JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 718 hasil yang relevan dengan "kebijakan fiskal untuk ekonomi digital "
Dalam 0.028 detik
Thumbnail
COVID-19 Covid-19 | COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
UU 7 TAHUN 2021

Harmonisasi Peraturan Perpajakan

  • Ditetapkan: 29 Okt 2021
  • Diundangkan: 29 Okt 2021

Relevan terhadap

Pasal 13Tutup

Ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas Berbagai instrumen dapat diambil untuk mencapai target Nationally Determined contribution (NDC), di antaranya adalah menggunakan instrumen nilai ekonomi karbon (NEK) yang terdiri dari instrumen perdagangan maupun nonperdagangan. Instrumen nonperdagangan di antaranya adalah pengenaan pajak karbon. Pajak karbon dikenakan dalam rangka mengendalikan emisi gas rumah kaca untuk mendukung pencapaian NDC Indonesia. NDC atau kontribusi yang ditetapkan secara nasional adalah komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Paris Agreement to Tle tJnited Nations Framework conuention on climate change (persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim). Yang dimaksud dengan "emisi karbon" adalah emisi karbon dioksida ekuivalen (COze). Kriteria dampak negatif bagi lingkungan hidup antara lain:

a.

penyusutan sumber daya alam;

b.

pencemaran lingkungan hidup; atau

c.

kerusakan lingkungan hidup. Ayat (3) Ayat (3) Peta jalan (road mapl pajak karbon memuat sebagai berikut:

a.

Strategi Penurunan Emisi Karbon Pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29%o (dua puluh sembilan persen) dengan kemampuan sendiri dan 4lo/o (empat puluh satu persen) dengan dukungan internasional pada tahun 2030 dan menuju Net Zero Emission (NZE) paling lambat di tahun 2060. b. Sasaran Sektor Prioritas Target penurunan emisi sektor energi dan transportasi serta sektor kehutanan sudah mencakup 97o/o (sembilan puluh tujuh persen) dari total target penurunan emisi NDC sehingga menjadi prioritas utama penurunan emisi gas rumah kaca. Selain dua sektor tersebut akan mengikuti transformasi industri nasional berbasis energi bersih dan pajak karbon menuju Indonesia Emas tahun 2045 dan NZE paling lambat tahun 2060. c. Memperhatikan Pembangunan Energi Baru dan Terbarukan Bauran kebijakan pajak karbon, perdagangan karbon dan kebijakan teknis sektoral di antaranya phasing out coal, pembangunan energi baru dan terbarukan, dan/atau peningkatan keanekaragaman hayati diharapkan akan mendukung pencapaian target NZE 2060 dengan tetap mengedepankan prinsip just and a-ffordable transition bagi masyarakat dan memberikan kepastian iklim berusaha. d. Keselarasan Antarberbagai Kebijakan Peta jalan (road mapl pajak karbon akan memuat antara lain strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, dan/atau memperhatikan pembangunan energi baru terbarukan dan diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pengenaan pajak karbon dilaksanakan sebagai berikut:

a.

Tahun 2021, dilakukan pengembangan mekanisme perdagangan karbon;

b.

Tahun 2022 sampai dengan 2024, diterapkan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax/ untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara;

c.

Tahun 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan penahapan sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan antara lain kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan/atau skala. Penerapan pajak karbon mengutamakan pengaturan atas subjek pajak badan. Tarif pajak karbon akan dibuat lebih tinggi daripada atau sama dengan harga karbon di pasar karbon domestik. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Ra}ryat Republik Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Ayat (s) Yang dimaksud dengan "barang yang mengandung karbon" adalah barang yang termasuk tapi tidak terbatas pada bahan bakar fosil yang menyebabkan emisi karbon. Yang dimaksud dengan "aktivitas yang menghasilkan emisi karbon" adalah aktivitas yang menghasilkan atau mengeluarkan emisi karbon yang berasal antara lain dari sektor energi, pertanian, kehutanan dan perubahan lahan, industri, serta limbah. Termasuk dalam cakupan membeli, yaitu membeli barang yang menghasilkan emisi karbon di dalam negeri dan impor. Ayat (6) Perhitungan pajak karbon terutang atas keseluruhan nilai pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dengan mempertimbangkan nilai faktor emisi yang ditetapkan oleh kementerian dan/atau badan/lembaga yang memiliki kompetensi dan kewenangan melakukan pengukuran nilai faktor emisi. Yang Yang dimaksud nilai faktor emisi adalah nilai koefisien yang menghubungkan jumlah emisi rata-rata yang dilepaskan ke atmosfer dari sumber tertentu relatif terhadap unit aktivitas atau proses yang terkait pelepasan emisi karbon. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Karbon dioksida ekuivalen (COze) merupakan representasi emisi gas rumah kaca antara lain senyawa karbon dioksida (COz), dinitro oksida (NzO), dan metana (CH+). Yang dimaksud dengan "setara" adalah satuan konversi karbon dioksida ekuivalen (COze) antara lain ke satuan massa dan satuan volume. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Ayat (1 1) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Ratryat Republik Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Ayat (12) Yang dimaksud dengan "pengendalian perubahan iklim" adalah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Yang dimaksud "mitigasi perubahan iklim" adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca atau meningkatkan penyerapan emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. Yang Yang dimaksud dengan "adaptasi perubahan iklim" adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi. Ayat (13) Yang dimaksud dengan "perdagangan emisi karbon" adalah mekanisme transaksi antara pelaku usaha dan/atau kegiatan yang memiliki emisi melebihi batas atas emisi yang ditentukan. Yang dimaksud dengan "pengimbangan emisi karbon" (offset emisi karbon) adalah pengurangan emisi karbon yang dilakukan usaha dan/atau kegiatan untuk mengompensasi emisi yang dibuat di tempat lain. Ayat (la) Cukup jelas. Ayat (15) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Ralryat Republik ' Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Ayat (16) Cukup ^jelas. Pasal 14 Angka 1 Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "etil alkohol atau etanol" adalah barang cair, jernih, dan tidak benvarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia CzHsOH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi. Huruf b . Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan "minuman yang mengandung etil alkohol" adalah semua barang cair yang lazirn disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whislcy, dan yang sejenis. Yang dimaksud dengan "konsentrat yang mengandung etil alkohol" adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol. Yang dimaksud dengan "sigaret" adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan. Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan j umlahnya. Yang dimaksud dengan ^*cerutu" adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang dimaksud dengan "rokok daun" adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, unt-uk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang dimaksud dengan "tembakau iris" adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Yang Yang dimaksud dengan "rokok elektrik" adalah hasil tembakau berbentuk cair, padat, atau bentuk lainnya, yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang disediakan untuk konsumen akhir dalam kemasan penjualan eceran yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian dihisap. Yang dimaksud dengan "hasil pengolahan tembakau lainnya" adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia" adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Angka 2 Pasal 40B Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penelitian dugaan pelanggaran" adalah segala upaya yang dilakukan oleh pejabat Bea dan Cukai terhadap orang, tempat, barang, dan sarana pengangkut seperti meminta keterangan dari pihak-pihak terkait, memeriksa barang, memeriksa tempat/bangunan, memeriksa sarana pengangkut, memeriksa pembukuan dan pencatatan, dan/atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan dalam rangka mencari dan mengumpulkan bahan dan keterangan untuk menentukan terjadi atau tidaknya pelanggaran di bidang cukai baik administratif maupun pidana. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Hal ini dimaksudkan agar pendekatan penegakan hukum di bidang cukai bersifat restoratiue justice yaitu pendekatan penegakan hukum yang lebih mengutamakan pemulihan hak-hak atau kondisi korban, dimana dalam tindak pidana di bidang cukai yang berperan sebagai korban adalah negara, karena negara kehilangan haknya yaitu penerimaan negara di bidang cukai. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang selain barang kena cukai yang tersangkut dalam tindak pidana yang terjadi, seperti sarana pengangkut, peralatan komunikasi, media atau tempat penyimpanan, serta dokumen dan surat. Ayat (6) Cukup ^jelas. Angka 3

Thumbnail
PMK 136 TAHUN 2024

Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional

  • Ditetapkan: 31 Des 2024
  • Diundangkan: 31 Des 2024

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1.

Pengenaan Pajak Minimum Global ( Global Anti-Base Erosion Rules) yang selanjutnya disebut GloBE adalah ketentuan pengenaan pajak tambahan yang dikembangkan oleh OECD/G20 Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang meliputi commentary , examples , agreed administrative guidance , GloBE information return , dan safe harbours and penalty relief. 2. Grup Perusahaan Multinasional yang selanjutnya disebut Grup PMN adalah grup yang memiliki setidaknya satu entitas atau bentuk usaha tetap yang tidak berada di negara atau yurisdiksi entitas induk utama.

3.

Laporan Keuangan Konsolidasi adalah laporan keuangan yang dibuat oleh entitas yang mempunyai kepentingan pengendali pada entitas lainnya yang memuat informasi terkait harta, kewajiban, penghasilan, biaya, dan arus kas dari entitas tersebut dan entitas yang dikendalikan, yang disajikan sebagai satu kesatuan ekonomi.

4.

Entitas adalah badan atau pengaturan yang menyajikan akun keuangan yang terpisah seperti partnership atau trust .

5.

Entitas Utama ( Main Entity ) adalah Entitas yang memasukkan laba atau rugi bersih akuntansi keuangan dari suatu bentuk usaha tetap dalam laporan keuangannya.

6.

Entitas Konstituen adalah setiap Entitas yang termasuk dalam grup dan setiap bentuk usaha tetap dari Entitas Utama __ ( Main Entity ) yang berada dalam cakupan setiap Entitas yang termasuk dalam grup.

7.

Entitas Konstituen Pelapor adalah Entitas yang menyampaikan informasi terkait penerapan GloBE atau GloBE information return sesuai dengan GloBE.

8.

Entitas Induk Utama adalah Entitas yang memiliki kepentingan pengendali secara langsung atau tidak langsung pada Entitas lain dalam suatu grup yang sama dan tidak dimiliki oleh Entitas lain yang memiliki kepentingan pengendali, secara langsung atau tidak langsung.

9.

Entitas Konstituen yang Dikenai Pajak Rendah ( Low-Taxed Constituent Entity ) adalah Entitas Konstituen dari suatu Grup PMN yang berada di negara atau yurisdiksi berpajak rendah atau Entitas Konstituen yang tidak menjadi subjek pajak di negara mana pun ( stateless constituent entity ), yang memiliki laba GloBE yang dikenakan pajak dengan tarif pajak efektif lebih rendah dari tarif minimum.

10.

Entitas Berpajak Rendah adalah Entitas Konstituen yang berada di suatu negara atau yurisdiksi berpajak rendah atau suatu negara atau yurisdiksi yang akan menjadi berpajak rendah apabila tarif pajak efektif untuk negara atau yurisdiksi tersebut ditentukan tanpa memperhitungkan penghasilan atau biaya yang diakui oleh Entitas tersebut terkait pengaturan pembiayaan intra grup.

11.

Entitas Induk Antara adalah Entitas Konstituen, selain Entitas Induk Utama, entitas induk yang dimiliki sebagian, bentuk usaha tetap, atau entitas investasi, yang memiliki secara langsung atau tidak langsung kepentingan kepemilikan pada Entitas Konstituen lainnya dalam Grup PMN yang sama.

12.

Entitas Induk yang Dimiliki Sebagian ( Partially-Owned Parent Entity ) adalah Entitas Konstituen selain Entitas Induk Utama, bentuk usaha tetap, atau entitas investasi yang memiliki secara langsung atau tidak langsung kepentingan kepemilikan pada Entitas Konstituen lainnya dalam Grup PMN yang sama dan dimiliki lebih dari 20% (dua puluh persen) kepentingan kepemilikan atas laba yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh pihak yang bukan merupakan Entitas Konstituen dari Grup PMN.

13.

Entitas Induk adalah Entitas Induk Utama yang bukan merupakan Entitas yang dikecualikan, Entitas Induk Antara, atau Entitas Induk yang Dimiliki Sebagian ( Partially-Owned Parent Entity ).

14.

Entitas Grup adalah Entitas yang merupakan anggota dari suatu grup yang sama.

15.

Informasi terkait penerapan GloBE (GloBE Information Return ) yang selanjutnya disingkat GIR adalah informasi terkait penerapan GloBE yang harus disampaikan Entitas Konstituen kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menggunakan formulir standar.

16.

Flow-through Entity adalah suatu Entitas yang seluruh penghasilan, biaya, laba, atau rugi dari Entitas tersebut diakui secara langsung oleh pemiliknya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan di negara atau yurisdiksi tempat Entitas tersebut didirikan, kecuali Entitas tersebut merupakan subjek pajak dalam negeri dan dikenai pajak tercakup atas penghasilan atau laba berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan di negara atau yurisdiksi lain.

17.

Tax Transparent Structure adalah struktur kepemilikan kepentingan sehubungan dengan tax transparent entity. 18. Mark-to-Market adalah penilaian harta yang mengacu pada harga pasar. __ 19. Standar Akuntansi Keuangan yang Dapat Diterima adalah International Financial Reporting Standards (IFRS) dan prinsip akuntansi yang umum diterima di Australia, Brasil, Kanada, Uni Eropa, negara-negara anggota wilayah ekonomi Eropa, Hong Kong (Tiongkok), Jepang, Meksiko, Selandia Baru, Republik Rakyat Tiongkok, Republik India, Republik Korea, Rusia, Singapura, Swiss, Britania Raya, dan Amerika Serikat.

20.

Standar Akuntansi Keuangan yang Diakui adalah prinsip akuntansi yang umum yang diperbolehkan oleh badan akuntansi yang berwenang ( authorised accounting body ) di negara atau yurisdiksi suatu Entitas berada.

21.

Badan Akuntansi yang Berwenang ( Authorised Accounting Body ) adalah badan yang memiliki kewenangan untuk menetapkan, membentuk, atau menerima standar akuntansi untuk tujuan penyampaian laporan keuangan.

22.

Kepentingan Pengendali adalah kepentingan kepemilikan pada suatu Entitas yang pemegang kepentingannya diharuskan untuk mengonsolidasikan harta, kewajiban, penghasilan, biaya, dan arus kas suatu Entitas dengan basis per akun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang Dapat Diterima atau yang diharuskan untuk melakukan konsolidasi dimaksud di mana pemegang kepentingan dianggap telah membuat Laporan Keuangan Konsolidasi.

23.

Dividen yang Dikecualikan adalah dividen atau distribusi lainnya yang terkait dengan kepentingan kepemilikan kecuali untuk kepemilikan saham portofolio jangka pendek dan kepentingan kepemilikan pada entitas investasi yang merujuk pada pemilihan metode distribusi kena pajak ( taxable distribution method ).

24.

Kepemilikan Saham Portofolio adalah kepemilikan dalam suatu Entitas yang dimiliki oleh Grup PMN yang memberikan hak kurang dari 10% atas keuntungan, modal, cadangan, atau hak suara Entitas tersebut pada tanggal distribusi atau pelepasan.

25.

Laba atau Rugi GloBE adalah laba atau rugi bersih akuntansi keuangan Entitas Konstituen pada tahun pajak setelah dilakukan penyesuaian.

26.

Pihak Lawan Transaksi Berpajak Tinggi adalah Entitas Konstituen yang berada di negara atau yurisdiksi yang bukan merupakan negara atau yurisdiksi berpajak rendah atau berada di negara atau yurisdiksi yang tidak menjadi negara atau yurisdiksi berpajak rendah apabila tarif pajak efektifnya ditentukan tanpa memperhitungkan penghasilan atau biaya yang diakui oleh Entitas tersebut terkait dengan pengaturan pembiayaan intra grup.

27.

Pengaturan Pembiayaan Intra Grup adalah setiap pengaturan yang dilakukan oleh 2 (dua) atau lebih anggota Grup PMN di mana Pihak Lawan Transaksi Berpajak Tinggi secara langsung atau tidak langsung menyediakan kredit atau melakukan investasi pada Entitas Berpajak Rendah.

28.

Yurisdiksi Berpajak Rendah adalah suatu negara atau yurisdiksi di mana Grup PMN mempunyai laba GloBE bersih dan dikenakan tarif pajak efektif yang lebih rendah dari tarif minimum.

29.

Kepentingan Kepemilikan adalah kepentingan ekuitas yang memberikan hak atas laba, modal, atau cadangan suatu Entitas dan laba, modal, atau cadangan suatu bentuk usaha tetap.

30.

Nilai Buku Bersih Harta Berwujud adalah rata-rata nilai awal dan akhir harta berwujud setelah memperhitungkan akumulasi depresiasi, deplesi, dan penurunan nilai yang tercatat dalam laporan keuangan.

31.

Bentuk Usaha Tetap adalah tempat usaha yang bersifat permanen yang digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

32.

Tarif Pajak Efektif untuk Grup PMN pada Suatu Negara atau Yurisdiksi yang selanjutnya disebut Tarif Pajak Efektif adalah jumlah pajak tercakup yang disesuaikan dari tiap Entitas Konstituen yang berdomisili di negara atau yurisdiksi dibagi dengan jumlah laba GloBE bersih negara atau yurisdiksi tersebut untuk suatu tahun pajak.

33.

Tarif Minimum adalah tarif pajak yang ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur dalam GloBE.

34.

Tarif Nominal adalah tarif pajak penghasilan berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku di negara atau yursidiksi Entitas Konstituen.

35.

Laba GloBE Bersih adalah jumlah positif yang diperoleh dengan mengurangkan laba GloBE semua Entitas Konstituen dengan rugi GloBE semua Entitas Konstituen.

36.

Rugi GloBE Bersih adalah nilai 0 (nol) atau jumlah negatif yang diperoleh dengan mengurangkan laba GloBE seluruh Entitas Konstituen dengan rugi GloBE seluruh Entitas Konstituen.

37.

Substance Based Income Exclusion yang selanjutnya disingkat SBIE adalah pengecualian pengenaan pajak tambahan atas Laba GloBE Bersih yang dihitung dengan formula tertentu.

38.

Income Inclusion Rules yang selanjutnya disingkat IIR adalah ketentuan yang mengenakan pajak tambahan pada subjek pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Induk dalam hal Entitas Konstituen lain Grup PMN yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung dikenakan pajak dengan Tarif Pajak Efektif kurang dari Tarif Minimum di negara atau yurisdiksi Entitas Konstituen lain tersebut menjalankan kegiatan usahanya.

39.

Undertaxed Payment Rules yang selanjutnya disingkat UTPR adalah ketentuan yang mengenakan pajak tambahan dalam hal ketentuan IIR tidak diterapkan dan/atau pajak tambahan belum sepenuhnya dikenakan pada subjek pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Konstituen dari Grup PMN dalam hal Entitas Konstituen lain Grup PMN dikenakan pajak dengan Tarif Pajak Efektif kurang dari Tarif Minimum di negara atau yurisdiksi Entitas Konstituen lain tersebut menjalankan kegiatan usahanya.

40.

Domestic Minimum Top-up Tax yang selanjutnya disingkat DMTT adalah ketentuan yang mengenakan pajak tambahan pada subjek pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Konstituen dari Grup PMN yang mempunyai Tarif Pajak Efektif kurang dari Tarif Minimum.

41.

Qualified IIR adalah ketentuan IIR dalam peraturan domestik suatu negara atau yurisdiksi yang penerapan dan administrasinya sesuai dengan GloBE.

42.

Qualified Domestic Minimum Top-up Tax yang selanjutnya disingkat QDMTT merupakan DMTT yang memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh OECD/G20 Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

43.

Qualified UTPR adalah ketentuan UTPR dalam peraturan domestik suatu negara atau yurisdiksi yang penerapan dan administrasinya sesuai dengan GloBE.

44.

Qualified Refundable Tax Credit yang selanjutnya disingkat QRTC adalah kredit pajak yang dapat dikembalikan, yang mekanisme pengembaliannya dilakukan dalam bentuk kas atau setara kas, dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak Entitas Konstituen memenuhi syarat untuk menerima kredit berdasarkan ketentuan di negara atau yurisdiksi yang memberikan kredit tersebut.

45.

Non-Qualified Refundable Tax Credit yang selanjutnya disingkat NQRTC adalah kredit pajak yang dapat dikembalikan sebagian atau seluruhnya tetapi bukan QRTC.

46.

Pajak Tercakup adalah pajak yang diperhitungkan dalam menghitung Tarif Pajak Efektif.

47.

Surat Pemberitahuan Tahunan PPh GloBE yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh GloBE adalah surat yang digunakan oleh Entitas Induk yang merupakan subjek pajak dalam negeri untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai GloBE.

48.

Surat Pemberitahuan Tahunan PPh DMTT yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh DMTT adalah surat yang digunakan oleh Entitas Konstituen subjek pajak dalam negeri untuk melaporkan kewajiban pajak tambahan berdasarkan DMTT.

49.

Surat Pemberitahuan Tahunan PPh UTPR yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh UTPR adalah surat yang digunakan oleh Entitas Konstituen subjek pajak dalam negeri untuk melaporkan kewajiban pajak tambahan berdasarkan UTPR.

50.

Pajak Tambahan Adisional Kini ( Additional Current Top-Up Tax ) adalah jumlah pajak tambahan yang ditambahkan pada tahun berjalan terkait dengan penghitungan ulang yang menyebabkan kurang bayar atas pajak tambahan pada tahun sebelumnya.

51.

Pemilihan Tahunan adalah pemilihan yang dilakukan oleh Entitas Konstituen Pelapor melalui pengisian pada GIR, yang berlaku pada tahun pajak pemilihan tersebut dilakukan.

52.

Pemilihan Lima Tahun adalah pemilihan yang dilakukan melalui pengisian pada GIR oleh Entitas Konstituen Pelapor, terkait dengan pemilihan tahun pajak yang tidak dapat dibatalkan untuk tahun pemilihan tersebut atau 4 (empat) tahun pajak berikutnya dan dalam hal dilakukan pembatalan pada suatu tahun pajak, pemilihan baru tidak dapat dilakukan untuk 4 (empat) tahun pajak berikutnya setelah pembatalan pemilihan dilakukan.

53.

Look Back Period adalah tahun pajak Entitas Konstituen Pelapor melakukan Pemilihan Tahunan dan 4 (empat) tahun pajak sebelumnya, untuk menyesuaikan Laba atau Rugi GloBE dalam hal terdapat keuntungan harta agregat di suatu negara atau yurisdiksi pada periode tahun pajak tersebut.

54.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.

55.

Beban Pajak Tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi atau laba dalam laporan keuangan untuk pihak eksternal dengan laba fiskal atau laba yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak.

56.

Aset Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang dapat dikurangkan, akumulasi rugi pajak belum dikompensasi, dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan.

57.

Kewajiban Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

58.

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang Tidak Dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa ( Arm's Length Principle) yang selanjutnya disebut Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah prinsip yang berlaku di dalam praktik bisnis yang sehat yang dilakukan sebagaimana transaksi independen.

59.

Laporan per negara ( Country by Country Report ) yang selanjutnya disingkat CbCR adalah laporan yang memuat informasi mengenai alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per negara atau yurisdiksi dari seluruh anggota grup usaha baik di dalam negeri maupun luar negeri, yang meliputi nama negara atau yurisdiksi, penghasilan bruto, laba (rugi) sebelum pajak, pajak penghasilan yang telah dipotong, dipungut, atau dibayar sendiri, pajak penghasilan terutang, modal, akumulasi laba ditahan, jumlah pegawai tetap, dan harta berwujud selain kas dan setara kas, serta daftar anggota grup usaha dan kegiatan usaha utama per negara atau yurisdiksi.

60.

Tahun Pajak adalah suatu periode akuntansi yang digunakan oleh Entitas Induk Utama dari Grup PMN untuk menyusun Laporan Keuangan Konsolidasi atau jangka waktu 1 (satu) tahun kalender untuk Entitas Induk Utama dari Grup PMN yang tidak menyusun laporan keuangan.

61.

Tahun Pajak GloBE adalah Tahun Pajak yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh GloBE, SPT Tahunan PPh DMTT, dan SPT Tahunan PPh UTPR yang merupakan Tahun Pajak setelah tahun pengenaan GloBE.

62.

Tahun Pajak Pelaporan adalah Tahun Pajak yang dilaporkan pada GIR.

63.

Notifikasi adalah pemberitahuan tertulis dari Entitas Konstituen yang diantaranya berupa pernyataan mengenai identitas subjek pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Induk Utama, identitas subjek pajak dalam negeri yang bukan merupakan Entitas Induk Utama, dan identitas pihak yang ditunjuk menyampaikan GIR.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
24/PUU-XIX/2021

Pengujian Undang-UndangNomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Rep ...

    Relevan terhadap

    Halaman 53Tutup

    Moratorium atau penundaan permohonan kepailitan dan PKPU dalam kurun waktu tertentu merupakan breathing space bagi dunia usaha untuk mengatur kembali posisinya, menyiapkan strategi dalam penyelesaian utang-utangnya, serta meningkatkan cash flow untuk memastikan usahanya tetap dapat berjalan dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja. Pelaksanaan kebijakan moratorium tersebut juga tidak menutup peluang tercapainya kesepakatan antara kreditur dan debitur mengenai penyelesaian utang. Kreditur memiliki forum untuk penyelesaian utang, antara lain melalui negosiasi bilateral di luar pengadilan ( out of court debt settlement ), melakukan eksekusi jaminan secara langsung, dan pilihan forum penyelesaian sengketa baik melalui arbitrase sesuai dengan perjanjian maupun gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri. Berbagai pilihan forum tersebut dapat digunakan tanpa membuat debitur berakhir pada kepailitan, serta terhenti usahanya. Berdasarkan laporan Bank Dunia, beberapa negara seperti Jerman, Inggris, Belanda, Singapura, Perancis, Selandia Baru, melakukan temporary measures berupa moratorium untuk memberikan dukungan bagi debitur maupun kreditur untuk sama-sama menyelesaikan persoalannya. Kebijakan ini juga dilakukan dalam rangka menurunkan angka kepailitan serta mencegah perusahaan yang masih dalam kondisi solven dipaksakan untuk masuk dalam proses kepailitan sehingga terganggu kelangsungan usahanya. Saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2021 terhadap triwulan III- 2020 mengalami pertumbuhan sebesar 3,51 persen ( year on year/yoy ). Selain itu, aktivitas masyarakat sudah berangsur membaik, Kasus Covid-19 di Indonesia mulai melandai, dan kegiatan ekonomi serta penciptaan kesempatan kerja mulai pulih kembali. Atas kondisi ini, Pemerintah terus mengkaji opsi kebijakan terbaik lainnya disamping opsi penundaan (moratorium) permohonan Kepailitan dan PKPU. Salah satu opsinya adalah penguatan rezim kepailitan dan PKPU melalui percepatan pembahasan RUU Perubahan atas UU KPKPU yang saat ini masih dalam pembahasan Panitia Antar Kementerian.

    Thumbnail
    NERACA KOMODITAS | HUKUM KEUANGAN NEGARA
    PERPRES 32 TAHUN 2022

    Neraca Komoditas

    • Ditetapkan: 21 Feb 2022
    • Diundangkan: 21 Feb 2022

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Neraca Komoditas adalah data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional.

    2.

    Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.

    3.

    Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

    4.

    Rencana Kebutuhan adalah rincian data dan informasi terkait kebutuhan dari suatu komoditas sebagai Bahan Baku clan/ atau Bahan Penolong untuk keperluan industri, Barang Konsumsi, dan komoditas selain digunakan sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri. jdih.kemenkeu.go.id 5. Rencana Pasokan adalah rincian data dan informasi terkait pasokan dari suatu komoditas yang berasal dari ketersediaan/stok dan/atau hasil produksi.

    6.

    Persetujuan Ekspor adalah persetujuan yang digunakan sebagai perizinan di bidang Ekspor.

    7.

    Persetujuan Impor adalah persetujuan yang digunakan sebagai perizinan di bidang Impor.

    8.

    Bahan Baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.

    9.

    Bahan Penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang fungsinya sempuma sesuai parameter produk yang diharapkan.

    10.

    Barang Konsumsi adalah barang yang digunakan untuk keperluan konsumsi penduduk.

    11.

    Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.

    12.

    Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat INSW adalah integrasi sistem secara nasional yang memungkinkan dilakukannya penyampaian data dan inforrnasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron, dan penyampaian keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    13.

    Sistem INSW yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistern elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen penzman, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan Ekspor dan/atau Impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis. jdih.kemenkeu.go.id 14. Sistem Nasional Neraca Komoditas yang selanjutnya disebut SNANK adalah subsistem dari SINSW untuk proses penyusunan dan pelaksanaan Neraca Komoditas.

    15.

    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian. Pasa12 (1) Neraca Komoditas bertujuan untuk:

    a.

    mendukung penyederhanaan dan transparansi perizinan di bidang Ekspor dan di bidang Impor;

    b.

    menyediakan data yang akurat dan komprehensif sebagai dasar penyusunan kebijakan Ekspor dan Impor;

    c.

    memberikan kemudahan dan kepastian berusaha untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja;

    d.

    menjamin ketersediaan Barang Konsumsi bagi penduduk dan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk kepentingan industri; dan

    e.

    mendorong penyerapan kornoditas yang memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pernbudidaya ikan, petambak gararn, dan pelaku usaha mikro dan kecil penghasil komoditas lainnya.

    (2)

    Neraca Kornoditas sebagaimana dimaksud pada ayat ( l) berfungsi sebagai:

    a.

    dasar penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor;

    b.

    acuan data dan inforrnasi situasi konsumsi dan produksi suatu kornoditas berskala nasional;

    c.

    acuan data dan inforrnasi kondisi serta proyeksi pengernbangan industri nasional; dan jdih.kemenkeu.go.id BAB II PENYUSUNAN, PENETAPAN, DAN PELAKSANAAN NERACA KOMODITAS Bagian Kesatu Umum

    Thumbnail
    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
    32/PUU-XX/2022

    Pengujian Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

      Relevan terhadap 15 lainnya

      Halaman 135Tutup
      1. Tujuan Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan BI di Bidang Sistem Pembayaran Pelaksanaan tugas dan kewenangan BI di bidang sistem pembayaran bertujuan mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal (Penjelasan Pasal 8 UU BI). Selanjutnya dalam PBI Nomor 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (PBI Sistem Pembayaran) secara lebih jelas dinyatakan bahwa penyelenggaraan sistem pembayaran bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan handal (CEMUMUAH), dengan tetap memperhatikan perluasan akses dan perlindungan konsumen. Pencapaian tujuan penyelenggaraan sistem pembayaran juga diarahkan untuk mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan. Sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal, serta sistem moneter dan stabilitas sistem keuangan yang berfungsi dengan baik dengan sendirinya akan menjadi basis bagi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan stabilitas sistem keuangan. Sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan handal berperan serta dalam mendorong aktivitas ekonomi dan keuangan. Penyelenggaraan infrastruktur pembayaran akan menunjang keterhubungan agen ekonomi, mulai dari konsumen individual, UMKM, hingga korporasi besar, dalam melakukan transaksi ekonomi. Kemudahan dalam melakukan aktifitas dari seluruh agen ekonomi ini pada gilirannya akan menggerakan roda besar perekonomian Indonesia, mendukung pembangunan berkelanjutan, termasuk menjadi salah satu faktor kunci dalam pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi. Di tengah arus digitalisasi yang tengah berlangsung, kebijakan sistem pembayaran akan mendukung pembentukan ekosistem digital yang sehat sebagai bagian dari upaya besar reformasi struktural ekonomi Indonesia ke arah transformasi digital yang mengintegrasikan peran serta seluruh pelaku ekonomi, besar, dan kecil, di pusat dan di daerah, dalam sebuah ekosistem digital yang inklusif. Selain itu, kebijakan sistem pembayaran di era digital juga akan memberikan manfaat optimal bagi seluruh rakyat Indonesia secara merata dan sustainable melalui proses inklusi ekonomi keuangan yang lebih baik dan lebih luas, sekaligus mampu menjamin pelaksanaan tugas dan
      Halaman 161Tutup
      1. Arah Kebijakan Pengaturan BPR dan BPRS Untuk memberikan gambaran kebijakan ke depan, dalam hal ini kami ingin memberikan gambaran terkait kebijakan adaptasi bagi BPR/BPRS untuk mampu memenuhi tuntutan-tuntutan yang juga terus berkembang. a. Perkembangan teknologi dan perekonomian saat ini menuntut BPR dan BPRS untuk melakukan kerja sama dan kolaborasi dengan lembaga keuangan lain, seperti bank umum, penyelenggara fintech, dan inovasi keuangan digital lain guna menyediakan layanan keuangan yang terjangkau dan dapat meningkatkan inklusi keuangan. Kebijakan dan pengaturan yang disusun oleh OJK bertujuan untuk meningkatkan persaingan usaha yang sehat melalui kerjasama dan kolaborasi dimaksud. b. Dalam memberikan gambaran arah kebijakan ke depan, OJK telah menyusun Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia bagi Industri BPR dan BPRS Tahun 2021-2025 (untuk selanjutnya disebut Roadmap BPR dan BPRS). Roadmap BPR dan BPRS disusun untuk mewujudkan industri BPR dan BPRS yang lebih lincah atau agile , adaptif, dan resilient dari sisi kelembagaan serta kontributif dalam pengembangan usaha mikro dan kecil di daerah atau wilayah tempat BPR dan BPRS berada. Dalam Roadmap BPR dan BPRS, pengembangan BPR dan BPRS terbagi dalam 4 (empat) pilar, yaitu: 1) Penguatan Struktur dan Keunggulan Kompetitif (Pilar I); 2) Akselerasi Transformasi Digital (Pilar II); 3) Penguatan Peran BPR dan BPRS terhadap Daerah atau Wilayah (Pilar III); dan 4) Penguatan Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan (Pilar IV). c. Dalam rangka mendukung Pilar I Roadmap BPR dan BPRS, berdasarkan ketentuan OJK mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) BPR dan KPMM BPRS, BPR dan BPRS diarahkan untuk melakukan penguatan permodalah. Penguatan permodalan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kapasitas BPRS dalam berkontribusi terhadap pengembangan ekonomi daerah. Dalam hal ini, BPR dan BPRS wajib memenuhi rasio KPMM
      Halaman 84Tutup

      Umum yang cakupannya lebih luas. Selain itu, penyamaan ini jelas akan menghilangkan latar belakang yang membedakan pembentukan BPRS dengan Bank Umum Syariah. d. Bahwa Pemohon mendalilkan larangan bagi BPRS untuk menjalankan jasa lalu lintas pembayaran menyebabkan Pemohon tidak dapat optimal dalam memberikan pelayanan perbankan kepada masyarakat (vide Perbaikan Permohonan Halaman __ 21 ). Terhadap dalil tersebut DPR menerangkan sebagai berikut: 1) Lalu lintas pembayaran memiliki cakupan ruang lingkup yang sangat luas, yakni seluruh transaksi keuangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam hal ini kedudukan bank sentral sebagai otoritas sistem pembayaran di era digital sangat penting, baik dalam konteks regulator, pengawas, maupun operator yang secara aktif menyelenggarakan sistem pembayaran. Bank sentral juga dituntut untuk mampu menjaga kualitas layanan publiknya setiap saat, sesuai dengan pergeseran tuntutan masyarakat di era digital. Selain itu, saat ini banyak pelaku non-bank mulai merambah layanan keuangan yang selama ini didominasi bank. Digitalisasi perlu bergerak selaras dengan upaya menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan serta kelancaran sistem pembayaran Oleh karenanya, Bank Indonesia merumuskan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 (BSPI 2025) yang berorientasi penuh pada upaya membangun ekosistem yang sehat sebagai pemandu perkembangan ekonomi dan keuangan digital di Indonesia. Kompleksitas jasa lalu lintas keuangan yang tidak sederhana ini membutuhkan pengaturan dan pengawasan yang komprehensif. Berdasarkan penjelasan tersebut tampak bahwa lalu lintas pembayaran dalam dunia perbankan tidak semudah dan sederhana yang didalilkan oleh Pemohon. Dalam hal ini, pembentuk undang-undang telah memberikan peran, fungsi, dan tugas kepada masing-masing bank untuk melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan kapasitasnya masing-masing. 2) Bahwa dalam Pembahasan RUU Perubahan UU 7/1992 tentang Perbankan, telah mengulas perbedaan dari BPR dan Bank Umum

      Thumbnail
      PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
      70/PUU-XX/2022

      Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap Und ...

        Relevan terhadap

        Halaman 57Tutup

        Bahwa merujuk pertimbangan dalam putusan yang disebutkan pada Paragraf [3.10.1] tersebut, dengan menyatakan penentuan batas usia minimal perkawinan sebagai legal policy , hal itu dimaksudkan bahwa ketika pembentuk undang- undang menentukan usia minimal untuk melangsungkan perkawinan, kebijakan tersebut tidak serta-merta dapat dinilai sebagai legal policy yang bertentangan dengan UUD 1945. Namun pada saat yang sama, bukan pula berarti mengabaikan fakta bahwa batas usia minimal tertentu merupakan salah satu penyebab munculnya berbagai permasalahan dalam perkawinan seperti masalaha kesehatan fisik dan mental, pendidikan, perceraian, sosial, ekonomi, dan masalah lainnya. [3.10.3] halaman 6-7 Bahwa, sebagaimana telah ditegaskan Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu, kebijakan hukum ( legal policy ) tetap harus dalam kerangka tidak melampaui kewenangan, tidak melanggar moralitas dan rasionalitas, tidak menimbulkan ketidakadilan yang intolerable, dan tidak nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945. Pertimbangan demikian juga berlaku dalam penentuan batas usia minimal perkarinan sehinggal dalam hal kebijakan hukum dimaksud nyata-nyata bertentangan dengan jaminan dan perlindungan hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945, maka legal policy dapat diuji konstitusionalitasnya melalui proses pengujian undang-undang.

        Thumbnail
        HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
        PP 3 TAHUN 2022

        Pemberian Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai

        • Ditetapkan: 12 Jan 2022
        • Diundangkan: 01 Des 2022

        Relevan terhadap

        Pasal 1Tutup

        Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

        1.

        Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. 2. Bea Meterai adalah pajak atas Dokumen. I 2 3. Dokumen 3. Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. 4. Perjanjian Internasional adalah perjanjian internasional antara Indonesia dengan 1 (satu) atau lebih negara, atau dengan lembaga/organisasi internasional, yang tunduk pada hukum internasional. 5. Organisasi Intemasional adalah organisasi, badan, lembaga, asosiasi, perhimpunan, forum antar- pemerintah atau nonpemerintah yang bertqiuan untuk meningkatkan kerja sama internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama- 6. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas utama atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di Indonesia. 7. Perwakilan Negara Asing adalah perwakilan diplomatik . ^dan/atau ^perwakilan konsuler yang ^diakreditasikan kepada pemerintah Republik Indonesia, termasuk perwakilan tetap/misi diplomatik yang diakreditasikan kepada Sekretariat Association of Soutteast Asian Nations, organisasi internasional yang diperlakukan sebagai perwakilan diplomatik/konsuler, serta misi khusus, dan berkedudukan di Indonesia. 8. Pejabat Perwakilan Negara Asing adalah kepala beserta staf Perwakilan Negara Asing, kecuali staf yang merupakan warga negara Indonesia. 9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 2 (1) Bea Meterai yang terutang dapat diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, baik untuk sementara waktu maupun selamanya. (21 Pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Dokumen:

        a.

        yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam;

        b.

        yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial;

        c.

        dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan; dan/atau

        d.

        yang terkait pelaksanaan Perjanjian Internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perj anjian Internasional atau berdasarkan asas timbal balik. Pasal 3 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam. (21 Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bencana alam yang telah mendapat status keadaan darurat bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        (3)

        Keadaan darurat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi proses siap siaga, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan. (4) Fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai untuk Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai ^jangka waktu pelaksanaan program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam. Pasal 4 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b merupakan Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara:

        a.

        wakaf;

        b.

        hibah atau hibah wasiat kepada badan keagamaan atau badan sosial; atau

        c.

        pembelian yang dilakukan oleh badan keagamaan atau badan sosial. (21 Pelaksanaan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan yang berbentuk badan hukum yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya:

        a.

        mengurus tempat ibadah; dan/atau

        b.

        menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan. (4\ Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai bantuan atau sumbangan termasuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.

        (5)

        Badan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan yang berbentuk badan hukum yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan:

        a.

        pemeliharaan orang lanjut usia atau panti jompo;

        b.

        pemeliharaan anak yatim dan/atau piatu, anak terlantar atau anak orang terlantar, dan anak dari penyandang disabilitas;

        c.

        pemeliharaanpenyandangdisabilitas;

        d.

        santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana;

        e.

        penangananketerpencilan;

        f.

        penanganan korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi; dan/atau

        g.

        penanganan ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku. (6) Badan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdata di Kementerian Agama. (71 Badan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan terdaftar di Kementerian Sosial atau Dinas Sosial. Pasal 5 Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (21 huruf c terdiri atas Dokumen:

        a.

        transaksi surat berharga yang dilakukan di pasar perdana berupa formulir konfirmasi penjatahan efek dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);

        b.

        transaksi b. transaksi surat berharga yang dilakukan di bursa efek berupa konfirmasi transaksi dengan nilai paling banyak Rp 1 0. 000.000,00 (sepuluh juta rupiah) ;

        c.

        transaksi surat berharga yang dilakukan melalui penyelenggara pasar alternatif dengan nilai paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);

        d.

        transaksi surat berharga berupa dokumen konfirmasi pembelian dan/atau penjualan kembali unit penyertaan produk investasi berbentuk kontrak investasi kolektif dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); dan

        e.

        transaksi surat berharga yang dilakukan melalui layanan urun dana dengan nilai paling banyak RpS.000.000,00 (lima juta rupiah). Pasal 6 (1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d merupakan Dokumen yang terutang Bea Meterai oleh:

        a.

        Organisasi Internasional serta Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional; atau

        b.

        Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing. (21 Pembebasan dari pengenaan Bea Meterai atas Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal Organisasi Internasional serta Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional atau Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Ditetapkan di Jakarta pada tanggal L2 Januari. 2022 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januan2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. L,AOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN DARI PENGENAAN BEA METERAI I. UMUM Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan atas Dokumen sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Bea Meterai. Pasal 3 Undang-Undang Bea Meterai menyebutkan bahwa Dokumen yang dikenai Bea Meterai dapat berupa Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Selain mengatur mengenai Dokumen yang dikenai Bea Meterai, Undang-Undang Bea Meterai juga mengatur mengenai pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. Berdasarkan amanat dari Undang-Undang Bea Meterai, Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai ruang lingkup dan jenis dokumen yang diberi fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. Dokumen- Dokumen yang diberi fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai meliputi Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam, Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial, Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan, dan/atau Dokumen yang terkait pelaksanaan Perjanjian Internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perjanjian Internasional atau berdasarkan asas timbat balik. Peraturan Pemerintah ini disusun sedemikian rupa untuk memberi kepastian hukum sehingga pihak yang dituju dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas. Pasal 2 Ayat Ayat Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan 'sementara waktu" adalah jangka waktu tertentu yang disebutkan secara jelas dalam Peraturan Pemerintah ini. Contoh pemberian fasilitas dari pengenaan Bea Meterai untuk sementara waktu antara lain pembebasan Bea Meterai atas Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan sebagai periode penanganan bencana dan pemulihan kondisi sosial ekonomi akibat bencana alam. Yang dimaksud dengan "selamanya" adalah jangka waktu yang tidak terbatas sepanjang Peraturan Pemerintah ini masih berlaku dan belum dicabut. Contoh pemberian fasilitas dari pengenaan Bea Meterai untuk selamanya antara lain pembebasan Bea Meterai atas Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan sampai dengan Peraturan Pemerintah ini dicabut atau dinyatakan tidak berlaku. (2t Cukup ^jelas.

        (1)

        Bea Meterai yang terutang atas seluruh Dokumen yang diperlukan dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan untuk penanggulangan bencana alam yang diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai antara lain surat perjanjian jual-beli, akta notaris, dan tanda penerimaan uang. Yang dimaksud dengan ^ubencana alam" adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

        Thumbnail
        TAHUN 2020 | BIDANG FISKAL
        124/PMK.010/2017

        Sasaran Inflasi Tahun 2019, Tahun 2020, dan Tahun 2021.

        • Ditetapkan: 18 Sep 2017
        • Diundangkan: 18 Sep 2017
        Thumbnail
        INFRASTRUKTUR Infrastruktur | BADAN USAHA | PEMBERIAN DUKUNGAN
        220/PMK.08/2022

        Dukungan Pemerintah untuk Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Serta Pembiayaan Kreatif Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Infrastruktur di Ibu Ko ...

        • Ditetapkan: 30 Des 2022
        • Diundangkan: 30 Des 2022

        Relevan terhadap

        Pasal 1Tutup

        Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

        1.

        Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

        2.

        Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

        3.

        Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

        4.

        Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

        5.

        Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu yang merupakan uraian lebih lanjut dari Rencana Induk lbu Kota Nusantara.

        6.

        Pembiayaan Kreatif ( creative financing ) adalah berbagai skema pembiayaan yang bersumber dari dana swasta maupun dana dari para pemangku kepentingan non pemerintah yang dapat dikombinasikan dengan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Barang Milik Negara.

        7.

        Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disebut PJPK adalah menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        8.

        Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam rangka pembiayaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut KPBU IKN adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dengan mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh PJPK, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.

        9.

        Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan/atau perangkat lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.

        10.

        Layanan Infrastruktur yang selanjutnya disebut Layanan adalah layanan publik yang disediakan oleh badan usaha pelaksana KPBU IKN kepada masyarakat selaku pengguna selama berlangsungnya masa pengoperasian Infrastruktur oleh badan usaha pelaksana KPBU IKN berdasarkan Perjanjian KPBU IKN.

        11.

        Penyediaan Infrastruktur Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disingkat Penyediaan Infrastruktur IKN adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan Infrastruktur IKN dan/atau kegiatan pengelolaan Infrastruktur IKN dan/atau pemeliharaan Infrastruktur IKN dalam rangka meningkatkan kemanfaatan Layanan Idi Ibu Kota Nusantara.

        12.

        Perjanjian Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur IKN yang selanjutnya disebut Perjanjian KPBU IKN adalah perjanjian antara PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka Penyediaan Infrastruktur IKN.

        13.

        Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri Keuangan, menteri, kepala lembaga, kepala daerah, direksi badan usaha milik negara, direksi badan usaha milik daerah, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial dan efektivitas Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU IKN dan Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).

        14.

        Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan adalah Dukungan Pemerintah yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka penyusunan dokumen penyiapan Penyediaan Infrastruktur IKN pada kawasan di Ibu Kota Nusantara.

        15.

        Fasilitas Pengembangan Proyek adalah Dukungan Pemerintah yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada PJPK dalam rangka penyiapan proyek, pelaksanaan transaksi, dan/atau pelaksanaan perjanjian untuk Penyediaan Infrastruktur IKN.

        16.

        Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek KPBU IKN oleh Menteri Keuangan.

        17.

        Pemanfaatan BMN adalah Dukungan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang diberikan untuk Penyediaan Infrastruktur IKN melalui KPBU IKN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

        18.

        Dokumen Identifikasi adalah kajian awal yang dilakukan oleh PJPK untuk memberikan gambaran mengenai perlunya penyediaan suatu Infrastruktur IKN kebutuhan tertentu serta manfaatnya, apabila dikerjasamakan dengan badan usaha pelaksana melalui KPBU IKN.

        19.

        Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

        20.

        Hasil Keluaran adalah seluruh kajian, dokumen, dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi, konstruksi, serta operasi proyek melalui skema KPBU IKN atau Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).

        21.

        Panitia KPBU IKN adalah tim atau unit yang dibentuk atau ditunjuk oleh menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, atau Kepala Otorita Ibu Kota Negara untuk membantu dalam pelaksanaan proses perencanaan, persiapan, transaksi, dan pelaksanaan perjanjian kerja sama, serta perumusan kebijakan dan/atau koordinasi yang diperlukan.

        22.

        Badan Usaha Pelaksana KPBU IKN yang selanjutnya disebut dengan Badan Usaha Pelaksana adalah perseroan terbatas yang didirikan oleh badan usaha hasil pengadaan.

        23.

        Pengadaan Badan Usaha Pelaksana adalah rangkaian kegiatan dalam rangka mendapatkan mitra kerja sama bagi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU IKN melalui tender atau penunjukan langsung.

        24.

        Prastudi Kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU IKN.

        25.

        Studi Kelayakan ( Feasibility Study ) adalah kajian yang dilakukan oleh badan usaha calon pemrakarsa untuk KPBU IKN atas mekanisme prakarsa Badan Usaha untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh surat penetapan sebagai pemrakarsa dari PJPK.

        26.

        Tahap Pra Penyiapan adalah kegiatan pendampingan penelaahan permohonan atas dokumen Penyediaan Infrastruktur IKN dan/atau penyusunan kelengkapan dokumen terkait Penyediaan Infrastruktur IKN sebelum dilanjutkan dalam tahap penyiapan.

        27.

        Tahap Penyiapan adalah kegiatan penyusunan dokumen Prastudi Kelayakan, dokumen Dukungan Pemerintah, dokumen penetapan tata cara pengembalian investasi, dokumen ketersediaan tanah, dan dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi.

        28.

        Tahap Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan, untuk melaksanakan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, penandatanganan perjanjian, dan pemenuhan pembiayaan oleh Badan Usaha Pelaksana.

        29.

        Tahap Pelaksanaan Perjanjian adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Transaksi yang mencakup antara lain masa konstruksi dan masa penyediaan Layanan.

        30.

        Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri yang berisi persetujuan penggunaan atas penyediaan pemberian fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

        31.

        Kesepakatan Induk untuk Penyediaan dan Pelaksanaan Fasilitas Pendukung Penerapan Skema Pendanaan atau Fasilitas Pengembangan Proyek yang selanjutnya disebut Kesepakatan Induk adalah kesepakatan antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku pemberi fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sebagai penerima fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi, yang berisi prinsip dan ketentuan dasar mengenai penyediaan dan pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang harus ditaati oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sebagai konsekuensi dari disetujuinya permohonan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

        32.

        Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan wakil yang sah dari lembaga internasional sehubungan dengan kerja sama pelaksanaan Fasilitas Pengembangan Proyek.

        33.

        Perjanjian untuk penugasan yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang mengatur secara rinci mengenai hak dan kewajiban dari badan usaha milik negara tersebut sehubungan dengan pelaksanaan penugasan.

        34.

        Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi yang mengatur paling sedikit tentang hak dan kewajiban antara pelaksana fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, menteri, atau kepala lembaga selaku PJPK sehubungan dengan pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

        35.

        Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas tenaga ahli, konsultan, dan penasehat, di bidang teknis, keuangan, hukum dan/atau regulasi, lingkungan dan/atau sektor jasa lainnya, baik berupa perorangan atau badan usaha atau lembaga yang bertugas untuk membantu pelaksanaan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

        36.

        Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri Keuangan yang berisi penugasan kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi.

        37.

        Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi antara PJPK dengan potensial investor dan/atau lenders untuk mengetahui minat, pendapat, dan/atau masukan mereka atas rancangan proyek KPBU IKN yang akan dikerjasamakan.

        38.

        Konsultasi Publik adalah proses interaksi antara PJPK dengan masyarakat termasuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan efektivitas KPBU IKN dan/atau Pembiayaan Kreatif ( creative financing ).

        39.

        Penetapan Penggunaan Dukungan Pemerintah untuk Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Penetapan Dukungan Pemerintah IKN adalah rapat yang dilaksanakan untuk melakukan penelaahan format dan substansi Hasil Keluaran yang dapat berupa pertimbangan risiko bagi penyusunan struktur proyek, struktur pembiayaan, dan/atau struktur penjaminan, penetapan Hasil Keluaran, penetapan kebijakan penggunaan Dukungan Pemerintah berdasarkan Hasil Keluaran, dan/atau penyusunan rekomendasi atas penggunaan Dukungan Pemerintah.

        40.

        Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang ditimbulkan oleh risiko infrastruktur dan tertuang dalam Perjanjian KPBU IKN untuk dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan pemerintah.

        41.

        Penjaminan Pemerintah adalah Penjaminan Infrastruktur yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan bersama- sama dengan badan usaha penjaminan infrastruktur.

        42.

        Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat BUPI adalah badan usaha yang didirikan oleh pemerintah pusat dan diberikan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Pemerintah serta telah diberikan modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        43.

        Perjanjian Penjaminan Pemerintah adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban Menteri Keuangan dengan BUPI yang bersama-sama bertindak selaku penjamin atas Risiko Infrastruktur berdasarkan jenis risiko yang sama atas pembagian nilai jaminan atau berdasarkan jenis risiko yang berbeda, dengan penerima jaminan, dalam rangka Penjaminan Pemerintah.

        44.

        Risiko Infrastruktur adalah peristiwa yang mungkin terjadi pada proyek kerja sama selama berlakunya Perjanjian KPBU IKN yang dapat memengaruhi secara negatif investasi Badan Usaha Pelaksana dan/atau badan usaha yang meliputi ekuitas dan pinjaman dari pihak ketiga.

        45.

        Penerima Jaminan adalah Badan Usaha Pelaksana yang menjadi pihak dalam Perjanjian KPBU IKN.

        46.

        Regres adalah hak penjamin untuk menagih PJPK atas apa yang telah dibayarkan kepada Penerima Jaminan dalam rangka memenuhi kewajiban finansial PJPK dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut ( time value of money ).

        47.

        Pembayaran Ketersediaan Layanan ( Availability Payment) yang selanjutnya disebut Availability Payment adalah pembayaran secara berkala oleh PJPK kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya Layanan yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU IKN.

        48.

        Dana Availability Payment adalah dana yang disediakan oleh PJPK sesuai dengan prinsip untuk tidak membagi risiko penerimaan proyek dengan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka pelaksanaan Availability Payment sesuai Perjanjian KPBU IKN.

        49.

        Komitmen Pelaksanaan Pembayaran Availability Payment adalah surat yang berisi pernyataan mengenai komitmen PJPK untuk memastikan tersedianya Dana Availability Payment selama berlakunya kewajiban pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU IKN.

        50.

        Penyedia Pembiayaan Infrastruktur adalah badan yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara di lingkungan Kementerian Keuangan dan lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan investasi.

        51.

        Menteri adalah Menteri Keuangan.

        Thumbnail
        PEMBAYARAN KEMBALI | BARANG KENA PAJAK
        142/PMK.02/2013

        Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Pengusaha Panas ...

        • Ditetapkan: 18 Okt 2013
        • Diundangkan: 18 Okt 2013

        Relevan terhadap

        MenimbangTutup
        a.

        bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal mempunyai tugas untuk menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;

        b.

        bahwa berdasarkan Kontrak Operasi Bersama dan/atau Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan- pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 209/KMK.04/1998 diatur bahwa Pengusaha Panas Bumi yang telah menyetor bagian Pemerintah, terhadap Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar oleh Pengusaha Panas Bumi tersebut dikembalikan kepada Pengusaha Panas Bumi;

        c.

        bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Kembali ( Reimbursement ) Pajak Pertambahan Nilai atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha Panas Bumi Untuk Pembangkitan Energi/Listrik;

        • 1
        • ...
        • 19
        • 20
        • 21
        • ...
        • 72