Tata Cara Pembayaran atas Pengembalian Penerimaan Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul penerimaan, modul kas, dan modul akuntansi dan pelaporan.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disebut SAL adalah akumulasi sisa lebih pembiayaan anggaran/sisa kurang pembiayaan anggaran tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut RKUN adalah rekening tempat menyimpan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi BUN.
Pejabat Kuasa Pengelola PNBP selanjutnya disingkat PKP PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pimpinan instansi pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya dan tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Satuan Kerja adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran (PA) untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut KPA BUN adalah pejabat pada Satuan Kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau Satuan Kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat DJP adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi Penerimaan Negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan Kas Negara.
Direktorat Sistem Perbendaharaan adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengembangan sistem perbendaharaan.
Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko yang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang evaluasi, akuntansi, dan setelmen.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban untuk menerima dan kemudian menyetorkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan pembeli Surat Utang Negara (SUN) ritel atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ritel.
Surat Berharga Negara Ritel yang selanjutnya disebut SBN Ritel adalah Surat Berharga Negara yang dijual oleh Pemerintah kepada Investor Ritel di pasar perdana domestik.
Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi valuta asing, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya valuta asing yang ditunjuk oleh kuasa BUN pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan nomor transaksi penerimaan negara dan nomor transaksi bank/nomor transaksi pos/nomor transaksi lembaga persepsi lainnya sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
Surat Ketetapan Keterlanjuran Setoran Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SKKSPN adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh KPA/KPA BUN, Direktorat Pengelolaan Kas Negara, atau KPPN Khusus Penerimaan yang menetapkan adanya pengembalian atas Penerimaan Negara kepada yang berhak dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran Penerimaan Negara.
Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan adalah surat persetujuan yang diterbitkan oleh PKP PNBP atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran Penerimaan Negara.
Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan bahwa pendapatan dan/atau Penerimaan Negara telah dibukukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Permintaan Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SPP-PP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara berdasarkan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan atau SKKSPN.
Surat Perintah Membayar Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SPM-PP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana pembayaran pengembalian Penerimaan Negara.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan surat perintah membayar.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang antara lain berisi pernyataan bahwa segala akibat dari tindakan pejabat/seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian negara menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pejabat/seseorang yang mengambil tindakan dimaksud.
Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh portal biller atas jenis pembayaran atau setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satuan Kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satuan Kerja kementerian negara/lembaga.
Berdasarkan SKTB dan hasil reklasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7), PPK melakukan pembebanan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP pada akun 826411 (penerimaan reklasifikasi kelebihan setoran uang persediaan) dan kode Satuan Kerja pengembalian Penerimaan Negara atas beban SAL.
Berdasarkan pembebanan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA menerbitan SKKSPN paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7).
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan melalui KPPN mitra kerja dengan dilampiri:
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7);
SPTJM yang ditandatangani oleh KPA, yang disusun sesuai dengan format huruf C yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
fotokopi rekening Bendahara Pengeluaran;
fotokopi nomor pokok wajib pajak Satuan Kerja; dan
dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d berupa:
surat pernyataan KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d angka 1;
hasil verifikasi aparat pengawas internal pemerintah pada kementerian atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d angka 2; atau
hasil verifikasi instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d angka 3.
KPPN mitra kerja memeriksa kelengkapan dokumen permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Dalam hal dokumen dinyatakan lengkap, KPPN mitra kerja meneruskan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan.
Dalam hal dokumen dinyatakan tidak lengkap, KPPN mitra kerja mengembalikan permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada KPA.
Ketentuan teknis pelaksanaan reklasifikasi untuk pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud dalam (9) Pasal 25 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Pengadilan Pajak
Relevan terhadap
Setiap unsur di lingkungan Sekretariat Pengadilan Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Kementerian Keuangan maupun dalam hubungan antar instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Per ...
Relevan terhadap
Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh untuk IKM dapat diimpor dan/atau dimasukkan dari:
luar daerah pabean;
Pusat Logistik Berikat;
Gudang Berikat;
Kawasan Berikat;
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
Kawasan Bebas;
kawasan ekonomi khusus; dan/atau
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor dan/ a tau dimasukkan langsung oleh IKM atau diimpor dan/atau dimasukkan oleh Konsorsium KITE untuk didistribusikan kepada IKM.
Impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Mesin, dan/atau Barang Contoh hams dilakukan berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(3a) Untuk mendapatkan persetujuan impor dan/atau pemasukan Mesin berikutnya, IKM yang telah melakukan impor dan/atau pemasukan Mesin hams melampirkan realisasi ekspor terakhir sejak impor Mesin sebelumnya.
Atas in1por sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yang berasal cf.ari luar daerah pabean:
diberikan pembebasan Bea Masuk; dan
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor.
Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang berasal dari luar daerah pabean:
diberikan pembebasan Bea Masuk; b . tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan
tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan dalam negeri.
Atas pemasukan sebagaimana dim3.ksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h, yang berasal dari luar daerah pabean, diberikan pembebasan Bea Masuk.
Atas penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h, pengusaha yang menyerahkan barang wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan wajib membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang diimpor dan/atau dimasukkan melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud I pada ayat (2) wajib didistribusikan kepada IKM anggota Konsorsium KITE.
Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bukan merupakan transaksi jual beli.
Atas pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh dari Konsorsium KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE, berlaku ketentuan sebagai berikut:
o dilakukan dengan menggunakan dokumen serah terima Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh dari Konsorsium ·• KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE;
diberikan pembebasan Bea Masuk;
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan
tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan dalam negeri.
Impor dan/atau pemasukan oleh IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pengeluar.an barang impor untuk dipakai, Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Ketentuan mengenai pembatasan impor belum diberlakukan atas:
impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (l); dan
distribusi Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh oleh Konsorsium I ^t KITE untuk IKM anggota Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (10). kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang dimasukkan dart tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, merupakan pemasukan dalam rangka impor untuk dipakai.
Diantara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 15A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Kepala Kantor Pabean melakukan pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dalam hal:
terhadap IKM atau Konsorsium KITE diterbitkan surat paksa karena ada tagihan yang tidak dilunasi oleh IKM atau Konsorsium KITE;
IKM atau Konsorsium KITE terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; I c. IKM atau Konsorsium KITE berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat, setelah:
laporan pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan/atau Bahan mendapatkan putusan; atau
penetapan Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, dalam hal tidak terdapat kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban a tau tidak terdapat laporan pertanggungjawaban yang belum mendapatkan putusan; IKM beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE . Pengembalian dan dalam hal Barang dan/atau Bahari dan Hasil Produksi telah dipertanggungjawabkan;
IKM dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf g, dan setelah 1 (satu) tahun sejalc dibekukan IKM tidak beralih menggunak,an fasilitas KITE Pembebasan dan/ a tau fasilitas KITE Pengembalian;
Hasil monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b membuktikan bahwa:
Mesin tidak berada di lokasi dan tidak dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya; atau
IKM tidak melakukan realisasi ekspor dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor dan/atau pemasukan Me. sin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 ayat (14);
IKM atau Konsorsium KITE dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
IKM atau Konsorsium KITE tidak lagi memenuhi kriteria dan syarat untuk memperoleh fasilitas KITE IKM bagi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan huruf f atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) hurufb dan huruf d;
IKM atau Konsorsium KITE tidak melakukan kegiatan impor atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2) selama periode 2 (dua) tahun sejak dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf i; dan/atau
IKM atau Konsorsium KITE mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE.
Dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap IKM dicabut dengan alasan selain karena berubah status menjadi Kawasan Berikat atau dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap Konsorsium KITE dicabut, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan:
IKM wajib:
melaporkan . Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 namun belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya;
menyelesaikan saldo Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan/atau
melunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai a tau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas: a) Mesin yang belum digunakan unfuk proses produksi atau telah digunakan namun belum sampai 4 (empat) tahun sejak diimpor atau dimasukkan ke IKM; dan b) Barang Contoh yang belum digunakan untuk proses produksi yang Hasil Produksinya diekspor a tau dilakukan Penyerahan Produksi IKM;
Konsorsium KITE wajib:
inelaporkan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang telah didistribusikan kepada IKM namun belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya; atau
mendistribusikan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh kepada IKM.
Saldo Barang dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 diselesaikan dengan:
dilunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM; atau I c. dikembalikan.
Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan:
IKM tidak melakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
Konsorsium KITE tidak melakukan pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh kepada IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b . angka 2, Kepala Kantor Pabean melakukan penagihan atas Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
Untuk pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) · huruf a angka 3, dan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Pabean melakukan penetapan atas kewajiban pelunasan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dalam hal fasilitas KITE IKM dicabut karena perubahan status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
atas Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan penyelesaian tetapi belum disampaikan laporan pertanggungjawaban dan masih dalam periode KITE IKM, IKM wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban;
atas Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sepanjang masih dalam periode KIIB IKM serta Mesin dan/atau Barang Contoh, berlaku ketentuan sebagai berikut: t 1. menjadi saldo awal Kawasan Berikat dan diperlakukan sebagai barang impor dengan mendapat penangguhan Bea Masuk; dcµi 2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
realisasi ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM yang telah dilakukan oleh IKM dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. {7) Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE, dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh Kepala Kantor Pabean atau audit kepabeanan.
Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak ya ...
Relevan terhadap
Bagi Wajib Pajak yang:
memilih dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a;
peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak; atau
telah melewati jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, wajib membayar Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 mulai Tahun Pajak pertama Wajib Pajak memilih dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan.
Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Tahun Pajak pertama Wajib Pajak memilih dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan diatur sebagai berikut:
bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf c Undang- Undang Pajak Penghasilan, besarnya angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak tersebut; dan
bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, penghitungan besarnya angsuran pajak diberlakukan seperti Wajib Pajak baru, sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu.
Sistem Penerimaan Negara secara Elektronik
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara pada Bank Sentral.
Sub Rekening Kas Umum Negara Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut Sub RKUN adalah rekening tempat menampung pelimpahan penerimaan negara dari collecting agent yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada Bank Sentral.
Rekening Penerimaan Negara Terpusat adalah rekening BUN yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada bank persepsi dan bank persepsi Valuta Asing (Valas) untuk menampung penerimaan negara.
Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat adalah rekening yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada pos persepsi, lembaga persepsi lainnya, dan lembaga persepsi lainnya Valas untuk mencatat penerimaan negara melalui pos persepsi, lembaga persepsi lainnya, dan lembaga persepsi lainnya Valas.
Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penenmaan yang terdiri dari pajak dalam negen dan pajak perdagangan internasional.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing, diluar penerimaan perpajakan dan hibah yang dikelola dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penerimaan Hibah adalah setiap Penerimaan Negara dalam bentuk uang tunai yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
Penerimaan Pembiayaan adalah semua Penerimaan Negara untuk pemenuhan pembiayaan APBN yang berasal dari penerbitan surat berharga negara, penerimaan pinjaman tunai, dan hasil divestasi.
Penerimaan Pengembalian Belanja adalah semua Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
Dana Perhitungan Fihak Ketiga yang selanjutnya disebut Dana PFK adalah sejumlah dana yang diperoleh pemerintah pusat dari pungutan dan/atau hasil pemotongan gaji/upah/penghasilan tetap bulanan pejabat negara, pegawai negeri sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah, prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau pegawai pemerintah non pegawai negeri dan sejumlah dana yang disetorkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan pungutan atau potongan lainnya untuk dibayarkan kepada pihak ketiga atau pemerintah daerah.
Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penenmaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penenmaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampa1 dengan pelaporan yang berhubungan dengan Penerimaan Negara dan merupakan sistem yang terintegrasi dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia se bagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- 7 undangan yang mengatur mengena1 Otoritas Jasa Keuangan.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi Valas, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya Valas yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menenma setoran Penerimaan Negara.
PT Pos Indonesia (Persero) selanjutnya disebut Kantor Pos adalah Badan U saha Milik Negara yang mempunyai unit pelaksana teknis di daerah yaitu sentral giro/ sentral giro gabungan/ sentral giro gabungan khusus serta Kantor Pos dan giro.
Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
Lembaga adalah badan hukum selain Bank Umum dan PT Pos Indonesia (Persero) yang memiliki kompetensi dan reputasi yang layak untuk melaksanakan fungsi penerimaan.
Lembaga Persepsi Lainnya adalah Lembaga yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menenma setoran Penerimaan Negara.
Bank Devisa adalah Bank Umum yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melaksanakan kegiatan usaha perbankan dalam mata uang as1ng.
Bank Persepsi Valas adalah Bank Devisa yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asmg dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
Lembaga Devisa adalah lembaga yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga berwenang lainnya untuk melaksanakan kegiatan usaha keuangan dalam mata uang asing.
Lembaga Persepsi Lainnya Valas adalah Lembaga Devisa yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing dari dalam negeri dan/atau luar negeri.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Mitra Kerja Instansi Pengelola Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN Mitra Kerja adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang melayani wilayah tertentu dimana Instansi Pengelola Penerimaan Negara berada.
Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian diluar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, ( dinyatakan banjir, pemogokan umum, perang atau tidak dinyatakan), pemberontakan, r( revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah (baik wilayah, epidemik maupun endemik) dan diketahui secara luas sehingga kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Business Continuity Plan selanjutnya disingkat BCP adalah kumpulan prosedur dan informasi yang dikembangkan, dibangun, dan dijaga agar s1ap digunakan dalam keadaan kahar.
Disaster Recovery Plan selanjutnya disingkat DRP adalah dokumen yang berisikan rencana tindak lanjut untuk pemulihan layanan sistem Penerimaan Negara secara elektronik setelah keadaan kahar.
System Integration Testing yang selanjutnya disingkat SIT adalah pengujian yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem Penerimaan Negara pada:
Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya;
Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas; dan/atau c. Collecting Agent, dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat sebelum dilaksanakan UAT.
User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat atas proses bisnis, sistem, dan pelaporan penatausahaan Penerimaan Negara pada:
Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya;
Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang mengajukan permohonan menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas dan/atau; dan/atau
Collecting Agent, dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor unik tanda bukti pembayaran/ penyetoran ke Kas Negara yang diterbitkan sistem settlement terdiri dari kombinasi huruf dan angka.
Sistem Settlement adalah sistem Penerimaan Negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
Tanggal Bayar adalah tanggal pen ca ta tan transaksi berdasarkan saat dilakukannya pembayaran Penerimaan Negara pada sistem Collecting Agent sebagai pengakuan pelunasan kewajiban wajib pajak/ wajib bayar /wajib setor.
Tanggal Buku adalah tanggal pencatatan pada sistem settlement atas transaksi sebagai dasar pengakuan Penerimaan Negara oleh BUN, dan sebagai dasar penyusunan laporan dan pelimpahan oleh Collecting Agent. 42. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Bank Persepsi atau Bank Persepsi Valas.
Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan 44. Negara yang diterbitkan Pos Persepsi. Nomor Transaksi Lembaga Persepsi Lainnya yang selanjutnya disingkat NTL adalah nomor bukti transaksi pen ye to ran Penerimaan Negara yang diterbitkan Lembaga Persepsi Lainnya atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas. 7 45. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan NTPN dan NTB/NTP/NTL sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian Penerimaan Negara yang disiapkan oleh Collecting Agent dalam bentuk arsip data komputer.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri dan/atau luar negeri yang memiliki kewajiban membayar PNBP/Penerimaan Negara selain Perpajakan atau yang melakukan pemesanan pembelian surat berharga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan melakukan kewajiban menerima kemudian menyetorkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Collecting Agent Only selanjutnya disebut CA Only adalah Penerimaan Negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Collecting Agent, namun tidak tercatat di dalam Sistem Settlement. 51. Settlement Only adalah transaksi Penerimaan Negara yang tercatat pada Sistem Settlement yang dibuktikan dengan NTPN, namun tidak terdapat pada data Penerimaan Negara dari sistem Collecting Agent. 52. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi menyiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
Biller adalah unit eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing.
Portal Biller adalah portal yang dikelola oleh Biller yang memfasilitasi penerbitan kode billing yang merupakan subsistem dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik.
Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh Biller atas jenis pembayaran atau setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
Instansi Pengelola Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan IPPN adalah instansi, satuan kerja kementerian negara/lembaga atau satuan kerja pemerintah daerah yang menyelenggarakan pengelolaan Penerimaan Negara.
Portal Penerimaan Negara adalah portal yang mengintegrasikan sarana layanan pembuatan Kode Billing berbagai jenis Penerimaan Negara meliputi penerimaan Pajak, Bea dan Cukai, PNBP, Penerimaan Pembiayaan, Penerimaan Hibah, dan Penerimaan Negara lainnya sekaligus layanan pembayaran Penerimaan Negara yang menjadi bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Unit Penyelenggara Bandar Udara Juwata Tarakan pada Kementerian Perhubungan ...
Relevan terhadap
Tarif penerbitan izin di daerah keamanan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Unit Penyelenggara Bandar Udara Sentani Jayapura pada Kementerian Perhubungan ...
Relevan terhadap
Tarif penerbitan izin di daerah keamanan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Unit Penyelenggara Bandar Udara Radin Inten Ii Lampung pada Kementerian Perhubungan ...
Relevan terhadap
Tarif penerbitan izin di daerah keamanan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Unut Penyelenggara Bandar Udara H.A.S. Hanandjoeddin Tanjung Pandan pada Kementerian Perhubungan ...
Relevan terhadap
Tarif penerbitan izin di daerah keamanan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Unit Penyelenggara Bandar Udara Fatmawati Sokerno Bengkulu pada Kementerian Perhubungan ...
Relevan terhadap
Tarif penerbitan izin di daerah keamanan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.