Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Tata Cara Pemberian dan Pelaksanaan Jaminan Pemerintah atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung Dari Lembaga Keuangan Internasional Kep ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Jaminan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Lembaga Keuangan Internasional yang memberikan pinjaman langsung kepada Badan U saha Milik Negara berdasarkan perjanjian pinjaman.
Pinjaman Langsung adalah fasilitas pembiayaan infrastruktur yang berbentuk pinjaman yang disediakan oleh Lembaga Keuangan Internasional secara langsung kepada Badan U saha Milik Negara Infrastruktur dan /a tau Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara berdasarkan perjanjian pmJaman yang syarat dan ketentuannya setara dengan pinjaman Pemerintah Pusat.
Penerima Jaminan adalah Lembaga Keuangan Internasional yang memberikan Pinjaman Langsung kepada Badan Usaha Milik Negara/Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara.
Terjamin adalah Badan Usaha Milik Negara/Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara yang menerima Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional.
Lembaga Keuangan Internasional adalah lembaga keuangan multilateral dan lembaga keuangan negara yang memiliki hubungan diplomatik dalam rangka kerja sama bilateral, yang menyediakan Pinjaman Langsung.
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan mengenai Badan U saha Milik Negara.
Perjanjian Pinjaman adalah perjanjian tertulis yang dibuat dan ditandatangani oleh Lembaga Keuangan Internasional selaku kreditor dan Badan Usaha Milik Negara dan/atau Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara selaku debitor dalam rangka pembiayaan infrastruktur. t MEf\JTERI l-\EUAf\IC/\f\J FlEPUl3LI!\ INOOf\JEʦ31A 8. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Milik Negara adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Infrastruktur.
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur adalah BUMN yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Di Bidang Penjaminan Infrastruktur. lQ. Pembiayaan Infrastruktur adalah pembiayaan dalam rangka Penyediaan Infrastruktur.
Penyediaan Infrastruktur adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka penyediaan sarana dan/atau prasarana untuk pelayanan publik yang bermanfaat besar terhadap masyarakat dan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam lingkup nasional maupun daerah.
Kelayakan Ekonomi adalah kelayakan Proyek Infrastruktur yang disimpulkan berdasarkan manfaat ekonomi dari ketersediaan infrastruktur kepada masyarakat.
Kelayakan Finansial adalah kelayakan Proyek Infrastruktur yang disimpulkan berdasarkan adanya kemampuan dari Proyek Infrastruktur untuk menghasilkan pemasukan yang dapat mengembalikan secara penuh biaya yang telah dikeluarkan.
Proyek Infrastruktur adalah adalah proyek yang dilaksanakan oleh BUMN dalam rangka Penyediaan Infrastruktur.
Kemampuan Membayar adalah kemampuan Badan Usaha Milik Negara untuk dapat membayar kembali kewajiban finansial yang timbul berdasarkan Perjanjian Pinjaman.
Batas Maksimal Penjaminan adalah nilai maksimal yang diperkenankan untuk penerbitan jaminan terhadap pinjaman-pinjaman yang diusulkan memperoleh jaminan pada tahun tertentu. t MEi\JH: : HI f\LUAl'JG/-\hl FlFF'lJl1UI\ INDOf\JC31A 17. Pemohon Jaminan yang selanjutnya disebut Pemohon adalah BUMN yang memenuhi kriteria untuk untuk diberikan Jaminan Pemerintah berdasarkan peraturan ini, yang mengajukan Permohonan Jaminan.
Permohonan Jaminan adalah surat yang disampaikan kepada Menteri Keuangan oleh BUMN yang memenuhi kriteria untuk diberikan Jaminan Pemerintah berdasarkan peraturan ini, yang pada pokoknya berisi permintaan agar Menteri Keuangan dapat memberikan Jaminan Pemerintah terhadap Pinjaman Langsung yang sedang diusahakan untuk diperoleh oleh BUMN yang bersangkutan.
Surat Pernyataan Berminat adalah surat yang memuat keterangan mengenai minat untuk menyediakan Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional.
Penjamin adalah Menteri Keuangan yang bertindak atas · nama Pemerintah Pusat.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden clan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tata Cara Pelaksanaan Pembayaran Kegiatan yang Dibiayai Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap as et SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Surat Berharga Syariah Negara Berbasis Proyek (Project Based Sukuk) yang selanjutnya disebut SBSN adalah sumber pendanaan melalui penerbitan SBSN untuk membiayai kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan se bagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Pembiayaan Pendahuluan atas Kegiatan yang Dibiayai Dengan SBSN yang selanjutnya disebut Pembiayaan Pendahuluan adalah pembayaran atas beban rupiah murni pada rekening bendahara um urn negara/ rekening kas umum negara atau rekening yang ditunjuk, yang dilakukan terlebih dahulu dalam rangka pelaksanaan kegiatan/proyek yang dibiayai melalui SBSN sebelum diterbitkan SBSN.
Rekening Khusus adalah rekening pemerintah yang dibuka Menteri Keuangan pada Bank Indonesia atau bank yang ditunjuk untuk menampung dan menyalurkan dana hasil penerbitan SBSN.
Rekening Khusus SBSN yang selanjutnya disingkat Reksus SBSN adalah rekening yang dibuka oleh Menteii Keuangan pada Bank Indonesia atau bank umum syariah untuk menampung dan menyalurkan dana hasil penerbitan SBSN.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penenmaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan Jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN adalah Bank Umum Syariah yang ditetapkan sebagai pengelola dana Reksus SBSN oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Giro Mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah yang diatur dalam perJanJian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN.
Akad mudharabah dalam pengelolaan Reksus SBSN adalah akad kerja sama usaha antara Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN untuk melakukan kegiatan usaha dimana laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil berbasis pendapatan (revenue sharing) sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. 1 7. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/bendahara pengeluaran.
Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan uang persediaan.
Surat Perintah Membayar Tambahan Uang yang selanjutnya disingkat SPM-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan TUP.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM dengan membebani DIPA, yang dananya dipergunakan untuk menggantikan UP yang telah dipakai.
Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disingkat SPM-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM sebagai pertanggungjawaban uang persediaan yang membebani DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat J enderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Um urn Negara untuk melaksanakan fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat dengan DJPPR adalah unit Eselon I di Kementerian Keuangan yang bertugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pinjaman, hibah, surat berharga negara, dan risiko keuangan sesuai dengan keten tu an perundang-undangan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Dirjen PPR adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat dengan DJPb adalah eselon satu di Kementerian Keuangan yang bertugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidan y pelaksanaan anngaran, pengelolaan kas dan investasi, pembinaan pengelolaan keuangan badan layanan umum, dan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Direktur Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Dirjen Perbendaharaan adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan perbendaharaan.
Surat Pemberitahuan Pembebanan SBSN yang selanjutnya disingkat SPB SBSN adalah surat pemberitahuan telah dibebankan belanja pada rupiah murni yang akan diganti dengan penerbitan SBSN yang diterbitkan KPPN berdasarkan SP2D atas belanja yang sumber dananya berasal dari SBSN.
Periode Akhir Tahun Anggaran yang selanjutnya disingkat Periode Akhir TA adalah waktu penyediaan dana un tuk penggantian beban APBN yang dibiayai melalui SBSN yang dilakukan setelah berakhirnya jadwal waktu penerbitan (lelang SBSN) pada setiap tahun.
Reklasifikasi adalah proses pengelompokkan kembali satu transaksi keuangan baik penenmaan maupun pengeluaran dari satu kodefikasi akun ke dalam kodefikasi akun lain yang sesuai untuk tujuan keakuratan data laporan.
Cash Management System Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat CMS BUS adalah sistem informasi yang memuat data mutasi dana pada Reksus SBSN di Bank Umum Syariah Pengelola Reksus SBSN secara online-real time melalui sarana elektronik.
Dashboard BIG-eB adalah sarana elektronik yang disediakan oleh Bank Indonesia untuk Kementerian Keuangan dalam rangka memonitor saldo, memonitor mutasi rekening, mencetak laporan, mengunduh (download) data rekening, melakukan tata usaha pengguna, dan melakukan transaksi secara elektronik dan on-line.
Modul Informasi Realisasi SBSN adalah menu pada online monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang menginformasikan nilai realisasi, nilai potongan SPM dan SP2D GU Nihil atas seluruh pengeluaran dengan sumber dana SBSN
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Pena ...
Relevan terhadap
bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia ( World Health Organization ) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, serta kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat;
bahwa implikasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial ( social safety net ), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak;
bahwa implikasi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik, sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi ( forward looking ) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c untuk mengatasi kegentingan yang memaksa, Presiden sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan pada tanggal 31 Maret 2020;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu membentuk Undang- Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang;
Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun Anggaran 2020
Relevan terhadap
Pengeluaran negara atas beban DIPA Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) pada akhir tahun anggaran 2020 meliputi :
Pengeluaran negara atas beban DIPA BA BUN Tahun Anggaran 2020 yang dapat dibayarkan sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2020;
Pengeluaran negara . atas beban DIPA BA BUN Tahun Anggaran 2021 yang diproses sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2020; dan
Pe ngeluaran negara atas beban DIPA BA BUN Tahun Anggaran 2020 yang disahkan pada Tahun Anggaran 2021.
Pengeluaran negara atas beban DIPA BA BUN Tahun An gga ran 2020 yang dibayarkan sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2020 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a m e liputi:
Pe mbayaran Pokok, Bunga, dan Kewajiban Lainnya Utang Dalam Negeri/Luar Negeri;
Be lanja Subsidi/ Public Service Obligation (PSO);
Belanja Hibah dan Kewajiban Lainnya atas Hibah Luar Negeri;
Belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
Pembayaran Penjaminan Pemerintah;
Pe ng e luaran Kerjasama Internasional;
Pe ng e luaran Perjanjian Hukum Internasional;
Pe mb e rian Pinjaman Pemerintah;
Penerusan Pinjaman; J. Penerusan Hihah;
Investasi Pemerintah;
Penempatan Dana Reboisasi ke dalam Rekening Pembangunan Hutan;
Belc; i_nja Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
Su.bsidi Bunga/Subsidi Margin Program PEN;
Subsidi Bunga/Subsidi Margin Kredit Usaha Rakyat (KUR); dan
Pengeluaran lainnya atas beban DIPA BA BUN selain yang dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf o. (3) Pengeluaran negara atas beban DIPA BA BUN Tahun Anggaran 2021 yang diproses sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2020 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
Belanja Dana Alokasi Umum (DAU);
Belanja Pensiun;
Pembayaran Pokok, Bunga, dan Kewajiban Lainnya Utang Dalam Negeri; dan
Pembayaran Pokok, Bunga, dan Kewajiban Lainnya Utang Luar Negeri. (4) Pengeluaran negara atas beban DIPA BA BUN Tahun Anggaran 2020 yang disahkan pada Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi pengesahan atas SPM untuk transaksi BM-DTP dan P-DTP dan SPM untuk transaksi pengesahan belanja modal dan penerimaan pembiayaan atas Pengadaan Tanah Bagi Proyek Strategis Nasional oleh lembaga manajemen aset negara. (5) Pengesahan pengeluaran negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh KPPN Jakarta II. (6) Pembayaran pengeluaran negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf m, dilakukan berdasarkan tagihan dari BPJS Kesehatan atas perkiraan jumlah luran Jaminan Kesehatan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan · Pekerja (BP) yang mendapat manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III dengan status Peserta Aktif pada bulan Desember 2020.
Pembayaran pengeluaran negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf n, dilakukan berdasarkan tagihan dari Penyalur Kredit/Pembiayaan atas perkiraan jumlah subsidi bunga/ subsidi margin program PEN pada bulan Desember 2020.
Pembayaran pengeluaran negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf o untuk pembayaran :
subsidi bunga/ subsidi margin KUR bulan Desember 2020 ditagihkan pada tahun anggaran berikutnya sebagai tunggakan atas tagihan subsidi bunga/ subsidi margin KUR tahun 2020.
subsidi bunga/ subsidi margin KUR Super Mikro dan Tambahan subsidi bunga/ subsidi margin KUR, dilakukan berdasarkan tagihan dari Penyalur Kredit/Pembiayaan atas perkiraan subsidi bunga/ subsidi margin KUR Super Mikro dan Tambahan subsidi bunga/ subsidi margin KUR pada bulan Desember 2020.
Pembayaran pengeluaran negara sebagaimana climaksucl pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung (LS).
Tata cara pencairan dana APBN atas beban Bagian Anggaran BUN yang menurut ketentuan clapat clilakukan melalui mekanisme uang persecliaan berpecloman pacla peraturan perunclang-unclangan.
Tata Cara Penyaluran Hibah kepada Daerah
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYALURAN HIBAH KEPADA DAERAH. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah otonom sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang 2. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 4. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota. 5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. 7. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang. dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 8. Hibah kepada Daerah yang selanjutnya disebut Hibah adalah pemberian dalam bentuk uang dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. 9. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 10. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah Bagian Anggaran yang tidak dikelompokkan dalam Bagian Anggaran kementerian negara/lembaga. 11. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 12. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor Daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 13. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang 14.
berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN. Kementerian Teknis (Executing Agency) yang selanjutnya disingkat EA adalah kementerian negara/lembaga pemerintah nonkementerian yang menjadi penanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan kegiatan/program. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan se bagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat J enderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah yang selanjutnya disingkat KPPN KPH adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab secara administratif kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan bertanggungjawab secara fungsional kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sen tral. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah pusat dari pemberi PLN yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disingkat HLN adalah HLN sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Perjanjian Hibah Daerah yang selanjutnya disingkat PHD adalah kesepakatan tertulis mengenai hibah antara pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam perjanjian.
Perjanjian Penerusan Hibah yang selanjutnya disingkat PPH adalah kesepakatan tertulis antara pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam perjanjian mengenai penerusan hibah dari pemberi pinjaman dan/atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah. 24. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut Aplikasi OM-SPAN adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka memonitoring transaksi dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan yang diakses melalui jaringan berbasis web. 25. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan dari pengguna dana yang menyatakan bahwa pengguna dana bertanggung jawab secara formal dan material kepada kuasa pengguna anggaran atas kegiatan yang dibiayai dengan dana tersebut. 26. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. 27. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 28. Surat Penarikan Dana (withdrawal application)- Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut SPD-PL adalah dokumen yang ditandatangani oleh KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagai dasar bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan, KPPN, atau KPPN KPH dalam mengajukan permintaan pembayaran kepada pemberi PLN atau HLN. 29. Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN KPH selaku kuasa BUN, yang fungsinya dipersamakan sebagai SPM/SP2D, kepada satuan kerja untuk dibukukan/ disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan PLN atau HLN melalui tata cara pembayaran langsung. Pasal 2 (1) Dalam APBN telah dialokasikan belanja Hibah pada sub BA BUN TKD (999.05). (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
penerimaan dalam negeri;
PLN; dan/atau C. HLN. (3) Tata cara pengalokasian dan penganggaran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 (1) Besaran alokasi Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan perubahan. (2) Perubahan besaran alokasi Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh EA kepada Menteri c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. (3) Usulan perubahan besaran alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu dibahas antara Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan EA. (4) Hasil pembahasan se bagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. (5) Berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan perubahan besaran alokasi Hibah melalui revisi anggaran. (6) Tata cara perubahan besaran alokasi Hibah melalui revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 4 (1) Dalam rangka penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri selaku BUN pengelola TKD menetapkan:
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pemimpin PPA BUN pengelola TKD;
Direktur Dana Transfer Khusus sebagai KPA BUN pengelola dana transfer khusus;
Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai koordinator KPA BUN penyaluran TKD; dan
Kepala KPPN Jakarta I sebagai KPA BUN penyaluran dana transfer khusus. (2) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN pengelola dana transfer khusus. (3) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berhalangan, Menteri menunjuk pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN Jakarta I se bagai pelaksana tugas KPA BUN penyaluran dana transfer khusus. (4) Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN pengelola dana transfer khusus dan/atau KPA BUN penyaluran dana transfer khusus:
tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; atau
masih terisi namun pejabat definitifyang ditetapkan sebagai KPA BUN pengelola dana transfer khusus dan/atau KPA BUN penyaluran dana transfer khusus tidak dapat melaksanakan tugas. (5) Pejabat pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN definitif. (6) Penunjukan:
Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan/atau
pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN Jakarta I sebagai pelaksana tugas KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berakhir dalam hal Direktur Dana Transfer Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN Jakarta I se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d telah terisi kembali oleh pejabat definitif dan/atau dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPA BUN. (7) Pemimpin PPA BUN pengelola TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN pengelola dana transfer khusus kepada Menteri. (8) Penggantian KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 5 (1) Dalam rangka penyaluran dana Hibah, KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menyusun RKA Satker BUN TKD untuk Hibah beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;
menyampaikan RKA Satker BUN TKD untuk Hibah beserta dokumen pendukung kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu;
menandatangani RKA Satker BUN TKD untuk Hibah yang sudah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya ke pemimpin PPA BUN pengelola TKD;
menyusun DIPA induk/DIPA petikan BUN TKD untuk Hibah dan perubahannya berdasarkan daftar hasil penelaahan RKA Satker BUN TKD untuk Hibah dan perubahannya;
menyusun dan menyampaikan rekomendasi penyaluran Hibah, pengenaan sanksi pemotongan, penundaan, penghentian penyaluran dan/atau penyaluran kembali Hibah kepada KPA BUN penyaluran dana transfer khusus; dan
menyusun dan menyampaikan dokumen syarat penyaluran sebagai lampiran rekomendasi penyaluran Hibah kepada KPA BUN penyaluran dana transfer khusus. (2) Koordinator KPA BUN penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menyampaikan laporan realisasi penyaluran Hibah kepada PPA BUN pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN;
menyusun proyeksi penyaluran Hibah sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melalui aplikasi cash planning information _network; _ dan c. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN pengelola TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM;
melakukan verifikasi atas rekomendasi permintaan penyaluran Hibah;
melaksanakan penyaluran dan/atau penyaluran kembali Hi bah berdasarkan rekomendasi penyaluran yang diterbitkan oleh KPA BUN pengelola dana transfer khusus untuk Hibah;
menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Hibah kepada PPA BUN pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN penyaluran TKD;
melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja penyaluran Hibah melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu bendahara umum negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran Hibah sampai dengan akhir tahun kepada koordinator KPA BUN penyaluran TKD;
menyusun rencana penarikan dana Hibah; dan
melakukan penatausahaan dokumen yang berkaitan dengan penyaluran Hibah. Pasal 6 Pemimpin PPA BUN pengelola TKD, KPA BUN pengelola dana transfer khusus, koordinator KPA BUN penyaluran TKD dan KPA BUN penyaluran dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak bertanggung jawab secara formal dan materiil atas penggunaan dana Hibah oleh Pemerintah Daerah. Pasal 7 (1) Penyaluran Hi bah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme APBN dan APBD. (2) Penyaluran Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dilaksanakan melalui tata cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. (3) Penyaluran Hi bah yang bersumber dari PLN dan/atau HLN dilaksanakan melalui:
pembayaran langsung; dan/atau
rekening khusus. (4) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap sesuai dengan capaian kinerja. (5) Pemerintah Daerah harus menyediakan dana pendamping a tau kewajiban lain sepanJang dipersyaratkan dalam PHD/PPH. (6) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak dapat menyediakan dana pendamping atau kewajiban lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5), penyaluran dana Hibah tidak dilakukan. (7) Penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Aplikasi OM-SPAN. Pasal 8 (1) Penyaluran Hi bah dilakukan berdasarkan surat permintaan penyaluran Hibah dari Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus. (2) Dalam hal Hibah diteruskan kepada badan usaha milik Daerah, surat permintaan penyaluran Hibah diajukan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus. (3) Surat permintaan penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilampiri dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
SPTJM;
surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA;
surat kuasa dalam hal dikuasakan; dan
dokumen lain yang dipersyaratkan dalam PHD/PPH. (4) Tata cara penerbitan surat pertimbangan/rekomendasi penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, mengacu pada petunjuk teknis / pelaksanaan Hibah yang ditetapkan oleh EA. Pasal 9 (1) Penyaluran Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan melalui penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dari Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3). (2) Penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Aplikasi OM-SPAN. (3) Dalam hal penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat dilakukan melalui Aplikasi OM-SPAN, Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah menyampaikan surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen pendukung berupa hardcopy dan/atau softcopy dalam bentuk file Portable Document Format (PDF). (4) Berdasarkan surat permintaan penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN pengelola dana transfer khusus melakukan verifikasi atas kelengkapan dokumen permintaan penyaluran Hibah dan kesesuaian nilai permintaan penyaluran Hi bah dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA. (5) Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan bahwa:
dokumen permintaan penyaluran Hibah telah lengkap; dan
nilai permintaan penyaluran Hibah telah sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN pengelola dana transfer khusus menyampaikan rekomendasi penyaluran Hibah, surat permintaan penyaluran Hibah, dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melalui koordinator KPA BUN penyaluran TKD. (6) Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan bahwa:
dokumen permintaan penyaluran Hibah tidak lengkap; dan/atau
nilai permintaan penyaluran Hibah tidak sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN pengelola dana transfer khusus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah untuk melakukan perbaikan. (7) Rekomendasi penyaluran Hibah, surat permintaan penyaluran Hibah, dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan melalui aplikasi persuratan internal Kementerian Keuangan dan Aplikasi OM-SPAN. (8) KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melakukan verifikasi atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), surat permintaan penyaluran Hibah, dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (9) Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan bahwa:
rekomendasi penyaluran Hibah dapat diproses lebih lanjut;
dokumen permintaan penyaluran Hibah telah lengkap; dan
nilai permintaan penyaluran Hibah telah sesuai dengan surat pertim bangan / rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menerbitkan surat permintaan pembayaran dan SPM. (10) Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan bahwa:
rekomendasi penyaluran Hibah tidak dapat diproses lebih lanjut;
dokumen permintaan penyaluran Hibah tidak lengkap; dan/atau
nilai permintaan penyaluran Hibah tidak sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menyampaikan pemberitahuan kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus untuk melakukan perbaikan. (11) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diajukan kepada KPPN Jakarta I dan dijadikan dasar penerbitan SP2D untuk pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. (12) Tata cara penerbitan surat permintaan pembayaran, SPM, dan SP2D berpedoman pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pencairan anggaran pendapatan dan belanja negara bagian atas BA BUN pada KPPN. Pasal 10 (1) Penyaluran Hibah yang bersumber dari PLN dan/atau HLN yang dilaksanakan melalui pembayaran langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dilakukan melalui penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dari Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus dilampiri dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3). (2) Penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Aplikasi OM-SPAN. (3) Dalam hal penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat dilakukan melalui Aplikasi OM-SPAN, Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah menyampaikan surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen (4) (5) (6) (7) (8) (9) pendukung berupa hardcopy dan/ a tau softcopy dalam bentuk file Portable Document Format (PDF). Berdasarkan surat permintaan penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN pengelola dana transfer khusus melakukan verifikasi atas kelengkapan dokumen permintaan penyaluran Hibah dan kesesuaian nilai permintaan penyaluran Hibah dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA. Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan bahwa:
dokumen permintaan penyaluran Hibah telah lengkap; dan
nilai permintaan penyaluran Hibah telah sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN pengelola dana transfer khusus menyampaikan rekomendasi penyaluran Hibah, surat permintaan penyaluran Hibah, dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melalui koordinator KPA BUN penyaluran TKD. Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan bahwa:
dokumen permintaan penyaluran Hibah tidak lengkap; dan/atau
nilai permintaan penyaluran Hibah tidak sesuai dengan surat pertimbangan/rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN pengelola dana transfer khusus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah untuk melakukan perbaikan. Rekomendasi penyaluran Hibah, surat permintaan penyaluran Hibah, dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan melalui aplikasi persuratan internal Kementerian Keuangan dan Aplikasi OM-SPAN. KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melakukan verifikasi atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), surat permintaan penyaluran Hibah, dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan bahwa:
rekomendasi penyaluran Hibah dapat diproses lebih lanjut;
dokumen permintaan penyaluran Hibah telah lengkap; dan
nilai permintaan penyaluran Hibah telah sesuai dengan surat pertimbangan/rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menerbitkan SPD-PL dan menyampaikan kepada KPPN KPH.
Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan bahwa:
rekomendasi penyaluran Hibah tidak dapat diproses lebih lanjut;
dokumen permintaan penyaluran Hibah tidak lengkap; dan/atau
nilai permintaan penyaluran Hibah tidak sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menyampaikan pemberitahuan kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus untuk melakukan perbaikan. (11) Mekanisme penyaluran Hibah melalui pembayaran langsung termasuk penerbitan SP3 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara penarikan PLN dan/atau HLN. (12) Setelah dilaksanakan penyaluran Hi bah dengan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (11), KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menerbitkan dan menyampaikan salinan SP3 atas Hibah yang diterbitkan oleh KPPN KPH kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus. (13) KPA BUN pengelola dana transfer khusus dapat menyampaikan salinan SP3 yang diterima dari KPA BUN penyaluran dana transfer khusus kepada Pemerintah Daerah untuk keperluan pencatatan dan pelaporan Hibah dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah. Pasal 11 (1) Penyaluran Hibah yang bersumber dari PLN dan/atau HLN yang dilaksanakan melalui rekening khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b dilakukan melalui penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dari Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus dilampiri dengan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3). (2) Penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Aplikasi OM-SPAN. (3) Dalam hal penyampaian surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat dilakukan melalui Aplikasi OM-SPAN, Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah menyampaikan surat permintaan penyaluran Hibah dan dokumen pendukung berupa hardcopy dan/atau softcopy dalam bentukfile Portable Document Format (PDF). (4) Berdasarkan surat permintaan penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN pengelola dana transfer khusus melakukan verifikasi atas kelengkapan dokumen permintaan penyaluran Hibah dan kesesuaian nilai permintaan penyaluran Hi bah dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA. (5) Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan bahwa:
dokumen permintaan penyaluran Hibah telah lengkap; dan/atau
nilai permintaan penyaluran Hibah telah sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN pengelola dana transfer khusus menyampaikan rekomendasi penyaluran Hibah, surat permintaan penyaluran Hibah, dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melalui koordinator KPA BUN penyaluran TKD. (6) Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan bahwa:
dokumen permintaan penyaluran Hibah tidak lengkap; dan/atau
nilai permintaan penyaluran Hibah tidak sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN pengelola dana transfer khusus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah untuk melakukan perbaikan. (7) Rekomendasi penyaluran Hibah dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan melalui aplikasi persuratan internal Kementerian Keuangan dan Aplikasi OM-SPAN. (8) KPA BUN penyaluran dana transfer khusus melakukan verifikasi atas rekomendasi se bagaimana dimaksud pada ayat (5), surat permintaan penyaluran Hibah, dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (9) Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan bahwa:
rekomendasi penyaluran Hibah dapat diproses lebih lanjut;
dokumen permintaan penyaluran Hibah telah lengkap; dan
nilai permintaan penyaluran Hibah telah sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menerbitkan surat permintaan pembayaran dan SPM. (10) Dalam hal berdasarkan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan bahwa:
rekomendasi penyaluran Hibah tidak dapat diproses lebih lanjut;
dokumen permintaan penyaluran Hibah tidak lengkap; dan/atau
nilai permintaan penyaluran Hibah tidak sesuai dengan surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hibah dari EA, KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menyampaikan pemberitahuan kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus untuk melakukan perbaikan. (11) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diajukan kepada KPPN Jakarta I. (12) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditujukan untuk penyaluran Hibah melalui mekanisme pembayaran langsung dari rekening khusus ke RKUD atau rekening penyedia barang/jasa sesuai dengan PHD/PPH. (13) Mekanisme penyaluran Hibah melalui rekening khusus dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara penarikan PLN dan/atau HLN. (14) KPA BUN penyaluran dana transfer khusus menyampaikan daftar SP2D Rekening Khusus secara elektronik kepada KPA BUN pengelola dana transfer khusus. Pasal 12 Tata cara penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Hibah dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKD. Pasal 13 Ketentuan mengenai format:
surat permintaan penyaluran Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
SPTJM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) hurufa;dan c. surat pertimbangan/ rekomendasi penyaluran Hi bah dari EA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) hurufb, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 14 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyaluran Hibah kepada Daerah Tahun Anggaran 2023 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 793), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 15 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, dan Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA, PENGGUNAAN, DAN PENYALURAN DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2025. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 3. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 5. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. 7. Dana Desa adalah bagian dari transfer ke daerah yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 8. Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. 9. Alokasi Afirmasi adalah adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. 10. Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik. 11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 12. Indeks Kesulitan Geografis Desa yang selanjutnya disebut IKG Desa adalah angka yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis suatu Desa berdasarkan variabel ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, dan komunikasi. 13. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. 14. Bantuan Langsung Tunai Desa yang selanjutnya disebut BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga penerima manfaat di Desa yang bersumber dari Dana Desa. 15. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut Aplikasi OM-SPAN TKD adalah aplikasi yang digunakan untuk penyaluran belanja transfer dan menyediakan informasi untuk monitoring transaksi dan kebutuhan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diakses melalui jaringan berbasis web. Pasal 2 Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
pengalokasian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025;
penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2025; dan
penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025. BAB II PENGALOKASIAN DANA DESA SETIAP DESA Pasal 3 (1) Dana Desa tahun anggaran 2025 ditetapkan sebesar Rp71.000.000.000.000,00 (tujuh puluh satu triliun rupiah), yang terdiri atas:
sebesar Rp69.000.000.000.000,00 (enam puluh sembilan triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan berdasarkan formula; dan
sebesar Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) pengalokasiannya dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagai insentif Desa dan/atau melaksanakan kebijakan Pemerintah. (2) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dialokasikan kepada setiap Desa dengan ketentuan sebagai berikut:
Alokasi Dasar sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp44.849.889.580.000,00 (empat puluh empat triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus delapan puluh sembilan juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah);
Alokasi Afirmasi sebesar 1% (satu persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp689.991.928.000,00 (enam ratus delapan puluh sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh satu juta sembilan ratus dua puluh delapan ribu rupiah);
Alokasi Kinerja sebesar 4% (empat persen) dari anggaran Dana Desa atau sebesar Rp2.759.904.462.000,00 (dua triliun tujuh ratus lima puluh sembilan miliar sembilan ratus empat juta empat ratus enam puluh dua ribu rupiah); dan
Alokasi Formula sebesar 30% (tiga puluh persen) dari anggaran Dana Desa dan ditambahkan dengan selisih lebih hasil penghitungan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, dan Alokasi Kinerja yang tidak terbagi habis untuk setiap Desa atau sebesar Rp20.700.214.030.000,00 (dua puluh triliun tujuh ratus miliar dua ratus empat belas juta tiga puluh ribu rupiah).
Insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dialokasikan berdasarkan kriteria tertentu. Pasal 4 (1) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dibagikan secara proporsional kepada setiap Desa berdasarkan klaster Desa. (2) Klaster Desa dalam Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi menjadi 7 (tujuh) klaster berdasarkan jumlah penduduk. Pasal 5 (1) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dibagikan kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. (2) Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan formula penghitungan Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa. (3) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1 (satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dihitung sebesar 1,1 (satu koma satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) terdiri atas:
Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal sebesar Rp113.830.000,00 (seratus tiga belas juta delapan ratus tiga puluh ribu rupiah); dan
Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal sebesar Rp125.213.000,00 (seratus dua puluh lima juta dua ratus tiga belas ribu rupiah). (6) Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Desa yang berada pada kelompok Desa di desil 3 (tiga) sampai dengan desil 10 (sepuluh) dari jumlah penduduk miskin ekstrem berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 6 (1) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik. (2) Penetapan jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap kabupaten/kota dilakukan berdasarkan proporsi jumlah Desa pada kabupaten/kota. (3) Penetapan Desa dengan kinerja terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinilai berdasarkan:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. Pasal 7 Kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a merupakan kriteria untuk Desa yang:
telah menerima penyaluran Dana Desa tahap I yang ditentukan penggunaannya pada tahun anggaran 2024;
memiliki rasio sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran 2023 terhadap pagu Dana Desa tahun anggaran 2023 tidak melebihi 30% (tiga puluh persen); dan
tidak terdapat penyalahgunaan keuangan Desa tahun anggaran 2024 sampai dengan batas waktu penghitungan rincian Dana Desa tahun anggaran 2025. Pasal 8 (1) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b terdiri atas:
indikator wajib; dan/atau
indikator tambahan. (2) Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori dengan bobot, yaitu:
pengelolaan keuangan Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:
perubahan rasio pendapatan asli Desa terhadap total pendapatan APBDes dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
status operasional badan usaha milik Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen);
pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 20% (dua puluh persen), terdiri atas:
persentase anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya terhadap total Dana Desa dengan bobot 60% (enam puluh persen); dan
persentase pelaksanaan kegiatan Dana Desa secara swakelola dengan bobot 40% (empat puluh persen);
capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran 2023 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen), terdiri atas:
persentase realisasi penyerapan Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
persentase capaian keluaran Dana Desa dengan bobot 50% (lima puluh persen); dan
capaian hasil pembangunan Desa tahun anggaran 2024 dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen), terdiri atas:
status Desa indeks Desa membangun terakhir dengan bobot 65% (enam puluh lima persen); dan
perbaikan jumlah penduduk miskin ekstrem Desa dengan bobot 35% (tiga puluh lima persen). (3) Indikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelompokkan menjadi:
indikator tambahan minimal; dan
indikator tambahan opsional. (4) Indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
pengiriman data APBDes tahun anggaran 2024;
keberadaan peraturan Desa mengenai rencana pembangunan jangka menengah Desa terakhir; dan
keberadaan peraturan Desa mengenai rencana kerja Pemerintah Desa dan perubahannya tahun anggaran 2024. (5) Indikator tambahan opsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdiri atas:
pengiriman data laporan realisasi APBDes bulan Desember tahun anggaran 2023;
pengiriman laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa bulan Desember tahun anggaran 2023;
keberadaan dokumen rencana anggaran kas Desa pada tahun anggaran 2024;
ketersediaan infografis atau media informasi lainnya mengenai APBDes tahun anggaran 2024;
ketersediaan data dan/atau dokumen barang milik Desa;
implementasi cash management system pada sistem pengelolaan keuangan Desa;
implementasi sistem keuangan Desa secara online pada pengelolaan keuangan Desa;
ketersediaan kartu skor Desa konvergensi layanan stunting tahun anggaran 2023 melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal;
persentase anak tidak sekolah untuk tingkat dasar/setara tahun anggaran 2023;
Desa memiliki program pengelolaan sampah yang aktif;
persentase perangkat Desa perempuan terhadap total perangkat Desa;
keterwakilan perempuan di badan permusyawaratan Desa;
omset badan usaha milik Desa tahun anggaran 2023; dan/atau
Pemerintah Desa memiliki website atau media sosial yang dimutakhirkan minimal 3 (tiga) bulan terakhir. Pasal 9 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan kriteria kinerja berupa indikator wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). (2) Kabupaten/kota dapat melakukan penilaian kinerja Desa berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dan kriteria kinerja berupa indikator tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (3) Kabupaten/kota wajib melakukan penilaian indikator tambahan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dalam hal kabupaten/kota melakukan penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Bobot hasil penilaian kinerja Desa oleh kabupaten/kota dalam penilaian indikator tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari total penilaian kinerja Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:
kabupaten/kota yang tidak memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator, tidak diberikan bobot penilaian;
kabupaten/kota yang hanya memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 10% (sepuluh persen); dan
kabupaten/kota yang memenuhi indikator tambahan minimal sebanyak 3 (tiga) indikator dan indikator tambahan opsional sebanyak 1 (satu) sampai dengan 14 (empat belas) indikator, diberikan bobot penilaian sebesar 10% (sepuluh persen) ditambah 20% (dua puluh persen) yang dibagi secara proporsional menyesuaikan dengan jumlah indikator tambahan opsional yang memenuhi. (5) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penggabungan atas hasil penilaian kinerja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (6) Dalam hal sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri mengenai pengelolaan Dana Desa kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa pada aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (7) Besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa ditetapkan sebesar 1,25 (satu koma dua lima) kali dari besaran Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa. (8) Alokasi Kinerja setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terdiri atas:
Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa sebesar Rp258.510.000,00 (dua ratus lima puluh delapan juta lima ratus sepuluh ribu rupiah); dan
Alokasi Kinerja setiap Desa untuk kabupaten/kota yang tidak melakukan penilaian indikator tambahan kinerja Desa sebesar Rp206.808.000,00 (dua ratus enam juta delapan ratus delapan ribu rupiah). Pasal 10 (1) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan indikator sebagai berikut:
jumlah penduduk dengan bobot 31% (tiga puluh satu persen);
angka kemiskinan Desa dengan bobot 20% (dua puluh persen);
luas wilayah Desa dengan bobot 10% (sepuluh persen); dan
tingkat kesulitan geografis dengan bobot 39% (tiga puluh sembilan persen). (2) Besaran Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan Alokasi Formula. (3) Dalam hal hasil penghitungan Alokasi Formula setiap Desa tidak terbagi habis, sisa penghitungan Alokasi Formula diberikan kepada Desa yang mendapat Dana Desa terkecil. Pasal 11 (1) Hasil penghitungan alokasi Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10, menjadi dasar penetapan rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025. (2) Rincian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Pemerintah Desa untuk menganggarkan Dana Desa dalam APBDes, penjabaran APBDes, perubahan APBDes, dan/atau perubahan penjabaran APBDes tahun anggaran 2025 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 Sumber data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10, sebagai berikut:
data jumlah Desa, data nama, kode Desa, dan data jumlah penduduk menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
data status Desa menggunakan data indeks Desa membangun bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal;
data angka kemiskinan Desa menggunakan data jumlah penduduk miskin Desa berdasarkan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem yang ditetapkan oleh kementerian koordinator yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan;
data tingkat kesulitan geografis Desa menggunakan data IKG Desa bersumber dari badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik;
data luas wilayah Desa menggunakan data yang bersumber dari badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial;
data APBDes menggunakan data yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal dan aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara; dan
data kinerja penyerapan dan capaian keluaran __ Dana Desa menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 13 (1) Data jumlah Desa, data nama, dan kode Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yakni sebanyak 75.265 (tujuh puluh lima ribu dua ratus enam puluh lima) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (2) Dana Desa dialokasikan kepada 75.259 (tujuh puluh lima ribu dua ratus lima puluh sembilan) Desa di 434 (empat ratus tiga puluh empat) kabupaten/kota. (3) Berdasarkan jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terdapat selisih sebanyak 6 (enam) Desa yang merupakan Desa:
terindikasi tidak memenuhi kriteria Desa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK; atau
tidak bersedia menerima Dana Desa. (4) Kriteria Desa berdasarkan laporan hasil BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
eksistensi wilayah Desa sudah tidak ada;
Desa tidak berpenghuni;
tidak terdapat kegiatan pemerintahan Desa; dan/atau
tidak terdapat penyaluran Dana Desa minimal 3 (tiga) tahun berturut-turut. Pasal 14 (1) Kriteria tertentu untuk insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berupa:
kriteria utama; dan
kriteria kinerja. (2) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
Desa bebas dari korupsi pada semester I tahun anggaran 2025;
Desa telah menerima penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025; dan
Desa menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025. (3) Pemenuhan anggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c minimal sebesar 40% (empat puluh persen) dari anggaran Dana Desa. (4) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
kinerja Pemerintah Desa, meliputi:
kinerja keuangan dan pembangunan Desa; dan
tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa; dan/atau
penghargaan Desa dari kementerian/lembaga. (5) Kriteria kinerja keuangan dan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:
peningkatan nilai indeks Desa membangun atau indeks Desa lainnya dari tahun 2024 ke tahun 2025 dengan bobot 15% (lima belas persen);
kinerja penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025 dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan
kinerja realisasi konsolidasi belanja APBDes semester II terhadap anggaran tahun anggaran 2024 dengan bobot 15% (lima belas persen). (6) Kriteria tata kelola keuangan dan akuntabilitas keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 terdiri atas dan memiliki bobot sebagai berikut:
ketersediaan laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 dengan bobot 10% (sepuluh persen);
ketersediaan APBDes tahun anggaran 2025 dengan bobot 25% (dua puluh lima persen);
kelengkapan penyampaian laporan realisasi APBDes tahun anggaran 2025 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen);
kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa tahun anggaran 2024 untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember dengan bobot 5% (lima persen); dan
kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa tahun anggaran 2025 untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei dengan bobot 5% (lima persen). Pasal 15 (1) Sumber data dalam pengalokasian insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sampai dengan ayat (6), sebagai berikut:
data nama dan kode Desa menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa atas penetapan kepala Desa dan/atau Bendahara Desa sebagai tersangka penyalahgunaan keuangan Desa kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada semester I tahun anggaran 2025 dari bupati/wali kota;
data Desa sudah salur Dana Desa tahap I tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data Desa yang menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data nilai indeks Desa membangun atau indeks Desa lainnya tahun 2024 dan tahun 2025 menggunakan data yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan Desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal atau kementerian/lembaga terkait;
data kinerja penyaluran Dana Desa tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri;
data perubahan APBDes tahun anggaran 2024 dan APBDes tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan realisasi APBDes untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa untuk bulan Juni sampai dengan bulan Desember tahun anggaran 2024 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kelengkapan penyampaian laporan daftar transaksi harian belanja Desa dan rekapitulasi transaksi harian belanja Desa untuk bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun anggaran 2025 menggunakan data yang bersumber dari aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara;
data kinerja realisasi belanja terhadap anggaran APBDes semester II tahun anggaran 2024 pada laporan konsolidasi realisasi APBDes menggunakan data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri; dan
data penghargaan dari kementerian/lembaga bersumber dari kementerian/lembaga terkait. (2) Dalam hal periode tahun data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, digunakan data periode tahun sebelumnya. Pasal 16 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berdasarkan kriteria utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). (2) Insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik. (3) Penetapan jumlah Desa per kabupaten/kota penerima insentif Desa ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah Desa per kabupaten/kota. (4) Peringkat Desa per kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah hasil perkalian antara nilai indikator dengan bobot masing-masing indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) dan ayat (6). (5) Desa penerima insentif Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa merupakan Desa yang mendapatkan peringkat tertinggi sesuai dengan jumlah penerima alokasi untuk setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Insentif Desa untuk kategori kinerja Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibagikan kepada setiap Desa berdasarkan kelengkapan data APBDes tahun anggaran 2025 yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes semester II tahun anggaran 2024 yang disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri. (7) Besaran alokasi insentif Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan berdasarkan kelengkapan data APBDes dan/atau laporan konsolidasi realisasi APBDes dengan perhitungan bobot sebagai berikut:
Desa yang tidak mengirimkan APBDes dan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,00 (satu koma nol nol);
Desa yang hanya mengirimkan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,10 (satu koma satu nol);
Desa yang hanya mengirimkan data APBDes mendapatkan bobot 1,15 (satu koma satu lima); dan
Desa yang mengirimkan data APBDes dan laporan konsolidasi mendapatkan bobot 1,20 (satu koma dua nol). (8) Besaran alokasi insentif Desa setiap Desa untuk kategori penghargaan kementerian/lembaga ditetapkan dengan besaran alokasi tertentu. (9) Dalam hal penghitungan insentif Desa berdasarkan besaran alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) terdapat sisa hasil penghitungan, sisa hasil penghitungan tersebut dibagikan kepada seluruh Desa penerima insentif Desa pada kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi insentif Desa terkecil. BAB III PENGGUNAAN Pasal 17 (1) Dana Desa diutamakan penggunaannya untuk mendukung:
penanganan kemiskinan ekstrem dengan penggunaan Dana Desa paling tinggi 15% (lima belas persen) dari anggaran Dana Desa untuk BLT Desa dengan target keluarga penerima manfaat dapat menggunakan data Pemerintah sebagai acuan;
penguatan Desa yang adaptif terhadap perubahan iklim;
peningkatan promosi dan penyediaan layanan dasar kesehatan skala Desa termasuk stunting ;
dukungan program ketahanan pangan;
pengembangan potensi dan keunggulan Desa;
pemanfaatan teknologi dan informasi untuk percepatan implementasi Desa digital;
pembangunan berbasis padat karya tunai dan penggunaan bahan baku lokal; dan/atau
program sektor prioritas lainnya di Desa. (2) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g merupakan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional dan bersifat ditentukan penggunaannya. (3) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h bersifat tidak ditentukan penggunaannya. (4) Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk mendanai program sektor prioritas lainnya di Desa sesuai dengan potensi dan karakteristik Desa. (5) Dana Desa dapat digunakan untuk dana operasional Pemerintah Desa paling banyak 3% (tiga persen) dari pagu Dana Desa setiap Desa. (6) Dalam hal Pemerintah Desa menerima insentif Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Pemerintah Desa menganggarkan dan melaksanakan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 18 (1) Calon keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a diprioritaskan untuk keluarga miskin yang berdomisili di Desa bersangkutan berdasarkan data yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Data yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan keluarga desil 1 (satu) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal Desa tidak memiliki data keluarga miskin yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa dari keluarga yang terdaftar dalam keluarga desil 2 (dua) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (4) Dalam hal Desa tidak memiliki data keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), kepala Desa dapat menetapkan calon keluarga penerima manfaat BLT Desa berdasarkan kriteria sebagai berikut:
kehilangan mata pencaharian;
mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis dan/atau difabel;
tidak menerima bantuan sosial program keluarga harapan;
rumah tangga dengan anggota tunggal lanjut usia; dan/atau
perempuan kepala keluarga dari keluarga miskin. (5) Keluarga penerima manfaat bantuan sosial program keluarga harapan yang terdaftar dalam keluarga desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dapat diusulkan untuk ditetapkan menjadi keluarga penerima manfaat BLT Desa. (6) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memiliki data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati/wali kota dapat menyampaikan surat permintaan data tersebut kepada kementerian koordinator yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan. Pasal 19 (1) Bupati/wali kota menyampaikan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (6) dan data kemiskinan lainnya kepada kepala Desa. (2) Dalam hal terdapat keluarga miskin yang tidak terdaftar dalam desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, kepala Desa dapat menetapkan tambahan keluarga penerima manfaat BLT Desa di luar desil 1 (satu) sampai dengan desil 4 (empat) data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. (3) Dalam hal data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) tidak tersedia, kepala Desa dapat menggunakan data kemiskinan ekstrem lainnya yang bersumber dari kementerian/lembaga/Pemerintah Daerah. (4) Dalam hal data keluarga miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) dianggap sudah mampu, kepala Desa dapat mengeluarkan keluarga miskin tersebut dari calon keluarga penerima manfaat BLT Desa. (5) Daftar keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (5) dan Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa.
Keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) minimal memuat:
nama dan alamat keluarga penerima manfaat;
rincian keluarga penerima manfaat berdasarkan jenis kelompok pekerjaan;
jumlah keluarga penerima manfaat; dan
sumber data yang dijadikan acuan keluarga penerima manfaat. Pasal 20 (1) Besaran BLT Desa ditetapkan sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per bulan untuk bulan pertama sampai dengan bulan kedua belas per keluarga penerima manfaat. (2) Pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat dilaksanakan setiap bulan mulai bulan Januari atau dapat dibayarkan paling banyak untuk 3 (tiga) bulan secara sekaligus. (3) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat yang telah menerima pembayaran BLT Desa untuk setiap bulan kepada bupati/wali kota. (4) Bupati/wali kota melakukan perekaman realisasi pembayaran BLT Desa kepada keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada Aplikasi OM- SPAN TKD. (5) Dalam hal kebutuhan pembayaran BLT Desa lebih besar dari kebutuhan BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (6) Pembayaran atas selisih kekurangan BLT Desa menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak melebihi batas maksimal sebesar 15% (lima belas persen) dari anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a. (7) Dalam hal terdapat penurunan dan/atau penambahan jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penurunan dan/atau penambahan tersebut ditetapkan dalam keputusan kepala Desa berdasarkan hasil musyawarah Desa. Pasal 21 (1) Kepala Desa melakukan pembayaran BLT Desa sesuai dengan perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7). (2) Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk BLT Desa yang tidak dibayarkan kepada keluarga penerima manfaat akibat perubahan daftar jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7), dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf h.
Kepala Desa menyampaikan laporan penggunaan atas pendanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada bupati/wali kota. (4) Dalam hal perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) berbeda dengan perekaman awal jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa, bupati/wali kota memberikan penjelasan perbedaan dimaksud pada Aplikasi OM-SPAN TKD. (5) Bupati/wali kota mengunggah dokumen perubahan keputusan kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (7) pada Aplikasi OM-SPAN TKD. Pasal 22 (1) Dalam hal terjadi penurunan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), selisih lebih Dana Desa tersebut dapat digunakan untuk mendanai kegiatan prioritas Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (2) Dalam hal terjadi kenaikan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dalam perubahan APBDes untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), selisih kekurangan tersebut dapat menggunakan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3). (3) Kepala Desa menyampaikan perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada bupati/wali kota. (4) Bupati/wali kota mengunggah perubahan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada Aplikasi OM-SPAN TKD. BAB IV PENYALURAN Pasal 23 (1) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a terdiri atas penyaluran:
Dana Desa yang ditentukan penggunaannya; dan
Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 24 (1) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni; dan
tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April.
Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara penyaluran dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan menerima persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (3) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I berupa:
APBDes;
surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan
keputusan kepala Desa mengenai penetapan keluarga penerima manfaat BLT Desa, dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa; dan
tahap II berupa:
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen). Pasal 25 (1) APBDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 1 terdiri atas:
peraturan Desa mengenai APBDes yang disampaikan dalam bentuk pindai format dokumen portabel; dan
arsip data komputer yang dihasilkan dari aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis elektronik. (2) APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (3) Dalam hal Desa belum menggunakan aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, APBDes direkam secara manual melalui aplikasi yang disediakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (4) Dalam hal Desa tidak menganggarkan Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Desa tetap menyampaikan APBDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. (6) Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a, bupati/wali kota melakukan:
perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) termasuk perekaman jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa;
perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2024; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. (7) Perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b meliputi:
perekaman realisasi Dana Desa untuk ketahanan pangan dan hewani tahun anggaran 2024 dalam hal Desa menganggarkan program ketahanan pangan dan hewani tahun anggaran 2024;
perekaman realisasi Dana Desa untuk stunting tahun anggaran 2024 dalam hal Desa menganggarkan program pencegahan dan penurunan stunting tahun anggaran 2024; dan
perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan kedua belas dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2024. (8) Desa dapat melakukan perekaman keluarga penerima manfaat kurang dari 12 (dua belas) bulan sesuai dengan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c disebabkan:
hanya menerima penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran 2024, Desa wajib menyampaikan laporan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat minimal 3 (tiga) bulan kepada bupati/wali kota; dan/atau
terdapat pengurangan keluarga penerima manfaat, Desa menyampaikan laporan realisasi jumlah keluarga penerima manfaat bulan kesatu sampai dengan bulan yang telah disalurkan kepada bupati/wali kota. (9) Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b, bupati/wali kota melakukan:
perekaman realisasi jumlah keluarga penerima manfaat BLT Desa tahun anggaran 2025 minimal 3 (tiga) bulan dalam hal Desa menganggarkan BLT Desa tahun anggaran 2025; dan
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN TKD. Pasal 26 (1) Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) dan ayat (9) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
tahap I paling lambat tanggal 15 Juni 2025; dan
batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun.
Bupati/wali kota bertanggungjawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD. (3) Dalam hal tanggal 15 Juni 2025 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, dokumen persyaratan penyaluran diterima paling lambat pada hari kerja berikutnya. Pasal 27 (1) Penyampaian persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) disampaikan oleh bupati/wali kota kepada kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara penyaluran dana desa, insentif, otonomi khusus, dan keistimewaan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota. (3) Persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 2 dan angka 3, dan huruf b, serta surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk dokumen digital ( softcopy ). (4) Penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dapat disalurkan bersamaan dengan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sepanjang telah memenuhi dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a dan perekaman dan penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6). (5) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan Dana Desa. Pasal 28 (1) Untuk penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), kepala Desa menyampaikan persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a angka 1 dan angka 3, dan huruf b kepada bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (2) Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 29 Ketentuan mengenai:
klaster Desa dalam Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
formula penghitungan Alokasi Afirmasi untuk setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
proporsi jumlah Desa penerima Alokasi Kinerja pada setiap Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
formula penghitungan Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);
rincian Dana Desa setiap Desa tahun anggaran 2025 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b; dan
format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan klaster, proporsi, formula, dan ketentuan teknis penghitungan Dana Desa sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) mulai berlaku pada tanggal Peraturan Menteri ini diundangkan. Pasal 31 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Ditandatangani secara elektronik
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman ...
Relevan terhadap
Dalam dengan: Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud Menetapkan 1 1. Penyelenggaraan 1 Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Lingkungan Hunian adalah bagian dari Kawasan Permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. Permukiman adalah bagian dari Lingkungan Hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari Permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. 2 3 4 5 6 7 Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Hunian Berimbang adalah Perumahan atau Lingkungan Hunian yang dibangun secara berimbang antara Rumah sederhana, Rumah menengah, dan Rumah mewah. Dana Konversi adalah dana yang berupa dana kelola atau dana hibah yang diperoleh dari pelaku pembangunan sebagai alternatif kewajiban pembangunan Rumah sederhana bersubsidi dalam pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang yang dihitung berdasarkan rumus perhitungan konversi. Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut Sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara Setiap Orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta jual beli. Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan notaris. 8 9 10. 11 12. Pemasaran 12. Pemasaran adalah kegiatan yang direncanakan pelaku pembangunan untuk memperkenalkan, menawarkan, menentukan harga, dan menyebarluaskan informasi mengenai Rumah atau Perumahan dan satuan Rumah susun atau Rumah susun yang dilakukan oleh pelaku pembangunan pada saat sebelum atau dalam proses sebelum penandatanganan ppJB. 13. Prasarana adalah kelengkapan dasar Iisik Lingkungan Hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. 14. Sarana adalah fasilitas dalam Lingkungan Hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. 15. Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan Lingkungan Hunian. 16. Rencana Kawasan Permukiman yang selanjutnya disebut RKP adalah dokumen rencana sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan Lingkungan Hunian di perkotaan dan perdesaan serta tempat kegiatan pendukung yang dituangkan dalam rencana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 17. Rencana Pembangunan dan pengembangan Perumahan yang selanjutnya disebut Rp3 adalah dokumen rencana sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan penyediaan perumahan beserta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan sebagai bagian dari perwujudan pemanfaatan tata ruang yang mengacu pada RKp.
Rencana 18. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari rencana tata ruang wilayah provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah kabupatenf kota, rencana pola rLlang wilayah kabupatenfkota, penetapan kawasan strategis kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupatenfkota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. 19. Rencana Detail Tata Ruang KabupatenlKotayang selanjutnya disebut RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. 20. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap bloklzona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 21. Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. 22. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta Sarana dan Prasarana yang tidak memenuhi syarat. 23. Kawasan Siap Bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan Lingkungan Hunian skala besar sesuai dengan rencana tata rlrang.
Lingkungan 24. Lingkungan Siap Bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, Sarana, dan Utilitai Umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan Perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari Kasiba sesuai dengan rencana rinci tata ruang. 25. Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai'dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingah pembangunan perumahan dan Permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat. 26. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat Permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 27. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 28. Perencanaan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses perencanaan Lingkungan Hunian perkotaan, Lingkungan Hunian perdesaan, tempat pendukung kegiatan, Permukiman, Perumahan, Rumah, dan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk menghasilkan dokumen RKp. 29. Pembangunan perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses untuk mewujudkan perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan RKp melalui pelaksanaan konstruksi.
Pemanfaatan 30. Pemanfaatan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses untuk memanfaatkan Perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan rencana yang ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. 31. Pengendalian Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses untuk mewujudkan tertib Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman yang dilaksanakan pada tahap perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan. 32. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. 33. Persetujuan Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung. 34. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau Badan Hukum. 35. Masyarakat adalah orang perseorangan yang kegiatannya di bidang perumahan dan Kawasan Permukiman, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman. 36. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman.
Masyarakat 2 37. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disebut MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh Rumah. 38. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 39. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 40. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Penjualan Surat Utang Negara di Pasar Perdana Domestik dengan Cara Private Placement
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Utang Negara, yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang merupakan surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai masa berlakunya.
Surat Perbendaharaan Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerin tahan di bi dang keuangan Negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Pasar Perdana Domestik adalah penjualan SUN yang dilakukan di wilayah Indonesia untuk pertama kali.
Penjualan SUN dengan cara Private Placement adalah transaksi SUN yang dilakukan oleh Pemerintah dengan Pihak secara bilateral, dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SUN sesuai kesepakatan.
Pihak adalah orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asmg dimanapun mereka bertempat tinggal, perusahaan atau usaha bersama baik Indonesia maupun asing yang didirikan atau bertempat kedudukan di wilayah Republik Indonesia, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Layanan Umum di bawah pembinaan Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, dan/atau Dealer Utama.
Residen adalah orang perseorangan warga negara Indonesia dimanapun mereka bertempat tinggal, perusahaan atau usaha bersama baik Indonesia ataupun asing yang didirikan a tau bertempat kedudukan di wilayah Republik Indonesia, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Badan Penyelenggara J aminan Sosial, Badan U saha Milik Negara dan/atau Badan Layanan Umum di bawah pembinaan Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, dan/atau Dealer Utama.
Bank Indonesia adalah badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. t 11. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan .
Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2009.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial baik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan maupun Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Badan Usaha Milik Negara di bawah pembinaan Kementerian Keuangan yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang pembinaannya berada di bawah Kementerian Keuangan.
Badan Layanan Umum di bawah pembinaan Kementerian Keuangan yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tan pa mengutamakan mencan keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, yang pembinaannya berada di bawah Kementerian Keuangan.
Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerin tahan daerah se bagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. t 17. Dealer Utama adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk Menteri sebagai dealer utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Dealer Utama.
Penawaran Pembelian SUN adalah pengajuan penawaran pembelian SUN di Pasar Perdana Domestik dengan cara Private Placement kepada Pemerintah oleh Bank Indonesia, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah dan/atau Dealer Utama .
Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SUN yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SUN.
Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan dan/atau Pe ...
Relevan terhadap
Pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e, yaitu pemotongan PPh atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap berupa:
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
royalti;
hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2);
imbalan sehubungan dengan jasa yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Instansi Pemerintah tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas:
penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank;
sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
imbalan sehubungan dengan jasa pengangkutan/ekspedisi yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang PPh;
imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang PPh; dan/atau
penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak yang dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain, yang telah dilegalisasi oleh KPP yang menerbitkan Surat Keterangan Bebas dimaksud.
Pedoman teknis mengenai penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Angka VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.