JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 155 hasil yang relevan dengan "strategi pengelolaan keuangan negara "
Dalam 0.02 detik
Thumbnail
STANDAR BIAYA KELUARAN | ANGGARAN
PMK 92 TAHUN 2024

Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2025

  • Ditetapkan: 18 Nov 2024
  • Diundangkan: 29 Nov 2024

Relevan terhadap

Halaman 79Tutup

Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 167 Rekomendasi Rencana dan Strategi Pembiayaan Utang 1 Rekomendasi 21.950.000 4808.FAL Pengelolaan Pelaksanaan Anggaran dan Pembiayaan 168 Implementasi Digitalisasi Pengelolaan Dukungan Pemerintah Melalui Platform KPBU 4.0 (PU) 1 Dokumen 386.628.000 169 Pemasaran kepada Publik dan Pelaku Pasar SBSN 1 Dokumen 250.760.000 170 Pembiayaan proyek yang dibiayai oleh SBSN 1 Dokumen 17.957.911 171 Penerbitan SBSN 1 Dokumen 15.150.000 172 Penerbitan Surat Utang Negara 1 Dokumen 47.973.000 173 Penguatan Hubungan Kelembagaan 1 Dokumen 400.000.000 174 Penyediaan Dukungan Pemerintah untuk Proyek Infrastruktur 1 Dokumen 61.188.612 175 Perjanjian dan Dokumen Hukum Transaksi SUN 1 Dokumen 13.420.000 176 Perjanjian Pinjaman dan Hibah 1 Dokumen 6.188.000 177 Public Outreach dalam rangka Pendalaman Pasar SUN 1 Kegiatan 243.760.000 178 Register Pinjaman dan Hibah 1 Dokumen 8.470.000 179 Rekomendasi Keuangan dan Pasar SUN 1 Dokumen 468.254.333 180 Rencana Kerja dan Anggaran BA 999.01, dan BA 999.02 1 Dokumen 33.719.750 181 Rencana Penarikan Pinjaman dan Hibah 1 Dokumen 20.567.000 182 Setelmen Transaksi Kewajiban pembiayaan 1 Dokumen 30.871.000 4809.FAE Pemantauan dan Evaluasi serta Pelaporan 183 Rekomendasi Instrumen Mitigasi Risiko dan Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan Negara yang Bersumber dari Lembaga Keuangan 1 Rekomendasi 190.556.333 184 Rekomendasi Kebijakan, Perencanaan, dan Mitigasi Kewajiban Kontinjensi 1 Rekomendasi 43.161.950 185 Rekomendasi Mitigasi Risiko Keuangan Negara yang Bersumber dari Badan Usaha Milik Negara 1 Rekomendasi 75.159.000 186 Rekomendasi mitigasi risiko Keuangan Negara yang bersumber dari Penjaminan Infrastruktur, Program SJSN, Tuntutan Hukum, dan Penerimaan Negara 1 Rekomendasi 101.068.000 187 Rekomendasi Pengelolaan Risiko Aset dan Kewajiban Negara melalui Penyusunan Neraca Negara 1 Rekomendasi 152.833.000 4810.FAH Pengelolaan Keuangan Negara 188 Laporan Keuangan dan Statistik Utang dan Hibah 1 Laporan 2.608.631 6217.FAE Pemantauan dan Evaluasi serta Pelaporan 189 Laporan Pembiayaan Pinjaman, Hibah dan Project Based Sukuk (PBS) 1 Laporan 43.526.230 6389.FAM Hasil Kelolaan Dana 190 Hasil Kelolaan Dana Investasi 1 Milyar 1.549.748 191 Pelaksanaan Kebijakan Pemberian Hibah/Pinjaman 1 Dokumen 188.782.823 015.08 Ditjen Perbendaharaan 4713.UAM Hasil Kelolaan Dana 192 Pendanaan untuk Usaha Mikro yang Terfasilitasi Pembiayaan UMi (PN) 1 Usaha Mikro 21.574 4718.BMB Komunikasi Publik 193 Implementasi PUG 1 kegiatan 275.660.000 4725.CCL OM Sarana Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi

Halaman 78Tutup

Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 142 Laporan Hasil Intelijen, Penindakan, dan Penyidikan 1 Laporan 47.927.142 4789.QHB Operasi Bidang Keamanan 143 Joint Task Force On Narcotics (PN) 1 operasi 542.725.000 015.06 Ditjen Perimbangan Keuangan 4729.BMB Komunikasi Publik 144 Layanan Kepustakaan 1 layanan 4.890.000 145 Publikasi Media Cetak 1 layanan 57.660.000 146 Publikasi Media Elektronik 1 layanan 41.666.666 4730.ABL Kebijakan Bidang Tata Kelola Pemerintahan 147 Rekomendasi Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Unit Eselon I 1 Rekomendasi Kebijakan 20.400.000 4730.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 148 Rekomendasi Pengelolaan Organisasi 1 Laporan 444.594.250 4732.BMA Data dan Informasi Publik 149 Data Non Keuangan Daerah 1 Data 217.567.000 4772.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 150 Rekomendasi Pembiayaan dan Pendanaan Daerah (PU) 1 Rekomendasi Kebijakan 334.126.000 4779.FAC Peningkatan Kapasitas Aparatur Negara 151 Pelatihan pengelolaan dan pemanfaatan potensi Dana Desa 1 Orang 1.736.000 4779.UBB Fasilitasi dan Pembinaan Pemerintah Desa 152 Bimtek BUMDes (PN) 1 Desa 1.331.270 4780.FAE Pemantauan dan Evaluasi serta Pelaporan 153 Kajian Perkembangan Ekonomi dan Fiskal Daerah 1 Rekomendasi 87.834.666 154 Rekomendasi Kebijakan TKD yang Responsif Gender (PU) 1 Rekomendasi 544.404.000 4781.FAD Perencanaan dan Penganggaran 155 Rincian Alokasi DAK Nonfisik 1 Dokumen 182.229.000 156 Rincian Alokasi Dana Otonomi Khusus 1 Dokumen 133.955.000 157 Rincian Alokasi DAU 1 Dokumen 343.020.000 4781.FAH Pengelolaan Keuangan Negara 158 Laporan Keuangan TKD dan Hibah 1 Laporan 293.512.000 4782.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 159 Rekomendasi Kebijakan DAK Nonfisik 1 Rekomendasi Kebijakan 172.531.000 160 Rekomendasi Kebijakan Dana Keistimewaan 1 Rekomendasi Kebijakan 131.246.000 161 Rekomendasi Kebijakan Dana Keistimewaan 1 Rekomendasi Kebijakan 254.250.000 162 Rekomendasi Kebijakan Dana Otonomi Khusus 1 Rekomendasi Kebijakan 127.866.000 015.07 Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 4734.BMB Komunikasi Publik 163 Layanan Informasi dan Dokumentasi 1 kegiatan 543.613.000 4807.BMA Data dan Informasi Publik 164 Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah kepada masyarakat 1 publikasi 10.857.142 4807.FAE Pemantauan dan Evaluasi serta Pelaporan 165 Rekomendasi Strategi Pelaksanaan Hubungan Stakeholder dan Investor 1 Rekomendasi 36.329.000 4808.FAE Pemantauan dan Evaluasi serta Pelaporan 166 Rekomendasi Pengembangan Pembiayaan dan Risiko 1 Rekomendasi 56.820.000

Halaman 39Tutup

Ukur Besaran 1 2 3 4 5 16 Aparatur yang mengikuti Pengembangan Kompetensi 14 Hari Bidang Fungsional dan Teknis 1 Orang 5.722.300 17 Aparatur yang mengikuti Pengembangan Kompetensi 5 Hari Bidang Manajemen Kepemimpinan 1 Orang 2.626.533 18 Aparatur yang mengikuti Pengembangan Kompetensi 5 Hari Bidang Fungsional dan Teknis 1 Orang 2.626.533 19 Aparatur yang mengikuti Pengembangan Kompetensi 5 Hari Bidang Pemerintahan Dalam Negeri 1 Orang 2.626.533 20 Aparatur yang mengikuti Pengembangan Kompetensi 5 hari bidang Standarisasi dan Sertifikasi 1 Orang 2.626.533 21 Aparatur yang mengikuti Pengembangan Kompetensi 6 hari bidang Standarisasi dan Sertifikasi 1 Orang 2.988.433 22 Aparatur yang Mengikuti Pengembangan Kompetensi Bidang Pemerintahan Dalam Negeri Lingkup Regional 1 Orang 2.626.533 23 Aparatur yang Mengikuti Pengembangan Kompetensi Fungsional dan Teknis 1 Orang 3.177.498 24 Aparatur yang mengikuti Pengembangan Kompetensi Pemerintahan Dalam Negeri 1 Orang 2.503.455 25 Aparatur yang mengikuti Pengembangan Kompetensi Standarisasi dan Sertifikasi 1 Orang 3.460.422 6144.UAC Peningkatan Kapasitas Aparatur Negara 26 Aparatur yang mengikuti pengembangan kompetensi pengelolaan keuangan daerah 1 Orang 10.485.500 27 Aparatur yang mengikuti pengembangan Kompetensi Perencanaan dan Penganggaran SPM 1 Orang 1.446.133 28 Camat yang Mengikuti Pengembangan Kompetensi Manajemen Strategi Pembangunan 1 Orang 2.796.133

Thumbnail
ORGANISASI DAN TATAKERJA | LEMBAGA NATIONAL SINGLE WINDOW
78/PMK.01/2022

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga National Single Window

  • Ditetapkan: 18 Apr 2022
  • Diundangkan: 19 Apr 2022
Thumbnail
ANGGARAN | PELAPORAN KEUANGNA
PMK 107 TAHUN 2024

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuang ...

  • Ditetapkan: 13 Des 2024
  • Diundangkan: 31 Des 2024

Relevan terhadap

Halaman 427Tutup

(2) untuk menguji kelengkapan data pendukung RKA Satker BUN Penyesuaian dan kesesuaian antara data pendukung dengan RKA Satker BUN Penyesuaian. Langkah kerja: (1) pastikan kesesuaian nilai antara RKA Satker BUN Penyesuaian dengan hasil pembahasan yang telah mendapat persetujuan DPR dan dan Surat Edaran Menteri Keuangan tentang penetapan Alokasi Anggaran BUN; (2) pastikan RKA Satker BUN Penyesuaian telah didukung dengan usulan alokasi anggaran per unit teknis, hasil rapat pembahasan KPA BUN dengan unit teknis, KAK/RAB, kertas kerja perhitungan dan data dukung lainnya yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan; (3) pastikan nilai yang tercantum dalam RKA Satker BUN Penyesuaian sesuai dengan dokumen pendukung; (4) pastikan perhitungan dalam kertas kerja perhitungan RKA Satker BUN Penyesuaian telah sesuai dengan strategi pembiayaan tahunan dan strategi pengelolaan utang negara; (5) pastikan RKA Satker BUN Penyesuaian telah disesuaikan dengan format yang ditentukan; dan (6) tuangkan dalam Kertas Kerja dan buat kesimpulan. c) Lakukan pengujian atas kesesuaian total Pagu APBN- Perubahan BUN dan kelengkapan data dukung RKA Satker BUN Penyesuaian. Tujuan : (1) untuk menguji kesesuaian total pagu RKA Satker BUN Penyesuaian dengan hasil kesepakatan dengan Badan Anggaran DPR dan Surat Edaran Menteri Keuangan tentang penetapan Alokasi Anggaran BUN/Pagu APBN-Perubahan BUN; dan (2) untuk menguji kelengkapan data pendukung RKA Satker BUN Penyesuaian dan kesesuaian antara data pendukung dengan RKA Satker BUN Penyesuaian. Langkah kerja: (1) pastikan kesesuaian nilai antara RKA Satker BUN Penyesuaian dengan hasil pembahasan yang telah mendapat persetujuan DPR dan dan Surat Edaran Menteri Keuangan tentang penetapan Alokasi Anggaran BUN/Pagu APBN-Perubahan; (2) pastikan RKA Satker BUN Penyesuaian telah didukung dengan usulan alokasi anggaran per unit teknis, hasil rapat pembahasan KPA BUN dengan unit teknis, KAK/RAB, kertas kerja perhitungan dan data dukung lainnya yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan;

Halaman 392Tutup

3 . pemutakhiran Prakiraan Maju yang ketiga dilakukan pada saat penyampaian RKA-K/L APBN Perubahan, merupakan pemutakhiran besaran Prakiraan Maju yang sudah disusun pada saat penyampaian Alokasi Anggaran disesuaikan dengan asumsi dasar ekonomi makro terkini ditambah kebijakan baru yang muncul pada saat pembahasan RUU APBN Perubahan dengan DPR. Selain itu, pemutakhiran Prakiraan Maju juga harus disesuaikan dengan realisasi Kinerja tahun sebelumnya, yang keluar pada bulan Januari- Februari tahun berikutnya. 1. Dasar Perhitungan KPJM BA BUN Sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, dalam RPJM tidak disebutkan secara eksplisit arah kebijakan jangka menengah untuk semua komponen BA BUN. Sasaran strategis yang tercantum dalam RPJM tersebut antara lain hanya terkait dengan kebijakan subsidi dan TKD. Berkaitan dengan itu, dalam rangka penyusunan KPJM untuk BA BUN, PPA BUN dan/atau KPA BUN menyusun KJPM BA BUN dengan memperhatikan usulan KPJM dari pihak terkait, serta dengan mempertimbangkan realisasi Kinerja pada tahun sebelumnya. Dengan kondisi tersebut, penyusunan KPJM BA BUN beragam sesuai dengan karakteristik masing-masing sub BA BUN, dengan penjelasan sebagai berikut: a. Subbagian anggaran BUN Utang (999.01) KJPM Subbagian anggaran BUN Utang (999.01) disusun dengan berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan mengenai Strategi Pengelolaan Utang Negara (SPUN), yang memperspektifkan pengelolaan utang negara dalam jangka waktu 3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) tahun. Jumlah akumulatif pengelolaan utang yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut selanjutnya dirinci tiap tahun, dan besaran angkanya disesuaikan dengan postur APBN tahunan. SPUN dimaksudkan untuk: 1) mengakomodasi peningkatan kebutuhan indikasi pembayaran bunga utang; 2) mengakomodasi perubahan indikator ekonomi makro, nilai tukar dan tingkat bunga; dan 3) mengakomodasi penyesuaian kebijakan pemerintah terkini. Dalam hal ini, proyeksi pembayaran bunga utang yang harus dibayar tiap tahun atau dalam jangka menengah dipengaruhi oleh antara lain besaran outstanding utang, bunga London Interbank Offered Rat e (LIBOR), kurs, dan tambahan utang baru. Selain mengenai pengelolaan utang, Keputusan Menteri Keuangan mengenai SPUN juga mencantumkan kebijakan mengenai penjaminan. Kebijakan mengenai penjaminan tersebut selanjutnya menjadi dasar dilakukannya penyusunan KPJM mengenai penjaminan. b. Subbagian anggaran BUN Hibah (999.02) KPJM Subbagian anggaran BUN Hibah (999.02) untuk pemberian hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing disusun dengan berdasarkan pada daftar rencana pemberian hibah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai tata cara

Halaman 426Tutup

(5) dokumen-dokumen lainnya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan reviu, antara lain KAK/RAB yang ditandatangani oleh KPA BUN; (6) RKA Satker BUN setelah penyesuaian/pembahasan dengan DPR; (7) kesimpulan rapat pembahasan anggaran BUN dengan DPR tentang Undang-Undang mengenai APBN/APBN-Perubahan berupa: (a) surat penyampaian Informasi APBN/APBN- Perubahan Hasil Sidang Paripurna DPR dari PPA BUN ke KPA BUN. (b) Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Alokasi Anggaran BA BUN. (c) Lakukan pengujian atas kesesuaian total Pagu Anggaran BUN/APBN-Perubahan BUN dan kelengkapan data dukung RKA Satker BUN. Tujuan: (1) untuk menguji kesesuaian total pagu dalam RKA Satker BUN yang diajukan oleh KPA BUN dengan penetapan Pagu Anggaran BUN/Alokasi Anggaran BUN/Pagu APBN-Perubahan BUN; dan (2) untuk menguji kelengkapan data pendukung RKA Satker BUN dan kesesuaian antara data pendukung dengan RKA Satker BUN. Langkah kerja: (1) pastikan total pagu dalam RKA Satker BUN telah sesuai atau tidak melebihi Pagu Anggaran BUN/Alokasi Anggaran BUN/Pagu APBN- Perubahan BUN yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan; (2) pastikan RKA Satker BUN telah didukung dengan usulan alokasi anggaran per unit teknis, hasil rapat pembahasan KPA BUN dengan unit teknis, KAK/RAB, kertas kerja perhitungan dan data dukung lainnya yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan; (3) pastikan nilai yang tercantum dalam RKA Satker BUN sesuai dengan dokumen pendukung; (4) pastikan perhitungan dalam kertas kerja perhitungan RKA Satker BUN telah sesuai dengan strategi pembiayaan tahunan dan strategi pengelolaan utang negara; (5) pastikan RKA Satker BUN telah disesuaikan dengan format yang ditentukan; dan (6) tuangkan dalam kertas kerja dan buat kesimpulan. b) Lakukan pengujian atas kesesuaian total Pagu Anggaran BUN/Alokasi Anggaran BUN/Pagu APBN- Perubahan BUN dan kelengkapan data dukung RKA Satker BUN Penyesuaian. Tujuan: (1) untuk menguji kesesuaian total pagu RKA Satker BUN Penyesuaian dengan hasil kesepakatan dengan Badan Anggaran DPR dan Surat Edaran

Thumbnail
COVID-19 Covid-19 | COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | PROGRAM PEN | COVID-19
38/PMK.02/2020

Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Per ...

  • Ditetapkan: 18 Apr 2020
  • Diundangkan: 18 Apr 2020

Relevan terhadap

Pasal 22Tutup
(1)

Sumber-sumber Pembiayaan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g berasal dari:

a.

surat berharga negara; dan/atau

b.

pinjaman.

(2)

Menteri Keuangan menetapkan kebijakan, strategi, dan komposisi Pembiayaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bagian dari pengelolaan utang negara.

(3)

Penetapan sumber-sumber Pembiayaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengutamakan pembiayaan yang aman dan mempunyai biaya minimal serta risiko yang terkendali.

(4)

Pengelolaan utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan tata kelola yang baik, termasuk kesinambungan fiskal, dan mengedepankan prinsip transparansi, profesional, dan bertanggung jawab.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG UMUM
222/PMK.01/2021

Manajemen Risiko Pengelolaan Keuangan Negara

  • Ditetapkan: 31 Des 2021
  • Diundangkan: 31 Des 2021

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

2.

Pengelolaan Keuangan Negara adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban Keuangan Negara yang dilaksanakan oleh pejabat pengelola Keuangan Negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya.

3.

Sasaran adalah pernyataan mengenai apa yang harus dimiliki, dijalankan, dihasilkan dan/atau dicapai.

4.

Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak terhadap pencapaian Sasaran.

5.

Manajemen Risiko adalah proses sistematis dan terstruktur yang didukung budaya sadar Risiko untuk mengelola Risiko pada tingkat yang dapat diterima guna memberikan keyakinan yang memadai terhadap pencapaian Sasaran.

6.

Unit Pemilik Risiko yang selanjutnya disebut UPR adalah unit pemilik peta strategi atau unit kerja yang bertanggung jawab melaksanakan proses Manajemen Risiko atas Sasaran sesuai tugas dan fungsi unit.

7.

Unit Kepatuhan Manajemen Risiko yang selanjutnya disebut UKMR adalah unit kepatuhan internal yang bertanggung jawab melaksanakan pemantauan atas kepatuhan proses Manajemen Risiko.

Thumbnail
BMN BMN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG KEKAYAAN NEGARA
PMK 18 TAHUN 2024

Tata Cara Pemberian Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Pemanfaatan Barang Milik Negara

  • Ditetapkan: 25 Mar 2024
  • Diundangkan: 16 Apr 2024

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi yang selanjutnya disebut Fasilitas adalah bantuan dan dukungan yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada penanggung jawab pemanfaatan barang milik negara.

2.

Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

3.

Dana Fasilitas adalah dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan Fasilitas.

4.

Penanggung Jawab Pemanfaatan BMN yang selanjutnya disingkat PJPB adalah pengelola barang atau pengguna barang yang bertanggung jawab terhadap pemanfaatan BMN.

5.

Permohonan Fasilitas adalah naskah dinas yang berisi permohonan mengenai penyediaan Fasilitas yang diajukan oleh PJPB kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

6.

Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan yang berisi persetujuan atas pemberian Fasilitas.

7.

Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri Keuangan yang berisi mengenai penugasan khusus kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan Fasilitas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

8.

Kesepakatan Induk adalah kesepakatan antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku pemberi Fasilitas dengan Pengguna Barang sebagai PJPB selaku penerima Fasilitas.

9.

Perjanjian untuk Penugasan Khusus yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan direktur utama atau wakil yang sah dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas.

10.

Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara PJPB dengan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas.

11.

Tahap Penyiapan adalah tahap kegiatan yang meliputi penyusunan dokumen kajian peningkatan nilai BMN dan skema pemanfaatan, kajian rekomendasi transaksi, daftar BMN dan/atau dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi, pelaksanaan penjajakan minat pasar, sehingga dapat selaras dengan rencana Pemanfaatan dan/atau segala kajian dan/atau dokumen pendukung lainnya.

12.

Tahap Pelaksanaan Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan untuk pelaksanaan tender pemanfaatan BMN.

13.

Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas penasihat/konsultan di bidang teknis, di bidang keuangan, di bidang hukum dan/atau regulasi, di bidang lingkungan, di bidang properti dan/atau bidang lainnya, baik perorangan, badan usaha, lembaga nasional atau lembaga internasional yang bertugas untuk membantu pelaksanaan Fasilitas.

14.

Hasil Keluaran adalah segala kajian, dokumen, dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi pemanfaatan BMN.

15.

Kajian Peningkatan Nilai BMN dan Skema Pemanfaatan adalah kajian atas upaya peningkatan nilai BMN dan pilihan skema pemanfaatan BMN yang akan digunakan, strategi komunikasi yang tepat, kerangka waktu kerja, rencana keterlibatan pemangku kepentingan.

16.

Kajian Rekomendasi Transaksi adalah kajian yang mencakup rekomendasi transaksi untuk setiap BMN, mekanisme pengumpulan dana atas hasil pemanfaatan BMN, serta pengawasan dan evaluasi.

17.

Data BMN adalah data yang memuat informasi dan penggunaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan berikut fasilitas yang melekat pada tanah dan/atau bangunan yang berada pada PJPB untuk disampaikan dalam rangka penyampaian permohonan Fasilitas kepada Menteri Keuangan.

18.

Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat badan usaha atas BMN yang akan dimanfaatkan.

19.

Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.

20.

Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

21.

Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

22.

Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah Pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.

23.

Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.

24.

Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.

25.

Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

26.

Lembaga organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang- undangan lainnya.

27.

Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

28.

Menteri adalah Menteri Keuangan.

Thumbnail
PERCEPATAN PENYEDIAAN | AIR MINUM
60/PMK.08/2020

Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum ...

    Relevan terhadap

    Pasal 9Tutup
    (1)

    Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara bersama dengan Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan, melakukan evaluasi terhadap dokumen permohonan penandatanganan Perjanjian Induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).

    (2)

    Evaluasi terhadap permohonan penandatanganan Perjanjian Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah dokumen persyaratan penandatanganan Perjanjian Induk telah diterima secara lengkap dan benar.

    (3)

    Dalam rangka pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Pengelolan Risiko Keuangan Negara dapat meminta keterangan atau penjelasan dari PDAM dan/atau Pemerintah Daerah.

    (4)

    Berdasarkan hasil evaluasi dokumen kelengkapan penandatanganan Perjanjian Induk, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan surat rekomendasi penandatangan Perjanjian Induk kepada Menteri Keuangan.

    (5)

    Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Keuangan, Pemerintah Daerah, dan Direksi PDAM melakukan penandatanganan Perjanjian Induk.

    (6)

    Menteri Keuangan mendelegasikan penandatanganan Perjanjian Induk kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

    Pasal 11Tutup
    (1)

    PDAM dan Bank Pemberi Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), menyusun rancangan Perjanjian Kredit.

    (2)

    Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:

    a.

    tujuan penggunaan fasilitas kredit;

    b.

    dalam hal PDAM Gagal Bayar atas sebagian atau seluruh kewajiban pembayaran kembali kredit yang telah jatuh tempo, Pemerintah menanggung sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah pokok Kredit Investasi yang telah jatuh tempo dan dan Bank Pemberi Kredit menanggung sisanya sebesar 30% (tiga puluh persen);

    c.

    tingkat bunga Kredit Investasi ditetapkan sebesar Suku Bunga Acuan ditambah paling tinggi 5% (lima persen); dan

    d.

    tingkat Suku Bunga Acuan yang dibebankan wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:

    1.

    untuk pembebanan Suku Bunga Acuan sebelum penetapan bunga, Suku Bunga Acuan yang digunakan adalah Suku Bunga Acuan yang berlaku pada saat penarikan kredit yang pertama;

    2.

    untuk pembebanan Suku Bunga Acuan selanjutnya akan ditetapkan kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan Suku Bunga Acuan yang berlaku; dan

    3.

    dalam hal dianggap perlu, peninjauan kembali tingkat bunga sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dilakukan berdasarkan surat persetujuan Menteri Keuangan.

    (3)

    PDAM menyampaikan permohonan persetujuan atas rancangan final Perjanjian Kredit kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan dengan melampirkan rancangan final Perjanjian Kredit dan hasil pemeringkatan Bank Pemberi Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).

    (4)

    Berdasarkan permohonan persetujuan rancangan final Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan bersama dengan Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan, melakukan evaluasi terhadap rancangan final Perjanjian Kredit.

    (5)

    Dalam rangka pelaksanaan evaluasi terhadap rancangan final Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dapat meminta keterangan atau penjelasan dari PDAM dan Bank Pemberi Kredit.

    (6)

    Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam surat persetujuan atas rancangan final Perjanjian Kredit dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko kepada PDAM.

    (7)

    Berdasarkan surat persetujuan atas rancangan final Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (6), PDAM melakukan penandatanganan Perjanjian Kredit dengan Bank Pemberi Kredit.

    Thumbnail
    OBLIGASI | DAERAH
    PMK 87 TAHUN 2024

    Tata Cara Penerbitan dan Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah oleh Pemerintah Daerah

    • Ditetapkan: 25 Okt 2024
    • Diundangkan: 06 Nov 2024

    Relevan terhadap

    Pasal 19Tutup
    (1)

    Sebelum melakukan penilaian dalam rangka pemberian persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melaksanakan penelaahan administrasi atas dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal (17) ayat (2).

    (2)

    Penelaahan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelaahan atas:

    a.

    kelengkapan dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah;

    b.

    kesesuaian dokumen dengan format sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16;

    c.

    indikasi alokasi dana cadangan;

    d.

    kesesuaian informasi antar dokumen; dan

    e.

    kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

    (3)

    Dalam melaksanakan penelaahan atas kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memperhatikan pertimbangan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

    (4)

    Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah dalam menyelenggarakan kegiatan pengelolaan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, yang mencakup paling sedikit fungsi-fungsi sebagai berikut:

    a.

    pelaksanaan transaksi penerbitan;

    b.

    perumusan strategi portofolio dan risiko;

    c.

    pelaksanaan penyelesaian kewajiban pembayaran; dan

    d.

    pengelolaan aset dan kegiatan yang dibiayai melalui penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

    (5)

    Kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinilai berdasarkan aspek yang mencakup:

    a.

    kesiapan struktur organisasi yang paling sedikit berupa adanya tim kerja yang dibentuk melalui keputusan kepala daerah dan/atau satuan kerja pemerintahan daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4);

    b.

    kesiapan perangkat kerja yang paling sedikit berupa peraturan daerah dan/atau prosedur operasi standar (SOP) untuk mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan

    c.

    kesiapan kapasitas sumber daya manusia yang paling sedikit adanya aparatur sipil negara pada unit pengelola Obligasi Daerah dan/Sukuk Daerah yang telah mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan terkait pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

    (6)

    Dalam hal dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah telah memenuhi penelaahan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2), Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melaksanakan penilaian keuangan atas dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

    (7)

    Penilaian keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), meliputi penilaian atas:

    a.

    batas maksimal Pembiayaan Utang Daerah;

    b.

    rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan Pembiayaan Utang Daerah; dan

    c.

    batas maksimal defisit APBD yang bersumber dari Pembiayaan Utang Daerah.

    (8)

    Berdasarkan hasil penilaian keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan memperhatikan pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) atau ayat (5), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

    (9)

    Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya tembusan atas surat pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) atau sejak batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) terlampaui.

    (10)

    Dalam hal Menteri memberikan penolakan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kepala Daerah dapat mengajukan kembali rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah dengan melengkapi dan/atau menyesuaikan persyaratan yang tercantum dalam surat penolakan.

    Pasal 16Tutup
    (1)

    Sebelum melakukan penilaian dalam rangka pemberian persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melaksanakan penelaahan administrasi atas dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).

    (2)

    Penelaahan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelaahan atas:

    a.

    kelengkapan dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah;

    b.

    kesesuaian dokumen dengan format sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;

    c.

    indikasi alokasi dana cadangan;

    d.

    kesesuaian informasi antar dokumen; dan

    e.

    kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

    (3)

    Dalam melaksanakan penelaahan atas kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memperhatikan pertimbangan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

    (4)

    Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah dalam menyelenggarakan kegiatan pengelolaan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah, yang mencakup paling sedikit fungsi-fungsi sebagai berikut:

    a.

    pelaksanaan transaksi penerbitan;

    b.

    perumusan strategi portofolio dan risiko;

    c.

    pelaksanaan penyelesaian kewajiban pembayaran; dan

    d.

    pengelolaan aset dan kegiatan yang dibiayai melalui penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

    (5)

    Kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dinilai berdasarkan aspek yang mencakup:

    a.

    kesiapan struktur organisasi yang paling sedikit berupa adanya tim kerja yang dibentuk melalui keputusan kepala daerah dan/atau satuan kerja pemerintahan daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4);

    b.

    kesiapan perangkat kerja yang paling sedikit berupa peraturan daerah dan/atau prosedur operasi standar (SOP) untuk mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan

    c.

    kesiapan kapasitas sumber daya manusia yang paling sedikit adanya aparatur sipil negara pada unit pengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah yang telah mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan terkait pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

    (6)

    Dalam hal dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah telah memenuhi penelaahan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2), Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melaksanakan penilaian keuangan atas dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

    (7)

    Penilaian keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), meliputi penilaian atas:

    a.

    batas maksimal Pembiayaan Utang Daerah;

    b.

    rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan Pembiayaan Utang Daerah; dan

    c.

    batas maksimal defisit APBD yang bersumber dari Pembiayaan Utang Daerah.

    (8)

    Berdasarkan hasil penilaian keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan memperhatikan pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) atau ayat (4), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.

    (9)

    Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya tembusan atas surat pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) atau sejak batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) terlampaui.

    (10)

    Dalam hal Menteri memberikan penolakan atas rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kepala Daerah dapat mengajukan kembali rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah dengan melengkapi dan/atau menyesuaikan persyaratan yang tercantum dalam surat penolakan. Paragraf 2 Pengajuan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah Yang Diterbitkan Melebihi Sisa Masa Jabatan Kepala Daerah

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    BIDANG UMUM | ORGANISASI
    141/PMK.01/2022

    Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan ...

    • Ditetapkan: 15 Sep 2022
    • Diundangkan: 19 Sep 2022

    Relevan terhadap

    Pasal 1409Tutup
    (1)

    Subbagian Tata Usaha Direktorat Jenderal dan Protokoler mempunyai tugas melakukan tata usaha Direktorat Jenderal dan urusan protokoler pimpinan, serta koordinasi penyiapan bahan pimpinan.

    (2)

    Subbagian Rumah Tangga dan Tata Usaha Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha Sekretariat Direktorat Jenderal, urusan rumah tangga, dan kearsipan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

    (3)

    Subbagian Pengelolaan Barang Milik Negara mempunyai tugas melakukan pengelolaan barang milik negara, pendampingan dan asistensi pengadaan barang dan/atau jasa, serta pengelolaan infrastruktur teknologi informasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

    (4)

    Subbagian Manajemen Strategi Komunikasi dan Layanan Informasi Publik mempunyai tugas melakukan penyusunan dan pelaksanaan strategi komunikasi, penyelenggaraan layanan informasi publik, pemantauan dan evaluasi opini publik, dan pelaksanaan dokumentasi, penyelenggaraan ruang layanan informasi, dan kepustakaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

    18.

    Ketentuan Pasal 1410 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 1407Tutup

    Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut dalam Pasal 1406, Bagian Umum, Komunikasi, dan Layanan Informasi menyelenggarakan fungsi:

    a.

    pelaksanaan urusan tata usaha, protokoler, dan koordinasi penyiapan bahan pimpinan;

    b.

    pelaksanaan urusan rumah tangga dan kearsipan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;

    c.

    pengelolaan barang milik negara Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;

    d.

    pendampingan dan asistensi pengadaan barang dan/atau jasa Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;

    e.

    pengelolaan infrastruktur teknologi informasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;

    f.

    penyusunan dan pelaksanaan strategi komunikasi di bidang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

    g.

    penyelenggaraan layanan informasi publik serta pemantauan dan evaluasi opini publik di lingkungan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan; dan

    h.

    pelaksanaan urusan dokumentasi dan kepustakaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

    16.

    Ketentuan Pasal 1408 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Thumbnail
    BIDANG PENGELOLAAN PEMBIAYAAN RESIKO
    KepDJPPR KEP-47/PR/2019

    Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2019

      Relevan terhadap

      MemutuskanTutup
      2.

      Keputusan Presiden 2017;

      3.

      Peraturan Menteri KEPUTUSAN PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN 2019. Nomor l4l ITPA Tahun Keuangan Nomor DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN DAN RISIKO TENTANG STRATEGI TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN Menetapkan ?l KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERTAMA : Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini, ^yang dimaksud dengan:

      1.

      Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara;

      2.

      Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya;

      3.

      Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto;

      4.

      Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto;

      5.

      Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing;

      6.

      SBSN Jangka Panjang adalah SBSN berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto;

      7.

      SBSN Jangka Pendek atau disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah yang selanjutnya disingkat SPNS adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan secara diskonto;

      8.

      Pinjaman meliputi Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri;

      9.

      Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Dalam Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya;

      10.

      Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk SBN, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu;

      11.

      Pinjaman Kegiatan adalah PLN yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu;

      12.

      Pinjaman T\rnai adalah PLN dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. -u, ^L d1' KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUA KETIGA KEEMPAT Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang tahun 2OI9 yang selanjutnya disebut SPTMU memuat:

      1.

      Tujuan;

      2.

      Kebijakan umum;

      3.

      Pembiayaan melalui utang;

      4.

      Sumber pembiayaan melalui utang;

      5.

      Pengelolaan portofolio utang;

      6.

      Indikator risiko pembiayaan utang; dan

      7.

      Outstanding utang di akhir tahun 2Ot9. Tujuan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 1 sebagai berikut:

      1.

      Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang tahun 2Ol9 dan membiayai kembali utang jatuh tempo dengan biaya yang minimal dan risiko yang terkendali;

      2.

      Mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam ^jangka panjang; dan

      3.

      Meningkatkan akuntabilitas publik sebagai bagian dari pengelolaan utang Pemerintah yang transparan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Kebijakan umum sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 2 sebagai berikut:

      1.

      Mengendalikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada level yang aman dengan mempertimbangkan kemampuan membayar kembali; Meningkatkan optimalisasi biaya utang untuk mendukung kesinambungan fiskal melalui optimalisasi pinjaman tunai, dan peningkatan kinerja kegiatan yang dibiayai dengan utang; Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap; Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembi ayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik; Melakukan upaya lengthening duration untuk mengendalikan utang jatuh tempo ^jangka pendek- menengah melalui pelaksanaan penerbitan SBN dan pengelolaan portofolio utang secara aktif untuk mengendalikan biaya dan risiko utang; Meningkatkan koordinasi pengelolaan likuiditas dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka Asse/ Liabilitg Management (ALM); Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan SBN berbasis proyek yang mendukung program pembangunan nasional; 2t r 2_ 3.

      4.
      5.
      6.
      7.

      KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KELIMA KEBNAM KETUJUH 8. Mengoptimalkan pinjaman tunai untuk meningkatkan fleksibilitas pemenuhan pembiayaan melalui utang dengan mempertimbangkan kapasitas pemberi pinjaman dan biaya serta risiko pinjaman;

      9.

      Memperkuat dan mengoptimalkan ^peran hubungan investor dan kelembagaan, optimalisasi strategi komunikasi dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka perluasan basis investor untuk menciptakan gambaran dan pengetahuan positif mengenai SBN;

      10.

      Meningkatkan pendalaman pasar domestik dengan mengoptimalkan penerbitan SBN ritel secara dalam ^jaringan (online);

      11.

      Meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam pengembangan instrumen pembiayaan untuk mendukung pendalaman pasar domestik; dan

      12.

      Melaksanakan sosialisasi dan pemasaran SBN dalam negeri sebagai strategi untuk meningkatkan investor domestik dan mendorong penambahan investor usia muda. Pembiayaan melalui utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 3 sebesar Rp373.882,0 miliar (tiga ratus tujuh puluh tiga ribu delapan ratus delapan puluh dua koma nol miliar rupiah) yang terdiri atas SBN neto sebesar Rp381.833,9 miliar (tiga ratus delapan puluh satu ribu delapan ratus tiga puluh tiga koma sembilan miliar rupiah) dan Pinjaman neto sebesar negatif Rp7.951,8 miliar (tujuh ribu sembilan ratus lima puluh satu koma delapan miliar rupiah). Dengan memperhatikan outlook defisit APBN tahun anggaran 2019, pembiayaan non-utang, dan utang jatuh tempo, maka kebutuhan pembiayaan melalui utang ditetapkan sebesar Rp87 L463,8 miliar (delapan ratus tujuh puluh satu ribu empat ratus enam puluh tiga koma delapan miliar rupiah) dengan rincian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Sumber pembiayaan melalui utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 4 terdiri atas:

      1.

      Pembiayaan melalui penerbitan SBN sebesar Rp791.781,3 miliar (tujuh ratus sembilan puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh satu koma tiga miliar rupiah). Pembiayaan melalui penerbitan SBN dimaksud tidak termasuk penerbitan SPN dan SPNS yang akan jatuh tempo pada tahun 2Ol9 sebesar Rp50.000,0 miliar (lima puluh ribu koma nol miliar rupiah), sehingga penerbitan SBN bruto sebesar Rp841.781,3 miliar (delapan ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh satu koma tiga miliar rupiah) dan dapat disesuaik; ,t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDELAPAN KESEMBILAN KESEPULUH apabila terdapat perubahan atas utang jatuh tempo pada tahun 2Ol9 dan/atau kebutuhan pembiayaan defisit dan non-utang (neto). 2. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebesar Rp79.682,5 miliar (tujuh puluh sembilan ribu enam ratus delapan puluh dua koma lima miliar rupiah). Penerbitan SBN bruto sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUH angka 1 sebesar Rp841.781,3 miliar (delapan ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh satu koma tiga miliar rupiah) terdiri atas:

      1.

      Penerbitan SBN Rupiah sebesar Rp722.849,3 miliar (tujuh ratus dua puluh dua ribu delapan ratus empat puluh sembilan koma tiga miliar rupiah); dan

      2.

      Penerbitan SBN dalam valuta asing sebesar Rp118.932,0 miliar (seratus delapan belas ribu sembilan ratus tiga puluh dua koma nol miliar rupiah), dan dapat dioptimalkan hingga sebesar 17,Oo/o (tujuh belas koma nol persen) dari pembiayaan melalui SBN. Rincian lebih lanjut atas penerbitan SBN bruto tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Penerbitan SBN Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 1 dilaksanakan melalui metode lelang dan non-lelang. Penerbitan SBN Rupiah melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan sebagai berikut:

      1.

      Lelang SBN direncanakan sebanyak 48 (empat puluh delapan) kali dengan rincian lelang SUN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali dan lelang SBSN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali. 2. Jenis instrumen, target per lelang dan target total ditetapkan sebagai berikut:

      a.

      SPN dengan tenor 3 (tiga) bulan dengan target indikatif sebesar Rp42.2OO,O miliar (empat puluh dua ribu dua ratus koma nol miliar rupiah);

      b.

      SPNS dengan tenor 6 (enam) bulan danlatau 12 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp39.960,0 miliar (tiga puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh koma nol miliar rupiah);

      c.

      SPN dengan tenor 9 (sembilan) bulan dan/atau L2 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp48.550,0 miliar (empat puluh delapan ribu lima ratus lima puluh koma nol miliar rupiah);

      d.

      ON dengan target indikatif sebesar Rp386.853,0 miliar (tiga ratus delapan puluh enam ribu I ? KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KESEBELAS KEDUABELAS KETIGABELAS delapan ratus lima puluh tiga koma nol miliar rupiah); dan

      e.

      SBSN Jangka Panjang dengan target indikatif sebesar Rp144.926,6 miliar (seratus empat puluh empat ribu sembilan ratus dua puluh enam koma enam miliar rupiah);

      3.

      Target outstanding SPN dan SPNS pada akhir tahun 2OL9 sebesar Rp8O.71O,O miliar (delapan puluh ribu tujuh ratus sepuluh koma nol miliar rupiah);

      4.

      Target indikatif penerbitan per instrumen dan frekuensi lelang dapat diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan dan kondisi pasar dengan tetap mempertimbangkan target biaya dan risiko utang;

      5.

      Jadwal pelaksanaan lelang serta indikasi target penerbitan akan diumumkan kepada para pihak secara periodik dan terbuka, termasuk bila terdapat perubahan dalam rencana penerbitan. Penerbitan SBN Rupiah melalui non-lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan dengan metode bookbuilding dan priuate placement. Penerbitan SBN dengan metode bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan untuk penerbitan SBN ritel dengan target indikatif sebesar Rp50.000,0 miliar (lima puluh ribu koma nol miliar rupiah) sampai dengan Rp70.000,0 (tujuh puluh ribu koma nol miliar rupiah) dalam 10 (sepuluh) kali penerbitan dan dapat diubah dengan tetap mempertimbangkan target biaya dan risiko utang. Penerbitan SBN dengan metode priuate placement sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan secara terkoordinasi dengan mempertimbangkan:

      1.

      Kebutuhan kas;

      2.

      Hasil pelaksanaan lelang SBN apabila tidak mencapai target dan/atau memiliki biaya yang tinggi; Kebutuhan untuk pengembangan pasar SBN, termasuk pelaksanaan priuate placement secara selektif khususnya bagi investor institusi yang tidak bisa membeli instrumen keuangan lain selain SBN dan investor institusi yang mempunyai kewajiban untuk memiliki portofolio SBN dengan jumlah atau persentase tertentu; dan Penerbitan dalam rangka konversi dana transfer daerah; Penerbitan SBN untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. ?N 3.

      4.
      5.

      KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEEMPATBELAS KELIMABELAS KEENAMBELAS KETUJUHBELAS KEDELAPANBELAS Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 2 terdiri atas penerbitan SUN dalam valuta asing sebesar Rp89.414,4 miliar (delapan puluh sembilan ribu empat ratus empat belas koma empat miliar rupiah) dan penerbitan SBSN dalam valuta asing sebesar Rp29.517 ,6 miliar (dua puluh sembilan ribu lima ratus tujuh belas koma enam miliar rupiah). Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPATBELAS dilakukan dalam mata uang kuat (hard currency) yaitu USD, EUR, JPY, dan latau mata uang lain dengan tujuan untuk:

      1.

      Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN, refinancing utang, dan sebagai pelengkap atas penerbitan SBN Rupiah;

      2.

      Melakukan diversifikasi instrumen pembiayaan dalam rangka mengelola biaya dan risiko pembiayaan;

      3.

      Memberikan ruang kepada institusi non- pemerintah untuk memperoleh pembiayaan dari pasar keuangan domestik;

      4.

      Membantu mewujudkan stabilitas moneter dan turut menjaga cadangan devisa;

      5.

      Menyediakan acuan bagi korporasi dalam penerbitan obligasi dalam valuta asing; dan

      6.

      Menyediakan instrumen valas di pasar keuangan domestik untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. Dalam rangka menjamin ketersediaan anggaran di awal tahun anggaran 2019, Pemerintah dapat melakukan penerbitan SBN pada triwulan keempat tahun 2OL8, dengan memperhatikan:

      1.

      Kebutuhan pembiayaan pada bulan Januari 2Ol9;

      2.

      Besaran target pembiayaan utang tahun 2019; dan

      3.

      Kondisi perekonomian dan pasar keuangan. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebagaimana dimaksud Diktum KETUJUH angka 2 terdiri atas penarikan PDN dan penarikan PLN. Penarikan PDN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rpl .373,4 miliar (seribu tiga ratus tujuh puluh tiga koma empat miliar rupiah) dengan mempertimbangkan:

      1.

      Penyelesaian dan percepatan kegiatan-kegiatan prioritas yang telah terkontrak;

      2.

      Percepatan penyelesaian kontrak atas kegiatan- kegiatan prioritas yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya;

      3.

      Kapasitas Kementerian/Lembaga pelaksana kegiatan dalam menentukan jenis dan t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KESEMBILANBELAS KEDUAPULUH KEDUAPULUHSATU menyelesaikan kegiatan;

      4.

      Kapasitas industri dalam negeri terkait dengan penyediaan barang dan jasa;

      5.

      Kapasitas pemberi PDN; dan

      6.

      Biaya dan risiko pinjaman. Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rp78.3O9,O miliar (tujuh puluh delapan ribu tiga ratus sembilan koma nol miliar rupiah) yang terdiri atas penarikan Pinjaman T\rnai sebesar Rp44.I64,O miliar (empat puluh empat ribu seratus enam puluh empat koma nol miliar rupiah) dan penarikan Pinjaman Kegiatan sebesar Rp34.145,0 miliar (tiga puluh empat ribu seratus empat puluh lima koma nol miliar rupiah). Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILANBELAS dilakukan dengan kebdakan:

      1.

      Mengutamakan pinjaman tingkat bunga tetap (fixed rate) dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang;

      2.

      Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN untuk menghindari tambahan biaya utang dan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang optimal;

      3.

      Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN melalui peningkatan kualitas penganggaran serta optimalisasi fungsi monitoring dan evaluasi sebagai upaya menghindari tambahan biaya pinjaman dan untuk mempercepat penyelesaian output dalam rangka pencapaian target pembangunan nasional;

      4.

      Mengutamakan Pinjaman T: nai yar: g bersumber dari pemberi pinjaman multilateral dan bilateral, dengan memperhatikan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan program baik kebijakan maupun kegiatan yang menjadi basis pinjaman tunai; dan

      5.

      Mengadakan pinjaman tunai komersial sebagai alternatif terakhir dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang. Dalam rangka mengantisipasi potensi tambahan pembiayaan utang dalam tahun anggaran berjalan, dapat dilakukan penjajakan terhadap sumber-sumber pembiayaan, yang dapat digunakan untuk memenuhi tambahan kebutuhan pembiayaan utang dan/atau dalam rangka fleksibilitas pembiayaan utang. Pengelolaan portofolio utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 5 dilakukan untuk mendukung pencapaian portofolio utang yang optimal, mengendalikan pembayaran bunga utang dan pengembangan pasar SBN domestik melalui program penukaran utang (debt stuitch), pembelian kembali utang secara tunai (cash bugback), dan penataan profil utang (reprofiling). ? KEDUAPULUHDUA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHTIGA KEDUAPULUHEMPAT KEDUAPULUHLIMA KEDUAPULUHENAM KEDUAPULUHTUJUH Indikator risiko pembiayaan utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 6 yang menjadi target terdiri atas:

      1.

      Risiko tingkat bunga (interest rate risk);

      2.

      Risiko pembiayaan kembali (refinancing risk); dan

      3.

      Risiko nilai tukar (exchange rate risk). Dalam rangka pengendalian risiko tingkat bunga sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 1, pengadaan utang mengutamakan tingkat bunga tetap (frx"d rate) dengan tetap membuka ruang pengadaan utang tingkat bunga mengambang (uariable rate) maksimal sebesar 2O,Oo/o (dua puluh koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Risiko pembiayaan kembali sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 2 ditargetkan dengan indikator:

      1.

      Rata-rata utang jatuh tempo (Auerage Time to Matuity) penerbitan SBN sebesar 8,9 (delapan koma sembilan) sampai dengan 9,9 (sembilan koma sembilan) tahun, pengadaan Pinjaman sebesar 9,8 (sembilan koma delapan) sampai dengan 1O,8 (sepuluh koma delapan) tahun, dan pengadaan utang sebesar 9,O (sembilan koma nol) sampai dengan 10,0 (sepuluh koma nol) tahun; dan

      2.

      Porsi utang yang jatuh tempo dalam 1 (satu) tahun maksimal l2,Oo/o (dua belas koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Dalam rangka pengendalian risiko nilai tukar sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 3, indikator yang ditargetkan sebagai berikut:

      1.

      Penerbitan SBN dalam valuta asing dibatasi maksimal sebesar l7,Oo/o (tujuh belas koma nol persen) dari pembiayaan melalui SBN;

      2.

      Utang dalam valuta asing sebesar maksimal2S,Oo/o (dua puluh lima koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Jumlah outstanding utang di akhir tahun 2Ol9 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 7, diperkirakan sebesar Rp4.754,0 triliun (empat ribu tujuh ratus lima puluh empat koma nol triliun rupiah) atau sebesar 29,5o/o (dua puluh sembilan koma lima persen) dari PDB, dengan indikator risiko portofolio utang sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Evaluasi terhadap SPTMU dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk memantau kesesuaian target dan realisasinya, serta untuk menyajikan prognosis pembiayaan utang hingga akhir tahun anggaran. KEDUAPULUHDELAPAN ?l KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHSEMBILAN : Pen5rusunan SPTMU menggunakan asumsi dan data KETIGAPULUH masukan per tanggal 30 Juni 2Ol9 dan apabila terdapat perubahan signifikan akan dilakukan perubahan. : Pada saat Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Nomor 69lPRl2O18 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2OI9 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. KETIGAPULUHSATU : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Juli 2019. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:

      1.

      Menteri Keuangan;

      2.

      Wakil Menteri Keuangan;

      3.

      Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;

      4.

      Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;

      5.

      Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan;

      6.

      Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan;

      7.

      Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan;

      8.

      Sekretaris Direktorat Jenderal dan Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2019 DIREKTUR JENDERAL '"ffLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, { ^Z ^LUKY ^ALFTRMAN ^@ /c t, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 47 lPRl2Otg ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Kebutuhan Pembiayaan APBN Melalui Utang Tahun 2Ol9 (dalam miliar Rp) Uraian 1 Pembiayaan Defisit 2 Pembiayaan Non-Utang (neto) a. Pembi ayaar: - Investasi b. Pemberian Pinjaman c. Kewajiban Penjaminan d. Pembiayaan Lainnya 3 Utang Jatuh Tempo a. Surat Berharga Negara b. Pinjaman Total Kebutuhan Pembiayaan Nominal 310.8L2,4 63.069,6 75.799,3 2.281,3 ( 15.000,0) 497 .581,7 409.947 ,4 87.634,3 871.463,8 DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, fi n UC- t"J& ^LUKY ALFTRMAN ^4-L t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 4l lPRl2Or8 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Komposisi Penerbitan Surat Berharga Negara Tahun 2Ol9 (dalam miliar Rp) Instrumen Nominal Surat Utang Negara a Surat Utang Negara Rupiah i Obligasi Negara ii Surat Perbendaharaan Negara iii Surat Utang Negara Ritel b Surat Utang Negara dalam Valuta Asing 594.498,5 505.084,1 386.853,0 90.750,0 27.481,1 89.414,4 Surat Berharga Syariah Negara a Surat Berharga Syariah Negara Rupiah i Surat Berharga Syariah Negara Jangka Panjang ii Surat Perbendaharaan Negara Syariah iii Surat Berharga Syariah Negara Ritel b Surat Berharga Syariah Negara dalam Valuta Asing 247.282,8 217.765,2 144.926,6 39.960,0 32.878,7 29.517,6 Total Penerbitan Surat Berharga Negara (bruto) 841.781,3 DIREKTUR JENDERAL PENNELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, t, \r- { t LUKY ALFTRMAN4L-L { KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR ^41 /PR/2O18 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Ekspektasi Portofolio Utang Akhir Tahun 2OI9 DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, * ^t ^LUKY ^ALFIRMAN ^a_r Outstanding (dalam miliar rupiah) SBN Pinjaman Utang 3.974.r43,t 779.860,3 4.754.OO3,4 Indikator Risiko Portofolio Utang Risiko Tingkat Bunga Porsi Utang Tingkat Bunga Tetap 89,9o/o Risiko Pembiayaan Kembali Rata-Rata Utang Jatuh Tempo (tahun) 8,7 Porsi Utang Jatuh Tempo Dalam 1 Tahun 8,2o/o Risiko Nilai T\rkar Porsi Utang Dalam Valuta Asing 38,3o/o Rasio Utang terhadap PDB PDB (dalam miliar rupiah) Rasio Utang terhadap PDB 16.108.384,9 29,5o/o Asumsi Kurs USD 14.250 rl

      • 1
      • 2
      • 3
      • ...
      • 16