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 756) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Bantuan Operasional Layanan Pos Universal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 787);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 758);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 16);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.05/2017 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1601);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2017 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Pemberian Pinjaman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1704);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Marjin untuk Kredit Usaha Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1705);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Ongkos Angkut Beras Pegawai Negeri Sipil Distrik Pedalaman Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1709);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1772);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1775) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 808);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1969);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.05/2018 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1008);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.05/2018 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1719);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.09/2019 tentang Pedoman Penerapan, Penilaian, dan Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 193);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.02/2019 Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Beras Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 657) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.02/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.02/2019 Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Beras Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 867);
aa. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1148) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1681);
bb. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 205);
cc. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penganggaran, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kartu PraKerja (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 287);
dd. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka Penanganan Pandemi COVID-19 dan Dampak Akibat Pandemi COVID-19 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 443);
ee. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 880) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.07/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 482);
ff. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1034) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pergeseran Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 201);
gg. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Tagihan Listrik Perusahaan Negara (Persero) PT PLN bagi Pelanggan Golongan Industri, Bisnis, dan Sosial dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1054);
hh. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.07/2020 tentang Tata Cara Penundaan Penyaluran Dana Transfer Umum atas Pemenuhan Kewajiban Pemerintah Daerah untuk Mengalokasikan Belanja Wajib (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1560);
ii. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.07/2021 tentang Tata Cara Penundaan dan/atau Pemotongan Dana Perimbangan terhadap Daerah yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 446);
jj. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyusunan Usulan, Evaluasi Usulan, dan Penetapan Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 970);
kk. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1032);
ll. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.05/2021 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1198);
mm. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1235);
nn. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dan Tarif Tenaga Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1277);
oo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1282);
pp. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2021 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1333);
qq. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1424);
rr. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1402);
ss. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.05/2021 tentang Sistem Akuntansi Hibah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1454);
tt. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.02/2021 tentang Evaluasi Kinerja Anggaran atas Penggunaan Dana Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1468);
uu. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.02/2021 tentang Petunjuk Teknis Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1470);
vv. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1513); dan
ww. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan dan Dana Reboisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1514), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional Untuk Pemerintah Daerah
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang selanjutnya disingkat PT SMI adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pinjaman PEN Daerah adalah dukungan pembiayaan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah berupa pinjaman untuk digunakan dalam rangka melakukan percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagai bagian dari Program PEN.
Pinjaman Daerah Berbasis Program yang selanjutnya disebut Pinjaman Program adalah Pinjaman Daerah yang penarikannya mensyaratkan dipenuhinya Paket Kebijakan yang disepakati antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pinjaman Daerah Berbasis Kegiatan yang selanjutnya disebut Pinjaman Kegiatan adalah Pinjaman Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana tertentu yang menjadi kewenangan Daerah.
Paket Kebijakan adalah dokumen yang berisi program dan kebijakan Pemerintah Daerah dalam rangka mendapatkan Pinjaman Program.
Perjanjian Pengelolaan Pinjaman adalah perjanjian atau nota kesepahaman antara Kementerian Keuangan dan PT SMI yang memuat kesepakatan mengenai pengelolaan Pinjaman PEN Daerah yang dananya bersumber dari Pemerintah dan PT SMI.
Perjanjian Pemberian Pinjaman adalah perjanjian antara PT SMI dengan Pemerintah Daerah yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman PEN Daerah.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan pengguna anggaran kementerian negara/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/Pejabat Pembuat Komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/PPSPM atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Subsidi Bunga Pinjaman Daerah dalam rangka mendukung Program PEN yang selanjutnya disebut Subsidi Bunga adalah subsidi yang diberikan oleh Pemerintah terhadap bunga pinjaman yang diberikan oleh PT SMI kepada Pemerintah Daerah dalam rangka mendukung Program PEN.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. ...
Relevan terhadap
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak.
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah sesum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bad an U saha Milik N egara dan Badan U saha Milik Daerah;
Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator] sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenm Operator Ekonomi Bersertifikat _(Authorized Economic Operator]; _ e. pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi;
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d;
Pedagang Besar Farmasi yang memiliki:
Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi; dan
Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang peraturan mengatur mengenai cara distribusi obat yang baik;
Distributor Alat Kesehatan yang memiliki:
Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyalur alat kesehatan; dan
Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi alat kesehatan yang baik; a tau 1. perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham lebih dari 50% (lima puluh persen) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
penyerahan Barang Kena Pajak dan/ a tau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
Penyerahan Barang Kena Pajak danjatau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; danjatau e. ekspor Jasa Kena Pajak.
Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena PajakĀ· Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f;
Pengusaha Kena Pajak telah menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 12 (dua be las) bulan terakhir;
Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan d. Pengusaha Kena Pajak tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam j angka waktu 5 (lima) tah un terakhir.
Ketentuan ayat (2) Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: