Susunan Organisasi, Personalia, dan Mekanisme Kerja Lembaga Permodalan Kewirausahaan Pemuda.
Relevan terhadap
Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, LPKP mempunyai tugas:
menyusun rencana dan program kegiatan;
melakukan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan bantuan permodalan Wirausaha Muda Pemula;
melakukan pendataan sumber dana permodalan;
memfasilitasi penyaluranpermodalanbagiWirausahaMudaPemula;
melakukan penilaian terhadap kelayakan usaha WirausahaMudaPemula;
menyiapkan panduan bimbingan teknis di bidang manajemen keuangan;
mengusulkan WirausahaMudaPemulauntuk mendapatkan permodalan dari lembaga permodalan;
melakukan kerjasama dan kemitraan dengan kementerian/lembaga,dunia usaha, lembaga permodalan usaha, dan inkubator bisnis;dan i. melaksanakan monitoring dan evaluasi.
LPKP memberikan fasilitas akses permodalan sampai Wirausaha Muda Pemulalayak memperoleh permodalan dari lembaga permodalan.
Pembinaan dan pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Relevan terhadap 1 lainnya
Presiden memberikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah yang mencapai peringkat kinerja tertinggi ^secara nasional dalam penyelenggaraan Pemcrintahan Daerah. Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dibcrikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap ^indeks dan peringkat kinerja ^penyclenggaraan ^Pemcrintahan Daerah. Indeks dan peringkat kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun setiap tahun oleh Menteri. Pcmberian pcnghargaan kepada Pemerintah ^Daerah dilaksanakan scsuai dengan ketentuan Peraturan pcrundang-undangan. Bagian Ketiga Fasilitasi Khusus Pasal 32 Jika hasil evaluasi pcnyelcnggaraan Pemerintahan Daerah mcmbuktikan daerah berkinerja rendah:
Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan pembinaan secara berkoordinasi terhadap pcnyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah provinsi; dan
gubernur sebagai wakil Pcmerintah Pusat melakukan pembinaan tcrhadap pcnyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
(2) Jika .
Jika pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) telah dilakukan dan daerah tidak menunjukkan perbaikan kinerja serta penyelenggaraan urusan pcmcrintahan tcrtcntu yang telah dibina tersebut tidal< bcrpotcnsi merugikan kepentingan umum secara ^meluas atau tidak berpotensi merugikan sebagian ^besar masyarakat di daerah yang bersangkutan:
Menteri melakukan fasilitasi khusus terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ^provinsi, setelah berkoordinasi dengan menteri ^teknis/kepala lembaga pcmcrintah nonkemcnterian terkait; ^atau b. gubernur sebagai wakil Pemerintah ^Pusat melakukan fasilitasi khusus terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/ kota, setelah meminta pertimbangan ^Menteri. (3) Fasilitasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayal ^(21 dilakukan untuk pcrbaikan atau ^pcnyempurnaan pcnyelenggaraan Pemcrintahan Daerah, berupa:
ketcrlibatan secara langsung dalam ^perumusan dan pcngarahan pelaksanaan kebijakan;
advokasi dan pengkajian urusEln ^pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah;
analisis kemungkinan dampak urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kcwcnangan daerah;
pilihan tindakan pengurangan risiko urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah;
alokasi aparatur sipil negara yang tersedia untuk melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah; dan
bcntuk fasilitasi khusus lainnya sesuai dengan kctentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 33 .
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c ru PRESIO€N REPUBLIK INOONESIA - 11 - Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "kebijakan daerah" termasuk didalamnya pelaksanaan peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan keputusan kepala daerah. Huruf i Cukup ^jelas. Hurufj Cukup ^jelas. Ayat (s) Pengawasan teknis yang dilakukan oleh mcntcri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, misalnya di bidang pendidikan antara lain pelaLihan guru, penelitian dan pengembangan kurikulum lokal, dan konsultasi akreditasi guru. Ayat (4) Cukup ^jclas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "belum mampu melakukan pcngawasan umum dan teknis" dibuktikan dengan surat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada Menteri. Yang dimaksud dengan "tidak melakukan pengawasan umum dan teknis" dibuktikan dengan laporan hasil pemantauan dan/atau evaluasi dari Kementerian. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (l l) Yang dimaksud dengan ^ureviu" adalah penelaahan ulang buktibukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan "monitorint' adalah proses penilaian kcmajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Yang. "riTtt'oot5.r,o -13- Yang dimaksud dengan 'evaluasi' adatah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mcncapai tujuan. Yang dimaksud dengan "pemeriksaan" adalah proscs identifrkasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan kcandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Ayat (12) APIP dalam ketentuan ini termasuk aparatur pengawas yzrng berasal dari inspektorat jenderal Kementerian dan inspektorat ^jenderal kementerian teknis/lembaga pemerintah nonkemcnterian yang melakukan pengawasan umum dan tcknis pada perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah:
provinsi, dilaksanakan oleh:
Menteri, untuk pengawasan umum; dan
mcnteri tcknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, untuk pengawasan tcknis;
kabupaten/kota, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk pengawasan umum dan teknis. Pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a angka 1 dan huruf b meliputi:
pemba#an urusan pemerintahan;
kelembagaan daerah;
kepegawaian pada Perangkat Daerah;
keuangan daerah;
pembangunan daerah;
pelayanan publik di daerah;
kerja sama daerah;
kebijakan daerah;
kepala daerah dan DPRD; dan
bentuk pengawasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a ar: g)<a 2 dilakukan terhadap teknis pelaksanaan substansi urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah provinsi dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap teknis pelaksanaan substansi urusan pemcrintahan yang diserahkan ke daerah kabupatcn/ kota.
(3) (4) Pcngau'asan (41 PRE S ID EN REPUBLIK INDONESIA _ ll _ Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
capaian standar pelayanan minimal atas pelayanan dasar;
ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan termasuk ketaatan pelalsanaan norna, standar, prosedur, dan kriteria, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren;
dampak pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah; dan
akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren di daerah. Selain melakukan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi, Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemcrintah nonkemcnterian sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengawasan yang menjadi tugas gubernrrl sslagai wakil Pemerintah Pusat. Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dibantu oleh perangkat gubernur 5c!ag,ai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan. (71 Dalam hal melakukan pengawasan scbagaimana dimaksud pada ayat (l), gubernur sebagai wakil Pemcrintah Pusat: (s) (6) a. belum . #p a. belum mampu melakukan pengawasan umum dan teknis, Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian berdasarkan permintaan bantuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melalukan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangan masing-masing; atau
tidak melakukan pengawasan umum dan teknis, Menteri dan menteri teknis/ kepala lembaga pemerintah nonkementerian berdasarkan telaahan hasil pembinaan dan pengawasan melakukan Pcngawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangan masing- masing. (8) Mentcri teknis dan kepala lembaga pemcrintah nonkementerian dalam melakukan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ar,gka 2, ayat (5), dan ayat (7) sesuai dengan kewenangan masing- masing berkoordinasi dengan Menteri. (9) Dalam hal melaksanakan kewenangan pengawasan umum terdapat keterkaitan dengan kewenangan pengawasan teknis, Menteri mengadakan koordinasi dengan menteri teknis/kepala lembaga pcmerintah nonkementerian. (lO) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) dilakukan dalam aspck perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pclaksanaan, pelaporan, dan cvaluasi. (11) Pengawasan umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (71 dilakukan dalam bentuk reviu, monitoring, evaluasi, pemeriksaan, dan bentuk pengawasan lainnya.
Pengawasan BAB IV TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Kesatu Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan (12) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dilaksanakan oleh APIP sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Pasal 1l Menteri mengoordinasikan Pembinaan dan Pcngawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara nasional. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) dilakukan terhadap aspek perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pelaksanaErn, pelaporan, dan evaluasi. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan seluruh kcmenterian teknis, lembaga pemerintah nonkemcnterian, dan Pemerintah Daerah. Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (21, dan ayat (3) dilaksanakan oleh Menteri, kementerian teknis, lembaga pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Dacrah. Bagian Kedua Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Pasal 12 (1) Menteri mengoordinasikan perencanaan pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan pemerintahan Daerah dalam bentuk perencanaan:
Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah S (Iima) tahunan; dan (l) (2) (3) (4t b. Pembinaan PR E S IDEN REPUBLIK INOONESIA -L4- b. Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan. (2) Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 5 (lirna) tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
prioritas Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; dan
sasaran dan target Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (3) Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan 5slagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b, meliputi:
fokus Pembinaan dan Pcngawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang disusun bcrbasis prioritas dan risiko;
sasaran Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Dacrah; dan
jadwal pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (4) Pcrencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 5 (lima) tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri dengan mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah nasional. (5) Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyclenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan paling lambat akhir bulan April setiap tahun oleh Menteri berdasarkan masukan dari menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian dan kepala daerah.
Perencanaan (6)
Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral
Relevan terhadap
Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "bencana nasional" merupakan peristiwa atau rangkaian penst1wa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Yang dimaksud dengan "badan penanggulangan bencana" merupakan badan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menampung, menyalurkan dan/ a tau mengelola sumbangan yang berkaitan dengan bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana. Huruf b Yang dimaksud dengan "penelitian" merupakan kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran a tau ketidakbenaran suatu asumsi dan/ a tau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk penelitian di bidang seni dan budaya. Yang dimaksud dengan "pengembangan" merupakan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi. Yang dimaksud dengan "lembaga penelitian dan pengembangan" merupakan lembaga yang didirikan dengan tujuan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia termasuk perguruan tinggi terakreditasi sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf c PRES I DEN Yang dimaksud dengan "fasilitas pendidikan" adalah sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk kegiatan pendidikan termasuk pendidikan kepramukaan, olahraga, dan program pendidikan di bidang seni dan budaya nasional. Yang dimaksud dengan "lembaga pendidikan" adalah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, termasuk pendidikan olahraga, seni, dan/atau budaya, baik pendidikan dasar dan menengah yang terdaftar pada dinas pendidikan maupun perguruan tinggi terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf d Yang dimaksud dengan "lembaga pembinaan olahraga" adalah organisasi olahraga yang membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan suatu a tau gabungan organisasi cabang/ jenis olahraga prestasi. Yang dimaksud dengan "olahraga prestasi" adalah olahraga yang membina dan mengembangkan atlit secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2017.
Relevan terhadap
Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran meliputi Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah termasuk pergeseran . rincian anggarannya, pergeseran anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap, dan revisi administrasi.
Revisi Anggaran pada Direktorat J enderal Anggaran diproses melalui penelaahan atau tanpa melalui penelahaan.
Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran yang memerlukan penelaahan meliputi:
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah termasuk perubahan rinciannya, terdiri atas:
perubahan Anggaran Belanja Yang Bersumber Dari PNBP, tidak termasuk revisi terkait dengan Satker Badan Layanan Umum;
percepatan penarikan PHLN dan/atau PHDN, termasuk Pemberian Pinjaman;
penambahan hibah luar negeri atau hibah dalam negeri terencana yang diterima oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan setelah Undang- Undang mengenai APBN atau Undang-Undang mengenai APBN Perubahan ditetapkan dan kegiatannya dilaksanakan oleh Kernen terian / Lem baga; 4 . pengurangan alokasi pinjaman proyek termasuk pengurangan alokasi Pemberian Pinjaman, pengurangan alokasi hibah luar negeri dan dalam negeri terencana termasuk hibah luar negen atau hibah dalam negen yang diterushibahkan, dan/atau pmJaman yang di teruspin j amkan;
lanjutan pelaksanaan Kegiatan/ proyek yang dananya bersumber dari sisa dana penerbitan SBSN yang tidak terserap pada tahun sebelumnya; 6 . perubahan anggaran Kegiatan Kementerian/ Lembaga yang sumber dananya berasal dari pinjaman atau hibah luar negeri sebagai akibat dari penyesuaian kurs;
tambahan alokasi anggaran belanja pegawai sebagai akibat dari selisih kurs;
penambahan alokasi anggaran pembayaran kewajiban utang; 9 . penambahan alokasi anggaran Subsidi Energi;
penambahan alokasi anggaran pembayaran cicilan pokok utang; 1 1 . penambahan alokasi anggaran dalam rangka PMN; 1 2 . perubahan Pagu Anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah; dan/atau
perubahan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
pergeseran anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap, terdiri atas: 1 . pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang sama atau antar Program dalam 1 (satu) bagian anggaran untuk memenuhi kebutuhan Ineligible Expenditure atas Kegiatan yang dibiayai dari pinjaman clan/ atau hibah luar negeri; 2 . pergeseran anggaran Bagian Anggaran 999 .08 (BA BUN Pengelola Belanja Lainnya) ke BA K/ L;
pergeseran anggaran antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN) ;
pergeseran anggaran Bagian Anggaran 999. 08 (BA BUN Pengelola Belanja Lainnya) ke BA K/ L atau antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN) terkait dengan pemberian penghargaan clan pengenaan sanksi a tas pelaksanaan anggaran belan j a Kernen terian / Lem baga clan/ a tau pem bayaran kurang salur Transfer ke Daerah clan Dana Desa sebagai dampak dari kebijakan penghematan clan/ atau pemotongan anggaran clan kurang salur subsidi;
pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari PNBP yang berasal dari instansi penghasil; 6 . pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda atau antar Program dalam 1 (satu) Bagian Anggaran yang bersumber dari rupiah murni dalam rangka memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;
pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian sisa kewajiban pembayaran Kegiatan/ proyek yang dibiayai melalui SBSN yang melewati tahun anggaran sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan clan Pembangunan;
pergeseran anggaran antara Program lama clan Program baru dalam rangka penyelesaian administrasi DIPA sepanjang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat; 9 . pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang sama dalam rangka penyediaan dana untuk penyelesaian restrukturisasi Kernen terian / Lem bag a; 1 0. pergeseran anggaran belanja Kementerian/ Lembaga dalam 1 (satu) Program dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs; 1 1 . pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun-tahun sebelumnya; 1 2 . pergeseran anggaran pembayaran kewajiban utang sebagai dampak dari perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang; 1 3 . pergeseran anggaran dalam 1 (satu) provinsi/ kabupaten/kota yang sama atau antar provinsi/ kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama; 1 4 . pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) provinsi atau antar provinsi untuk Kegiatan dalam rangka dekonsentrasi; 1 5 . pergeseran anggaran antar kewenangan untuk Kegiatan dalam rangka tugas pembantuan dan urusan bersama, dan/atau dekonsentrasi;
pergeseran anggaran dalam rangka pembukaan kantor baru; 1 7. pergeseran anggaran dalam rangka penanggulangan bencana; 1 8. pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ( inkracht); 1 9 . pergeseran anggaran Kegiatan kontrak tahun jamak dalam rangka rekomposisi pendanaan antar tahun; 20. pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program sepanjang pergeseran anggaran merupakan Sisa Anggaran Kontraktual atau Sisa Anggaran Swakelola un tuk mendanai priori tas nasional yang dananya belum dialokasikan dalam DIPA tahun berkenaan namun sasaran kinerjanya telah tercantum dalam RKP tahun berkenaan dan/atau Renja K/ L tahun berkenaan; 2 1 . pemenuhan kewajiban negara sebagai akibat dari keikutsertaan sebagai anggota organisasi internasional;
penggunaan angaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN;
perubahan/penambahan cara penarikan PHLN/ PHDN, termasuk Pemberian Pinjaman;
perubahan rincian yang dituangkan dalam RKA-K/ L dan DIPA terkait penghapusan/ peru bah an/ pen can tliman halaman IV DIPA; ca ta tan 25. penghapusan/perubahan/pencantuman dalam catatan dalam halaman IV DIPA terkait dengan penggunaan dana Keluaran (Output) cadangan dan/atau terkait dengan BA BUN yang masih memerlukan penelaahan dan/atau harus dilengkapi dokumen terkait;
penggunaan dana Keluaran (Output) cadangan;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama atau antar Program dalam 1 (satu) bagian anggaran dalam rangka mcmenuhi penyelesaian Kegiatan yang ditunda sebagai akibat kebijakan penghematan anggaran tahun 20 16;
perubahan prioritas penggunaan anggaran yang berdampak pada perubahan volume Keluaran (Output) dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Mfa/ 29 .
3 1 . Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda; perubahan rumusan sasaran kinerja dalam database RKA-K/ L DIPA; perubahan anggaran sebagai akibat dari Perubahan atas APBN Tahun Anggaran 20 1 7; dan/atau perubahan anggaran sebagai akibat dari peru bah an a tas Ke bij akan Priori tas Pemerin tah Yang Telah Ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN atau Undang-Undang mengenai APBN Perubahan, termasuk perubahan anggaran se bagai aki bat dari ke bij akan penghematan dan/atau pemotongan anggaran.
Revisi Anggaran pada Direktorat J enderal Anggaran yang tidak memerlukan penelaahan meliputi:
perubahan anggaran belanja Pemerintah Pusat berupa pagu untuk pengesahan belanja yang bersumber dari pinjaman/ hibah luar negeri yang telah closing date;
Revisi Anggaran dalam hal pagu tetap dalam rangka pengesahan yang dilakukan dengan pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Keluaran (Output) yang sama atau antar Keluaran (Output), dalam 1 (satu) Kegiatan yang sama atau antar Kegiatan, antar Satker, antar lokasi, dan/atau antar kewenangan dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda;
penghapusan/perubahan/pencantuman ca ta tan dalam halaman IV DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e.
ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara berupa perubahan kantor bayar pada wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda sepanjang DIPA belum direalisasikan; Mftv e. ralat kode kewenangan;
ralat kode bagian anggaran dan/atau Satker;
ralat volume, jenis, dan satuan Keluaran (Output) yang berbeda antara RKA-K/ L dan Rencana Kerja Pemerintah atau hasil kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah;
revisi administrasi yang disebabkan oleh perubahan rumusan yang tidak terkait dengan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf a sampm dengan huruf g selain perubahan nomenklatur satker untuk kegiatan dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan; dan/atau
ralat karena kesalahan aplikasi berupa tidak berfungsinya sebagian atau seluruh fungsi matematis aplikasi RKA-K/ L DIPA.
Daftar Revisi Anggaran yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada aya t (1) adalah se bagaimana tercan tum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
b I penambahan alokasi anggaran belanja I -V pegawai berupa penyesuaian besaran nilai rupiah belanja pegawai yang ditempatkan di luar negeri. Pasal 1 3 ayat (1) huruf b c 1 penambahan alokasi anggaran pembayaran I -V kewajiban utang. Pasal 13 ayat (1) huruf c d I penambahan alokasi anggaran Subsidi I -V Energi. Pasal 1 3 ayat (1) huruf d Pasal 1 3 ayat (3) e 1 penambahan alokasi anggaran pembayaran I -V cicilan pokok utang. Pasal 1 3 ayat (1) huruf e . f I penambahan alokasi anggaran dalam I -V rangka PMN. Pasal 1 3 ayat (1) huruf f Pasal 1 3 ayat (4) g I perubahan pagu anggaran kewajiban I -V penjaminan Pemerintah. Pasal 1 3 ayat (1) huruf g Perubahan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa. Pasal 2 ayat (2) huruf f Pasal 1 4 Pergeseran anggaran Bagian Anggaran 999.08 (BA BUN Pengelola Belanja Lainnya) ke BA K/ L, atau antar subbagian anggaran dalam BA 999 (BA BUN) , termasuk yang terkait dengan pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi atas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian/ Lembaga dan/atau pembayaran kurang salur Tran sf er ke Daerah dan Dana Desa sebagai dampak dari kebijakan penghematan dan/atau pemotongan anggaran, dan/atau pembayaran kurang bayar subsidi. Pasal 2 ayat (3) huruf a Pasal 15 Pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang sama yang bersumber dari rupiah murni untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional dalam wilayah kerja Kanwil DJPB. -v -v Kanwil DJPBN
Revisi Anggaran meliputi:
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah;
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap;
revisi administrasi yang disebabkan oleh kesalahan administrasi, perubahan rumusan yang tidak terkait dengan anggaran, dan/atau revisi lainnya yang ditetapkan sebagai revisi administratif.
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan Pagu Anggaran, termasuk pergeseran rincian anggarannya, meliputi: Ab1/ a. perubahan Anggaran Belanja Yang Bersumber Dari PNBP;
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri dan dalam negen, termasuk Pemberian Pinjaman/hibah;
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari SBSN, termasuk penggunaan sisa dana penerbitan SBSN yang tidak terserap pada tahun 20 16;
perubahan anggaran berupa pagu untuk belanja pemerintah pengesahan belanja pusat yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri yang telah closing date;
perubahan anggaran belanja dan/atau pembiayaan anggaran sebagai akibat dari perubahan kurs, perubahan parameter, tambahan kewajiban, dan/atau pemenuhan kewajiban; dan/atau · f. perubahan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa pergeseran nnc1an anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap, meliputi:
pergeseran anggaran Bagian Anggaran 999.08 (BA BUN Pengelola Belanja Lainnya) ke BA K/ L atau antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN) ;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama atau antar Program dalam 1 (satu) bagian anggaran yang bersumber dari rupiah murni untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional;
pergeseran rincian anggaran untuk Satker Badan Layanan Umum yang sumber dananya berasal dari PNBP;
pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari PNBP yang berasal dari instansi penghasil;
pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian sisa kewajiban pembayaran Kegiatan/proyek yang A6w dibiayai melalui SBSN yang melewati tahun anggaran sesuai dengan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang sama atau antar Program dalam 1 (satu) bagian anggaran untuk memenuhi kebutuhan Ineligible Ex penditure atas Kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri;
pergeseran anggaran antara Program lama dan Program baru dalam rangka penyelesaian administrasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran sepanJang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang sama atau antar Program dalam 1 (satu) bagian anggaran dalam rangka penyediaan dana untuk penyelesaian restrukturisasi Kementerian/ Lembaga;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs; J . pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) Program yang sama dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun tahun sebelumnya;
pergeseran anggaran pembayaran kewajiban utang sebagai dampak dari perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang;
pergeseran anggaran dalam 1 ( satu) lokasi yang sama atau antar lokasi clan/ atau antar kewenangan dalam rangka tugas pembantuan, urusan bersama, dan/atau dekonsentrasi;
pergeseran anggaran dalam rangka pembukaan kantor baru;
pergeseran anggaran dalam rangka penanggulangan bencana; AfW' o. pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan h ukum tetap ( inkracht) ;
pergeseran anggaran dalam rangka rekomposisi pendanaan antar tahun terkait dengan kegiatan kontrak tahun jamak;
pergeseran anggaran dalam rangka penggunaan Sisa Anggaran Kontraktual atau Sisa Anggaran Swakelola yang dilakukan dalam 1 (satu) Program yang sama;
pergeseran anggaran dalam rangka pemenuhan kewajiban negara sebagai akibat dari keikutsertaan sebagai anggota organisasi internasional;
penggunaan anggaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN;
pergeseran anggaran belanja sebagai akibat dari perubahan prioritas penggunaan anggaran;
penghapusan/ perubahan/ pencantuman catatan halaman IV DIPA berkaitan dengan pemenuhan persyaratan pencairan anggaran, penggunaan Keluaran (Output) cadangan, dan/atau tunggakan;
penggunaan dana Keluaran (Output) cadangan; dan / a tau w. pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama atau antar Program dalam 1 (satu) bagian anggaran dalam rangka memenuhi penyelesaian Kegiatan yang ditunda sebagai akibat kebijakan penghematan anggaran tahun 20 1 6 .
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap sebagaimana dimaksud · pada ayat (3) dapat dilakukan dalam 1 (satu) Keluaran (Output) yang sama atau antar Keluaran (Output), dalam 1 ( satu) Kegiatan yang sama a tau antar Kegiatan, dalam 1 (satu) Satker yang sama atau antar Satker, dan/atau dalam 1 (satu) Program yang sama atau aritar Program, sesuai dengan ketentuan masing masmg. AfpV (5) Revisi administrasi yang disebabkan oleh kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
ralat kode kewenangan;
ralat kode bagian anggaran dan/atau Satker;
ralat volume, jenis, dan satuan Keluaran (Output) yang berbeda antara RKA-K/ L dan Rencana Kerja Pemerintah atau hasil kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah;
ralat kode akun dalam rangka penerapan kebijakan akuntansi sepanjang dalam peruntukkan dan sasaran yang sama, termasuk yang mengakibatkan perubahan jenis belanja;
ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
ralat kode lokasi Satker dan/atau lokasi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
perubahan rencana penarikan dana/ atau rencana penerimaan dalam halaman III DIPA;
ralat cara penarikan PHLN / PHDN, termasuk Pemberian Pinjaman;
ralat cara penarikan SBSN; J . ralat nomor register pembiayaan proyek melalui SBSN; dan/atau
ralat karena kesalahan aplikasi berupa tidak berfungsinya sebagian atau seluruh fungsi matematis aplikasi RKA-K/ L DIPA.
Revisi administrasi yang disebabkan oleh perubahan rumusan yang tidak terkait dengan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
perubahan/penambahan nomor register pinjaman dan/atau hibah luar negeri;
perubahan/penambahan nomor register SBSN;
perubahan/penambahan cara penarikan PHLN/ PHDN , termasuk Pemberian Pinjaman;
perubahan/penambahan cara penarikan SBSN; #/ e. perubahan rumusan sasaran kinerja dalam database RKA-K/ L DIPA;
perubahan pejabat penandatangan DIPA;
perubahan nomenklatur bagian anggaran, Program/ Kegiatan, dan/atau Satker; dan/atau
perubahan pejabat perbendaharaan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020
Relevan terhadap
Pasal 24 (1) Pemerintah dapat menggunakan program kementerian negaraflembaga yang bersumber dari Rupiah Murni dalam alokasi anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan/atau BMN untuk digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN. (21 Rincian program kementerian negara/lembaga dan/atau BMN yang digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah pengesahan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2O2O dan penetapan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2O2O. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan program kementerian negaraf lembaga dan/atau BMN sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 25 (1) Pemerintah dapat menggunakan sisa dana penerbitan SBSN untuk pembiayaan kegiatan/proyek kementerian negaraf lembaga yang tidak terserap pada Tahun Anggaran 2OI9 untuk membiayai pelaksanaan lanjutan kegiatanlproyek tersebut pada Tahun Anggaran 2O2O. (2) Penggunaan sisa dana penerbitan SBSN untuk pembiayaan kegiatan/proyek kementerian negaraflembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2O2O dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2O2O. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sisa dana penerbitan SBSN untuk pembiayaan kegiatanlproyek kementerian negaraflembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 26 (1) Dalam hal terjadi krisis pasar SBN domestik, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat diberikan kewenangan menggunakan SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN domestik setelah memperhitungkan kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya. (2) Persetujuan Dewan Perwakilan Ralryat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keputusan yang tertuang di dalam kesimpulan Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah, yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari lx24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Ralryat. (3) Jumlah penggunaan SAL dalam rangka stabilisasi pasar SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2O2O dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2O2O. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan SAL dalam rangka stabilisasi pasar SBN domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 27 (1) Dalam hal perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target dan/atau adanya perkiraan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya danlatau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2O2O, maka dapat dilakukan:
penggunaan dana SAL;
penarikan pinjaman tunai;
penambahan penerbitan SBN;
pemanfaatan saldo kas BLU; dan/atau
penyesuaian Belanja Negara.
Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar dan pengelolaan kas dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan. (3) Dalam hal terdapat instrumen pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal. (41 Dalam hal diperlukan realokasi anggaran bunga utang sebagai dampak perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat melakukan realokasi dari pembayaran bunga utang luar negeri ke pembayaran bunga utang dalam negeri atau sebaliknya. (5) Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan/atau memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, danfatau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan. (6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaporkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2O2O dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2O2O. Pasal 28 (1) Dalam rangka memenuhi pembiayaan APBN Tahun Anggaran 2O2O, Pemerintah dapat melakukan penerbitan SBN pada triwulan keempat tahun 2OI9. (21 Penerbitan SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Pemerintah dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2O2O dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2O2O.
Pasal 12 (1) Dana transfer khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b direncanakan sebesar Rp2O2.525.948.395.000,00 (dua ratus dua triliun lima ratus dua puluh lima miliar sembilan ratus empat puluh delapan juta tiga ratus sembilan puluh lima ribu rupiah), yang terdiri atas:
DAK fisik; dan
DAK nonfisik. (2) Pengalokasian DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan berdasarkan usulan Pemerintah Daerah dan/atau aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam memperjuangkan program pembangunan daerah dengan memperhatikan prioritas nasional, kemampuan keuangan negara, dan tata kelola keuangan negara yang baik. (3) DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp72.249.800.000.000,00 (tujuh puluh dua triliun dua ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus juta rupiah), mencakup DAK fisik reguler, DAK fisik penugasan, dan DAK fisik afirrnasi, yang terdiri atas:
bidang pendidikan sebesar Rp19.234.600.000.000,00 (sembilan belas triliun dua ratus tiga puluh empat miliar enam ratus juta rupiah);
bidang kesehatan dan keluarga berencana sebesar Rp2O.781.200.00O.OO0,00 (dua puluh triliun tujuh ratus delapan puluh satu miliar dua ratus juta rupiah);
bidang perumahan dan permukiman sebesar Rp1.426.500.000.000,00 (satu triliun empat ratus dua puluh enam miliar lima ratus juta rupiah);
bidang industri kecil dan menengah sebesar Rp400.000.00O.0O0,00 (empat ratus miliar rupiah);
bidang pertanian sebesar Rp1.500.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus miliar rupiah);
bidang kelautan dan perikanan sebesar Rp1.005.200.000.000,00 (satu triliun lima miliar dua ratus juta rupiah);
bidang pariwisata sebesar Rpl.003.400.000.000,00 (satu triliun tiga miliar empat ratus juta rupiah);
bidang jalan sebesar Rp15.943.2OO.OOO.O00,00 (lima belas triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar dua ratus juta rupiah);
bidang air minum sebesar Rp3.270.800.000.000,00 (tiga triliun dua ratus tujuh puluh miliar delapan ratus juta rupiah);
bidang sanitasi sebesar Rp2.75O.00O.000.000,00 (dua triliun tujuh ratus lima puluh miliar rupiah);
bidang irigasi sebesar Rp2.050.000.000.000,00 (dua triliun lima puluh miliar rupiah);
bidang pasar sebesar Rp772.7O0.000.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh dua miliar tujuh ratus juta rupiah);
bidang lingkungan hidup dan kehutanan sebesar Rp612.2OO.000.000,00 (enam ratus dua belas miliar dua ratus juta rupiah);
bidang transportasi perdesaan sebesar Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
bidang transportasi laut sebesar Rp300.000.O00.0O0,00 (tiga ratus miliar rupiah); dan/atau
bidang sosial sebesar Rp20O.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (4) Dalam rangka menjaga capaian output DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemerintah Daerah menyampaikan rencana kegiatan sesuai dengan proposal dan hasil penilaian DAK lisik yang telah disepakati antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Peraturan (6) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan paling lambat 31 Desember 2019. (71 Daerah penerima DAK lisik tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran DAK fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (9) DAK nonfisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp130.276.148.395.OO0,OO (seratus tiga puluh triliun dua ratus tujuh puluh enam miliar seratus empat puluh delapan juta tiga ratus sembilan puluh lima ribu rupiah), yang terdiri atas:
dana bantuan operasional sekolah sebesar Rp54.315.61 1.400.000,00 (lima puluh empat triliun tiga ratus lima belas miliar enam ratus sebelas juta empat ratus ribu rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan anak usia dini sebesar Rp4.475.500.000.000,00 (empat triliun empat ratus tujuh puluh lima miliar lima ratus juta rupiah);
dana tunjangan profesi guru pegawai negeri sipil daerah sebesar Rp53.836.281.140.000,00 (lima puluh tiga triliun delapan ratus tiga puluh enam miliar dua ratus delapan puluh satu juta seratus empat puluh ribu rupiah);
dana tambahan penghasilan guru pegawai negeri sipil daerah sebesar Rp698.325.855.000,00 (enam ratus sembilan puluh delapan miliar tiga ratus dua puluh lima juta clelapan ratus lima puluh lima ribu rupiah);
dana bantuan operasional kesehatan dan bantuan operasional keluarga berencana sebesar Rp 1 1.676.0OO.000.000,00 (sebelas triliun enam ratus tujuh puluh enam miliar rupiah);
dana peningkatan kapasitas koperasi, usaha kecil dan menengah, sebesar Rp200.000.00O.00O,00 (dua ratus miliar rupiah);
dana g. dana tunjangan khusus guru pegawai negeri sipil daerah di daerah khusus sebesar Rp2.063.730.000.000,00 (dua triliun enam puluh tiga miliar tujuh ratus tiga puluh ^juta rupiah);
dana pelayanan administrasi kependudukan sebesar Rp1.001.310.000.000,00 (satu triliun satu miliar tiga ratus sepuluh juta rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan kesetaraan sebesar RpL.477.200.000.000,00 (satu triliun empat ratus tujuh puluh tujuh miliar dua ratus ^juta rupiah);
dana bantuan operasional penyelenggaraan museum dan taman budaya sebesar Rp141.700.000.000,00 (seratus empat puluh satu miliar tujuh ratus juta rupiah);
dana pelayanan kepariwisataan sebesar Rp284.300.000.000,00 (dua ratus delapan puluh empat miliar tiga ratus juta rupiah); dan
dana bantuan biaya layanan pengolahan sampah sebesar Rp106. 190.000.000,00 (seratus enam miliar seratus sembilan puluh ^juta rupiah). (10) Dana bantuan operasional sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a terdiri atas:
bantuan operasional sekolah reguler sebesar Rp50.087.3L2.28O.000,00 (lima puluh triliun delapan puluh tujuh miliar tiga ratus dua belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah);
bantuan operasional sekolah afirmasi sebesar Rp2.085.090.000.OOO,00 (dua triliun delapan puluh lima miliar sembilan puluh juta rupiah);
bantuan operasional sekolah kinerja sebesar Rp2. 143.209.120.000,00 (dua triliun seratus empat puluh tiga miliar dua ratus sembilan juta seratus dua puluh ribu rupiah). (11) Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK nonfisik sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Ralryat. Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah. Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional. Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan ^jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme pendapatan dan belanja negara. Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 7 8. Belanja.
Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat ^yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih ^yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. 9. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. 10. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian negarallembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. 11. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Fusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil (outcomel tertentu pada Bagian Anggaran kementerian negaraf lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. 12. Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau ^jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai kemampuan keuangan negara. 13. Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta. 14. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana transfer umum dan dana transfer khusus.
Dana 15. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 16. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. L7. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 18. Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat. 19. Dana Otonomi Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 20. Dana Tambahan Infrastruktur Dalam Rangka Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat yang selanjutnya disebut DTI adalah dana tambahan yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Ralryat berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yog5rakarta adalah dana yang bersumber dari APBN untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yoryakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2OI2 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta. 22. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 23. Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu . dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya. 24. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan. 25. Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. 26. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara. 27. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.
Surat 28. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 29. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 30. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa BMN yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga atau pada Badan Usaha Milik Negara. 31. Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta Lembaga lBadan Lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. 32. Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. 33. Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persvaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya. 34. Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada kementerian negara/lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam hal kementerian negaraf lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dimaksud tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan/atau badan usaha sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian kerja sama.
Pinjaman .
Pinjaman Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dan penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri. 36. Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. 37. Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga, pinjaman yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara, dan pinjaman yang diterushibahkan kepada pemerintah daerah. 38. Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, danf atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. 39. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pendidikan melalui kementerian negara/lembaga dan BA BUN, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. 40. Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. 4L. Tahun Anggaran 2O2O adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal l Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2O2O.
Jabatan Fungsional Analis Kebijakan di Lingkungan Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pegawai Aparatur Sipil Negara adalah Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Kajian dan Analisis Kebijakan adalah kegiatan mengkaji dan menganalis kebijakan sebagai bahan rekomendasi bagi pimpinan dalam mengambil keputusan dengan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, integritas, efisiensi dan efektivitas.
Jabatan Fungsional Analis Kebijakan yang selanjutnya disingkat JFAK adalah jabatan fungsional tertentu yang mempunyai tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan Kajian dan Analisis Kebijakan dalam lingkungan Kementerian Keuangan.
Pejabat Fungsional Analis Kebijakan yang selanjutnya disebut Analis Kebijakan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam JFAK.
Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah.
Rencana Strategis adalah dokumen perencanaan jangka menengah yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi, yang disusun dengan menyesuaikan kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Strategis Kementerian Keuangan.
Rencana Kerja Unit adalah dokumen perencanaan yang dibuat oleh unit kerja Eselon II tempat Analis Kebijakan berkedudukan meliputi daftar isu kajian dan analisis yang akan dilakukan oleh Analis Kebijakan, serta penentuan target waktu penyelesaiannya.
Program Prioritas Nasional adalah program dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
Kelompok Analis Kebijakan adalah pengelompokan Analis Kebijakan berdasarkan ruang lingkup tema/topik kajian atau analisis kebijakan dalam suatu unit kerja Eselon II.
Tim Kerja adalah pengelompokan Analis Kebijakan berdasarkan ruang lingkup subtema/topik kajian atau analisis kebijakan dalam suatu kelompok kerja.
Tim Penilai Instansi Analis Kebijakan Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut TPI adalah tim penilai yang melakukan penilaian dan membantu pimpinan instansi pemerintah pusat atau pejabat pimpinan tinggi pratama di lingkungan instansi pemerintah pusat yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah pusat.
Angka Kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional Analis Kebijakan dalam rangka pembinaan dan pengembangan karier yang bersangkutan.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh Aparatur Sipil Negara mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya secara profesional, efektif dan efisien.
Standar Kompetensi JFAK adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh seorang Analis Kebijakan untuk dapat melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya secara profesional, efektif, dan efisien.
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan.
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi.
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan jabatan.
Assessment Center adalah penilaian berbasis kompetensi dengan melibatkan beragam teknik evaluasi, metode, dan alat ukur yang dilakukan terhadap pegawai.
Rekomendasi adalah pendapat dan saran/usulan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan/atau evaluasi kepada pimpinan/atasan untuk dilaksanakan/ ditindaklanjuti, dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Prestasi Kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi sesuai dengan sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja.
Sasaran Kerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah unsur kontrak kinerja yang paling sedikit berisi indikator kinerja utama dan target yang harus dicapai oleh pegawai.
Capaian Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat CKP adalah nilai capaian indikator kinerja utama pada kontrak kinerja dari tiap-tiap pegawai.
Hukuman Disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Aparatur Sipil Negara karena melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai Disiplin Aparatur Sipil Negara.
Unit Pembina Internal yang selanjutnya disingkat UPI adalah unit kerja yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan tugas pembinaan JFAK yang tugasnya ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
Unit Kerja Instansi Pusat adalah unit kerja setingkat Eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan yang berkedudukan di kantor pusat.
Daftar Usulan Penilaian dan Penetapan Angka Kredit yang selanjutnya disingkat DUPAK adalah daftar yang berisi jumlah Angka Kredit setiap kegiatan yang telah dilaksanakan dan disusun oleh Analis Kebijakan yang bersangkutan untuk diusulkan kepada pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit melalui pejabat yang berwenang mengusulkan Angka Kredit.
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
Relevan terhadap
Pemerintah Daerah provinsi memiliki tugas dan tanggung jawab:
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja oleh lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan kerja milik pemerintah dan/atau swasta yang terakreditasi;
rnengurus kepulangan Pekerja Migran Indonesia dalam hal terjadi peperangan, bencana a1am, wabah penyakit, deportasi, dan Pekerja Migran Indonesia bermasalah sesuai dengan kewenangannya;
menerbitkan d.
Penempatan Pekerja Migran Indonesia; melaporkan hasil evaluasi terhadap Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia secara berjenjang dan periodik kepada Menteri; memberikan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sebelum bekerja dan setelah bekerja; menyediakan pos bantuan dan ^pelayanan di tempat pemberangkatan dan pemulangan Pekerja Migran Indonesia yang memenuhi syarat dan standar kesehatan; menyediakan dan memfasilitasi pelatihan Calon Pekerja Migran Indonesia melalui ^pelatihan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan; mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan Pekerja Migran Indonesia; dan dapat membentuk layanan terpadu satu atap penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di tingkat provinsi.
Hubungan kerja antara Pemberi Kerja dan ^Pekerja Migran Indonesia terjadi setelah Perjanjian ^Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^14 disepakati dan ditandatangani oleh ^para pihak. Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
nama, profil, dan alamat lengkap Pemberi Kerja;
nama dan alamat lengkap Pekerja Migran Indonesia;
jabatan atau ^jenis ^pekerjaan Pekerja Migran Indonesia;
(2t d. hak ni# e. kondisi dan syarat kerja yang meliputi ^jam kerja, upah dan tata cara pembayaran, hak cuti dan waktu istirahat, serta fasilitas dan Jaminan Sosial dan/atau asuransi;
jangka waktu Perjanjian Ke{a; dan
jaminan keamanan dan keselamatan Pekerja Migran Indonesia selama bekerja. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar Perjanjian Kerja, penandatanganan, dan verilikasi diatur dengan Peraturan Kepala Badan. Pasal 16 Jangka waktu Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dibuat berdasarkan kesepakatan tertulis antara Pekerja Migran Indonesia dan Pemberi Kerja serta dapat diperpanjang. Pasal 17 Perpanjangan jangka waktu Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang di kantor Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan penempatan. Pasal 18 Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tidak dapat diubah tanpa persetujuan para pihak. Pasal 19 (1) Perusahaan Penempata.n Pekerja Migran Indonesia wajib menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan jabatan dan jenis pekerjaan sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kerja.
Perusahaan . Pasal 20 Ketentuan lebih ianjut mengenai tata cara pemberian Pelindungan Sebelum Bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 19 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Pelindungan Selama Bekerja Pasal 2 1 (l) Pelindungan Selama Bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi: a, pendataan dan pendaftaran oleh atase ketenagakerjaan atau pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk;
pemantauan dan evaluasi terhadap Pemberi Kerja, pekerjaan, dan kondisi kerja;
fasilitasi pemenuhan hak Pekerja Migran Indonesia;
fasilitasi penyelesaian kasus ketenagakerjaan;
pemberian layanan jasa kekonsuleran;
pendampingan, mediasi, advokasi, dan pemberian bantuan hukum berupa fasilitasi jasa advokat oleh Pemerintah Pusat dan/atau Perwakilan Republik Indonesia serta perwalian sesuai dengan hukum negara setempat;
pembinaan terhadap Pekerja Migran Indonesia; dan
fasilitasirepatriasi.
Pelindungan (1) dilakukan dengan tidak mengambil alih tanggung jawab pidana dan/atau perdata Pekerja Migran Indonesia dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum negara tujuan penempatan, serta hukum dan kebiasaan internasional.
Permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal 1 ayat (1) huruf h dan Pasal 1 ayat (2) huruf h Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 ...
Relevan terhadap 5 lainnya
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 40 dari 93 halaman. Putusan Nomor 36 P/HUM/2020 kemampuan membayarnya mempunyai kesempatan untuk beralih kelas kepesertaan menjadi PBI yang ditanggung Negara; e. Terkait pengaturan besaran iuran dan tatacara pembayaran iuran program jaminan kesehatan, Pembentuk UU telah mendelegasikan kepada Presiden disertai kewajiban untuk melakukan penyesuaian besaran iuran setiap 2 tahun. Adanya kewajiban penyesuaian secara berkala menjadikan pendelegasian penetapan iuran kepada Presiden merupakan pertimbangan yang sangat logis dan memenuhi ketentuan UUD dan UU; Keberpihakan Negara Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional 1. Bahwa SJSN pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan bahkan karena menderita sakit; 2. Bahwa oleh sebab itu, sesuai Pasal 14 Undang-Undang SJSN Negara secara bertahap mendaftarkan dan membayarkan iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang terdiri dari fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015; 3. Bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PP 101/2012), Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Sedangkan, dalam Pasal 1 angka 6 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 38 dari 93 halaman. Putusan Nomor 36 P/HUM/2020 tersebut bermakna bahwa kepersertaan program jaminan sosial wajib diikuti oleh seluruh penduduk di Republik Indonesia, tidak terbatas hanya warga negara Indonesia akan tetapi juga meliputi pula warga negara asing yang bekerja di Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 Undang-Undang BPJS yang berbunyi: “Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial”; e. Pasal 19 (1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. (2) Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. (3) Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. (4) Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) kepada BPJS. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai: a. besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden; dan b. besaran dan tata cara pembayaran Iuran selain program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah. 11. Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang BPJS tersebut di atas, dapat dilihat jelas kebijakan Pemerintah terkait dengan penyelenggaran kesehatan sebagai berikut: a. bahwa Undang-Undang BPJS telah membentuk BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara jaminan kesehatan masyarakat yang berbentuk badan hukum publik. Berbadan publik berarti BPJS merupakan Badan yang menjalankan fungsi pemerintah dalam hal ini penyelenggaraan jaminan kesehatan. Pengelolaan BPJS berlandaskan prinsip nirlaba sehingga BPJS tidak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 37 dari 93 halaman. Putusan Nomor 36 P/HUM/2020 terbagi menjadi 2 (dua) yaitu BPJS Kesehatan yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian; 9. Bahwa pencanangan SJSN dimaksudkan untuk menyinkronisasikan penyelenggaraan beberapa bentuk jaminan sosial yang telah lebih dulu dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat lebih besar bagi setiap peserta; 10. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan jaminan sosial sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang SJSN, kemudian dibentuk BPJS berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Undang-Undang BPJS) yang mengatur antara lain: a. Pasal 1 angka 1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial; b. Pasal 1 angka 6 Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh Peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah; c. Pasal 1 angka 7 Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta program Jaminan Sosial; d. Pasal 4 huruf g: prinsip kepesertaan bersifat wajib yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang SJSN. Penjelasan Pasal 4 huruf g menyebutkan bahwa “Prinsip kepesertaan bersifat wajib adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi Peserta Jaminan Sosial, yang dilaksanakan secara bertahap”. Ketentuan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal 1 ayat (1) huruf h dan Pasal 1 ayat (2) huruf h Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 ...
Relevan terhadap 5 lainnya
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 40 dari 93 halaman. Putusan Nomor 36 P/HUM/2020 kemampuan membayarnya mempunyai kesempatan untuk beralih kelas kepesertaan menjadi PBI yang ditanggung Negara; e. Terkait pengaturan besaran iuran dan tatacara pembayaran iuran program jaminan kesehatan, Pembentuk UU telah mendelegasikan kepada Presiden disertai kewajiban untuk melakukan penyesuaian besaran iuran setiap 2 tahun. Adanya kewajiban penyesuaian secara berkala menjadikan pendelegasian penetapan iuran kepada Presiden merupakan pertimbangan yang sangat logis dan memenuhi ketentuan UUD dan UU; Keberpihakan Negara Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional 1. Bahwa SJSN pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan bahkan karena menderita sakit; 2. Bahwa oleh sebab itu, sesuai Pasal 14 Undang-Undang SJSN Negara secara bertahap mendaftarkan dan membayarkan iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang terdiri dari fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015; 3. Bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PP 101/2012), Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Sedangkan, dalam Pasal 1 angka 6 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 38 dari 93 halaman. Putusan Nomor 36 P/HUM/2020 tersebut bermakna bahwa kepersertaan program jaminan sosial wajib diikuti oleh seluruh penduduk di Republik Indonesia, tidak terbatas hanya warga negara Indonesia akan tetapi juga meliputi pula warga negara asing yang bekerja di Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 Undang-Undang BPJS yang berbunyi: “Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial”; e. Pasal 19 (1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. (2) Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. (3) Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. (4) Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) kepada BPJS. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai: a. besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden; dan b. besaran dan tata cara pembayaran Iuran selain program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah. 11. Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang BPJS tersebut di atas, dapat dilihat jelas kebijakan Pemerintah terkait dengan penyelenggaran kesehatan sebagai berikut: a. bahwa Undang-Undang BPJS telah membentuk BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara jaminan kesehatan masyarakat yang berbentuk badan hukum publik. Berbadan publik berarti BPJS merupakan Badan yang menjalankan fungsi pemerintah dalam hal ini penyelenggaraan jaminan kesehatan. Pengelolaan BPJS berlandaskan prinsip nirlaba sehingga BPJS tidak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 37 dari 93 halaman. Putusan Nomor 36 P/HUM/2020 terbagi menjadi 2 (dua) yaitu BPJS Kesehatan yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian; 9. Bahwa pencanangan SJSN dimaksudkan untuk menyinkronisasikan penyelenggaraan beberapa bentuk jaminan sosial yang telah lebih dulu dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat lebih besar bagi setiap peserta; 10. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan jaminan sosial sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang SJSN, kemudian dibentuk BPJS berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Undang-Undang BPJS) yang mengatur antara lain: a. Pasal 1 angka 1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial; b. Pasal 1 angka 6 Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh Peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah; c. Pasal 1 angka 7 Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta program Jaminan Sosial; d. Pasal 4 huruf g: prinsip kepesertaan bersifat wajib yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang SJSN. Penjelasan Pasal 4 huruf g menyebutkan bahwa “Prinsip kepesertaan bersifat wajib adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi Peserta Jaminan Sosial, yang dilaksanakan secara bertahap”. Ketentuan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
Relevan terhadap
Hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga yang dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a, digunakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk:
evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran;
pengendalian belanja negara; dan
peningkatan efisiensi anggaran belanja.
Evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan dalam bentuk pengukuran kualitas kinerja menggunakan IKPA.
Pengendalian belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diwujudkan dalam bentuk perumusan kebijakan terkait dengan pola ideal penyerapan anggaran dan pengendalian/manajemen kas pemerintah.
Peningkatan efisiensi anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diwujudkan dalam bentuk identifikasi potensi inefisiensi Belanja K/L untuk:
peningkatan value for money;
perbaikan kebijakan perencanaan, penganggaran, dan penghematan anggaran; dan
penyediaan ruang fiskal untuk pendanaan program prioritas pemerintah.