Tata Cara Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi yang Dikenakan terhadap Kenaikan Penerimaan Nega ...
Relevan terhadap
Menetapkan PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI YANG DIKENAKAN TERHADAP KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SUMBER DAYA ALAM YANG DIBAGIHASILKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh Negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN. 3. Sumber Daya Alam adalah bumi, air, udara, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara. 4. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi. 6. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. 7. Bahan Bakar Minyak yang selanjutnya disingkat BBM adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi. 8. Liquified Petroleum Gas yang selanjutnya disingkat LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya. 9. Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu yang selanjutnya disebut Jenis BBM Tertentu adalah bahan bakar yang berasal dan/ a tau diolah dari minyak bumi dan/ a tau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofueij sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi. 10. LPG Tabung 3 (Tiga) Kg yang selanjutnya disebut LPG Tabung 3 Kg adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 Kg. 11. Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat. 12. Subsidi Energi adalah belanja subsidi Jenis BBM Tertentu, LPG Tabung 3 Kg, dan Listrik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 13. Kompensasi Energi adalah kompensasi harga jual eceran bahan bakar minyak dan dana kompensasi tarif tenaga listrik. 14. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. Pasal 2 PNBP yang berasal dari Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, terdiri atas:
PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan
PNBP yang berasal dari kegiatan usaha pertambangan Batubara. Pasal 3 Target PNBP yang berasal dari Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan ke pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tercantum dalam APBN. Pasal 4 (1) Pemerintah melaksanakan kebijakan pemberian Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
subsidi Jenis BBM Tertentu;
subsidi LPG Tabung 3 Kg;
subsidi Listrik;
kompensasi BBM; dan
kompensasi Listrik. (3) Pemerintah dapat melakukan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kebutuhan pada tahun anggaran berjalan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DIKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN .PAJAK YANG BERASAL DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN GAS BUMI YANG DIBAGIHASILKAN Bagian Kesatu Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi yang Dibagihasilkan Pasal 5 (1) PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi. (2) PNBP yang berasal dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagihasilkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi Yang Dikenakan Terhadap Perkiraan Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak Minyak Bumi dan Gas Bumi yang Dibagihasilkan Pasal 6 (1) Pemerintah dapat memperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi, dalam hal perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi. (2) Perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang melampaui target penerimaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US dollar) dan/atau kenaikan harga minyak mentah Indonesia dari target yang ditetapkan dalam APBN. (3) Persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari total peningkatan belanja Subsidi Energi dan Kompensasi Energi, dengan memperhatikan besarnya pengaruh dari masing-masing faktor yang memengaruhi perkiraan kenaikan PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi. (4) Dalam hal peningkatan nilai belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi lebih besar atau sama dengan nilai perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi, maka pembebanan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi menggunakan sebagian atau paling tinggi 100% (seratus persen) dari jumlah perkiraan kenaikan PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan. (5) Pembebanan atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi dihitung dengan menggunakan formula dan mengacu pada simulasi perhitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 7 (1) Penghitungan dan penetapan DBH yang bersumber dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (2) Tata cara penghitungan dan penetapan DBH yang bersumber dari Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PERHITUNGAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DIKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERASAL DARI KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA YANG DIBAGIHASILKAN Bagian Kesatu Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang Dibagihasilkan Pasal 8 (1) PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hurufb, terdiri atas:
iuran tetap pertambangan Batubara; dan
iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara. (2) PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagihasilkan kepada daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perhitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi Yang Dikenakan Terhadap Perkiraan Kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Pertambangan Batubara yang Dibagihasilkan Pasal 9 (1) Pemerintah dapat meinperhitungkan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, dalam hal perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara melampaui target penerimaan dalam APBN yang diikuti dengan kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi. (2) Perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara yang melampaui target penerimaan dalam APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ( US dollar) dari target yang ditetapkan dalam APBN dan/atau kenaikan harga Batu.hara acuan yang digunakan dalam perhitungan perkiraan realisasi PNBP dibandingkan dengan harga Batubara acuan yang digunakan dalam perhitungan target PNBP. (3) Persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari total peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi, dengan memperhatikan besarnya pengaruh dari masing-masing faktor yang memengaruhi kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara. (4) Dalam hal peningkatan nilai belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi lebih besar a tau sama dengan nilai kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara, maka pembebanan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi menggunakan se bagian a tau paling tinggi 100% (seratus persen) darijumlah perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (5) Pembebanan atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi terhadap kenaikan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dihitung dengan menggunakan formula dan mengacu pada simulasi perhitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 10 (1) Penghitungan dan penetapan DBH Sumber Daya Alam dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara dilaksanakan dengan mempertimbangkan nilai pembebanan kenaikan perkiraan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara terhadap nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi se bagaimana dim aksud dalam Pasal 9. (2) Tata cara penghitungan dan penetapan DBH Sumber Daya Alam dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB IV PENETAPAN PERSENTASE TERTENTU ATAS PENINGKATAN BELANJA SUBSIDI ENERGI DAN/ATAU KOMPENSASI ENERGI YANG DtKENAKAN TERHADAP PERKIRAAN KENAIKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA YANG DIBAGIHASILKAN Pasal 11 (1) Dalam hal terdapat kebijakan peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi pada tahun anggaran berjalan, Direktorat Jenderal Anggaran menghitung jumlah kenaikan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (2) Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan menyampaikan permihtaan angka perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selaku Instansi Pengelola PNBP kegiatan usaha pertambangan Batubara. (3) Angka peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung oleh Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, berdasarkan:
Undang-Undang mengenai APBN atau APBN Perubahan;
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN atau rincian APBN Perubahan; dan/atau
Dokumen penyesuaian APBN, diantaranya risalah rapat koordinasi asset liabilities committee (ALCo) atau dokumen yang dipersamakan. (4) Angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan, dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP berdasarkan:
Undang-Undang mengena1 APBN atau APBN Perubahan;
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN atau APBN Perubahan; dan/atau
Dokumen penyesuaian APBN, diantaranya Laporan Semester, Prognosa, dan/atau dokumen lain yang dipersamakan. (5) Instansi Pengelola PNBP menyampaikan angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktur J enderal Anggaran c. q. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan untuk dilakukan penelitian.
Berdasarkan angka peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan angka perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan menghitung nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan. (7) Nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa 1uran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dihitung secara proporsional dengan mempertimbangkan nilai peningkatan masing-masing PNBP. (8) Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan melaksanakan rapat pembahasan dalam rangka penetapan nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan, dengan melibatkan unit terkait di lingkup Kementerian Keuangan, Instansi Pengelola PNBP terkait, dan/atau Aparat Pengawas Intern Pemerintah Kementerian Keuangan. (9) Hasil kesepakatan rapat pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pejabat eselon II atau setingkat yang berwenang. (10) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan terhadap perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sesuai hasil kesepakatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan kepada Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai dasar penghitungan DBH dengan ditembuskan kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan. Pasal 12 (1) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (10) bersifat sementara. (2) Besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi dan nilai perkiraan realisasi tahun berjalan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dalam satu tahun anggaran secara final berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat audited yang diterbitkan oleh instansi pemeriksa yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terdapat perbedaan antara angka yang digunakan dalam perhitungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan angka yang digunakan dalam perhitungan final sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selisih kurang/lebih akan diperhitungan dalam penetapan besaran nilai peningkatan belanja Subsidi Energi dan/ a tau Kompensasi Energi yang dapat dikenakan pada perkiraan kenaikan realisasi PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/royalti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan pada tahun anggaran berikutnya. (4) Menteri Keuangan menetapkan perhitungan selisih kurang/lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Kenaikan PNBP dari kegiatan usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagihasilkan dan PNBP dari kegiatan usaha pertambangan Batubara berupa iuran produksi/ royal ti pertambangan Batubara yang dibagihasilkan dan diperhitungkan dengan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi, tidak dibagihasilkan ke daerah dan tidak diperhitungkan sebagai kurang bayar DBH. Pasal 13 Peraturan Menteri m1 berlaku sepanjang kewenangan Pemerintah untuk melakukan perhitungan persentase tertentu atas peningkatan belanja Subsidi Energi dan/atau Kompensasi Energi yang dikenakan terhadap kenaikan PNBP Sumber Daya Alam yang dibagihasilkan diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN Perubahan. BABV KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Penghitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi dan Kompensasi Energi terhadap Kenaikan Penerimanaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang Dibagihasilkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1393) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.02/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194 /PMK.02/2021 ten tang Tata Cara Penghitungan Persentase Tertentu atas Peningkatan Belanja Subsidi dan Kompensasi Energi terhadap Kenaikan Penerimanaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam yang Dibagihasilkan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 593), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Pasal 15 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 ...
Relevan terhadap
bahwa untuk tetap mempertahankan daya beli masyarakat di sektor industri perumahan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, perlu melakukan penyesuaian kembali kebijakan mengenai Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun yang ditanggung Pemerintah tahun anggaran 2021;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.010/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021 belum dapat menampung perkembangan kebutuhan pengaturan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun yang ditanggung Pemerintah tahun anggaran 2021 sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021;
Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6876 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2023 TENTANG KEWENANGAN KHUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA KEUIENANGAN KIIUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA A. BIDANG PENDIDIKAN 1 Manajemen Pendidikan a. Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. b. Fasilitasi pendidikan tinggi. 2 Kurikulum Penetapan kurikulum muatan lokal pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. 3 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan. 4 Penzinan Pendidikan Perizinan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal serta program studi di luar kampus utama perguruan tinggi Indonesia dan perguruan tinggi asing peringkat 100 (seratus) terbaik dunia. 5 Bahasa dan Sastra Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam wilayah Ibu Kota Nusantara B. BIDANG KESEHATAN 1 Upaya Kesehatan a. Pengelolaan upaya kesehatan perseor€rngan (UKP) rujukan secara terintegrasi. b. Pengelolaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan rujukan secara terintegrasi. c. Penyelenggaraan standardisasi khusus fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta. d. Penerbitan perizinan berusaha untuk fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit kelas A, B, C, dan D serta penanaman modal asing (PMA). 2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan termasuk Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing a. Perencanaan dan pengembangan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. b. Penyelenggaraan skema penghargaan dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. c. Penempatan dan pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/ penunj ang kesehatan. d. Penerbitan izin praktik tenaga kesehatan.
Sediaan Farmasi, Alat, Kesehatan, dan Makanan Minuman a. Pengawasan dan pemantauan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan. b. Pengawasan post-markef produk makanan minuman industri rumah tangga dan pangan olahan siap saji. c. Penyediaan obat pelayanan kesehatan dasar. d. Penerbitan perizinan berusaha usaha kecil obat tradisional (UKOT). e. Penerbitan perizinan berrrsaha apotek, toko obat, dan toko alat kesehatan. f. Penerbitan pedzinan berusaha usaha mikro obat tradisional (UMOT). g. Penerbitan perizinan berusaha produksi makanan dan minuman pada industri rumah tangga.
Penerbitan izin pedagang besar farmasi (PBF) cabang dan cabang distributor alat kesehatan (DAK). i. Penerbitan sertifikat produksi alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostic in uitro (DIY) kelas A/ 1 (satu) tertentu serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) kelas 1 (satu) tertentu perusahaan rumah tangga.
Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Bidang Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan pendekatan edukatif partisipatif dengan memperhatikan potensi dan sosial budaya setempat. C. BIDANG PEKER.IAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG 1 Perencanaan Tata Ruang Men5rusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Ibu Kota Nusantara. 2 Pemanfaatan Ruang Penzinan terkait penataan ruang yang meliputi:
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan rurang (PKKPR) untuk kegiatan berusaha;
Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKKPR) untuk kegiatan nonberusaha; dan
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) untuk kegiatan nonberusaha.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang. 4 Pengawasan Penataan Ruang Pelaksanaan pengawasan penataan ruzrng.
Air Minum a. Penetapan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). b. Pengelolaan dan pengembangan SPAM.
Persampahan a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaarl pers€rmpahan. 7 Air Limbah a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. 8 Drainase a. Penetapan pengembangan sistem drainase. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase. 9 Infrastruktur Hijau Kota Spons a. Pengembangan kota spons. b. Pengelolaan dan pengembangan infrastruktur konservasi air kota spons. c. Penetapan dan penegakan peraturan kota spons. 10 Permukiman a. Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman. b. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman.
Bangunan Gedung a. Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional. b. Penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional dan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus. c. Penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG) dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung. t2. Penataan Bangunan dan Lingkungannya a. Penetapan pengembangan sistem penataan bangunan dan lingkungannya. b. Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungannya.
Jalan a. Pengembangan sistem jaringan jalan. b. Penyelenggaraan jalan. l4 Jasa Konstruksi a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan, tenaga ahli konstruksi, dan tenaga terampil konstruksi. b. Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan. c. Pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi. d. Pengembangan standar kompetensi kerja dan pelatihan jasa konstruksi. e. Pengembangan kontrak kerja konstrr.rksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi. f. Pengemb€rngan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. g. Penyelenggaraan pengawasan penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan jasa konstruksi oleh badan usaha jasa konstruksi. h. Pengembangan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi.
Irigasi Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi. D. BIDANG PERUMAIIAN DAN I(AWASAN PERIUUKIMAN 1 Perumahan a. Pengembangan sistem penyelengg€rraan perumahan secara terpadu. b. Penyediaan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Fasilitasi dan/atau penyediaan pemmahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). d. Fasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat yang terkena relokasi sebagai dampak kebijakan pemerintah. e. Penyediaan dan rehabilitasi perumahan korban bencana. f. Pengembangan sistem pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. g. Penerbitan sertifikat kepemilikan bangunan gedung (SKBG).
Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan perumahan. i. Penetapan pelaksanaan pemenuhan kewajiban hunian berimbang sesuai prioritas pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di wilayah Ibu Kota Nusantara. 2 Kawasan Permukiman dan Kawasan Permukiman Kumuh a. Penetapan sistem kawasan permukiman. b. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan pennukiman kumuh. c. Pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh. d. Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. 3 Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Penetapan kebijakan dan penyelenggaraan prasarana sarana umum di lingkungan hunian, kawasan permukiman, dan perumahan. E. BIDANG KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM SERTA PERLINDUNGAN MASYARAKAT 1 Ketenteraman dan Ketertiban Umum a. Penegakan produk hukum Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ibu Kota Nusantara. c. Penanganan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. 2 Bencana a. Penyelenggaraan penanggulangan bencana. b. Penyelenggaraan pencegahan, tanggap darurat, dan pascabencana alam dan nonalam.
Kebakaran a. Standardisasi sarana dan prasarana pemadam kebakaran. b. Standardisasi kompetensi dan sertifikasi pemadam kebakaran. c. Penyelenggaraan sistem informasi kebakaran. d. Penyelenggaraan pemetaan rawan kebakaran. e. Pencegahan, pengendalian, pemadaman, penyelamatan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun kebakaran. f. Inspeksi peralatan proteksi kebakaran. g. Investigasi kejadian kebakaran. h. Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan kebakaran. F. BIDANG SOSIAL 1 Pemberd ayaar: Sosial a. Penetapan lokasi dan pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil (KAT). b. Pembinaan sumber kesejahteraan sosial. c. Pembinaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3). d. Pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial. e. Penerbitan izin pengumpulan sumbangan. 2 Penanganan Warga Negara Migran Korban Tindak Kekerasan Penanganan warga negara migran korban tindak kekerasan dari titik debarkasi untuk dipulangkan hingga daerah asal. 3 Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial bukan/tidak termasuk bekas korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), orzrng dengan Human Immunodeficiencg Vints / Acquire d Immuno Deficiencg Sg ndrome y ar: g memerlukan rehabilitasi pada panti dan tidak memerlukan rehabilitasi pada panti, dan rehabilitasi anak yang berhadapan dengan hukum. 4 Perlindungan dan Jaminan Sosial a. Pengelolaan data fakir miskin. b. Pemeliharaan anak-anak telantar. c. Penerbitan izin orang tua angkat untuk pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal warga negara Indonesia. 5 Penanganan Bencana a. Penyediaan kebutuhan dasar dan pemulihan trauma bagi korban bencana. b. Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana. c. Penyelenggaraan penanganan bencana berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara. 6 Taman Makam Pahlawan Pembangunan dan pemeliharaan taman makam pahlawan nasional. 7 Penanganan Konflik Sosial Penanganan konflik sosial yang meliputi:
pencegahan konflik;
penghentian konflik; dan
pemulihan pascakonflik. G. BIDANG TENAGA KER.IA 1 Perencanaan Tenaga Kerja (Manpower Ptanning) dan Penyediaan Layanan Informasi Pasar Kerja a. Pen5rusunan perencanaan tenaga kerja (manpower planning). b. Penyediaan informasi ketenagakerjaan meliputi penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan kerja termasuk kompetensi keda, produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial, kondisi lingkungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja, jaminan sosial tenaga kerja. 2 Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja a. Pelaksanaan pelatihan untuk kejuruan yang bersifat strategis. b. Pelaksanaan pelatihan kerja. c. Pelaksanaan akreditasi lembaga pelatihan kerja. d. Konsultansi peningkatan produktivitas tenaga kerja pada perusahaan menengah dan kecil. e. Pembinaan lembaga pelatihan kerja swasta. f. Pengukuran produktivitas tenaga keda dan perusahaan. g. Penyediaan instruktur dan tenaga pelatihan yang kompeten serta sarana dan prasarana pelatihan. 3 Penempatan Tenaga Kerja a. Pelayanan antarkerja. b. Pengelolaan informasi pasar kerja. c. Pelindungan pekerja migran Indonesia sebelum bekerja dan setelah bekerja. d. Pelaksanaan perluasan kesempatan kerja. e. Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerl'a asing melalui dashboard khusus pada sistem online pelayanan penggunaan tenaga kerja asing. f. Penetapan jangka waktu tertentu untuk pembebasan dari kewajiban pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing. 4 Hubungan Industrial a. Pengesahan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang hanya beroperasi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. b. Pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mogok kerja, dan penutupan perrrsahaan yang berakibat/berdampak pada kepentingan di Ibu Kota Nusantara. c. Penetapan upah minimum. d. Pencatatan perjanjian kerja untuk perusahaan yang beroperasi di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.
Pencatatan serikat pekerja/serikat buruh yang berdomisili di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pengawasan Ketenagakerj aan Penyelenggaraan pen gawasan ke tenagakerj aan. H. BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK 1 Kualitas Hidup Perempuan a. Pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) pada lembaga pemerintah. b. Pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan.
Perlindungan Perempuan a. Pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan rujukan lanjutan bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan.
Kualitas Keluarga a. Peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan kesetaraan gender (KG) dan hak anak. b. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. d. Penyediaan layanan bagi keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. 4 Sistem Data Gender dan Anak Pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data gender dan anak dalam kelembagaan data.
Pemenuhan Hak Anak (PHA) a. Pelembagaan PHA pada lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan dunia usaha. b. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas hidup anak. c. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas hidup anak.
Perlindungan Khusus Anak a. Pencegahan kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya terhadap anak yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindunga.n khusus. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus. I. BIDANG PANGAN 1 Penyelenggaraan Pangan Berdasarkan Kedaulatan dan Kemandirian a. Pen5rusunan strategi kedaulatan pangan di Ibu Kota Nusantara. b. Penyediaan infrastruktur dan seluruh pendukung kemandirian pangan pada berbagai sektor. 2 Penyelenggaraan Ketahanan Pangan a. Penyediaan dan penyaluran pangan pokok dan/atau pangan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan. b. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan dan menjaga keseimbangan cadangan pangan. c. Penentuan harga minimum untuk pangan lokal yang tidak ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. d. Promosi dan edukasi penganekaraganlran konsumsi pangan dalam pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. e. Pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. f. Pelaksanaan kerl'a sama dengan Daerah Mitra untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. 3 Penanganan Kerawanan Pangan a. Penetapan kriteria dan status krisis pangan. b. Penyusunan peta ketahanan dan kerentanan pangan. c. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pada kerawanan pangan. d. Penanganan kerawanan pangan. e. Fasilitasi pengembangan cadangan pangErn masyarakat. 4 Keamanan Pangan a. Pelaksanaan pengawasan keamanan panga.n segar. b. Registrasi pangan segar produksi dalam negeri dari pelaku usaha menengah dan besar, baik dengan klaim maupun tidak, serta pelaku usaha mikro dan kecil. c. Pembinaan keamanan pangan bagi pelaku usaha kecil pangan seg€rr. J. BIDANG PERTANAIIAN 1 Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum a. Pelaksanaan tahap perencanaan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. b. Pelaksanaan tahap persiapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 2 Perencanaan Penggunaan Tanah Penetapan perencanaan penggunaan tanah. 3 Penatagunaan Tanah (Land Use Planning) a. Pelaksanaan pendataan tata guna tanah. b. Pembuatan sistem informasi tata guna tanah. c. Penetapan kebijakan pengawasan, pemantauan, dan pengendalian neraca persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. d. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penatagunaan tanah. e. Penerbitan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). 4 Ganti Kerrrgian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan. 5 Sengketa Tanah Garapan Penyelesaian sengketa tanah garapan. 6 Izin Membuka Tanah Penerbitan izin membuka tanah. 7 Tanah Kosong a. Penyelesaian masalah tanah kosong. b. Inventarisasi dan pemanfaatan tanah kosong. 8 Pemanfaatan Tanah di atas Tanah Hak Pengelolaan a. Pen5rusunan rencana peramtukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara serta Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. b. Penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanah hak pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain. c. Melakukan perjanjian pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. d. Kewenangan lainnya terkait pemanfaatan tanah di atas tanah hak pengelolaan. 9 Penetapan Tarif Pemanfaatan Hak Pengelolaan Penetapan tarif dan latau uang wajib tahunan pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. K. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1 Pelindungan dan Lingkungan Hidup Pengelolaan Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk:
penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati;
penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi;
pengelolaan wilayah fungsional perkotaan yang berorientasi pada lingkungan hidup; dan
penerapan pengolahan sampah dan limbah dengan prinsip ekonomi sirkuler. 2 Perencanaan Lingkungan Hidup Pen5rusunan dan penetapan rencana pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH). 3 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pen5rusunan dan penjaminan kualitas KLHS untuk kebijakan, rencana, dan/atau program Ibu Kota Nusantara. 4 Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran danfatau kerusakan lingkungan hidup. 5 Keanekaragaman Hayati (Kehati) Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) 6. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah E}3) a. Pengelolaan 83. b. Pengelolaan Limbah 83. 7 Pembinaan dan Pengawasan terhadap lzin Lingkungan dart lzin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) a. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan izin PPLH yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Perizinan terkait lingkungan hidup dan PPLH. 8 Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), Kearifan Lokal dan Hak MHA yang terkait dengan PPLH a. Penetapan pengakuan MHA, kearifan lokal, atau pengetahuan tradisional yang terkait dengan PPLH. b. Peningkatan kapasitas MHA yang terkait dengan PPLH. 9 Pendidikan, Pelatihan, dan Pen5ruluhan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan pen5ruluhan lingkungan hidup untuk lembaga kemasyarakatan.
Penghargaan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Pemberian penghargaan lingkungan hidup untuk masyarakat.
Pengaduan Lingkungzrn Hidup Penyelesaian pengaduan masyarakat di bidang PPLH terhadap:
usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan/atau izin PPLH yang diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
usaha dan/atau kegiatan yang lokasi dan/atau dampaknya di wilayah Ibu Kota Nusantara. t2. Persampahan a. Perizinan insinerator pengolah sampah menjadi energi listrik. b. Pengelolaan dan penanganan sampah. c. Perizinan terkait pengolahan sampah, pengangkutan sampah, dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta. d. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah oleh pihak swasta. e. Penetapan, pembinaan, dan pengawasan tanggung ^jawab produsen dalam pengurangan sampah. L. BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUI(AN DAN PENCATATAN SIPIL 1 Pendaftaran Penduduk Pelayanan pendaftaran penduduk. 2 Pencatatan Sipil Pelayanan pencatatan sipil. 3 Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Pengumpulan data kependudukan dan pemanfaatan dan penyajian database kependudukan. 4 Profil Kependudukan Pen5rusunan profil kependudukan. M. BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA 1 Pengendalian Penduduk a. Pemaduan dan sinkronisasi kebdakan pengendalian kuantitas penduduk. b. Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk. 2 Keluarga Berencana (KB) a. Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi pengendalian penduduk dan KB sesuai dengan kearifan lokal. b. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB). c. Pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB. d. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan, pelayanan, dan pembinaan kesertaan ber-KB. 3 Keluarga Sejahtera a. Pengelolaan desain program dan pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. b. Pemberdayaan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. c. Pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan keseiahteraan keluarga. N. BIDANG PERHUBUNGAN 1 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) a. Penetapan rencana induk jaringan LLAJ. b. Penyediaan perlengkapan jalan. c. Pengelolaan terminal penumpang tipe A, B, dan C. d. Penyelenggaraan terminal barang untuk umum. e. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk jaringan jalan. f. Persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas untuk jalan. g. Audit dan inspeksi keselamatan LLAJ di jalan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara. h. Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang. i. Penetapan kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan perkotaan. j. Penetapan rencana umum jaringan trayek. k. Penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang yang melayani trayek. 1. Pengujian berkala kendaraan bermotor. m. Penerbitan izin penyelenggaraan dan pembangunan fasilitas parkir. n. Penerbitan izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, angkutan pariwisata, dan angkutan barang khusus. o. Persetujuan penyelenggaraan terminal barang untuk kepentingan sendiri. 2 Pelayaran a. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian kapal antardaerah yang terletak pada jaringan jalan Ibu Kota Nusantara dan/atau jaringan jalur kereta api. b. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian untuk kapal yang melayani penyeberangan lintas pelabuhan antardaerah. c. Penetapan tarif angkutan penyeberangan penumpang kelas ekonomi dan kendaraan beserta muatannya pada lintas penyeberangan antardaerah di Ibu Kota Nusantara. d. Penetapan lokasi pelabuhan. e. Penetapan rencana induk dan daerah lingkungan kerja (DlKr)/daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. f. Penetapan rencana induk dan DKLr IDKLp pelabuhan sungai dan danau regional. g. Pembangunan, penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan/atau pelabuhan pengumpan. h. Pembangunan dan penerbitan izin pelabuhan sungai dan danau yang melayani trayek. i. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan.
Penerbitan izin usaha angkutan laut pelayaran ralryat bagi orang perorangan atau badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan yang beroperasi pada lintas pelabuhan. k. Penerbitan izin trayek penyelenggaraan angkutan sungai dan danau untuk kapal yang melayani trayek dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. l. Penerbitanizinusahajasa terkait berupa bongkar muat barang, jasa pengukuran transportasi, angkutan, perairan pelabuhan, penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut, tally mandiri, dan depo peti kemas. m. Penerbitan izin usaha badan usaha pelabuhan di pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, danf atau pelabuhan pengumpan. n. Penerbitan izin pengembangan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. o. Penerbitan izin pekerjaan pengukuran di wilayah perairan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. p. Penerbitan izin pengoperasian pelabuhan selama 24 jam untuk semua pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. q. Penerbitan izin pekerjaan pengerrrkan di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan penzumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan.
Penerbitan izin pekerjaan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. s. Penerbitan izin pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) di dalam DLKr/DLKp pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. t. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. u. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan penyeberangan sesuai dengan domisili badan usaha. v. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. w. Penerbitan izin usaha jasa terkait dengan perawatan dan perbaikan kapal. x. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan antardaerah dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. 3 Penerbangan a. Pengelolaan tempat pendaratan dan lepas landas helikopter. b. Pengendalian daerah lingkungan kepentingan pada bandar udara. c. Menjamin tersedianya aksesibilitas dan utilitas untuk menunjang pelayanan pada bandar udara. 4 Perkeretaapian a. Penetapan rencana induk perkeretaapian. b. Penetapan ^jaringan jalur kereta api. c. Penetapan kelas stasiun pada jaringan jalur kereta api. d. Penetapan jaringan pelayanan perkeretaapian pada jaringan jalur perkeretaapian. e. Penerbitan izin operasi sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas di wilayah Ibu Kota Nusantara. f. Penerbitan izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi prasarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan izin pengadaan atau pembangunan perkeretaapian khusus, izin operasi, dan penetapan jalur kereta api khusus yang jaringannya di dalam Ibu Kota Nusantara. h. Penerbitan izin trase kereta api. O. BIDANG KOMUNIKASI DAN INFORIIIATIKA 1 Penyelenggaraan, Sumber Daya, dan Perangkat Pos, serta Informatika a. Penyediaan danf atau pengelolaan infrastruktur pasif telekomunikasi (gorong- gorongl duct, menara, tiang, lubang kabel/ manhole, dan/atau infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan .secara bersama oleh penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara penyiaran. b. Pemberian fasilitasi dan latau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan dan/atau penyediaan infrastruktur telekomunikasi. c. Penyediaan dan penggunaan infrastruktur pos (smart locker, autonomous uehicle, drone, dan infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan secara bersama oleh penyelenggara pos komersial.
Informasi dan Komunikasi Publik Pengelolaan konten dan diseminasi informasi dan komunikasi publik di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Aplikasi Informatika a. Pengelolaan aplikasi informatika dalam rangka mewujudkan smart city dan smart gouerrlance Ibu Kota Nusantara dengan memanfaatkan Nert Generation Network (NGN) dan berbasis Internet of Things (IoT). b. Pengelolaan e-qouentment.
Pengelolaan narna domain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan subdomain di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. P. BIDANG KOPERASI, USAHA KECIL, DAN MENENGAII 1 Izin Usaha Simpan Pinjam a. Penerbitan izin usaha simpan pinjam untuk koperasi. b. Penerbitan izin pernbukaan kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor kas koperasi simpan pinjam untuk koperasi dengan wilayah keanggotaan di Ibu Kota Nusantara. 2 Pengawasan dan Pemeriksaan a. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. b. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 3 Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi Penilaian kesehatan KSP/USP koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 4 Pendidikan dan Latihan Perkoperasian Pendidikan dan latihan perkoperasian bagi koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 5 Pemberdayaan dan Perlindungan Koperasi Pemberdayaan dan pelindungan koperasi yang keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara.
Pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) Pemberdayaan usaha mikro dan usaha kecil melalui pendataan, kemitraan, kemudahan perizinan, penguatan kelembagaan, dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan. 7 Pengembangan UMKM Pengembangan usaha mikro dan usaha kecil dengan orientasi peningkatan skala usaha menjadi usaha kecil dan menengah. A. BIDANG PENANAI}IAN MODAL 1 Pengembangan Iklim Penanaman Modal a. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanzunan modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. b. Pembuatan peta potensi investasi Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. c. Kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara. 2 Promosi Penanaman Modal Penyelenggaraan promosi penanaman modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan kementerian/lembaga terkait. 3 Pelayanan Penanaman Modal a. Pelayanan peizinan dan nonper2inan secara terpadu satu pintu melalui sistem Online Singte Submission Rfsk Qased Approach (OSS RBA). b. Penerbitan rekomendasi alih status izin tinggal kunjungan menjadi izin tinggal terbatas.
Penerbitan rekomendasi alih status izin tetap. tinggal terbatas menjadi izin tinggal 4 Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengendalian pelaksanaan terhadap kegiatan penanaman modal yang berlokasi dalam wilayah Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. 5 Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang terintegrasi secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. R. BIDANG KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA 1 Kepemudaan a. Penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda terhadap pemuda pelopor, wirausaha muda, dan pemuda kader. b. Pemberdayaan dan ^pengembangan organisasi kepemudaan.
Kerja sama internasional untuk penyadaran, pemberdayaarl, dan pengembangan pemuda. 2 Keolahragaan a. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi. b. Penyelenggaraan kejuaraan olahraga dan/atau festival olahraga internasional. c. Penyelenggaraan pekan olahraga, kejuaraan olahraga, danf atau festival olahraga nasional. d. Pembinaan dan pengembangan organisasi olahraga. e. Perencanaan, penyediaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan prasa.rana olahraga dan sararla olahraga. f. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan olahraga. 3 Kepramukaan a. Pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. b. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. S. BIDANG PERSANDIAN T. BIDANG KEBUDAYAAN 1 Persandian Informasi untuk Pengamanan a. Penyelenggaraan persandian untuk pengamanan informasi Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan pola hubungan komunikasi sandi antarbagian dari strrrktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara.
Analisis Sinyal Pengamanan sinyal. 1 Pemajuan Kebudayaan a. Pengusulan objek pemajuan kebudayaan untuk ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia. b. Pengelolaan objek pemajuan kebudayaan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia.
Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan. d. Pembinaan sumber daya manusia kebudayaan, lembaga adat, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan. e. Penyediaan sarana dan prasarana kebudayaan. f. Penyelenggaraan kegiatan promosi objek pemajuan kebudayaan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. g. Pen5rusunan, penetapan, dan pemutakhiran pokok pikiran kebudayaan. h. Pemberian penghargaan kebudayaan. 2 Cagar Budaya a. Pembentukan tim ahli cagar budaya. b. Penetapan dan pemeringkatan cagar budaya. c. Pengelolaan cagar budaya yang dimiliki danf atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. d. Pelestarian cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. e. Pengelolaan warisan dunia yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara.
Penempatan juru pelihara untuk melakukan perawatan cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. g. Penempatan polisi khusus cagar budaya untuk melakukan pengamanan cagar budaya dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Penempatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang cagar budaya untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana cagar budaya yang dimiliki atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Penerbitan izin membawa cagar budaya ke luar daerah Ibu Kota Nusantara. j. Penerbitan izin pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. k. Penyelenggara€rn kegiatan promosi cagar budaya di tingkat lokal, nasional, dan internasional. 3 Sejarah Pembinaan sejarah lokal 4 Permuseuman a. Pengelolaan museum. b. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Museum. U. BIDANG PERPUSTAKAAN a. Pengelolaan perpustakaan. b. Pembudayaan gemar membaca dan pengembangan literasi masyarakat. 1 Pembinaan Perpustakaan 2 Pelestarian Koleksi Nasional dan Naskah Kuno a. Pelestarian karya cetak dan karya rekam koleksi perpustakaan. b. Penerbitan katalog induk dan bibliografi khusus. c. Pelestarian naskah kuno. d. Pengembangan koleksi budaya etnis nusantara yang ditemukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. V. BIDANG KEARSIPAN 1 Pengelolaan Arsip a. Pengelolaan arsip dinamis Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pengelolaan arsip statis yang diciptakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara, perusahaan swasta yarrg kantor pusat usahanya di Ibu Kota Nusantara, organisasi kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat di Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan Ibu Kota Nusantara sebagai simpul jaringan dalam sistem informasi kearsipan nasional (SIKN) melalui jaringan informasi kearsipan nasional (JIKN). 2 Pelindungan dan Penyelamatan Arsip a. Pemusnahan arsip di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun. b. Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana. c. Penyelamatan arsip bagian dari struktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara yang digabung dan/atau dibubarkan, serta perubahan satuan wilayah di Ibu Kota Nusantara. d. Autentikasi arsip statis dan arsip hasil alih media.
Melakukan pencarian arsip statis yang pengelolaannya menjadi kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara yang dinyatakan hilang dalam bentuk daftar pencarian arsip. 3 Perizinan Penerbitan izin penggunaan arsip yang bersifat tertutup. W. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1 Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil a. Pengelolaan sumber daya laut di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. b. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. c. Penerbitan perizinan berusaha di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. d. Penzusulan calon kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.
Pembentukan satuan unit organisasi pengelola kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. f. Pengelolaan kawasan konservasi yang telah ditetapkan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 2 Perikanan Tangkap a. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan dan penyelenggaraan tempat pelelangan ikan (TPI). d. Pendaftaran kapal perikanan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang beroperasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. e. Pelindungan dan pemberdayaan nelayan kecil. f. Penerbitan perizinan berrrsaha subsektor penangkapan ikan dan perizinarr berusaha subsektor pengangkutan ikan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan laut Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan persetujuan pengadaan kapal perikanan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 3 Perikanan Budidaya a. Pemberdayaan usaha kecil pembudidaya ikan. b. Pengelolaan pembudidayaan ikan. 4 Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan a. Pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Pengawasan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan berusaha sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.
Pengolahan dan Pemasaran Penerbitan izin usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan untuk penana.man modal dalam negeri (PMDN).
Pengemb€rngan SDM Kelautan dan Perikanan Masyarakat a. Penyelenggaraan pelatihan untuk masyarakat kelautan dan perikanan. b. Penyelenggaraan pendidikan menengah sektor kelautan dan perikanan X. BIDANG PARTUISATA DAN EKONOMI KREATIF 1 Destinasi Pariwisata a. Penetapan destinasi pariwisata. b. Penetapan daya tarik wisata dan kawasan strategis/klaster pariwisata. c. Penyiapan dan fasilitasi pengembangan daya tarik wisata, kawasan strategis/ klaster pariwisata serta amenitas pariwisata. d. Penyelenggaraan pembangunan aksesibilitas pariwisata yang meliputi penyediaan dan pengembangErn sarana, prasarErna, dan sistem transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api. e. Pemeliharaan dan pelestarian aset yang menjadi daya tarik wisata. f. Pengelolaan kawasan strategis/klaster pariwisata melalui pembentukan badan usaha dan/atau keda sama usaha kesehatan/kebugaran yang ditunjang oleh pariwisata kota, meetings, incentiues, conferencing, exhibitions (MICE), wisata kesehatan, dan wisata kebugaran. g. Penyiapan daya tarik wisata, fasilitas umlrm, fasilitas pariwisata dan aksesibilitas pada kawasan strategis/klaster pariwisata baru lainnya. 2 Pemasaran Pariwisata Fasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata. 3 Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif a. Pengembangarr, penyelenggaraan, dan pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata dan ekonomi kreatif tingkat ahli, lanjutan, dan dasar. b. Penyelenggaraan bimbingan masyarakat sadar wisata. 4 Perencanaan Kepariwisataan Pen5rusunan dan penetapan rencana induk pembangunan kepariwisataan. 5 Penyelenggaraan Kepariwisataan a. Pengoordinasian penyelenggaraan kepariwisataan. b. Penyelenggaraan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan. c. Pelaksanaan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata. d. Pemberian kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan. e. Penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi kepariwisataan. f. Pemberian informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan. g. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat. h. Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan kepariwisataan. i. Pengalokasian anggaran kepariwisataan.
Penerapan prinsip pariwisata berkelaniutan. 6. Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi dalam Bidang Usaha Pariwisata Pemberian kemudahan/fasilitas, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah dalam bidang usaha pariwisata. 7 Badan Promosi Pariwisata Fasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Otorita Ibu Kota Nusantara. 8 Pelaku Ekonomi Kreatif Pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif melalui:
pelatihan, pembimbingan teknis, dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial;
dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembang€rn teknologi di dunia usaha; dan
standardisasi usaha dan sertifikasi profesi bidang ekonomi kreatif. 9 Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif Pengembanga.n ekosistem ekonomi kreatif melalui:
pengembangErn pendidikan;
fasilitasi pendanaan dan pembiayaan;
penyediaan infrastruktur;
pengembangan sistem pemasaran;
pemberian insentif;
fasilitasi kekayaan intelektual; dan
perlindungan hasil kreativitas.
Pariwisata Alam a. Pemberian izin pengusahaan pariwisata alam untuk pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di dalam blok pemanfaatan taman hutan raya. b. Pembinaan dan pengawasan usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam. c. Penetapan pungutan bagi setiap wisatawan yang memasuki kawasan pengusahaan pariwisata alam. Y. BIDANG PERTANIAN 1 Sarana Pertanian a. Pengawasan peredaran, mutu/formula, dan penetapan kebutuhan sarana pertanian. b. Pengelolaan, pengawasan mutu, dan peredaran benih/bibit, sumber daya genetik (SDG) hewan.
Pengawasan benih ternak, pakan, hijauan pakan ternak (HPT), dan obat hewan di tingkat pengecer. d. Pengawasan peredaran obat hewan di tingkat distributor. e. Penyediaan benih bibit ternak dan HPT. f. Pengendalian penyediaan dan peredaran benih/bibit ternak dan HPT. g. Penyediaan benih/bibit ternak dan HPT. h. Penetapan calon penerima sarana pertanian. 2 Prasarana Pertanian a. Penentuan, penataan, dan pengembangan kebutuhan prasarana pertanian. b. Penetapan dan pengelolaan wilayah sumber bibit ternak dan rumpun/galur ternak. c. Penetapan kawasan peternakan. d. Pengembangan lahan penggembalaan umum. e. Penetapan calon penerima prasarana perkebunan.
Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Penjaminan kesehatan hewan, penutupan, dan pembukaan daerah wabah penyakit hewan menular.
Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian.
Perizinan Usaha Pertanian a. Penerbitan izin pernbangunan laboratorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. b. Penerbitan izin usaha peternakan distributor obat hewan. c. Penerbitan izin usaha pertanian. d. Penerbitan izin usaha produksi benih/bibit ternak dan pakan, fasilitas pemeliharaan hewan, rumah sakit hewan/pasar hewan, rumah potong hewan. e. Penerbitan izin usaha pengecer (toko, retail, subdistributor) obat hewan. f. Perizinan budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tertentu. g. Perla; inan usaha produksi benih tanaman perkebunan. h. Sertifikasi benih tanaman perkebunan. Z. BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1 Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Pelaksanaan pendelegasian sebagian kewenangan pengelolaan SDA dalam satu kesatuan pengelolaan wilayah Sungai Mahakam yang meliputi:
konservasi SDA di daerah aliran sungai (DAS) dalam wilayah Ibu Kota Nusantara, termasuk pengendalian kualitas air;
pendayagunaan SDA di dalam dan lintas wilayah Ibu Kota Nusantara yang langsung terkait kepentingan Ibu Kota Nusantara; dan
pengendalian daya rusak air di DAS dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. AA. BIDANG KEHUTANAN 1 Perencanaan Kehutanan a. Inventarisasi hutan meliputi:
inventarisasi hutan di Ibu Kota Nusantara; 2l inventarisasi hutan tingkat DAS yang wilayahnya di dalam Ibu Kota Nusantara; dan
inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan. b. Penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan. c. Penyelenggaraan penatagunaan kawasan hutan. d. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan yang meliputi:
pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan lindung;
pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan produksi;
pembentukan unit pengelolaan hutan lindung; 4l pembentukan unit pengelolaan hutan produksi; dan
pembentukan organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan wilayah pengelolaan KPH pada hutan produksi. e. Pen5rusunan rencana kehutanan tingkat Ibu Kota Nusantara.
Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan yang meliputi:
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan;
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH lindung; dan
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH produksi. g. Penyelenggaraan perubahan peruntukan kawasan hutan dan perrrbahan fungsi hutan. h. Persetujuan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. i. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. j. Penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. 2 Penggunaan Kawasan Hutan a. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. b. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap pemegang persetujuan kawasan hutan.
Tata Hutan dan Pen5rusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan a. Pen5rusunan rencana pengelolaan hutan yaitu penetapan rencana pengelolaan hutan ^jangka pendek. b. Pemanfaatan hutan. c. Pengolahan hasil hutan yang meliputi:
pemberian pengolahan hasil hutan skala menengah dan perubahannya; dan
pemberian pengolahan hasil hutan skala kecil dan perubahannya.
Perlindungan Hutan a. Pelaksanaan perlindungan hutan produksi. b. Pelaksarlaan perlindungan hutan lindung. c. Pelaksanaan perlindungan hutan pada areal di luar kawasan hutan yang tidak dibebani perizinan berusaha.
Pengelolaan Hutan a. Penyelenggaraan tata hutan. b. Penyelenggaraan rencana pengelolaan hutan. c. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan. e. Penyelenggaraan perlindungan hutan. f. Penyelenggaraan pengolahan dan penatausahaan hasil hutan. g. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). h. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. i. Pelaksanaan rencana pengelolaan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. j. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang meliputi:
pemanfaatan kawasan hutan;
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
pemungutan hasil hutan; dan
pemanfaatan jasa lingkungan kecuali pemanfaatan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon. k. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan produksi. 1. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bukan kayu. m. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu. n. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi. o. Pemberian perizinan berusaha pemanfaatan hutan. p. Pemberian perizinan berusaha pengolahan hasil hutan. q. Pengelolaan perhutanan sosial. r. Penyelenggara€rn penegakan hukum kehutanan. s. Penyidikan tindak pidana kehutanan. t. Persetujuan pengelolaan perhutanan sosial. u. Pengenaan sanksi administratif. 6 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya a. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. b. Penyelenggaraan konsenrasi tumbuhan dan satwa liar. c. Penyelenggaraan pemanfaatan secara lestari kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
Penyelenggaraan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (lembaga konservasi, penangkaran, dan peredaran). e. Pelaksanaan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. f. Pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan/atau tidak masuk dalam Appendix of Conuention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). g. Pelaksanaan pengelolaan kawasan bernilai ekosistem penting dan daerah penyangga kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. h. Penyelenggaraan perencanaan kawasan konservasi. i. Penetapan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. j. Pemberian perizinan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. k. Pemberian perizinan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 1. Pemberian peruinan/persetujuan konservasi eksitu. m. Penyelenggaraan kerja sama konservasi. n. Pengelolaan taman hutan raya. o. Pemberian perizinan berusaha pada taman hutan raya. 7 Pendidikan dan Pelatihan, Pen5ruluhan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta kehutanan. b. Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. c. PemberdayaarL masyarakat di bidang kehutanan. pendidikan menengah 8 Pengelolaan DAS Pelaksanaan pengelolaan DAS. 9 Pengawasan Kehutanan Penyelenggaraan pengawasan penataan terhadap pelaksanaan kegiatan yang izinlpersetujuannya diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Perbenihan Tanaman Hutan Pemberian perizinan berusaha pengadaan dan pengedaran benih dan bibit yang dimohon oleh pelaku usaha perorangan atau nonperorangan. BB. BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 Geologi a. Inventarisasi dan pemantauan kondisi air tanah. b. Penerbitan perizinan berrrsaha atau persetujuan penggunaan sumber daya air berupa air tanah. c. Pengendalian, pengawasan, dan pembinaan kegiatan penggunaan dan pengusahaan air tanah. d. Inventarisasi keragaman geologi (geodiuersitg), pengasulan penetapan warisan geologi (geolrcitage), dan pemanfaatan situs warisan geologi (geolrcritage). e. Pengusulan penetapan dan pengelolaan taman bumi (geoparkl nasional. f. Penyelidikan geologi lingkungan untuk kawasan lindung geologi. g. Peringatan dini potensi gerakan tanah. h. Penyiapan data geologi dan pen5rusunan peta kawasan rawan bencana detail (skala >25.000) untuk penetapan kawasan rawan bencana geologi. 2 Energi Baru Terbarukan a. Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi. b. Pengelolaan penyediaan biomassa dan/atau biogas. c. Pengelolaan pemanfaatan biomassa dan/atau biogas sebagai bahan bakar.
Pengelolaan aneka energi baru terbarukan berupa sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan hidrogen sebagai energi listrik dan bahan bakar. e. Penerbitan izin usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. f. Pembinaan dan pengawasan usaha niaga bahan bakar nabati (biofuet) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. g. Pengelolaan konservasi energi terhadap kegiatan yang izin usahanya dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Pelaksanaan konservasi energi pada fasilitas yang dikelola oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan konservasi energi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan. 3 Ketenagalistrikan a. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa ^jaringan tenaga listrik, rencana usaha penyediaan tenaga listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari pemegangizin yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pelayanan perizinan berrrsaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang:
usaha penyediaan tenaga listriknya memiliki wilayah usaha namun tidak memiliki usaha pembangkitan tenaga listrik;
memiliki fasilitas instalasi dalam Ibu Kota Nusantara; dan f atau 3) menjual tenaga listrik dan/atau menyewakan ^jaringan tenaga listrik kepada pemegang pefizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. c. Pelayanan perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang:
memiliki fasilitas instalasi dalam lbu Kota Nusantara; 2l berada di wilayah sampai dengan 12 (dua belas) mil laut; dan/atau
pembangkitan dengan kapasitas sampai dengan 10 (sepul: uhl Mega Watt.
Pelayanan perizinan berusaha usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh BUMN, penanam modal dalam negeri, koperasi atau badan usaha di Ibu Kota Nusantara, dan badan usaha jasa konsultasi dalam bidang instalasi tenaga listrik, pembangunan dan pemasangErn instalasi tenaga listrik, pengoperasian instalasi tenaga listrik, pemeliharaan instalasi tenaga listrik, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan. e. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan. CC. BIDANG PERDAGANGAN 1 Penzinan dan Pendaftaran Perusahaan a. Pemeriksaan fasilitas penyimpanan bahan berbahaya dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan. b. Penerbitan surat keterangan asal (apabila telah ditetapkan sebagai instansi penerbit surat keterangan asal).
Penerbitan izin usaha untuk:
perantara perdagangan properti;
penjualan langsung;
penvakilan perulsahaan perdagangan asing;
usaha perdagangan yang di dalamnya terdapat modal asing;
^jasa survei dan ^jasa lainnya di bidang perdagangan tertentu; dan
pendaftaran agen dan/atau distributor. d. Penerbitan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP-MB) toko bebas bea dan penerbitan SIUP-MB bagi distributor, pengecer, dan penjual langsung minum di tempat. e. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya distributor terdaftar, pembinaan terhadap importir produsen bahan berbahaya, importir terdaftar bahan berbahaya, distributor terdaftar bahan berbahaya, dan produsen terdaftar bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi pengemasan dan pelabelan bahan berbahaya. f. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya pengecer terdaftar, pemeriksaan sarana distribusi bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan berbahaya.
Penerbitan izin pengelolaan pasar ralgrat, pusat perbelanjaan, dan izin usaha toko swalayan. h. Penerbitan tanda daftar gudang dan surat keterangan penyimpanan barang (SKPB). i. Penerbitan surat tanda pendaftaran waralaba (STPW) untuk kegiatan waralaba. 2 Sarana Distribusi Perdagangan a. Pembangunan dan pengelolaan pusat distribusi perdagangan. b. Pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan. c. Pembinaan terhadap pengelola sarana distribusi perdagangan masyarakat. d. Pemasaran produk hasil industri di dalam negeri. 3 Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting a. Menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting. b. Pemantauan harga dan informasi ketersediaan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting. c. Melakukan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pangzrn pokok. d. Pengawasan pupuk dan pestisida dalam melakukan pelaksanaan pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk bersubsidi. 4 Pengembangan Ekspor a. Penyelenggarazrn promosi dagang melalui pameran dagang internasional, pameran dagang nasional, dan pameran dagang lokal, serta misi dagang bagi produk ekspor unggulan.
Penyelenggaraan kampanye pencitraan produk ekspor skala nasional dan internasional.
Standardisasi, Perlindungan Konsumen, dan Pengawasan Kegiatan Perdagangan a. Pengujian mutu barang dan pemantauan mutu produk potensial. b. Pelaksanaan perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa. c. Pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang, dan pengawasan, serta edukasi di bidang metrologi legal. d. Pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. DD. BIDANGPERINDUSTRIAN 1 Penyelenggaraan Bidang Perindustrian a. Penyelenggara€rn urusan pemerintahan di bidang perindustrian. b. Pemberian kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan jaminan penyaluran bahan baku dan/atau bahan penolong bagi perusahaan industri. 2 Perencanaan Industri Pen5rusunan dan penetapan rencana pembangunan industri Ibu Kota Nusantara. 3 Perwilayahan Industri a. Pen5rusunan dan penetapan kawasan peruntukan industri. b. Perencanaan, penyediaan infrastruktur, kemudahan dalam perolehan/ pembebasan lahan, pelayanan terpadu satu pintu, pemberian insentif dan kemudahan lainnya, penataan industri dan pengawasan pembangunan kawasan industri. c. Pelaksanaan pengelolaan kawasan industri. 4 Penerbita n P erizinan Berusaha Penerbitan izin usaha industri dan bin usaha kawasan industri.
Pembangunan Sumber Daya Industri a. Sumber daya manusia (SDM) industri, meliputi:
pelaksanaan pembangunan wirausaha industri;
pelaksanaan pembangunan tenaga kerja industri;
pelaksanaan pembangunan pembina industri; dan
pelaksanaan penyediaan konsultan industri. b. Sumber daya alam (SDA) industri, yaitu pelaksanaan penjaminan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri.
Teknologi industri meliputi:
peningkatan penguasaan dan pengoptimalan pemanfaatan teknologi industri; 2l promosi alih teknologi; dan
fasilitasi pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan industri.
Pembiayaan Industri Fasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri yang diberikan kepada perusahaan industri yang berbentuk BUMN atau perusahaan industri swasta. 7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri a. Pemberian fasilitasi nonfiskal untuk industri kecil dan menengah (IKM) yang menerapkan standar nasional Indonesia (SNI), spesifikasi teknis (ST) dan/atau pedoman tata cara (PTC) yang diberlakukan secara wajib. b. Penyediaan, peningkatan, dan pengembangan sarana prasarana laboratorium pengujian standardisasi industri di wilayah pusat pertumbuhan industri untuk kelancaran pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC. c. Terkait Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang meliputi:
memperoleh akses data industri, data kawasan industri, dan data lainnya Yans terdapat di dalam SIINas: dan asistensi kewajiban pelaporan perusahaan industri dan perrrsahaan kawasan industri melalui SIINas; dan
melaporkan informasi industri dan informasi lain. 2l melaksanakan sosialisasi 8. Pemberdayaan Industri a. Pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah melalui pelaksana€rn penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas. b. Pengawasan pelaksanaan industri hijau. c. Pelaksanaan pengawasan penggunaan produk dalam negeri. 9 Keda Sama Internasional Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang industri 10 Tindakan Pengamanan Penyelamatan Industri dan Pengusulan kebdakan pengamanan industri kepada Presiden akibat adanya kebijakan dan regulasi yang merugikan. 11 Penanaman Modal Bidang Industri Pelaksanaan kebijakan penanarnan modal di bidang industri. t2. Pengawasan dan Pengendalian Kegiatan Usaha Industri dan Kegiatan Usaha Kawasan Industri Keterlibatan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri. EE. BIDANGTRANSMIGRASI . irl. rl i., : t{,-o; i, 1 Pembinaan Kawasan Transmigrasi Pembinaan satuan pennukiman pada tahap pemantapan dan tahap kemandirian kawasan transmigrasi.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ^yang dimaksud ^dengan:
Ibu Kota Negara adalah tbu Kota ^Negara ^Kesatuan ^Republik Indonesia. 2. Ibu Kota Negara bernama Nusantara ^dan ^selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota ^Nusantara ^adalah ^satuan pemerintahan daerah yang bersifat ^khusus ^setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat ^kedudukan Ibu Kota Negara.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Ibu Kota Nusantara. 5. Pemerintah Daerah Khusus lbu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara. 6. Kepala Otorita lbu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus lbu Kota Nusantara. 7. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan Otorita Ibu Kota Nusantara untuk melindungi, melayani, memberdayakan dan menyej ahterakan masyarakat. 8. Kewenangan Khusus adalah kewenangan khusus Otorita Ibu Kota Nusantara dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. 9. Daerah Mitra adalah kawasan-kawasan tertentu di Pulau Kalimantan yang dibentuk dalam rangka pembangunan dan pengembangan superhub ekonomi Ibu Kota Nusantara, yang bekerja sama dengan Otorita tbu Kota Nusantara dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Otorita lbu Kota Nusantara. 10. Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu yang merupakan uraian lebih lanjut dari Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. 12. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submissionl yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga OSS untuk penyelenggaraan P erizinan Berusaha Berbasis Risiko. Pasal 2 (1) Kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara mencakup semua Urusan Pemerintahan, kecuali Urusan Pemerintahan absolut yang meliputi urusan:
politik luar negeri;
pertahanan dan keamanan;
yustisi;
moneter dan fiskal nasional; dan
agama. (21 Selain Urusan Pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kewenangan Pemerintah Pusat juga meliputi kewenangan yang tidak tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Pasal 3 (1) Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara termasuk antara lain:
pemberian perizinan investasi, kemudahan berursaha, serta pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra;
penataan ranang, pertanahan, lingkungan hidup, dan penanggulangan bencana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Ibu Kota Negara;
pengaturan c. pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang di kawasan strategis nasional Ibu Kota Nusantara sesuai dengan kewenangannya; dan
pengoordinasian penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di kawasan strategis nasional Ibu Kota Nusantara sesuai dengan kewenangannya. (2) Urrrsan Pemerintahan yang merupakan Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merrrpakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (3) Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara yang berkaitan dengan pemberian perizinan berr.rsaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi perizinan berusaha yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini dan perizinan berusaha berbasis risiko yang bukan merupakan kewenangan kementerian/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (41 Selain Kewenangan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara meliputi pula kewenangan yang tercantum dalam peraturan pelaksanaan Undang-Undang mengenai Ibu Kota Negara. Pasal 4 (1) Urrrsan Pemerintahan yang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan oleh kementerian/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perarndang-undangan. (21 Dalam hal diperlukan unit kerja untuk melaksanakan Urr.rsan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentukannya harrrs mendapat persetujuan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dan reformasi birokrasi. Pasal 5 Urusan Pemerintahan umum di wilayah Ibu Kota Nusantara dilaksanakan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Pasal 6 (1) Otorita Ibu Kota Nusantara menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sesuai kewenangannya. (21 Dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara melaksanakan kewenangannya mengacu pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berlaku secara nasional sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan mengenai Ibu Kota Negara. (3) Dalam pen5rusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. (4) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Kepala Otorita lbu Kota Nusantara. Pasal 7 (1) Otorita lbu Kota Nusantara melaksanakan pelayanan perizinan berusaha terkait kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, pengembangan Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara melalui Sistem OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Pelaksanaan pelayanan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dokumen rencana tata ruang, dan persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan .perundang- undangan. FRESIDEH REPUBLIK INDONESIA -6- (3) Pelaksanaan pelayanan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan hak akses khusus Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. (4) Dalam hal terdapat perizinan berusaha yang menjadi kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara namun tidak terkait dengan Sistem OSS, pelayanan perizinan dilaksanakan langsung oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Pasal 8 (1) Dalam rangka pelaksanaan Kewenangan Khusus, Otorita Ibu Kota Nusantara melaksanakan kerja sama dengan Daerah Mitra dan daerah lain berdasarkan pertimbangan efisiensi dan efektivitas. (21 Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan kerja sama internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 Dalam rangka kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memberikan dukungan pembangunan kepada Daerah Mitra sesuai Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara beserta dokumen rencana tata ruang. Pasal 10 (1) Otorita lbu Kota Nusantara melakukan koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. (21 Otorita Ibu Kota Nusantara melibatkan peran aktif dan partisipasi pemangku kepentingan dalam rangka melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. FNESIDEN REpUELIK INDONESIA -7 - Pasal 1 1 (1) Dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara belum dapat melaksanakan Urusan Pemerintahan yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, Urusan Pemerintahan dimaksud dilaksanakan oleh kementerian/lembaga. (21 Dalam hal pelepasan kawasan hutan dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara belum selesai dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal permohonan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan, Otorita Ibu Kota Nusantara berwenang melakukan pelepasan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait menyerahkan arsip dan dokumen kepada Otorita Ibu Kota Nusantara paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. (21 Arsip dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup arsip dan dokumen terkait pelimpahan Kewenangan Khusus kepada Otorita Ibu Kota Nusantara. Peraturan Pemerintah diundangkan. Pasal 13 ini mulai berlaku pada tanggal Agar
Pemberian Fasilitas Pengurangan Penghasilan Neto atas Penanaman Modal Baru atau Perluasan Usaha pada Bidang Usaha Tertentu yang Merupakan Industri Pad ...
Relevan terhadap
Penentuan kesesuaian pemenuhan:
bidang usaha sesuai dengan Lampiran A Peraturan Menteri ini; dan
persyaratan rencana mempekerjakan tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c, dilakukan secara daring melalui sistem OSS.
Dalam hal Penanaman Modal Wajib Pajak:
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa Penanaman Modal memenuhi ketentuan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan; atau
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa Penanaman Modal tidak memenuhi ketentuan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dianggap telah mengajukan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan apabila telah menyampaikan persyaratan kelengkapan berupa:
salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai Penanaman Modal; dan
salinan digital __ surat keterangan fiskal para pemegang saham, secara daring melalui sistem OSS.
Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diajukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial.
Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan:
bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan nomor induk berusaha bagi Wajib Pajak baru; atau
paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan izin usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk Penanaman Modal.
Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah diterima secara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dan sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan fasilitas Pajak Penghasilan diteruskan kepada Menteri Keuangan.
Dalam hal sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, penentuan kesesuaian pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara luring.
Pengajuan permohonan secara luring sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kesesuaian pemenuhan dan pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan secara luring sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017. ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Angka I Cukup ^jelas. Argla2 Kurang Bayar DBH Pajak sampai dengan Tahun Anggaran 2015. Huruf b Angka 1 Cukup ^jelas. Angka 2 Kurang Bayar DBH SDA Tahun Anggaran 2015. Ayat (3) Huruf a Penerimaan PBB bagian Pusat (sepuluh persen) dibagi secara seluruh kabupaten/ kota. sampai dengan sebesar lOo/o merata kepada Bagian Bagian daerah yang berasal dari biaya pemungutan, digunakan untuk mendanai kegiatan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. Hurufb DBH ini termasuk DBH dari pajak penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 WpOpDN yang pemungutannya bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas ^penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu. Dalam rangka pengendalian pelaksanaan ApBN, penyaluran DBH dapat disalurkan tidak seluruhnya dari pagu alokasi, dan selanjutnya diperhitungkan sebagai kurang bayar DBH. Huruf c Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (4A) Cukup jelas. Ayat (4El) Cukup jelas. Ayat (4C) Cukup ^jelas. Ayat (5) Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan berupa pengalihan kewenangan di bidang kehutanan dari kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang ^pemerintahan Daerah. Ayat (5A) Cukup jeias. Ayat (6) Ayat (6) Huruf a Cukup ^jelas. Hunrf b Dengan ketentuan ini daerah tidak lagi diwajibkan untuk mengalokasikan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi sebesar 0,5% (nol koma lima persen) untuk tambahan anggaran pendidikan dasar. Kebijakan penggunaan DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Provinsi Papua Barat dan Provinsi Aceh dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor i Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Huruf c Yang dimaksud dengan "penelitian dan pengembangan" antara lain pemanfaatan areal, penanaman pohon hutan unggulan lokal, dan penerapan sistem tebang pilih tanam jalur. Kebijakan ini merupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan berupa pengalihan kewenangan di bidang kehutanan dari kabupaten/kota menjadi kewenangan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang- undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat (7) Ayat (71 Dihapus. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) PDN neto sebesar Rp1.307.585.143.700.000,00 (satu kuadriiiun tiga ratus tujuh triliun lima ratus delapan puluh lima miliar seratus empat puluh tiga juta tujuh ratus ribu rupiah) dihitung berdasarkan penjumlahan antara Penerimaan Perpajakan sebesar Rpl.472.709.861.675.000,0 (satu kuadriliun empat ratus tujuh puluh dua triliun tujuh ratus sembilan miliar delapan ratus enam puluh satu juta enam ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dan pNBp sebesar Rp260.242.149.353.000,00 (dua ratus enam puluh triliun dua ratus empat puluh dua miliar seratus empat puluh sembilan juta tiga ratus lima puiuh tiga ribu rupiah) dikurangi dengan Penerimaan Negara yang Dibagihasilkan kepada Daerah, yang terdiri atas:
Penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 WPOPDN dan PPh Pasal 2L sebesar Rp167.991.322.376.000,00 (seratus enam puluh tujuh triliun sembilan ratus sembilan puluh satu miliar tiga ratus dua puluh dua juta tiga ratus tujuh puluh enam ribu rupiah);
Penerimaan PBB sebesar Rp15.412.1OO.OOO.OOO,OO (lima belas triliun empat ratus dua belas miliar seratus juta rupiah);
Penerimaan CHT sebesar Rp147.487.222.498.000,00 (seratus empat puluh tujuh triliun empat ratus delapan puluh tujuh miliar dua ratus dua puiuh dua juta empat ratus sembiian puluh delapan ribu rupiah);
Penerimaan SDA Migas sebesar Rp7 2.207 .890.000.000,00 (tujuh puluh dua tritiun dua ratus tujuh miliar delapan ratus sembilan puluh juta rupiah);
Penerimaan e. Penerimaan SDA Mineral dan Batubara sebesar Rp17.858.519.157.000,00 (tqjuh betas triliun delapan ratus lima puluh delapan miliar lima ratus sembilan belas juta seratus lima puluh tujuh ribu rupiah);
Penerimaan SDA Kehutanan sebesar Rp2.788.557.914.000,00 (dua triliun tujuh ratus delapan puluh delapan miliar lima ratus lima puluh tqiuh juta sembilan ratus empat belas ribu rupiah);
Penerimaan SDA Perikanan sebesar Rp950.000.000.000,00 (sembilan ratus lima puluh miliar rupiah); dan
Penerimaan SDA Panas Bumi sebesar Rp671.255.383.000,00 (enam ratus tujuh puluh satu miliar dua ratus lima puluh lima juta tiga ratus delapan puluh tiga ribu rupiah). Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (11) Cukup ^jelas. Ayat (12) Cukup ^jelas. Ayat (12A) Cukup ^jelas. Ayat (128) Cukup ^jelas. Ayat (13) Dihapus. Ayat (lsA) Huruf a Yang dimaksud dengan kabupaten / kota dengan ruang fiskal sangat terbatas adaiah kabupaten/kota yang mempunyai ruang fiskal kurang dari 15% (lima belas persen) dari totai pendapatan daerah yang bersangkutan yang penggunaannya bersifat umum. Huruf b Huruf b Yang dimaksud dengan kabupaten/kota yang mengalami penurunan DBH yang sangat besar adalah kabupaten/kota yang mengaiami penurunan DBH iebih dari Rp 1.OO0.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). Huruf c Cukup ^je1as. Ayat (138) Cukup ^jelas. Ayat (l3C) Pembatasan penurunan alokasi DAU kabupaten/kota antara 0,8% (nol koma delapan persen) sampai dengan 1,8% (satu koma delapan persen) dilakukan dengan langkah-langkah:
Pembatasan rentang penurunan (cappingl DAU sebagai berikut:
kabupaten/kota yang terkoreksi di atas minus 1% (satu persen) ditetapkan penurunan 17o (satu persen);
kabupaten/ kota yang turun antara 17o (satu persen) sampai dengan 2o/o (dua persen) ditetapkan penurunan sesuai persentase penurunan bagi kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
kabupaten/ kota yang turun di atas 2% ^(dua persen) ditetapkan penurunan 2o/o (dua persen). 2. Mengalokasikan sisa/kelebihan DAU pasca penyesuaian secara proporsional kepada seluruh kabupaten/kota kecuali kabupaten/kota yang alokasi DAU-nya tetap. Ayat (14) Cukup ^jelas. Ayat (15) Cukup jeias. Angka l0 Angka 1O
Pengelolaan Keuangan Daerah
Relevan terhadap
Kepala Daerah menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS berdasarkan RKPD dengan mengacu pada pedoman penyusunan APBD.
Pedoman penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Rancangan KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
kondisi ekonomi makro daerah;
asumsi penyusunan APBD;
kebijakan Pendapatan Daerah;
kebijakan Belanja Daerah;
kebijakan Pembiayaan Daerah; dan
strategi pencapaian.
Rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan tahapan:
menentukan skala prioritas pembangunan daerah;
menentukan prioritas Program dan Kegiatan untuk masing-masing urusan yang disinkronkan dengan prioritas dan program nasional yang tercantum dalam rencana kerja Pemerintah Pusat setiap tahun; dan
menyusun capaian Kinerja, Sasaran, dan plafon anggaran sementara untuk masing-masing Program dan Kegiatan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan undang-undang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda.
Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah.
Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas Daerah.
Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.
Dana Transfer Umum adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan Daerah guna mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan Daerah.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yang dialokasikan kepada Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Utang Daerah yang selanjutnya disebut Utang adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
Pemberian Pinjaman Daerah adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan layanan umum daerah milik Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, dan masyarakat dengan hak memperoleh bunga dan pengembalian pokok pinjaman.
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk mendanai kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana Daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas atau nilai kekayaan bersih yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan Pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah program prioritas dan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada perangkat Daerah untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah.
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat RKA SKPD adalah dokumen yang memuat rencana pendapatan dan belanja SKPD atau dokumen yang memuat rencana pendapatan, belanja, dan Pembiayaan SKPD yang melaksanakan fungsi bendahara umum daerah yang digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan APBD.
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi 1 (satu) atau lebih Kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah atau masyarakat yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan Daerah.
Kegiatan adalah bagian dari Program yang dilaksanakan oleh 1 (satu) atau beberapa satuan kerja perangkat daerah sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu Program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil atau sumber daya manusia, barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut, sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa.
Kegiatan Tahun Jamak adalah kegiatan yang dianggarkan dan dilaksanakan untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang pekerjaannya dilakukan melalui kontrak tahun jamak.
Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan Program dan kebijakan.
Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Keluaran dari Kegiatan dalam 1 (satu) Program.
Sasaran adalah Hasil yang diharapkan dari suatu Program atau Keluaran yang diharapkan dari suatu Kegiatan.
Kinerja adalah Keluaran/Hasil dari Program/Kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah.
Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat DPA SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan dan belanja SKPD atau dokumen yang memuat pendapatan, belanja, dan Pembiayaan SKPD yang melaksanakan fungsi bendahara umum daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.
Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran atas pelaksanaan APBD.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang digunakan untuk mengajukan permintaan pembayaran.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai Kegiatan operasional pada satuan kerja perangkat daerah/unit satuan kerja perangkat daerah dan/atau untuk membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat LS adalah Pembayaran Langsung kepada bendahara pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat tugas, dan/atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TU adalah tambahan uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu untuk membiayai pengeluaran atas pelaksanaan APBD yang tidak cukup didanai dari UP dengan batas waktu dalam 1 (satu) bulan.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD.
Surat Perintah Membayar UP yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD yang dipergunakan sebagai UP untuk mendanai Kegiatan.
Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GU adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD yang dananya dipergunakan untuk mengganti UP yang telah dibelanjakan.
Surat Perintah Membayar TU yang selanjutnya disingkat SPM-TU adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD, karena kebutuhan dananya tidak dapat menggunakan LS dan UP.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD kepada pihak ketiga.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana atas Beban APBD.
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas Beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.
Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan atau akibat lainnya yang sah.
Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur atau peraturan bupati/wali kota.
Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahaan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.
Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.
Pelayanan Dasar adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah atau unit satuan kerja perangkat daerah pada satuan kerja perangkat daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan Pengelolaan Keuangan Daerah pada umumnya.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi, bupati bagi Daerah kabupaten, atau wali kota bagi Daerah kota.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur perangkat daerah pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Urusan Pemerintahan daerah.
Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah unsur penunjang Urusan Pemerintahan pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pengelolaan Keuangan Daerah.
Unit SKPD adalah bagian SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa Program.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.
Kuasa PA yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan PA dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.
Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang bertugas menyiapkan dan melaksanakan kebijakan Kepala Daerah dalam rangka penyusunan APBD.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai BUD.
Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas BUD.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada Unit SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa Kegiatan dari suatu Program sesuai dengan bidang tugasnya.
Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat PPK SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.
Bendahara Penerimaan adalah pejabat yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Bendahara Pengeluaran adalah pejabat yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah.
Anggaran Kas adalah perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan APBD dalam setiap periode.
Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah adalah prinsip, dasar, konvensi, aturan dan praktik spesifik yang dipilih oleh Pemerintah Daerah sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan pengguna laporan keuangan dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap anggaran, antar periode maupun antar entitas.
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat SAPD adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi Pemerintahan Daerah.
Bagan Akun Standar yang selanjutnya disingkat BAS adalah daftar kodefikasi dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam pelaksanaan anggaran dan pelaporan keuangan Pemerintah Daerah.
Hari adalah hari kerja.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
Relevan terhadap
SATK dilaksanakan oleh unit eselon I pada Kementerian Keuangan selaku UAP BUN TK, meliputi:
Badan Kebijakan Fiskal selaku UAP BUN TK pengelola pengeluaran keperluan hubungan internasional;
Direktorat Jenderal Anggaran selaku UAP BUN TK pengelola penerimaan negara bukan pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran;
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selaku UAP BUN TK pengelola aset yang berada dalam pengelolaan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku UAP BUN TK atas:
pengelola pembayaran belanja/beban pensiun, belanja/beban jaminan layanan kesehatan, belanja/beban jaminan kesehatan menteri dan pejabat tertentu, belanja/beban jaminan kesehatan utama, belanja/beban jaminan kecelakaan kerja, belanja/beban jaminan kematian, belanja/beban program tunjangan hari tua, belanja/beban pajak pertambahan nilai Real Time Gross Settlement Bank Indonesia, belanja/beban selisih harga beras Badan Urusan Logistik, dan pelaporan iuran dana pensiun;
pengelola pendapatan dan belanja/beban dalam rangka pengelolaan kas negara;
pengelola utang perhitungan fihak ketiga pegawai;
pendapatan dan beban untuk pengelolaan penerimaan negara;
pendapatan dan beban untuk keperluan layanan perbankan; dan
pendapatan dan beban untuk pengelolaan rekening valas pada Kuasa BUN daerah.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku UAP BUN TK atas:
pengelola pembayaran dukungan kelayakan; dan
pengelola pembayaran fasilitas penyiapan proyek.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku UAP BUN TK atas pengelola utang perhitungan fihak ketiga pajak rokok.
SATK memproses transaksi keuangan dan/atau transaksi barang yang menjadi ruang lingkup transaksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
Setiap UAP BUN TK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyusun Laporan Keuangan yang terdiri atas:
LRA;
LO;
LPE;
Neraca; dan/atau
CaLK.
Setiap UAP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku UAKP BUN TK.
UAKP BUN TK menyusun Laporan Keuangan tingkat UAKP BUN TK yang terdiri atas:
LRA;
LO;
LPE;
Neraca; dan
CaLK.
UAKP BUN TK menyampaikan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada UABUN.
SATK dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas menjalankan fungsi bendahara umum negara.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih dalam rangka pengungkapan yang memadai.
Catatan Hasil Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CHR PIPK adalah dokumen yang berisi simpulan yang didapatkan dari suatu proses reviu pengendalian intern atas pelaporan keuangan.
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan.
Dana Urusan Bersama adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan, indeks fiskal, dan kemiskinan daerah, serta indikator teknis.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan dan transaksi barang yang digunakan sebagai sumber dalam melakukan pencatatan untuk menghasilkan informasi akuntansi.
Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih Entitas Akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi BUN.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang memperoleh kewenangan untuk dan atas nama BUN melaksanakan fungsi pengelolaan uang negara.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang disusun oleh Pemerintah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Laporan Arus Kas yang selanjutnya disingkat LAK adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh Pemerintah Pusat/Daerah untuk kegiatan penyelenggaraan Pemerintah dalam satu periode pelaporan.
Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat LPSAL adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan saldo anggaran lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disingkat LKPP adalah Laporan Keuangan yang disusun oleh Pemerintah Pusat yang merupakan konsolidasian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Laporan Keuangan BUN.
Laporan Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat LBMN adalah laporan yang menyajikan posisi BMN pada awal dan akhir suatu periode serta mutasi BMN yang terjadi selama periode tersebut.
Laporan Kinerja Pemerintah Pusat yang selanjutnya disingkat LKjPP adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN pada Pemerintah Pusat.
Laporan Kinerja Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat LKjKL adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kementerian Negara/Lembaga.
Laporan Hasil Reviu Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disingkat LHR PIPK adalah laporan yang berisi kompilasi dari simpulan-simpulan yang terdapat pada CHR PIPK.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan Pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disingkat PIPK adalah pengendalian yang secara spesifik dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa Laporan Keuangan yang dihasilkan merupakan laporan yang andal dan disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan Dokumen Sumber yang sama.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah adalah unit organisasi lini Kementerian/Lembaga Pemerintah Nonkementerian atau unit organisasi Pemerintah Daerah yang melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Nonkementerian dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran/penggunaan barang.
Satuan Kerja Perangkat Daerah atau istilah lain yang dipersamakan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada Pemerintah Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disingkat SAPP adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Pemerintah Pusat dalam rangka menghasilkan LKPP.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat SABUN adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan, dan operasi keuangan yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN dan Pengguna Anggaran bagian anggaran BUN.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi yang selanjutnya disingkat SAI adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan, dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat yang selanjutnya disingkat SiAP adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan, dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Kuasa BUN.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah yang selanjutnya disingkat SAUP adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi utang, operasi utang, penerimaan pembiayaan, dan pengeluaran pembiayaan terkait utang Pemerintah.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Hibah yang selanjutnya disingkat SIKUBAH adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi meliputi pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi dan operasi hibah Pemerintah.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat SAIP adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi investasi Pemerintah.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Pemberian Pinjaman yang selanjutnya disingkat SAPPP adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi piutang penerusan pinjaman, operasi penerusan pinjaman, penerimaan dan pengeluaran pembiayaan terkait penerusan pinjaman, serta piutang sehubungan dengan kegiatan pemberian pinjaman bagian anggaran BUN pengelolaan pemberian pinjaman.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat SATD adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi keuangan, dan operasi keuangan atas transaksi transfer ke daerah.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi yang selanjutnya disingkat SABS adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan atas transaksi belanja subsidi.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Lain- lain yang selanjutnya disingkat SABL adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan atas transaksi belanja lain-lain.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya yang selanjutnya disingkat SAPBL adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan atas transaksi badan lainnya.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SATK adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban Pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku BUN, serta tidak tercakup dalam Sub SABUN lainnya.
Sistem Aplikasi Terintegrasi adalah sistem aplikasi yang mengintegrasikan seluruh proses terkait dengan pengelolaan APBN dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan pada BUN dan Kementerian Negara/Lembaga.
Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari daftar isian pelaksanaan anggaran.
Surat Hasil Rekonsiliasi yang selanjutnya disingkat SHR adalah dokumen yang menunjukkan bahwa proses Rekonsiliasi telah dilaksanakan serta telah menunjukkan hasil yang sama atau telah memenuhi kriteria untuk diterbitkan.
Transaksi Barang adalah transaksi perolehan, perubahan, dan penghapusan BMN, yang akan dilaporkan dalam Laporan Keuangan maupun laporan barang.
Transaksi Dalam Konfirmasi atau yang selanjutnya disingkat dengan TDK adalah kondisi pada Rekonsiliasi keuangan yang menunjukkan adanya selisih atau perbedaan pencatatan antara data SiAP pada Kuasa BUN, yang dihasilkan dari aplikasi SPAN, dengan data SAI pada Satker yang dihasilkan dari aplikasi SAKTI.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau yang menugaskan.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BUN yang selanjutnya disingkat UABUN adalah unit akuntansi pada Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN dan sekaligus melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN dan koordinator pembantu BUN.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat KPPN yang selanjutnya disebut UAKBUN-Daerah adalah unit akuntansi Kuasa BUN yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat KPPN.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat Pusat yang selanjutnya disebut UAKBUN-Pusat adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat Kuasa BUN Pusat.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat UAKPA adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN adalah unit akuntansi keuangan dan unit akuntansi barang yang dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN dan Pengguna Anggaran bagian anggaran BUN.
UAKPA Dekonsentrasi adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker dekonsentrasi.
UAKPA Tugas Pembantuan adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker tugas pembantuan.
UAKPA Urusan Bersama adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker urusan bersama.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran BUN yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan tingkat UAKPA BUN.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa BUN Tingkat Kantor Wilayah yang selanjutnya disingkat UAKKBUN-Kanwil adalah unit akuntansi yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat Kuasa BUN daerah/KPPN dan sekaligus melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh Kuasa BUN daerah/KPPN wilayah kerjanya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN yang selanjutnya disingkat UAP BUN adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas akuntansi dan pelaporan keuangan sekaligus melakukan penggabungan Laporan Keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan di bawahnya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Akuntansi Pusat yang selanjutnya disingkat UAP BUN AP adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan Laporan Keuangan Kuasa BUN Pusat, koordinator Kuasa BUN kantor wilayah dan Kuasa BUN daerah (KPPN Khusus Penerimaan dan KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah).
UAP BUN Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh unit akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran BUN transaksi khusus/unit akuntansi koordinator Kuasa Pengguna Anggaran BUN transaksi khusus.
UAP BUN Pelaporan Keuangan Badan Lainnya yang selanjutnya disingkat UAP BUN PBL adalah unit akuntansi pada unit eselon I di Kementerian Keuangan yang bertugas untuk membantu BUN dalam menyusun laporan posisi keuangan badan lainnya dari unit badan lainnya bukan Satker dan ikhtisar Laporan Keuangan dari seluruh badan lainnya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu BUN Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh UAP BUN TK.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah yang selanjutnya disingkat UAPPA-W adalah unit akuntansi pada tingkat wilayah atau unit kerja lain yang ditetapkan sebagai UAPPA-W yang melakukan kegiatan penggabungan Laporan Keuangan seluruh UAKPA yang berada dalam wilayah kerjanya.
UAPPA-W Dekonsentrasi adalah unit akuntansi yang berada di Pemerintah Provinsi yang melakukan kegiatan penggabungan Laporan Keuangan dari seluruh SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi di wilayah kerjanya.
UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah unit akuntansi yang berada di Pemerintah Daerah yang melakukan kegiatan penggabungan Laporan Keuangan dari seluruh SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya.
UAPPA-W Urusan Bersama adalah unit akuntansi yang berada di Pemerintah Daerah yang melakukan kegiatan penggabungan Laporan Keuangan dari seluruh SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Urusan Bersama di wilayah kerjanya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I yang selanjutnya disingkat UAPPA-E1 adalah unit akuntansi pada unit eselon I yang melakukan kegiatan penggabungan Laporan Keuangan seluruh UAPPA-W yang berada di wilayah kerjanya serta UAKPA yang langsung berada di bawahnya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat UAPA adalah unit akuntansi pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (Pengguna Anggaran) yang melakukan kegiatan penggabungan Laporan Keuangan seluruh UAPPA-E1 yang berada di bawahnya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAKPB adalah Satker/Kuasa Pengguna Barang yang memiliki wewenang mengurus dan/atau menggunakan BMN.
UAKPB Dekonsentrasi adalah Satker/Kuasa Pengguna Barang yang memiliki wewenang mengurus dan/atau menggunakan BMN yang berasal dari alokasi Dana Dekonsentrasi.
UAKPB Tugas Pembantuan adalah Satker/Kuasa Pengguna Barang yang memiliki wewenang mengurus dan/atau menggunakan BMN yang berasal dari alokasi Dana Tugas Pembantuan.
UAKPB Urusan Bersama adalah Satker/Kuasa Pengguna Barang yang memiliki wewenang mengurus dan/atau menggunakan BMN yang berasal dari alokasi Dana Urusan Bersama.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang Wilayah yang selanjutnya disingkat UAPPB-W adalah unit akuntansi pada tingkat kantor wilayah atau unit kerja lain yang ditetapkan sebagai UAPPB-W yang melakukan kegiatan penggabungan LBMN seluruh UAKPB yang berada dalam wilayah kerjanya.
UAPPB-W Dekonsentrasi adalah unit akuntansi yang berada di Pemerintah Provinsi yang melakukan kegiatan penggabungan LBMN dari SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi di wilayah kerjanya.
UAPPB-W Tugas Pembantuan adalah unit akuntansi yang berada di Pemerintah Daerah yang melakukan kegiatan penggabungan LBMN dari SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan di wilayah kerjanya.
UAPPB-W Urusan Bersama adalah unit akuntansi yang berada di Pemerintah Daerah yang melakukan kegiatan penggabungan LBMN dari SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Urusan Bersama di wilayah kerjanya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang Eselon-I yang selanjutnya disingkat UAPPB-E1 adalah unit akuntansi pada tingkat eselon I yang melakukan kegiatan penggabungan LBMN seluruh UAPPB-W yang berada di wilayah kerjanya serta UAKPB yang langsung berada di bawahnya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat UAPB adalah unit akuntansi pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (Pengguna Barang) yang melakukan kegiatan penggabungan LBMN seluruh UAPPB-E1 yang berada di bawahnya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yang selanjutnya disingkat UAPP adalah unit akuntansi pada tingkat Pemerintah Pusat yang melakukan konsolidasi Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Laporan Keuangan BUN menjadi LKPP.
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan ...
Barang yang Dibatasi Untuk Diimpor Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdag ...
Relevan terhadap
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BARANG YANG DIBATASI UNTUK DIIMPOR BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 8 TAHUN 2024 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 36 TAHUN 2023 TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR. KESATU : Melaksanakan pengawasan ketentuan mengenai pembatasan impor ( border ) sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, dengan barang yang dibatasi untuk diimpor sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 8/KM.4/2024 tentang Barang yang Dibatasi untuk Diimpor Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 15/KM.4/2024 tentang Barang yang Dibatasi Untuk Diimpor Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. KEDUA : Beberapa ketentuan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 8/KM.4/2024 tentang Barang yang Dibatasi untuk Diimpor Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 15/KM.4/2024 tentang Barang yang Dibatasi Untuk Diimpor Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, diubah sebagai berikut:
Uraian pada kolom “No. SKEP” pada baris Nomor 1 sampai dengan baris Nomor 2212 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024”;
baris Nomor 552 sampai dengan Nomor 555, Nomor 589 sampai dengan Nomor 625, Nomor 735 sampai dengan Nomor 757, Nomor 1171, Nomor 1737 sampai dengan Nomor 1770, Nomor 1777 sampai dengan Nomor 1779, Nomor 1780 sampai dengan Nomor 1789, Nomor 1793 sampai dengan Nomor 1857, diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini;
baris Nomor 1170 dihapus; dan
menambah 9 (sembilan) baris yakni Nomor 2213 sampai dengan Nomor 2221 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KETIGA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan Republik Indonesia;
Menteri Perdagangan Republik Indonesia;
Kepala Lembaga National Single Window ;
Direktur Teknis Kepabeanan;
Direktur Fasilitas Kepabeanan;
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai;
Direktur Keberatan Banding dan Peraturan;
Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai;
Direktur Penindakan dan Penyidikan;
Direktur Interdiksi Narkotika;
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa;
Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Para Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; dan 14. Para Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 2024 a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, ttd. ASKOLANI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/KM.4/2024 TENTANG BARANG YANG DIBATASI UNTUK DIIMPOR BERDASARKAN PERMENDAG NOMOR 8 TAHUN 2024 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 36 TAHUN 2023 TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas 552. 1512.19.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Fraksi dari minyak biji bunga matahari atau minyak safflower tidak dimurnikan - 17 Mei 2024 - 0 Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan 553. 2106.90.53 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Produk dengan bahan dasar ginseng - 17 Mei 2024 - 0 Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan 554. 2106.90.71 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Suplemen makanan yang mengandung ginseng - 17 Mei 2024 - 0 Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan 555. 2106.90.72 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Suplemen makanan lainnya - 17 Mei 2024 - 0 Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan 589. 3304.10.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Preparat rias bibir - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 590. 3304.20.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Preparat rias mata - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas 591. 3304.30.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Preparat manikur dan pedikur - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 592. 3304.91.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Bubuk, dipadatkan maupun tidak - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 593. 3304.99.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Preparat anti jerawat - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 594. 3304.99.30 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Krim dan losion lainnya untuk wajah atau kulit - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 595. 3304.99.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 596. 3305.10.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Mengandung khasiat anti jamur - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 597. 3305.10.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 598. 3305.20.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Preparat pengeriting atau pelurus rambut secara permanen - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 599. 3305.30.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Lak rambut - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas 600. 3305.90.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 601. 3306.10.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Bubuk dan pasta untuk dental propilaksis - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 602. 3306.10.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 603. 3306.90.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 604. 3307.10.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Preparat yang digunakan sebelum mencukur, sewaktu mencukur atau sesudah mencukur - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 605. 3307.20.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Deodoran dan antiperspirant - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 606. 3307.30.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Garam pewangi dan preparat lainnya untuk mandi - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 607. 3307.41.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Bubuk wewangian (dupa) dari jenis yang digunakan selama ritual keagamaan - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 608. 3307.41.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas 609. 3307.49.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Preparat pewangi ruangan mengandung desinfektan maupun tidak - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 610. 3307.49.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 611. 3307.90.30 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Kertas dan tisu, diresapi atau dilapisi dengan pewangi atau kosmetik - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 612. 3307.90.40 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Wewangian atau kosmetik lainnya, termasuk preparat perontok bulu - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 613. 3307.90.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 614. 3401.11.40 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Sabun mengandung obat termasuk sabun desinfektan - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 615. 3401.11.50 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Sabun lainnya termasuk sabun mandi - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 616. 3401.11.61 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Dari bukan tenunan dalam kemasan untuk penjualan eceran - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 617. 3401.11.69 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas 618. 3401.11.70 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain, dari kertas, diresapi, dilapisi atau ditutupi dengan sabun atau deterjen - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 619. 3401.11.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 620. 3401.19.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dari kain kempa atau bukan tenunan, diresapi, dilapisi atau ditutupi dengan sabun atau deterjen - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 621. 3401.19.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dari kertas, diresapi, dilapisi atau ditutupi dengan sabun atau deterjen - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 622. 3401.19.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 623. 3401.20.91 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dari jenis yang digunakan untuk memisahkan tinta pada kertas daur ulang - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 624. 3401.20.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 625. 3401.30.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Produk dan preparat aktif-permukaan organik untuk membersihkan kulit, dalam bentuk cair atau krim dan disiapkan untuk penjualan eceran, mengandung sabun maupun tidak - 17 Mei 2024 - 0 Kosmetik dan PKRT 735. 4202.11.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. --- Koper atau tas kantor dengan ukuran maksimal 56 cm x 45 cm x 25 cm - 17 Mei 2024 - 0 Tas No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Permendag Nomor 8 Tahun 2024 736. 4202.11.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 737. 4202.12.11 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Dengan permukaan luar dari serat yang divulkanisasi - 17 Mei 2024 - 0 Tas 738. 4202.12.19 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 739. 4202.12.91 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Dengan permukaan luar dari serat yang divulkanisasi - 17 Mei 2024 - 0 Tas 740. 4202.12.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 741. 4202.19.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dengan permukaan luar dari kertas karton - 17 Mei 2024 - 0 Tas 742. 4202.19.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 743. 4202.21.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Dengan permukaan luar dari kulit samak atau dari kulit komposisi - 17 Mei 2024 - 0 Tas 744. 4202.22.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. --- Dengan permukaan luar dari lembaran - 17 Mei 2024 - 0 Tas No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Permendag Nomor 8 Tahun 2024 plastik 745. 4202.22.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dengan permukaan luar dari bahan tekstil - 17 Mei 2024 - 0 Tas 746. 4202.29.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 747. 4202.31.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Dengan permukaan luar dari kulit samak, atau dari kulit komposisi - 17 Mei 2024 - 0 Tas 748. 4202.32.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Dengan permukaan luar dari lembaran plastik atau dari bahan tekstil - 17 Mei 2024 - 0 Tas 749. 4202.39.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 750. 4202.91.11 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Tas bowling - 17 Mei 2024 - 0 Tas 751. 4202.91.19 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 752. 4202.91.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 753. 4202.92.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. --- Tas rias, dari lembaran plastik - 17 Mei 2024 - 0 Tas No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Permendag Nomor 8 Tahun 2024 754. 4202.92.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Tas bowling - 17 Mei 2024 - 0 Tas 755. 4202.92.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 756. 4202.99.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dengan permukaan luar serat divulkanisasi dari kertas karton - 17 Mei 2024 - 0 Tas 757. 4202.99.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Tas 1737. 6401.10.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Alas kaki dilengkapi pelindung jari dari logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1738. 6401.92.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dilengkapi pelindung jari dari bukan logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1739. 6401.92.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1740. 6401.99.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Menutupi lutut - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1741. 6401.99.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Permendag Nomor 8 Tahun 2024 1742. 6402.12.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Bot ski, alas kaki ski untuk lintas alam dan bot papan luncur salju - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1743. 6402.19.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Alas kaki gulat - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1744. 6402.19.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1745. 6402.20.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Alas kaki dengan tali pengikat atau tali kulit diatasnya dirakit pada sol dengan alat penusuk - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1746. 6402.91.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Sepatu selam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1747. 6402.91.91 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Dilengkapi pelindung jari dari logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1748. 6402.91.92 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Dilengkapi pelindung jari dari bukan logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1749. 6402.91.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1750. 6402.99.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. --- Dilengkapi pelindung jari dari logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Permendag Nomor 8 Tahun 2024 1751. 6402.99.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dilengkapi pelindung jari dari bukan logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1752. 6402.99.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1753. 6403.12.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Bot ski, alas kaki ski untuk lintas alam dan bot papan luncur salju - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1754. 6403.19.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dilengkapi dengan spike, cleat atau sejenisnya - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1755. 6403.19.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Bot pengendara; sepatu bowling - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1756. 6403.19.30 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Alas kaki untuk gulat, angkat beban atau gimnastik - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1757. 6403.19.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1758. 6403.20.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Alas kaki dengan sol luar dari kulit samak, dan bagian atasnya terdiri atas pengikat dari kulit samak yang menyilang punggung kaki dan sekeliling jempol - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1759. 6403.40.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. - Alas kaki lainnya, dilengkapi pelindung jari dari logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Permendag Nomor 8 Tahun 2024 1760. 6403.51.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Menutupi mata kaki - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1761. 6403.59.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Sepatu bowling - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1762. 6403.59.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1763. 6403.91.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Alas kaki yang dibuat dengan dasar atau platform dari kayu, tidak memiliki sol dalam atau pelindung jari dari logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1764. 6403.91.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Bot pengendara - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1765. 6403.91.30 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain, dilengkapi pelindung jari dari bukan logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1766. 6403.91.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1767. 6403.99.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Alas kaki yang dibuat dengan dasar atau platform dari kayu, tidak memiliki sol dalam atau pelindung jari dari logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1768. 6403.99.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. --- Sepatu bowling - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Permendag Nomor 8 Tahun 2024 1769. 6403.99.30 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain, dilengkapi pelindung jari dari bukan logam - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1770. 6403.99.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1777. 6405.10.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Dengan bagian atasnya dari kulit samak atau kulit komposisi - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1778. 6405.20.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Dengan bagian atasnya dari bahan tekstil - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1779. 6405.90.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Alas Kaki 1780. 8413.70.31 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dengan ukuran diameter inlet tidak melebihi 200 mm - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1781. 8413.70.42 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dengan ukuran diameter inlet tidak melebihi 200 mm, dioperasikan secara elektrik - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1782. 8413.70.91 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dengan ukuran diameter inlet tidak melebihi 200 mm - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1783. 8413.81.13 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. --- Pompa air dengan flow rate tidak melebihi 8.000 m ^3 /jam, dioperasikan secara elektrik - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Permendag Nomor 8 Tahun 2024 1784. 8413.82.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dioperasikan secara elektrik - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1785. 8414.51.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Kipas meja dan kipas angin kotak - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1786. 8414.51.91 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Dengan pelindung kipas - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1787. 8414.51.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1788. 8414.59.41 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ----- Dengan pelindung kipas - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1789. 8414.59.49 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ----- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1793. ex 8418.10.31 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Tipe rumah tangga, dengan kapasitas tidak melebihi 230 l Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1794. ex 8418.10.32 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Tipe rumah tangga, dengan kapasitas melebihi 230 l Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong.
ex 8418.21.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dengan kapasitas tidak melebihi 230 l Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1796. ex 8418.21.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1797. ex 8418.29.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1798. ex 8418.30.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Dengan kapasitas tidak melebihi 200 l Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1799. ex 8418.30.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1800. ex 8418.40.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Dengan kapasitas tidak melebihi 200 l Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1801. ex 8418.40.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas kosong.
ex 8418.50.19 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1803. ex 8418.50.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain Selain yang menggunakan refrigerant Chlorofluorocarbon (CFC) atau HCFC-22 baik dalam keadaan terisi maupun keadaan kosong. - 17 Mei 2024 - 1 Elektronik 1804. 8450.11.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Mempunyai kapasitas linen kering tidak melebihi 6 kg - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1805. 8450.11.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1806. 8450.12.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Mempunyai kapasitas linen kering tidak melebihi 6 kg - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1807. 8450.12.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1808. 8450.19.11 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Mempunyai kapasitas linen kering tidak melebihi 6 kg - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1809. 8450.19.19 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1810. 8450.20.00 - 01 - LS atau Surat Permendag Nomor - Mesin, dengan kapasitas linen kering - 17 Mei - 0 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Keterangan 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 melebihi 10 kg 2024 1811. 8471.30.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Laptop termasuk notebook dan subnotebook - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1812. 8509.40.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 - Penggiling dan pencampur makanan; pengekstrak jus buah atau sayur - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1813. 8516.10.11 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dispenser air yang hanya dilengkapi dengan pemanas air, untuk keperluan rumah tangga - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1814. 8516.10.19 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1815. 8516.40.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1816. 8516.60.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Rice cooker - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1817. 8518.21.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Tipe box speaker - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1818. 8518.21.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1819. 8518.22.10 - 01 - LS atau Surat Permendag Nomor --- Tipe box speaker - 17 Mei - 0 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Keterangan 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 2024 1820. 8518.22.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1821. 8518.29.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1822. 8521.90.19 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1823. 8521.90.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1824. 8525.81.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Kamera perekam video - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1825. 8525.82.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Kamera perekam video - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1826. 8525.83.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Kamera perekam video - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1827. 8525.89.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Kamera perekam video - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1828. 8527.21.10 - 01 - LS atau Surat Permendag Nomor --- Memiliki kemampuan untuk menerima - 17 Mei - 0 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Keterangan 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dan dekode sinyal sistem data radio digital 2024 1829. 8527.21.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1830. 8527.29.00 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1831. 8528.71.11 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Dioperasikan dengan tenaga listrik - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1832. 8528.72.91 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Tabung sinar katoda - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1833. 8528.72.92 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Liquid crystal device (LCD), light emitting diode (LED) dan tipe panel layar datar lainnya - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1834. 8528.72.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1835. 8539.31.30 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lampu fluoresen kompak swaballast - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1836. 8539.52.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Dilengkapi dengan dasar tipe sekrup - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1837. 8539.52.90 - 01 - LS atau Surat Permendag Nomor --- Lain-lain - 17 Mei - 0 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Keterangan 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 2024 1838. 8544.70.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Kabel telepon bawah air; kabel telegrap bawah air; kabel relai radio bawah air - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1839. 8544.70.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1840. 9405.11.91 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lampu sorot - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1841. 9405.11.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1842. 9405.19.91 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lampu sorot - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1843. 9405.19.92 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Luminer dengan lampu fluoresen - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1844. 9405.19.99 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1845. 9405.21.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1846. 9405.29.90 - 01 - LS atau Surat Permendag Nomor --- Lain-lain - 17 Mei - 0 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Keterangan 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 2024 1847. 9405.41.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lampu sorot lainnya - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1848. 9405.41.40 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain, dari jenis yang digunakan untuk penerangan umum atau pada ruang terbuka atau jalan; Penerangan eksterior lainnya - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1849. 9405.41.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1850. 9405.42.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lampu sorot lainnya - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1851. 9405.42.50 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain, dari jenis yang digunakan untuk penerangan umum atau pada ruang terbuka atau jalan - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1852. 9405.42.60 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Penerangan eksterior lainnya - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1853. 9405.42.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1854. 9405.49.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lampu sorot lainnya - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1855. 9405.49.50 - 01 - LS atau Surat Permendag Nomor --- Lain-lain, dari jenis yang digunakan untuk - 17 Mei - 0 Elektronik No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Keterangan 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 penerangan umum atau pada ruang terbuka atau jalan 2024 1856. 9405.49.60 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Penerangan eksterior lainnya - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 1857. 9405.49.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain - 17 Mei 2024 - 0 Elektronik 2213. 8481.30.10 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Katup tipe swing check, dari besi tuang dengan diameter bagian dalam pemasukan 4 cm atau lebih tetapi tidak melebihi 60 cm - 17 Mei 2024 - 0 Katup 2214. 8481.30.20 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Dari tembaga atau paduan tembaga, dengan diameter bagian dalam 2,5 cm atau kurang - 17 Mei 2024 - 0 Katup 2215. ex 8481.30.90 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 -- Lain-lain Hanya untuk katup dari material logam - 17 Mei 2024 - 1 Katup 2216. 8481.80.61 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Katup pintu dioperasikan secara manual dengan diameter bagian dalam melebihi 5 cm tetapi tidak melebihi 40 cm - 17 Mei 2024 - 0 Katup 2217. ex 8481.80.62 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Lain-lain Kecuali katup kupu-kupu - 17 Mei 2024 - 1 Katup 2218. ex 8481.80.63 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 --- Lain-lain Hanya untuk katup dari material logam, kecuali katup kupu-kupu - 17 Mei 2024 - 1 Katup 2219. 8481.80.73 - 01 - LS atau Surat Permendag Nomor ---- Mempunyai diameter bagian dalam - 17 Mei - 0 Katup No Kode HS ID Lartas Kode OGA Kode Izin Uraian Izin No. SKEP Uraian Barang Spek Wajib Tanggal Awal Tanggal Akhir Flag Komoditas Komoditas Keterangan 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 pemasukan dan pengeluaran lebih dari 5 cm tetapi tidak lebih dari 40 cm 2024 2220. 8481.80.74 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Mempunyai diameter bagian dalam pemasukan dan pengeluaran lebih dari 40 cm - 17 Mei 2024 - 0 Katup 2221. 8481.80.77 - 01 - LS atau Surat Keterangan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ---- Mempunyai diameter bagian dalam pemasukan dan pengeluaran tidak lebih dari 5 cm - 17 Mei 2024 - 0 Katup Keterangan: PI = Persetujuan Impor LS = Laporan Surveyor a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, ttd. ASKOLANI
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
Relevan terhadap
Telaah makro pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dilakukan dengan menyusun kajian/analisis yang diarahkan pada:
akurasi, pengendalian, proyeksi, dan akuntabilitas pelaksanaan anggaran Belanja K/L untuk peningkatan kredibilitas dan kesinambungan fiskal; dan b. efektivitas kebijakan fiskal terhadap pencapaian tujuan makro ekonomi pada konteks regional.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan secara triwulanan, semesteran, dan tahunan.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan untuk:
memperoleh gambaran kondisi dan karakteristik pelaksanaan anggaran Belanja K/L;
menemukan pola ideal pelaksanaan anggaran Belanja K/L;
mengukur kontribusi dan pengaruh pelaksanaan anggaran Belanja K/L terhadap perekonomian; dan
merekomendasikan perbaikan dan pengembangan kebijakan pelaksanaan anggaran.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan dengan menggunakan data dan informasi terkait:
penyerapan;
capaian fisik;
hasil dari aktivitas reviu belanja, pemantauan dan evaluasi kinerja, serta pembinaan dan pengendalian pelaksanaan anggaran; dan
indikator lainnya.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal diperlukan, KPPN menyediakan data telaah makro pelaksanaan anggaran;
Kanwil DJPb menyusun kajian/analisis di tingkat regional; dan
Direktorat Pelaksanaan Anggaran mengumpulkan hasil aktivitas telaah makro pelaksanaan anggaran Kanwil DJPb dan penyusunan kajian/analisis di tingkat nasional.
Telaah makro pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan dengan melibatkan Satker dalam bentuk koordinasi dan konfirmasi untuk memastikan validitas data dan informasi, serta menjamin kualitas hasil telaah makro pelaksanaan anggaran.
Hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga yang dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a, digunakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk:
evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran;
pengendalian belanja negara; dan
peningkatan efisiensi anggaran belanja.
Evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan dalam bentuk pengukuran kualitas kinerja menggunakan IKPA.
Pengendalian belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diwujudkan dalam bentuk perumusan kebijakan terkait dengan pola ideal penyerapan anggaran dan pengendalian/manajemen kas pemerintah.
Peningkatan efisiensi anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diwujudkan dalam bentuk identifikasi potensi inefisiensi Belanja K/L untuk:
peningkatan value for money;
perbaikan kebijakan perencanaan, penganggaran, dan penghematan anggaran; dan
penyediaan ruang fiskal untuk pendanaan program prioritas pemerintah.