Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
menjadikan barang kebutuhan pokok untuk masyarakat banyak, jasa pelayanan medis, jasa pelayanan sosial dan jasa pendidikan sebagai obyek PPN yang dibebaskan dari tarif PPN (atau dibebani tarif 0%) haruslah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. ii. materi muatan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (4) UU PPN dalam Pasal 4 angka 2 UU HPP berikut Penjelasan bertentangan dengan UUD 1945 Ketentuan Pasal 7 UU PPN dalam Pasal 4 angka 2 UU HPP adalah sebagai berikut: __ “2. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 7 diubah, ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), serta penjelasan ayat (21 Pasal 7 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: __ __ Pasal 7 (1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu: a. sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; b. sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. (2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas: a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan c. ekspor Jasa Kena Pajak. (3) __ Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen). __ (4) __ Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara” . Menaikkan besaran tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan pada tanggal 1 Januari 2025 menjadi 12% pada saat pandemi seperti saat ini akan semakin membebani masyarakat luas dan tentunya sangatlah tidak bijak karena tarif PPN 11% itu bukan pengusaha atau pelaku usaha yang harus menanggungnya melainkan pengguna/pemakai, padahal terhadap kegiatan masyarakat harus dilakukan pengetatan atau pembatasan-pembatasan yang sangat menyulitkan bagi masyarakat dalam bekerja atau melakukan kegiatan ekonomi, sehingga keadaan perekonomian masyarakat dapat dikatakan sangat terpuruk.
diubah dalam Pasal 4 angka 1 UU 7/2021 dengan menghapuskan “barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat banyak”, “jasa pelayanan medis”, “jasa pelayanan sosial” dan “jasa pendidikan” dari objek yang dikecualikan dari objek PPN sehingga keempat objek tersebut tidak dapat dikenai PPN. Menurut Pemohon, pengalihan status dari keempat objek dimaksud, yang semula bukan merupakan objek PPN menjadi objek PPN meskipun dibebaskan dari pengenaan tarif PPN yang berlaku, sama sekali tidak menghilangkan hakikat atau substansi dari dikecualikannya objek tersebut dari objek PPN. Kendatipun berdasarkan Pasal 16B ayat (1a) huruf j angka 1, angka 2, angka 3 dan angka 6 UU PPN dalam Pasal 4 angka 6 UU 7/2021 berikut penjelasannya tarif PPN yang dikenakan terhadap keempat objek dimaksud adalah 0% tetapi di masa mendatang sangat terbuka untuk dikenai tarif PPN sebab pembebasan pembebanan tarif PPN (atau tarifnya 0%) sama sekali tidak meniadakan ketentuan bahwa keempat objek tersebut merupakan objek PPN. 4. Bahwa menurut Pemohon, materi muatan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (4) UU PPN dalam Pasal 4 angka 2 UU 7/2021 berikut Penjelasannya bertentangan dengan UUD 1945 oleh karena dengan menaikkan besaran tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan pada tanggal 1 Januari 2025 menjadi 12% pada saat pandemi seperti saat ini akan semakin membebani masyarakat luas dan tentu sangat tidak bijak karena tarif PPN 11% itu bukan pengusaha atau pelaku usaha yang harus menanggungnya melainkan pengguna/pemakai, padahal terhadap kegiatan masyarakat harus dilakukan pengetatan atau pembatasan-pembatasan yang sangat menyulitkan bagi masyarakat dalam bekerja atau melakukan kegiatan ekonomi, sehingga keadaan perekonomian masyarakat dapat dikatakan sangat terpuruk. 5. Bahwa menurut Pemohon, BAB V PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA WAJIB PAJAK yang memuat ketentuan dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 bertentangan dengan UUD 1945 oleh karena materi muatan yang diatur dalam Bab V tersebut pada hakikatnya merupakan pengulangan Program Pengampunan Pajak yang dijalankan oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sehingga Program yang dimaksudkan dalam Bab V ini disebut pula sebagai Program Pengampunan Pajak. Menurut Pemohon, dalam Bab V diatur bahwa “Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat
yang diuji materiilnya dalam permohonan ini sebagaimana dikutip dalam Klaster PPN tersebut di atas, maka sangat terbuka kemungkinannya nanti PPN atas barang dan jasa-jasa itu dikenai tarif PPN yang besarannya tidak 0% lagi. Tentu kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat umum pada umumnya dan Pemohon pada khususnya untuk suatu saat nanti harus membayar lebih besar atas harga barang kebutuhan pokok, jasa pelayanan Kesehatan, jasa sosial, dan jasa pendidikan, padahal barang dan jasa itu sangat diperlukan dalam menunjang Pemohon dan penduduk Indonesia dalam meningkatkan atau mempertahankan kualitas hidup dan kehidupannya. Sebagai contoh, untuk terus meningkatkan kualitas hidup dan dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, Pemohon tetap terus berupaya untuk menambah ilmu dan pengetahuan dengan mengikuti pendidikan atau kursus-kursus profesi penunjang yang diperlukan. Begitu pula, Pemohon memerlukan pengecekan medis secara berkala mengingat usia Pemohon yang tidak lagi muda sehingga Pemohon harus memanfaatkan jasa medis untuk mengetahui dan memonitor kesehatannya. Di usia senja nantinya, tidak tertutup kemungkinannya Pemohon akan menggunakan jasa pelayanan sosial yang merawat orang-orang lansia. Kebutuhan-kebutuhan itu merupakan suatu kondisi yang mutlak dan tidak dapat diabaikan untuk menuju kehidupan yang berkualitas. Pengenaan PPN atas barang dan jasa-jasa yang fundamental tersebut akan membebani konsumen akhir, dalam Pemohon, sebagai pihak pengguna. Pihak yang harus menanggung untuk membayar PPN adalah pengguna dari barang atau jasa. Pelaku usaha atau lembaga-lembaga penyedia jasa sendiri tidak akan terkena PPN melainkan hanya memungutnya dan kemudian menyetorkannya kepada negara. Dengan kata lain, dengan ditetapkannya barang dan jasa-jasa itu sebagai obyek PPN, maka para pengguna-lah yang sangat dirugikan karena harus membayar harga lebih tinggi. Dengan demikian, berlakunya pasal-pasal dalam Klaster PPN yang dimohonkan uji materiilnya ini sangat berpotensi merugikan hak-hak konstitusional Pemohon, khususnya hak atas kepastian hukum yang adil [Pasal 28D ayat (1)], hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin [Pasal 28H ayat (1)], hak atas pendidikan [Pasal 28C ayat (1), Pasal 28E ayat (1), Pasal 31 ayat (1) dan (2)], serta hak atas jaminan sosial [Pasal 28H ayat (3)] sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. c. Klaster Pengampunan Pajak Materi muatan terkait dengan Pengampunan Pajak diatur dalam BAB V PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA WAJIB PAJAK yang terdiri
Tata Cara Pelaksanaan Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Mikro.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Kredit Usaha Rakyat Mikro, yang selanjut: r: iya disingkat KUR Mikro, adalah kredit pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada debitur di bidang usaha yang produktif dan layak namun belum memenuhi persyaratan agunan tambahan Bank Pelaksana dengan plafon kredit sampai dengan Rp25.000.000,- ( dua puluh lima juta rupiah) yang dijamin oleh {· Perusahaan Penjamin. MENTERIKEUANGAN REPUBLll< INDONESIA · -3- 2. · Perusahaan . Penjamin KUR. Mikro, yang selanjutnya disebut · Perusahaan Penjamin, adalah perusahaan· yang memberikan penjarriinan atas Kredit Program yang ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri · · Koordinator Bidang Perekonomian selaku Kɴtua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan · Menengah, · · 3. Itnbal Jasa Penjaminail KUR Mikro, yang selanjutilya disingkat IJP-KUR Mikro, adalah sejumlah uang yang diterima oleh Perusahaan Penjamin dari Pemerintah dalam rangka kegiatan usaha penjaminan KUR Mikro.
Perjanjian Kerjasama Penjaminan KUR Mikro adalah perjanjian antara KPA atas nama Menteri Keuangan mewakili ' Pemerintah dengan Perusahaan Penjamin.
Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden melalui Keputusan Presiden yang be: rtugas memberikan arahan kebijakan program KUR. 6 . . Rencana Penjaminan Tahunan· KUR Mikro, yang selanjutnya disingkat RPT-KUR Mikro, adalah rencana penjaminan KUR Mikro yang dibuat oleh Perusahaan Penjamin un.tuk periode 1 (satu) Tahun Anggaran.
Pengguna Anggaran adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawa: b atas penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat KPA, adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk nienggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya. · 9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
Bank Pelaksana adali; ih Bank Umum yang melaksanakan Program KUR Mikro yang ditetapkan/ ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan .Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah11 # sebagai penyalur KUR Mikro. "l i . t!: ,l . .: ; ../ . MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDOĤJESIA -4- 12. Badan Pengawasan Keuangan clan Pembangunan, yang selanjutnya disingkat BPKP, adalah aparat pengawasan· intern pemerintah ·yang bertanggung jawab larigsung kepada Presiden. 13 . · Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemeriritahan di bidang keuangan negara.
Kementerian Teknis adalah Kementerian .· Negara/Lembaga yang membidangi fungsi pelaksanaan pemberian subsidi IJP-KUR Mikro.
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republi ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK; atau
Pelaku Usaha di KEK.
Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi, dan dokumen lain terkait yang dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan Utama oleh pejabat bea dan cukai.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea untuk menentukan negara asal barang . 20. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea.
Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea.
Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea.
Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan mengenai:
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota ( wholly obtained atau produced );
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating , dan Bahan Non-originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin ) Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea yang selanjutnya disebut SKA Form KI-CEPA adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form KI-CEPA atas barang yang akan diekspor.
Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form KI- CEPA yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form KI-CEPA.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifest , dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
Surat Keterangan Asal Elektronik Form KI-CEPA yang selanjutnya disebut e-Form KI-CEPA adalah SKA Form KI- CEPA yang disusun berdasarkan panduan dan spesifikasi yang disepakati oleh Negara Anggota dan dikirim secara elektronik.
Non-Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form KI-CEPA.
Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai __ pemenuhan Ketentuan __ Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form KI-CEPA.
Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di negara penerbit SKA Form KI- CEPA untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form KI-CEPA.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak ...
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 2 ayat (4), ayat (7) dan Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2021 ten ...
Relevan terhadap 5 lainnya
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 63 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 5) Menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya, serta investasi di seluruh wilayah Indonesia; 6) Menunjang upaya terciptanya aparat Pemerintah yang kuat, bersih dan berwibawa, penyederhanaan prosedur dan pemenuhan kewajiban, peningkatan tertib administrasi keuangan dan anggaran negara, serta peningkatan pengawasan; d. Selanjutnya perlu kami sampaikan beberapa hal yang melatarbelakangi ditetapkannya PP Nomor 85 Tahun 2021, yaitu: 1) Memberikan kepastian dan keadilan bagi pelaku usaha dan negara atas pembagian manfaat yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan sehingga manfaat dari penangkapan ikan dihitung berdasarkan jenis, jumlah, dan mutu ikan hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan pangkalan (pasca produksi); 2) Memberikan kesempatan yang lebih luas kepada pelaku usaha serta mendorong kepastian berusaha pelaku usaha sektor perikanan melalui penerapan sistem kontrak; 3) Mendorong keadilan bagi pelaku usaha pengangkutan ikan untuk membayarkan kewajiban kepada negara sesuai area operasionalnya; 4) Mengakomodasi pengaturan alat penangkapan ikan yang baru dan diperbolehkan beroperasi di WPPNRI sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 5) Untuk meningkatkan pelayanan, memberikan fasilitas yang lebih baik, serta memberikan stimulus dan kemudahan bagi kapal perikanan yang sedang tidak beroperasi misalnya karena cuaca buruk, kapal rusak, dan lain-lain; 6) Penyesuaian dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 dan peraturan pelaksanaannya untuk mengakomodasi kapal berukuran di Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 26 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 menanggung beban beberapa jenis pungutan, baik yang bersifat formil atau informal. Tabel 3 Jenis Pendapatan Negara dari Sektor Perikanan No. Subyek Obyek Target Pungutan 1 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Penghasilan Pajak untuk Belanja Negara 2 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Barang (Properti) Pajak untuk Belanja Negara 3 Pribadi/Usaha dengan Kapal >30GT Ijin Usaha Perikanan (SIUP, SIKPI, SIPR) PNBP 4 Pribadi/Usaha dengan Kapal >30GT Produk Perikanan PNBP 5 Pribadi/Usaha dengan Kapal >5GT Retribusi Jasa di Pelabuhan PNBP 6 Pribadi/Usaha dengan Kapal 5-30GT Pungutan atas Ijin Usaha (SIUP, SIPI, SIKPI) Pendapatan Asli Daerah Provinsi 7 Usaha Perikanan dengan Kapal <10GT ^Pungutan atas Ijin Usaha (SIUP, SIPI, SIKPI) Pendapatan Asli Kabupaten/Kota 8 Wajib Pajak (Usaha/Pribadi) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Usaha Perikanan Tangkap Pajak untuk Belanja Negara Sumber: Kementerian Keuangan (2020), Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2015 9. Bahwa dengan kenaikan PNBP Perikanan sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 berpotensi mempengaruhi kondisi finansial dari para pelaku usaha perikanan tangkap, termasuk pelaku usaha perikanan artisanal. Dalam PP Nomor 85 Tahun 2021, diatur bahwa kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan 60 GT (termasuk perahu dari perikanan artisanal/Nelayan Kecil dengan kapal berukuran 1 s.d. 10 GT) dikenakan tarif 5% dari nilai produksi ikan pada saat didaratkan. Jika ketentuan tersebut tegas dijalankan, maka akan mengurangi pendapatan nelayan, termasuk nelayan artisanal. Tabel 7 di bawah menjelaskan perkembangan nilai NTNP (Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidayaan Ikan) di Indonesia. Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tukar ikan hasil tangkapan terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan produksi maupun kebutuhan konsumsi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 110 dari 113 halaman. Putusan Nomor 38 P/HUM/2022 berusaha sektor perikanan pada saat ini, terlebih dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan; - Bahwa, UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah pelaksananya, menentukan beberapa ketentuan baru di sektor perikanan, sehingga harus diatur objek PNBP sesuai ketentuan UU Cipta Kerja dan aturan turunannya pada objek permohonan HUM; - Bahwa, Pasal 1 angka 22 UU Nomor 11 Tahun 2020 menyatakan: Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya; Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2020, menerangkan adanya poin-poin perubahan materi muatan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juncto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dimana salah satunya terkait dengan adanya kewajiban untuk memenuhi persyaratan perizinan berusaha untuk usaha perikanan baik untuk perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, dan pemasaran ikan (poin ke-5 Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2020 terkait perubahan Pasal 26 UU Perikanan) dengan pengecualian ketentuan untuk nelayan kecil (Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2020 terkait perubahan Pasal 27 ayat (5) UU Perikanan); - Bahwa, pelaksanaan pemungutan PNBP pasca produksi merupakan bagian dari implementasi UU Nomor 11 Tahun 2020, dimana iklim investasi semakin menarik karena PNBP tidak dibayarkan sebelum melaut, sehingga pelaku usaha tidak terbebani. Di samping itu, PNBP pasca produksi menjadi lebih adil bagi pelaku usaha karena nilai yang dibayarkan sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Dengan mekanisme ini pula kualitas data produksi perikanan tangkap menjadi Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 110
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi ...
Relevan terhadap
Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi wajib melaporkan usahanya ke kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi yang memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai.
Agen Asuransi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Agen Asuransi yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan untuk diberikan nomor pokok wajib pajak.
Dalam hal Agen Asuransi selain menyerahkan jasa agen asuransi juga menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya, Agen Asuransi wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sepanjang jumlah peredaran usahanya melebihi batasan pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa.
Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah.
Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi ...
Relevan terhadap
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk:
bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 21 2Oo/o (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2Oo/o c 21 2Ooh (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan; diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 21 2Oo/o (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksa dana dan Wajib Pajak dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif, dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif, dan efek beragun aset berbentuk kontrak investasi kolektif yang terdaftar atau tercatat pada Otorita_s Jasa Keuangan sebesar:
5o/o (lima persen) sampai dengan tahun 2O2O; dan 2l IOo/o (sepuluh persen) untuk tahun 2O2l dan seterusnya. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. d Agar Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2O19 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2019 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OL9 NOMOR 147 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2OO9 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI I. UMUM Perkembangan kontrak investasi kolektif telah memunculkan ^banyak variasi pengelolaan investasi di sektor keuangan sehingga ^diperlukan pemberian perlakuan yang sama (equal treatment) dalam ^pengenaan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi terhadap seluruh ^Wajib ^Pajak reksa dana dan Wajib Pajak dana investasi infrastruktur berbentuk ^kontrak ^investasi kolektif, dana investasi real estat berbentuk kontrak ^investasi ^kolektif, ^dan efek beragun aset berbentuk kontrak investasi kolektif. ^Hal ^ini ^perlu dilakukan untuk mendukung pendalaman sektor keuangan ^secara menyeluruh, tidak hanya kepada Wajib Pajak reksa dana. II. PASAL DEMI PASAL
Penyelenggaraan Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Perikanan.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Pendidikan Perikanan adalah jalur pendidikan vokasi yang terstruktur dan berjenjang, terdiri atas pendidikan menengah kejuruan perikanan dan pendidikan tinggi perikanan bagi Peserta Didik yang keseluruhan komponen pendidikannya saling terkait secara terpadu.
Pelatihan Perikanan adalah keseluruhan kegiatan untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja di bidang perikanan secara terstruktur dan berjenjang.
Penyuluhan Perikanan adalah proses pembelajaran bagi Pelaku Utama serta Pelaku Usaha perikanan agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Penyelenggaraan Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Perikanan adalah keseluruhan kegiatan yang berhubungan dengan Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Perikanan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan dan pengendalian.
Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur dan jenjang yang tersedia.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan dan Pelatihan Perikanan.
Programa Penyuluhan Perikanan adalah rencana tertulis yang disusun secara sistematis untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendali pencapaian tujuan Penyuluhan Perikanan.
Pelaku Utama adalah nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya.
Pelaku Usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha perikanan.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan.
Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan.
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/ata ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi dan daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi/jasa pada saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS yang diperoleh Wajib Pajak.
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan, atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 652), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah- daerah Tertentu, dilakukan pemrosesan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan.
Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dilakukan pemrosesan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan.
Terhadap Wajib Pajak dengan izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota yang diterbitkan paling lama setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019, pemberian fasilitas pajak penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 dapat diproses berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang:
izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota tersebut belum pernah diterbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah- daerah Tertentu;
Bidang-bidang Usaha Tertentu sesuai dengan Lampiran I atau Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu sesuai dengan Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diajukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
diajukan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 berlaku tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu berlaku.
Terhadap Wajib Pajak dengan izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah- daerah Tertentu, pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu dapat diproses berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang:
izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS tersebut belum pernah diterbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah- daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
Bidang-bidang Usaha Tertentu sesuai dengan Lampiran I atau Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu sesuai dengan Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diajukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
diajukan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah- daerah Tertentu berlaku.
Penetapan Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil pada Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PENETAPAN KURANG BAYAR DAN LEBIH BAYAR DANA BAGI HASIL PADA TAHUN 2023. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam 1 jdih.kemenkeu.go.id anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk Daerah ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. 3. Kurang Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Kurang Bayar DBH adalah selisih kurang antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu. 4. Lebih Bayar Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut Lebih Bayar DBH adalah selisih lebih antara DBH yang dihitung berdasarkan realisasi rampung penerimaan negara dengan DBH yang telah disalurkan ke Daerah atau DBH yang dihitung berdasarkan prognosis realisasi penerimaan negara pada satu tahun anggaran tertentu. Pasal 2 Penetapan Kurang Bayar DBH dan Lebih Bayar DBH dalam Peraturan Menteri ini terdiri atas:
Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021;
Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2022;
Lebih Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021; dan
Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2022. Pasal 3 Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a sebesar Rp3.994.001.939.948,00 (tiga triliun sembilan ratus sembilan puluh empat miliar satu juta sembilan ratus tiga puluh sembilan ribu sembilan ratus empat puluh delapan rupiah), terdiri atas:
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp25.107.446.837,00 (dua puluh lima miliar seratus tujuh juta empat ratus empat puluh enam ribu delapan ratus tiga puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp8.256.857.155,00 (delapan miliar dua ratus lima puluh enam juta delapan ratus lima puluh tujuh ribu seratus lima puluh lima rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rpl6.850.589.682,00 (enam belas miliar delapan ratus lima puluh juta lima ratus delapan puluh sembilan ribu enam ratus delapan puluh dua rupiah);
Kurang Bayar DBH Pajak Penghasilan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 354.841.886.551,00 (tiga ratus lima puluh empat miliar delapan ratus empat puluh satu juta delapan ratus delapan puluh enam ribu lima ratus lima puluh satu rupiah), terdiri atas: 7 jdih.kemenkeu.go.id 1. DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp 31.117.098.252,00 (tiga puluh satu miliar seratus tujuh belas juta sembilan puluh delapan ribu dua ratus lima puluh dua rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp 323.724.788.299,00 (tiga ratus dua puluh tiga miliar tujuh ratus dua puluh empat juta tujuh ratus delapan puluh delapan ribu dua ratus sembilan puluh sembilan rupiah);
Kurang Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 18.707.057.988,00 (delapan belas miliar tujuh ratus tujuh juta lima puluh tujuh ribu sembilan ratus delapan puluh delapan rupiah), terdiri atas:
Bagi Rata sebesar Rp6.763.253.374,00 (enam miliar tujuh ratus enam puluh tiga juta dua ratus lima puluh tiga ribu tiga ratus tujuh puluh empat rupiah);
Bagian Daerah sebesar Rp9.998.947.004,00 (sembilan miliar sembilan ratus sembilan puluh delapan juta sembilan ratus empat puluh tt.tjuh ribu empat rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rpl.944.857.610,00 (satu miliar sembilan ratus empat puluh em pat juta delapan ratus lima puluh tujuh ribu enam ratus sepuluh rupiah);
Kurang Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp102.337.928.419,00 (seratus dua miliar tiga ratus tiga puluh tujuh juta sembilan ratus dua puluh delapan ribu empat ratus sembilan belas rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp682.980.897.511,00 (enam ratus delapan puluh dua miliar sembilan ratus delapan puluh juta delapan ratus sembilan puluh tujuh ribu lima ratus sebelas rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp301.806.432.627,00 (tiga ratus satu miliar delapan ratus enam juta empat ratus tiga puluh dua ribu enam ratus dua puluh tujuh rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp381.174.464.884,00 (tiga ratus delapan puluh satu miliar seratus tujuh puluh empat juta empat ratus enam puluh empat ribu delapan ratus delapan puluh empat rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp2.515.375.671.149,00 (dua triliun lima ratus lima belas miliar tiga ratus tujuh puluh lima juta enam ratus tujuh puluh satu ribu seratus empat puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (landrent) sebesar Rp3.234. 778.186,00 (tiga miliar dua ratus tiga puluh empatjuta tujuh ratus tujuh puluh delapan ribu seratus delapan puluh enam rupiah); dan
Royalti sebesar Rp2.512.140.892.963,00 (dua triliun lima ratus dua betas miliar seratus empat puluh juta delapan ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus enam puluh tiga rupiah); 1 jdih.kemenkeu.go.id g. Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp61.778.284.597,00 (enam puluh satu miliar tujuh ratus tujuh puluh delapanjuta dua ratus delapan puluh em pat ribu lima ratus sembilan puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rp59.180.899.782,00 (lima puluh sembilan miliar seratus delapan puluh juta delapan ratus sembilan puluh sembilan ribu tujuh ratus delapan puluh dua rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rpl.407.024.271,00 (satu miliar empat ratus tujuhjuta dua puluh empat ribu dua ratus tujuh puluh satu rupiah); dan
Iuran Produksi sebesar Rpl.190.360.544,00 (satu miliar seratus sembilan puluh juta tiga ratus enam puluh ribu lima ratus empat puluh empat rupiah); dan
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp232.872.766.896,00 (dua ratus tiga puluh dua miliar delapan ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus enam puluh enam ribu delapan ratus sembilan puluh enam rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rp37.977.003.117,00 (tiga puluh tujuh miliar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta tiga ribu seratus tujuh belas rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp120.888.959.086,00 (seratus dua puluh miliar delapan ratus delapan puluh delapan juta sembilan ratus lima puluh sembilan ribu delapan puluh enam rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp74.006.804.693,00 (tujuh puluh empat miliar enamjuta delapan ratus empat ribu enam ratus sembilan puluh tiga rupiah). Pasal 4 Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b sebesar Rp42.915.527.226.419,00 (empat puluh dua triliun sembilan ratus lima belas miliar lima ratus dua puluh tujuh juta dua ratus dua puluh enam ribu empat ratus sembilan belas rupiah), terdiri atas:
Kurang Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp4.854.730.187.079,00 (empat triliun delapan ratus lima puluh empat miliar tujuh ratus tiga puluh juta seratus delapan puluh tujuh ribu tujuh puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp4.380.647.942.115,00 (empat triliun tiga ratus delapan puluh miliar enam ratus empat puluh tujuh juta sembilan ratus empat puluh dua ribu seratus lima belas rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp474.082.244.964,00 (empat ratus tujuh puluh empat miliar delapan puluh dua juta dua ratus empat puluh empat ribu sembilan ratus enam puluh empat rupiah); jdih.kemenkeu.go.id b. Kurang Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp3.553.274.776.947,00 (tiga triliun lima ratus lima puluh tiga miliar dua ratus tujuh puluh empat juta tujuh ratus tujuh puluh enam ribu sembilan ratus empat puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Bagian Daerah sebesar Rp3.435.108.202.478,00 (tiga triliun empat ratus tiga puluh lima miliar seratus delapan juta dua ratus dua ribu empat ratus tujuh puluh delapan rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rpl 18.166.574.469,00 (seratus delapan belas miliar seratus enam puluh enam juta lima ratus tujuh puluh empat ribu empat ratus enam puluh sembilan rupiah);
Kurang Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp831,00 (delapan ratus tiga puluh satu rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp6.915.308.793.657,00 (enam triliun sembilan ratus lima belas miliar tiga ratus delapan juta tujuh ratus sembilan puluh tiga ribu enam ratus lima puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp3.132.144.397.555,00 (tiga triliun seratus tiga puluh dua miliar seratus empat puluh em pat juta tiga ratus sembilan puluh tujuh ribu lima ratus lima puluh lima rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp3.783.164.396.102,00 (tiga triliun tujuh ratus delapan puluh tiga miliar seratus enam puluh em pat juta tiga ratus sembilan puluh enam ribu seratus dua rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp26.912.011.970.479,00 (dua puluh enam triliun sembilan ratus dua belas miliar sebelas juta sembilan ratus tujuh puluh ribu empat ratus tujuh puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (landrent) sebesar Rp87.110.798.314,00 (delapan puluh tujuh miliar seratus sepuluh juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu tiga ratus empat belas rupiah); dan
Royalti sebesar Rp26.824.901.172.165,00 (dua puluh enam triliun delapan ratus dua puluh empat miliar sembilan ratus satu juta seratus tujuh puluh dua ribu seratus enam puluh lima rupiah);
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar RpSl0.421.817.289,00 (lima ratus sepuluh miliar empat ratus dua puluh satujuta delapan ratus tujuh belas ribu dua ratus delapan puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rp504.746.551.170,00 (lima ratus empat miliar tujuh ratus empat puluh enam juta lima ratus lima puluh satu ribu seratus tujuh puluh rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rpl.757.931.756,00 (satu miliar tujuh ratus lima puluh tujuh juta sembilan ratus tiga puluh satu ribu tujuh ratus lima puluh enam rupiah); dan l jdih.kemenkeu.go.id 3. Iuran Produksi sebesar Rp3.917.334.363,00 (tiga miliar sembilan ratus tujuh belas juta tiga ratus tiga puluh empat ribu tiga ratus enam puluh tiga rupiah); dan
Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp169.779.680.137,00 (seratus enam puluh sembilan miliar tujuh ratus tujuh puluh sembilan juta enam ratus delapan puluh ribu seratus tiga puluh tujuh rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rp32.104.074.791,00 (tiga puluh dua miliar seratus empat juta tujuh puluh empat ribu tujuh ratus sembilan puluh satu rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp65.261.985.305,00 (enam puluh lima miliar dua ratus enam puluh satu juta sembilan ratus delapan puluh lima ribu tiga ratus lima rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp72.413.620.041,00 (tujuh puluh dua miliar em pat ratus tiga belas juta enam ratus dua puluh ribu empat puluh satu rupiah). Pasal 5 Lebih Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c sebesar RpS.132.245.291.744,00 (lima triliun seratus tiga puluh dua miliar dua ratus empat puluh lima juta dua ratus sembilan puluh satu ribu tujuh ratus empat puluh empat rupiah), terdiri atas:
Lebih Bayar DBH Pajak Penghasilan sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp155.428.710.612,00 (seratus lima puluh lima miliar empat ratus dua puluh delapanjuta tujuh ratus sepuluh ribu enam ratus dua belas rupiah), terdiri a tas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rpl 17.037.134.380,00 (seratus tujuh belas miliar tiga puluh tujuh juta seratus tiga puluh empat ribu tiga ratus delapan puluh rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp38.39 l.576.232,00 (tiga puluh delapan miliar tiga ratus sembilan puluh satu juta lima ratus tujuh puluh enam ribu dua ratus tiga puluh dua rupiah);
Lebih Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp54 l.275.376. l 73,00 (lima ratus empat puluh satu miliar dua ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh enam ribu seratus tujuh puluh tiga rupiah), terdiri atas:
Bagian Daerah sebesar Rp515.148.406.814,00 (lima ratus lima belas miliar seratus empat puluh delapan juta empat ratus enam ribu delapan ratus empat belas rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rp26.126.969.359,00 (dua puluh enam miliar seratus dua puluh enam juta sembilan ratus enam puluh sembilan ribu tiga ratus lima puluh sembilan rupiah); jdih.kemenkeu.go.id c. Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rpl.183.724.598.802,00 (satu triliun seratus delapan puluh tiga miliar tujuh ratus dua puluh empat juta lima ratus sembilan puluh delapan ribu delapan ratus dua rupiah), terdiri atas:
Minyak Bumi sebesar Rp952.609.077.982,00 (sembilan ratus lima puluh dua miliar enam ratus sembilan juta tujuh puluh tujuh ribu sembilan ratus delapan puluh dua rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp231.115.520.820,00 (dua ratus tiga puluh satu miliar seratus lima belas juta lima ratus dua puluh ribu delapan ratus dua puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp2.512.673.942.020,00 (dua triliun lima ratus dua belas miliar enam ratus tujuh puluh tiga juta sembilan ratus empat puluh dua ribu dua puluh rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (landrent) sebesar Rp261.154.715.152,00 (dua ratus enam puluh satu miliar seratus lima puluh empat juta tujuh ratus lima belas ribu seratus lima puluh dua rupiah); dan
Royalti sebesar Rp2.251.519.226.868,00 (dua triliun dua ratus lima puluh satu miliar lima ratus sembilan belas juta dua ratus dua puluh enam ribu delapan ratus enam puluh delapan rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp42.055.885.349,00 (empat puluh dua miliar lima puluh limajuta delapan ratus delapan puluh lima ribu tiga ratus empat puluh sembilan rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rp418.293.19,003 (empat ratus delapan belas juta dua ratus sembilan puluh tiga ribu seratus sembilan puluh tiga rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rp7.644.424.706,00 (tujuh miliar enam ratus empat puluh empat juta empat ratus dua puluh empat ribu tujuh ratus enam rupiah); dan
Iuran Produksi sebesar Rp33.993.167.450,00 (tiga puluh tiga miliar sembilan ratus sembilan puluh tiga juta seratus enam puluh tujuh ribu empat ratus lima puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp616.925.695,561,00 (enam ratus enam belas miliar sembilan ratus dua puluh lima juta enam ratus sembilan puluh lima ribu lima ratus enam puluh saturupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar Rpl 72.388.846.225,00 (seratus tujuh puluh dua miliar tiga ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus empat puluh enam ribu dua ratus dua puluh lima rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp259.675.892.676,00 (dua ratus lima puluh sembilan miliar enam ratus tujuh puluh lima juta delapan ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus tujuh puluh enam rupiah); dan 1 jdih.kemenkeu.go.id 3. Dana Reboisasi sebesar Rp184.860.956.660,00 (seratus delapan puluh empat miliar delapan ratus enam puluh juta sembilan ratus lima puluh enam ribu enam ratus enam puluh rupiah); dan
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebesar RpS0.161.083.227,00 (delapan puluh miliar seratus enam puluh satu juta delapan puluh tiga ribu dua ratus dua puluh tujuh rupiah). Pasal 6 Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d sebesar Rp7.199.004.312.652,00 (tujuh triliun seratus sembilan puluh sembilan miliar empat juta tiga ratus dua belas ribu enam ratus lima puluh dua rupiah), terdiri atas:
Lebih Bayar DBH Pajak Penghasilan sebesar Rp199.981.049.473,00 (seratus sembilan puluh sembilan miliar sembilan ratus delapan puluh satujuta empat puluh sembilan ribu empat ratus tujuh puluh tiga rupiah), terdiri atas:
DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar Rp132.299.649.267,00 (seratus tiga puluh dua miliar dua ratus sembilan puluh sembilan juta enam ratus em pat puluh sembilan ribu dua ratus enam puluh tujuh rupiah); dan
DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 sebesar Rp67.681.400.206,00 (enam puluh tujuh miliar enam ratus delapan puluh satu juta empat ratus ribu dua ratus enam rupiah);
Lebih Bayar DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp2.243.737.113.051,00 (dua triliun dua ratus empat puluh tiga miliar tujuh ratus tiga puluh tujuh juta seratus tiga belas ribu lima puluh satu rupiah), terdiri atas:
Bagi Rata sebesar Rp35.311.168.299,00 (tiga puluh lima miliar tiga ratus sebelas juta seratus enam puluh delapan ribu dua ratus sembilan puluh sembilan rupiah);
Bagian Daerah sebesar Rp2.135.563.567.421,00 (dua triliun seratus tiga puluh lima miliar lima ratus enam puluh tigajuta lima ratus enam puluh tujuh ribu empat ratus dua puluh satu rupiah); dan
Biaya Pemungutan sebesar Rp72.862.377.331,00 (tujuh puluh dua miliar delapan ratus enam puluh dua juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu tiga ratus tiga puluh satu rupiah);
Lebih Bayar DBH Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp142.926.479.517,00 (seratus empat puluh dua miliar sembilan ratus dua puluh enam juta empat ratus tujuh puluh sembilan ribu lima ratus tujuh belas rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar Rp782.259.741.303,00 (tujuh ratus delapan puluh dua miliar dua ratus lima puluh sembilan juta tujuh ratus empat puluh satu ribu tiga ratus tiga rupiah), terdiri atas: jdih.kemenkeu.go.id 1. Minyak Bumi sebesar Rp24.284.708.796,00 (dua puluh empat miliar dua ratus delapan puluh empatjuta tujuh ratus delapan ribu tujuh ratus sembilan puluh enam rupiah); dan
Gas Bumi sebesar Rp757.975.032.507,00 (tujuh ratus lima puluh tujuh miliar sembilan ratus tujuh puluh limajuta tiga puluh dua ribu lima ratus tujuh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebesar Rp3.280.160.873.378,00 (tiga triliun dua ratus delapan puluh miliar seratus enam puluh juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu tiga ratus tujuh puluh delapan rupiah), terdiri atas:
Iuran Tetap (landrent) sebesar Rp446.192. 703.318,00 (empat ratus empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh duajuta tujuh ratus tiga ribu tiga ratus delapan belas rupiah); dan
Royal ti sebesar Rp2.833. 968.170.060,00 (dua triliun delapan ratus tiga puluh tiga miliar sembilan ratus enam puluh delapan juta seratus tujuh puluh ribu enam puluh rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi sebesar Rp7.915.983.453,00 (tujuh miliar sembilan ratus lima belas juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu empat ratus lima puluh tiga rupiah), terdiri atas:
Setoran Bagian Pemerintah sebesar Rpl.636.932.049,00 (satu miliar enam ratus tiga puluh enam juta sembilan ratus tiga puluh dua ribu empat puluh sembilan rupiah);
Iuran Tetap sebesar Rp4.41 l.872.318,00 (empat miliar em pat ratus sebelas juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu tiga ratus delapan belas rupiah); dan
Iuran Produksi sebesar Rpl.867.179.086,00 (satu miliar delapan ratus enam puluh tujuh juta seratus tujuh puluh sembilan ribu delapan puluh enam rupiah);
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Kehutanan sebesar Rp391.735.434.743,00 (tiga ratus sembilan puluh satu miliar tujuh ratus tiga puluh lima juta empat ratus tiga puluh empat ribu tujuh ratus empat puluh tiga rupiah), terdiri atas:
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sebesar RpS0.835.925.085,00 (lima puluh miliar delapan ratus tiga puluh limajuta sembilan ratus dua puluh lima ribu delapan puluh lima rupiah);
Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp212.569.636.825,00 (dua ratus dua belas miliar lima ratus enam puluh sembilan juta enam ratus tiga puluh enam ribu delapan ratus dua puluh lima rupiah); dan
Dana Reboisasi sebesar Rp128.329.872.833,00 (seratus dua puluh delapan miliar tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan ratus tujuh puluh dua ribu delapan ratus tiga puluh tiga rupiah); dan
Lebih Bayar DBH Sumber Daya Alam Perikanan sebesar RplS0.287.637.734,00 (seratus lima puluh miliar dua ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus tiga puluh empat rupiah). 1 jdih.kemenkeu.go.id Pasal 7 (1) Kurang Bayar DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e tidak termasuk tambahan DBH Tahun Anggaran 2022 yang tidak dialokasikan per Daerah sebesar Rpl2.000.000.000.000,00 (dua belas triliun rupiah) yang diperhitungkan sebagai burden sharing atas realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan dari Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara Tahun Anggaran 2022. (2) Perhitungan Kurang Bayar DBH per Daerah yang diperhitungkan sebagai burden sharing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara proporsional untuk DBH Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara. Pasal 8 (1) Penyaluran Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Daerah provinsi/kabupaten/kota dilakukan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. (2) Penyaluran Kurang Bayar DBH kepada Daerah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. Pasal 9 (1) Penyelesaian Lebih Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Lebih Bayar DBH Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diperhitungkan dalam penyaluran Kurang Bayar DBH dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelesaian Lebih Bayar DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. Pasal 10 Rincian atas Kurang Bayar DBH dan Lebih Bayar DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menurut Daerah provinsi/kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 7 jdih.kemenkeu.go.id